Migo Berita - Banjarmasin - PRO KONTRA Palestina Vs Zionis Israel . Banyak masyarakat Indonesia yang masih kurang memahami, apa yang menyebabkan Zionis Israel koq bisa menjajah Negara Palestina yang sudah lama menjadi tanah air mereka. Untuk memahami ini, ada baiknya yang PRO dan KONTRA secara jernih membaca artikel-artikel yang kita suguhkan hingga tuntas, sehingga tidak gagal paham. (Foto by Google Image)
PEMETAAN PENDUKUNG PALESTINA VS PENDUKUNG ISRAEL DI INDONESIA
(Ini pemetaan berdasarkan afiliasi agama ya)
PENDUKUNG PALESTINA:
1. Pendukung dari kalangan Muslim “radikalis” (mereka ini yang suka demo dengan bawa-bawa bendera hitam yang mereka klaim bendera “tauhid”). Mereka ini mengaku membela Palestina didasarkan agama dan sering pakai ayat untuk mendukung narasi mereka.
Tapi, mereka ini sebenarnya kaum gagal paham geopolitik Timteng. Mereka mengaku mendukung Palestina, tapi mendukung “jihad” di Suriah, padahal pemerintah Suriah adalah salah satu pendukung perjuangan bersenjata bangsa Palestina yang terjajah.
Kaum radikalis ini tidak sadar bahwa mereka sedang membantu Zionis. Kebencian kepada kaum Syiah [pemerintah Suriah dituduh Syiah] membuat mereka semakin teradikalisasi, lalu pro-terorisme (tapi mereka sebut “jihad”).
2. Pendukung dari kalangan Muslim humanis dan moderat. Misalnya, Presiden Jokowi dan Ibu Menlu Retno, sangat jelas berpihak pada Palestina. Mana mungkin mereka disebut “Muslim radikalis” kan? Kelompok ini membela Palestina dikarenakan nilai dasar bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: menentang penjajahan di muka bumi. Sebagian kelompok-2 ini juga melakukan aksi-aksi demo pro-Palestina, tapi jelas tidak bergabung dengan kelompok-1.
3. Pendukung dari kalangan non-Muslim, antara lain umat Kristiani. Ini perlu dipahami para netizen. Umat Kristiani yang benar-benar mempelajari Kitab Suci, pasti membela Palestina karena mereka paham bahwa ayat-ayat Kitab Suci yang sering dipakai kelompok Kristen pro-Israel adalah ayat-ayat yang ditafsirkan salah kaprah. Mereka paham fakta di lapangan bahwa umat Kristiani di Palestina pun menjadi korban kejahatan Israel, biarawan/ti dipersekusi, dan ada gereja yang dibakar/diserang. [1]
PENDUKUNG ISRAEL:
1. Pendukung dengan motif ekonomi dan politik. Mereka memanfaatkan isu Palestina-Israel untuk kepentingan mereka sendiri, tidak didasari agama. Misalnya, kalau hubungan diplomatik Indonesia-Israel dibuka, mereka bisa lebih leluasa berbisnis. Mereka ini ada yang Muslim, ada yang non-Muslim
2. Pendukung dari kalangan Kristen radikal. Banyak di antara mereka membawa-bawa ayat Kitab Suci untuk membela Israel. Umumnya mereka adalah kalangan Kristen Evangelis yang berjejaring dengan Amerika Serikat. Robert Gilpin (seorang profesor Hubungan Internasional) menulis: kebijakan luar negeri AS dipengaruhi oleh 3 kelompok, yaitu ultranasionalis, neokonservatif, dan Kristen Evangelis. Neokon dan Kristen Evangelis-lah yang membuat kebijakan luar negeri AS selalu pro-Israel; AS melakukan perang-perang di Timur Tengah demi Israel.
Kelompok Kristen Evangelis, kata Gilpin, melakukan “tafsir fundamentalis” atas Kitab Suci sebagai landasan dukungan pada Israel.
Apa itu “tafsir fundamentalis”? Yaitu, suka mencomot ayat secara harfiah (tidak dipahami dulu konteksnya, dll). Ini persis sama seperti para radikalis di kalangan Muslim: ada kata “bunuh” di Al Quran, langsung dipakai, tidak peduli pada penjelasan dari para ulama terkemuka mengenai maknanya, asbabun-nuzul, konteks, dll.
Nah, bila kaum radikal Muslim melakukan terorisme (“jihad” versi mereka) dengan berlandaskan ayat-ayat Quran yang ditafsirkan secara salah; kelompok radikal Kristen pun membela terorisme yang dilakukan rezim Zionis terhadap bangsa Palestina dengan ayat-ayat Kitab Suci yang ditafsirkan semaunya.
[Soal penafsiran Kitab Suci secara salah ini, sudah dikemukakan oleh pendukung Palestina kelompok-3]
3. Orang awam yang termakan narasi kelompok pro-Israel 1 & 2. Literasi yang rendah membuat mereka iya-iya saja saat dicekoki narasi: “yang pro-Palestina itu berarti pro-radikalis, lihat saja itu yang demo-demo di jalan, bawa bendera HTI kan?” atau “Hamas itu kan IM, sama dengan kelompok “jihad” di Suriah!” atau “Orang-orang pro-Palestina itu cuma mau cari donasi aja, nanti donasinya diserahkan ke teroris!”
Harapan saya, semoga kelompok awam ini semakin paham situasinya. Minimalnya, pahami peta dukungan pada Palestina, lihat ada kelompok pro-Palestina 2 dan 3. Yang bela Palestina bukan cuma yang kelompok-1, lho. Jangan gebyah uyah. Syukur-syukur, bisa paham bahwa yang terjadi di Palestina itu adalah penjajahan (settler colonialism).
Video: Roger Waters dan Pink Floyd menyanyikan lagu mendukung Palestina. Mereka ini musisi Amerika Serikat dan jelas bukan radikalis/pro-teroris. Mereka mendukung perjuangan Palestina karena mampu melihat bahwa bangsa Palestina jelas-jelas dalam keadaan tertindas.
—
[1] follow FB Felix Irianto Winardi (alumni Seminari Kentungan) atau Fransiscus Xaverius Arianto Nugroho, atau baca penjelasan Pastor Kopong: https://cutt.ly/pb5YrJI
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/05/23/pemetaan-pendukung-palestina-vs-pendukung-israel-di-indonesia/#more-7297
MEMBELA PALESTINA BUKAN BERARTI GANTI BENDERA
Membela Palestina itu bukan berarti kita GANTI BENDERA ya! Aneh banget kalau ada yang menggeser opini seperti ini. Seolah kalau kita bela Palestina, bendera kita ganti jadi bendera Palestina.
Bendera orang Indonesia ya jelas tetap merah putih. Kebijakan luar negeri kita juga jelas, pro Palestina. Masak Presiden Jokowi dibilang ganti bendera?
Bu Menlu Retno pernah bilang, “Palestina Ada di Jantung Politik Luar Negeri Indonesia.” Pak Jokowi pernah bilang, “Palestina ada di setiap helaan nafas diplomasi Indonesia.”
Begitu sulitkah memahami bahwa bahwa pembelaan kepada Palestina adalah amanah dari Bapak Bangsa kita, Bung Karno; amanah UUD 45, “bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan..?”
Begitu mudahnya sebagian netizen termakan propaganda yang ingin menggeser opini kemana-mana, termasuk ke urusan bendera. Tujuan penggeseran opini ini (sadar atau tidak) adalah melemahkan pembelaan kepada Palestina, sekaligus menggoyang kebijakan luar negeri RI.
Kalau tidak sanggup mikir yang berat, tidakkah tersisa sedikit saja hati nurani?
Banyak yang tidak paham bahwa pembelaan kepada Palestina sebenarnya terkait dengan pembelaan pada bangsa kita sendiri.
Misalnya, pihak-pihak “moderat” yang consern pada terorisme, apakah Anda tahu bahwa “jihad” Suriah sangat erat kaitannya dengan Israel?
Militer Israel mengakui sendiri bahwa mereka menyuplai dana dan senjata pada para “jihadis” Suriah. Saat “jihadis” Suriah terluka di perbatasan, dibawa ke rumah sakit di Israel. Bahkan dijenguk oleh Netanyahu. Tokoh-tokoh politik AS sendiri juga sudah mengecam bantuan dana dan senjata yang diberikan pemerintah AS kepada “jihadis”.
Mengapa AS dan Israel yang mengaku ‘pro demokrasi’ itu malah mendukung para teroris/”jihadis”? Lalu AS bahkan membunuh Jenderal Soleimani yang sukses memimpin perang mengalahkan ISIS?
Jawabannya: karena Assad adalah pembela Palestina di garis depan; artinya, dia adalah salah satu musuh terbesar Israel. Selain itu, ada bisnis raksasa gas alam yang membuat AS dkk perlu mengontrol Suriah (baca buku saya “Prahara Suriah”, download gratis di google).
Itulah sebabnya, ISIS (serta kelompok “jihadis”/teroris lain) tidak pernah menyerang Israel. Bahkan Menteri Perang Israel, Moshe Ya’alon menyatakan, “Di Suriah, jika pilihannya antara Iran dan ISIS, saya memilih ISIS.” [1]
Kalau kalian consern pada terorisme di Indonesia, pahami benang merahnya dengan situasi Timur Tengah.
Kalau kalian consern pada masalah ekonomi dan memahami soal imperialisme ekonomi, ini juga ada kaitannya dengan Israel.
John Perkins, dalam bukunya Confessions of an Economic Hit Man menceritakan bahwa modus operandi lembaga-lembaga keuangan AS dalam mengeruk uang bangsa Indonesia (dan negara berkembang/miskin lain) adalah dengan memberikan hutang raksasa kepada negara-negara berkembang.
Tulis Perkins, “Salah satu kondisi pinjaman itu –katakanlah US $ 1milyar untuk negara seperti Indonesia atau Ekuador—negara ini kemudian harus memberikan 90% dari uang pinjaman itu kepada satu atau beberapa perusahaan AS untuk membangun infrastruktur—misalnya Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan yang besar. Perusahaan-perusahaan ini kemudian akan membangun sistem listrik atau pelabuhan atau jalan tol, dan pada dasarnya proyek seperti ini hanya melayani sejumlah kecil keluarga-keluarga terkaya di negara-negara itu. Rakyat miskin di negara-negara itu akan terbentur pada hutang yang luar biasa besar, yang tidak mungkin mereka bayar.”
Lalu siapakah pemilik Halliburton atau Bechtel yang disebut Perkins? Siapa pemilik saham Big Oil yang menguasai ladang-ladang minyak di Indonesia? Mana saja perusahaan transnasional yang mengeruk uang sangat-sangat banyak di Indonesia dan seluruh dunia (sebagian dengan cara-cara kotor)? Misalnya, perusahaan multinasional air minum yang jualan air alami, sementara rakyat di sekitar pabriknya malah kekeringan.
Silakan cek, dan Anda akan menemukan nama-nama keluarga/dinasti Yahudi pro-Israel atau Kristen Evangelis yang sangat kaya. Merekalah tulang punggung ekonomi Israel. [Catat: yang dipersoalkan bukan Yahudi-nya atau Kristen-nya, melainkan dukungan mereka pada rezim yang melakukan kejahatan kemanusian di Palestina].
Sumbangan dana raksasa dari mereka, serta dukungan politik-militer AS, yang membuat rezim Zionis Israel bertahan hingga hari ini, terus melanjutkan kejahatannya di Palestina, serta tak pernah bisa diajak bernegosiasi secara adil demi kehidupan damai di Palestina.
Gilad Atzmon pernah menulis tentang “blood money”-nya Israel dan ia menyimpulkan, “Kita semua adalah Palestina, karena kita menghadapi musuh yang sama”. [2]
—
[1]https://www.timesofisrael.com/yaalon-i-would-prefer…/
[2]https://gilad.online/…/gilad-atzmon-israeli-economy-for…
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/05/21/membela-palestina-bukan-berarti-ganti-bendera/
Siapa yang Berhak Memiliki Palestina? (1)
Beberapa kali saya mendapat pertanyaan, yang kurang lebih berbunyi, “Bukankah memang Palestina itu zaman dahulu kala memang tanah milik kaum Yahudi? Karena itu, mereka memang berhak untuk kembali ke Palestina dan mengambil lagi tanah mereka.”
Jawaban dari pertanyaan ini sebenarnya sangat simple. Misalnya, bukankah bangsa yg lebih dulu hidup di Indonesia orang2 Yunan (Cina Selatan)? Apakah boleh mereka kini datang ke Indonesia dan mengklaim lagi tanah yang dulu pernah dihuni nenek-buyut-moyang mereka?
Tapi, tak ada salahnya kita membaca
sejarah, untuk mengetahui apakah benar orang2 Yahudi zaman dahulu pernah
hidup di Palestina dan kemudian terusir?
Tulisan Harun Yahya di bawah ini adalah tulisan yg menurut saya paling bagus; apalagi memakai dalil2 Al Quran. Saya copy dari sini.
***********
…semua tanah Palestina, khususnya Yerusalem, adalah suci untuk orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim. Alasannya adalah karena sebagian besar nabi-nabi Allah yang diutus untuk memperingatkan manusia menghabiskan sebagian atau seluruh kehidupannya di tanah ini.
Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan lembaran-lembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah kecil manusia yang mengikutinya pertama kali pindah ke Palestina, yang dikenal kemudian sebagai Kanaan, pada abad kesembilan belas sebelum Masehi. Tafsir Al-Qur’an menunjukkan bahwa Ibrahim (Abraham) AS, diperkirakan tinggal di daerah Palestina yang dikenal saat ini sebagai Al-Khalil (Hebron), tinggal di sana bersama Nabi Luth (Lot). Al-Qur’an menyebutkan perpindahan ini sebagai berikut:
Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (Qur’an, 21:69-71)
Daerah ini, yang digambarkan sebagai “tanah yang telah Kami berkati,” diterangkan dalam berbagai keterangan Al-Qur’an yang mengacu kepada tanah Palestina.
Sebelum [kedatangan] Ibrahim AS, bangsa Kanaan ([penghuni asli tanah] Palestina) tadinya adalah penyembah berhala. Ibrahim meyakinkan mereka untuk meninggalkan kekafirannya dan mengakui satu Tuhan. Menurut sumber-sumber sejarah, beliau mendirikan rumah untuk istrinya Hajar dan putranya Isma’il (Ishmael) di Mekah dan sekitarnya, sementara istrinya yang lain Sarah, dan putra keduanya Ishaq (Isaac) tetap di Kanaan. Seperti itu pulalah, Al-Qur’an menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim mendirikan rumah untuk beberapa putranya di sekitar Baitul Haram, yang menurut penjelasan Al-Qur’an bertempat di lembah Mekah.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Qur’an, 14:37)
Akan tetapi, putra Ishaq, [yaitu] Ya’kub (Jacob) pindah ke Mesir selama putranya Yusuf (Joseph) diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’kub juga dikenang sebagai “Bani Israil.”) Setelah dibebaskannya Yusuf dari penjara dan penunjukan dirinya sebagai kepala bendahara Mesir, Bani Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir.
Suatu kali, keadaan mereka berubah setelah berlalunya waktu, dan Firaun memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah menjadikan Musa (Moses) nabi-Nya selama masa itu, dan memerintahkannya untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Ia pergi menemui Firaun, memintanya untuk meninggalkan keyakinan kafirnya dan menyerahkan diri kepada Allah, dan membebaskan Bani Israil yang disebut juga orang-orang Israel. Namun Firaun seorang tiran yang kejam dan bengis. Ia memperbudak Bani Israil, mempekerjakan mereka hingga hampir mati, dan kemudian memerintahkan dibunuhnya anak-anak lelaki. Meneruskan kekejamannya, ia memberi tanggapan penuh kebencian kepada Musa. Untuk mencegah pengikut-pengikutnya, yang sebenarnya adalah tukang-tukang sihirnya dari mempercayai Musa, ia mengancam memenggal tangan dan kakinya secara bersilangan.
Musa AS dan kaumnya [kemudian lari] meninggalkan Mesir [dikejar-kejar
Firaun dan pasukannya], dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar
tahun 1250 SM. Mereka tinggal di Semenanjung Sinai dan timur Kanaan.
Dalam Al-Qur’an, Musa memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Kanaan:
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada
musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (Qur’an, 5:21)
Setelah Musa AS, bangsa Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina). Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan berpengaruh. Selama pemerintahan putranya Sulaiman (Solomon), batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara. Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa. Setelah wafatnya, Allah mengutus banyak lagi nabi kepada Bani Israil meskipun dalam banyak hal mereka tidak mendengarkan mereka dan mengkhianati Allah.
Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan ditempati oleh berbagai orang-orang penyembah berhala, dan bangsa Israel, yang juga dikenal sebagai Yahudi pada saat itu, diperbudak kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh Kerajaaan Romawi, Nabi ‘Isa (Jesus) AS datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk meninggalkan kesombongannya, takhayulnya, dan pengkhianatannya, dan hidup menurut agama Allah. Sangat sedikit orang Yahudi yang meyakininya; sebagian besar Bani Israel mengingkarinya. Dan, seperti disebutkan Al-Qur’an, mereka itu yang: “telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (Al-Qur’an, 5:78).
Setelah berlalunya waktu, Allah mempertemukan orang-orang Yahudi dengan bangsa Romawi, yang mengusir mereka semua keluar dari Palestina.
Tujuan penjelasan yang panjang lebar ini adalah untuk menunjukkan bahwa pendapat dasar Zionis bahwa “Palestina adalah tanah Allah yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi” tidaklah benar. Pokok permasalahan ini akan dibahas secara lebih rinci dalam bab tentang Zionisme.
Zionisme menerjemahkan pandangan tentang “orang-orang terpilih” dan “tanah terjanji” dari sudut pandang kebangsaannya. Menurut pernyataan ini, setiap orang yang berasal dari Yahudi itu “terpilih” dan memiliki “tanah terjanji.” Padahal, ras tidak ada nilainya dalam pandangan Allah, karena yang penting adalah ketakwaan dan keimanan seseorang. Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang rasnya.
Al-Qur’an juga menekankan kenyataan ini. Allah menyatakan bahwa
warisan Ibrahim bukanlah orang-orang Yahudi yang bangga sebagai
“anak-anak Ibrahim,” melainkan orang-orang Islam yang hidup menurut
agama ini:
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang
yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang
beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang
yang beriman. (Qur’an, 3:68)
****************
Komentar Dina:
Saat nabi Ibrahim datang ke Kanaan, sudah ada penduduk aslinya (oleh Harun Yahya disebut sebagai bangsa Kana’an–di buku Middle East-nya Bernard Lewis disebut suku Philistine). Artinya, bukan orang2 Yahudi yg pertama menempati kawasan itu. (Note: Nabi Ibrahim ber- ras Yahudi, atas dasar itulah orang-orang Yahudi mengklaim diri sebagai keturunan dan pengikut Ibrahim; padahal seperti tertulis di QS 2:125-134, agama Nabi Ibrahim bukanlah agama Yahudi, melainkan Islam; artinya tak ada hubungan antara ras dan agama).
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2008/11/10/siapa-yang-berhak-memiliki-palestina-1/
Siapa yang Berhak Memiliki Palestina (2)
Dalam tulisan sebelumnya, saya meng-copas sejarah Palestina yang ditulis oleh Harun Yahya. Mungkin bermanfaat buat mereka yang ingin tahu, sebenarnya dulu itu, milik siapakah Palestina?
Namun, saya berpendapat, meneliti kasus Palestina-Israel harus ditarik sejak era Imperium Utsmani. Saat itu, bangsa Palestina memiliki wakil di parlemen Utsmani, yang menunjukkan bahwa memang ada entitas yang mendiami wilayah Palestina dan mereka telah memiliki tatanan social politik yang relative maju pada zamannya.[1]
Pada tahun 1914: Perang Dunia I dimulai dan pada bulan November tahun yang sama, Menlu Inggris, Balfour, mengeluarkan deklarasi Balfour yang berisi dukungan Inggris bagi terbentuknya negara bagi kaum Yahudi di Palestina. PD I berakhir tahun 1918 dengan runtuhnya Imperium Utsmani. Seiring dengan itu, gelombang imigran Yahudi berdatangan ke Palestina secara bertahap, sehingga pada thn 1921 populasi Yahudi di Palestina meningkat jadi 12% dengan kepemilikan tanah 3% (dari luas total tanah). [2]
Pada bulan Januari-Juni 1919, para pemenang perang melakukan konferensi untuk bagi-bagi wilayah, tapi disebut dengan “Konferensi Damai” di Paris digelar. Dalam konferensi inilah disepakati bahwa nama “Palestina” digunakan untuk wilayah tertentu yang sudah ditetapkan, yaitu wilayah yang hari ini terdiri dari Israel, Palestina, dan Yordania. Yordania diputuskan untuk menjadi negara tersendiri pada tahun 1946.
Sejak itu pula, proses pendirian negara khusus Yahudi di atas tanah Palestina dimulai. Pembebasan tanah (melalui pembelian atau pemaksaan pembelian), pengusiran, pembunuhan dilakukan oleh organisasi-organisasi Yahudi Zionis.
Pada 29 November 1947 PBB mengeluarkan Resolusi 181 berisi rencana pembagian wilayah Palestina (UN Partition Plan), yang mengalokasikan 56.5% wilayah Palestina untuk pendirian negara Yahudi, 43% untuk negara Arab, dan Jerusalem menjadi wilayah internasional. Tapi kelak, pada tahun 1967 –setelah terjadinya Perang 6 Hari Arab-Israel—Israel menduduki Sinai, Golan, dan seluruh wilayah Palestina.
Untuk menaklukkan kawasan-kawasan yang oleh Resolusi 181 dijadikan ‘jatah’ wilayah untuk Israel (faktanya, di kawasan didiami oleh orang-orang Palestina, orang-orang Zionis melancarkan operasi militer (disebut Plan Dalet) dengan dipimpin Ben Gurion. Operasi-operasi ini dapat dilaksanakan dalam bentuk berikut ini: menghancurkan desa-desa (dengan membakar, meledakkan, dan menanam ranjau di reruntuhan desa itu)… atau menyisir kawasan pegunungan dan melakukan operasi pengontrolan dengan mengikuti petunjuk ini: mengepung desa-desa dan melakukan pencarian di dalam desa-desa itu. Bila ada perlawanan, kekuatan bersenjata harus dilenyapkan dan penduduk desa diusir hingga keluar dari perbatasan negara.
Tahap pertama operasi (1947-1948), pasukan Zionis mengusir 780.000 warga Palestina dari tanah mereka, tahap kedua 452.780 warga diusir, selanjutnya, 347.220 lagi diusir, dan tahap ketiga (1954) 800.000 warga Palestina diusir. Selain pengusiran, dalam operasi Plan Dalet itu, ratusan desa dan jutaan hektar ladang dihancurkan, pembantaian massal dilakukan di desa2 yang penduduknya menolak angkat kaki (salah satu yang paling tragis: pembantaian massal di desa Deir Yassin). Mereka yang lari mengungsi, hidup di tenda-tenda pengungsian di luar kawasan ‘jatah’ Israel, dan sampai kini, mereka terus hidup di sana, atau mengungsi lagi ke tempat-tempat lain (termasuk ke luar negeri). Total jumlah pengungsi Palestina hari ini sudah mencapai lebih dari 5 juta orang!
Tahun 1948, negara Israel diproklamasikan.
Dengan melihat sejarah pendirian Israel, siapa yang masih bisa mengatakan bahwa Israel adalah negara yang legal dan mereka memang berhak memiliki Palestina?
Lalu, apa solusinya? Bagaimana nasib orang-orang Yahudi Zionis yang sudah beranak-cucu di Israel? Lalu, apa yang harus dilakukan dengan 5 juta pengungsi Palestina itu? Bila mereka dikembalikan ke tanah mereka, bukankah di sana sudah bercokol orang2 Yahudi Zionis? Apa mereka harus diusir? Di mana jalan keluar?
Jawaban lengkapnya, silahkan dibaca di buku Ahmadinejad on Palestine… (penulis: Dina Y Sulaeman, penerbit: Pustaka IIMaN)
Maaf, bukannya mau jualan… tapi tak mungkin kan, semua isi buku saya tulis di sini? Bisa diamuk ama penerbitnya deh
[1] Dina Y. Sulaeman, Ahmadinejad on Palestine, penerbit: Pustaka IIMaN
[2] Kronologis yg lebih detil bisa dibaca di buku Ahmadinejad on Palestine
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2009/01/04/siapa-yang-berhak-memiliki-palestina-2/
Jawaban Untuk ZSM Penyembah Israel (1)
Ada akun pendukung Zionis di Indonesia; dia orang Indonesia asli tapi fanatik membabi-buta membela Israel, membuat video ngawur membantah pernyataan saya. Istilah untuk orang macam ini adalah ZSM (Zionis Sawo Matang).
Saya akan jawab satu-satu ya. Pertama, si ZSM koplak ini bilang, “Siapa bilang Palestina belum merdeka, kan Palestina punya Presiden?”
Argumen seperti ini adalah cara ZSM mengelabui orang-orang awam Indonesia dengan tujuan agar semakin banyak orang Indonesia yang pro-Israel, kalau perlu, buka hubungan diplomatik dengan Israel.
Jawaban saya begini :
(1) Status Palestina adalah “non-member observer state” di PBB (negara-pengamat-non-anggota). ARTINYA: status Palestina BEDA dengan negara “normal”. DI PBB, Palestina tidak punya hak suara.
(2) Proses yang terjadi: bangsa Palestina tahun 1988 (waktu itu diwakili PLO) mendeklarasikan “kemerdekaan Palestina”, sebagai upaya diplomatik, diharapkan dengan cara ini, bangsa Palestina bisa masuk ke forum-forum internasional untuk memperjuangkan nasib mereka, bisa menjalin kerjasama dengan lebih intens dengan negara-negara lain, dengan tujuan agar negara-negara sedunia mau mendukung perjuangan mereka.
(3) Seiring waktu, semakin banyak negara yang mau mengakui Palestina, tapi memang kondisinya masih terjajah, pemerintahannya juga belum berdaulat, batas-batas wilayahnya masih belum diakui oleh Israel. ARTINYA, syarat berdirinya negara masih belum terpenuhi. Tapi secara diplomatik, perjuangan di PBB (termasuk Indonesia yang sangat gigih selama ini), ada peningkatan status, yaitu “non-member observer state” dan dalam dokumen-dokumen PBB, istilah yang dipakai sejak 2012 adalah “State of Palestine”.
Di antara negara yg belum mengakui “negara Palestina” adalah AS, dan Israel. JADI WAHAI ZSM, negara junjungan kalian (Israel) saja tidak mengakui “negara Palestina”, mengapa kalian ngotot memaksakan narasi menipu rakyat Indonesia bahwa “Palestina sudah merdeka”??
Di video ini, https://www.facebook.com/DinaY.Sulaeman/videos/4054507291262747 terlihat seperti apa kehidupan sehari-hari di Palestina. Lihat betapa cara berpakaian mereka sama seperti kaum muda di Indonesia; ada yang berjilbab, ada yang tidak; pakai celana jeans dan T-Shirt. Anak-anak muda itu sungguh sama seperti anak-anak muda di berbagai belahan dunia. Mereka punya mimpi, punya keinginan untuk hidup tenteram.
Tapi, sewaktu-waktu rumah mereka bisa dirampas oleh orang Yahudi-Zionis gila tak bernurani, yang ujug-ujug datang dari negeri-negeri lain. (Perhatikan perkataan para Yahudi-Zion di video ini untuk melihat kegilaan mereka).
Sewaktu-waktu warga Palestina bisa diusir semena-mena dari rumah mereka, oleh para Yahudi-Zionis ini, dibantu oleh tentara Israel.
Warga Palestina ini tidak bisa melawan, tidak ada yang membela mereka. Mau lapor siapa? Itulah buktinya bahwa “pemerintah” atau “Presiden” Palestina sesungguhnya memang belum punya kekuasaan, belum berdaulat. JADI: PALESTINA BELUM MERDEKA.
[Lokasi di video: kawasan Sheikh Jarrah, Jerusalem timur]
#SaveSheikhJarrah#Harialquds#Alqudsday2021#Qudsday2021
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/05/04/jawaban-untuk-zsm-penyembah-israel-1/
Jawaban Untuk ZSM Penyembah Israel (2)
Jawaban bagian ke-2 saya gabung aja sekalian dalam podcast Serial Kajian Timur Tengah.
Buat yang ketinggalan berita.. jadi ceritanya gini, ada akun yayasan pendukung Zionis di Indonesia; mereka orang Indonesia asli tapi fanatik membabi-buta membela Israel, membuat video ngawur membantah pernyataan saya. Istilah untuk orang macam ini adalah ZSM (Zionis Sawo Matang).
Isinya propaganda dengan berbagai narasi yang menyesatkan. Misalnya, “Palestina itu udah merdeka kok, buktinya punya Presiden, ngapain dibela-bela mulu?” atau “Milisi Palestina, Hamas, itu kan teroris?! Berarti kalian bela teroris dong?”
Di Serial Kajian Timur Tengah #5 ini, saya berikan jawaban terhadap beberapa propaganda menyesatkan dari kelompok Zionis-Indonesia itu.
Podcast ini dibuat dalam rangka Al Quds International Day yang diperingati setiap hari Jumat terakhir di bulan Ramaadhan. Video saya upload tanggal 7 Mei 2021 / 25 Ramadhan 1442 H, hari Jumat.
https://www.youtube.com/watch?v=Dc3isxgPX4w
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/05/08/jawaban-untuk-zsm-penyembah-israel-2/
FALASI ZSM
Para ZSM akhir-akhir ini memviralkan tulisan seseorang yang berjudul “Yerusalem Menurut Pandangan Seorang Ilmuwan Islam dari Indonesia”. Nama orang yang konon ilmuwan ini adalah Arifin Yahya, saya tak kenal.
Saya menulis tanggapan atas permintaan seorang saudara saya. Tanggapan singkat saja.
Begini, ada banyak versi sejarah, mengapa ketika ada 1 versi saja yang dikemukakan, itupun via WA, entah bagaimana validitasnya, langsung diterima mentah-mentah? Bukankah ada versi lain (dan ini diterima luas di kalangan Muslim, Kristiani, dan Yahudi) bahwa Israel adalah gelar untuk Nabi Ya’kub (bermakna “hamba Allah”). Bukankah salah satu anak Nabi Yakub (yang juga terlibat dalam “penenggelaman” Nabi Yusuf ke sumur) namanya Yahuda, yang kemudian, nama agama Yahudi dinisbahkan kepada Yahuda?
Saat Nabi Yakub dan keluarganya pindah dari Faddan Aram (Irak) ke Kan’an (Palestina saat ini) di wilayah itu sudah ada penduduknya. Jadi, Bani Israel (yang bermakna keturunan Ya’kub) bukan “pribumi” dong (kalau mau pake logika pribumi-pribumian).
Lalu, si “Ilmuwan Islam” itu bilang bahwa perang Salib dipicu oleh didirikannya Masjidil Aqsa pada tahun 705 M. Ini jelas koplak sekoplak-koplaknya. Perang Salib kan pertama kali meletus tahun 1096? Pemicunya adalah perilaku tentara Seljuk yang bikin sakit hati kaum Kristiani. Seljuk merebut beberapa kawasan milik Kekaisaran Byzantium, termasuk wilayah strategis Anatolia.
Seljuk juga merebut Palestina dari kekuasaan Dinasti Fathimiah (jadi ini perang antara 2 kelompok Muslim), lalu mereka memberlakukan kebijakan ketat di Yerusalem, misalnya, hanya orang dengan usia tertentu yang boleh ziarah ke Yerusalem dan dilakukan pemungutan uang yang cukup besar dari peziarah. Dan yang suka ziarah ke Yerusalem, di antaranya umat Kristiani, jadi mereka dirugikan atas aturan ini.
[Seljuk adalah pemerintahan Muslim yang berkuasa secara de facto atas Khilafah Abbasiah pada era itu].
Perilaku Seljuk ini memunculkan resistensi dari kaum Kristiani, dan akhirnya Paus Urbanus II memobilisasi kekuatan Kristiani utk merebut Yerusalem.
Catat: artinya Perang Salib ini Kristiani vs Islam (ga nyambung jika diseret ke isu Palestina-Israel)
**
Tentu akan muncul bantahan atas yang saya tulis ini. Artinya: ADA PERBEDAAN PENDAPAT DI ANTARA SEJARAWAN, ya kan?
Nah, ketika ada perdebatan versi sejarah, apa yang harus dilakukan? Tentu saja diskusi, debat, dialog, kajian akademis, dst.
Tapi apa yang dilakukan Yahudi Zionis di atas perbedaan versi sejarah ini? Kaum Zionis MEMBUNUH, MERAMPAS TANAH, MENJAJAH Palestina, atas klaim sejarah versi mereka sendiri. Mereka mengabaikan sejarah versi sejarawan lain, termasuk sejarawan Yahudi sendiri.
Selain itu, menghukumi (melakukan tindakan hukum) atas sesuatu di ZAMAN NOW dengan dasar sejarah yang terjadi sebelumnya, adalah cara pikir yang KACAU/Falasi. Apa Anda mau menerima logika dosa turunan?
Karena konon yang nulis ilmuwan Muslim, saya tanya, apa dia pernah baca Quran ya? Di QS 2:141 Allah berfirman: “Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.”
Seandainya dulu benar Jalut adalah orang Palestina yang jahat ke umat Yahudi, apakah orang-orang Arab Palestina yang hidup saat ini yang harus menanggung dosanya dan boleh dibantai oleh Yahudi-Israel? Lalu, bagaimana dengan catatan sejarah tentang kejahatan umat Yahudi zaman dulu? Sudah tahu kan, yang membunuh Isa Al Masih (Yesus) adalah orang Yahudi?
Logika falasi yang sama: penjajah Belanda dulu jahat sama orang Indonesia, apa dibenarkan bila di zaman NOW, kita serbu Belanda dan kita bunuh-bunuhin orang Belanda?
CARA Berpikir yang benar: LIHAT ZAMAN NOW, apa yang terjadi? Fakta riilnya, telah terjadi migrasi besar-besaran orang Yahudi dari Eropa ke Palestina pasca PD I, dengan dibiayai para pengusaha kaya Yahudi zaman old, dan dilindungi secara militer oleh Inggris yang saat itu menjajah Palestina. Lalu tahun 1947 dengan secara sepihak PBB membagi dua wilayah Palestina, 56% diberikan kepada Yahudi pendatang itu untuk didirikan negara Israel.
Lalu yang terjadi adalah pengusiran dan pembunuhan, (bahkan sejarawan Israel sendiri, Ilan Pappe, menyebutnya ethnic cleansing) terhadap warga yang menempati wilayah yang 56%. Kejahatan Yahudi-Israel masih terus berlanjut sampai NOW, perampasan tanah dan pembunuhan terus mereka lakukan.
Mudah-mudahan bisa dipahami ya. Pesan saya, jangan mudah goyah baca tulisan ZSM yang memang ahli mengacau pikiran orang dengan teknik framing dan menghilangkan (bahkan memalsukan) sebagian data.
—
Foto: Muslim dan Kristiani Palestina dalam perayaan Natal di Ramalah, 2015 (sumber: thearabweekly.com)
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2019/12/27/falasi-zsm/
Falasi ZSM (Lagi)
ZSM (istilah untuk orang Indonesia pembela Israel) punya satu hobi khusus: playing victim, memposisikan kaum Yahudi sebagai korban. Kecaman terhadap Israel dia samakan dengan ‘kebencian kepada Yahudi’. Seorang tokoh ZSM keliling ke seluruh Indonesia bikin acara nobar film bertema toleransi pada Yahudi. Toleransi antarumat beragama itu bagus, sangat bagus. Jangan lupa bahwa Rasulullah Muhammad bahkan sudah mengajarkannya ribuan tahun yang lalu: beliau menyuapi seorang Yahudi buta yang setiap hari mencaci-makinya.
Tapi, bila toleransi dipromosikan oleh seorang PEMBELA Israel, alarm kritis kita harus disetel. Karena, inilah falasi (kesalahan logika) yang sedang ditularkan oleh para ZSM: toleran pada Yahudi = toleran pada Israel.
Adakah manusia berhati nurani yang menolerir penjajahan dan penindasan?
Coba saja ditanyakan pada ZSM ini: mengapa Israel merampas tanah-rumah warga Palestina, bahkan sampai hari ini, perampasan terus berlanjut?
Jawabnya: *?*8&#$ [saking ruwet jawabannya, melantur ke sana-sini, bawa Alkitab, bahkan bawa Nabi Musa]
Ada ZSM yang mempertanyakan, mengapa Israel selalu disalahkan dalam berbagai konflik di Timteng?
Mungkin dia perlu membaca jurnal-jurnal ilmiah, yang ditulis oleh orang AS sendiri, atau dokumen CIA yang sudah declassified, bahwa segala perang yang dilakukan AS di Timteng adalah DEMI MENJAGA KEPENTINGAN ISRAEL.
Doktrin kebijakan luar negeri AS adalah:
kepentingan nasional AS SAMA DENGAN kepentingan nasional Israel. Kalimat
ini selalu diulang-ulang setiap kandidat presiden AS saat berpidato di
depan organisasi-organisasi lobby Yahudi.
Jadi, ini bukan teori konspirasi ya. Ini bahasan yang sangat akademis dan ilmiah.
Penstudi HI pasti kenal dengan nama Robert Gilpin. Silahkan download artikel jurnalnya yang dimuat di jurnal bergengsi, International Relations. Judulnya: “War is Too Important to Be Left to Ideological Amateurs” [perang terlalu penting untuk dibiarkan ada di tangan amatir ideologis].
Gilpin menulis, keputusan pemerintah AS untuk mengobarkan Perang Irak adalah karena dorongan dari 3 kelompok: ultra-nationalis, neo-konservatif, dan Kristen-Evangelis.
Kelompok pertama, motivasinya adalah demi minyak dan dominasi global AS; kelompok kedua motivasinya adalah: restrukturisasi radikal atas relasi geopolitik di kawasan dengan tujuan untuk menciptakan KEAMANAN JANGKA PANJANG BAGI ISRAEL.
Terkait kelompok ketiga, baru-baru ini ada anggota Komnas HAM yang terang-terangan menulis bahwa bintang Daud (simbol bendera Israel) adalah ‘simbol tauhid umat Kristen’.
Nah terkait ajaran Kristiani, coba dibaca-baca tulisan di Fanpage Felix Irianto Winardi (beliau alumni Seminari, jadi sangat paham soal Alkitab). Beliau menjelaskan bahwa memang ada ‘mazhab’ dalam umat Kristiani yang menyalahgunakan ayat-ayat Alkitab untuk menjustifikasi Israel.
Jadi, perlu digarisbawahi: kita tidak boleh menyamaratakan seluruh umat Kristiani sebagai pendukung Israel. Kita pun perlu mengakui bahwa banyak juga orang Yahudi yang anti-Israel (saya pernah menulis beberapa kali tentang orang-orang Yahudi, tinggal di Israel, tapi justru berjuang membela Palestina).
Nah, balik ke tulisan Gilpin; antara lain dia menulis, “Sementara itu, kelompok neo-konservatif, baik yang berada di dalam pemerintahan atau individu di luar, seperti Paul Wolfowitz, Richard Perle, dan Daniel Pipes, sangat mementingkan keamanan Israel. Mereka meyakini bahwa menghilangkan ‘ancaman Irak’ terkait dengan keamanan bagi Israel (Gilpin, 2005: 15).
Dua profesor HI, Mearsheimer dan Walt, pernah menulis paper “The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy” yang juga menyebutkan hal senada: kelompok lobby Yahudi Zionis AS telah berhasil menggeser arah kebijakan luar negeri AS; bukan lagi demi kepentingan warga AS tapi demi kepentingan Israel. Jadi, AS perang di sana-sini adalah demi Israel.
Nah, dari keterangan singkat ini, semoga jelas ya, bagaimana keterkaitan AS-Israel dan berbagai konflik di Timteng?
Oiya, setiap Jumat terakhir di bulan Ramadhan, setiap tahun, ada aksi demo digelar di seluruh dunia: demo membela Palestina (Demo Yaumul Quds). Di Indonesia, dilaksanakan tanggal 8 Juni 2018 jam 14, di depan Kedubes AS.
Mengapa Kedubes AS yang didemo? Sudah tahu sekarang jawabannya, ya?
Lalu mengapa sih kita harus bela Palestina? Pertama, karena ini amanah UUD kita dan ini kebijakan luar negeri Indonesia. (Jadi, ZSM yang memprotes kebijakan luar negeri Indonesia, bahkan menyebut pernyataan Menlu yang mengecam tindakan brutal Israel sebagai bentuk dukungan pada teroris, perlu dipertanyakan, dia lebih setia pada Indonesiakah, atau pada Israel?)
Kedua, karena “Palestina adalah kita” (baca penjelasannya besok ya, di fanpage ini).
#JanganMauDikadalinFalasiZSM
#SaveNKRI
#SavePalestine
—
Soft-file Obama Revealed dan Ahmadinejad on Palestine (ini buku berbahasa Indonesia):
Klik untuk mengakses Obama-Revealed-PDF.pdf
http://ic-mes.org/politics/unduh-gratis-ahmadinejad-on-palestine/
Foto: Demo Al Quds Internasional di Indonesia (2017)
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/07/04/falasi-zsm-lagi/
Master Deddy dan Histeria Para Pengepul
Master Deddy Corbuzier itu orang sangat cerdas dan berkarakter kuat, makanya bisa sampai di posisinya hari ini. Beliau sama sekali bukan youtuber alay. Bintang tamu yang beliau pilih pastilah sudah diteliti dulu rekam jejaknya.
Jadi lucu banget kalau para pengepul dan fansnya histeris banget di kolom komen, menyebut “salah undang narsum”. Bahkan sekarang video diskusi saya dan Master Deddy di IG sudah dihapus (oleh pihak IG, tentu karena banyak yang report). Gaes, kalian itu benar-benar meremehkan profesionalitas Master Deddy dan timnya.
Bahkan ada emak-emak histeris yang menulis surat untuk Master Deddy, membantah saya dengan cara sangat rendah dan murahan. Sama sekali tidak ada argumen intelektual. Dan saat dicek rekam jejak emak-emak histeris ini, ternyata dia punya lembaga pengepul donasi. Oalaa.. pantesan histeris.
Lihat screen shot iklan lembaga donasi si emak ini di komen dan mari kita analisis dengan cara intelek. Bukan dengan cara histeris dan main fitnah.
Disebutkan di iklan donasi itu: “ada 10 sekolah yang ditarget (dibom/diserang) oleh rezim Bashar Assad setiap hari.”
Saya kasih tahu ya, di PBB itu ada skema “humanitarian intervention.” Kalau ada bukti otentik terbukti kejahatan kemanusiaan di Suriah, Dewan Keamanan PBB bisa memberi mandat kepada NATO untuk menyerbu.
Mungkin ada yang bilang: ya kan PBB juga tebang pilih? Nah, yang ngerti geopol, pasti ngerti kalau sejak puluhan tahun yll, AS sudah gemes banget ingin menggulingkan Assad. Dulu, AS membacking pemberontakan Ikhwanul Muslimin di era Hafez Assad. Sekarang, di era Bashar Assad, AS juga mendukung operasi penggulingan rezim yang dilakukan “pemberontak moderat” (ini istilah yang dipakai media Barat untuk FSA, Jaish Al Islam, HTS, dll itu). Para pengepul menyebut mereka “mujahidin”.
Jadi, kalau benar ada bukti valid, AS akan terdepan menggalang Sidang DK, memaksakan agar ada humanitarian intervention. Tapi selama ini ga bisa, bukti yang disodorkan selalu saja ketahuan “bermasalah”, dengan gampang diveto oleh China dan Rusia.
Kalau bukti sudah sangat otentik, China dan Rusia juga ga mau mengorbankan national interest mereka. [kalimat ini berbasis teori, tidak asal ditulis; sepertinya sulit dipahami oleh mereka yang cuma bisa histeris “syiah-syiah”].
Satelit AS itu bisa memantau semua pergerakan di Suriah. Kalau benar Assad tiap hari membombardir 10 sekolah, AS akan terdepan mengabarkan pada dunia. Rusia juga punya satelit semacam itu. Makanya, setelah Rusia setuju membantu Suriah pada 2015, dengan segera Rusia bisa mengeluarkan foto satelit, merekam pergerakan truk-truk minyak yang dicolong ISIS, masuk ke Turki.
(Pertanyaannya: AS pasti juga punya foto satelit yang sama, mengapa tidak dirilis? Bukankah AS mengaku datang ke Suriah melawan ISIS? Mereka yang paham geopol Timteng pasti sudah tahu jawabannya apa.)
Selama ini, saking sulitnya mendapatkan bukti “kejahatan” pemerintah Suriah, yang bisa jadi syarat untuk keluarnya mandat PBB ke NATO, Barat pun membikin-bikin bukti.
Misalnya, lewat Amnesty Internasional. Sejak awal konflik, yaitu sejak awal munculnya demo-demo massa di Daraa, AI dengan cepat merilis laporan berjudul “Deadly detention: Deaths in custody amid popular protest in Syria”.
Laporan itu dirilis Agustus 2011, padahal demo pertama di Daraa terjadi Maret 2011. Artinya dalam waktu 5 bulan, AI sudah membuat laporan dengan kesimpulan: pemerintah Suriah melakukan kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) dan menyerukan dunia internasional mengambil tindakan menghukum pemerintah Suriah.
Namun pertanyaannya, bagaimana mungkin hanya dalam lima bulan, AI bisa membuat laporan itu? Bila pemerintah Suriah dituduh melakukan ‘serangan secara luas dan sistematis’, artinya, kawasan yang harus diteliti juga sangat luas dan menggunakan metode penelitian yang benar, antara lain melewati prosedur desain penelitian, persiapan, pelaksanaan penelitian, pengolahan data, interpretasi data, penulisan, dan pengecekan keakuratan penulisan.
Kenyataannya, sebagaimana dicantumkan dalam “aksi cepat lapor” itu, peneliti AI melakukan wawancara kepada orang-orang Suriah yang sudah mengungsi ke Lebanon dan Turki, dan berkomunikasi dengan email dan telepon dengan warga di Suriah, yang disebut sebagai “keluarga korban, aktivis HAM, dokter, dan tahanan yang baru dibebaskan”. Narasumber lainnya adalah aktivis HAM yang tinggal di luar Suriah.
Lebih parah lagi, di halaman 5, AI mengaku sendiri kok, “Amnesty International has not been able to conduct first-hand research on the ground in Syria during 2011” [AI tidak bisa melakukan penelitian langsung lapangan di Suriah selama 2011]. Artinya: TIDAK ADA SUMBER PRIMER.
Orang yang paham penelitian, pasti paham apa maksud tidak ada sumber primer, tidak ada corroboration, dan tidak ada cross-checking. Untungnya di PBB banyak orang pintar, jadi mereka punya kapabilitas untuk meneliti sebuah laporan.
Ok segini dulu. Saya cuma mau kasih lihat, gini lho cara intelek membantah orang.
Pesan saya: monggo kalian menggalang donasi, tapi JANGAN BOHONG demi mengumbar kemarahan publik (supaya mau merogoh kocek). Karena, dampaknya ngefek banget, banyak orang yang jadi teradikalisasi karena info bohong, lalu lama-lama sangat mungkin jadi teroris. Kalau kalian benar cinta kemanusiaan, carilah donasi dengan cara manusiawi juga.
——–
Note: Master Deddy TIDAK berkomentar apapun ke saya soal surat si emak ini. Jadi yang saya tulis ini murni pendapat pribadi, tidak ada koordinasi dengan Master Deddy.
Yuk ikuti ajakan Master Deddy di podcast terbarunya, agar kita semua berani bicara melawan orang-orang yang menyebar kebencian, yang suka mengkafir-kafirkan, demi menjaga keutuhan bangsa ini.
https://www.youtube.com/watch?v=E4KmQWUoTvs&t=44s
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/04/01/master-deddy-dan-histeria-para-pengepul/
Ketika ZSM Sewot Saat Video Kebrutalan Tentara Israel Diupload
Sekarang ini era medsos dan smartphone. Semua kejadian di Palestina (baik itu Jerusalem, Gaza, maupun Tepi Barat), sangat mudah kita akses, kalau mau. Orang-orang di sana langsung merekam apapun kejadian yang mereka alami, lalu upload di medsos. Al Aqsa sudah memanas beberapa pekan terakhir ini. Tentara Israel di Jerusalem timur menggila, menyerang orang-orang Palestina di sana. Bisa Anda ikuti update hariannya di beberapa fanpage Palestina, misalnya Eye On Palestine atau Quds News Network.
Orang-orang yang mengikuti setiap hari, tidak “kaget” lagi lihat video-video kebrutalan tentara Israel. Saya memang belum pernah posting videonya di fanpage. Soalnya, waktu saya terbatas, banyak yang harus ditulis. Tidak semua hal sempat saya tulis.
Lucunya, ketika hari ini saya share salah satu videonya, kok banyak yang “kepanasan” dan protes. Ada yang bilang “kok share video aja ga pake penjelasan?” Padahal sudah ada penjelasannya: kejadian tadi malam, orang sedang sholat tarawih diserang sama tentara Israel. Kalau mau juga bisa google, sudah masuk media. Atau ada yang nanya-nanya untuk mencoba “menjustifikasi” kejadian itu. Saya pikir, ini menunjukkan bahwa sesungguhnya mereka malu juga lihat negara junjungannya ketahuan berbuat brutal lalu mau cari-cari kesalahan korban (blaming the victim).
Lagi pula, siapa kalian, nyuruh saya bikin analisis panjang lebar setiap upload? Saya nulis bertahun-tahun soal Palestina pun kalian ga mau baca kan? (Kalian = ZSM).
Ini saya share satu video lagi ya, kali ini yang jadi korban adalah umat Nasrani Palestina yang mencoba masuk Gereja “Church of the Holy Sepulchre” untuk merayakan hari Sabat Agung (Sabtu Suci). Kejadiannya 6 hr yll, video diupload IG https://www.instagram.com/p/COVCPeIJstS/?igshid=8qibe0hnl1tl (Anda bisa ikuti IG ini untuk update harian kejadian di Palestina). Kejadian ini juga sudah diberitakan oleh Al Jazeera, footage-nya ada di sini: https://www.facebook.com/eyeonpalestine.offical/videos/4335818303107044
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/05/08/ketika-zsm-sewot-saat-video-kebrutalan-tentara-israel-diupload/#more-7258
Israel dan Sistem Apartheid
Yang dimaksud “tindakan tidak manusiawi” antara lain adalah penangkapan sewenang-wenang dan pemenjaraan ilegal, membagi populasi menurut garis ras dengan membuat lokasi terpisah untuk ras tertentu, pemindahan paksa, perampasan tanah, menolak hak untuk “pergi dan kembali ke negara mereka”, dan menolak hak kewarganegaraan atas ras tertentu.
Semua tindakan itu, bahkan lebih dari itu, telah dilakukan oleh Israel sejak masa berdirinya rezim ini di tahun 1948. Pada tahun 1947, PBB merilis resolusi 181 yang membagi dua wilayah Palestina: 45% untuk didirikan negara Arab-Palestina dan 55% untuk didirikan negara Yahudi-Zionis. Sejak saat itu pun, bangsa Palestina telah mengalami pengusiran, perampasan tanah dan rumah, dan bahkan pembantaian massal.
Sebagian warga Arab-Palestina masih bertahan di wilayah 55% yang menjadi “jatah” Yahudi-Zionis dan menjadi warga negara Israel. Data tahun 2020, ada 1,9 juta warga Arab-Palestina yang menjadi warga negara Israel.
Mereka menjadi warga “kelas dua” dan mengalami berbagai diskriminasi yang masuk kategori ‘apartheid’. Antara lain, banyak dari mereka mengalami penggusuran semena-mena oleh pemerintah Israel. Warga Arab tidak bisa bebas memilih tempat tinggal dan terpaksa tinggal di permukiman khusus Arab.
Di rumah sakit, sekolah, dan fasilitas publik, mereka juga mengalami diskriminasi. Orang Arab mendapatkan pelayanan kesehatan yang minim, berbeda dengan pelayanan yang diterima warga Yahudi. Kesempatan kerja pun sangat minim.
Tak heran bila tingkat kemiskinan di kalangan warga Arab sangat tinggi. Bahkan, untuk menikah pun, mereka tidak ada kebebasan. Mereka dilarang menikah dengan sesama Palestina yang menjadi warga Tepi Barat atau Gaza; juga tidak bisa menikah dengan warga negara “musuh Israel” seperti Suriah, Iran, Irak, Lebanon.
Sementara itu, sebagian warga Arab-Palestina yang terusir dari wilayah 55% tersebut, menjadi pengungsi di Tepi Barat, Gaza, atau di kamp-kamp pengungsian di negara-negara sekitar (Yordania, Suriah, dan Lebanon). Mulai tahun 1967, Israel menduduki Tepi Barat, sehingga kawasan itu disebut sebagai “Palestina yang diduduki” (occupied Palestine).
Pasca Perundingan Oslo 1993 dan 1995, 18% wilayah Tepi Barat diserahkan pengelolaannya kepada Otoritas Palestina, namun sisanya, militer Israel masih berkuasa. Israel juga terus mendatangkan orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia ke Tepi Barat dan membangun permukiman khusus Yahudi di sana.
Di kawasan ini, Israel juga memberlakukan sistem apartheid. Warga Yahudi-Israel dibiarkan (bahkan dilindungi oleh tentara) untuk merampas tanah dan rumah milik warga Palestina. Di atas tanah rampasan itu, didirikan permukiman khusus Yahudi. Jalanan, fasilitas air, listrik, dan berbagai infrastruktur lainnya dibangun khusus untuk warga Yahudi, yang tidak boleh digunakan oleh warga Palestina. Di Tepi Barat, tentara Israel juga melakukan penangkapan semena-mena, menahan tanpa proses pengadilan, dan menembaki warga Palestina.Semua itu sebenarnya sudah diketahui dan dikemukakan oleh para pengamat Timur Tengah, komisi PBB, aktivis kemanusiaan, bahkan diplomat. Pemerintah Indonesia juga secara tegas, berkali-kali, mengecam pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat karena mengorbankan hak-hak bangsa Palestina.
Meskipun baru kini, di bulan April 2021, Human Right Watch merilis laporannya yang mengkonfirmasi adanya apartheid dan persekusi (penganiayaan) yang dilakukan oleh Israel, laporan perlu ditanggapi dengan serius.
Laporan Human Right Watch ini seharusnya dijadikan momentum oleh komunitas internasional, termasuk Indonesia, untuk memberikan tekanan yang jauh lebih serius kepada Israel, sebagaimana dulu komunitas internasional kompak memberikan tekanan kepada rezim apartheid Afrika Selatan, sampai akhirnya rezim tersebut tumbang.***
PBB Dinilai Mandul Sikapi Konflik Israel-Palestina
FIXINDONESIA.COM - Pengamat sekaligus Dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Dina Yulianti mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dinilai mandul dalam menyikapi konflik antara Israel dan Palestina.
"Dewan Keamanan seolah mandul. Bahkan untuk mengadakan sidang saja sangat bergantung pada kemauan Amerika Serikat (AS)," ujar Dina saat dihubungi FIXINDONESIA.COM, Rabu 19 Mei 2021.
Menurutnya, Dewan Keamanan PBB sebenarnya memiliki kekuatan untuk bertindak.
"Kalau kita lihat apa yang terjadi di Libya, hanya 1-2 bulan setelah sekelompok masyarakat Libya mengaku mengalami pembantaian massal oleh Qaddafi, Dewan Keamanan PBB memberikan mandat kepada NATO untuk mengambil tindakan. Segera NATO menyerbu Libya dan Qaddafi tumbang," tuturnya.
Akan tetapi, lanjut Dina, keberpihakan AS terhadap Israel menjadi penyebab PBB belum mengambil tindakan.
"AS tidak mau sidang, ya tidak bisa dilakukan sidangnya," katanya.
Dina juga menjelaskan, bahwa sampai saat ini Dewan Keamanan PBB belum mengeluarkan pernyataan kecaman apapun terkait kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina itu.
"Sampai sekarang belum ada sekadar pernyataan kecaman pun dari Dewan Keamanan," imbuhnya.
Seperti diketahui, konflik terbaru Israel dan Palestina ini berawal dari pengusiran warga Palestina di Sheikh Jarrah, Jerusalem timur, tidak jauh dari Masjid Al Aqsa yang dilakukan oleh Israel.
Namun kali ini, warga Palestine kompak melawan dengan melakukan aksi-aksi demo dan menggalang dukungan dari publik internasional melalui media sosial.
Sebaliknya, Israel menghadapi aksi-aksi demo ini dengan sangat represif, melakukan penangkapan-penangkapan masif kepada warga Palestina yang berdemo, bahkan juga dengan melakukan penyerbuan ke masjid Al Aqsa di bulan Ramadhan.***
Profesor Gaza University Ungkap Awal Mula Konflik Terbaru Israel-Palestina
FIXINDONESIA.COM - Profesor dari Center of Sustainable Development Gaza University, Dr. Wesam Al Madhoun mengungkap awal mula konflik terbaru yang terjadi antara Israel dan Palestina dalam webinar internasional yang dilaksanakan pada Kamis 20 Mei 2021.
Dalam webinar yang diikuti oleh 100 peserta di tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Bruneri Darussalam, Wesam mengatakan, konflik terbaru Israel-Palestina berawal dari datangnya penduduk Yahudi yang dikawal oleh Polisi di Sheikh Jarrah dan mengusir 28 keluarga Palestina yang telah menetap lama di sana.
"Masalah Sheikh Jarrah ini kemudian dijadikan alasan bagi Israel untuk melancar serangan militer," ujar Wesam, dalam FIXMAKASSAR.COM berjudul 'Merespon Konflik Palestina-Israel, CPCD Unhas Gelar Internasional Webinar'
Selain itu, dosen Gaza University itu juga mengungkap bahwa terdapat beberapa bukti yang menunjukkan Israel telah meracuni air dan tanah di Palestina menggunakan larutan kimia.
Akibatnya, kata Wesam, hal tersebut menimbulkan masalah kesehatan, khususnya bagi para wanita dan anak-anak.
Menanggapi masalah-masalah tersebut, kelompok perlawanan Palestina meluncurkan serangan roket menuju wilayah Israel.
Kemudian, dibalas kembali dengan serangan udara Israel kepada penduduk sipil dan merusak infrastruktur yang ada di Palestina.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti dari Center for Peace, Conflict & Democracy (CPCD) Universitas Hassanudin, Agussalim Burhanuddin mengutuk keras aksi serangan Israel yang dilakukan terhadap Palestina.
"Diplomat Indonesia dan malaysia berusaha keras mempengaruhi negara anggota Dewan Keamanan PBB utk mengeluarkan resolusi menghentikan serangan militer Israel, namun rancangan resolusi terebut kemudian diveto oleh Amerika Serikat," tuturnya.***(Ukhwani Ramdhani/FIXMAKASSAR.COM)
Senjatai Hamas, Pemerintah Iran Sebut Gencatan Senjata Bentuk Kemenangan Bersejarah
FIXINDONESIA.COM - Iran mengatakan bahwa Palestina telah memenangkan "kemenangan bersejarah" atas Israel, setelah konflik Gaza selama 11 hari menunjukkan kekuatan persenjataan Palestina.
Iran, yang tidak mengakui Israel, mendukung dan mempersenjatai militan Islam Hamas. Sementara itu, Otoritas Palestina Presiden Mahmoud Abbas mengontrol daerah-daerah berpenduduk Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Seperti diketahui, Hamas dan kelompok Jihad Islam menembakkan ratusan roket ke Israel sebelum gencatan senjata hari Jumat 21 Mei kemarin. Tembakan ini menewaskan belasan warga sipil.
"Selamat kepada saudara perempuan & saudara Palestina kami atas kemenangan bersejarah. Perlawanan Anda memaksa penyerang mundur," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh tweeted.
Pengawal Revolusi Iran mengatakan dalam sebuah pernyataan, berikut ini:
"Intifada (pemberontakan Palestina) telah berubah dari menggunakan batu menjadi rudal yang kuat dan tepat. Dan di masa depan Zionis (Israel) dapat berharap untuk menanggung pukulan mematikan dari dalam wilayah pendudukan. "
Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengatakan setahun yang lalu bahwa Teheran telah mengubah keseimbangan kekuatan militer antara Israel dan Palestina.
Iran pada hari Jumat menampilkan drone tempur buatan Iran yang dikatakan memiliki jangkauan 2.000 km (1.250 mil), menamakannya "Gaza" untuk menghormati perjuangan Palestina melawan Israel.***
Sepakati Gencatan Senjata, Tapi Pihak HAMAS Ungkap Hal Ini
FIXINDONESIA.COM - Seorang pejabat Hamas mengatakan bahwa Israel harus mengakhiri pelanggarannya di Yerusalem dan mengatasi kerusakan akibat pemboman Gaza menyusul gencatan senjata yang dimulai pada hari ini Jumat, 21 Mei 201.
Bahkan HAMAS memperingatkan Israel bahwa mereka masih "memegang pelatuk".
"Memang benar pertempuran berakhir hari ini tetapi (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu dan seluruh dunia harus tahu bahwa tangan kami berada di pemicunya dan kami akan terus mengembangkan kemampuan perlawanan ini," kata anggota biro politik HAMAS Ezzat El-Reshiq.
Dia mengatakan bahwa pihaknya menuntut untuk melindungi masjid Al-Aqsa di Yerusalem dan mengakhiri penggusuran beberapa warga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem Timur.
Pemboman udara di Gaza yang berpenduduk padat ini telah menewaskan 232 warga Palestina dan serangan roket telah menewaskan 12 orang di Israel selama konflik 11 hari itu.
"Apa yang terjadi setelah pertempuran 'Pedang Yerusalem' tidak seperti yang terjadi sebelumnya karena rakyat Palestina mendukung perlawanan dan tahu bahwa perlawanan itulah yang akan membebaskan tanah mereka dan melindungi tempat-tempat suci mereka," kata Reshiq.
Diberitakan sebelumnya, Hamas mulai menembakkan roket pada 10 Mei 2021 sebagai pembalasan atas apa yang disebut pelanggaran hak Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem termasuk selama konfrontasi polisi di masjid Al-Aqsa selama bulan suci Ramadhan.
Hamas, yang memerintah Gaza, dianggap sebagai kelompok teroris di Barat dan oleh Israel, yang menolak untuk mengakuinya.***
Sumber Utama : https://fixindonesia.com/berita/sepakati-gencatan-senjata-tapi-pihak-hamas-ungkap-hal-ini/ahqpeyTk8t3DtcwrDRa9ED?page=2
Terungkap! Negara Ini yang Berjasa dalam Genjatan Senjata Israel-Palestina
FIXINDONESIA.COM - Israel dan Palestina menyetujui gencatan senjata yang dimulai hari ini, Jumat 21 Mei 2021. Kesepakatan itu dimediasi oleh pihak Mesir.
Kendati kedua belah pihak sudah menyetujui gencatan senjata, Hamas memperingatkan Israel bahwa pihaknya masih memiliki "tangan di pelatuk " dan menuntut Israel mengakhiri kekerasan di Yerusalem dan mengatasi kerusakan di Jalur Gaza setelah pertempuran terburuk dalam beberapa tahun.
Warga Palestina, banyak dari mereka telah menghabiskan 11 hari dalam ketakutan lantaran Israel melakukan serangan di jalan-jalan Gaza.
Mobil-mobil yang mengemudi di sekitar Sheikh Jarrah Yerusalem Timur saat fajar mengibarkan bendera Palestina dan membunyikan klakson, menggemakan adegan perayaan di Gaza.
Dalam hitungan mundur untuk gencatan senjata pukul 2 pagi (2300 GMT Kamis, Kamis 20 Mei 2021), serangan roket Palestina terus berlanjut dan Israel melakukan setidaknya satu serangan udara.
Masing-masing pihak mengatakan siap membalas setiap pelanggaran gencatan senjata oleh pihak lain. Kairo mengatakan akan mengirim dua delegasi untuk memantau gencatan senjata.
Seperti diketahui, kekerasan meletus pada 10 Mei 2021. Hal itu dipicu oleh kemarahan warga Palestina atas apa yang mereka lihat sebagai pembatasan hak-hak mereka di Yerusalem, termasuk selama konfrontasi polisi dengan pengunjuk rasa di masjid Al-Aqsa selama bulan puasa Ramadhan.Seperti diketahui, kekerasan meletus pada 10 Mei 2021. Hal itu dipicu oleh kemarahan warga Palestina atas apa yang mereka lihat sebagai pembatasan hak-hak mereka di Yerusalem, termasuk selama konfrontasi polisi dengan pengunjuk rasa di masjid Al-Aqsa selama bulan puasa Ramadhan.
Pertempuran itu membuat banyak warga Palestina di Gaza tidak bisa menandai festival Idul Fitri pada akhir Ramadan. Pada hari Jumat, di seluruh Gaza, makan Idul Fitri yang ditunda diadakan sebagai gantinya.
Sementara di pihak Israel, stasiun radio yang membawa berita dan komentar sepanjang waktu beralih kembali ke musik pop dan lagu daerah.***
Sumber Utama : https://fixindonesia.com/berita/terungkap-negara-ini-yang-berjasa-dalam-genjatan-senjata-israel-palestina/gQ47hiRL4zNMeUQChPktdD?page=2
Kembali ke Palestina dan Yaman
Dalam sebuah diskusi publik di Bandung tentang Palestina (14/12), ada yang bertanya, “Apa kemungkinan akan terjadi selanjutnya? Apakah akan ada perang?”
Waktu itu, Trump baru saja mengumumkan pengakuan AS atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan kecaman dari masyarakat dunia sangat kuat, termasuk dari Presiden Indonesia, Joko Widodo.
Jawaban saya, kurang lebih, “Para pejuang Palestina di Gaza sudah menyatakan siap berperang; Iran dan Hizbullah sudah menyatakan siap sepenuhnya mendukung. Tapi apakah akan terjadi perang? Prediksi saya, TIDAK. Israel SANGAT TAKUT berperang all out seperti itu. Anda pernah lihat kan, di medsos sering tersebar foto-foto tentara Israel yang sedang menangis? Saya perkirakan akan ada upaya diplomatik tertentu, untuk menganulir masalah ini, entah apa, tapi yang jelas, perang tidak akan terjadi dalam waktu dekat.”
[Intermezzo sebentar. Dalam Sidang Umum PBB, hanya 8 negara (termasuk Israel) yang setuju dengan langkah Trump. Ada 8 negara + 1 AS, jadi total 9 negara yang berada di kubu AS. Lucunya, banyak ZSM menyebar tulisan: ada 10 negara yang mendukung, dan itu konon sesuai dengan ayat Alkitab yang menyebutkan bahwa pendukung Israel hanya 10 orang. Ternyata ZSM yang terlihat (sok) intelek itu hobi cocoklogi ayat juga yah, apesnya, salah data pulak.]
Ternyata perkiraan saya benar. Ada SESUATU yang terjadi, yang dalam sekejap mengalihkan perhatian dunia dari Palestina. Apa itu? Kerusuhan di Iran. Jleb. Langsung pemberitaan media dunia memblow up kejadian ini secara masif.
Para ZSM pun yang biasanya setia pada Israel, mendadak jadi ‘Persian Spring expert’ semua. Ajib kan, kok bisa orang-orang rasis kelas dewa (menganggap Israel berhak membunuh dan mengusir orang Palestina, demi ‘tanah yang dijanjikan Tuhan’ untuk kaum Yahudi) tiba-tiba cinta rakyat Iran (yang mayoritas muslim Syiah) dan giat menyuarakan ‘aspirasi’ mereka. Eh, ada yang bawa-bawa Alkitab juga lho, untuk menjustifikasi keanehan ini.
[Selingan : daripada ‘ngaji’ sama ZSM, lebih baik follow Fanpage-nya Pak Felix Irianto Winardi, beliau ini alumni Seminari, aktif memberikan klarifikasi atas ayat-ayat Alkitab yang sering dimanipulasi oleh ZSM].
Terus-terang, demo rusuh di Iran itu benar-benar bad timing. Pemilihan waktunya buruk sekali. Kok nekad bikin demo hanya 2 hari sebelum demo besar-besaran pro-pemerintahan Islam [Islamic Establishment, istilah media Iran], yaitu Demo 9 Dey?
Aksi Demo 9 Dey (30 Desember) adalah demo mengenang keberhasilan pemerintah Iran menggagalkan agenda penggulingan “rezim” tahun 2009 (yang di-back up CIA). Justru kerusuhan tanggal 28-29 Des malah membangkitkan nasionalisme dan sentimen anti-asing rakyat Iran, sehingga yang datang dalam Demo 9 Dey ini pun jauh lebih membludak dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya sepekan, aksi para perusuh pun dinyatakan gagal total oleh Komandan Garda Revolusi Iran.
Bad-timing inilah indikasi kuat bahwa memang eksekusi aksi ini terburu-buru, karena kondisi Israel semakin kritis (perang all out di ambang mata, sementara dukungan negara-negara dunia kepada AS-Israel turun ke titik terendah).
Perlu diketahui, sebagian besar rakyat Iran itu ya, termasuk emak-emaknya, sangat sadar geopolitik. Jadi ketika ada demo yang anarkhis, bahkan ada provokator merobek dan membakar bendera, menembaki warga sipil, melempar bom molotov, mereka langsung paham, ada pihak luar lagi yang sedang mengacau. Jadilah mereka turun ke jalan besar-besaran, menunjukkan dukungan kepada pemerintahan Islam, tgl 30 Des 2017 dan, 3,4,5 Jan 2018. Lihat penjelasan dan video yang saya posting kemarin.
Di judul saya juga cantumkan “Yaman”. Kenapa? Ya karena Yaman adalah ‘medan perang yang terlupakan’, selalu ada saja yang mengalihkan perhatian dunia dari penderitaan mereka. Umat Muslim (terutama yang pro-Saudi) pun enggan bersuara, karena penjahat di konflik Yaman adalah Arab Saudi.
Sudah 3 tahun, Yaman dibombardir hampir setiap hari oleh Saudi. Saudi bahkan memblokade Yaman sehingga bantuan makanan dan obat-obatan tidak bisa masuk. Menurut UNICEF, saat ini ada 400.000 anak-anak Yaman yang mengalami malnutrisi sangat akut (severe acut malnutrition). Belum lagi kalau bicara angka lainnya: kematian, kolera, putus sekolah, dll.
AS yang biasanya suka prihatin kalau ada ‘pemimpin yang melakukan kejahatan kemanusiaan’ dan selalu merasa berkewajiban menggulingkannya, kali ini malah berdampingan dengan Saudi untuk menghancurkan Yaman (dan catat: Israel juga membantu Saudi dalam menyerang Yaman).
Jadi, bila benar Anda peduli kemanusiaan, biarkan sajalah orang Iran dengan dinamika politik internalnya.
Sungguh aneh kalian demikian peduli pada nasib orang Iran (yang sebenarnya baik-baik saja), tapi abai pada nasib bangsa Palestina dan Yaman.
—
anak-anak TK di Persepolis, Shiraz, Iran, Nov 2017 (foto kolpri)
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2018/01/16/kembali-ke-palestina-dan-yaman/#more-5299
HTI sejak awal perang Suriah adalah salah satu pihak (di samping Ikhwanul Muslimin dan ormas-ormas radikal) yang berdiri paling depan dalam menyebarkan hoax soal Suriah: “rezim Syiah membantai Sunni.”
Mereka menyebarluaskan foto-foto palsu dan hoax, saat dikasih tahu bahwa foto itu hoax, ada yang jawab begini “Saudara dibunuh kok ga marah? Foto keliru aja diributin. Bashar al Kalb [kalb=anjing] dibantu anjing pudel syiah bersama temannya yahudi dan orang musyrik dan kafir membantai saudara saya di suriah adalah FAKTA.”
Mengapa mereka mendukung “jihad” di Suriah? Karena ingin mendirikan “khilafah” di Suriah.
Akibat propaganda (berbasis info hoax) mereka, semakin banyak orang yang teradikalisasi, dan bahkan ada yang gabung dengan milisi teror.
HTI sudah dibubarkan organisasinya. Tapi karena ideologinya tidak diidentifikasi dan tidak ada aturan yang melarangnya, jadi mereka tetap menyebarluaskan ideologinya dengan bebas.
Di video ini dijelaskan ideologinya seperti apa. Konten-konten seperti ini perlu diperbanyak dan didukung.
***
Never forget, never forgive (soalnya, mereka juga ga minta maaf kok)
***
Dalam episode ke-4 ini saya akan menunjukkan cara memverifikasi data. Ketika di media atau medsos, beredar info-info hoax seputar “Assad membantai rakyatnya sendiri” dll, bagaimana cara memverifikasinya?
Di video ini ada satu caranya, yaitu mewawancarai pihak yang berbeda. Yang bilang bahwa “Assad membantai rakyatnya sendiri” biasanya sumber infonya dari milisi teror/kubu pro-pemberontak. Nah, kita perlu cek ke pihak lain yang lebih netral, misalnya, mahasiswa Indonesia di Suriah, KBRI, jurnalis independen, dll.
Selain itu, kita perlu mempelajari dokumen resmi, misal data Human Development Index, dll. Ini disebut “triangulasi data”
Kali ini, saya mewawancarai Lion Fikyanto, mahasiswa Indonesia di Suriah. Mohon maaf di sebagian video, suaranya agak bergema, ada kesalahan teknis. Kecilin aja volumenya ya.
Videonya cukup panjang, ini topik-topik utamanya:
02:20 awal mula Lion bisa kuliah di Suriah
11:11 kisah gugurnya Syekh Al Afyouni dan pemakaman beliau
14:57 salju di Suriah
16:37 aktivitas kaum muda Suriah, keragaman cara berpakaian mereka
20:36 wisata ke makam anaknya Nabi Adam (Habil)
23:20 Lion mengalami langsung serangan-serangan bom dari para teroris yang mengepung Damaskus
32:18 kisah pembebasan Ghouta
37:16 tentang umat Kristiani di Suriah
39:05 Ramadhan di Suriah
40:58 bagaimana kondisi di bawah sistem sosialis-demokratis (banyak subsidi negara)
43:27 murahnya biaya hidup mahasiswa, peluang beasiswa ke Suriah
https://www.youtube.com/watch?v=MnOJEpYF5Cw
Untuk Pembela Munarman
Munarman dibela oleh beberapa orang dengan alasan:-kan ga melakukan aksi terorisme?-itu kan kejadian tahun 2015, kenapa baru sekarang ditangkap?
Beberapa fakta yang diabaikan orang-orang itu:1. Foto/video baiat ISIS di Makassar tahun 2015 (yang ada Munarman-nya), tentu tidak bisa dilepaskan dari rentetan kejadian-kejadian sebelumnya. Aksi baiat terhadap ISIS di Indonesia mulai ramai dilakukan pada tahun 2014. Bahkan, Maret 2014 ada aksi baiat pada ISIS di Bundaran HI. Gila aja, baiat pada “negara” di luar sana, dilakukan di ibu kota negara, tapi pemerintah tidak melakukan apapun. [1]
Maret 2014, siapa presidennya?Presidennya saat itu adalah SBY. (Jokowi dilantik Oktober 2014).
Jangan lupa, pada 2013 SBY pernah menyarankan agar Assad mundur saja. Ini disampaikan SBY saat bertemu “ulama” Suriah yang pro-jihadis, Syekh Muhammad Ali Ash-Shobuni.
Ash-Shobuni meninggal Maret 2021, dan media-media Indonesia serempak memuji-mujinya, termasuk Republika, menulis “Syekh Ali Al-Shabuni Wafat, Sosok Alim Penentang Assad.”
Di berita itu bahkan dikutip kata-kata Shabuni, “Para ulama umat berpendapat perlunya melawan Musaylamah si pembohong (al-kadzab), yang bernama Bashar al-Assad setelah tiraninya melakukan pembunuhan manusia.”
Gila, Perang Suriah sudah berlangsung sejak 2012, kebohongan sudah sangat banyak terungkap. Bukankah Dubes Indonesia untuk Suriah, ulama-ulama Suriah yang berdatangan ke Indonesia, sudah kasih klarifikasi bahwa tuduhan seperti itu bohong? Mengapa di bulan Maret 2021, Republika masih menyebarluaskan berita bohong ini (meski seolah hanya “mengutip”)? [2]
Ok balik lagi ke Munarman.
Di video ini [3] ada penjelasan bagus yang menjawab para “pembela” Munarman. Beberapa poin utamanya:
1. Narsum Husin Alwi: Kalau benar Munarman bukan datang untuk baiat, tapi ikut hadir aja, seharusnya dia MELAPORKAN kepada pemerintah bahwa dia tahu/kenal dengan kelompok masyarakat yang pernah berbaiat pada ISIS. Bukankah Munarman ini SH dan tahu hukum? Masa dia tahu persis ada teroris, lalu diam saja? Selain itu, bukankah pimpinan dia (HRS) pun pernah menyebut bahwa “ISIS adalah saudara kita” (ada videonya).
2. Narsum Soleman Ponto (mantan Kabais TNI):
-Penegak hukum mengambil tindakan berdasarkan banyak bukti, bukan foto belaka, tapi juga data aliran dana, dll.
-Kalau ada baiat, pasti ada aliran dana. PPATK sebelumnya sudah memblokir rekening Munarman. Data soal aliran dana ini sangat penting.
-Peran/bantuan masyarakat itu penting dalam memberantas terorisme, antara lain dengan memberikan informasi dan mengumpulkan jejak digital. Pengumpulan data dalam dunia intelijen tidak ada batas waktu, disebut “anteseden”, data lama tetap bisa dipakai.
Tambahan dari saya: dukungan pada ISIS, mau baiat terang-terangan atau diam-diam dalam hati, itu terkait dengan IDEOLOGI. Yang namanya ideologi, tidak kenal batas waktu. Tidak bisa karena foto baiat ISIS itu tahun 2015, lalu dibela dengan: “Ya kan itu dulu…!”
Terorisme itu terkait dengan ideologi, terkait dengan upaya-upaya panjang bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun; propaganda, pendoktrinan, dst. Makanya yang dijerat dalam UU terorisme bukan cuma yang bawa bom, tapi para pendukungnya juga kena.
Terakhir, balik ke SBY: kalau SBY mendiamkan baiat ISIS Maret tahun 2014, lalu bahkan tahun 2013 menyuruh Assad mundur, menerima ulama pro-“jihadis” di istana… apa SBY bisa disebut pro-“jihadis”?
Perlu diingat: proyek penggulingan Assad ini sebenarnya adalah proyek AS dan Israel. Tapi, yang bergerak di lapangan memang kelompok radikal/teroris (mereka menyebut diri “jihad”). Sadar atau tidak sadar, para “jihadis” ini memang “dimanfaatkan.”
Kalau gitu, yang salah siapa? Ya dua-duanya: dalang dan pelaku. Makanya sering saya bilang: kontra narasi radikalisme/terorisme itu perlu di 2 level: penyadaran publik soal geopolitik dan soal ideologi radikal itu sendiri.
SBY pernah bilang, “Saya mencintai AS… saya menganggapnya sebagai negara kedua saya.” [4]
Jadi, ya simpulkan aja sendiri. Ga susah kok.
Masih panjang sih yang ingin saya bahas, nanti aja, di Youtube Serial Kajian Timur Tengah
.—
[1] https://www.facebook.com/DinaY.Sulaeman/photos/1129771504115770
[2] https://www.republika.co.id/…/syekh-ali-alshabuni-wafat…
[3] Ini video yang menampilkan penjelasan Husin Alwi dan Soleman Ponto https://www.youtube.com/watch?v=dQ7PLTCHYNY
[4]https://www.aljazeera.com/…/profile-susilo-bambang…
Setelah ISIS dan kelompok-kelompok teroris lain di Suriah berhasil dikalahkan (tapi milisi teroris masih bercokol di Provinsi Idlib, dilindungi oleh militer Turki), Israel memulai serangan-serangan bom ke Damaskus.
Sebelumnya, sudah ada ratusan serangan bom ke Suriah oleh Israel. Sebagian besar berhasil dihalangi oleh sistem anti-misil Suriah. tapi ada juga yang lolos, Bulan Januari 2021 misalnya, serangan bom Israel menewaskan 57 orang.
Tapi, serangan bom kemarin menjadi heboh karena Suriah mampu “membalas.” Ini saya copas-terjemah tulisan menarik Tom Duggan, jurnalis Inggris yang tinggal di Suriah:
**
Serangan ke Damaskus telah menunjukkan kegagalan total perlindungan “kubah besi” Israel, yang telah membuat AS dan Israel mengeluarkan uang miliaran Dollar untuk membangunnya.
Sebuah misil desain tahun 1960 model 5V21 dari sistem pertahanan udara era Perang Dingin S-200 telah ditembakkan oleh Pasukan Pertahanan Udara Suriah terhadap pesawat tempur Israeli yang mendekat untuk melakukan pengeboman di pinggiran Damascus, pada pukul 1.30 dini hari, 22 April.
Rudal yang diluncurkan Suriah gagal mencapai target yang dituju, tetapi terus melesat sampai masuk sejauh 250 km wilayah Israel dan meledak 40 km dari reaktor nuklir Dimona.
Itu menunjukkan satu hal: Israel sebenarnya rentan terhadap serangan pembalasan, mitos perlindungan “kubah besi” terbukti omong kosong.
Saya pikir, kejadian ini dibalas dengan aksi pengeboman lebih banyak lagi dari Israel.
Saya melihat video pemukim Zionis berlarian dan panik untuk berlindung saat ada serangan itu. Sekarang mereka menceritakan bagaimana rasanya misil jatuh dari langit, sesuatu yang sudah biasa dialami orang Suriah selama ini [akibat bom Israel dan bom dari milisi teror].
**
Foto:
Dokumen CIA tahun 1983: CIA merekomendasikan agar Pemerintah AS meningkatkan tekanan kepada Assad dengan merancang diam-diam serangan militer di perbatasan Irak, Israel, dan Turki. Artinya, Suriah ini memang musuh bebuyutan AS (dan Israel) dari dulu.
Jadi, yang masih membahas Suriah dari isu mazhab, apalagi tertipu merogoh kocek demi membantu kelompok-kelompok “jihad”, emang benar-benar belum paham geopolitik.
Yang mau belajar geopolitik Timteng, bisa simak penjelasannya di youtube saya: https://www.youtube.com/watch?v=oWoeCAGSqs8
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/04/23/perang-rudal-suriah-israel/#more-7210
Repost: Israel Kalah di Suriah [dimuat di blognya Atzmon]
Pagi ini saya mendapat kejutan. Tulisan saya yang berjudul Gilad Atzmon: Israel Kalah di Suriah ternyata dimuat di blognya Gilad Atzmon. Tentu saja, yang dimuat adalah versi bahasa Inggrisnya, hasil terjemahan tim Global Future Institute (GFI) dan sudah dimuat di web The Global Review. Terimakasih GFI
Seneng? Iya dong, banget Atzmon adalah salah satu penulis favorit saya. Bukunya, the Wandering Who, membongkar ideologi dan filosofi Yahudi dan Zionisme hingga ke akarnya. Tak pelak, dia pun dibenci oleh para Zionis, meski di saat yang sama, mampu mencerahkan banyak orang Yahudi. Yang aneh, bahkan sebagian aktivis Palestina pun memrotes buku itu, antara lain Ali Abunimah. Mereka telah membuat petisi menuduh Gilad sebagai rasis. Buku itu seolah menjadi ‘pembeda’ bagi mereka yang mengaku aktivis pembela Palestina. Ada mereka yang benar-benar menginginkan kemerdekaan Palestina, dan mereka ini mendukung buku Atzmon. Tapi ada banyak juga yang sebenarnya hanya ingin kekuasaan dan uang melalui aktivitasnya itu. Kehadiran buku ini juga membongkar kedok sebagian kelompok perdamaian Yahudi, karena sebagian kelompok Yahudi yang mengklaim diri antipenjajahan di Palestina, justru menolak isi buku ini. Di sini terlihat bahwa mereka sebenarnya hanya ingin melakukan pencitraan saja, tapi tidak benar-benar menginginkan tegaknya keadilan di Palestina.
Buku ini banyak memakai konsep filsafat untuk membongkar identitas politik orang-orang Yahudi. Saya berhasil memahami bukunya Atzmon setelah sebelumnya ikut kajian filsafat di Studia Humanika, masjid Salman ITB. Jadi, saya musti berterimakasih pada Studia Humanika nih. Tentu saja, terimakasih buat teman saya mbak Mamiek Syamil yang bersedia saya titipin bukunya Atzmon dari Amerika (saat beliau pulang ke Indonesia). Dan mungkin, saya juga musti berterimakasih pada M. Anis yang dulu pertama kali mengenalkan nama Gilad Atzmon di facebook.
And last but not least, thank you Mr Atzmon, you really made my day
Ini saya copas ulang tulisan saya tersebut:
Di blognya, Atzmon aktif mengkritik sepak terjang Israel dengan sudut pandang yang unik, sudut pandang seorang Yahudi yang benar-benar memahami esensi Israel dan keyahudian. Tulisan terbaru di blog Atzmon adalah tentang sepak terjang Israel di Suriah dan menurut saya menarik dicermati. Saya akan terjemahkan sebagiannya, berikut ini.
Pada minggu terakhir ini kita menyaksikan betapa Inggris dan Prancis dengan putus asa berupaya mendorong dilakukannya intervensi militer di Suriah. Sudah menjadi rahasia umum, baik pemerintah Inggris maupun Prancis sesungguhnya didominasi oleh kelompok lobby pro-Israel. Di Inggris, kelompok lobby itu adalah organisasi ultra Zionis, CFI (Conservatif Friend of Israel). Tampaknya 80% anggota parlemen konservatif Inggris adalah anggota dari organisasi ini. Di Prancis situasinya bahkan lebih dahsyat, sistem politik negara itu seluruhnya dibajak oleh CRIF (Conseil Représentatif des Institutions juives de France).
Jika ada yang masih belum paham mengapa lobby Yahudi mendorong intervensi militer langsung di Suriah, Debka, kanal berita Israel, telah memberikan jawabannya. Tampaknya, tentara Suriah telah memenangkan semua lini pertempuran [melawan pemberontak]. Kalkulasi militer dan geopolitik Israel telah terbukti salah.
Menurut Debka, “Pertempuran Damaskus sudah berakhir. Tentara Suriah telah kembali menguasai kota dengan kemenangan heroik. Para pemberontak, sebagian besar tentara bayaran, telah kalah dalam pertempuran mereka dan tidak dapat melakukan aksi lebih banyak dari sekedar serangan sporadis. Mereka tidak bisa lagi melancarkan serangan, atau menimbulkan ancaman ke pusat kota, bandara, atau pangkalan militer udara Suriah di dekatnya. Pesawat Rusia dan Iran yang terus-menerus membawa suplai baru untuk menjaga agar tentara Suriah terus bisa bertempur, kini telah bisa kembali mendarat di bandara Damaskus yang sebelumnya selama berbulan-bulan disandera pemberontak. “
…
Debka menyatakan bahwa perwira senior IDF (Israel Defense Force) mengkritik menteri pertahanan Israel (Moshe Ya’alon) yang “menyesatkan” Knesset beberapa hari lalu, dengan memperkirakan bahwa “Bashar Assad hanya mengendalikan 40% dari wilayah Suriah.” Debka menyebut bahwa Menhan Israel telah mendasarkan diri pada informasi intelijen yang salah dan hal ini membuat angkatan bersenjata Israel telah bertindak atas dasar data yang tidak akurat. Debka juga menekankan, kalkulasi yang keliru telah mengarahkan pada pengambilan keputusan yang salah.Debka jelas cukup berani untuk mengakui bahwa miskalkulasi militer Israel mungkin akan mendatangkan bencana dahsyat [bagi Israel]. Debka menulis, “Pengeboman besar-besaran Israel terhadap gudang senjata dari Iran untuk Hizbullah yang disimpan dekat Damaskus, ternyata terbukti malah mendatangkan bahaya. Aksi ini justru memberi Bashar Assad kekuatan, bukannya melemahkan tekadnya. “
…Debka juga menyimpulkan, Israel kini menghadapi realitas yang baru. Israel kini berhadapan langsung dengan pasukan Hizbullah yang mengalir dari Libanon menuju dataran tinggi Golan dan perbatasan dengan Suriah.
Yang menarik, Atzmon menutup tulisannya dengan mengkritik media Barat. Menurutnya, adalah menyedihkan, justru Debka (media Israel) yang memberi jawaban mengapa Inggris dan Prancis sedemikian berkeras untuk melakukan intervensi militer di Suriah. Mengapa bukan media Barat sendiri? Jelas, keberpihakan pemerintah Inggris dan Prancis terhadap Israel justru merugikan rakyat di kedua negara itu sendiri; sumber dana yang besar dihamburkan untuk perang demi Israel, bukan untuk kesejahteraan rakyat. Setidaknya, menurut Atzmon, media Israel saja berani mengkritik pemimpinnya sendiri. Sementara, media massa Barat malah bertindak sebaliknya.
Kritikan Atzmon ini cocok juga disampaikan kepada (sebagian) media Islam yang justru menjadi corong Zionis. Ketika media Israel sendiri sudah buka-bukaan menyatakan bahwa Israel memang terlibat dalam perang Suriah dan memiliki kepentingan besar dalam upaya penjatuhan Assad, mengapa (sebagian) media Islam tetap bersikeras bahwa konflik Suriah adalah pemberontakan kaum Sunni terhadap sebuah rezim yang dituduh sesat dan kafir?
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2013/08/10/repost-israel-kalah-di-suriah-dimuat-di-blognya-atzmon/
Menguji Konsep NKRI Bersyariah dalam Politik Global
Dina Y. Sulaeman*
Tulisan ini bagian dari buku berjudul “NKRI Bersyariah Atau Ruang Publik yang Manusiawi?”
“Kalau pemerintah zolim, tentara jahat, polisi jahat, main tangkap, main tembak, rakyat hartanya dijarah, tanahnya dirampas, syariat Islam disingkirkan, kita besok perlu ISIS atau tidak?!” suara Sang Pengkhotbah menggelegar.
“Perluuu…!!” teriak jamaahnya.
“Takbiiir…!” pekik Sang Pengkhotbah.
Potongan dialog itu sontak terngiang di telinga, saat membaca tulisan Denny J.A. berjudul “NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi?” Pasalnya, Sang Pengkhotbah adalah Habib Rizieq Shihab (HRS), pengusung ide NKRI Bersyariah.
Denny dalam tulisannya mengkritisi ide ini dengan menantang HRS untuk menetapkan dulu apa indeks ‘bersyariah’ itu dan kemudian indeks tersebut diuji dalam skala global untuk mencari negara mana yang masuk kategori ‘bersyariah’ yang bisa dijadikan rujukan.
Denny mengutip hasil penelitian Yayasan Islamicity Indeks yang menemukan bahwa 10 negara yang paling tinggi “indeks Islami”-nya (antara lain: pemerintahan yang bersih, pemerataan kemakmuran, dan penghormatan pada HAM) justru bukan negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim.
Sebelum melangkah jauh ke indeksasi yang membutuhkan kemampuan berpikir metodologis yang tinggi, dalam tulisan ini saya akan menunjukkan adanya tiga watak dasar para pengusung NKRI Bersyariah, yaitu takfirisme, ekstrimisme, dan kegagalan dalam berpikir metodologis, yang ketiganya menjadi penghalang terbesar dalam mewujudkan sebuah pemerintahan yang mampu menyediakan ruang publik yang manusiawi berlandaskan nilai-nilai Islam
Mengglorifikasi ISIS, Tetapi Mengusulkan NKRI Bersyariah?
HRS dalam dua ceramahnya (diupload di youtube tahun 2014 dan 2015) menjustifikasi kehadiran ISIS dengan kalimat ini, “Mengapa ISIS muncul? Karena ketidakadilan yang sudah kelewat batas di Irak!” atau “Di Irak banyak kezaliman, muncul ISIS, wajar tidak?!” (dan dijawab beramai-ramai oleh hadirin: ‘wajaar..!’).[1]
Dia menjustifikasi aksi-aksi brutal yang dilakukan ISIS (pemenggalan, pembunuhan) dengan mengatakan bahwa yang dipenggal ISIS adalah orang-orang jahat (polisi, tentara) yang dulu membunuhi ayah-ayah para milisi ISIS. Dengan justifikasi ini pula dia memperingatkan pemerintah Indonesia agar tidak melakukan kezaliman seperti di Irak.
“Makanya saya kasih tahu, pemerintah dan polisi, hati-hati! Di Irak, karena polisi melakukan kezaliman kepada rakyat, begitu rakyat melakukan pembalasan, tentara dan polisi mereka sembelih di tengah jalan. …Saya ingatkan, kalau pemerintah Indonesia coba-coba zolim, tentara dan polisi coba-coba jahat kepada umat Islam, bisa jadi besok tentara dan polisi yang disembelih di tengah jalan!”
HRS mengglorifikasi ISIS dengan mengatakan, “Cita-cita mulianya (ISIS) menegakkan syariah Islam, hal yang baik; cita-cita mulianya untuk menegakkan khilafah, hal yang baik; cita-cita mulianya melawan kezholiman Amerika dan sekutunya hal yang baik…”
Dari kalimat ini, terlihat jelas bahwa HRS mendapatkan informasi atau data yang sangat salah tentang ISIS. Yang dibantai ISIS bukan sebatas tentara AS, para polisi atau tentara Irak (yang menurut HRS ‘pemerkosa’, ‘pembunuh’) melainkan juga warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak Yazidi, Druze, Kurdi, dan Syiah (baik di Irak, maupun Suriah). Mereka semua adalah orang-orang yang dianggap kafir oleh ISIS. Bahkan, yang dibunuh ISIS jauh lebih banyak warga sipil daripada tentara AS. Total tentara AS yang terbunuh di Irak periode 2011-2018 (karena berbagai sebab, bukan hanya oleh ISIS) adalah 110. Sementara, pembantaian ISIS yang dilakukan di satu kota saja, Sinjar, selama 10 hari di bulan Agustus 2014 mencapai 5.000 orang. Selama sepuluh hari itu, lebih dari 40.000 warga sipil (yang beragama Yazidi) melarikan diri dari serbuan ISIS, lalu diblokade di pegunungan Sinjar, kelaparan dan kehausan. Ratusan perempuan Yazidi diculik dan dijadikan budak seks. Kejadian ini sudah diverifikasi berbagai lembaga di bawah naungan PBB.
Selanjutnya, mari kita simak defisini NKRI Bersyariah yang dikemukakan HRS dalam video yang ditayangkan pada acara demo Reuni Alumni 212 tahun 2017. [2] Saya meringkasnya dalam 11 poin berikut ini:
- Beragama, bukan atheis atau komunis; berketuhanan yang Maha Esa, tunduk kepada hukum Allah SWT.
- Mengimplementasikan kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
- Menolak neolib sosialis maupun neolib kapitalis untuk mewujudkan keadilan sosial.
- Menjamin semua umat beragama untuk menjalankan ibadah dan syariat agamanya masing-masing
- Melindungi rakyat dari segala maksiat, menghadirkan pejabat yang amanah dan tidak khianat.
- Melindungi umat Islam agar segala yang dikonsumsinya adalah produk halal.
- Menghormati dan mencintai para ulama dan santri, bukan mengkriminalisasi atau menterorisasi mereka.
- Menjadikan pribumi sebagai tuan di negeri sendiri.
- Menghargai dan melindungi madrasah dan pesantren, bukan memarjinalkan dan mencurigainya
- Antikorupsi, antimiras, antinarkoba, antijudi, antipornografi, antiprostitusi, anti LGBT, antiteroris, antiseparatis, antifitnah, antikebohongan, antikemungkaran, antikezaliman.
- Didasarkan pada Pancasila dan UUD 18 Agustus 1945 asli yang dijiwai Piagam Jakarta 1945.
Secara umum, dari 11 poin ini, bisa kita simpulkan bahwa NKRI Bersyariah berbeda dengan khilafah yang diperjuangkan ISIS (yang setelah melebarkan ‘jihad’-nya ke seluruh dunia berganti nama dengan Islamic State – tanpa kata ‘Iraq’ dan ‘Syria’) atau Hizbut Tahrir. NKRI Bersyariah usulan HRS fokus pada perbaikan tatanan Indonesia dan mengusung nasionalisme. Faksi-faksi lain dalam kubu 212 pun sangat mungkin tidak setuju sepenuhnya pada ide NKRI Bersyariah. Namun, mereka semua diikat oleh satu keinginan yang sama untuk menjadikan syariah Islam sebagai rujukan utama bernegara.
Lalu, masalahnya di mana? Dari sisi ide, apa yang disampaikan oleh para pengusung NKRI Bersyariah itu sangat bisa didialogkan, sebagaimana usulan konsep-konsep bernegara yang diusulkan para pemikir lainnya. Apalagi, secara eksplisit, usulan konsep ini tetap mendasarkan diri pada Pancasila dan UUD 1945, dan hampir semua poin yang disampaikan HRS pun bersesuaian dengan dasar negara kita. Namun, masalahnya ada pada tiga watak dasar para pengusung ide pemerintahan syariah ini.
Tiga Watak Dasar Para Pengusung Pemerintahan Syariah di Indonesia
Jika kepada para pengusung sistem pemerintahan syariah diajukan tantangan untuk membuat indeksasi atau parameter nilai-nilai Islam, masih terbuka peluang untuk menurunkan kesebelas prinsip NKRI Bersyariah itu ke dalam berbagai indeks yang rasional. Hanya saja, peluang itu menjadi tertutup jika mereka gagal menyingkirkan tiga watak dasar yang selama ini menjadi karakteristik mereka. Ketiga watak itu adalah takfirisme, ekstrimisme, dan kegagalan berpikir metodologis.
1. Takfirisme
Watak dasar yang pertama adalah takfirisme, yaitu sebuah prinsip untuk mempersempit domain keimanan dan keislaman hanya kepada jenis perilaku beragama tertentu, yang sesuai dengan pendapat sebuah kelompok. Berbeda, termasuk dalam hal perbedaan bentuk pemerintahan dan cara berjuang menegakkan pemerintahan, artinya kafir. Dan kekafiran harus dilenyapkan.
Inilah yang bisa kita saksikan pada kelompok pengusung khilafah, NKRI bersyariah, atau konsep sejenis lainnya. Kita lihat bahwa mereka terdiri dari berbagai faksi dengan tafsir sendiri-sendiri soal pemerintahan. Meskipun saat ini mereka berada satu kubu mengusung ‘Aksi Bela Islam’ dengan mengibarkan bendera-bendera hitam (dan diklaim sebagai bendera tauhid), mereka tidaklah satu pemikiran.
Hizbut Tahrir jelas menginginkan sistem khilafah, pemerintahan dunia di bawah satu khalifah Islam. HTI menolak demokrasi dan pemilu, sementara PKS yang berbasis ideologi Ikhwanul Muslimin terlibat dalam politik kekuasaan di negara ini melalui praktik-praktik demokrasi.
Baik HTI maupun PKS secara terbuka menolak ISIS. Pasalnya, ‘jihadis’ jagoan mereka memang bukan ISIS, melainkan Free Syrian Army, Jaish Al Islam, Ahrar al Syam, dan Al Nusra. Sebaliknya, FPI dan sebagian ormas lainnya menganggap ISIS sebagai ‘mujahidin’ yang bercita-cita mulia: menegakkan khilafah di Suriah dan Irak.
Di Suriah dan Irak sendiri, kita lihat bahwa antara ISIS, Jabhah Al-Nusra, dan FSA saling mengkafirkan. Padahal, mereka belum lagi berhasil mendirikan pemerintahan. Atau, kalau mau ditarik ke belakang, kita tentu masih ingat, bagaimana Afghanistan di bawah pemerintahan Taleban telah menjadi ajang saling membunuh di antara para faksi yang sebelumnya bersama-sama berjuang di bawah panji ‘mujahidin’.
Dari sisi ini, watak takfiri menciptakan paradoks ketika digandengkan dengan proposal NKRI Bersyariah. Di satu sisi, mereka menyatakan ingin menjaga kesatuan di antara seluruh komponen anak bangsa. Tapi di sisi lain, mereka dengan mudahnya menjatuhkan vonis kafir dan musuh kepada siapa saja yang berbeda.
2.Ekstrimisme
Ketika watak takfirisme ini bergandengan dengan ekstrimisme, kita hanya tinggal menunggu waktu terjadinya konflik dan prahara. Takfirisme bisa jadi hanya ada dalam pikiran dan sekadar muncul dalam bentuk ujaran (hate speech). Ekstrimisme (sering juga diistilahkan: radikalisme) akan mendorong apa yang ada dalam pikiran dan ujaran itu diimplementasikan dalam perilaku non-verbal.
Kita lihat kembali apa yang terjadi dengan Suriah. Perang Suriah sudah berlangsung sejak 2012 ketika milisi-milisi ‘jihad’ yang berafiliasi dengan Al Qaida dan milisi yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin angkat senjata untuk menggulingkan pemerintahan Bashar Assad. Pada 20 November 2012, milisi ‘jihad’ yang berafiliasi dengan Al Qaida secara terbuka mendeklarasikan perjuangan mendirikan khilafah di Suriah. Lalu pada April 2013, Abu Bakar Al Baghdadi memperluas wilayah ‘jihad’-nya dari Irak ke Suriah dengan membentuk ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Ada empat faksi besar yang terlibat dalam operasi pengguling rezim Suriah sejak 2017: Al Qaida, Hizbut Tahrir (mendukung milisi-milisi afiliasi Al Qaida), dan Ikhwanul Muslimin, dan ISIS. Empat organisasi transnasional ini memiliki cabang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Elit dan simpatisannya sangat aktif membawa isu Suriah ke Indonesia awalnya dengan dua tujuan: rekrutmen jihadis dan mobilisasi dana.
Dalam upaya mereka membuat rakyat Indonesia bersimpati kepada isu Suriah, agar mau menyumbang dana dan mau pergi berjihad ke Suriah, yang mereka lakukan adalah menyebarkan narasi penuh kebencian (hate speech) didukung dengan foto dan video yang kemudian terbukti hoax) mengenai “Syiah membantai Sunni di Suriah”. Narasi palsu ini terus-menerus disebarluaskan, bahkan hingga hari ini, meskipun berbagai klarifikasi sudah diberikan, termasuk oleh Dubes Indonesia di Suriah, Djoko Harjanto dan para ulama Sunni Suriah yang diundang ke Indonesia (antara lain, Dr. Syekh Sawwaf yang pernah diwawancarai Kompas TV).
Rasa marah dan benci sangat efektif dalam memobilisasi dana dan petempur. Namun akibatnya, secara alamiah, kebencian itu pun membakar ke segala penjuru, bagaikan api. Dampaknya sudah sangat terasa di atmosfir Indonesia: kebencian meruyak ke segala arah; melebar ke semua isu. Fasisme atas nama agama dengan cara mengusung kebencian semakin merajalela. Secara alamiah pula, terjadi ‘modelling’ atau peniruan perilaku di tengah publik.
Ketika yang ditampilkan sebagai ‘pahlawan’ oleh suporter jihadis di Indonesia adalah orang-orang yang terang-terangan di depan kamera memenggal, menggantung, atau menembak sambil bertakbir, publik di Indonesia pun terbiasa dengan perilaku itu. Narasi pembunuhan dan kekerasan terhadap pihak yang berseberangan (baik agama, maupun preferensi politik) pun menjadi ‘biasa’ di negeri ini, bahkan dinyanyikan oleh anak-anak kecil.
Narasi “saya ingatkan, kalau pemerintah Indonesia coba-coba zolim, tentara dan polisi coba-coba jahat kepada umat Islam, bisa jadi besok tentara dan polisi yang disembelih di tengah jalan!” perlu dilihat dalam konteks besar ini: konflik Timur Tengah yang dibawa ke Indonesia, hoax diproduksi secara masif penuh narasi kebencian demi rekrutmen petempur dan mobilisasi dana, yang lama kelamaan diadaptasi menjadi semacam rule of conduct dalam perebutan kekuasaan domestik.
Berkaca dari apa yang terjadi di Suriah dan Irak, jika kelompok pengusung NKRI Bersyariah gagal memfilter watak ekstrimisme atau radikalisme, proposal yang mereka usung malah berpotensi besar untuk menciptakan disintegrasi bangsa. Kembali, hal ini menciptakan paradoks dengan idealitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Kegagalan Berpikir Metodologis
Secara umum, ada tiga langkah mendasar dalam berpikir metodologis, yaitu kemampuan memverifikasi data, melakukan analisis, dan memberikan rekomendasi solusi implementatif berdasarkan analisis tersebut. Sayangnya, rekam jejak para pengusung NKRI Bersyariah menunjukkan kegagalan sejak di tahap pertama. Ketidakmampuan mendeteksi apa dan bagaimana ISIS menunjukkan mereka tak lebih dari korban propaganda ISIS.
Menurut penelitian Fernandez (2015), pada tahun itu, kelompok-kelompok jihad berhasil merekrut lebih dari 20.000 petempur asing dan sebagian besarnya bergabung dengan ISIS. Sebab utama ‘keberhasilan’ ini adalah propaganda di internet. Bentuk propaganda ‘jihad’ itu di satu sisi berupaya membangun citra heroik: para ‘musuh Islam’ diberi balasan setimpal, dibantai di jalanan; konvoi petempur dengan senjata-senjata canggih dan bendera hitam berlafaz nama Allah dan Muhammad SAW; dan berbagai aksi pengeboman melawan ‘musuh Islam’. Video dan info semacam ini sangat ‘nyambung’ dengan anak-anak muda yang dibesarkan dengan kebencian kepada ‘kaum kuffar’, yang dicekoki berita hoax bahwa ‘rezim Syiah di Irak dan Suriah membantai saudara-saudara Sunni kita’.
Di saat yang sama, ada pula propaganda yang bernuansa feminin: menceritakan kesejahteraan hidup di bawah naungan ‘pemerintahan Islam’. Royal United Services Institute for Defence and Security Studies (RUSI) dalam penelitiannya menemukan bahwa di antara penyebab perginya banyak perempuan ke wilayah ‘pemerintahan’ ISIS di Suriah adalah keberhasilan ISIS menjual citra bahwa Islam benar-benar ditegakkan di wilayah mereka, serta citra romantisme jihad. Nurshadrina, remaja berusia 17 tahun asal Batam yang bersama keluarga besarnya (keluarga Dwi Joko, 17 orang) berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, adalah di antara mereka yang menjadi korban propaganda jenis kedua ini. Ia mengakui kondisi di Raqqa “Jauh banget mereka dari apa yang mereka katakan, apa yang mereka share di dunia internet itu.” [3]
Kegagalan memverifikasi akan memunculkan analisis yang salah (dan seringkali, tanpa didukung kemampuan analisis yang berbasis teoritis, lebih sering hanya berupa ‘cocokologi’), dan selanjutnya melahirkan tawaran solusi yang salah kaprah. Itulah sebabnya sampai muncul analisis, “Kalau pemerintah adil, tentara bagus, polisi bagus, syariat Islam tidak dimusuhi, aliran sesat dibubarkan, kemungkaran dilarang, Indonesia tidak perlu ISIS.” ISIS diletakkan dalam rangkaian falasi logika pro causa non causa, kesalahan menentukan sebab-akibat. ISIS dijadikan solusi dalam logika fasisme: bila Anda tidak mau dibantai di jalanan, turuti kata-kata kami.
Kesalahan metodologis ini juga terlihat ketika kubu pengusung syariah menyikapi berbagai isu global lainnya, misalnya isu ekspansi ekonomi China di dunia (memunculkan paranoid terhadap segala hal berbau China, dan berujung pada tawaran solusi ‘pribumisasi’ yang didasarkan pada paradigma bahwa etnis China yang sejak nenek-moyangnya sudah hidup di Indonesia pun tetaplah bukan pribumi); isu pembantaian etnis Rohingya (memunculkan kebencian kepada kaum Buddha, seruan jihad melawan kaum ‘kafir’ Buddha, menekan pemerintah untuk menampung semua pengungsi Rohingya); isu Uyghur; isu ekspansi ‘komunis Rusia’; atau isu ‘ekspor revolusi Syiah Iran’.
Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tiga watak dasar para pengusung NKRI Bersyariah atau konsep-konsep sejenis di Indonesia malah berpotensi memorak-porandakan negara kesatuan Republik Indonesia. NKRI Bersyariah malah menjadi tribal nationalism (meminjam istilah Lim, 2017); nasionalisme yang hanya untuk ‘kami’, bukan untuk ‘kalian’ (yang sesat, kafir, dan ‘asing’). Terlebih lagi, afiliasi faksi-faksi pengusung syariah di Indonesia dengan ormas-ormas transnasional (Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Al Qaida, dan ISIS) membuat segala langkah mereka selalu merujuk pada kepentingan jaringan mereka dalam politik global, bukan pada kepentingan bangsa Indonesia. Karena itulah menguji konsep NKRI Bersyariah dalam politik global sangat penting dilakukan.
———-
[1]Video pandangan HRS tentang ISIS:
https://www.youtube.com/watch?v=2hScFzv1Lro
https://www.youtube.com/watch?v=Px_3XkFX9CY
[2]Video usulan HRS tentang NKRI Bersyariah: https://www.youtube.com/watch?v=07m4Rqu_5_8
[3]Video kesaksian keluarga Dwi Joko tentang ISIS:
*Dina Y. Sulaeman adalah seorang doktor Hubungan Internasional lulusan Universitas Padjadjaran. Selain beraktivitas sebagai dosen, ia juga aktif menulis artikel analisis geopolitik Timur Tengah, serta mengelola Jurnal ICMES (the Journal of Middle East Studies). Ia pernah tinggal di Timur Tengah dan berkarir sebagai jurnalis di Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB). Dua buku yang pernah ditulisnya mengenai konflik Suriah berjudul ‘Prahara Suriah’ dan ‘Salju di Aleppo’. Ia juga aktif menggunakan Facebook untuk menyebarluaskan pemikirannya mengenai geopolitik Timur Tengah dan perlawanan terhadap intoleransi & terorisme: https://www.facebook.com/DinaY.Sulaeman.
Tulisan Denny JA bisa dibaca di sini: https://www.facebook.com/322283467867809/posts/1919263768169763/
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2019/01/07/menguji-konsep-nkri-bersyariah-dalam-politik-global/
Q&A: Benarkah Yahudi itu Beda Dengan Zionis?
Benarkah Yahudi itu Beda Dengan Zionis? Selama ini, dalam tulisan-tulisan saya, saya jawab ‘ya’. Buktinya, ada orang-orang Yahudi yang menolak Israel dan Zionisme, misalnya para Rabi Yahudi yang tergabung dalam Neturei Karta.
Tapi, sejak saya baca buku Gilad Atzmon (The Wandering Who), berteman dengannya di facebook dan mengikuti blognya, saya mendapatkan pemahaman yang lain. Inti pemikiran Atzmon adalah: konflik di Palestina justru sebenarnya berakar dari ideologi rasisme Yahudi. Mengapa perdamaian sulit sekali tercapai hingga kini? Karena memang world-view-nya orang Yahudi yang merasa lebih mulia dari ras lain (apapun itu, tidak hanya Arab), sehingga menyulitkan negosiasi dan rekonsiliasi.
Pemikiran Atzmon ini mendapat penentangan dari sesama Yahudi (mereka berkeras, harusnya sebut yang salah itu ‘Zionis’, tidak ada kaitan dengan ‘keyahudian’), dan bahkan dari sebagian aktivis Palestina sendiri, misalnya Ali Abunimah. Abunimah mengecam Atzmon karena menggunakan the J-word (blak-blakan menyebut ‘Yahudi’, ini dianggap ‘tidak sopan’ karena ‘akan menyinggung saudara-saudara kita kaum Yahudi’). Abunimah bahkan menggalang petisi untuk ‘mengingkari’ (disavow) Atzmon. Tapi, banyak juga akademisi dan aktivis pro-Palestina (baik itu Yahudi, Arab, maupun orang-orang Barat) yang menyetujui pemikirannya. Professor Marc Elis, seorang teologis Yahudi, bahkan menyebut Atzmon sebagai ‘nabi baru’ karena memberikan pencerahan kepada orang Yahudi.
Buku Atzmon sendiri sangat filosofis, tapi relatif mudah dicerna (terutama kalau setidaknya Anda pernah belajar sedikit filsafat); hanya saja, saya kesulitan mengungkapkan kembali dalam bahasa Indonesia. Tapi ini ada wawancara Atzmon dengan Alimuddin Usmani, yang relatif lebih mudah saya terjemahkan, yang bisa merangkum apa sebenarnya yang dipikirkan Atzmon:
Alimuddin Usmani: Setelah Operasi “Cast lead” pada tahun 2009 dan “Pillar of Defence” pada tahun 2012, tentara Israel kembali meluncurkan operasi “Protective Edge” pada bulan Juli 2014 terhadap Gaza. Apa tujuan dari operasi militer skala besar ini berulang?
Gilad Atzmon: Sangat penting untuk dicatat bahwa Israel belum pernah memenangkan satu pertempuran militer pun sejak tahun 1973. Benar, mereka telah membunuh banyak orang Arab, tetapi tidak berhasil mencapai salah satu tujuan militernya..
Dominasi militer Israel telah ditopang oleh kekuatan pencegahan (deterrence). Melalui perang ini, mereka ingin memaksa orang Arab untuk menghindari konflik dengan mengancam bahwa mereka (warga Arab) bisa kehilangan segalanya. Minggu ini, telah terbukti bahwa trik ini tidak akan bekerja lagi. Perlawanan Palestina telah bangkit kembali. Israel tidak dapat memecahkan masalahnya dengan cara militer. Situasi ini menimbulkan keputusasaan Israel. Mereka mulai menyadari bahwa mereka terjebak dalam kebuntuan politik, ideologi dan budaya. Israel tidak dapat menciptakan resolusi [penyelesaian konflik]. Tidak ada prospek masa depan bagi Negara Yahudi.
Selanjutnya, kebohongan terang-terangan Yahudi ‘kiri’ [istilah untuk Yahudi berhaluan Marxist] yang menyatakan bahwa [sumber] masalah adalah ‘pendudukan/penjajahan’ telah terungkap minggu ini. Kita menyaksikan warga Arab Israel [orang Arab yang jadi warga Israel] dikejar-kejar oleh orang-orang Yahudi. Seperti kita ketahui, kelompok sayap kanan telah menyeru agar dilakukan pengusiran massal terhadap semua orang Arab dari wilayah Israel; dan seruan ini semakin populer dalam Israel. Seruan brutal ini benar-benar konsisten dengan budaya dan ideologi supremasi Yahudi. Semua Yahudi, baik itu Zionis dan anti-Zionis, senang untuk beraktivitas di tengah lingkungan khusus Yahudi. Tapi bisakah Israel melepaskan diri dari Palestina? Inilah yang dijanjikan oleh pihak sayap kanan dalam koalisi [pemerintahan Israel].
Kembali ke pertanyaan Anda; karena militer tidak dapat memberikan jawaban dan politisi tidak dapat menghasilkan jalan keluar, militer digunakan sebagai brigade pemadam kebakaran. Ini memberikan kemenangan jangka pendek. IDF hanya mengulur waktu, tidak bisa meraih kemenangan karena tujuan militer mereka pun bahkan tidak dapat diartikulasikan. IDF menghujani Gaza dengan rudal, membunuh apa pun yang diduga berbahaya (termasuk anak-anak, orang tua dan wanita). Tapi seiring berjalannya waktu, opsi militer menyusut dan sampai batas tertentu, tidak bisa dipakai lagi.
Teoritisi militer Jerman, Carl von Clausewitz mengatakan pada abad ke-19 bahwa “perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain.” Dalam kasus Israel, apa yang kita lihat malah kebalikan dari ide Clausewitz: politik Israel adalah kelanjutan dari kebutuhan Yahudi untuk berkonflik.
Alimuddin Usmani: Penulis koran Haaretz, Gideon Levy, menulis bahwa Israel tidak menginginkan perdamaian dan bahwa ‘rejeksionisme’ (penolakan) tertanam dalam keyakinan yang paling primer orang Israel. Pada tingkat terdalam [di benak mereka] terdapat konsep bahwa tanah ini diperuntukkan untuk orang-orang Yahudi saja. Apa pendapat Anda tentang ini?
Gilad Atzmon: Saya senang melihat bahwa semakin banyak orang, termasuk lawan bebuyutan saya sekarang setuju dengan saya, bahwa ada sesuatu yang sangat mengganggu dalam budaya dan identitas politik Yahudi. Haaretz menulis sebuah editorial beberapa hari lalu yang menyatakan bahwa “Israel harus menjalani revolusi budaya”. Lawan paling keras saya orang Palestina, Ali Abunimah, yang baru-baru ini mengecam saya untuk berfokus pada budaya Yahudi, tampaknya juga telah mengadopsi filosofi saya. Dia sekarang menunjuk rasisme mengerikan yang melekat dalam budaya dan politik Yahudi.
Dan sekarang, setelah memuji diri sendiri, saya menjawab pertanyaan Anda. Dalam bahasa Ibrani, kata ‘Shalom’ tidak berarti perdamaian, harmoni, atau rekonsiliasi. Namun artinya ‘keamanan bagi orang-orang Yahudi’. Dengan kata lain, Israel tidak memiliki kata yang tepat untuk ‘damai’ atau ‘rekonsiliasi’. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa Israel bukanlah mitra dalam perdamaian. Israel bahkan tidak dapat merenungkan konsep ‘damai’ itu.
Setelah kita sadar akan kondisi pasca-politik di mana kita hidup, filsafat dan pemikiran esensialis adalah alat analisis penting untuk memahami lanskap manusia di sekitar kita. Dan sekarang, silakan tanyakan pada diri sendiri, [wahai] Anda yang telah menjadi musuh bebuyutan dari pemikiran esensialis dan filosofis dalam akademisi dan politik. Hal ini, jelas, Yahudi ‘kiri’ lah yang berusaha begitu keras untuk mencegah kita dari berpikir tentang Yahudi dalam terminologi kategoris.
[selanjutnya, bisa dibaca wawancara selengkapnya di sini]
Penjelasan dari saya:
Jadi, selama ini yang jargon yang dipakai oleh orang-orang Yahudi
‘pro-perdamaian’ adalah: “Sumber masalah adalah pada Zionisme, pada
penjajahan Israel di Palestina. Yahudi itu sebenarnya baik kok, yang
salah itu mereka yang menjajah di Palestina.”
Nah, Atzmon menggugat pendapat seperti ini. Menurutnya (yang secara panjang lebar diargumentasikan dalam bukunya), justru ideologi anti-Gentile (anti-non-Yahudi) yang tertanam kuat dalam diri orang Yahudi dimanapun berada yang menjadi sumber masalah. Karena itu, perjuangan Atzmon ada di titik ini. Dia menulis buku, blog, diwawancarai media, keliling berbagai negara, untuk menggugah kesadaran orang-orang Yahudi, bahwa mereka memiliki kesalahan ideologis yang sangat inheren. Perdamaian di Palestina tidak akan terjadi jika cara berpikir anti-Gentile orang Yahudi ini belum hilang.
Seperti dikatakan Atzmon dalam kesempatan lain:
[Saya] men-decoding budaya Yahudi dan mendekonstruksi kekuatan (power) Yahudi. Berdasarkan hal itu, saya berupaya memahami apa yang menyebabkan Yahudi-Israel tidak bisa menerima –bahkan sekedar mempertimbangkan- kemungkinan bahwa negara mereka [dapat] menjadi negara untuk [semua] warganya [termasuk Arab]. Saya ingin memahami, misalnya, mengapa Yahudi di Barat adalah yang terdepan memperjuangkan kebijakan pro-imigran, tetapi negara Yahudi mereka [Israel] justru yang memiliki aparat anti-imigran yang paling ganas. Pertanyaan ini sangat krusial. Tidak seperti blogger Palestina, Ali Abunimah yang meyakini bahwa memahami budaya tidak relevan dengan realitas dan proses politik, saya percaya bahwa memahami budaya adalah kunci terpenting untuk memahami, adakah kemungkinan untuk hidup berdampingan di wilayah itu [Palestina].
Selain itu, Atzmon juga mengkritisi sebagian aktivis Palestina yang justru terkooptasi dalam kekuatan Yahudi. Adalah realitas mengejutkan, sebagian besar LSM Palestina justru dibiayai Open Society (milik George Soros). LSM-LSM ini justru berperan ‘membelokkan’ arah perjuangan pembebasan Palestina. Selengkapnya bisa dibaca di sini. Open Society Soros berperan dalam menyebarluaskan ide-ide LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) dengan tujuan ‘mengalahkan’ kaum muslimin melalui cara-cara marjinalisasi politik dan identitas politik (baca tulisan Atzmon di sini).
Semoga catatan singkat ini bisa memberi manfaat untuk penstudi HI, Kajian Timteng, dan pemerhati masalah Palestina.
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2014/07/14/qa-benarkah-yahudi-itu-beda-dengan-zionis/
Mengapa Iran Tak Serang Israel?
Oleh: Dina Y. Sulaeman
Pertanyaan ini sering muncul di dalam berbagai diskusi di dunia maya, “Kalau Iran betul-betul anti-Israel, mengapa Iran sampai sekarang tidak jua menyerang Israel?” Pertanyaan ini konteksnya adalah menuduh Iran omdo (omong doang), bahkan ada yang lebih parah lagi, menggunakan teori konspirasi, “Ini bukti bahwa ada kerjasama di balik layar antara Iran dan Israel.”
Bila memakai kalkulasi hard power, harus diakui bahwa sebenarnya kekuatan Iran masih jauh di bawah AS. Apalagi, doktrin militer Iran adalah defensive (bertahan, tidak bertujuan menginvasi negara lain). Iran hanya menganggarkan 1,8% dari pendapatan kotor nasional (GDP)-nya untuk militer (atau sebesar 7 M dollar). Sebaliknya, AS adalah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia, yaitu 4,7% dari GDP atau sebesar 687 M dollar. Bahkan, AS telah membangun pangkalan-pangkalan militer di berbagai wilayah di sekitar Iran. AS adalah pelindung penuh Israel dan penyuplai utama dana dan senjata untuk militer Israel. Bujet militer Israel sendiri, pertahunnya mencapai 15 M Dollar (dua kali lipat Iran).
Sebelum menjawab ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang Israel’?, mari kita jawab dulu pertanyaan sebaliknya, mengapa AS dan Israel tidak jua menyerang Iran? AS sebenarnya tidak berkepentingan menyerang Iran. Tetapi, Israel berkali-kali meminta AS untuk menyerang Iran dengan alasan “Iran memiliki nuklir yang mengancam keselamatan Israel.” Ketika rezim Obama enggan menuruti permintaan Israel, Israel bahkan mengancam akan menyerang Iran sendirian, tanpa bantuan AS. Untuk menelaah prospek perang AS+Israel melawan Iran, Anthony Cordesman dari Center for Strategic and International Studies merilis hasil penelitiannya pada bulan Juni 2012. CSIS melakukan kalkulasi bila AS dan Israel menyerang Iran, antara lain menghitung berapa banyak pesawat pengebom yang dibutuhkan, berapa banyak bom yang harus dibawa, apa kemungkinan serangan balasan dari Iran, dan bagaimana cara menghadapinya.
Salah satu kesimpulan yang diambil Cordesman adalah, profil militer Israel tidak akan mampu melakukan serangan tersebut. Untuk menyerang Iran, Israel harus mengerahkan seperempat pasukan udaranya dan semua pesawat tempurnya, sehingga tidak ada pesawat cadangan untuk berjaga-jaga. Pesawat-pesawat tempur itu harus melewati perbatasan Syria-Turki sebelum terbang di atas udara Irak and Iran. Dan wilayah-wilayah tersebut, sangat rawan bagi Israel. Menurut Cordesman, “Berdasarkan jumlah pesawat yang diperlukan, proses pengisian bahan bakar yang harus dilakukan sepanjang perjalanan menuju Iran, serta usaha mencapai target gempuran tanpa terdeteksi sangatlah beresiko tinggi dan kecil kemungkinan keseluruhan operasi militer tersebut akan berhasil.”
Dan bahkan jika pesawat tempur Israel berhasil mengebom reaktor nuklir Iran, pembalasan yang dilakukan Iran akan membawa dampak yang sangat buruk bagi kawasan Timur Tengah. Cordesman menulis, “Anda tidak akan ingin tahu seperti apa jadinya Timur Tengah sehari setelah Israel berupaya menyerang Iran.”
Karena itu, bila Israel berkeras ingin menyerang Iran, Israel harus menggandeng AS. Tapi, bila AS menyetujui permintaan Israel ini, AS harus mengerahkan ratusan pesawat dan kapal tempur. Serangan awal saja sudah membutuhkan alokasi kekuatan yang sangat besar, termasuk pengebom utama, upaya penghancuran system pertahanan udara lawan, pesawat-pesawat pendamping untuk melindungi pesawat pengebom, peralatan perang elektronik, patrol udara untuk menahan serangan balasan dari Iran, dll. Pada saat yang sama, AS harus menghalangi Iran agar tidak melakukan aksi apapun di Selat Hormuz. Bila Iran sampai berhasil memblokir Selat Hormuz, suplai minyak dan gas dunia akan terhambat dan efeknya akan sangat buruk bagi perekonomian dunia. Dan ini bukan pekerjaan mudah. Iran selama ini justru sangat memperkuat kemampuan militernya demi mengontrol Selat Hormuz bila terjadi perang. Meskipun, AS juga sudah mempersiapkan banyak hal untuk menjaga agar Hormuz tetap terbuka, antara lain dengan menempatkan berbagai perlengkapan militer di Bahrain, Saudi Arabia, Qatar, Kuwait, dan UAE. Namun inipun mengandung ancaman lain. Iran berkali-kali mengancam, bila wilayahnya diserang, Iran akan melakukan serangan balasan ke semua negara Arab yang di dalamnya ada pangkalan militer AS. Belum lagi, Rusia dan China diperkirakan akan ikut campur demi mengamankan kepentingan mereka sendiri di Timteng. Tak heran bila banyak analis mengungkapkan ramalan bahwa Perang Dunia III akan meletus bila AS sampai menyerang Iran.
Lihatlah situasinya: bila Israel dan AS menyerang Iran, artinya mereka keluar dari wilayah mereka sendiri dan harus bersusah-payah mengusung semua perlengkapan militernya. Lalu, urusan tidak selesai hanya dengan menjatuhkan bom ke situs nuklir Iran. Serangan balik dari Iran, dan posisi geostrategis Iran, sangat memberikan potensi kekalahan bagi AS dan Israel. Karena itulah, Menhan Leon Panetta sampai berkata, “Sangat jelas bahwa bila AS melakukan serangan itu, kita akan mendapatkan akibat buruk yang sangat besar.”
Sekarang mari kita balik: bagaimana seandainya Iran menyerang Israel? Minimalnya, ada dua versi jawaban yang bisa diberikan sementara ini.
- Berdasarkan kalkulasi hard power. Ingat lagi profil militer Iran. Bisa dibayangkan, berapa banyak senjata yang dimiliki Iran dengan dana 7 M Dollar pertahun, dibandingkan dengan banyaknya senjata yang dimiliki AS dengan dana 687 M Dollar pertahun. Bandingkan lagi dengan kondisi ‘seandainya Israel menyerang Iran’ seperti yang sudah dianalisis Cordesman di atas. Kesimpulan yang bisa diambil adalah saat ini, profil militer Iran memang belum mampu menyerang Israel secara langsung, begitu juga sebaliknya, Israel juga belum mampu menyerang Iran secara langsung. Sementara, AS punya hitung-hitungan lain di luar sekedar menyerang Iran. AS akan menghadapi kehancuran ekonomi yang sangat parah bila sampai mengobarkan perang terhadap Iran.
Artinya, kedua pihak saat ini masih dalam posisi sama-sama bertahan. Itulah sebabnya, retorika Iran selama ini memang selalu defensif: Iran tidak mengancam akan menyerang, melainkan ‘akan membalas bila ada yang berani menyerang’. Seandainya Iran dalam posisi diserang dan membela diri dari dalam negeri (bukan dalam posisi menyerang dan mengirimkan pasukan ke luar wilayahnya) Iran sangat mungkin bertahan dan meraih kemenangan, karena memiliki keunggulan geostrategis. Hanya dengan memblokir Selat Hormuz, seluruh dunia akan merasakan dampak buruk perang dan bahkan AS akan bangkrut sehingga tak akan mampu melanjutkan perang.
Sebaliknya, untuk bisa maju perang (=secara ofensif mengirimkan senjata dan pasukan ke luar wilayahnya), Iran tidak mungkin maju sendirian. Bila negara-negara Arab, terutama yang berbatasan darat dengan Palestina, belum siap berjuang, tentu sangat konyol bila Iran harus mengirim pasukan ke Palestina yang jauhnya 1500 km dari Teheran. Berapa banyak pasukan, pesawat tempur, dan rudal yang mampu dikirim oleh Iran yang hanya punya anggaran 7 M Dollar pertahun? Bila Mesir saja yang pemerintahannya dikuasai Ikhwanul Muslimin (artinya, seideologi dengan Hamas) masih menutup pintu perbatasannya dengan Gaza; masih menolak untuk terjun langsung ke medan pertempuran membela saudara se-harakah mereka, mengapa Iran yang di-ojok-ojok untuk mengirim pasukan perang? Karena itu, dari sisi ini, hanya satu kata untuk menilai pertanyaan ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang Israel?’ : naif.
2. Berdasarkan kalkulasi soft power. Sangat mungkin, di atas kertas, profil militer Iran memang seperti yang diungkapkan di atas. Tapi, bila diingat lagi percepatan kemajuan teknologi militer yang dicapai Iran dan statemen beberapa petinggi militer Iran yang menyebutkan bahwa kemampuan Iran ‘jauh lebih besar dari apa yang terlihat’, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Iran adalah negara yang berbasis teologi mazhab Syiah dan meyakini adanya aspek transenden dalam setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin spiritual mereka (rahbar). Militer Iran pun berada di bawah wewenang rahbar, yang sekarang dijabat Ayatullah Khamenei. Iran meyakini bahwa Ayatullah Khamanei memiliki kemampuan transenden sehingga mengetahui kapan saat yang tepat untuk maju perang. Orang lain boleh tidak percaya, tetapi ini adalah urusan rakyat Iran sendiri.
Di sini, pertanyaan mengapa Iran belum juga menyerang Israel secara langsung (seandainya memang kemampuan militernya sebenarnya sudah mencukupi) akan mendapat jawaban sederhana saja: karena belum diizinkan oleh sang Rahbar. Lalu, mengapa Rahbar belum memberi izin? Silahkan dipikirkan sendiri, dengan mengaitkannya pada hal-hal yang bersifat ideologis dan relijius; dan hal ini di luar kapasitas saya untuk menjelaskan.
Intinya, perjuangan melawan Israel bukanlah perjuangan Iran saja. Ini seharusnya menjadi perjuangan bersama semua negara-negara muslim. Dan inilah yang terus diupayakan para pemimpin dan ulama Iran melalui berbagai statemen dan orasinya: membangkitkan kesadaran dan semangat juang kaum muslimin sedunia; sambil terus berupaya memperkuat profil militernya. Ini bukanlah omdo (omong doang), tapi upaya yang memang harus dilakukan sebelum mencapai kemenangan.
Akan tiba suatu masa ketika kaum muslimin sedunia bangkit bersatu dan bersama-sama merebut kembali Al Quds dari tangan para penjajah. Inilah janji Allah dalam QS 17:4-5, “Dan telah kami tetapkan terhadap Bani Israel di dalam Alkitab: sesungguhnya kalian akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kalian akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Dan maka ketika telah tiba apa yang dijanjikan itu, akan kami bangkitkan para hamba yang perkasa dan memiliki kekuatan besar untuk mengalahkan kalian. Para hamba itu akan mencari kalian sampai ke tempat persembunyian kalian dan janji [Allah] itu pasti terjadi.”
update:
analisis yang lebih sederhana, tapi sangat mantap, bisa baca di sini.
update:
karena ada beberapa komentator yang nanyain sumber tulisan (pdhl,
tinggal googling aja tho, cari kata kunci cordesman+csis+iran+israel),
ini sy kasih linknya, silahkan download sendiri:
http://csis.org/files/publication/120906_Iran_US_Preventive_Strikes.pdf
Lalu kalau ada yang mau tahu lebih jauh soal soft power Iran, bisa baca tulisan saya sebelumnya
https://dinasulaeman.wordpress.com/2012/02/15/soft-power-sumber-kekuatan-iran/
Nah, kalau masih nanya, sumbernya dimana, gooling aja , The Iranian Journal of International Affairs, Manouchehr Mohammadi, soft power Iran.
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2012/11/21/mengapa-iran-tak-serang-israel/
Menolak Lupa Soal ISIS
(1) Lagi rame kasus anggota ISIS ditangkapin ya? Tentu kita berterima kasih kepada Densus yang menjaga NKRI dengan bertindak tegas pada anggota kelompok teroris.
Namun, kita perlu ingat: sekarang adalah tahun 2021. Padahal, ISIS terang-terangan mendeklarasikan diri pada 16 Maret 2014 di BUNDARAN HI! Bundaran HI itu berada di Jakarta ya, IBU KOTA NEGARA! Kemana publik, media, MUI, pemerintah waktu itu?
Saya copas bagian awal liputan mengenai acara deklarasi tsb.
***
Pagi itu (16 Maret 2014), Bundaran HI tampak tampak ramai oleh warga Jakarta yang berolah raga. Seperti biasa, di hari Ahad, jalan Sudirman sampai HI memang steril kendaraan terkecuali hanya Busway Trans Jakarta, sehingga masyarakat lebih nyaman berolahraga.
Namun kenyamanan pagi itu juga ‘diramaikan’ oleh acara bertajuk “Tabligh Akbar:Menyongsong Kehadiran Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah; Support & Solidarity for ISIS.” Sekedar informasi, ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) adalah salah satu dari sekian banyak kelompok militan yang menyerbu dan mengobrak-abrik Suriah dengan alasan jihad. ISIS ingin menggulingkan rezim Assad karena ingin mendirikan khilafah di Suriah dan Irak.
Beberapa laki-laki bercelana cingkrang, berjenggot, dan berpakaian serba hitam terlihat berkumpul di dekat bundaran, membentangkan bendera-bendera al-Qaeda dan berbagai macam atribut dan spanduk dukungan kepada ISIS. Sempat terjadi adu mulut antara mereka dengan seorang polisi yang bertugas menjaga kelancaran lalu lintas, sebab keberadaan pasukan berbaju hitam itu sempat memacetkan jalur Busway dan menyedot perhatian warga yang sedang berolah raga.
…
Tepat 09.30 WIB, orasi pun dimulai. Teriakan takbir bergema bersama kepalan-kepalan tangan yang diacungkan ke udara mengiringi orasi.
Orasi dipimpin oleh Koordinator Gerakan Khilafah Wilayah Jakarta. Orator pertama adalah Ustad Fachri dari Pamulang yang mengajak semua ikhwan untuk merapatkan barisan dalam rangka menyambut berdirinya Khilafah di Bumi Syam (Suriah) dan Irak, dan sebentar lagi akan memasuki Lebanon dan menyeberang ke Asia Tenggara. Ustad Fachri juga menyeru bangsa Indonesia agar kembali pada Hukum Allah. Ustad Fachri juga secara tegas menyampaikan rencana untuk menegakkan Daulah Islamiyah di bumi Indonesia dengan berbagai cara.
…
[lanjutannya baca saja di websitenya langsung]
**
Yang bikin ngeri adalah baris akhir dari liputan ini. “Siang semakin menjelang. Acara pun usai. Seorang warga yang sedang bersepeda di bundaran HI mengacungkan jempolnya ke bawah, ke arah kerumunan pro-ISIS itu. Seseorang dari mereka membalas, “Mati, lu!” Itulah ideologi mereka: bila kita tidak sepakat dengan mereka, kita layak mati. Ideologi takfirisme, yang menyusup ke dalam berbagai nama, berbagai merk. *** Kini di tahun 2021, kesadaran publik soal bahaya ISIS semakin meluas. Pemerintah juga semakin berani untuk tegas. PR besar kita semua adalah melawannya di tataran ideologi dan narasi. Organisasi dibubarkan, anggota ditangkap, tidak membuat ideologi mati. Karena ideologinya tidak diidentifikasi dengan jelas, banyak yang tidak paham/sadar bahwa mereka sedang dicekoki oleh ideologi yang sama (tapi berbeda merk). Apalagi para ustad-nya sangat lihai bermain narasi dan dengan dukungan dana besar, mampu mengisi ruang-ruang publik dengan ceramah-ceramah yang seolah baik.
[bersambung]
Liputan Deklarasi ISIS di Bundaran HI 16 Maret 2014 https://liputanislam.com/liputan/deklarasi-baiat-organisasi-teroris-transnasional/
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/02/08/menolak-lupa-soal-isis/
Menolak Lupa Soal ISIS (2)
Tahun 2014, Mosul, sebuah kota terbesar kedua di Irak, jatuh ke tangan ISIS. Kejatuhan Baghdad (ibu kota Irak) sudah di depan mata. Tentara Irak tidak sanggup menghadapinya sendirian. Tentara AS bercokol di Irak, tapi tidak banyak membantu. Ulama Irak, Ayatullah Sistani, mengeluarkan fatwa jihad melawan ISIS. Warga Irak, dari berbagai agama, bangkit, bergabung dengan pasukan relawan, melawan ISIS. Tahun 2017, Mosul kembali direbut,
Dalam video ini bisa dicatat dua poin penting:
(1) Warga Mosul (etnis Arab) adalah masyarakat yang plural, Muslim, Kristen, dan Yazidi hidup berdampingan damai. ISIS datang memorakporandakan kota mereka. Kini setelah ISIS berhasil diusir, mereka bergandengan tangan untuk membangun kembali kota. Dengan dikoordinasi oleh UNESCO, warga Muslim membantu pembangunan kembali gereja dan warga Kristen membantu membangun kembali masjid.
Jadi, ISIS tidak sama dengan ideologi Arab, sehingga salah kaprah bila ada netizen Indonesia menghina-hina etnis Arab di Indonesia saat bicara soal ISIS. Ideologi ISIS adalah ideologi takfirisme. Mereka menafsirkan ajaran Islam dengan salah kaprah. Melawannya harus dengan kontranarasi yang benar; bukan dengan menghina-hina salah satu etnis atau agama di negeri ini.
(2) Jangan menunggu kota-kota Indonesia sehancur Mosul (atau kota-kota lain di Irak dan Suriah yang dihancurkan ISIS). Ideologi takfirisme yang membuat manusia bisa sedemikian keji dan bergabung dengan ISIS harus dilawan dalam sebuah program yang integratif, tidak setengah-setengah.
Seperti apa program yang integratif itu?
Begini, ada yang komen “ISIS buatan AS”. Memang banyak indikasi dan bukti mengenai dukungan AS pada ISIS. Data menunjukkan adanya aliran senjata dari AS ke ISIS, meski AS ngeles, “kami maunya ngirim ke ‘pemberontak moderat’, tapi entah mengapa jatuh ke tangan ISIS.”
Di medan tempur, saat pasukan Suriah hampir menang lawan ISIS, jet-jet tempur AS membombardir mereka, alsan AS: “salah tembak”. Lalu, yang paling keji, pada 3 Januari 2020, AS membunuh Jenderal Qassem Soleimani yang memimpin pasukan relawan Irak dalam membebaskan kota Mosul (dan kota-kota lain) dari cengkeraman ISIS.
Kasus lain, sampai sekarang, Facebook selalu memblokir postingan tentang Jend QS (saya juga kena, beberapa hr yll). AS dan Facebook yang “Barat” itu kok ambigu, di satu sisi sok-sok antiteroris, di saat yang sama malah membunuh (memblokir) pihak-pihak yang melawan radikalisme/terorisme.
Tapi, apakah ISIS buatan AS? Menurut saya: yang dilakukan AS adalah MEMANFAATKAN elemen-elemen lokal yang memang berpotensi untuk dimainkan. Kalau di Timteng, ada kelompok-kelompok garis keras (berideologi takfiri) yang bisa dimanfaatkan AS untuk menggulingkan rezim yang “mbalelo”. Di negara-negara lain, misalnya di Eropa Timur atau Asia Tenggara (termasuk Indonesia), AS membiayai LSM-LSM yang selalu bikin gaduh dengan alasan “demokrasi”.
Jadi, ada dua elemen yang terlibat dalam kasus terorisme global:
(1) negara adidaya (Amerika dkk, termasuk jejaring media global yang sering menyebarkan disinformasi soal Suriah sehingga memprovokasi orang-orang yang sudah teradikalisasi untuk gabung dengan ISIS), dan
(2) para anggota ISIS dan kelompok serupa dalam berbagai merk (orang lokal, Muslim).
Oleh karena itu perlawanan perlu dilakukan terhadap kedua elemen ini. Dalam upaya deradikalisasi, penting untuk memasukkan kajian geopolitik global, bukan hanya fokus di pemahaman relijius yang salah kaprah.
Media-media mainstream Indonesia yang selama Perang Suriah juga menyebarkan misinformasi, juga pihak yang sangat bertanggung jawab atas semakin meningkatkan radikalisme/terorisme. Saya himbau para wartawan, belajarlah geopolitik dengan baik, jangan asal copas terjemah berita dari jejaring media AS/Inggris. Baca ISIS hari ini adalah bagian dari dosa Anda juga karena menyampaikan disinformasi soal Suriah.
Ini yang saya maksud program deradikalisasi yang integratif: menyentuh akar masalah, global maupun lokal, serta dilakukan di berbagai lini, mulai dari pelajaran sekolah (dan lembaga pendidikan lain), ceramah, dan acara-acara tivi, serta materi pemberitaan, dll.
***
Problem di Indonesia memang bukan cuma radikalisme. Tapi, pembangunan dan perbaikan di bidang-bidang lain, akan sia-sia saja jika pada akhirnya kota-kota dihacurkan seperti di video ini. Pemerintah kita menghadapi sedemikian banyak persoalan, ekonomi, kesehatan, terorisme, dan digempur “kaum serigala” yang maunya cuma main proyek. Sangat patut kita syukuri, pemerintah kita tetap mampu berdiri tegak menghadapi semua kesulitan ini. Di luar sana, ada pemerintahan-pemerintahan yang dikudeta; atau gagal, tidak mampu berbuat apa-apa lagi.
Mari jaga bersama NKRI
https://web.facebook.com/DinaY.Sulaeman/videos/255705485937070
.—
Bagian pertama tulisan ini: https://web.facebook.com/…/a.23414318…/1129771504115770/
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/02/08/menolak-lupa-soal-isis-2/
Sumber Ideologi Teror Bisa Muncul dari Banyak Hal
Saya miris membaca berbagai komen yang merendahkan Islam, ketika ada yang membahas terorisme di medsos. Bahkan postingan donasi untuk NTT saja ditunggangi untuk melancarkan hate speech pada umat Muslim.
Benar bahwa berbagai aksi teror di berbagai tempat, terutama sejak perang Suriah, dilakukan atas nama Islam. Di Suriah ada ratusan milisi teror yang mengaku Muslim, antara lain ISIS. Saya pun sudah menulis sangat banyak tulisan membongkar perilaku para teroris ini, juga 2 buku tentang Suriah.
Tapi yang sering (sengaja) dilupakan oleh mereka yang menghina-hina umat Islam, adalah: siapakah korban terbanyak terorisme itu dan siapa yang paling berdarah-darah dalam perang melawan teror di Irak dan Suriah? Jelas kaum Muslim sendiri. Rakyat Irak dan Suriah bahu-membahu bersama militer mereka dalam perang-perang melawan ISIS (dan kelompok teror lain).
Ironisnya, Amerika Serikat, dengan alasan melawan teroris, setiap tahun menjatuhkan bom-bom secara masif ke negeri-negeri Muslim. Data dari CFR, tahun 2016 saja, AS menjatuhkan 26.171 bom di Suriah, Irak, Afghanistan, Libya, Yaman, Somalia dan Pakistan.
Artinya, rata-rata 3 bom setiap jam dijatuhkan AS di negeri-negeri mayoritas Muslim. ARTINYA: korban terbesar terorisme adalah kaum Muslim dan dalam tubuh kaum Muslim sendiri jelas ADA PERLAWANAN terhadap para teroris, bahkan perlawanan yang riil, dengan mempertaruhkan nyawa.
Desa/kota di Irak dan Suriah yang dilindungi/dibebaskan oleh milisi-milisi sukarelawan anti-ISIS bukan cuma yang dihuni oleh Muslim, tetapi juga yang berpopulasi Kristen.
Sekarang, apa sih DEFINISI terorisme?
Majelis Umum PBB dalam Resolusi 49/60 tahun 1994 mendeskripsikan terorisme sebagai berikut (saya terjemahkan dari B. Inggris):”
Tindak kriminal, yang dimaksudkan atau diperhitungkan untuk memprovokasi keadaan teror (ketakutan) di masyarakat umum, yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang tertentu untuk tujuan politik, dengan pertimbangan apapun tidak dapat dibenarkan, baik itu politik, filosofis, ideologis, rasisme, etnis, agama atau hal-hal lain yang mungkin digunakan untuk membenarkannya.”
Perhatikan bahwa menurut PBB, tindak terorisme bisa berasal dari banyak hal: politik, filosofis, ideologis, rasisme, etnis, agama, dll.
Dalam definisi ini, hanya disebut “agama”, tidak merujuk pada Islam (saja). Karena faktanya, di dunia ini terjadi kasus-kasus teror yang dilandasi oleh kebencian agama, yang dilakukan di luar umat Muslim.
Misalnya, tahun 1994 Baruch Goldstein, seorang Yahudi ekstrim menembaki jamaah masjid Ibrahim di Hebron yang sedang sholat Subuh dan menewaskan 29 orang. Israel menyebut Goldstein pelaku tunggal, tapi saksi mata menyebut dia bersama sejumlah orang lain.
[Meski tidak ada media Barat yang menyebut Goldstein teroris, tapi ingat lagi definisinya “tindakan kriminal… memprovokasi keadaan teror (ketakutan) di masyarakat umum..dilandasi agama…”]
Jadi, kalau benar Anda mau bersama-sama melawan radikalisme dan menjaga keutuhan negeri ini, hilangkan dulu kebiasaan hate speech pada pihak lain. Akar radikalisme adalah kebencian, intoleran pada pihak yang berbeda. Mari mulai dari diri sendiri. Berlagak sedang melawan terorisme dengan menghina-hina umat lain di medsos adalah sikap yang salah kaprah.
Saya sih curiganya, mereka itu memang “buzzer” dari pihak tertentu yang ingin Indonesia terus kisruh. Kita yang waras perlu mewaspadai akun-akun seperti ini.
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2021/04/07/sumber-ideologi-teror-bisa-muncul-dari-banyak-hal/
Kisah Mereka yang Buta Geopolitik
Repost status FB
Dalam sebuah forum yang bikin saya geregetan itu, si pembicara ‘lawan’ saya (orang ANNAS, doktor lho, ckckck) mengatakan begini, “Kalau benar Iran melawan Israel, mengapa tidak ada satu peluru pun dikirim Iran ke Israel?”
Pertanyaan yang buta geopolitik ini sebenarnya dapat dengan mudah dijawab, namun moderator langsung menutup acara tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk menanggapi.
Orang itu mungkin pura-pura lupa bahwa Iran selama ini mengirimkan bantuan senjata dan dana ke Hamas dan para pejuang Palestina. Selain itu, bila negara-negara Arab, terutama yang berbatasan darat dengan Palestina, tidak mau mengirim senjata ke Palestina, apalagi berperang langsung melawan Israel, tentu sangat konyol bila Iran harus mengirim pasukan ke Palestina yang jauhnya 1500 km dari Teheran. Belum sampai ke Palestina, pesawat Iran tentu sudah ditembak jatuh oleh negara-negara Arab sekutu Israel. Atau, oleh tentara AS yang bercokol di pangkalan militernya di Saudi, Qatar, Bahrain, UAE, Turki, dan Mesir.
Belum lagi masalah dana. Saudi yang kaya raya aja sekarang kocar-kacir ekonominya gegara menyerang Yaman dan mendanai mujahidin asing menyerang Suriah (IMF memprediksi, dalam 5 thn ke depan Saudi akan kehabisan uang). Trus, Iran yang GDP-nya bahkan lebih rendah dari Indonesia, dan bujet militernya hanya 7 M USD pertahun (doktrin militernya pun defensif), elu suruh perang head to head melawan Israel yang bujet militernya 15 M USD pertahun dan didukung semua negara Arab (kecuali Suriah-Lebanon) + AS-Prancis-Inggris. Memangnya perang itu kalkulasinya pake dengkul ya, bukan pake otak?!
Mungkin benar kata orang bijak, kebodohan memang tak ada batasnya.
–dialog berikut ini aslinya saya dapat dari WA lalu saya adaptasi:
ANDA SEHAT?
A: Iran itu sekutu Zionis!
B: Apakah Anda temukan kedubes/konsulat Israel di Iran?
A: Tidak
B: Apakah ada konsulat Saudi di Israel?
A: Sudah ada rencana dan tandatangan MoU untuk itu.
B: Apakah ada pangkalan militer Amerika di Iran?
A: Tidak
B: Apakah ada pangkalan militer AS di Saudi?
A: Ada
B: Arab Saudi dibantu Israel dan Amerika menyerang Yaman. Sementara Iran
membantu tentara Yaman membela tanah airnya. Arab-AS menyuplai senjata
dan dana pada mujahidin untuk menghancurkan Suriah, sedang rumah sakit
Israel merawat para mujahidin yang terluka biar bisa perang lagi.
Sementara, Iran membantu tentara Suriah mempertahankan tanah airnya.
Jadi, siapa yang bekerjasama dengan Zionis?”
A: Iran
B: ANDA SEHAT???
Kalau mau baca lebih jauh kalkulasi perang Iran-Israel: https://dinasulaeman.wordpress.com/2012/11/21/mengapa-iran-tak-serang-israel/
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2016/06/22/kisah-mereka-yang-buta-geopolitik/
Soft Power, Sumber Kekuatan Iran
Dina Y. Sulaeman*
Dalam studi Hubungan Internasional, power, atau kekuatan negara-negara biasanya didefinisikan dalam dua kategori, hard power dan soft power. Hard power secara singkat bisa dimaknai sebagai kekuatan material, semisal senjata, jumlah pasukan, dan uang yang dimiliki sebuah negara. Umumnya pemikir Barat (atau pemikir Timur yang westernized) lebih memfokuskan pembahasan pada hitung-hitungan hard power ini. Contohnya saja, seberapa mungkin Indonesia bisa menang melawan Malaysia jika terjadi perang? Yang dikedepankan biasanya adalah kalkulasi seberapa banyak senjata, kapal perang, kapal selam, dan jumlah pasukan yang dimiliki kedua negara.
Begitu juga, di saat AS dan Israel berkali-kali melontarkan ancaman serangan kepada Iran, yang banyak dihitung oleh analis Barat adalah berapa banyak pasukan AS yang kini sudah dipindahkan ke pangkalan-pangkalan militer AS di kawasan sekitar Teluk Persia; seberapa banyak rudal yang dimililiki Iran, seberapa jauh jarak jelajahnya, dst.
Bila memakai kalkulasi hard power, harus diakui bahwa sebenarnya kekuatan Iran masih jauh di bawah AS. Apalagi, doktrin militer Iran adalah defensive (bertahan, tidak bertujuan menginvasi Negara lain). Iran hanya menganggarkan 1,8% dari pendapatan kotor nasional (GDP)-nya untuk militer (atau sebesar 7 M dollar). Sebaliknya, AS adalah negara dengan anggaran militer terbesar di dunia, yaitu 4,7% dari GDP atau sebesar 687 M dollar. Bahkan, AS telah membangun pangkalan-pangkalan militer di berbagai penjuru dunia yang mengepung Iran. Bisa diperhatikan di gambar ini. Daerah berwarna ungu adalah kawasan di mana ada pangkalan militer AS.
Tapi, dalam kasus Iran, memperhatikan kalkulasi hard power saja tidak cukup. Sebabnya adalah karena kunci kekuatan Iran justru di soft power-nya. Dan ini sepertinya diabaikan oleh banyak analis Barat, mungkin sengaja, atau mungkin juga ketidaktahuan. Dalam papernya di The Iranian Journal of International Affairs, Manouchehr Mohammadi (Professor Hubungan Internasional dari Tehran University) menyebutkan bahwa kemampuan Republik Islam Iran untuk bertahan hingga hari ini adalah bergantung pada faktor-faktor yang sangat langka ditemukan dalam masyarakat Barat yang materialistis, yaitu faktor-faktor spiritual. Tentu saja, faktor hard power tetap diperhatikan oleh Republik Islam Iran, namun basisnya adalah soft power.
Apa itu soft power? Secara ringkas bisa dikatakan bahwa subtansi soft power adalah sikap persuasif dan kemampuan meyakinkan pihak lain; sementara hard power menggunakan kekerasan dan pemaksaan dalam upayanya menundukkan pihak lawan. Karena itulah, menurut Mohammadi, dalam soft power, mentalitas menjadi kekuatan utama dan investasi terbesar yang dibangun Iran adalah membangun mental ini, bukan membangun kekuatan militer. Pemerintah Iran berusaha untuk menumbuhkan nilai-nilai bersama, antara lain nilai tentang kesediaan untuk berkorban dan bekerja sama dalam mencapai kepentingan nasional.
Mohammadi mengidentifikasi ada 10 sumber kekuatan soft power Iran,tiga diantaranya adalah sebagai berikut.
- 1. Rahmat Tuhan.
Faktor Tuhan memang jarang disebut-sebut dalam analisis politik. Tapi, kenyataannya, memang inilah yang diyakini oleh rakyat Iran, dan inilah sumber kekuatan mereka. Menurut Mohammadi, bangsa Iran percaya bahwa orang yang berjuang melawan penentang Tuhan, pastilah dibantu oleh Tuhan. Dengan kalimat yang indah, Mohammadi mendefinisikan keyakinan ini sebagai berikut, “Kenyataannya, mereka [yang berjuang di jalan Allah] bagaikan tetesan air yang bergabung dengan lautan luas, lalu menghilang dan menyatu dalam lautan, kemudian menjelma menjadi kekuatan yang tak terbatas.”
Keyakinan ini semakin kuat setelah bangsa Iran pasca Revolusi terbukti berkali-kali meraih kemenangan dalam melawan berbagai serangan dari pihak musuh, mulai dari invasi Irak (yang didukung penuh oleh AS, Eropa, Arab, dan Soviet), hingga berbagai aksi terorisme (pengeboman pusat-pusat ziarah, pemerintahan, dan aparat negara). Salah satu kejadian yang dicatat dalam sejarah Iran adalah kegagalan operasi rahasia Angkatan Udara AS untuk memasuki Teheran. Pada tahun 1980, Presiden AS Jimmy Carter mengirimkan delapan helicopter dalam Operasi Eagle Claw. Misinya adalah menyelamatkan 52 warga AS yang disandera para mahasiswa Iran di Teheran. Operasi itu gagal ‘hanya’ karena angin topan menyerbu kawasan Tabas, gurun tempat helikopter itu ‘bersembunyi’ sebelum meluncur ke Teheran. Angin topan dan pasir membuat helikopter itu saling bertabrakan dan rusak parah. Mengomentari kejadian ini, Imam Khomeini mengatakan, “Pasir dan angin adalah ‘pasukan’ Allah dalam operasi ini.”
- 2. Kepemimpinan dan Otoritas
Peran kepemimpinan dan komando adalah faktor yang sangat penting dalam situasi konflik, baik itu militer, politik, atau budaya. Pemimpin-lah yang menjadi penunjuk arah dalam setiap gerakan perjuangan. Dialah yang menyusun rencana dan strategi untuk berhadapan dengan musuh. Menurut Mohammadi, hubungan yang erat dan solid antara pemimpin dengan rakyatnya adalah sumber power yang sangat penting. Di Iran, karena yang menjadi pemimpin adalah ulama yang memiliki kredibilitas tinggi, kepatuhan kepada pemimpin bahkan dianggap sebagai sebuah gerakan relijius, dan inilah yang menjadi sumber utama kekuatan soft power Iran. Dalam kalimat Mohammadi, “[it] is a source of power per se, that assures the friends and frightens the foes.”
3. Mengubah Ancaman Menjadi Kesempatan
Revolusi Islam Iran telah menggulingkan Shah Pahlevi yang didukung penuh oleh Barat. Pra-revolusi Islam, Barat sangat mendominasi Iran, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun budaya. Kepentingan Barat di Iran terancam oleh naiknya seorang ulama yang menyuarakan independensi dan sikap anti kapitalisme-liberalisme, yaitu Imam Khomeini. Karena itulah, Barat dengan berbagai cara berusaha menggulingkan pemerintahan Islam, antara lain dengan memback-up Saddam Husein untuk memerangi Iran. Saddam yang sesumbar bisa menduduki Teheran hanya dalam sepekan, ternyata setelah berperang selama 8 tahun tetap tidak mampu mengalahkan Iran. AS dan Eropa kemudian menerapkan berbagai sanksi dan embargo; berusaha meminggirkan Iran dalam pergaulan internasional, mempropagandakan citra buruk terhadap pemerintahan Islam, dll.
Karena didasari oleh dua faktor sebelumnya (keyakinan pada rahmat Tuhan dan faktor kepemimpinan relijius), bangsa Iran mampu bertahan hidup dalam situasi yang sulit dan berjuang untuk mengubah tekanan dan ancaman ini menjadi kesempatan untuk maju dan berdikari. Contoh mutakhirnya adalah, ketika akhir-akhir ini semakin marak pembunuhan terhadap pakar nuklir Iran yang didalangi oleh agen-agen rahasia asing; jumlah pendaftar kuliah di jurusan teknik nuklir justru semakin meningkat. Inilah jenis mental yang berhasil dibangun oleh pemerintah Iran selama 34 tahun terakhir: semakin ditekan, semakin kuat semangat perjuangan mereka.
Dalam pidato terbarunya di Teheran, pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Khamenei, menyinggung masalah ini. Beliau mengatakan, “Ketika kita diembargo, kemampuan kita justru semakin meningkat, potensi kita justru semakin terasah, kita tumbuh dari dalam. Jika kita tidak diembargo senjata, hari ini kita tidak akan mencapai kemajuan yang mengagumkan. Jika kita tidak diembargo dalam pengembangan nuklir –padahal reaktor nuklir Bushehr itu mereka [Barat] yang membangunnya—hari ini kita tidak memiliki kemampuan dalam pengayaan uranium,. Jika mereka tidak menutup pintu-pintu ilmu dari kita, hari ini kita tidak akan mampu menciptakan stem cell, menguasai ilmu antariksa dan mengirim satelit ke angkasa luar. Karena itu, semakin mereka mengembargo kita, semakin besar kita mampu menggali kemampuan dan potensi kita sendiri. Dan semakin hari, potensi kita itu akan semaki mekar berkembang. Karena itulah, embargo sesungguhnya bermanfaat bagi kita.”
Belajar dari Iran, kita perlu mengajukan pertanyaan, bagaimana dengan Indonesia hari ini? Faktor kepemimpinan yang lemah dan lebih mendahulukan membeli pesawat produk luar negeri jelas faktor yang sangat melemahkan soft power Indonesia. Namun sebagai bangsa, kita masih memiliki kekuatan untuk membangun dari dalam, dimulai dari diri sendiri, yaitu membangun kekuatan dan keyakinan spiritual; membangun etos perjuangan berbasis relijiusitas.
*penulis adalah alumnus magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran
(pernah dimuat di web IRIB)
Jurnal karya dapat diunduh di sini: The-Sources-of-Power-Iran
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2012/02/15/soft-power-sumber-kekuatan-iran/
Re-post by Migo Berita / Senin/24052021/14.43Wita/Bjm