Migo Berita - Banjarmasin - BRAVO TNI dan POLRI : Mengapa mereka Heboh tentang "Habib" Riziq Shihab Imam Besar FPI. Setelah mengamati fenomena politik tanah air dan suasana hampir terjadi isu yang berlandaskan HOAX dan FAKTA baik yang pro terhadap Pemerintah, TNI dan POLRI, Cebong hingga Kampret maupun yang pro terhadap FPI, ormas terlarang HTI yang Anti pemerintah NKRI yang Sah, bahkan Anti Presiden Jokowidodo dengan selalu mengedapankan isu Antek Asing, Pro China, Pro PKI, isu Papua, Boneka Megawati dan lain sebagainya, isu buzzer, Isu Yusuf Kalla, Isu PKS, bahkan Ada yang Bela Anies sebagai Gubernur "Terbaik", maka ada baiknya Pembaca Migo Berita untuk terus membaca kumpulan artikel yang selalu disajikan buat pembaca setia, INGAT.. baca sampai tuntas sehingga tidak ada yang gagal paham atas suatu artikel, selanjutnya boleh menyimpulkan sendiri-sendiri. Semoga kita sesama bangsa Indonesia bisa hidup rukun damai dan selalu berkasih sayang sesama ummat manusia.. Amin. (Pic from google image)
TNI – Polri Bersatu, ‘Musuh Dalam Selimut’ Ngumpet
Panglima TNI Marsekal Dr. (H.C) Hadi Tjahjanto, S.I.P. mengatakan dalam pidatonya bahwa ancaman separatisme dengan propaganda untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini marak terjadi di media sosial. Bahkan, separatisme di dunia maya pun mulai mengancam nilai-nilai kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Menurut Panglima TNI, aksi separatisme saat ini tidak hanya berupa pemberontakan bersenjata, tetapi sudah berkembang melalui kampanye internasional dengan memanfaatkan media sosial di dunia maya.
“Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus mengakui bahwa media sosial telah dapat dimanfaatkan sebagai media propaganda, media perang urat syaraf,” kata Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, saat menjadi pembicara dalam acara ‘Webinar Pelatihan Sinergi Anak Bangsa Dalam Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara Dari Aksi Separatisme di Dunia Maya’, di Jakarta, Sabtu (21/11/2020).
Marsekal Hadi Tjahjanto menyebut nama Veronica Koman sebagai contoh tokoh yang mempublikasikan narasi separatisme di media sosial. Ia menyebut bahwa Veronica Koman sengaja menyebarkan isu separatisme dengan bahasa Inggris di media sosial untuk mendapatkan dukungan internasional.
“Menyebarkan isu-isu sosial dan isu separatisme berbahasa inggris untuk mencari simpati dan dukungan politik dari dunia internasional seperti dilakukan Benny Wenda (OPM) dan Veronica Koman,” ujar Hadi.
Kabar mengejutkan datang dari Inggris Juli tahun lalu, dimana Dewan Kota Oxford memberikan penghargaan kepada tokoh OPM, Benny Wenda. Penghargaan Freedom of the City itu diketahui Dewan Kota Oxford berikan kepada Wenda (17/7/19).
“Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua,” demikian pernyataan resmi Pemerintahan Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI).
Menurut Kemenlu RI, Dewan Kota Oxford tidak paham tentang sepak terjang Benny Wenda serta kondisi Provinsi Papua dan Papua Barat yang sebenarnya. Sehingga pemerintah Indonesia tetap pada posisinya tidak akan mundur satu inchi pun untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketangguhan dan ketegasan TNI ini harusnya mendapatkan apresiasi dari seluruh rakyat Indonesia dalam upaya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Panglima TNI tidak hanya menyoroti aksi Veronica Koman dan Benny Wenda dalam memanas-manasi Provinsi Papua dan Papua Barat yang menjadi kaki tangan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak ingin Papua aman dan damai, sehingga Papua di narasikan tidak tentram dan aman hanya karena kepentingan politik, sehingga TNI dan Polri memperketat pengamanan dan pengawasan serta memberikan pelayanan terbaik bagi warga Papua agar masyarakat Papua aman dan damai serta bisa menikmati infrastruktur dan kebijakan-kebijakan Pemerintahan pak Jokowi yang mengibaratkan bahwa Papua adalah rumah kedua bagi dirinya.
DKI Jakartapun bergejolak usai kedatangan seorang ‘pengembara padang gurun’ selama kurang lebih tiga setengah tahun yang akan diusir dari Arab Saudi, sehingga lebih memilih pulang tanpa dijemput, namun dibandara terjadi kehebohan dimana para pendukungnya yang mendewakan sang pengembara hingga abai akan protokol kesehatan karena tidak sadar jikalau seluruh dunia, termasuk Indonesia dihantui oleh wabah pandemi covid-19.
Para pendukungnya yang sudah mabuk agama ini abai akan protokol kesehatan dan tidak mau tau dengan perjuangan pemerintah untuk menurunkan angka penyebaran covid dan berusaha keras untuk menyembuhkan yang sudah terinfeksi dan tertular. Menjaga jarak, memakai masker dan tidak berkerumun yang sudah diedukasi, terasa tidak bermanfaat bagi gerombolan bersorban yang mabuk dan gila agama ini.
Mereka berkerumun, berkumpul dan tidak mematuhi protokol, membuat acara kerumunan dan berpotensi membuat kluster baru penyebaran covid-19. Lantas pemerintah daerah dan perangkatnya dimana? Entahlah yang ada sekarang mereka saling tuduh, saling tuding, lempar tanggung jawab, yang satu bilang tidak memberikan izin, yang satunya lagi (pihak penyelenggara) bilang mengantongi izin, lurahnya sekarang terpapar covid-19, hingga si pengembara sekarang dikabarkan sakit, hingga sang pengantin dan mempelai dikabarkan juga mangkir eh tidak menghadiri undangan Kepolisian.
Begitulah kejadiannya, hingga sekarang muncul sekte penyembah baliho, maka TNI – Polri bertindak tegas, didasari karena pemerintah daerah sudah dianggap tidak becus lagi memberikan keamanan dan kedamaian ditengah-tengah masyarakat akibat pelanggaran protokol kesehatan hingga munculnya baliho-baliho berukuran raksasa yang jumlahnya bukan puluhan, tapi ratusan hingga jutaan baliho yang isinya tidak ada manfaatnya, hanya mengagungkan junjungan mereka yang entah dimana sekarang ngumpet.
Benar saja, ketika TNI – Polri bekerja keras mengamankan DKI Jakarta dan sekitarnya? Hingga menimbulkan pro dan kontra ditengah-tengah politikus yang cari nama, semisal Fadli Zon tanpa K yang mengkritik aksi TNI – Polri yang tujuannya memang menciptakan suasana yang kondusif, aman, tertib dan damai itu, si Fadli ini malah menjadi jubirnya FPI, ormas yang kini keberadaannya diangap tidak ada lagi.
Namun saya salut dengan TNI – Polri yang bekerja siang malam tidak kenal waktu untuk menentramkan gerombolan-gerombolan yang bisanya teriak dan memprovokasi itu. Ibarat kata, ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’ ditunjukkan oleh TNI – Polri yang tidak peduli apa kata Fadli Zon tanpa K dan sejenisnya yang taunya hanya ngomong dan cari-cari kesalahan saja.
Salut pada TNI – Polri, sekali kalian bersatu? Musuh dalam selimut itu sekarang hanya planga-plongo, tidak bisa berbuat apa selain hanya mengumpat dan sumpah serapah yang keluar dari mulut mereka. Apalagi bossnya? Bang jago versi mereka? Itu loh yang baru pulang dari ‘padang gurun’? Sekarang hanya bisa ‘ngumpet’ di kolong tempat tidur dengan sekali-kali ‘ngigau’ dan berkhayal mau buat apa lagi setelah ini, yang penting singkatannya tetap FPI.
Sekian dulu pemirsah.... Bravo TNI – Polri...Mari Bersatu Menjaga NKRI...
Sumber Utama : https://seword.com/motivasi/tni-polri-bersatu-musuh-dalam-selimut-ngumpet-om13wFFpaK
Soal "Kematian", Anies Pakarnya
Di suatu hari yang cerah Anies terlihat mejeng santai menikmati harinya dengan membaca buku berjudul “How Democracies Die”. Fotonya yang apik ini diunggah di Instagram pada Minggu 22 November lalu dengan disertai tulisan manis ala Anies.
"Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi," tulis Anies. Dikutip dari: kompas.com
Selamat Hari Minggu juga Pak Gub, walau terlambat. Salut Anies mempunyai hobi membaca. Hobi yang mendidik dan mencerdaskan banget (harusnya)!
Agak herannya kenapa yah Anies ini selalu nyerempet ke kematian? Apakah tidak ada buku lain yang bisa dibaca untuk mengisi waktu pak? Horor banget itu judulnya. Mending juga baca komik lucu-lucu supaya nggak stress pak.
Runtut ke belakang, hanya ketika Anies menjadi Gubernur Jakarta ada Tugu Peti Mati yang dipajang di beberapa sudut kota. Konon maksudnya Anies untuk mencegah kematian akibat Covid. Heheh…apa nggak salah? Itu sih justru mendekatkan diri kepada kematian itu sendiri. Persisnya, jadi semacam sosialisasi!
Ini belum termasuk kebaikan hati Anies yang “senang” mengangkat keranda seperti pada korban demo beberapa waktu lalu. Sikapnya terpuji, tetapi jika pun untuk pencitraaan, apa tidak ada tema lain selain kematian?
Wokeh kembali kepada buku yang dibaca Anies pun ada aroma kematian, meski dalam versi berbeda. Dilansir dari Kompas.com buku ini ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, dan diterbitkan kali pertama dalam versi bahasa Inggris pada 16 Januari 2018. Secara singkatnya buku ini memaparkan bahwa demokrasi tidak lagi berakhir dengan cara-cara spektakuler, seperti revolusi ataupun kudeta militer. Tetapi, demokrasi akan mati secara perlahan dan pasti dengan matinya institusi-institusi kritis, seperti peradilan dan pers, serta pengeroposan norma-norma politik yang telah lama ada.
Kematian bukan hal yang baru untuk seorang Anies Baswedan. Ketika dirinya membaca How Democracies Die sebenarnya Anies sedang pamer atau bisa jadi membuat pengakuan bahwa dirinya adalah bukti produk dari matinya demokrasi. Anies adalah pilot yang memulai matinya demokrasi itu lewat Pilkada DKI 2017 dengan cara menggunakan isu SARA untuk menggulingkan Ahok lawan politiknya.
Ketika itu Ahok dan Djarot Saiful Hidayat maju untuk kali kedua memimpin DKI Jakarta. Sepak terjang mereka membangun tidak hanya fisik Jakarta, tetapi juga mental warga Jakarta. Bersama Ahok dan Djarot, Jakarta tampil transparan. Rakyat diajarkan kerja keras dan kejujuran, selain mereka juga dimanjakan dengan berbagai fasilitas.
Menyebutkan satu persatu pencapaian Jakarta ketika bersama Ahok sangat berbanding terbalik dengan Jakarta bersama Anies. Ironis memang karena sebagian warga Jakarta, atau tepatnya JKT 58 ternyata lebih memilih mentuhankan agama daripada Tuhan itu sendiri.
Gejolak politik membuat Ahok tersudut, dan harus menelan pahit label dirinya sebagai penista agama. Preettt…siapa sebenarnya penista agama disini?
Seorang Anies melalui buku yang entah dibaca atau tidaknya seolah ingin memposisikan dirinya terbelenggu karena demokrasi yang mati? Wkwkwk…ngakak guling-guling, apakah karena baliho sohibnya diturunkan itu diartikan sebagai matinya demokrasi? Maaf yah, baliho itu tidak membayar pajak! Harusnya Anies sebagai Gubernur DKI bersuara tegas karena itu khan pemasukan untuk Pemda DKI! Lha, kok ini dibiarkan saja bebas merdeka baliho dipasang serasa Jakarta milik sohibnya?
Dodol kalau ada yang berpendapat Anies mengedepankan demokrasi, dan Anies itu kritis terhadap pemerintah. Hahhaha…yakin begitu?
Kebijakan Anies selama ini jelas ngejomplang. Faktanya Anies tidak lebih pion yang dimajukan untuk kepentingan kelompok tertentu yang menjual agama sebagai dagangan best seller laris manis tanjung kimpul.
Kaum kadrun memuja Anies seakan pak gub ini berani kepada pemerintah dengan sepak terjangnya yang kerap bertabrakan dengan pusat “demi” warga. Teranyar ketika Anies membiarkan kerumunan massa menyambut HRS sohibnya, dan bahkan membuat acara hingga 10 ribu tamu undangan. Prok…prok…hebat!
Maaf, boleh tahu apa jawaban seorang Anies dengan bermunculannya cluster HRS sekarang ini? Apakah klarifikasi yang diminta Kepolisian dimaksudkan sebagai matinya demokrasi oleh seorang Anies?
Tidak ada persoalan jika HRS disambut saat kembali ke negeri ini. Termasuk tidak ada persoalan jika HRS ingin berdakwah. Tetapi saat ini masih pandemi, dan mereka kenyataannya mengindahkan protokol kesehatan. Bahkan, bukannya Anies sendiri yang berteriak PSBB? Terus demokrasi itu milik siapa? Milik kelompok pecinta Anies doang?
Apalagi faktanya kemudian dakwah seorang HRS itu mengerikan! Mikir, pantasnya dimana dakwah seorang ulama dipenuhi dengan kata lonte atau bumbu provokasi penggal kepala?
Heheh…..Anies sungguh membaca atau tidak hanya dirinya yang tahu. Tetapi, jika pose tersebut dimaksudkan untuk menyindir pemerintah maka Anies salah besar. Justru sebaliknya, Anies menampar dirinya dan mempertontonkan bagaimana dirinya dimenangkan lewat ayat dan mayat. Demokrasi pada Pilkada DKI 2017 mati, terbunuh dengan mengorbankan Ahok. Demi apa? Demi golongan mabok agama yang kini terus dibela Anies habis-habisan lewat posisi dan kebijakannya. Paham?
Artikel mpok lainnya bisa dinikmati di @mpokdesy
Ilustrasi: Imgur
Sumber Utama : https://seword.com/umum/soal-kematian-anies-pakarnya-g5NHtrPGa5
Bagaimana Demokrasi Mati Ala Anies
Ajeeebb, buku yang dibaca Anies adalah buku best seller. Bagus memang kalau ada orang yang hobi baca, hanya saja, kalau bacaan itu hanya dijadikan sebagai upaya menambah khasanah retorika dalam kancah perpolitikan yang dikejarnya, sejatinya itu sangat rapuh.
Kenapa rapuh? Karena dengan begitu makin mempertebal daya kemunafikan.
Buku itu justru menyinggung kasus terpilihnya Donald Trump yang rasis itu. Nah, ini sangat cocok dan tepat dengan manuver Anies waktu pilkada DKI 2017. Hanya beda versi agama, kalau Trump memainkan isu agamanya disana, sedangkan Anies memainkan label agama Islam, dan kita kenal ada Rizieq dan 212 yang menjadi kekuatan yang justru akan mematikan demokrasi.
Bagaimana demokrasi bisa mati di tangan Anies dan sekutunya?
Jumlah pendukung Anies yang menjadikan agama sebagai alat meraih kekuasaan itu sebenarnya tidak banyak, malahan jumlah orang yang moderat dan ingin negara ini tak ribet dengan urusan agama justru lebih banyak.
Hanya saja, kaum jenis ini selain sibuk, masih banyak yang diam, dan tidak ingin menghabiskan waktunya bergelut dengan kaum kadrun, yang sangat militan meskipun dungunya tidak ketulungan.
Para pendukung Anies di pilkada DKI 2017 sangat keji dalam berkampanye, terjadi pemaksaan dan intimidasi. Mulai dari penolakan shalat jenazah hingga urusan surga seolah-olah mereka yang menguasai dan memonopoli.
Tentu hal itu bukan demokratis. Agama yang mereka gunakan, bukan untuk mencerdaskan masyarakat dari tujuan politik itu, justru hanya menimbulkan perpecahan dan tidak sedikit kericuhan, persekusi dan hal-hal biadab lainnya.
Maka hal seperti itu menghambat pembangunan, maka wajar saja kalau Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur hasil dari ayat dan mayat, sulit mengalami kemajuan, bahkan mulai semrawut.
Apalagi urusan covid sangat jelas tidak becus di bawah kebijakan Anies. Kedatangan Rizieq malah memperjelas ketidakadilan itu, maka itu artinya Anies mencoba mematikan demokrasi dengan cara berat sebelah dalam hal hukum.
Buku yang dipamerkan Anies itu justru menampar dirinya sendiri. Posisi gubernur yang didapatkannya saat ini adalah bukan proses demokrasi, tapi pembodohan kepada warga. Dengan program-program yang tidak jalan alias semua kampanyenya adalah bohong, jelas sekali adalah dusta besar. Maka julukan pinokio jelas tertuju padanya, bukan pada Jokowi.
Demokrasi itu bukan hasil jualan agama. Demokrasi adalah bangunan atau pondasi kecerdasan. Bukan hasil didikan dan militansi kadrun.
Sedangkan Anies menggunakan agama dalam mem-perbodoh warga, maka sangat jelas sekali, Anies telah membunuh demokrasi dengan cara membuat banyak warga DKI mabok agama, dan tetap memelihara gerombolan 212 dan ormas bajingan FPI. Mengobok-obok Jakarta yang sebelumnya sudah mulai ditata rapi oleh Ahok.
Seorang Anies yang jago bermain retorika tak bisa menjadi harapan rakyat. Justru hanya sebuah kehancuran yang nyata. Anies lebih mementingkan JK, orang yang telah berjasa membawanya ke tampuk kekuasaan. Sedangkan JK, hanya mementingkan bisnis raksasanya. Semua hanya dilakukan demi kepentingan keluarga dan koleganya. Buat rakyat Indonesia, hanya recehan yang bisa diraup.
Maka, bagaimana bisa menilai Anies dan sekutunya orang yang telah menjalani demokrasi? Hanya baca buku "How Demokrasi Die" lantas bisa menilainya sebagai orang yang telah mengaplikasikan demokrasi dengan benar? Dan seenaknya mengkritisi pemerintahan Joko Widodo sebagai pemerintahan otoriter?
No no no...
Justru Anies dengan mengatasnamakan demokrasi dan agama, malah akan menghancurkan demokrasi dan kehidupan beragama warga Indonesia.
Jadi begitulah kalau ada politisi yang sok menggurui, namun sebenarnya cuma munafik. Apapun cara dilakukan agar meraih kekuasaan ekonomi seluas-luasnya, sehingga kemewahan pun mudah diraih, dan tak peduli banyak rakyat yang perlu di-cerdaskan agar tidak jadi mabok agama dan miskin.
Politisi kayak Anies dan sekutunya tidak akan pernah bisa bertindak demokratis, tidak akan pernah ikhlas menerapkan ajaran-ajaran agama yang berdasarkan akal sehat dan nilai-nilai luhur. Demokrasi Anies adalah demokadrunis, ayat dan mayat jadi komoditas meraih kekuasaan. Warga digiring ke jurang kegelapan via Rizieq Shihab.
Hanya orang dungu yang percaya Anies telah menegakkan demokrasi. Dan hanya orang bebal yang yakin Anies orang benar lalu sok kritis kepada Jokowi. Dan hanya golongan kadrun yang merasa nyaman dengan model kemunafikan Anies sang Gabener.
Bacaan boleh saja banyak dan tebal-tebal, namun belum tentu akan menjadi perbendaharaan yang disikapi dengan bijak. Justru bisa menjadi alat untuk ngibul dan makin membentuk retorika ngibul.
Tak jauh beda dengan orang yang pengetahuan agamanya tinggi, misalnya Rizieq, sekolah Rizieq boleh tinggi sampai ke Saudi, namun lihatlah, mulutnya mudah sekali keluar kata "Lonte". Bacaan kitab Rizieq boleh banyak dan berbahasa Arab, tapi di atas panggung cuma keluar kata-kata makian.
Anies boleh saja lulusan Amerika, tapi belum tentu bisa menjadi pelaku demokrasi yang memajukan bangsa, justru merusak kota, monas diobok-obok, dan me-mubazzir-kan anggaran daerah. Patung bambu senggama dan berbagai proyek lainnya yang tidak terlalu signifikan buat warga adalah bukti Anies sangat sangat tidak becus jadi gubernur. Licik emang. Wan Aibon.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/bagaimana-demokrasi-mati-ala-anies-fi5ioNTtfp
Milan Bantai Napoli Segalak TNI Bungkam FPI dengan Hajar Baliho Rizieg
Selamat pagi permisah dan salam sejahtera buat kita semua. Setelah dua minggu acara yang menghebohkan sejagat raya dengan undangan pernikahan puteri ke empat rizieg selesai? Menyisakan berbagapi polemik, mulai dari ketidakbecusan Pemda DKI dalam melarang dan mengantisipasi massa atau umat pengikut rizieg yang membludak sampai 10 ribu orang? Sampai fakta usai acara, dimana timbulnya kluster-kluster baru penyebaran covid-19 yang entah sampai kapan masih menebarkan terornya.
Oh ia, itulah sampai lupa kalau tulisan kali ini tentang sepakbola dimana AC Milan, klub kebanggaan kota mode Italia, kota Milan ini sekaligus klub yang saya idolai ketika trio Belanda, Marco Van Basten, Ruud Gullit dan Frank Rickaard masih berkostum merah bergaris hitam-hitam ini, plus masih diperkuat oleh Paolo Maldini, Ronaldinho dan Seedorf atau Kaka, plus mega bintang sepakbola lainnya, yang sinarnya beberapa tahun terakhir redup, tapi kini sudah mulai menemukan ritme permainan mereka untuk menemukan kembali jati diri sebagai penguasa di Lega Calcio plus di benua biru Eropa lewat kompetisi Liga Champions atau Liga Eropa.
Kini AC Milan dibawah nahkoda baru, Stefano Pioli yang makin membuat AC Milan memiliki karakter seperti era 90-an, era keemasan dengan menjadi raja di Italia dan Eropa. Stefano Pioli mampu meramu kualitas pemain-pemain muda dengan pengalaman para pemain tua yang masih menjadi kunci permainan AC Milan. Mendatangkan seorang Zlatan Ibrahimovic ke tubuh Rossoneri itu.
Terbaru, AC Milan sukses meruntuhkan dan membungkam SS Napoli yang kebetulan diarsiteki oleh mantan punggawa AC Milan di era keemasannya, Gennaro Gattuso. Mantan gelandang pengangkut air di AC Milan itu dipaksa bertekuk lutut dan mengakui bahwa AC Milan calon scudetto musim ini.
Lihatlah klasemen sementara, memang Lega Calcio masih jauh, tetapi setidaknya Napoli yang juga dijagokan menjadi scudetto bisa diatasi, dikandang Napoli lagi lewat trigol, dimana dua gol disumbangkan oleh pemain lawas yang masih produktif, Ibrahimovic. Lewat tandukan mautnya di menit 19, Ibrahimovic yang sudah berumur 39 tahun, kita seumuran loh Ibra, sukses membuka kran gol AC Milan malam itu.
Penampilan Gianluigi Donnarumna juga sangat mengesankan. Beberapa kali kiper timnas Italia itu menyelamatkan gawangnya dari sepakan-sepakan keras dari pemain Napoli, plus tiang gawang menjadi penyelamat gawang AC Milan terhindar dari kebobolan.
Menit ke-53, Ibrahimovic kembali menyihir publik San Paulo dengan gol ciamiknya memanfaatkan umpan Ante Rebic, Ibrahimovic walau dikawal ketak, masih mampu memasukkan bola dan mencetak brace yang membuat dia kini lebih hebat dari penyerang legendaris dunia, Ferenc Puskas.
Tambahan brace atau dua gol Ibrahimovic ini membuat dia menjadi pemuncak daftar marcatori dengan 10 golnya dan mampu mentahbiskan diri menjadi penyerang tertua yang mampu mencetak 10 gol dalam semusim di 4 liga top besar di Eropa, yaitu di Liga Italia, Liga Inggris, Liga Spanyol dan Liga Jerman.
Kemampuan Ibrahimovic ini kini membuat orang beranggapan bahwa dia akan bisa bermain hingga di umur 50 tahun. Begitulah pesepakbola yang mengidolai seni bela diri kungfu ini beraksi untuk membawa AC Milan dari kebangkitan.
Banyak pesimis dengan pencapaian AC Milan sekarang, namun berkat kombinasi pemain tua-muda, AC Milan bakal bisa mencapai kejayaan, paling kalau tersandung, finis di urutan tiga besar merupakan capaian luar biasa Milan. Apakah Ibrahimovic bisa menjadi capocannonieri di usia 39 tahun? Melampaui capaian Luca Toni sebagai pencetak gol terbanyak di usia 38 tahun?
Dan kebangkitan Milan ini bisa saya samakan dengan kegalakan dan kebangkitan TNI dari tidurnya setelah tidak pernah kita dengar ketegasannya dalam menciptakan perdamaian dan kedamaian di bumi nusantara khususnya di DKI Jakarta yang seakan-akan dikuasai oleh kelompok bersorban FPI usai kemenangan pilkada DKI oleh yang didukung oleh rizieg dan kawan-kawannya. Ya, perangkat daerah seakan-akan bertekuk lutut dengan kesewenang-wenangan yang dibuat oleh FPI dan gerombolannya itu, terutama pasca tersiarnya berita akan kembalinya ulama yang mereka sembah itu. Gerombolan mereka seakan-akan tidak takut pada anies dan perangkatnya, apalagi dengan Satpol PP yang tugasnya menertibkan DKI, mereka tidak mampu membendung segala apa yang akan mereka perbuat, mulai dari pemasangan baliho-baliho penyambutan, hingga pengrusakan fasilitas Bandara yang sampai sekarang tidak ada yang bertanggung jawab atas pengrusakan itu. Hingga muncullah agenda pernikahan dan acara keagamaan yang isinya hanya ceramah memaki, menghujat dan mengajak para gerombolannya untuk jihat dengan memaki TNI dan Polisi sebagai aparat penegak hukum di Negeri ini.Maka, Pangdam Jaya Mayjen TNI, Dudung Abdurachman memberi ultimatum agar semua baliho bergambar rizieg dan ajakan revolusi akhlak diturunkan dan mengultimatum keras agar FPI jangan buat masalah di DKI, kalau tidak mau berurusan dengan TNI. Mayjen juga memberikan kode keras agar FPI dibubarkan saja.
Tidak hanya itu, beliau juga mengutuk keras pernyataan-pernyataan rizieg dan menganggap rizieg itu bukan tokoh agama seperti habib atau kiai.
"Kalau katanya sebagai imam besar, kalau dibilang sebagai kiai atau habib, karena habib atau kiai itu selalu hatinya baik, jadi kalau ucapan tidak baik bukan habib namanya itu," kata Dudung kepada wartawan di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (20/11).
Dudung menegaskan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam pasti mengajarkan kasih sayang antarsesama manusia dan seluruh alam. Ia pun berharap Rizieq ke depannya tak asal bicara sembarangan dan tetap menjunjung tinggi ajaran Islam sebagai agama yang Rahmatan lil Alamin.
"Kemudian jangan asal bicara sembarangan, jaga dari siksa api neraka," kata Dudung. Melihat hal itu, Dudung prihatin bila ada seorang tokoh agama yang berstatus sebagai habib justru mengucapkan pernyataan yang tak pantas. Ia mengatakan seorang habib harus memiliki tindakan dan perkataan yang baik di depan pengikutnya.
"Saya prihatin dan tidak terima sebagai orang Muslim," kata dia.
Jadi, masih adakah yang berani naikkan baliho rizieg? Hati-hati bisa hilang tanpa jejak dirimu..
Sumber Utama : https://seword.com/sport/milan-bantai-napoli-segalak-tni-bungkam-fpi-dengan-nnNmcfk9Mr
Karma Firza, Rizieq Tersandung Banyak Masalah! Bagaimana Akhir Riwayatnya?
Ketika kasus Ahok muncul, Rizieq Shihab memang menjadi sosok yang banyak dikagumi. Tapi, keadaan berbalik total saat kasusnya dengan Firza terekspos ke publik. Siapa menyangka kalau pentolan FPI yang mengklaim pemilik kapling surga ternyata jatuh pada selangkangan wanita. Sejak saat itu Rizieq seakan kalang kabut menyembunyikan mukanya hingga kabur ke Arab. Saat pasangan mesumnya ditahan di kepolisian, dia enak-enakan umroh sekeluarga. Namun rupanya kenikmatan yang ia peroleh hanya sesaat lantaran belakangan ia memiliki banyak kasus dengan otoritas Arab.
Pemasangan bendera tauhid yang mirip ISIS telah membuat kerajaan Arab geram. Untung pemerintah Indonesia masih mau menolong. Ibarat malin kundang, Rizieq malah terus menjelekkan pemerintah kita. Dirinyapun harus berseteru dengan Dubes Agus di sana. Kelakuan barbar Rizieq memang sangat perlu diingatkan. Bahkan oleh negara tempat ia kuliah dulu saja tidak diterima dengan baik. Semua media menyorot tempat tinggalnya yang sangat kecil (mungkin seukuran kandang kambing). Selama tiga setengah tahun lebih dia harus mengungsi agar kasusnya dengan Firza lenyap.
Kini sekembalinya ia dari Arab, mulai lagi ketololan ia tunjukkan dengan para pengikutnya. Pandemi corona belum berakhir. Tapi dengan seenaknya Rizieq menggelar banyak pesta dan kerumunan. Kelakuan mereka sangat serupa dengan Arab jahiliyah yang tak menerima adanya kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka terlalu meremehkan keberadaan virus corona yang bisa membunuh terutama pada usia tua dan memiliki penyakit bawaan. Bukan hanya aturan karantina mandiri yang ia langgar, tapi juga membuat banyak kerumunan.
Kita tak usah membahas Anies, chaplin atau kepala BNPB yang membekinginya. Suatu saat karma juga akan mengintai mereka satu persatu. Sepertinya bohir Rizieq juga meremehkan keberadaan virus. Mungkin otak mereka sudah tumpul seperti FPI yang mengira turunan Nabi kebal virus. Mungkin juga merasa dekat Rizieq sang pemilik kapling surga membuat virus-virus itu ketakutan. Kalau sudah memiliki pemikiran seperti ini, tak perlu lagi menkasihani mereka kalau suatu saat terkena virus secara berjamaah.
Selain meremehkan virus, Rizieq dan FPI serta Maheer sangat merendahkan kaum perempuan. Bagaimana Rizieq bisa menyerukan amar ma'ruf nahi munkar kalau perlakuannya terhadap perempuan hanya sebagai pemuas hasrat seksual. Pantas saja dalam beberapa ceramahnya ia kerap mendukung ISIS. Perilaku Rizieq juga tak ubahnya pejuang ISIS yang mengganggap semua wanita harus sukarela menyerahkan tubuhnya untuk mereka. Kelakuan yang mereka tuduhkan pada syiah ternyata melekat pada diri mereka sendiri.Kalau chat mesum kembali diselidiki dan nyatanya betul adanya. Maka bisa jadi Firza sengaja memberikan tubuhnya karena bujuk rayu surga oleh Rizieq. Bisa saja dia berdalil kalau perempuan akan mendapat pahala jika tubuhnya dinikmati oleh habib, tak peduli meski bukan muhrimnya. Tapi, Firza tak tinggal di Arab atau di pemukiman ISIS. Nalurinya sebagai wanita Indonesia yang memilii martabat seketika muncul dan meminta dinikahi. Rizieq mungkin secara tak sadar menyanggupi permintaan nikah saat melakukan chat mesum. Sesudahnya ia sadar kalau Firza mungkin bukan turunan Arab dan hanya sebagai pemuas nafsunya belaka.
Kalau kita kasihan pada banyak korban persekusi FPI. Maka Firza adalah korban utama tindakan kotor Rizieq. Meski ia sama-sama bersalah, setidaknya Firza telah menjalani hukuman tahanan. Berbanding jauh dengan Rizieq, sang pecundang. Kalau hingga kini hidup Rizieq terombang-ambing ke mana-mana hingga balihonyapun dirobek dan dibakar, itu semua mungkin karma Firza. Akankah Rizieq mengakui kesalahannya dan berani diperiksa atas kasus dugaan chat mesum? Atau sekali lagi menghilang dan akhirnya ditelan virus mematikan?
Sebagai orang jawa kita mengenal adanya karma. Tak perlu menunggu mati untuk menuai perbuatan buruknya. Tentu bagi Rizieq segala kesialan yang menanti akibat adanya rezim otoriter yang mengekang dirinya. Rizieq lupa kalau kini ia menuai karma dari Firza. Setelah menikmati foto bugil perempuan, begitu saja ia campakkan keadaannya. Maka wajar saja kalau ia berani menghina Nikita dengan sebutan lonte dan sebagainya. Rizieq akhirnya harus mengakui kekalahannya karena wanita. Tak perlu sok suci sok dipanggil habib, kalai nyatanya masih nafsu pada dunia dan wanita yang bukan muhrimnya.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/karma-firza-rizieq-tersandung-banyak-masalah-o8Y2V8HAH4
Negara Jangan Kendor, Gedor Terus Rizieq Cs
Kenyataan yang kini didapatkan Rizieq Shihab cs pasca-kepulangan sang imam besar ke Tanah Air, pastinya menyakitkan hati mereka. Bayangkan, setibanya dia pada 10 November 2020 di Bandara Soekarno-Hatta, massa simpatisannya yang melumpuhkan bandara pasti membuat mereka serasa pemilik tunggal negeri ini.
Padahal kondisi nasional sedang pandemi, dan setiap daerah berjibaku untuk menurunkan angka orang yang tertular covid-19. DKI Jakarta dan sekitarnya, Banten dan Jawa Barat, termasuk kawasan yang cukup tinggi tingkat pemaparannya. Jakarta bahkan masih menerapkan aturan PSBB.
Namun semua kondisi genting dan peraturan yang mengikatnya, dilabrak begitu saja oleh Rizieq Shihab dan kelompoknya. Dengan anteng mereka memenuhi kawasan bandara, tanpa mengindahkan prokes seperti jaga jarak, hindari kerumunan, dsb. Paling cuma masker yang tampak dikenakan oleh sebagian besar peserta, sekalipun banyak yang tidak tepat menutupi lubang hidung dan mulut. Dan itu sama saja dengan tidak bermasker.
Rizieq Shihab yang pada waktu itu agaknya sudah merasa dirinya seorang raja, wara-wiri pula ke Tebet dan Bogor tanpa ada pemerintah daerah yang kuasa menghalangi, apalagi membubarkan kerumunan massa yang mengiringinya.
Luar biasa, padahal seseorang yang baru datang dari luar negeri harus menjalani isolasi mandiri. Namun hal ini tidak berlaku bagi Rizieq dan kelompoknya. Kegilaan ini terus berlanjut dengan acara keagamaan yang penuh dengan orasi yang tidak pas dengan keagungan acara itu sendiri.
Memang sungguh tidak masuk di akal, di acara keagamaan yang sakral dan mulia itu, justru lonte pun dibahas dan dijadikan olok-olok. Bahkan aparat negara pun diseret-seret dalam orasinya, seolah-olah hanya Rizieq dan kelompoknya yang benar di negeri ini. Padahal kalau dipikir, apa sih yang telah dilakukan oleh Rizieq dan kelompoknya bagi kemaslahatan bangsa dan negara ini? Nyaris tidak ada!
Tapi "bulan madu" itu hanya berlangsung beberapa hari bagi Rizieq Shihab dan kelompoknya. Negara lewat TNI memperlihatkan eksistensinya sebagai pengawal dan pengaman yang berdaulat atas negeri ini.
Baliho-baliho bergambar Rizieq yang selama tiga bulan terakhir bertebaran di berbagai lokasi, satu per satu ditumbangkan. Selain liar, juga tidak elok dipandang mata. Apalagi tulisan yang tertera di sana, "revolusi akhlak", sangat tidak sepadan dengan akhlak mereka yang sama sekali tidak bisa dijadikan panutan.
Soal ini, sebuah media Australia "The Australian" edisi 13 November 2020, dengan jeli dan cerdas menyoroti dengan berita yang diberi judul: Ex-porn fugitive returns to launch moral revolution. Telak! Seluruh dunia pasti tertawa-tawa. Mosok oknum yang tersangkut kasus porno-aksi tiba-tiba ingin mengoreksi akhlak bangsa Indonesia?
Maka ketika poster-poster Rizieq dibabat habis dari berbagai tempat, hal itu mestinya didukung dan disyukuri oleh FPI dan simpatisannya. Sebab ketika orang-orang melihat foto di baliho raksasa itu, yang diingat adalah soal kasus-kasus hukum yang kini masih menjerat sang imam besar tersebut, terutama chattingan aduhai Itu, loh...
Belum lagi ketika ada anak bertanya pada bapaknya, "foto siapakah gerangan itu?" Orang tua yang baik dan bertanggung jawab, pasti memberikan jawaban jujur, salah satunya mungkin merujuk pada judul berita pada media Australia itu, bukan? Sebab kalau si bapak misalnya mengatakan bahwa orang itu pejuang akhlak atau moralitas bangsa, sama saja telah membohongi anaknya.
Pencopotan baliho Rizieq memang mendapat kecaman dan olok-olok dari simpatisannya. Namun seluruh elemen bangsa tampak mendukung TNI dalam gerakan sapu bersih itu. Sebab ingat, TNI pada dasarnya tidak sekadar cuma menertibkan baliho, namun mengenyahkan ancaman yang sedang mengintai bangsa dan negara ini.
Adalah lebih baik memadamkan api ketika dia masih kecil, ketimbang nanti repot dan susah mengerahkan tim pemadam jika api sudah membesar dan membakar satu kawasan.
TNI tidak perlu menghiraukan berbagai komentar miring atau bahkan statemen yang kini nadanya menghiba-hiba dari kelompok Rizieq Shihab. Jika sekarang ada statemen bahwa Rizieq dan FPI-nya tidak pernah memusuhi TNI dan pemerintah, itu cuma bualan yang pantas jadi bahan tertawaan.
Jejak digital sangat banyak bagaimana pentolan mereka yang memiliki segudang kasus hukum itu seenaknya saja mengolok-olok pemerintah dan aparat yang selama bertahun-tahun mendiamkan saja ulahnya itu.
Kini kesabaran itu sudah habis. Tak ada lagi kompromi terhadap kelompok-kelompok ekstrimis agama yang tujuannya hanya mengacau negara. Ketegasan aparat memberangus pengasong agama ini, sekaligus juga menyadarkan dan mencerdaskan masyarakat awam bahwa agama itu mengajarkan kedamaian dan perdamaian.
Maka teruslah TNI mengikis gerombolan itu sampai ke akar-akarnya. Ingat, saat ini mereka kemungkinan sedang tiarap, sambil menyusun kekuatan dan strategi. Yang pasti cita-cita mereka untuk merusak ideologi luhur Pancasila dan UUD 1945 tidak akan pernah hilang. Jadi membiarkan mereka beraktivitas dan menyusup ke segala lini, sama saja dengan bunuh diri.
Tak ada lagi kompromi, bubarkan saja ormas-ormas yang hanya menjadi duri dalam daging di negeri ini. Dukungan masyarakat tampak lewat karangan bunga yang kini memenuhi halaman markas Kodam Jaya.
Bagi Fadli Zon karangan bunga yang dikirim masyarakat itu suatu yang sia-sia. Namun dia sendiri bisa pergi ke luar negeri hanya untuk menaruh seikat kembang di makam Karl Marx, tokoh sentral komunisme.
Dan oknum-oknum "sakit jiwa" semacam Zon inilah yang kini mengecam TNI yang kini berlaku tegas terhadap kelompok-kelompok yang jika dibiarkan akan mengancam republik ini.
Masyarakat menyatakan cinta dan dukungannya pada TNI lewat bunga. Sementara kaum ekstrimis agama itu tetap menunggu saat-saat yang tepat untuk kembali meneror bangsa dan negara ini. Maka negara dan TNI jangan pernah kendor, gedor radikalis tanpa ampun. Mereka musuh negara!
Sumber Utama : https://seword.com/umum/negara-jangan-kendor-gedor-terus-rizieq-cs-eKSXdLLcAD
Benarkah Prabowo dibalik Aksi TNI Turunkan Baliho?
Menarik untuk mengamati kegaduhan yang terjadi beberapa waktu ini, kegaduhan yang diakibatkan kedatangan seorang "fugitive" yang dengan gerombolannya merasa bisa mengatur negeri ini, mungkin mereka bisa mengatur DKI lah, kalau mengatur negeri, enak aja siapa mereka?.
Awalnya dimulai saat mantan politisi partai Demokrat, Lae Ferdinand, mencuitkan status tentang Mr. Chaplin di Twitternya. Dalam cuitannya dia bilang Chaplin terbang ke Arab dengan membawa segepok fulus dengan misi misterius. Lalu banyak pengamat berspekulasi bahwa yang dilakukan si Chaplin ini ada hubungannya dengan seorang yang kabur ke Arab sana diduga karena kasus chat mesum alias cabul. Dan ternyata memang banyak pengamat jeli di Indonesia ini, terutama para penulis Seword yang juga sudah menuliskannya. Kita semua pasti sudah bisa menebak siapa yang dimaksud dengan Mr. Chaplin dari cuitan lae kita itu.
Dan ternyata spekulasi liar itu terbukti, benar saja apa yang sudah kita duga bersama, imam jumbo yang didewakan para pengikutnya itu pulang dan sialnya dihari pahlawan lagi. Rupanya mereka mencoba menarasikan kepulangan tuan mereka si imam jumbo itu sebagai pahlawan. Dan berharap akan terjadi kegaduhan dan rusuh yang menjadikannya sebagai martir, hmmm begitukah?
Eit, jangan salah, mereka lupa siapa yang mereka hadapi. Jokowi gituloh, pecatur kampung yang sabar dan telaten, punya seribu satu cara dalam mengelola masalah. Itulah sebabnya Indonesia tidak pernah semaju sekarang. Sayangnya gerombolan yang sudah tidak tahan digencet oleh kebijakan-kebijakan Jokowi yang pro rakyat itu juga tidak tahan bisnisnya digerogoti dan mungkin saja masa depan keluarganya terancam juga. Jadi segala upaya mereka lakukan untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi. Bisa jadi mereka melihat bahwa ada seorang imam jumbo yang punya pengikut loyal dan modalnya pun gampang cukup nasi bungkus 2 karet atau 3 karet, maka para pengikutnyapun rela berpanas-panasan. Pengikut yang sangat loyal dan rela menyembah baliho, bagi mereka adalah gerombolan yang sangat potensial untuk dijadikan garda terdepan kelompok mereka.
Mulailah Imam jumbo didatangkan, gubernur boneka bukannya menyarankan karantina, malahan sowan ke tempa si jumbo, kan tolol namanya. Wis piye maneh apa mau dikata, memang itu tugasnya, manas-manasi rakyat, olah kata dan salurkan dana. Nyaman.
Seperti biasa Jokowi tetap tenang dan kalem, dibiarkannya masa semakin banyak, dibiarkannya mereka berpesta, hingga akhirnya mereka sudah masuk dalam jebakan, tinggal gebuk. Semua baliho diturunkan, TNI diturunkan, akhirnya senyap semua mereka. Luar biasa bukan, semua begitu terukur, gubernur fetamburan tak bisa bergerak, maju kena mundur kena, tetapi dasar muka tembok tetap saja berani mengolah kata.
Langkah besar TNI meredam gerombolan pengacau yang berjubah agama, provokatif, mau menang sendiri bahkan bisa-bisanya mengajak memenggal orang itu pastilah ada yang mendesain ada yang merencanakan. Mungkinkah Prabowo sang menteri pertahanan yang kelihatan adem ayem tenterem itu yang mendesain?
Kemungkinan Prabowo yang memerintahkan TNI bergerak cepat meruntuhkan kesombongan gerombolan pemuja baliho, bisa juga ada benarnya. Karena apa yang dikoar-koarkan si imam jumbo sudah bisa disebut ancaman bagi pertahanan dan keamanan negara. Sebagai menteri pertahanan bisa jadi beliau menganggap ini sebagai ancaman, ancamankan bisa dari luar maupun dari dalam. Dan melihat pengalaman beliau berjalan bersama mereka dalam kampanye lalu, dia pasti sudah tahu karakter gerombolan ini, yang bisa sangat militan san menyusahkan. Dan jangan lupa, Prabowo sangat berpengalaman dalam operasi senyap, sebagai mantan militer kita juga tahu bagaimana gerakannya bersama tim mawar saat masa awal gerakan reformasi tahun 97 - 98 dulu.
Spekulasi peran Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dibalik aksi keras TNI sah-sah saja dan membuktikan bahwa Prabowo benar-benar menganggap gerakan gerombolan ini sebagai gerakan yang berbahaya dan mengancam kesatuan dan persatuan Indonesia. Jadi selama masih ada Prabowo dibelakang Jokowi seharusnya kita tenang -tenang saja begitu kira-kira maksud yang tersirat dibalik gerakan TNI ini. Yah inilah saatnya Prabowo menunjukan loyalitasnya kepada bangsa dan negara ini, dan dia tahu betul bahwa Jokowi sudah berjuang mati-matian untuk membangun negeri ini. Dan ingat gebarakan ini baru awalnya saja, kalau masih melawan, ingat jaman dulu orang bisa hilang lo, dan ingat Prabowo ada di kabinet lo, dan dia sangat berpengalaman menghadapi aksi-aksi seperti ini. Tapi kalau Fadli Zon mau jadi jubir atau ketua FPI nah ini Prabowo harus keluarkan dia dari Gerindra dong. Biarlan saja dia berkarir di FPI karena mungkin DPR sudah tidak menarik bagi dia.
Cak Soed
Sumber Utama : https://seword.com/umum/benarkah-prabowo-dibalik-aksi-tni-turunkan-baliho-oe1tKeoXxE
Fadli Zon Sebut Bunga buat TNI Buang Uang, Kalau Buat Komunisme Dapat Duit?
Karangan bunga menjamur di depan Mabes TNI AD. Di depan kantor Kapolda di Jakarta. Rakyat mendukung pembubaran FPI dan juga mendukung juga penyobekan baliho Rizieq yang kabarnya bohirnya sakit dan mulai panik.
Bergelora. Dukungan rakyat tidak terbendung. Uang pun rela dikeluarkan, ada yang atas nama pribadi, ada yang patungan, ada yang pakai nama Kak Ema, untuk mendukung dan menyemangati TNI dan Polri memberantas radikalisme.
Fadli Zon iri, dia cemburu. Pipinya makin tembem kalau dia envy sama Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya. Dia mengatakan itu hambur-hamburkan uang. Padahal itu yang keluarkan uang rakyat, atas inisiatif sendiri. Mending beli bunga buat TNI, daripada buat Komunis. Ya gak Zon?
Pengeluaran uang rakyat itu bisa dibagi dua. Sini saya ajarkan, Zon pengikut Prabowo yang jadi pecundang Pilpres dua kali. Ada dua pengeluaran rakyat, pertama adalah yang merupakan hak. Kedua adalah merupakan kewajiban.
Pertama. Hak rakyat mengeluarkan uang itu tidak ada aturannya. Jadi sesuka-sukanya saja kalau memang mereka mau beli bunga untuk memberikan ke Pangdam Jaya yang mewakili TNI dan Kapolda Metro Jaya yang mewakili Polri.
Kalau saya ada uang, saya akan menggunakan sebijaknya saya. Tidak ada yang berhak mengatur hak orang. Hak asasi orang untuk mengeluarkan uang, tidak perlu diatur-atur. Artinya ini menjadi kewenangan dan sovereignty dari setiap rakyat.
Rakyat yang mencari uang, dia akan menggunakan uangnya untuk makan, minum dan bersenang-senang. Menabung, investasi, beli tanah, beli orang juga kalau perlu. Silakan kaya, memperkaya diri dan keluarga itu baik.
Fadli Zon ngapain kritik hak orang untuk membeli bunga dan memberikan ke Pangdam Jaya? Iri? Cemburu? Ya pasti lah. Manusia ini nggak jelas. Dia wakil rakyat, tapi sepertinya nggak tahu hak rakyat. Kok malah bawa-bawa Ahok? Fadli Zon mau mengahokkan Pangdam Jaya? Susah bro.
Pangdam Jaya itu Muslim, dia merasa terhina dengan keberadaan Rizieq yang merusak agama. Apalagi gelar habib yang disandangnya. Statusnya habib, tapi mulutnya tabib alias tukang obat yang suka maki-maki. Urusannya dia apa untuk ngatur-ngatur? Memangnya lu orang tua gue?
Ortu gue aja nggak pernah ngurusin pengeluaran gua. Yang penting gua kasih mereka apa yang menjadi hak mereka, ya gak usah atur-atur, Dut. Cukup saya bahas untuk hak. Sekarang mari kita masuk ke pengeluaran rakyat yang sifatnya kewajiban.
Kedua. Kewajiban rakyat mengeluarkan uang itu ada di dalam peraturan perundang-undangan dan agama. Kewajiban rakyat dalam mengeluarkan uang tercantum secara cukup detail. Misalnya kita memiliki usaha, kita harus bayar pajak. Misalnya kita bekerja, kita harus bayar pajak.
Beberapa pengeluaran yang sifatnya kewajiban adalah PPH, PPN, PBB dan sebagainya. Pajak adalah kewajiban kita sebagai warga negara. Pajak berguna untuk membangun bangsa. Selama sebelum Jokowi, pajak kita nggak tahu dibawa kemana. Banyak yang dikorupsi.
Partainya ada yang koruptor. Digunakan korupsi e-KTP, digunakan juga untuk korupsi sapi. Itulah kewajiban yang harus dibayar oleh rakyat. Uang rakyat dikelola oleh pemerintah. Salah satunya untuk menggaji Fadli Zon.
Nah ini yang menjadi dilema, ketika pengeluaran yang wajib, harus kita lihat dengan mata kepala kita, membayari orang-orang seperti Fadli Zon. Zon, lu itu bawahan gua. Lu itu harus tunduk sama rakyat, bukan malah tunduk sama kelompok yang dibenci oleh rakyat. Pahami itu dulu.
Kadang kewajiban dalam mengeluarkan uang untuk membayar Fadli Zon untuk nyinyir setahun dengan nilai miliaran itu, rasanya gimana ya? Apa orang ini bisa diberhentikan saja? Ya nggak bisa. Dia kan dipilih di Jawa Barat, daerah yang banyak kepengaruh sama Gerindra, dan pengaruh Prabowo si pecundang pilpres itu besar di Jawa Barat.
Sayang banget uang rakyat dibayar buat nyinyiran dia. Jadi paham ya? Semoga saja artikel ini bisa menyadarkan kita bahwa uang yang mau dikeluarin rakyat, ya jangan sampai dihamburkan untuk parasit bangsa ini seperti Fadli Zon, Prabowo dan politisi yang nggak bisa kerja dan hanya ngoceh.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/fadli-zon-sebut-bunga-buat-tni-buang-uang-kalau-GrloHs6Fj8
Mahfud Mujiaman Panik, Libatkan HTI Merusak Demokrasi
Pilkada Surabaya sejatinya menyajikan dua calon baru. Tidak ada pertahana, karena Bu Risma sudah tidak bisa maju lagi. Tapi nuansanya, seolah-olah Eri Cahyadi adalah pertahana yang kini ditantang Mahfud Arifin.
Sebenarnya Mahfud sempat mencoba memainkan narasi yang mirip: Setelah Risma kini Mahfud. Tapi nampaknya narasi Eri Cahyadi penerus Bu Risma, sudah terlalu kuat di masyarakat Surabaya. Sehingga Mahfud Arifin menyerah dan berbalik arah menyerang.
Tak heran dalam dua kali debat yang sudah digelar, Mahfud Arifin selalu menjelek-jelekkan Bu Risma. Begitu juga dengan pendukungnya.
Maka wajar kalau relawan Mahfud tak berani lagi masuk ke gang-gang sempit. Karena rawan disoraki oleh mayoritas pemilih Risma. Masyarakat Surabaya jelas sangat menyukai Risma, maka ketika Mahfud menyerang Risma, masyarakat spontan bereaksi.
Tapi lucunya, kejelekan Risma itu mudah dipatahkan. Seperti kali yang disebut kotor, ternyata bersih. Atau saat tim Mahfud protes soal penutupan gang dolly, seolah setelah berkuasa tempat prostitusi terbesar se Asia tersebut akan kembali diaktifkan, nyatanya membawa blunder pada elektabilitas Mahfud.
Entah siapa tim penasehat atau konsultan politik yang melayani Mahfud Arifin. Tapi jelas secara kalkulasi politik, Mahfud sudah salah langkah.
Risma memenangkan Pilkada Surabaya dengan 86 persen suara. Jadi secara hitungan kasarnya, 86 persen pemilih itu menyukai Risma.
Saya juga ga habis pikir kenapa Mahfud justru menjelek-jelekkan Risma. Yang artinya secara otomatis membuat jarak dengan 86 persen masyarakat Surabaya.
Memang ada yang tidak suka dengan Risma. Secara data Pilkada itu hanya 14 persen. Lalu apa untungnya untuk memastikan 14 persen suara?
Bukankah lebih baik tidak menjelek-jelekkan Risma? dengan harapan para pemilih Risma bisa memilih Mahfud.
Meskipun di Pilkada Surabaya kini terjadi perang survei, tapi pada intinya semua survei mengeluarkan angka yang sama soal kepuasan publik terahadap Risma. Mencapai lebih dari 90 persen.
Pertanyaannya, jika lebih dari 90 persen masyarakat puas dengan kinerja Risma, kenapa Mahfud Arifin justru menjelek-jelekkan Risma dengan data-data ngaconya?
Akibat salah langkah dan waktu yang sudah mepet, Mahfud dan wakilnya mulai memberi ruang kepada PKS dan HTI untuk terlibat. Nampaknya ini jalan darurat dan panik, karena survei elektabilitasnya sudah terpaut cukup jauh dari Eri Cahyadi.
Berharap cara-cara intimidasi dan SARA yang sukses di Jakarta, juga berhasil diterapkan di Surabaya.
Mungkin PKS dan HTI punya massa yang loyal. Terutama HTI. Diharapkan mampu menjadi kejutan dengan mengubah orang yang anti demokrasi, ikut turun memberikan suaranya untuk Mahfud.
Tapi masalahnya, dalam sejarah panjang Pilkada, pemilu dan Pilpres, Surabaya adalah kota pahlawan. Kota nasionalis yang alergi dengan intoleransi, rasis dan khilafah. Masyarakat Surabaya itu anti dengan PKS, HTI, FPI dan sejenisnya. Maka aneh kalau Mahfud justru menggunakan PKS dan HTI.
Sementara Eri Cahyadi begitu dekat dengan NU. Beragam organisasi NU turut mendukung Eri secara terbuka. Bahkan menurut banyak kalangan, Eri Cahyadi merupakan bagian dari keluarga besar Pesantren Sidosermo. Salah satu pesantren tua di Surabaya, bersama Ampel dan Peneleh.
Ragam acara, dari mulai mendengar misi ke depan, sampai acara doa bersama kerap dilakukan oleh tim Eri bersama organisai sayap NU.
Bagi saya, secara kalkulasi politik, Eri Cahyadi sudah unggul dari Mahfud. Baik dari sisi elektabilitas, komunikasi posisi pertahana dan penantang, dukungan partai dan preferensi organisasi keagamaan.
Tapi saya cukup menyayangkan kenapa dalam Pilkada Surabaya, harus melibatkan HTI dan cara-cara PKS? yang intoleran, memecah belah dan sarat dengan kampanye SARA.
Mestinya Mahfud sebagai mantan Kapolda, sadar betul betapa polarisasi terjadi di masyarakat karena langkah politik ala PKS dan HTI. Mestinya polisi macam Mahfud tahu, bahwa efek kampanye akan berlangsung lama. Kita bisa lihat bagaimana provokasi, fitnah dan kampanye SARA yang dibawa Prabowo pada tahun 2014, sampai hari ini masih sangat melekat di sebagian masyarakat kita.
Pertanyaannya, apakah Mahfud mau mengulangi kesalahan sejarah demokrasi di Surabaya? Yang asal menang, kalahpun bisa ngerecokin sampai 5 tahun mendatang? Lalu maju lagi dan membuat polarisasi semakin tajam?
Sebagai mantan Kapolda, polisi, mestinya Mahfud paham dengan standar menjaga toleransi dan kerukunan ummat beragama.Sumber Utama : https://seword.com/politik/mahfud-mujiaman-panik-libatkan-hti-merusak-r8ZutdIccw
PKS Paksakan Perda Religius, Lah Nyatanya Tak Satupun Madrasah Negeri di Depok Dibangun
Kontestasi pemilihan pemimpin Depok semakin panas, dengan isu kota syariah yang mencuat beberapa hari belakangan. Bahkan muncul dallam debat publik yang disiarkan iNews TV pada tanggal 22 November 2020. Pasangan Pradi-Afifah mengingatkan bahwa dengan konsep kota religius yang diusung PKS selama 15 tahun, tak satupun madrasah negeri yang berhasil dibangun.
Calon Wakil Walikota Imam yang memang berasal dari PKS merasa tersindir dan mengungkit bahwa ada pihak yang tidak menginginkan Perda Religius. Menurutnya Perda Kota Religius justru memfasilitasi guru ngaji dan madrasah supaya digaji.
"Yang menjadi masalah berikutnya adalah kita ingin membangun madrasah tapi di satu sisi ada penolakan terhadap perda religius," kata Imam.
Sesuatu yang aneh karena memang di manapun orang bekerja wajib digaji, tak mesti diatur oleh Perda Religius karena UU Ketenagakerjaan sudah mengatur hal tersebut.
Kontan saja jawaban ini membuat Calon Wakil Walikota meradang, karena menurutnya menyaratkan pembangunan madrasah mesti menerima Perda Religius terlebih dahulu adalah sebuah persyaratan jaka sembung bawa golok. Alias maksa.
"Perda religius justru mengatur-atur dan mengotak-kotakkan masyarakat Kota Depok," ujar Afifah yang menjadi wakil dari Pradi, kader Partai Gerindra.
"Kewajiban pemerintah kota adalah cukup memastikan bahwa pemerintah kota menjamin rakyat Kota Depok dapat menjalankan agamanya dengan baik. Toleransi itu penting," lanjutnya lagi.
Afifah yang tampil dengan jilbab rapi menyatakan, sebenarnya kalau memang ada kemauan, Pemkot Depok tidak perlu mempersoalkan berbagai excuse untuk jadi alasan sulitnya membangun sekolah dan madrasah negeri. Sebab sebenarnya sekolah dan madrasah bisa dengan mudah dibangun oleh pemerintah pusat, sementara tugas pemerintah daerah cukup menyediakan lahannya. Lahan yang tidak pernah tersedia inilah yang selalu menjadi sebab sekolah dan madrasah negeri baru tak pernah terbangun selama 15 tahun.
Perda religius sebenarnya sudah berkali-kali ditolak, namun tahun ini Pemkot bersama PKS di lembaga legislatif, berupaya memunculkannya kembali lewat pengajuan Raperda. Hal ini diungkapkan oleh Ketua PCNU Depok, Achmad Solechan dalam Webinar yang diselenggarakan Projo Depok bersama DKR dan Forum Alumni Depok.
"Bagaimana mau bilang religius? Tingkat keamanan rendah, kekerasan pada anak tinggi, kaitan dengan aksi teror banyak di Depok," ungkapnya tajam. Padahal harusnya dalam konsep kota religius, yang harus diperhatikan adalah dengan berlaku adil kepada semua pihak dan penganut agama, tanpa terkecuali. Pembangunan Depok harus dituntaskan, begitu pula sekolah dan madrasah negeri. Pelayanan publik harus meningkat.
"Jadi ini semua sebenarnya mendowngrade Kota Depok. Itu menipu saja semua," tudingnya, seperti dimuat oleh situs reportaseindonesia.com.
Sementara itu Coki Naipospos dari Setara Institut menilai, usul Raperda Religius di Depok ternyata tidak berkorelasi dengan penyelenggara pelayanan publik, korupsi, keadilan. Justru kota-kota yang menerapkan Perda Religius sudah terbukti malah tidak religius.
“Perda ini hanya tempelan, gimick atau hanya populer vooter. Syariah secara merangkak, gak mampu berbuat apa-apa,” katanya.
Dicatat oleh situs hot.grid.id, perda religius sebenarnya pernah menjadi blunder saat diajukan pada tahun 2019. Perda ini ditolak habis-habisan karena memfasilitasi negara untuk ikut campur dala urusan privat warganya. Sehingga akhirnya malah kontraproduktif.
Sorotan publik begitu deras tahun lalu karena detail raperda itu memberi ruang bagi pemerintah menentukan urusan agama warganya, mulai dari menentukan definisi perbuatan yang dianggap tercela, praktik riba sampai aliran sesat dan perbuatan syirik.
Anehnya, kini rencana itu disemarakkan kembali, seolah tidak ada kapoknya. Kini Pemkot Depok tak lagi mengusulkannya lewat badan musyawarah dewan tetapi melalui disposisi langsung Ketua DPRD Depok, Yusufsyah Putra, pada menit jelang rapat pembahasan semua raperda di Bapemperda, Kamis lalu.
Akibatnya timbul kecurigaan bahwa memang pemerintah daerah Depok saat ini yang didukung oleh PKS memang bersekongkol ingin memaksakan Perda yang sebenarnya sudah berkali-kali ditolak oleh rakyat Depok.
Ikravany, Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) Kota Depok, menceritakan proses Raperda Kota Religius itu lolos ke tahap pembahasan di parlemen. Bapemperda membahas naskah Raperda Kota Religius bersama dengan presenter dari perwakilan Sekretariat Daerah Kota Depok. Dari hasil paparan dan tanya jawab, sejumlah aspek dalam raperda itu dianggap masih lemah oleh sebagian perwakilan fraksi di Bapemperda.
Akibatnya, pada rapat pengambilan keputusan, Bapemperda pun terpecah dalam hal menyepakati raperda itu dibawa ke Rapat Paripurna. Gagal musyawarah mufakat, pengambilan keputusan pun dilakukan secara voting.
Dalam voting, skor berkedudukan imbang (6 vs 6) antara perwakilan fraksi yang menyetujui dan menolak Raperda Kota Religius dibawa ke rapat paripurna. Satu perwakilan fraksi absen hari itu. "Menurut tata tertib DPRD, maka harus voting kedua dalam waktu 1x24 jam," kata Ikravany.
Mendadak Hari Minggu lalu, voting kedua dilaksanakan dengan perwakilan fraksi lengkap, 13 orang. Pada voting kedua, 7 perwakilan fraksi, yakni PKS (3), Golkar, PAN, Demokrat-PKB, dan PKB-PSI setuju pembahasan Raperda Kota Depok diboyong ke paripurna.
Enam lainnya, yakni perwakilan fraksi Gerindra (3) dan PDI-P (3) menolak. Skor akhir 7 melawan 6. Dari hasil itu, maka Raperda Kota Religius dibawa ke Paripurna keesokan harinya.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pks-paksakan-perda-religius-lah-nyatanya-tak-o82E9TF6zU
Munafiknya Anies, Awalnya Teriak Protokol Kesehatan, Giliran Rizieq Teriak Demokrasi
Kemarin lalu lalang di media sosial sindiran untuk buku yang dibaca Anies. Mulai dari Denny Siregar, Permadi Arya dan banyak orang mulai latah mengunggah pose membaca buku. Tapi, intinya bukan pada kampanye membaca, melainkan politin saling sindir. Tak perlu ikut-ikutan cara Anies, karena kita memiliki cara sendiri untuk membungkam arogansinya. Anies yang sedari awal menunggangi kasus corona setelah ajang balap Formula 1 ditelan bumi, akhirnya harus kembali menjilat ludahnya sendiri. Kedatangan Rizieq yang diharapkan mengembalikan politik identitas dan SARA kini malah membawa petaka baginya.
Perjuangan Anies mencari muka lewat kasus corona kandas sudah. Orang-orang tak percaya lagi omongannya yang dianggap munafik. Berbulan-bulan ia mencoba merusak ekonomi negara lewat PSBB dan sebagainya. Termasuk bohir berkumis yang kencang teriak lockdown dan semacamnya. Kini gigi mereka seakan ompong ketika dihadapkan gerombolan penyembah baliho imam mesum. Anies tak berkutik dengan pelanggaran protokol kesehatan dan pembuatan kerumunana oleh Rizieq.
Perbedaan perlakuannya pada Rizieq begitu menyiratkan betapa munafiknya sosok DKI 1 ini. Pasa mereka rakyat biasa ia tegas menegur, memberi denda 5 juta hingga konpers termehek-mehek. Sedang kepulangan Rizieq yang harusnya mengkarantian diri malah ia biarkan membuat pesta pora dan kerumunan di mana-mana. Gurbenur Ibukota dengan ketololannya malah sowan ke rumah Rizieq yang sebelumnya berbaur dengan ribuan orang di bandara. Harusnya bukan hanya Rizieq, Anies pun wajib mengkarantina diri 14 hari.
Ironisnya masih sempat terdengar camour tangan pemprov DKI untuk memfasilitasi toilet portable di acara nikahan putri imam jumbo. Bahkan kepala BNPB dengan tak tahu malu bagi-bagi masker sebanyak 20 ribu. Meski malu mengakui, mereka tak ubahnya dengan pembantu Rizieq beserta FPInya. Wajib bagi mereka membantu keperluan Rizieq yang sukses memberinya kursi kekuasaan. Jelang kampanye nanti, Rizieq siap jadi peliharaan yang akan memenangkan majikannya. Begitu juga saat Rizieq gelar hajatan, pemprov DKI dan BNPB siap jadi peliharaan Rizieq untuk memback up segala keperluannya.
Mereka lupa kalau kursi presiden masih diduduki Jokowi dan masih ada 4 tahun lagi. Terlalu dini untuk kampanye 2024. Sebelum itu, dengan sekali libas, Jokowi akan melumat mereka satu persatu. Mulai dari dicopotnya 2 Kapolda yang tak bisa tegas dengan Rizieq hingga unjuk gigi institusi TNI. Lewat Pangdam Jaya, semua baliho berisi revolusi si Rizieq berhasil diturunkan dan dirobek-robek. Nanti gilitan kepolisian yang akan menuntaskankasus hukumnya. Perang FPI dengan TNI-Polri sangat telak dimenangkan tangan kanan Jokowi.
Rizieq yang katanya sekarat gara-gara tak mematuhi aturan soal corona, semakin dibuat tak berdaya dengan sekali sabetan. Jokowi kini bisa fokus menumbangkan para bohir termasuk membersihkan orangnya di pemerintahan. Kalau sudah terdesak begini, baru mereka teriak pemerintah dzolim, otoriter, pembunuhan demokrasi dan sebagainya. Mereka lupa kalau seruan lockdown mereka itulah yang paling membunuh demokrasi karena mengekang rakyat serta roda ekonomi.
Belum lagi sejarah Pilkada DKI yang disebut media luar sebagai kemunduran demokrasi di negara ini. Mereka tak hanya mememnjarakan Ahok, tapi juga membuat pendukungnya merana. Bahkan jenazahpun jadi sasaran kegilaan kelompok Anies. Di mana Anies saat itu? Saat masjid-masjid dipasang spanduk anti penista agama dan sebagainya. Di man bohir yang menyebut saat ini demokrasi tak jalan. Mereka ini tak hanya jahat, tapi juga munafik.
Akhirnya para bohir dan bonekanya harus mengaku kalah telak dari Jokowi. Mau kerja sema dengan klan-klan era orba dan mangkrakpun, tak akan menaikkan daya tawar lantaran tak berkuasa. Para pejabat susupan merekapun juga masih di bawah Jokowi. Kalau presiden sudah murka karena mereka mengacak-acak aturan saat corona, tak hanya pemain di lapangan, bahkan bandar di belakang layarpun akan dibuat gelagapan.
Kita nantikan saja setelah ini akan banyak kasus-kasus lama Rizieq dibuka ditambah kasus baru terkait corona. Begitu juga DKI 1 yang tak luput dari sasaran tembak pusat karena ikut memfasilitasi para perusak. Bohir-bohir yang kehilangan kaki-kakinya hanya menyisahkan teriakan lantang saja. Merekapun harus menyusul riwayat Soeharto yang menjadi bahan olokan di akhir hayatnya. Saat tak lagi berkuasa, tinggal hukum alam yang berlaku. Boleh jadi kini mereka berpesta pora. Hingga akhirnya tak merasa kalau dirinya sudah di tepian jurang. Hanya menunggu satu aba-aba dari Jokowi untuk membuat musuhnya jatuh terjungkal.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/tololnya-anies-awalnya-teriak-protokol-kesehatan-F6IGUU1YYp
Perang Gesture. Lawan Pendukung Saja Anies Kalah Telak! Wkwkwkw
Minggu pagi Anies Baswedan mengunggah fotonya yang sedang membaca buku berbahasa Inggris berjudul "How Democrasies die". Sontak Netize +62 pun berreaksi macam-macam atas unggahan foto tersebut. Menutup penasaran, saya menengok akun twitter Anies, hanya untuk melihat apa sih komentar-komentar yang bertebaran. Dan unggahan foto Anies yang sedang membaca itu sudah di re-twitt sebanyak 5.4K dan dikomentari oleh lebih dari 3.5K akun.
Para pendukung Anies, jelas menanggapi foto itu sebagai sindiran Anies untuk Jokowi karena kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. Bahkan beberapa tokoh politik yang pro Anies ada yang ikut mengomentari. Tentu saja komentar mereka hampir sama dengan komentar warga, tak ada yang spesial karena sudut pandang itu sepenuhnya bergantung pada keberpihakan.
"Kode Keras" katanya. Kode untuk siapa? Untuk Presiden Jokowi karena kejadian Anies dipanggil kepolisian akibat kasus kerumunan di Petamburan? Maksudnya Anies merasa kebebasan dia sebagai Gubernur Jakarta untuk memberikan ijin kerumunan pada HRS dianggap mematikan demokrasi? Lah yang bikin aturan dan menentukan Jakarta dalam kondisi PSBB, siapa? Ini bener-bener lucu jadinya.
Tapi di sisi lain, saya kok melihat foto Anies itu seperti kode Anies yang sedang menyindir diri sendiri karena demokrasi yang pernah dia lakukan adalah mengalahkan lawan dengan menggunakan agama. Anies telah mematikan demokrasi warga Jakarta, hingga ada kasus mayat seorang nenek yang ditolak mesjid untuk disholatkan karena si nenek memilih Ahok saat Pilkada. Siapa yang bisa melupakan peristiwa Pilkada terbrutal sedunia yang dilakukan Anies Baswesan?
Sebenarnya Presiden Jokowi sendiri tak menanggapi sindiran Anies Baswedan. Bagi Jokowi, Anies itu ibarat recehan yang dilemparkan untuk buang sial. Tak pernah sekalipun kita menemukan Jokowi menanggapi sindiran-sindiran Anies dengan serius. Lucunya, semakin Jokowi santai, semakin Anies dan pendukungnya lebay.
Karena foto Anies ini, sekarang di dunia maya seperti sedang terjadi kompetisi "membaca buku". Tapi tidak ada foto Jokowi terbaru yang sedang membaca buku. Para pendukung Jokowi membalas sindiran foto Anies itu dengan foto Jokowi yang sedang membaca buku komik "Si Juki". Ini lucu...
Sebenarnya kalau saja foto Jokowi yang membaca komik "Si Juki" ini foto baru dan bukan foto lawas, saya bisa pastikan sindiran Anies dibalas telak oleh Jokowi dan Anies tewas! Ha ha ha...
Bagaimana tidak, kita bisa mengartikan kalau Jokowi memandang Anies sebagai satu karakter kartun. Si Juki sendiri adalah tokoh kartun ciptaan komikus Indonesia bernama Faza Ibnu Ubaidillah Salman, atau biasa dipanggil Faza Meonk, nama Meonk itu karena kecintaannya pada binatang kucing. Nama "Juki" sendiri adalah singkatan dari "Juru Hoki", seorang anak muda biasa yang jenaka dan memiliki semangat untuk bisa tampil beda serta selalu beruntung sehingga disebut Juru Hoki. Kalau Anies sebenarnya tepatnya "JUSI" alias Juru Ambisi... wkwkkwkw
Pada peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-90 lalu, Faza Meonk menerima penghargaan sebagai salah satu dari 10 Pemuda Pengguncang Dunia dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) dan menjadi satu-satunya komikus yang terpilih. Penghargaan ini diberikan atas dampak positif yang diberikan Faza kepada lingkungannya melalui komik Si Juki karyanya. Tak hanya itu, Faza juga berhasil mencetak rekor box office film animasi pertama di Indonesia melalui film Si Juki the Movie yang rilis di akhir tahun 2017. Dari project Si Juki Seri Jalan-Jalan, seperti Petualangan di Korea, Si Juki menjadi karakter komik Indonesia pertama yang berkolaborasi dengan karakter animasi asal Korea Selatan, Larva. Ketika kunjungannya ke Korea Selatan untuk mencari materi pembuatan komik tersebut, Faza Meonk juga mendapat undangan dari pihak Pemerintah Kota Seoul dan diangkat menjadi Duta Pariwisata Kehormatan Kota Seoul oleh walikota Seoul, Park Won Soon. Hebat ya!
Dan kalau kita bandingkan dengan nasib Anies sekarang, yang karena hoki-nya, bisa menjadi Gubernur Jakarta, menggeser pencalonan Sandiaga Uno, jelas kartun si Juki jadi pas untuk Anies Baswedan. Tapi yaitu tadi, kartun adalah kartun, tak akan bisa menjadi manusia seutuhnya. Juki hanya bisa berreaksi jika si komikus membuat seri baru. Dan sosok Anies Baswedan pun tak ubahnya seperti karakter kartun, yang bisa berrekasi jika diperintahkan bohirnya.
Coba Anies suruh jalan sendiri, kerja sendiri, memutuskan kebijakan sendiri, yang sudah kita lihat saja petualanag Anies Baswedan menjadi Gubernur Jakarta, hanya menjadikan wajah jakarta berantakan. Padahal dia sudah dibantu oleh puluhan tenaga ahli yang terhimpun dalam Tim TGUPP Anies Baswedan.
Jadi kalau masalah sindir menyindir, sebenarnya Jokowi itu jagonya. Cuma karena dia orang yang lebih memilih diam daripada ikutan gila, maka cukup pendukungnya saja yang melawan sindiran Anies Baswedan. Dan itupun Anies selalu kalah telak.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/perang-gesture-lawan-pendukung-saja-anies-kalah-rkGzQhhMFa
Secara De Jure, FPI Ormas Mati. Secara De Facto, FPI Musuh Negara
Secara politik, Indonesia adalah negara yang tak pernah memiliki partai oposisi. Istilah oposisi itu baru muncul ketika Prabowo menyatakan diri untuk menjadi oposisi dari pemerintahan Jokowi. setelah kekalahannya di Pilpres 2014. Sebelum itu, Indonesia tak memiliki partai oposisi. Sebelum 2014, pada Pilpres 2009, dunia tahu bahwa Megawati tak akur dengan SBY, tapi ketika Megawati kalah, dia tidak menyatakan diri sebagai partai oposisi dari pemerintahan SBY.
Sebagai partai yang pertama kali mengenalkan istilah oposisi, bisa dibilang Prabowo nol besar dalam membawa Gerindra sebagai partai oposisi. Cara partai politik beroposisi di Indoensia, karena tak adanya pengalaman sebelumnya, menjadi aneh dan lucu. Beroposisi bukan untuk menjadi pihak penyeimbang yang memiliki tujuan yang sama, dengan cara berpikir berbeda, yaitu untuk memajukan Indonesia. Tapi beroposisi a la Prabowo lebih cenderung untuk menjatuhkan dan bahkan merebut kekuasaan walaupun tidak dengan terang-terangan melakukan kudeta. Tapi membanting dan menginjak program yang tidak sempurna, dan menfitnah atau membuat hoax gagal untuk program yang bagus. Intinya, apapun yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi sama sekali tidak dihargai dan tidak ada bagusnya di mata pihak oposisi.
Lebih lucu lagi, yang beroposisi dengan pemerintan itu tidak hanya Gerindra sebagai partai politik, tapi banyak ormas-ormas, yang notabene masih ngemis dana operasi dari pemerintah. Mereka juga ikut-ikutan menjadi pihak oposisi. Ini sudah salah kaprah. Apalagi ormas agama, tak ada sedikitpun urusan dengan politik. Urusan ormas agama itu adalah mendidik umat untuk lebih berbudi pekerti dan memperkuat keyakinan, bertindak sesuai dengan agama yang diajarkan, bukannya bertingkah melebihi partai politik.
HTI dengan misinya membentuk negara syari'ah yang berkhilafah, tapi bentuk badan hukumnya organisasi kemasyarakatan. Ini jelas salah kaprah. Tapi pemerintah gagap, dan serba ketakutan mau bertindak. Mungkin karena memang aturan yang membuat pemerintah tidak bisa bertindak tegas. Pasalnya, HTI itu ormas, bukan partai politik seperti PKI. Coba HTI berdiri sebagai partai politik, mungkin hari ini pemerintah menindak mereka tidak hanya sekedar membubarkan partainya saja, tapi mengejar-ngejar para kadernya dan menjebloskan mereka ke penjara.
Tapi ya sudahlah. hukum tata negara sudah mengaturnya demikian.
Sekarang FPI... ini malah lebih aneh lagi, lebih gila dan lebih ga masuk akal lagi. Bagaimana mungkin sebuah ormas, organisasi kemasyarakatan yang berbasis agama, bisa begitu dipuja dan diperebutkan oleh beberapa partai politik? Seakan-akan sumbangan suara dari seluruh umat FPI bisa menentukan masa depan partai-partai politik gurem. Kemana wibawa partai politik kalau harus mencium kaki sebuah ormas? Ini yang kemudian memunculkan kekacauan di panggung perpolitikan Indonesia.
FPI tiba-tiba muncul seakan lebih besar dan lebih vital dibanding partai Gerindra, PKS, dan PAN. Padahal, secara de jure, FPI itu adalah organisasi mati. Mati sejak Juni 2019, ijin ormas-nya habis dan masih belum diperpanjang karena masalah belum terpenuhinya persyaratan AD/ART organisasi yang tidak disertakan pada berkas permohonan perpanjangan ijin ormas.
Dengan kondisi FPI yang tanpa ijin, seharusnya ormas ini sudah bubar dengan sendirinya. Dan tak bisa lagi melakukan kegiatan apapun. Tolol saja kalau sampai pihak Pemda DKI masih berurusan dan/atau mengijinkan kelompok tak berijin mengadakan kegiatan. Termasuk aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan setelah bulan Juni 2019. Kenyataan di lapangan, FPI berlagak sok paling patuh, taat dan paham akan hukum, undang-undang dan aturan. Seperti misalnya, soal menurunan baliho, FPI bilang penurunan baliho itu harus sesuai aturan. Tapi mereka tak mau bicara bahwa menaikkan baliho juga harus sesuai aturan. Di masa pandemi seperti sekarang, aturannya bagi yang baru datang dari luar negeri harus karantina 14 hari, Rizieq Shihab pulang dari Arab, tak mematuhi aturan karantina, eeeh malah mengadakan pesta pernikahan, dan tak mematuhi aturan protokol kesehatan.
Cape sebenarnya bicara aturan dan hukum dengan FPI. Karena pada dasarnya, FPI tidak pernah menghargai dan menghormati hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. FPI bahkan berevolusi bukan lagi menjadi sebuah ormas. Tapi sudah menjadi sebuah aliran agama Islam. Sama halnya seperti HTI, sebuah ormas yang lama-lama menjadi aliran agama karena ormas ini memiliki pola pikir dan cara pandang yang begitu berbeda tentang ajaran Islam. FPI lebih celaka lagi, ormas agama tapi tak pernah menggunakan dasar hukum agama untuk menyalahkan pihak lain yang berbeda pandangan dengan mereka. Contoh yang paling nyata dan paling tolol menyebutkan "jokowi presiden ilegal" Dasarnya apa? Ga ada! Padahal di Islam, ajaran tentang posisi pemimpin itu begitu jelas dan gamblang. Sementara FPI berteriak tak ubahnya teriakan orang sakit jiwa tapi dipercaya pengikutnya.
Khusus untuk Pak JK : Sorry sorry to say Pak JK bahwa pernyataan anda yang mengatakan fenomena Ketua FPI adalah karena adanya kekosongan pemimpin, maka anda telah menghina dan merendahkan 55% penduduk Indonesia yang telah memilih Jokowi. Kedua, anda mengkonfirmasi bahwa anda sendiri tidak mengakui Jokowi sebagai presiden. Padahal anda adalah saksi hidup dari perjalanan karir Jokowi sebagai Presiden Indonesia, karena anda menjadi wakilnya. Jadi ga salah kalau kemudian khalayak ramai menduga kalau andalah sosok yang disebut Chaplin. Karena sikap anda tak ubahnya seperti musuh dalam selimut, seperti kuda troya.
Dari semua uraian di atas, kita bisa memastikan bahwa secara de jure FPI itu ormas yang sudah mati, kelompok ilegal yang berani bergerak untuk mengadu domba bangsa dengan agama. Artinya, secara de facto FPI sudah menjadi musuh negara dan memang wajib dihadapi dan diurus oleh TNI.
Ada pihak yang keberatan TNI turun ke jalan? Kasihaaan...
Komentar-komentar yang diucapkan oleh Fadli Zon dan tokoh nasional lainnya yang membela FPI itu karena mereka masih belum lunas membayar jasa FPI selagi ijinnya belum mati. Sementara komentar dari esjewe itu karena mereka khawatir kehilangan panjatan sosial... yang pasti, Kita semua wajib mendukung gerakan TNI menggilas FPI!!!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/secara-de-jure-fpi-ormas-mati-secara-de-facto-1NCz37SRQW
Dianggap Rugi Bandar, Caplin Dilema Antara "Singkirkan" Rizieq atau Anies
Rizieq ini datang bukan tanpa adanya deal-dealan politik. Dia adalah deportan. Dipulangkan lewat serangkaian drama-drama dan janji-janji manis 6 kali dikabarkan pulang. Dia ini adalah play maker dari Anies. Dia di pilkada 2016, jadi pengumpan yahud akan kemenangan Anies.
Berkasus hukum, itu memang jalan ninjanya. Ditetapkan beberapa kali jadi tersangka. Ditangkap di era SBY karena urusan penganiayaan dan provokasi. Itu adalah garis tangannya. Dia memang born to be a trouble maker. Dia jadi alat politik dari Caplin. He will never be the purpose. He just the means.
Dia digunakan kalau dirasa perlu. Memang dari sejarahnya, FPI didirikan juga untuk apa sih di tahun 1998?
Gelar mulia Habibana diberikan untuk memberikan efek gemetar buat sebagian orang. Nggak tahu apakah dia benar-benar keturunan atau bukan. Kalau pun benar, memang bisa lebih kebal hukum begitu? Ya nggak juga dong?
Negara ini jangan tunduk sama orang-orang yang menyalahgunakan agama dong. Om Nusron juga harus paham ini. Ini Indonesia. Jangan gegara satu orang, perkumpulan Habib Rabithah Alawaliyah malah dicap buruk. Harus dibetulin juga itu cara pikirnya.
Beberapa provokasi pun dibuat semenjak kedatangannya di Indonesia beberapa minggu kemarin. Pertama, membuat kerumunan di objek vital. Dibiarkan dan massa beringas injak-injak kursi dan taman. Kursi patah dan taman jadi gepeng. Oknum TNI ditahan karena terpancing. Ngeri. Dibiarkan.
Kedua, dia bikin kerumunan di Puncak Bogor. Saat itu ia datang ke ponpes yang dibuatnya. Pawai, ramai-ramai datang, tanpa melaksanakan program kesehatan yang sudah diatur Doni Monardo, si jenderal penanggulangan bencana itu. Polisi pun mengiringi mereka. Masih didiamkan.
Ketiga, ini yang puncaknya. Dia bikin acara Maulid di Jakarta dan pernikahan anaknya yang nggak taat aturan kesehatan. Memaksa Jenderal Doni juga kirim masker. Lalu bayar 50 juta untuk hiburan, lalu Doni puja puji Anies setinggi langit. Sampai ke langit ke tujuh. Karena dianggap denda termahal. Mantul.
Kali ini tidak didiamkan. Ketiga aksi ini berujung kepada pencopotan jabatan 2 Kapolda, yakni Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat. Dua kapolres juga kabarnya dicopot. TNI pun langsung lewat Panglima, mengancam Rizieq jika ada yang mau dipecah, berhadapan langsung dengan TNI.
Panglima Hadi kalau bicara tidak main-main. Kapolri juga katanya serius. Tapi seserius apa Kapolri, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Saya sih nggak mau tahu ya. Tapi kepercayaan saya sama Kapolri Idham Azis berkurang saat dia tidak banyak bicara tentang radikalisme.
Di belakang pencopotan kapolda dan kapolres, saya kira ini bukan ide dari Idham Azis. Tapi murni ide Jokowi lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang dari beberapa pembisik. Bukan juga Mahfud MD. Karena Mahfud MD janji mau sikat yang rusak bandara, tapi malah biarkan mereka pulang sikat gigi.
Latar belakang inilah yang membuat kita sama-sama harus melirik kepada Anies.
Kali ini, kubu Caplin kesulitan. Dana sudah keluar banyak man. 3 kali provokasi gagal. Sudah gitu sekarang lagi susah pula. Caplin dihadapkan 2 pilihan sulit. Mempertahankan Anies atau Rizieq. Caplin pun berpikir keras dan sampai peras otak mungkin cairan di otaknya nyaris keluar.
Mustahil mempertahankan keduanya. Namun di atas kertas, Anies ini masih dianggap memiliki posisi tawar yang tinggi. Jadi paling mudah adalah membuang Rizieq. Caplin akan menggunakan tangan Anies untuk tunjuk Rizieq sebagai orang yang bersalah dalam pelanggaran serius ini. It’s all about business.
Ribuan nyawa orang sudah terancam Covid. Lurah Petamburan positif korona. Hitung saja setelah kerumunan, beberapa hari, dan angka positif Covid mulai bertambah. Anies pun bungkam. Dia dipanggil polisi, 8 jam curhat 23 halaman. Mungkin polisi pada mabok dengar panjang lebarnya perkataan Anies.
Dia ini sudah bisa ditetapkan langsung sebagai tersangka sebetulnya. Karena sebagai kepala tertinggi kepemimpinan di DKI, dia sudah terbukti lalai. Sudah ada sekda DKI yang meninggal karena kena infeksi. Sudah ada orang-orang pemprov DKI yang sakit.
Anies masih biarkan. Apa alasannya? Karena tidak memiliki cukup personel untuk menghalau acara itu? Tunggu-tunggu. Jangan ngeles. Begini penjelasannya...
Anies sendiri yang datang ke rumah Rizieq. Kemudian dia sendiri yang siapkan toilet portable untuk berak dan kencingnya para laskar. Dia juga datang ke pernikahan anak Rizieq yang ada lagu Hashem Melech yang dibuat oleh orang Israel Yahudi Hebrew Gad Elbaz di tahun 2016.
Terus dia yang ngeles dan menunjuk hidung Rizieq? Ya ini sudah diatur mungkin. Rizieq sekali lagi akan ditunjuk dan dijadikan playmaker. Buat saya sih kerjain ginian di tahun 2020 kecepetan. Kalau mau, di 2023 atu 2024. Playing victim saja, nanti kayak SBY bisa menang Pilpres. Lah ini di tahun 2020.
Caplin kebelet amat?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/dianggap-rugi-bandar-caplin-dilema-antara-MaSizlOroJ
Napas Panjang Jokowi Berhasil Lumpuhkan Caplin dan Ciptaannya
Caplin ini bukan orang sembarangan. Dia ini pelawak yang udah nggak lucu lagi. Orang ini adalah sosok yang memang ditakuti. Apa yang menjadi bisnisnya, berdasarkan kekuasaan. Tidak ada kuasa, ya simple tidak ada pemasukan.
Sosok Caplin ini bisa kita samakan dengan sosok para pebisnis yang bermain-main politik. Mereka ini biasanya bukan politisi, tapi berlagak jadi politisi untuk mendapat kekuasaan. Politik bisa diidentikkan dengan kekuasaan. Kekuasaan untuk mengelola dan mengatur segala kebijakan untuk menguntungkan pihaknya.
Selama ini Caplin ini kita bisa referensikan ke satu tokoh. Tidak perlu kita sebut siapa. Tapi orang-orang seperti ini, adalah orang yang menjadi king maker alias pencipta tokoh politik untuk melindungi karir bisnis mereka.
Politisi menjadi wayang, pebisnis menjadi dalang. Ini adalah hal yang dulu lumrah terjadi di Era Orde Baru. Bahkan di era Orde Baru, banyak sekali pebisnis kelas kakap yang dijadikan politisi. Agar apa? Agar mudah semua urusan. Dan yang paling berkuasa adalah keluarga Cendana pada saat itu.Semua gurita bisnis dikelolanya, mulai dari gerakan Swasembada Beras, sampai kepada otomotif. Industri penembakan pun dikerjakan sampai sekarang. Nyaris tidak tersentuh kasus hukum. Dan budaya inilah yang dilakukan oleh Caplin.
Sejak Reformasi 1998, sulit bagi pebisnis untuk bermain-main di politik. Agak sulit, karena gerakan mahasiswa untuk memberangus Orde Baru dan praktiknya sampai ke akar-akarnya sangat masif. Akhirnya, muncullah sosok Caplin.
Mereka bisa menghalalkan segala cara untuk mempertahankan bisnisnya. Salah satunya menyodorkan sosok yang dianggap mudah dikendalikan. Anies ini mudah dikendalikan. Kenapa? Karena dia tidak memiliki pengendalian diri.
Orang yang tidak memiliki pengendalian diri, khususnya dalam konsistensi kata-kata dan tindakan, biasanya sangat mudah dikontrol dan dikendalikan orang lain. Salah satunya Caplin. Sosok Anies ini dianggap sangat berpotensi untuk melindungi bisnis-bisnis yang ada.
Dia diuji lewat Pilkada DKI Jakarta. Menang telak lawan Ahok. Padahal rekam jejaknya sangat parah. Dia adalah pilot project untuk mengamankan kekuasaan yang dikelola oleh pebisnis. Gurita bisnisnya ada di seluruh Indonesia. Dan sang dalang ingin memposisikan Anies di DKI Jakarta.
Apa yang terjadi? Semrawut nya Jakarta, menjadi tujuannya Caplin agar bisnisnya tetap bisa bermain-main. Tapi, dia tidak tahu bahwa ada dalang yang jauh lebih mahir dan ahli. Joko Widodo. Dia adalah orang yang penuh karisma.Lahir dari tempat yang melahirkan seni Wayang. Kalau Caplin, setahu saya dia bukan dari Jawa. Wah makin jelas nih. Makanya, dia seringnya impor orang luar, bukan Jawa. Orang ini licik, mengerikan sekaligus bisa berpotensi menjadi biang kerok dari kerusakan bangsa ini.
Impor Anies ke Jakarta, dan dipersiapkan untuk nyapres. Saat ini, posisi Anies sudah sangat krusial dan sangat penting. Caplin berpikir bahwa salah satu cara untuk mengendorse Anies dengan sangat cepat, adalah menjadikan dia korban politik.
Joko Widodo sudah tahu gerakan ini. Dia belajar sejarah. Dulu Megawati saat memecat SBY, SBY langsung baper dan menang nyapres. Jokowi belajar bahwa untuk memenangkan pertandingan, butuh kesabaran yang panjang.
Napas panjang Joko Widodo berhasil membuat Caplin kepanasan. Anies akhirnya harus dipanggil oleh kepolisian untuk mempertanggungjawabkan apa yang terjadi di Jakarta. Kerumunan gila-gilaan. Maka strategi Caplin ini adalah untuk membuat Anies dijadikan objek serangan.
Tapi sekali lagi, Jokowi tidak main tabrak dan ngegas sembarangan. Ia, sesuai dengan koridor hukum, membiarkan proses hukum berjalan. Strategi ini menjadi sebuah cara terbaik saat ini untuk mengamankan Indonesia. Karena konteksnya saat ini adalah banyak yang ingin Indonesia hancur.
Jadi pahami lah konteksnya terlebih dahulu. Jangan langsung sebut Jokowi lemah atau takut. Jokowi itu penuh perhitungan. Karena dia tahu yang dilawan itu bukan sekadar Anies dan Rizieq. Mereka itu bukan dalang. Dalangnya yang lagi diserang.
Jokowi sedang menarik ulur dengan dalang. Dan si Caplin ini dalangnya. Pahami itu dulu. Caplin itu bahaya. Pengikutnya banyak. Bahkan dia bisa membuat sebuah instabilitas nasional lewat gerakannya. Jadi bagaimana pun juga, saya sangat mengagumi nafas panjang Jokowi untuk memberantas pemberontak.
Anies pun dipanggil, untuk menunjukkan bahwa Caplin tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan presiden yang lahir dari rahim rakyat, tanpa latar belakang militer, dan menang dua periode mempecundangi Prabowo. Ngeri gak tuh?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/napas-panjang-jokowi-berhasil-lumpuhkan-caplin-dan-eayD0C8hlE
Jejak Digital Menyeramkan "Chaplin", Haruskah Kita Takut?
Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi. Nama "Chaplin" kali ini naik kembali dan dibahas banyak khalayak ramai, kali ini aksi "Chaplin" dikaitkan dengan kepulangan bang Toyib yang akhirnya pulang setelah melewati masa 3 kali puasa, 3 kali lebaran.
Penulis yang sudah lama tidak masuk ke serius mode, kali ini terpaksa harus kembali memasuki mode serius dalam menulis artikel. Walaupun mode serius penulis masih 10%, ya biar mirip film Dragon Ball, tidak langsung 100% kekuatan dikeluarkan.
Heboh "Chaplin" kali ini, lagi dan lagi terkait dengan masalah radikalisme, ormas radikal dan tokoh radikal. Bukan sesuatu yang baru, hal yang biasa saja bagi penulis, selama Jokowi bermain catur maka radikalisme di Indonesia akan menjadi topik yang sexy dan Abadi.
Gisel dan Jessica Iskandar boleh fenomenal seperti lagu-lagu pop masa kini, namun tidak abadi seperti kasus radikalisme yang bisa disamakan dengan lagu-lagu abadi tahun 80-an hingga 90-an. Jadi, Jokowi sampai kapan anda akan terus bermain catur?
Baiklah kita masuk ke mode serius, apa saja sih jejak digital "Chaplin" yang menyeramkan tersebut? Begini ceritanya :
A. Menjamu Taliban : Taliban adalah organisasi garis keras dari Afghanistan. Sepak terjang nya tidak perlu ditanyakan lagi, bagi penulis cukup satu kata "ngeri".
B. Menjamu Zakir Naik : Jika berbicara dengan warga beragama non muslim di Indonesia timur, maka kita akan mengetahui rahasia umum di kalangan mereka kalau "Chaplin" adalah seorang pengusaha besar yang mempunyai misi "menghijaukan" Indonesia bagian timur.
Menghijaukan artinya membuat warga-warga non muslim menjadi mualaf. Caranya bagaimana? Penulis tidak akan jelaskan saat ini. Yang pasti Zakir Naik adalah ulama yang terkenal karena katanya mampu membuat non muslim berpindah iman dan menjadi mualaf. Karena itu penulis tidak aneh jika "Chaplin" begitu memuja Zakir Naik dan menjamu beliau sebagai tamu kehormatan
C. Mendukung "Joker" : Gubernur yang didukung oleh kaum radikal di Ijtima Ulama, apakah nanti "Chaplin' akan mendukung "Joker" sebagai Presiden? Kita tunggu, tapi penulis kok yakin ya. Hmmm.
Kelanjutan poin c adalah yang saat ini sedang ramai dibahas. Sekali dayung dua pulau terlampaui, kedatangan "Chaplin" ke Arab Saudi adalah untuk membahas soal pembangunan museum nabi yang bekerja sama dengan Pemprov DKI.
Melihat semangat "Chaplin" di tengah pandemi seperti ini, maka sangat kecil kemungkinan jika hal tersebut tidak ada kaitannya dengan rencana politik "Chaplin" demi menjaga bisnisnya yang sangat menggurita di tanah air, yang tentunya terancam dengan kehadiran Omnibus Law. Trust Me It Works!!
Bagi "Chaplin" tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan abadi. Jika kau tidak bisa mengalahkan musuhmu, maka jadikanlah dia sahabatmu!! Setelah menunggangi SBY pada periode pertama, lalu Jokowi pada periode pertama, maka kini siapa yang bisa dia tunggangi untuk mengamankan kepentingan bisnisnya?
Joker adalah jawabannya!! Apalagi sang "joker" pernah memiliki hutang budi terkait dukungan "Chaplin" di Pilkada DKI Jakarta. Pembangunan museum nabi adalah modal pertama yang "Chaplin" berikan kepada "joker" sebagai modal untuk 2024 menarik hati kaum penjual mayat.
Pertanyaan berikutnya, taktik apa yang akan digunakan "Chaplin" dalam mendukung "joker"?
Ya anda pintar, jelas politik identitas, SARA dan jualan mayat seperti pilkada DKI!! Karena itu "Chaplin" juga sekuat tenaga untuk memuluskan langkah Bibib pulang ke tanah air, yang kata Ferdinand Hutahean "Chaplin" membawa koper berisi uang saat keberangkatan ke Arab Saudi.
Tentu politik identitas dan SARA ini tidak bisa kita hindarkan nanti, karena "Chaplin" adalah ketua dewan masjid. Dengan didukung Bibib yang bisa mempengaruhi orang-orang bodoh (tapi ingin terlihat suci) soal agama di akar rumput.
Hal menarik berikutnya yang patut kita pertanyakan adalah, siapa pebisnis besar yang bergabung bersama "Chaplin"? Tentu sangat naif jika kita menganggap "Chaplin" hanya bermain seorang diri. Bisa mati dia terkepung penyandang dana lainnya? Mungkin kita bisa melihat siapa pebisnis besar yang ikut hadir juga dalam peresmian museum nabi sebagai modal awal "joker" menjadi penguasa di 2024.
Pertanyaannya apa hubungan pebisnis tersebut dengan peresmian museum nabi yang akan jadi modal "joker" di 2024 selain deal-deal politik? Jika tidak ada alasan masuk akal, maka tampaknya kita sudah bisa melihat komposisi 2024 nanti.
Terakhir sebagai penutup, haruskah kita takut dengan segala tindak tanduk "Chaplin"? Melihat kekalahan "Chaplin" dari SBY maka kita bisa paham kalau kekuatan "Chaplin" adalah di logistiknya. Soal taktik politik "Chaplin" tidak ada apa-apanya dibanding SBY atau Luhut yang kini ada di kubu Jokowi.
Yang menjadi masalah adalah jika SBY dan Luhut nanti ada di pihak "Chaplin", dan masalah berikutnya adalah jika Jokowi sampai hari ini hingga 2024 hanya asik bermain catur.
Begitulah Kura-Kura.
Sumber :
Sumber Utama : https://seword.com/politik/jejak-digital-menyeramkan-chaplin-haruskah-kita-zgqPkKne1Q
Di Depan TNI Bunyikan Sirine, Di Dalam Ada yang "Nguing-nguing" Kurang Enak Bodi
Ryzerg sudah seharusnya di Arab saja. Tapi dia merasa sudah dibeking oleh orang-orang besar termasuk si Caplin dan satu tokoh lagi, Lebaran Kuda. Siapa yang baru tahu kalau ada bekingan si Lebaran Kuda? Kedua orang ini paling memiliki aset yang banyak untuk menjamin kepulangan mantan preman sebelum 1998.
Selama berkuasa, sudah banyak gurita yang ditanam. Mutasi-mutasi dan pencopotan yang dikerjakan oleh pemerintahan Pak Joko Widodo, masih belum tuntas. Tidak bisa copot langsung. Karena apa? Karena konflik kepentingan masih sangat keras.
Deal-dealan politik masih terjadi. Kita nggak bisa buang itu sama sekali. Kita harus akui bahwa pemerintahan Joko Widodo masih perlu yang namanya dealing politik. Bahkan di Amerika pun, dua partai besar yang terus berseteru, yakni Republikan dan Demokrat, masih ada konsplidasi kepemimpinan.
Masih ada dialog yang memungkinkan mereka kerjasama dari belakang, tapi tidak untuk dipertontonkan ke publik. Ini fakta yang harus kita pahami bersama. Salah satu kompromi politik yang dikerjakan Pak Joko adalah menggandeng si kalah double Prabowo untuk jadi menhan.
Komprominya penting, agar ombak oposisi yang siap menghantam tembok pertahanan pemerintah pusat dan rakyat, bisa dipecah. Diredam. Supressor. Socom supressor, solid snake. Menggandeng oposisi adalah salah satu cara yang dikerjakan Pak Joko Widodo.
Bagi Pak Joko, Prabowo bukan musuh terbesar. Emosinya meletup-letup. Mudah dielus-elus. Mudah dijinakkan. Berikan kursi menhan dan menteri KKP. Duo Prabowo, meski gak bisa bikin gebrakan apapun, ya setidaknya dibuat santuy saja. Dan berhasil. Hanya Fadli Zon saja yang koar-koar.
Fadli Zon mengatakan Rizieq punya ketokohan yang melampaui bapak proklamator. Tapi dia gak berani ngomong kalau Rizieq ada di atas Prabowo. Padahal sudah jelas Prabowo itu jauh di bawah Jokowi. Hahaha. Tapi singkirkan itu dulu. Orang ini gak penting untuk dibicarakan.
Kembali ke musuh Jokowi. Jokowi tahu bahwa Prabowo tidak terlalu bisa bikin apa-apa. Meski gak jelas kerjanya, dipertahankan saja. Santuy. Jokowi memetakan musuhnya, yang lebih berbahaya. Siapa dia? Caplin dan Lebaran Kuda.Kalau Prabowo saja bukan apa-apa di mata Jokowi, gimana Ryzerg? Tapi untuk mencapai ke Caplin dan Lebaran Kuda dengan dana nyaris tak terbatas, Joko Widodo harus habisi dulu pion-pionnya. Menurut pengakuan seorang rekan yang ada di Jakarta dan sering mondar mandir Ponpes di Jawa Barat, beberapa orang agamawan tua mengatakan bahwa Ryzerg itu bikin rusak agamanya saja.
Pangdam Jaya pun akhirnya angkat bicara tentang penurunan Baliho Ryzerg. Di hadapan Caplin dan Lebaran Kuda, dia mengatakan dengan sangat jelas bahwa penurunan baliho yang menyakiti hati balihoslimin adalah perintah TNI. Forn Pugitive berani lawan?
Setelah pencopotan baliho, Koopsus TNI pun melakukan konvoi ke depan markas FPI, nyalakan sirine, nguing-nguing-nguing. Di luar bunyi nguing-nguing. Di dalam ada yang makin nggak enak badan. Lalu ternyata yang makin nggak enak badan cuman Ryzerg, tapi Caplin dan Lebaran Kuda.
Selamat untuk kalian, berani mencoba-coba merusak persatuan dan kesatuan bangsa ini, hadapi TNI. TNI ada bersama dengan rakyat. Kalau bicara tentang keamanan yang terancam, di sanalah rakyat akan berharap kepada TNI.
Tinggal tunggu Polri saja nih tangkap-tangkapi. Tapi selama masih ada pengaruh Caplin, jangan harap polisi menangkap mereka. Tetap sih kita dukung polisi tangkap mereka. Karena kalau sampai TNI yang tangkap, biasanya akan terjadi hal-hal yang bikin makin meriang.
Ayo Polisi dan TNI, kerjasama kalian harus dijalankan dengan sangat baik. TNI kalau sudah merasakan negara ini tidak aman, biasanya mereka akan lebih total daripada kelompok radikalis. Mereka akan membuat Indonesia bukan lagi putih, tapi merah putih.
Semangat Pak TNI. Show off force harus terus dikerjakan, tidak ada ampun. Mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia harus dijalankan tanpa adanya kompromi. Peperangan sekarang ini harus dengan psy war.
Bunyi sirine ini adalah peringatan bagi Forn Pugitive Indonesia. Kalau macam-macam, akan dilibas. Maju terus TNI! Jangan kasih kendor. Indonesia nomor satu!
Begitulah Indonesia.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/di-depan-tni-bunyikan-sirine-di-dalam-ada-yang-h8RtXhfTTB
Satu-satunya yang abadi di dalam politik kita adalah kepentingan. Persahabatan pun bisa pecah. Tidak ada loyalitas di dalam dunia politik. Apalagi politik di Indonesia, dengan segala kepentingan yang ada, tidak pernah akan ada pertemuan yang bisa mempersatukan.
Setiap pertemuan itu memang kelihatannya merupakan pertemuan yang mempersatukan. Namun jika dilihat dari sejarah, tidak begitu. Di dunia politik, hyang abadi bukan lagi persahabatan dan loyalitas. NKRI adalah negara kesatuan republik Indonesia, yang memiliki prinsip demokrasi.
Apa yang membuat saya menulis artikel ini, adalah kegelisahan rakyat yang dirasakan. Banyak orang merasa tertipu dengan karantina 8 bulan pandemi ini berada di Indonesia. Selama ada di Indonesia, 2020 menjadi tahun yang murung.
Mengapa saya katakan tertipu? Karena ketakutan demi ketakutan yang memang sepertinya secara terstruktur, sistematis dan masif disebarkan oleh para SJW dan politisi busuk yang ada di pemerintahan daerah maupun pusat.
Jokowi Gagal Dijebak Lewat 2 Strategi Caplin Hancurkan Indonesia
Banyak sekali strategi-strategi membuat takut, yang diduga menjadi agenda untuk mendompleng pemerintahan Joko Widodo. Kendati demikian, pemerintah mendadak mengizinkan kerumunan besar-besaran selama beberapa hari ini. Dan didiamkan. Mengapa?
Untuk menjawab ini, izinkan saya untuk memberikan sebuah hipotesis yang bagi saya cukup masuk akal. Nggak tahu deh bagi yang sudah sakit hati sama Jokowi, apakah masih bisa menerima atau tidak. Tapi saya tidak akan mundur untuk memberitahu apa yang menjadi pembacaan saya.
Kalau mau bicara Jokowi sedang main catur, saya sepertinya harus menduga hal ini bisa terjadi. Kenapa? Karena memang pada dasarnya, Jokowi sedang melawan para pecatur andal di belakang layar. Mereka mengirimkan pion-pionnya untuk maju menyerang benteng pertahanan Jokowi.
Pion itu sudah ada di depan, sudah siap jadi ratu, dan memang di belakang itu, ada konspirasi elit jahanam yang menutup strategi itu dengan sangat cantik. Jokowi tahu apa yang terjadi. Sebagai orang nomor satu dalam pemerintahan Indonesia, Jokowi paham betul keadaan.
Telinganya banyak. Istana itu jadi telinga yang besar. Semua terpantau oleh Polri, TNI dan BIN. Mungkin saja Jokowi juga terkadang merasa tersendiri. Tidak mudah menjadi Jokowi. Tapi strategi yang dikerjakan selama 6 tahun memimpin Indonesia, semua sukses.
Teriakan demi teriakan rakyat didengar, ditelannya dan diproses. Tapi tidak semudah itu. Dia melawan para pemilik kekuasaan. Para sultan-sultan yang berbisnis kekuasaan, tidak tinggal diam. Bahkan dana besar itu pun sudah disiapkan.
Kubu Caplin sudah semakin sulit. Politik kekuasaan sudah tidak bisa dimainkan lagi, karena memang dia bukan siapa-siapa lagi sekarang. Bukan lagi jadi simbol negara. Tapi uangnya banyak. Bisnis yang ia kerjakan sekeluarga, merupakan bisnis kekuasaan.
Tanpa kekuasaan, bisnis tersebut tidak ada apa-apanya. Tentu hal ini merugikan. Maka dia yang adalah dalang, mulai memainkan wayang-wayangnya, para boneka yang ia bisa kendalikan, untuk membuat Jokowi kesulitan.
Setidaknya per hari ini, sudah ada dua skenario yang saya baca.
Skenario satu, mengerubungi objek vital negara. Bandara dipenuhi, dengan akses pintu belakang yang dibuka namun tak ketahuan, Bandara pun dipenuhi. Negara ini ditertawakan. Bahkan oleh Media Australia dengan sebutan Forn Pugitive. Wkwkwk. Kekacauan sedang dipersiapkan. Jokowi diam. Jokowi menang satu langkah.
Skenario dua, acara meramaikan jalanan di tengah-tengah pandemi. Setelah gagal menjebak Jokowi di skenario pertama, Caplin mulai menjebak masyarakat.
Masyarakat dipancing emosinya. 8 bulan diam di rumah pengeluaran besar gaji sedikit, dipertontonkan dengan kerumunan yang katanya dibacain surat, langsung diam itu Korona.
Apalagi gugus tugas Covid pun berikan 20 ribu masker untuk melindungi mereka. Wah. Gila betul. Kok dokter spesialis disuruh sapu jalan karena tak pakai masker, yang ini malah diberikan masker gratis. Kalau kata bos, ini bangsat banget. Hahaha.
Rakyat pun marah. Mudah memancing rakyat, tapi… Sekali lagi rakyat tidak terpancing. Orang waras mah tahu kapan untuk bertindak. Mereka memiliki pengendalian diri. Marah tapi tidak menyerbu lokasi kerumunan.
Karena mereka masih waras. Mereka itu orang kerja. Jadi mereka diam saja di rumah. Coba jebak rakyat, Caplin gagal lagi. Jokowi pun tersenyum lepas. Diamnya Jokowi bukan tanpa maksud. Dengar-dengar, targetnya 3 minggu untuk membuat keonaran. Lewat dari sana, sudah gak ada yang sponsorin.
Semoga saja Indonesia baik-baik saja.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/jokowi-gagal-dijebak-lewat-2-strategi-caplin-IDmh7kSo4t
Sadis! Bukan Hanya Turunkan, TNI Sobek Baliho Rizieq!
TNI kalau sudah bergerak, tidak ada kata mundur. Tidak ada kata menyerah. Sekali target musuh yakni pemecah belah NKRI, namanya Rizieq, target akan dilock. Dikunci. Tidak langsung ditangkap. Karena jika langsung ditangkap, pengaruhnya masih bisa ada. TNI punya strategi lain.
Memberikan efek yang perlahan-lahan. Namun pasti. Meredam aksi radikalisme itu tidak bisa dengan cara langsung sikat di tempat. Kalau langsung sikat, mereka akan semakin beringas. Tapi TNI menggunakan cara-cara yang jauh lebih terlihat santai.
Perlahan-lahan namun pasti. Meredam radikalisme. Selama ini kita tahu FPI yang sedikit ini, berisik sekali suaranya. Teriak-teriak jihad, ingin membuat negara Indonesia dari Pancasila menjadi Khilafah seperti usulan Felix Siauw. TNI sudah turun.
Selama ini FPI merasa mereka dibeking oleh TNI. FPI merasa mereka dilindungi dan disayang-sayang oleh TNI. Mungkin dulu bisa merasa seperti itu. Bahkan ketika ada TNI yang menurunkan baliho Rizieq malam-malam, FPI masih tidak percaya. Caplin pun tidak percaya. Maka info itu bukan TNI, dibuat.
Sekarang sudah tidak demikian. Gatot sudah turun. Pangdam Jaya TNI AD pun langsung tak segan-segan angkat bicara. Penurunan spanduk Rizieq adalah komando langsung dari orang nomor satu di TNI AD. Lalu kalau malam-malam dianggap takut, TNI jabanin. Siang-siang. Bahkan sebelum diturunkan, disobek dulu!
Perang terbuka antara TNI dengan pengasong anti Pancasila sudah dimulai. The war has just begun. Pangdam Jaya juga bahkan mengkritik Rizieq. Dia berani dengan tegas mengatakan bahwa orang yang mulutnya kasar, tidak patut dipanggil habib.
Saya berharap, Bapak Pangdam Jaya TNI ini tetap dipertahankan. Kenapa? Karena keseriusannya sudah diuji. Teruji dan tidak ada takutnya. Karena yang dilawan oleh TNI adalah jelas. Pemecah belah NKRI. Jadi bagi mereka yang merasa terganggu, pasti dia adalah pemecah belah.
Rizieq adalah target pertama, yang sudah identik dengan sosok Anies dan Caplin di belakangnya. Caplin dan Rizieq adalah satu. Mereka yang menyobek-nyobek tenun kebangsaan, ahrus dosebek-sobek juga untuk menghentikan mereka dari tindakan memecahbelah terus menerus.
Anies dan Caplin saat ini sedang galau. Mereka tidak bisa tidur. Karena Indonesia tetap dipertahankan. Kalau bicara apakah TNI sudah terlambat, tentu tidak. Saya awalnya berpikir mereka terlambat dalam menyelesaikan radikalisme.
Tapi saya baru paham cara mainnya. Radikalisme tidak bisa langsung diputus. Memutus langsung rantai radikalisme, bisa menyebabkan instabilitas. Lewat informasi dari BIN, TNI tahu kalau dalang radikalisme ini masih ada. Mereka harus diputus perlahan-lahan. Strategi rebus kodok harus dikerjakan dengan cerdas.
Karena para pendukung radikalisme ini menjadi sosok yang ada di dalam pemerintahan. Mereka tetap ada. Mereka bikin susah. Mereka punya kekuatan politik. bargaining politic harus dilakukan. Tapi kalau memang sudah tidak bisa dilakukan, maka yang dibutuhkan adalah sikat sapu bersih.
Di sinilah peranan TNI yang langsung turun ke jalan. Menyobek-nyobek baliho Rizieq. Difoto-foto oleh wartawan. Kekuatan TNI sudah berlangsung. Asing pun mulai gemetar. Australia mungkin siap menerima Rizieq di sana untuk perlindungan.
Rizieq siap playing victim seperti Veronica Koman, si provokator itu. Rizieq siap diberikan suaka politik. Lalu Amerika pun juga mulai deg-degan melihat bagaimana Tentara Nasional indonesia begitu tegas.
Pangdam Jaya TNI AD menjadi the playmaker. Melakukan perlawanan terdepan kepada FPI, Rizieq. Spanduk yang diisi kalimat revolusi akhlak dan sebagainya, dicopot. Akhlak siapa yang perlu direvolusi? Dirinya sendiri, bukan Indonesia.
Gara-gara “Tukang Obat”, ternyata jargon “Revolusi Akhlak” langsung basi, bau dan busuk. Revolusi akhlak yang dikoar-koarkan adalah sebuah omong kosong. Kotoran banteng. Nikita Mirzani buka serangan, lalu rakyat sama-sama turun, bersama TNI untuk menghapus Caplin dari sejarah.
TNI menghajar perusak NKRI. Keadaan negara ini disebut oleh TNI tidak baik. Saat krisis. Krisis sedang terjadi di negara ini. Selamat untuk Caplin dan Lebaran Kuda, kalian sedang dibidik. Jangan bilang Jokowi tidak tahu peranan kalian.
Jokowi tahu cara menghadapi mantan penguasa berdekade. Tidak mudah, tapi bisa. Permainan sabar Jokowi bersama TNI membuat Caplin dan Lebaran Kuda terkencing-kencing. Gemetar tak bergairah. Di hari tua mereka malah kejang-kentut. Sobek mereka yang suka sobek-sobek NKRI!
Sumber Utama : https://seword.com/umum/sadis-bukan-hanya-turunkan-tni-sobek-baliho-VGB6MaPFH5
Kalau Rakyat dan TNI Ingin Lumat FPI, Fadli Zon dan Prabowo Bisa Apa?
Fadli Zon merespons keras terkait ucapan Pangdam Jaya yang ingin bubarkan FPI. Ia mengatakan bahwa Pangdam Jaya harus dicopot karena offside. Dia mengatakan kalau TNI berbahaya jika masuk ke ranah politik sipil dengan pendekatan kekuasaan.
Bodoh, Fadli Zon nggak tahu kalau Rizieq ini adalah antek Caplin pemecah belah bangsa? Kalau sudah masuk politik pecah belah, TNI dan Polri harus turun. Jadi sederhananya begini. Kalau rakyat, TNI dan Polri ingin FPI dibubarkan, Fadli Zon dan Prabowo bisa apa?
Selama ini sebagai anggota DPR-RI, dia hanya sibuk menjadi oposisi dan sibuk nyinyir terkait kebijakan pemerintah yang pro rakyat. Fadli Zon ini ekornya Prabowo yang seharusnya merupakan bagian dari pemerintahan. Dia tahu diri sedikit.
Kita tahu bahwa FPI ini sudah bikin onar. Sejarahnya juga nggak jelas. Sok merasa paling benar. Ancaman disintegrasi FPI ini bisa disamakan dengan ancaman disintegrasi OPM di Papua. FPI dan OPM ini sama-sama musuh rakyat. Maka TNI harus melibasnya.
Juga sudah offside ini Pangdam. Sudah melanggar tupoksi dan kewenangan. Sebaiknya Pangdam ini dicopot saja...
Berbahaya kalau sudah ikut-ikut politik sipil dan pendekatan kekuasaan... TNI harusnya fokus hadapi ancaman disintegrasi teritorial seperti di Papua yang kini makin menguat...
Menurut saya, itu pemandangan yang sangat janggal dan aneh. Ada urusan apa kendaraan dinas militer berhenti di dekat DPP FPI. Apakah mau menakut-nakuti? Harus diusut sebagai sebuah skandal. Itu bukan tupoksinya...
Kejadian di Petamburan benar-benar memalukan dan mendegradasi TNI...
kata Fadli kepada wartawan, Jumat (20/11/2020).
Melihat ucapannya, saya merasa geli sendiri. Entah siapa yang dia wakili. Prabowo kah? Prabowo sebagai menteri pertahanan juga diam-diam bae saat disebut kalau dia jadi orang yang berkontribusi dalam membawa balik Rizieq ke Indonesia.
Jangan bilang Prabowo menyuruh Fadli Zon untuk bicara terus kritik dan mendegradasi pemerintah? Karena selama ini, ucapan Fadli Zon sebagai anggota Gerindra, mirip sama duri dalam daging. Tapi kok Prabowo diamkan?
TNI ini menjadi contoh bagi bangsa ini, untuk merepresentasikan kemarahan rakyat kepada aksi-aksi sweeping ormas radikal yang nggak jelas itu. Dari tahun 1998 sampai saat ini, entah sudah berapa kerusuhan yang mereka ciptakan. Sebagai attack dog dari para politisi, mereka dilindungi.
Siapa Rizieq sebenarnya? Dia itu tidak lebih dari seorang provokator yang layak dijemput paksa. Kalau kata pendiri Seword Alifurrahman, penjemputan paksa Rizieq hanya menunggu waktu. Ini bukan urusan politik lagi, Zon. Ini urusan ketahanan negara. Harga diri bangsa diacak-acak.
Joko Widodo marah ketika tiga hari berturut-turut, di bawah komando Caplin, Cikeas dan Cendana, Rizieq ini berkeliaran bebas membawa ekor-ekornya bergerombol di objek vital. Coba bayangkan saja Zon, alat vital dikerubungi semut. Ya pasti terganggu la.
Respons dari Pangdam Jaya pun disambut secara positif oleh Kapolda Metro Jaya. Kalau mau bersihkan radikalisme, memang harus dimulai dari Jakarta. Karena Jakarta adalah sumber dari kekacauan dan politik pecah belah. Kalau urusan ketahanan negara, TNI dan Polri harus terdepan.
Kalau para pembaca bertanya kenapa TNI tidak kerja dan gerak cepat untuk membasmi radikalisme, saya punya jawaban mudahnya. Karena dulu TNI ada di bawah Gatot Nurmantyo. Kita tahu sekarang siapa orang ini. Dia merasa menjadi bagian dari kaum 212.
Mendengar itu, saya pun geli. Dan saya hanya bisa diam saja menunggu waktu yang membuktikan segalanya. Dan terbukti, waktu memberitahu siapa Gatot sesungguhnya. Dia tidak lebih dari pecundang yang ketakutan bertemu Jokowi. Padahal mau diberi gelar.
Sekarang kita tahu banyak sekali orang-orang yang tidak suka Indonesia, mereka ada di dalam pemerintahan. Mereka mungkin ada di kursi kementerian. Bisa Prabowo? Sangat mungkin. Karena dia juga saat pilpres mengatakan 2030 Indonesia bakalan bubar.
Sekarang sih sudah jinak, tapi apakah dia berani copot Fadli Zon? Halah. Kalau berani, gua sujud syukur dah. Tapi jangan ngibul ya, Om Prabowo, seperti Anda ngibul tentang Ratna digebukin dan konpers nasional.
Jadi kembali lagi ke pertanyaan semula. Jika Rakyat, TNI dan Polri ingin FPI bubar, Fadli Zon dan Prabowo bisa apa? Menhan selama ini duduk manis saja saat melihat Rizieq, pencipta Anies di DKI langgar protokol kesehatan. Memang banyak background politik yang kurang baik sih. Posisi Prabowo Zon sangat lemah.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kalau-rakyat-dan-tni-ingin-lumat-fpi-fadli-zon-9FvKqjF1Sz
Seharusnya Bukan TNI, Tapi Satpol PP DKI Bawahan Anies yang Copot Spanduk Rizieq
Terbongkar! Ternyata seharusnya tugas untuk menurunkan spanduk Rizieq bukanlah TNI, melainkan Satpol PP. Tugas Satpol PP sudah jelas, bahwa mereka melakukan penertiban di daerah mereka ditugaskan. Satpol PP DKI Jakarta seharusnya menurunkan puluhan bahkan mungkin ratusan spanduk.
Tapi kenapa Satpol PP diam seribu bahasa? Karena secara struktural, Satpol PP ada di bawah Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin oleh Anies Baswedan! Jadi dari sini, kita tahu bahwa jika TNI sudah turun tangan, artinya sudah serius. Kasatpol PP nya mana? Sibuk ngurus denda? Cemen ah.
Kenapa harus TNI? Karena TNI sudah melihat adanya kebahayaan dan potensi pecah belah yang dilakukan oleh Rizieq, yang diduga merupakan boneka dari Caplin, selain Anies tentunya. Sampah peradaban harus dibuang ke keranjang sampah.
TNI benar-benar menunjukkan soliditas dan solidaritas terhadap rakyat. TNI ada untuk melindungi segenap rakyat Indonesia. Penurunan poster Rizieq oleh TNI, menandakan ada hal di belakang sana yang jauh lebih berbahaya. Mengancam dan membuat retak tenun kebangsaan.
Jika posternya diturunkan, nanti orangnya pasti akan diturunkan juga. Simbol menurunkan gambar Rizeq, bisa ditafsirkan bahwa TNI sedang berhadapan dengan ormas radikal dan kumpulan para pencemooh dan pemaki-maki.
TNI tidak punya kepentingan politik, dan harus netral. Garda pertahanan sudah maju, semua harus waspada. TNI harus terus menjadi garda terdepan dalam keselamatan bangsa ini. Caplin harus diberangus sampai ke akar-akarnya.
Tindakan nyata TNI menurunkan spanduk Rizieq harus diapresiasi. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tidak sembarangan bicara. Ini membuktikan bahwa setiap elemen TNI masih solid. Mendengar seruan dari panglima. Mengarah ke musuh yang jelas.
Tidak hanya Omdo seperti orangnya Caplin yang mengimbau. Imbauan, imbauan dan imbauan tanpa adanya gerakan nyata. Mirip Anies. Atau memang orang-orangnya Caplin begitu? Hanya lip service tapi tidak paham eksekusi? Anies juga gitu sih.
Kenapa TNI harus menurunkan baliho Rizieq malam-malam? Ada banyak interpretasi dalam hal ini. Ada yang mengatakan bahwa TNI takut FPI kalau siang-siang FPI brutal. Tapi bagi saya ini alasan tidak masuk akal. Kenapa? Karena TNI mengedepankan yang namanya peredaman konflik.
Kalau siang-siang, mungkin akan mengganggu para pengemudi. Karena spanduk Rizieq ini ditaruh di pinggir jalan raya. Biar kelihatan mantap gitu. Padahal disebut oleh media Australia sebagai Forn Pugitive Indonesia. Jangan disingkat ya, jangan.
Di video beredar satu spanduk. Masih ada ratusan spanduk yang harus diturunkan. TNI sudah memberikan contoh. Sekarang giliran Satpol PP yang ada di bawah Anies. Kalau bukan Satpol PP yang turunkan untuk ke depannya, artinya Anies mendukung radikalisme.
Banyak sekali spanduk di DKI Jakarta. Teman saya dari rumahnya yang ada di Jakarta Selatan, waktu mau ngantor di Jakarta Pusat, katanya selalu melewati sekitar 5 poster. 10 poster pulang pergi kira-kira. Apa nggak terindoktrinasi untuk menyembah berhala?
Maju terus TNI! Saya dukung TNI untuk menjadi contoh bagi Satpol PP bagaimana cara melawan intoleransi. TNI harus jadi contoh terdepan untuk mengajarkan Anies si gubernur terbodoh versi Google, mengenai bagaimana menjadi Indonesia.
Anies nggak usah minder kalau leluhurnya bukan dari Indonesia. Anies bisa kok jadi indonesia. Caranya bagaimana? Lepaskan diri dari Caplin, ikuti arahan Pak Jokowi. NKRI harga mati. Lalu sekolah politik di PDI-P atau PSI.
TNI sudah menjadi contoh utama dari garda terdepan. TNI harus maju solid dan menggandeng Polri BIN untuk melawan intoleransi. Kerja sama jadi kuncinya. Team work menjadi keutamaan. Karena kita tahu, pendirian FPI ini bukan muncul dari tukang jual obat saja. Tapi muncul dari berbagai kepentingan yang ada saat Orde Baru.
Sebagai contoh, TNI harus terus netral. Perjuangkan keamanan bangsa dan negara. Spanduk Rizieq yang diturunkan menjadi simbol perlawanan terhadap para separatis. Gua jadi kepikir, gimana kalau ada poster Veronica Koman, Dandhy Laksono, Asfinawati yang dipajang gede-gede ya? Kira-kira bakal diturunkan gak ya?
Yang pasti, siapapun orang yang mau pecah belah NKRI, akan berhadapan langsung sama TNI. Ini kalimat Panglima Hadi. Jangan main-main. Kami mendukung TNI!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/seharusnya-bukan-tni-tapi-satpol-pp-dki-bawahan-m3ehSqesjg
Balihoslimin Sembah Baliho, TNI Turunkan Baliho, Perang Terbuka akan Terjadi!
Monaslimin di masa pandemi ini sudah tidak laku. Kerumunan nggak boleh sampai 7 juta lagi. Tapi namanya usaha, pemuja Rizquy pun harus tetap berjalan dan tetap bertahan. Seperti telur lalu berubah menjadi larva kemudian kepompong lalu menjadi lalat, begitulah mereka harus berubah.
Bukan kupu-kupu ya. Haha. Kalau kupu-kupu kan bagus. Pemuja Rexy ini menjadi sosok yang tidak bisa membedakan mana Tuhan mana manusia. Mereka seperti tidak bisa membedakan antara manusia dan Tuhan yang harus disembah. Mereka malah menyembah Ricky.
Baliho diturunkan oleh TNI, Satpol PP Anies ketakutan dan gemetar untuk menurunkannya. Dan pemuja Rizky mendadak langsung mengupload video mereka sedang menyembah baliho. Benar yang dikatakan Neno Warisman, Prabowo kalah, mereka tidak lagi menyembah Tuhan, tapi menyembah Briziq.
Video yang beredar berdekatan antara Balihoslimin dan TNI turunkan baliho, menjadi sebuah fakta di depan mata. Mata kita mendadak terbuka dengan fakta bahwa TNI sedang show off force, melawan Forn Pugitive Indonesia dan Balihoslimin.
Dan respons Balihoslimin pun menjadi tantangan balik kepada TNI. TNI melihat bahwa keadaan bangsa ini sedang dalam krisis. Marsekal Hadi Tjahjanto, mengatakan hal ini dengan sangat jelas. Our lovely country is at stake.
TNI melihat bahwa ada yang ingin merusak Indonesia. Ada Caplin yang ingin membuat Indonesia ini berubah menjadi Suriah. Ada yang ingin mempertahankan status quo bisnis mereka di Indonesia. Mereka ingin mempertahankan korupsi sebagai oli pembangunan.
Tapi mereka tidak bisa melakukan itu dengan terbuka. Mereka, Caplin bhangkay itu akhirnya menggunakan sebuah strategi yang merupakan titik lemah dari karakter bangsa ini. Agama. Agama digunakan oleh Caplin untuk mempertahankan bisnisnya.
Karena agama adalah konsumsi yang paling mudah diterima dan tidak bisa ditolak oleh warga, yang kebanyakan dibodoh-bodohi oleh ayat dan mayat. Makanya nggak heran jika ketika Caplin mengusung Anies ke Prabowo, tanpa rekam jejak baik. Pecatan, melawan Ahok dengan segudang prestasi.
Tapi kenapa Anies bisa menang? Karena ada permainan busuk dari Caplin, yakni politisasi agama. Politisasi agama dipermainkan dengan amat gila-gilaan. Saat itu TNI tidak bergerak, kenapa? Karena si Gatot saat itu jadi Panglima nya. Gatot itu gagal total meredam politisasi SARA.
Monaslimin sendiri kan dibuat di era Gatot. Lalu didiamkan. Terus katanya sudah mencium PKI sejak 2009, tapi waktu jadi panglima, dia diem-diem bae. Malah ditontonin doang. Nonton film G30SPKI memangnya bisa berantas PKI? Orang-orang Caplin ini memang terkadang lucu. TNI saat itu diamkan.
Tapi saat ini, Hadi Tjahjanto menyatakan perang terbuka terhadap segala pandangan anti Pancasila. Pemuja baliho yang disebut dengan Balihoslimin ini menjadi sosok yang diincar oleh TNI. Saking geregetan-nya TNI terhadap hal ini, mereka sampai mengambil tugas Satpol PP DKI Jakarta.
Penurunan spanduk dikerjakan. Rezki diturunkan. Yang dipuja diturunkan oleh TNI. Yang dipuja oleh para balihoslimin pun katanya nggak enak badan setelah video provokatif menyebut kepala akan ditemukan di jalanan. Itu yang mereka puja-puja? Betapa kasihannya mereka itu.
Aksi bela Tuhan, yang digadang-gadang sejak 2016 silam, ternyata tuhan yang dimaksud adalah Rojak. Dia kalau kedinginan, diselimuti. Kalau sakit, masuk rumah sakit. Ya orang macam gitu memang pantas dikasihani. Tidak layak dibela karena tidak berubah.
Bayangkan saja 3,5 tahun di tanah suci, ternyata nggak membuat perubahan. Kalau Nabi Isa, pelayanan-Nya selama 3,5 tahun sangat fruitful dan sangat maju. Beda jenis juga sih ya.
Kalau di Israel Yahudi Ibrani itu punya tembok ratapan untuk mengingat sejarah kekelaman Klagemauer yang dialami oleh orang-orang Yahudi. Untuk berdoa kepada YHWH. Tapi kalau di Indonesia, ada para balihoslimin yang memuja Raijin, di baliho yang dalam waktu dekat bakalan diturunin sama TNI.
TNI turunkan baliho, Balihoslimin malah puja-puji baliho. Bukankah ini sudah merupakan bentuk peperangan terbuka? Jelas peperangan terbuka. TNI vs Balihoslimin. Saya sih pegang TNI. Mau di-fur berapa pun, saya tetap pegang TNI. Wong 1 perempuan Nikita saja bisa lawan 800 Balihoslimin, gimana dengan baret merah? Perbedaan yang sangat ontologis. Hahaha.
Begitulah ontologis.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/balihoslimin-sembah-baliho-tni-turunkan-baliho-6XZLGBGKGo
Re-post by MigoBerita / Selasa/24112020/17.18Wita/Bjm