Migo Berita - Banjarmasin - Damailah Indonesia KITA, Damailah DUNIA ...
Buruh Jakarta Demo di Simpang Cempaka Putih, Polda Metro Siapkan Pengamanan
Jakarta -Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) menggelar unjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja yang terpusat di Simpang Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Polda Metro Jaya telah menyiapkan personel untuk mengamankan demo tersebut.
"Kita tetap antisipasi dengan kita amankan. Ini kan nggak banyak, tiap hari Jakarta juga ada demo. Kita tetap amankan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus dihubungi wartawan, Kamis (15/10/2020).
Yusri belum memerinci jumlah personel yang diturunkan untuk mengamankan demo hari ini. Namun dia memastikan aparat kepolisian siap mengamankan Ibu Kota dari aksi unjuk rasa buruh.
"Intinya kita siap (mengamankan)," imbuhnya.
Seperti diketahui, Gerakan Buruh Jakarta (GBJ), yang terdiri atas aliansi serikat pekerja/buruh yang berkedudukan di Jakarta, akan menggelar aksi demonstrasi menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Koordinator lapangan GBJ, Supardi, mengatakan pihaknya sudah menyampaikan surat pemberitahuan kepada Polda Metro Jaya.
"Iya betul (demo). Pemberitahuan saja, sudah ke Polda. Sudah ada respons sih, tapi kan kondisinya situasional," kata Supardi saat dihubungi, Rabu (14/10).
Aksi akan dimulai pada Kamis (15/10) hingga Kamis (22/10). Supardi mengatakan aksi akan dimulai sekitar pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB setiap hari. Massa akan melakukan orasi atau mimbar bebas.
Polda Metro Jaya telah menyiapkan rekayasa pengalihan arus lalu lintas untuk mengantisipasi kemacetan.
Berikut rekayasa lalu lintas di Simpang Cempaka Putih:
1. Arus lalu lintas dari arah Cawang (Jl Ahmad Yani) yang akan menuju ke Pulogadung (Jl Perintis Kemerdekaan) dinaikkan ke flyover ke arah Tanjung Priok (Jl Yos Sudarso).
2. Arus lalu lintas dari arah Senen (Jl Letjen Suprapto) yang akan menuju ke Pulogadung (Jl Perintis Kemerdekaan) dibelokkan ke kiri ke arah Tanjung Priok (Jl Yos Sudarso).
3. Arus lalu lintas dari arah Tanjung Priok (Jl Yos Sudarso) yang akan menuju ke Senen (Jl Letjen Supratpto) dinaikkan ke flyover ke arah Cawang (Jl Ahmad Yani).
4. Arus lalu lintas dari arah Pulogadung (Jl Perintis Kemerdekaan) yang akan menuju ke Senen (Jl Letjen Suprapto) dibelokkan ke kanan ke arah Cawang (Jl Ahmad Yani).
Sumber Utama : https://news.detik.com/berita/d-5214292/buruh-jakarta-demo-di-simpang-cempaka-putih-polda-metro-siapkan-pengamanan?single=1
Melewati Masa Jabatan SBY, Pelabuhan 18 Tahun Mangkrak Resmi Beroperasi pada Era Jokowi
Ada kabar baik dari perkembangan infrastruktur, khususnya layanan transportasi laut, dengan diresmikannya Dermaga IV Pelabuhan Merak, Cilegon, pada Senin (12/10/20). Seperti disampaikan oleh Budi Setiadi selaku Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub saat meresmikan dermaga tersebut, diketahui bahwa selama 18 tahun terakhir dermaga milik PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tersebut mangkrak alias berhenti beroperasi sama sekali.
Jika kita menarik waktu mundur dengan acuan waktu sekarang (Oktober 2020) berarti praktis mangkraknya Dermaga IV Pelabuhan Merak tersebut sudah melewati usainya masa jabatan Presiden RI sebelum Jokowi, terutama Presiden SBY yang seperti membiarkan dermaga ini mangkrak sampai masa jabatan berakhir pada 2014 silam.
Artinya, proyek ini menjadi pekerjaan mangkrak kesekian kalinya yang diselesaikan pada era Presiden Joko Widodo … yang tak tersentuh atau tak terselesaikan pada masa pemerintahan Presiden SBY. Memang bukan Presiden SBY yang mengawali masalah ini, sehingga pelabuhan ini akhirnya mengalami masalah dan terbengkalai selama 18 tahun … tetapi melihat dampak positif yang bisa ditimbulkan sejak beroperasinya kembali dermaga ini, bagi saya menjadi pertanyaan besar: “Kenapa tidak coba diselesaikan pada masa pemerintahan Presiden sebelumnya?”
Menurut Budi Setiadi, beroperasi Dermaga IV ini jelas akan langsung berdampak pada layanan penyeberangan, yang bertambah hingga 20 kali jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Kapasitas layanan pun meningkat, tepatnya dari 140 kali layanan (trip) nantinya menjadi 160 layanan (trip) per hari.
Hal ini tak lepas dari beroperasinya 74 kapal, yang dalam sehari dapat menyeberangkan sampai 1.500 kendaraan (mobil), belum termasuk para penumpang tentunya. Edi Ariadi, Walikota Cilegon, sangat senang dengan adanya penambahan dermaga baru ini, sehingga kapasitas layanan bisa ditingkatkan.
Sekali lagi, saya tidak bermaksud menyalahkan Presiden SBY yang “kebetulan” ditakdirkan menjadi Presiden sebelum Joko Widodo. Jika dilihat durasi mangkraknya, kalau dipikir-pikir Presiden sebelum SBY juga ikut andil dalam mangkraknya dermaga ini. Cuma, saat itu mungkin masih ada masalah yang perlu diurai dan belum terselesaikan sehingga mangkraknya pelabuhan ini “diwariskan” pada masa pemerintahan SBY.
Sayang seribu sayang … meminjam istilah yang sering dipakai reporter sepak bola 1990-an … pelabuhan ini juga tetap mangkrak pada era Presiden SBY. Kondisi yang membuat saya lantas teringat pada mangkraknya bangunan Hambalang. Bangunan yang oleh sebagian orang disebut “Candi Hambalang” ini malah menyisakan kabar tak sedap dengan korupsi berjamaah yang dilakukan oleh para elit partai berlambang Mercy tersebut. Padahal, saat itu mereka dengan gencar berusaha meyakinkan masyarakat agar tidak menyentuh yang namanya korups
Akhirnya, kita tahu bersama bahwa slogan “Katakan Tidak pada Korupsi” lantas menjadi tertawaan, bahkan sindiran sampai sekarang dengan slogan yang sedikit diubah menjadi “Katakan Tidak pada(hal) Korupsi.” Kalau saya menjadi Pak SBY, lebih baik saya bubarkan saja Partai Demokrat dan membuat partai dengan nama baru supaya ingatan publik tidak terus melekat ke sana.
Apalagi jika sambil melihat bangunan yang sampai kini masih berdiri di daerah Hambalang, yang oleh sebagian netizen kerap diusulkan untuk menjadi bangunan ikonik untuk pengingat masyarakat agar tidak berurusan dengan tindak pidana korupsi. Presiden Jokowi sendiri sempat berkunjung ke sana, tetapi kabar terakhir menyebutkan bahwa bangunan tersebut tidak layak untuk diteruskan.
Maka, usulan netizen tadi tampaknya sudah benar … lebih baik dijadikan monument saja, lengkap dengan cerita apa yang terjadi di sana, supaya generasi ke generasi bisa mengambil hikmah dari kisah tragis itu.
Kembali ke peresmian Dermaga IV …
Saya menyambut gembira diresmikannya Dermaga IV Pelabuhan Merak ini. Terlebih sebentar lagi akan datang masa libur Natal dan Tahun Baru, yang meski tampaknya masih dalam suasana pandemi Covid-19 tetapi beroperasinya dermaga ini jelas akan sangat membantu kelancaran penyeberangan dari dan ke Pelabuhan Merak.
By the way …. saya kok agak penasaran ya, kira-kira respons Bapak SBY terhadap peresmian pelabuhan ini bagaiman, ya? Apakah akan menjadi baper lagi … atau bisa turut bergembira akhirnya ada satu lagi pekerjaan mangkrak pada era beliau yang diselesaikan pada era Jokowi? #mbuh
Begitulah kura-kura….
Sumber:
Sumber Utama : https://seword.com/politik/melewati-masa-jabatan-sby-pelabuhan-18-tahun-tdRuF4Uhko
Mahasiswa Sebagai Agen Demonstrasi
Pola demo dan kerusuhan di Indonesia semakin mudah terbaca. Tak perlu polisi dengan segala perangkat dan koordinasinya, rakyat awam pun akan dengan mudah melihat bagaimana sebuah kerusuhan dan demonstrasi dijalankan.
Dari kalangan mahasiswa mahasiswi, mereka hanya bernostalgia dengan kasus 98. Ingin menjadi pahlawan demokrasi, agen perubahan dan meniti karir di jalur politik birokrasi. Ingatan dan kebanggan menjadi aktivis 98, sudah menjadi warisan turun temurun di lingkungan kampus.
Tokoh-tokoh 98 yang kini duduk di kursi DPR menjadi motivasi, dengan harapan kelak para demonstran tersebut juga akan memiliki pengaruh di Indonesia. Kalaupun tidak di DPR, menjadi tokoh dan aktivis. Sebut saja Adian Napitupulu, Budiman Sujatmiko, Fahri Hamzah, Desmon Mahesa dan Fadli Zon. Mereka dulunya adalah demonstran.
Dan kita semua selalu meyakini, bahwa nama-nama di atas ada masanya dan akan segera digantikan oleh generasi muda, adek-adek mahasiswa. Maka jangan heran kalau semangat demonstrasi akan terus berkobar.
Bahwa kemudian ada perbedaan fundamental antara 98 dan era demokrasi, dan sistem pemerintah yang sudah dibuat transparan dan terkontrol, itu tidak disadari oleh adek-adek mahasiswa ini. Bahkan mereka juga tidak tahu bahwa sebuah undang-undang yang sudah disahkan, masih bisa dibatalkan lewat MK. Karena yang nampak adalah nama-nama beken dan berpengaruh itu adalah alumni demonstran.
Di luar soal motivasi ingin menjadi pejabat dan tokoh publik, sebagian mahasiswa lain hanya butuh konten menarik untuk dibanggakan. Adu viral. Maka jangan heran kalau poster-poster yang ditulis adalah kalimat-kalimat provokatif seperti open BO, siap jadi istri kedua dan sebagainya. Karena di jaman sosial media, menjadi viral adalah sebuah kebanggan dan pencapaian prestisius.
Di demo RKHUP, bahkan mahasiswi kita sampai menuliskan bahwa selangkangan mereka bukan milik negara. Ini sudah di luar batas kewajaran. Tapi begitulah cara mereka menarik perhatian.
Selebihnya ya nemenin pacar, nyari gebetan atau modus-modusin mantan.
Maka jangan heran kalau pemerintah tidak akan pernah berhasil dilengserkan, berapa puluh kalipun demo dilakukan. Karena niat dan tujuan para mahasiswa ini ada batasnya. Mereka yang mencari konten, akan pulang setelah foto-foto. Mereka yang cari gebetan, akan absen di demo selanjutnya bila sudah nemu. Sementara mereka yang berambisi untuk menjadi tokoh atau aktivis, akan menyusun narasi tentang betapa pahlawannya mereka saat terjadi demo. Pamer luka atau cidera, pengalaman kena gas air mata dan seterusnya.
Para ketua BEM yang pada demo RKUHP, yang diberi panggung di ILC, apakah kini ikut turun ke jalan lagi? ya ngga lah. Ngapain! Mereka sudah selesai di tahap itu, sekarang naik ke level selanjutnya, menjadi tokoh-tokoh muda, menjadi pembicara yang didukung oleh kelompok-kelompok politik hasil komunikasi pasca turun dari panggung ILC. Sudah ga level panas-panasan lagi!
Dalam demo Omnibuslaw ini pun beda dengan RKUP, para demonstran tak diberi panggung. Sehingga para tokoh-tokoh di kalangan mahasiswa harus pulang dengan tangan hampa. Dengan sedikit cerita dan pengalaman.
Sejatinya, sampai di sini tidak ada yang bermasalah. Hal itu boleh saja. Sekalipun tidak paham substansi atau alasan demonstrasi. Tapi politisi kita jelas tak bisa diam melihat kerumunan massa yang sudah terlanjur terbentuk. Maka para Korlap dan pimpinan demo diajak komunikasi, difasilitasi. Didorong untuk lebih semangat lagi. Tak perlu heran kalau Korlap auto tajir pasca demo.
Di sisi lain para politisi ini juga membentuk tim huru hara dan provokator lapangan. Tugasnya memanfaatkan kerumunan, menciptakan emosi massa. Jumlahnya tak banyak, tapi menyebar di beberapa titik lokasi. Sehingga terjadilah kerusuhan, lempar-lemparan batu hingga tembakan gas air mata. Massa yang sudah terprovokasi jelas tak akan mudah dihentikan. Karena kemarahan itu seperti sedih, menular. Satu orang terkena pukulan, maka yang lain akan ikut emosi.
Sialnya, pola ini terus terjadi. Dan mahasiswa itu tetap dengan tujuan serta mimpinya masing-masing. Tanpa mau belajar dan menyadari, bahwa di setiap kerusuhan, mereka selalu dirugikan. Memperburuk citra mahasiswa kaum terpelajar.
Sampai di sini mungkin akan ada yang bertanya, apakah pola ini bisa dihentikan? Atau diluruskan? Jawabannya, bisa saja. Tapi jelas hampir mustahil. Karena semua organisasi kemahasiswaan menginduk pada partai politik, ormas ataupun tokoh tertentu.
Sepanjang tahun mereka difasilitasi. Untuk anggaran-anggaran koordinasi dan kegiatan sosial lainnya. Tak jarang para tokoh politik juga turut hadir memberi pidato dan berdiskusi. Bahkan banyak juga mahasiswa yang diberi beasiswa penuh oleh organisasi kemahasiswaan yang berafiliasi ke partai politik.
Maka ketika tokoh-tokoh yang mereka kagumi itu bersikap menolak, lalu partai politik yang memberi beasiswa juga bersikap menolak, mungkinkah para pimpinan organisasi itu bisa berpikir jernih dan mampu bersikap sebaliknya?Sumber Utama : https://seword.com/politik/mahasiswa-sebagai-agen-demonstrasi-iZM99x4o4y
Gatot yang Layak Dikasihani
UU Cipta Karya membuat banyak orang menjadi sibuk. Padahal ini masalahnya kaum buruh yang dijejali hoaks bahwa UU Ciptaker tersebut "memerkosa" hak-hak mereka. Seperti misalnya, dalam UU itu tidak ada lagi hak cuti, pesangon, dll. Membaca hoaks ini menyebar begitu cepat di media sosial, wajar saja para buruh mengamuk. Dan ini dimanfaatkan dengan jeli oleh siapa pun yang tidak ingin negeri aman damai.
Padahal kalau saja para buruh bisa tenang dan teliti membaca draf UU tersebut, niscaya kesalahpahaman tidak terjadi. Dan mereka tidak akan mudah digiring oleh oknum-oknum serikat buruh melakukan aksi demo, dan mogok kerja selama 3 hari, yang berpuncak pada demo anarkis, Kamis 8 Oktober 2020.
Sekali lagi, buruh tidak dirugikan dengan UU Ciptaker, sebab hak-hak mereka tetap ada. Yang dirugikan justru serikat pekerja yang kewenangannya dipreteli, sebab tidak lagi ikut-ikutan menentukan besaran upah buruh. Masuk akal, yang menggaji buruh adalah pemilik perusahaan, dan tentu mereka lebih tahu soal kondisi keuangan perusahaannya. Masak serikat ikut-ikutan tentuin besaran upah?
Salah satu yang disesalkan adalah sikap para mahasiswa yang tergabung dalam BEM. Begitu bodohnyakah generasi muda intelek ini sehingga mudah diperdaya oleh berita yang tidak berdasar? Apakah mahasiswa zaman sekarang ini hobby berdemo lalu membakar ban bekas di jalan? Idealnya, setiap ada isu, mahasiswa mempelajari dulu, dan lalu memberikan edukasi ke para buruh supaya tidak terjadi kekacauan yang rawan ditunggangi para bandit politik, dan monster berjubah agama.
KAMI atau Koalisi Aksi (yang katanya ingin) Menyelamatkan Indonesia, tampaknya salah satu pihak yang ikut-ikutan sibuk dengan protes buruh atas UU Ciptaker yang disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 lalu itu. Bahkan Gatot Nurmantyo, presidium KAMI, langsung menyatakan mendukung para buruh mogok nasional pasca-diparafnya UU Omnibus Law.
Tapi, aksi demo 8 Oktober 2020 yang sepertinya dirancang untuk menimbulkan chaos nasional, gagal total alias gatot tanpa nurmantyo. Namun aksi demo diadakan lagi pada Selasa 13 Oktober 2020, oleh FPI, PA 212, dengan alasan membela kaum buruh. Tapi yang terdengar sayup di arena demo adalah soal Habib Rizieq pulang.
Aksi demo ini pun diduga hendak dikacaukan oleh oknum-oknum yang tidak berperikemanusiaan. Entah ada kaitannya atau tidak, pada hari itu ditangkap 8 orang anggota KAMI, di Jakarta dan Medan. Menurut petugas, oknum-oknum itu dicurigai hendak membuat kerusuhan besar dalam aksi demo itu.
Gatot Nurmantyo kontan menjadi sorotan tajam atas penangkapan itu. Namun uniknya, Gatot seolah tidak peduli dan membiarkan saja kawan-kawan seperjuangannya itu diciduk polisi. Padahal normalnya sebagai pimpinan, Gatot mestinya memperlihatkan sedikit saja rasa solidaritas. Namun mantan panglima TNI ini justru mengatakan mereka tidak perlu dikasihani.
"Teman teman jangan ributkan teman kita yang lagi ditahan di Bareskrim. Mereka semua pejuang! Bukan karbitan! KAMI adalah kumpulan orang-orang yang berjuang untuk rakyat, bangsa, dan negara serta keyakinan akan kebenaran perjuangan yang hakiki," kata Gatot dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/10).
Atas statemennya itu, Gatot justru patut dikasihani. Misalnya atas dasar apa dia mengatakan bahwa anggotanya itu sedang berjuang untuk rakyat, bangsa dan negara? Sementara dasar penangkapan itu karena mereka diduga keras hendak mencetuskan aksi huru-hara yang mengerikan, yang membuat negara chaos dan rakyat menderita.
Gatot Nur ini memang sangat layak dikasihani, sebab gara-gara ambisinya yang tidak terukur, dia kerap melakukan hal-hal yang tidak masuk akal alias absurd. Salah satu contoh adalah ketika dia ujug-ujug menyatakan soal bangkitnya PKI. Untuk itu, di ujung masa jabatannya sebagai panglima, dia menganjurkan diputarnya film "Pengkhianatan PKI" untuk mengingatkan bahaya komunisme.
Meski semua orang sudah mengingatkan dia bahwa PKI itu sudah tidak ada, alias tidak bakal bisa bangkit lagi, si Gatot bergeming. Ke mana-mana dia menjual isu PKI bangkit, terutama di sela-sela acara paguyuban KAMI yang dicetuskannya beberapa waktu lalu.
Getolnya Gatot meniup-niup isu PKI bangkit ini, menarik perhatian presenter Kompas TV, Rosiana Silalahi, dan mengundangnya berbicang dalam acara "Rosi" bertajuk "Siapa Mau Nobar Film G 30 S/PKI?" Hadir pula sejarawan senior LIPI Asvi Warman Adam, dan Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty Internasional Indonesia.
Talk show itu berlangsung dua tahun silam, namun pada September 2020 ini muncul lagi di Youtube, karena memang masih relevan. Apalagi si Gatot masih ngotot bahwa PKI bangkit, sekalipun hingga kini tidak ada satu pun yang ditangkap.
Dalam tayangan itu, Gatot benar-benar patut dikasihani, sebab jawaban yang diberikan banyak yang terkesan asbun alias asal bunyi. Misalnya, dia menyebut buku "Saya bangga anak PKI" tulisan Ribka Tjiptaning itu sebagai salah satu indikasi.
Namun dibantah telak oleh Aswi bahwa buku itu hanya berisi pengalaman hidup dan perjuangan Ribka setelah bapaknya dieksekusi. Isi buku itu sama sekali bukan tentang paham atau ideologi komunis. Dan yang pasti Ribka bukan anggota PKI, tetapi bapaknya dulu memang dikenal sebagai seorang pengusaha yang dekat dengan PKI.
Argumentasi Gatot yang juga mentah adalah soal dilarangnya pemutaran film "Pengkhianatan G 30 S/PKI di era reformasi, lalu dihapusnya pelajaran sejarah, PMP, dan upaya menghapus Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, yang menyatakan PKI sebagai ormas terlarang. Menurut Gatot, pihak-pihak yang melarang itu adalah PKI.
Namun dengan telak ditantang balik oleh Usman dengan pertanyaan: apakah dengan demikian Yunus Yospiah, BJ Habibie, Gus Dur, dll., itu PKI? Tentu saja tidak akan didapat jawaban tegas soal itu, melainkan cuma kata-kata yang mutar-mutar gak karuan.
Gatot memang layak dikasihani.
https://www.youtube.com/watch?v=6-QQPGbHw3A
Sumber Utama : https://seword.com/umum/gatot-yang-layak-dikasihani-fpkwU2Emub
Ada BIN Di Balik Langkah Jitu Jokowi, Agenda Rusuh Rontok, Pengacau Kocar Kacir!
Sudah dua kali digelar demo besar penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Tidak hanya di Jakarta, tapi juga di berbagai daerah lainnya. Apakah nilai Rupiah langsung nyungsep? Apakah IHSG (indeks harga saham gabungan) rontok? Apakah tingkat inflasi langsung naik menjulang, harga barang-barang melejit dan rakyat menjerit? Enggak tuh. Sehari sesudah demo, terutama demo kedua (Selasa 13/10), semuanya biasa-biasa saja. Bedanya hanya di berita-berita media. Ya jadi banyak berita tentang demo, tentang tertangkapnya anak-anak peserta demo, tentang upaya pengembalian anak-anak itu kepada para orang tuanya, dan ditangkapnya pentolan-pentolan oknum yang disangkakan sebagai penyulut kerusuhan di dalam demo. Sisanya ya berita-berita biasa, tentang pandemi Covid, tentang kriminalitas. Apalagi hari ini, 2 hari pasca demo, demo itu hampir terlupakan. Masyarakat lebih memikirkan ekonomi masing-masing yang terimbas pandemi. Kalau pun masih ada demo di beberapa tempat, itu betul-betul digelar oleh buruh secara terpisah-pisah.
Artinya? Semua dianggap basi oleh publik. Padahal di dalam demo Selasa lalu itu ada tambahan bumbu yang dianggap menarik oleh para pendemo. Yakni narasi kepulangan Rizieq Shihab untuk segera memimpin revolusi. Ini kan harusnya jadi sebuah pernyataan yang wow ya. Yang diharapkan jadi semacam pukulan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi yang mau mereka lengserkan. Namun, apa daya, akhirnya jadi tertawaan publik. Karena pihak Kedubes RI di Arab Saudi mematahkannya dengan fakta bahwa Rizieq Shihab ini masih bermasalah dan tidak mungkin bisa pulang segera hehehe… Rontok lagi pukulannya. Layu sebelum berkembang!
Semua gara-gara Presiden Jokowi. Saya yakin rencana demo rusuh ini sudah diprediksi dan diketahui jauh-jauh hari sebelumnya. Bahkan sebelum digelarnya deklarasi KAMI di pertengahan Agustus lalu. Sebelum itu, rencana-rencana jahat ini sudah tercium. Kuncinya ada di BIN (Badan Intelijen Negara). Mungkin lewat bocoran, mungkin pula lewat penyusupan. Nggak tahulah kita yang awam ini kan. Sarana yang dimiliki BIN pastilah canggih, dengan strategi intelijen yang pastinya mumpuni.
Satu hal yang menandakan terciumnya agenda rusuh ini adalah adanya perubahan struktur reporting line BIN pada bulan Juli 2020 lalu. Yang dulunya berada di bawah Menko Polhukam, kemudian dialihkan langsung di bawah Presiden RI. "BIN langsung berada di bawah presiden karena produk intelijen negara lebih langsung dibutuhkan oleh presiden," kata Mahfud waktu itu. "Presiden adalah single client Badan Intelijen Negara, sehingga penyampaian informasi dilakukan secara direct," ujar Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto kepada media Sumber.
Menurut saya ini langkah yang Jokowi banget. Presiden Jokowi itu orangnya efisien dan maunya bekerja dengan efektif. Ketika ada bau-bau agenda rusuh, namun informasi itu tidak cepat sampai ke dirinya, maka Presiden Jokowi pun langsung bertindak cepat. Memperpendek alur informasi tersebut. Sambil mengkalkulasi langkah apa yang mesti diambil menjelang disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Rencana pemerintah mengeluarkan Omnibus Law kan sudah lama juga. Oleh sebab itu, dengan menghubungkan berbagai benang merah, antara rencana dikeluarkannya undang undang dengan info-info intelijen, Presiden Jokowi sudah memikirkan langkah-langkah apa yang akan diambil jauh sebelum agenda rusuh itu diwujudkan oleh para pengacau. Saya yakin, deklarasi KAMI dan dukungan KAMI terhadap penolakan Omnibus Law juga sudah termasuk dalam perhitungan ini. Bahkan soal drama walk out dan pernyataan pro-rakyat oleh Partai Demokrat juga sudah diketahui sebelumnya.
Nah, makanya, nggak heran kan, ketika pertama kali demo digelar pada Kamis (8/10), justru didahului oleh pernyataan menohok dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Bahwa pemerintah sudah mengetahui siapa dalang, siapa yang menggerakkan dan membiayai demo. Yang sudah merencanakan demo sebelum pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja diketok palunya. Sementara Presiden Jokowi pun dengan santai bekerja seperti biasa, meninjau food estate di Kalimantan. Seakan bilang bahwa demo itu hanya selevel kroco yang patutnya dicuekin aja. Lebih penting meninjau upaya ketahanan pangan negara, termasuk melihat peternakan bebek/itik hehehe… Urusan demo, biar menteri-menteri dan aparat kepolisian serta TNI yang menangani. Oh iya, Menko Polhukam Mahfud MD juga tidak ketinggalan menggebrak dengan pernyataan bahwa pelaku demo anarkis akan ditindak.
Saya kira terlibatnya PA 212 dalam demo penolakan Omnibus Law juga sudah diketahui oleh BIN. Baru rencana demo itu digembar-gemborkan terutama di media sosial, eh sudah ditertawakan lagi oleh publik. Pasalnya, di waktu yang sama, bocor pula slip transfer dan percakapan WA yang diduga adalah aliran dana buat demo senilai Rp 500 juta. Tidak ada yang berani protes soal kebocoran slip transfer itu. Karena sudah belajar dari perilaku baper Demokrat. Makin protes atau ngancem-ngancem, makin kelihatan kedoknya.
Di lain pihak, aparat kepolisian langsung bergerak, menangkapi para petinggi KAMI, termasuk politisi PKS, yang merupakan pengusung demo anarkis. Polri sudah mengantongi buktinya, termasuk percakapan WA. Sekali lagi, saya menduga adanya tangan dingin BIN yang beraksi di sini. Mengumpulkan bukti dengan cepat, sehingga dapat ditindaklanjuti Polri dengan tidak kalah cepat. Des des des, tangkap tangkap tangkap, dapat lah para perusuh kelas menengah bukan kroco. Bosnya? Pasti ada alasan kuat kenapa bohir kakapnya tidak (langsung) ditangkap. Alasan ini hanya diketahui oleh level A1 lah hehehe… Nggak tahu kita. Tapi saya yakin itu untuk kebaikan bersama.
Atau mungkin Presiden Jokowi mau lihat reaksi para dalang dulu? Presidium KAMI, Gatot Nurmantyo yang sempat dicari para netizen, akhirnya memberikan keterangan tertulis pada media kemarin (14/10). Intinya dia menuding Polri membangun opini tendensius terhadap KAMI dengan adanya penangkapan dan konferensi pers oleh Polri yang menyebut KAMI Sumber. Ini baper ketularan Demokrat ya? Sedangkan di tempat lain, Ketua KAMI Medan justru mengaku pada media detik.com soal adanya ajakan demo rusuh di grup WA “KAMI Medan” Sumber. Hehehe… Mari kita lihat nanti kelanjutannya ya. Bravo, Polri dan TNI! Josss lah Pak Jokowi! Sekian dulu dari kura-kura!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ada-bin-di-balik-langkah-jitu-jokowi-agenda-rusuh-UBTX4HUiru
Budiman Sudjatmiko Turun Gunung, Sebut Provokasi KAMI Mirip NAZI
Sebagai mantan mahasiswa yang ditangkap di era Orde Baru, Budiman Sudjatmiko adalah sosok yang paling pas dalam memberikan penilaian terhadap apa yang terjadi hari ini, dalam rangka demo menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan oleh katanya para mahasiswa dan buruh.
Sebagai orang yang memiliki asam garam yang begitu banyak, mungkin garam yang dia makan lebih banyak daripada nasi yang saya kunyah, Budiman Sudjatmiko, merupakan orang yang sangat qualified. Dia menilai bahwa demo kemarin ini bukan dilakukan untuk mengkritik maupun melakukan oposisi. Tapi dia menyebut satu istilah yang paling kejam, yakni NAZI.
Dia melihat bahwa ada kesengajaan yang dilakukan oleh WA Group KAMI, dengan mengatakan bahwa tidak heran jika ada anarkisme. Budiman Sudjatmiko juga menilai bahwa demo mahasiswa dan buruh kemarin, setidaknya masih terjaga dari rasisme, meski berakhir anarki. Penunggang-penunggang rasis harus dibuang dari gerakan tersebut.
Demonstran maupun aparat harus dijauhkan dari kekerasan. Mereka tidak boleh mendapatkan kekerasan. Tapi ada anggota KAMI, yang ditangkap lantaran melakukan penganiayaan ala NAZI kepada salah seorang polisi berbaju preman di daerah demonstrasi.
Polisi tersebut diseret, dianiaya dengan sekop dan batu. Mungkin jauh lebih kejam dari PKI, yang palu dan aritnya hanyalah simbol partai untuk menandakan para pekerja, petani dan kaum buruh. Simpatisan KAMI ini menjadi simpatisan yang berbahaya, menghancurkan nusa dan bangsa. Ngeri.
Jokowi ingin dimakzulkan, bagaimanapun caranya. Melalui anggota yang dideklarasi oleh Udin, Gatot, Said, Gerung, Ichsan dan kawan-kawan pesakitan lainnya, demonstrasi tersebut ditunggangi. Setelah gagal lewat isu komunisme, mereka bergerak lewat isu kapitalisme.
Keren sekali Jokowi. Anak tukang kayu yang merupakan pebisnis mebel kayu besar di Solo, kemarin Komunis sekarang Kapitalis. Jangan-jangan Pancasila merangkul semuanya? Ini yang mantap. Padahal kita tahu bahwa apa yang menjadi visi Indonesia maju adalah kemajuan bangsa ini.
Kemajuan bangsa lewat kemudahan berbisnis, malah dipelintir oleh orang-orang yang membenci Jokowi. Mereka bermain lewat rasisme. Dan menurut Budiman Sudjatmiko, tidak terlalu jauh untuk membandingkan gerakan KAMI dengan NAZI. Kenapa?
Karena awal kemunculan NAZI adalah gelombang rusuh rasisme, membawa-bawa suku, etnis, ras, agama dan antar golongan. Seperti Hitler yang membangun kebencian terhadap kaum Yahudi pada saat itu. Dan jutaan orang Yahudi dibantai habis.
Budiman mengatakan bahwa gerakan mahasiswa dan buruh di indonesia masih bisa menangkal rasisme tersebut. Untung saja ya. Tapi jangan bilang untung. Masih panjang perjalanan bangsa ini. Dan bangsa ini masih bisa dihancurkan, diluluhlantakkan oleh para penunggang gelap itu.
Tidak ada yang tidak mungkin. Kemungkinan Indonesia hancur itu ada. Dan tugas bangsa inilah untuk menangkalnya. Kalau kita mau melihat sejarah dari NAZI, ada kemiripan dengan KAMI. Mereka melakukan propaganda apapun untuk berkuasa. Mereka bermain sama-sama dari latar belakang militer.
Hitler pun sebenarnya adalah keturunan Yahudi, yang merasa diri Jerman, dan menganggap diri keturunan Arya. Sehingga apa yang ia kerjakan, fokusnya satu, yakni merusak bangsa dan negara Jerman, demi ambisi berkuasa. Untung di Indonesia gagal terjadi sejak tahun 2014.
Sekarang ada yang muncul, dengan think tank yang lebih mengerikan. Di belakangnya ada ekonom sakit hati, mantan militer pecatan, mantan ketua ormas agama, dan pemikir yang disebut profesor, tapi ternyata lulusan S1 saja. Mirip saya saja, lulusan S1.
Budiman Sudjatmiko, tidak berlebihan dalam memberikan penilaian, jika polisi pun sampai takut dan tidak heran kalau terjadi aksi anarkisme di dalam demo tersebut, itu tidak terlepas dari peranan WA Group KAMI yang isinya hasutan dan program-program cuci otak ala NAZI tersebut.
Penilaian ini dimunculkan dari orang yang pernah dipenjara, tidak sembarangan. Dipenjara karena kezaliman rezim Orde Baru. 96 Budiman Sudjadmiko ditangkap dan diasingkan. Kemudian 98 kerusuhan pecah. Ini karena semangat para mahasiswa untuk dengan tak takut mati, merangsek merusak rezim zalim Orde Baru.
Kalau sekarang, tidak ada tuh yang perlu ditakutkan dari Jokowi. UU Omnibus Law Ciptaker ini, adalah UU yang dibuat oleh Jokowi, untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Semua dipermudah. Tidak ada yang dipersulit. Hanya mafia kartel dan koruptor yang takut. Makanya nggak heran, dua partai yang sumbangkan angka koruptor yang cukup banyak itu, kejang kentut.
Terima kasih Pak Budiman, Anda sudah memberikan penilaian, yang sangat sesuai dengan kondisi yang terjadi. Semoga sehat selalu.
Begitulah sehat-sehat.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/budiman-sudjatmiko-turun-gunung-sebut-provokasi-D1UaUv45wU
Diremehkan Lawan-lawannya, Jokowi Lebih Mudah Menang Perang
Melihat perjalanan karier politik Jokowi terutama ketika akan maju di ajang Pilkada Jakarta hingga dua kali Pilpres, saya menemukan satu hal yang sangat menarik yang sekaligus sangat mempengaruhi langkah dan capaiannya.
Di momentum Pilkada DKI mulai banyak orang yang tidak percaya kenyataan dan bahkan sama sekali tidak menduga atas dicalonkannya Joko Widodo sebagai Gubernur di Ibu Kota.
Seorang Jokowi yang saat itu kerap disebut "pemain daerah" dipandang rendah oleh mereka yang yang tidak bisa percaya kenyataan. Orang-orang tersebut underestimate pada latar belakang Jokowi yang "hanya" pengusaha meubel di daerah, bukan bagian dari militer ataupun priyayi, dan bukan pula pemilik atau penguasa partai politik.
Dari orang-orang yang memandang rendah tersebut kemudian muncul narasi-narasi negatif dari yang masih bisa dianggap wajar sebagai sebuah narasi politik, hingga yang bagi saya pribadi sudah tidak bisa dikatakan wajar karena merendahkan kemanusiaan seorang Jokowi.
Sejak itu Jokowi diserang dengan narasi-narasi kotor, diantaranya sebagai "petugas partai," dan "boneka Megawati atau PDI-P." Narasi yang terakhir jelas tidak manusiawi dan menggambarkan pembuatnya yang tidak berprikemanusiaan akibat berlebihan memandang rendah dan meremehkan hingga melecehkan seorang Joko Widodo.
Uniknya adalah Jokowi seperti sama sekali tak terpengaruh pada serangan-serangan semacam itu. Ia merasa tidak perlu mengklarifikasi bahwa dirinya bukan petugas partai apalagi boneka Mega.
Tetapi dengan tidak melakukan klarifikasi atau perlawanan secara terang-terangan itu sebenarnya Jokowi sudah meraih keuntungan dari munculnya narasi-narasi tersebut.
Mereka yang memandang rendah Jokowi itu sebenarnya juga pribadi-pribadi sombong yang kerap merasa lebih dalam segala hal dari orang lain. Orang semacam itu dalam teori perang manapun bisa relatif lebih mudah dikalahkan karena akan abai pada kelemahan dirinya dan kelebihan lawannya. Dalam kasus Jokowi ini, orang-orang yang memandang rendah itu tidak sempat lagi melihat kelebihan yang dimilikinya karena keburu ditutupi underestimate.
Selain itu, narasi merendahkan dan meremehkan hingga melecehkan tersebut mengundang orang lain simpati pada Jokowi. Orang-orang yang selama itu hanya diam memperhatikan perkembangan perlahan bersimpati pada Jokowi yang diperlakukan tidak manusiawi dengan narasi boneka Mega dan partai.
Mungkin dalam Pilkada DKI kala itu belum begitu nyata bahwa faktor ini besar pengaruhnya bagi capaian Jokowi. Tapi di Pilpres 2014 dan 2019, hal itu begitu nyata dan lebih kentara terlihat.
Di dua kali Pilpres itu, Prabowo adalah sosok yang merepresentasikan orang-orang yang memandang rendah dan meremehkan Jokowi baik dalam ucapan maupun perilakunya. Sangat tampak bagaimana kalimat-kalimat yang keluar dari mulut seorang Prabowo memposisikan Jokowi sebagai orang yang secara level berada jauh di bawahnya. Pun dengan gesture-nya saat berkesempatan berdialog langsung dengan Jokowi. Underestimate. Itulah yang kerap kali tampak.
Kenapa Prabowo seperti itu? Tak lain karena dia masih merasa punya segalanya yang tak dipunyai Jokowi -- yang dalam pandangan (Prabowo) dan pandangan banyak orang ketika itu -- sebagai syarat utama untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini. Prabowo terlihat berlebihan dalam membanggakan dirinya sebagai keturunan tokoh besar, pernah jadi mantu presiden, seorang purnawirawan jenderal, harta melimpah, pemilik sekaligus pemimpin partai, dan sederet kebanggaan lainnya.
Padahal dalam momentum yang sama Prabowo juga banyak celah kekurangan yang seharusnya masih bisa dipoles sedemikian rupa dan Jokowi pun punya banyak kelebihan yang seharusnya pula bisa jauh lebih diantisipasi oleh Prabowo jika saja dirinya tidak dikuasai oleh sikap underestimate terhadap lawannya.
Yang kemudian tampak di mata kita semua yang menyaksikan adalah Prabowo Subianto itu egois dan punya potensi besar sebagai seorang diktator - otoriter. Faktor ini tampak tak lain dan tak bukan karena dia memandang rendah dan meremehkan lawan tandingnya, yaitu Joko Widodo.
Tidak sedikit pendukung Jokowi baik di Pilpres 2014 maupun 2019 yang sebenarnya berangkatnya bukan karena simpati atau mengidolakan seorang Jokowi dan bukan pula karena berkeyakinan bahwa di tangan Jokowi Indonesia akan lebih baik, bukan. Tetapi mereka mendukung Jokowi lebih kepada tidak ingin Prabowo yang menang. Tidak mau mantan mantu Soeharto itu berkuasa sebagai RI 1. Entah ini signifikan atau tidak jumlahnya belum ada data yang menyebutkan. Tetapi dari banyak orang yang saya temui cukup bagi saya untuk mengatakan bahwa jumlahnya tidak sedikit.
Lalu atas dasar apa mereka tidak menginginkan Prabowo menang Pilpres? Salah satunya adalah karena mantan suami Titik Soeharto itu masih saja menunjukkan sikap sombong, egois, dan otoriter, terutama saat kampanye berlangsung.
Di masa-masa kampanye itu sikap tersebut terus melekat pada diri Prabowo. Saya melihatnya karena faktor ia masih dan terus menerus dalam kondisi merendahkan lawannya. Meremehkan seorang Joko Widodo. Dan inilah salah satu faktor orang-orang tidak ingin Prabowo jadi presiden.
Sebenarnya bukan tidak bisa seorang Prabowo menekan egonya supaya tidak tampak egois dan otoriter. Hanya saja lagi-lagi karena ketika itu ia masih dirasuki keangkuhannya, merendahkan dan menyepelekan Jokowi.
Bukti bahwa Prabowo sebenarnya bisa menekan egonya bisa diperhatikan pasca dia masuk dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga sekarang. Prabowo begitu hormat dan sangat menghargai mantan Walikota Solo itu. Dan penghormatan serta penghargaan yang diberikan Prabowo itu di mata saya apa adanya, bukan ada apanya.
Sementara selain Prabowo, ada beberapa tokoh yang juga mewakili mereka yang merendahkan dan meremehkan Jokowi. Sebut saja diantaranya Amien Rais dan Gatot Nurmantyo. Sikap kedua orang ini cukup jelas. Terutama Amien Rais. Sejak Jokowi maju sebagai Capres di 2014 sudah sangat nyata sikapnya yang meremehkan Jokowi. Sementara Gatot mulai tampak belakangan terutama sejak adanya KAMI.
Anda boleh tidak percaya bahwa sikap merendahkan dan meremehkan Jokowi itu pada akhirnya menyebabkan Amien Rais didepak dari partai yang susah payah ia dirikan (PAN). Sementara Gatot sekarang tak tahu dimana rimbanya setelah beberapa pasukannya di KAMI ditangkap Polisi.
Bagaimana dengan Rizieq? Bagi saya dia bukan hanya merendahkan dan meremehkan, tetapi sudah pada tahap melecehkan Jokowi. Karenanya sudah pantas jika mukanya dicoreng dengan kasus chat mesum yang kemudian dilanjutkan dengan drama pengecut karena kabur dari jerat hukum, hingga pada akhirnya tak bisa pulang karena kasus "sepele," overstay. Kebetulan? Coba tanya langsung Si Bibib.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/diremehkan-lawan-lawannya-jokowi-lebih-mudah-XcoJOEHRpO
Penumpang “Ambulans Misterius” Tertangkap, Perlu Ketegasan Cegah Penyalahgunaan Ambulans
Masih ingat ambulans yang dipakai untuk aksi massa kelompok FPI, cs pada 13 Oktober 2020 lalu? Ada berita terbaru mengenai ambulans yang diduga sedang disalahgunakan alias tak sesuai ketentuan penggunaan tersebut. Yap, seperti harapan kita bersama ... para penumpang di dalamnya, ada 4 orang, diberitakan oleh laman Kompas (15/10/2020), sudah ditangkap pihak kepolisian.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menjelaskan, demo kerusuhan dimana ada ambulans yang diduga disalahgunakan itu terjadi di daerah Menteng, tepatnya ketika polisi melakukan razia terhadap sejumlah pedemo yang terlibat kericuhan.
"Pertama, rangkaian motor diberhentikan dan berhenti. Kedua, satu ambulans di belakangnya dengan muatan tiga orang juga berhenti. Namun, ambulans kedua berusaha melarikan diri saat diminta berhenti. Hal ini mengundang kecurigaan petugas. Ada empat orang di dalam (ambulans) coba melarikan diri dengan mundur. Kemudian maju dengan kecepatan tinggi juga, nyaris menabrak petugas.
Dalam peristiwa seperti dalam film-film aksi itu, lantas diketahui ada satu penumpang (berinisial N) nekat melompat ke luar dari mobil ambulans, lalu segera diamankan polisi. Perkembangan selanjutnya, tiga penumpang lainnya sudah diamankan. Polisi kini sedang melakukan pendalaman terhadap mereka, yang kini diamankan di Polda Metro Jaya. Terlebih diduga ambulans tersebut dipakai untuk mengangkut logistik berupa bebatuan, yang akan dipakai oleh para pendemo untuk melakukan kericuhan.
Aturan Soal Penggunaan Ambulans
Jika pada aksi massa beberapa waktu lalu ada ambulans yang diamankan karena mengangkut “logistik demo” yang saya lebih suka menyebutnya sebagai “alat perang”, lalu kali ini terulang, berarti ini sudah menjadi modus atau cara terkini yang dipakai oleh para pelaku aksi massa. Apalagi tujuannya selain untuk mengelabuhi petugas (aparat keamanan), supaya suplai “alat perangnya” dapat berlangsung dengan mulus?
Padahal, aturan penggunaan ambulans sudah cukup jelas, menurut Keputusan Menteri Kesehatan No 143/Menkes-kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan Pelayanan Medi. Ambulans ini memang digunakan untuk keperluan khusus, yakni mengangkut penderita dawat darurat yang sudah distabilkan dari lokasi kejadian ke tempat tindakan definitif atau ke Rumah Sakit.
Masih merujuk pada aturan tersebut, menurut lansiran laman Detik.com (24/5/2019) sebuah ambulans gawat darurat harus memenuhi beberapa syarakat teknis sebagai berikut:
Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak
Warna kendaraan: kuning muda
Tanda pengenal kendaraan: di depan - gawat darurat/ emergency, disamping kanan dan kiri atas. Tanda: Ambulans dan logo: Star of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
Kendaraan menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang pengemudi.
Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.
Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi
Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat
Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien
Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu. Tandu dapat dilipat.
Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan
Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat penderita
Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita
Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang dapat digerakan
Meja yang dapat dilipat
Lemari obat dan peralatan
Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
Sirine dua nada
Lampu rotator warna merah dan biru terletak di atap sepertiga depan.
Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi
- Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
Peralatan rescue
Lemari obat dan peralatan
Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
Peta wilayah setempat
Lemari es/freezer, atau kotak pendingin.
Perlengkapan Medis
Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
Peralatan medis Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD)
Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC
Peralatan monitor jantung dan nafas
Alat monitor dan diagnostik
Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
Minor surgery set
Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
Entonox (campuran dari gas oksigen dan nitrous oxide)
Kantung mayat
Sarung tangan disposable
Sepatu boot
Selain itu, di dalam ambulan minimal harus ada satu pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi, satu perawat berkemampuan PPGD Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) dan satu dokter berkemampuan PPGD atau Advance Trauma Life Support (ATLS).
Syarat yang cukup rumit dan tidak bisa dipenuhi oleh sembarangan kelompok, bukan? Namun, jika hendak diperas lagi dengan lebih sederhana ... jika ambulans ditujukan untuk layanan medis ketika aksi massa berlangsung, maka tentu saja minimal ada alat-alat P3K, matras atau kasur, juga tentunya petugas yang memiliki kemampuan medis.
Jika yang ditemukan lantas bebatuan, atau material lain yang selama ini identik dengan “senjata perang” saat aksi massa terjadi, memang sudah saatnya penggunaan ambulans lebih ditertibkan lagi. Bila perlu ada izin dari otoritas kesehatan setempat, lengkap dengan catatan mengenai siapa yang membawa ambulans, isinya apa saja, lalu siapa yang harus dicari ketika terjadi penyalahgunaan ambulans, seperti yang baru saja terjadi pada aksi massa kemarin.
Jika hal semacam ini tidak segera dibereskan, saya 1000 persen yakin bahwa ke depan akan ada penyalahgunaan yang berulang, lalu masyarakat, netizen, dan penulis SEWORD mengecam, tetapi hanya seperti angin lalu. Ayo dong, tindak tegas penyalahgunaan ambulans dan hukum berat siapapun pelakunya!
Begitulah kura-kura....
Sumber:
Sumber Utama : https://seword.com/politik/penumpang-ambulans-misterius-tertangkap-perlu-2FlRK2dbTE
Re-post by MigoBerita / Kamis/151020/11.53Wita/Bjm