» » » Banjarmasin DEMO "Selamatkan KPK" ?!? Apakah kita mesti jadi SALAWI ??

Banjarmasin DEMO "Selamatkan KPK" ?!? Apakah kita mesti jadi SALAWI ??

Penulis By on Kamis, 24 Juni 2021 | No comments

 


Migo Berita - Banjarmasin - Banjarmasin DEMO "Selamatkan KPK" ?!? Apakah kita mesti jadi SALAWI ?? Di ingatkan kembali, Kalimantan Selatan sudah 2 (Dua) kali di menangkan Prabowo yaitu tahun 2014 dan tahun 2019, namun walau begitu Presiden Jokowidodo terus menggelontorkan bantuan selama pandemi kesemua rakyat baik yang pro dan kontra (baik yang mendukung atau tidak mendukung beliau menjadi Presiden NKRI). Lalu, ketika para petinggi KPK yang dipuja beberapa rakyat Indonesia ternyata tidak lulus ujian menjadi ASN, apakah kita kemudian menjadi SALAWI (Semua serba Salah Jokowi). Tentu tidak demikian bukan?? Apalagi negara kita berdasarkan Hukum, jadi Panglima Tertinggi di Negara Republik Indonesia adalah Hukum yang berlaku di Indonesia. Sudah saatnya para pemuda bangsa, khususnya Pemuda Kalimantan Selatan berfikir lebih objektif, ketika berdemo, pernahkah kita berfikir berapa biaya yang mesti dipergunakan pemerintah daerah untuk membiayai pengamanan demo tersebut?? Bukan kah lebih baik dananya dipergunakan untuk yang lain, karena dengan "Memaksakan Kehendak" tanpa berada dijalur hukum apalagi sampai membuat petugas yang menjaga demo sampai terluka tentu itu menimbulkan mudhorat, semoga kita terus mengedepankan akal sehat. Karena kebencian yang terlalu membuat kita lupa dengan akal sehat kita mesti dengan jalan apa yang terbaik. (Image dari google image)

Salawi, Bekawi, Selaki

Kampung sebelah punya istilah salawi, semua salah Jokowi. Kaum salawi adalah bentuk ejekan bagi yang tidak mau memuji Jokowi. Kesalahan pada peristiwa apa saja ditimpakan semua pada Jokowi seorang.  Barangkali istilah itu cocok buat para pembenci Jokowi.  Tapi dalam perkembangannya, warga kampung sebelah menyematkan istilah itu pada siapa saja, atau barang siapa yang membenci Jokowi, yang mengeritik pemerintah, atau sekedar mempertanyakan kebijakan pemerintah, bahkan yang hanya tidak mau memilih Jokowi pada pilpres 2019, dimasukan dalam satu keranjang yang diberi label Salawi. Effendi Ghazali kebagian juga. Dia dicap sebagai bagian kaum salawi hanya gara-gara mengeritik kerja lembaga survei. Cak Nun juga kebagian. Pokoknya siapa saja yang ngeritik Jokowi, masuk dalam keranjang Salawi. Label salawi baru bisa dilepas kalau sudah insyaf dan mau mengakui hanya Jokowilah yang bisa membawa negara ini ke masa depan yang cerah rah rah.

Kalau memakai pemahaman terbalik, berarti warga kampung sebelah itu kaum Bekawi, benar kata Jokowi. Pokoknya apa saja yang diucapkan Jokowi sudah pasti benar. Supaya tidak dituduh anti kritik, biasanya kaum Bekawi selalu minta data dan fakta bagi yang ingin mengeritik  pemerintah. Kalau mau mengeritik pemerintah harus pakai data plus bonus solusi.

Tapi jangan berharap kalau dikasih data mereka akan menerima. Ada jurus ngeles, datamu hoax! Padahal dibaca juga belum. Kalau dikasih solusi, jurus ngelesnya beda lagi. Solusi itu langsung dimentahkan dengan bilang, emangnya ngurus negara sebesar ini gampang apa?

Pokoknya bagi mereka, benar kata Jokowi. Sewaktu tahun 2014 Jokowi mau nyapres, ada ucapan yang sampai sekarang masih terus terngiang-ngiang di telinga, " kalau saya jadi presiden lebih mudah mengatasi banjir di Jakarta." Benar kata Jokowi. Ketika banjir masuk ke dalam istana, maka yang salah bukan ucapan Jokowi, tapi biang kesalahan adalah air hujan.

Dalam salah satu pidatonya, Jokowi mengatakan paling benci dengan yang namanya impor, wabil khusus impor kebutuhan pokok. Dia memberi warning pada para menteri agar tidak impor. Benar kata Jokowi. Ketika survei membuktikan banjir impor tidak bisa dibendung, maka yang salah bukan Jokowi, tapi para menteri yang senang impor.

Belakangan ini Menkopolhukam jadi bulan-bulanan media gara-gara bikin timnas hukum. Nggak main-main, ini bukan timnas U-17 atau U-19. Ini timnas senior! Para pakar hukum berlabel profesor diundang, digaji cuma buat pasang kuping seterang-terangnya setiap ucapan para tokoh. Menilai huruf demi huruf, apakah bernilai makar atau tidak. Kasihan para professor itu.

Kalau aktivis pro demokrasi  menyebut kebijakan itu salah, maka semua kesalahan nampaknya hanya ditujukan pada Wiranto seorang sebagai pelatih timnas hukum. Jokowi sebagai kakak pembina nggak dicolak colek acan. Padahal dalam salah satu debat capres kemarin Jokowi mengatakan, membiarkan para menteri mengemukakan pendapat,  berbeda pendapat, tapi kalau sudah diputuskan dalam rapat kabinet, maka semua harus satu suara. Maknanya jelas. Kebijakan apa pun yang dikeluarkan oleh para menteri dalam rapat kabinet adalah kebijakan pemerintah yang tentu saja disetujui oleh presiden. Tapi soal salah dan benar beda cerita. Salah milik para menteri, benar milik Jokowi.

Tidak sedikit kebijakan dan data yang dikeluarkan pemerintah yang diralat oleh pemerintah sendiri. Bukan hanya hitungan hari, bahkan ada yang hitungan jam. Sekarang bilang begini, beberapa jam atau hari kemudian diralat. Dalam debat capres, Jokowi membacakan data yang ternyata salah. Beberapa hari kemudian diralatnya sendiri.  Pertanyaannya mana yang benar? Kebijakan yang pertama atau yang telah diralat? Data yang pertama, atau yang telah diralat? Bagi kaum Bekawi, dua-duanya benar. Data pertama benar, data ralatannya juga benar.  Pokoknya benar kata Jokowi. Titik.

Ini ada satu hal yang penting nggak  penting.  Dulu Rocky Gerung bikin pernyataan satir, IQ 200 sekolam. Awalnya hanya sebagai balasan ejekan karena penghuni kolam ada yang mengejek IQ Rocky gara-gara duduk dekat Jonru. Tapi pada perkembangannya ucapan Rocky itu ternyata benar.

Belum lama ini Seword membocorkan rahasia perihal pertemuan berkala para buzzer. Ini bukan sembarang buzzer. Ini semacam gerakan bawah tanah yang tidak deketahui umum, bahkan oleh timses Jokowi. Karena mereka hanya berhubungan dengan yang disebut sebagai kakak pembina. Nah, kakak pembina ini punya akses langsung ke Jokowi. Jadi buzzer ini menurut Seword hanya diketahui oleh kakak pembina dan Jokowi. Pasti bukan kelas nasi bungkus, minimal kelas daging rendang.

Sebenarnya dalam masa kampanye soal buzar buzer hal yang biasa saja. Cuma saya tertarik dengan alasan teman fesbuk saya yang kebetulan jadi anggota kesayangan kakak pembina itu. Dia bilang, "Dengan berkumpul maka narasi yang dibangun akan lebih kuat jika dibandingkan dengan sendiri-sendiri."  Nah, baru saya teringat dengan IQ 200 sekolam. Saya garis bawahi, " Dengan berkumpul maka narasi yang dibangun akan lebih kuat. "  Kan sama saja membenarkan ucapan Rocky, mereka baru punya IQ 200 kalau sekolam kumpul semua. Kalau sendiri-sendiri jadi loyo.

Berhubung mereka ini semua boleh dibilang para pembenci Rocky, maka mereka para buzzer ini bukan hanya kaum Bekawi, tapi juga kaum Selaki, semua salah Roki.

Sumber Utama : https://www.kompasiana.com/balyanur/5cda5dee3ba7f70cb417e6f2/salawi-bekawi-selaki?page=all

Kecewa Sikap Ketua DPRD Kalsel, Sederet Kisah Aksi Demonstrasi #SaveKPK

AKSI #SaveKPK jilid 2 mengumandangkan tuntutan kepada Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Supian HK, agar mundur dari jabatannya. Para mahasiswa yang turun ke jalan bersuara kompak.

INI lantaran sejumlah massa aksi sejak Kamis (24/6/2021)  siang, pukul 13.20 Wita hingga jelang malam terkonsentrasi di depan Gedung DPRD Kalsel Jalan Lambung Mangkurat, Banjaramsin, kecewa kepada pimpinan tertinggi Rumah Banjar itu. Politisi Golkar itu terkesan enggan menemui massa aksi.

“Artinya, Ketua DPRD Kalsel kita tidak memiliki misi yang sama dengan kita (mahasiswa), yang juga seharusnya dalam poin 4 itu menuntut agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dapat mengembalikan marwahnya lagi,” ucap Aan Dwi Jayanti kepada jejakrekam.com, Kamis (24/6/2021) usai orasi.

Presiden Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalsel itu mengaku geram atas sikap Ketua DPRD Kalsel H Supian HK, akibat enggan menemui aksi massa. Anehnya, beber dia, malah diutus anggota dewan lainnya. Yakni, Ketua Komisi I DPRD Kalsel Hj Rachmah Norlias bersama anggota komisi bidang hukum dan pemerintahan, Siti Nortita Ayu Febria.

Upaya dialog tersebut tidak menuai kesepakatan dengan massa aksi #SaveKPK. Hingga, akhirnya terjadi gesekan dan aksi jotos antara sejumlah mahasiswa dengan aparat kepolisian. Kala itu, water cannon menyemburkan air ke sejumlah massa aksi yang menyeruak di lapangan.

Diakui Jayanti, mereka mendapat pukulan, diinjak hingga dicikek lehernya bahkan luka-luka dibagian tangan dan kepala.

“Ada tujuh mahasiswa yang terkena represif dan intimidasi dari aparat. Di antaranya, ada teman kami yang pingsan, Habibie, dari mahasiswa Uniska MAB Banjarmasin. Sedangkan terkena pukulan kuat, si Ilham, Presma UIN Antasari yang sempat terkapar dan luka bagian kepala dalam, lalu sudah dibawa ke posko darurat,” urai mahasiswa angkatan 2018 itu.

Sederet aksi siang itu, ditegaskan Jayanti merupakan bentuk kepedulian terhadap lembaga independen KPK yang kini telah dirusak oleh kalangan penguasa tersebut. Jika memandang kondisi Republik Indonesia (RI), Jayanti merasa telah dirusak karena kepentingan segelintir orang di dalamnya.”Sejatinya KPK hari ini kacau balau,” tegasnya.

Di tengah aksi, Jayanti mengaku datang bersama 40 mahasiswa UNU Kalsel. Dengan segenap kegelisahannya, dia mengutuk terkait pelemahan KPK. Namun, mereka tidak pantang mundur dalam menyuarakan tuntutan tersebut.

Ia membeberkan 7 poin di antara yang paling utama, yaitu meminta serta mengembalikan independensi dari marwahnya KPK. “Bersama BEM se-Kalsel, dengan ratusan mahasiswa di sini kumpul untuk bertemu bapak Supian HK. Namun, sejak siang hingga pukul setengah 6 sore ini juga tidak muncul, maka kami tegaskan kecewa,” cetusnya.

Jelang senja, Korwil BEM se-Kalsel Ahmad Rinaldi merapatkan barisan dengan aksi diam. Rinaldi usai berdialog singkat dengan M Zaini, Sekretariat DPRD yang juga didampingi oleh aparat kepolisian. Seketika, jajaran anggota kepolisian itu memilih mundur enam langkah ke belakang, tepat di depan tugu Jalan Lambung Mangkurat.

Dalam pantauan jejakrekam.com di lapangan, jalur kanan dibuka untuk beroperasi lalu lintas. Sementara di jalur kiri para massa aksi melakukan aksi diam. Hujan mulai rintik membasahi jalanan, sebagian berteduh di Gedung Kartika Antasari. “Sampai sini, kita tunggu datang Ketua DPRD Kalsel. Jika tidak, maka kita paksa mundur dari jabatannya,” teriak Rinaldi.

Sementara, Wapresma UIN Antasari, Arbani membenarkan adanya pemukulan terhadap Ilham. Saat ini, kondisinya sedang lemah dalam penanganan medis. Dia menyebut bahwa rekan seperjuangannya itu mengalami luka-luka di bagian tangan dan kepala, bahkan kesulitan berkomunikasi.

“Pasca bentrok dengan aparat, Ilham mengalami kesulitan berkomunikasi. Sudah di bawa ke posko darurat, nanti saja kita tanyai lagi kondisinya gimana,” ungkap Arbani saat memimpin massa aksi pulang.

Kondisi malam itu, pukul 18.48 Wita, dengan terpaksa aksi #SaveKPK jilid 2 membubarkan diri di tengah guyuran hujan deras. Mereka berjanji akan kembali lagi dengan gelombang massa aksi yang lebih besar.

“Setelah ini, kita tidak berhenti di sini. Kita akan merapatkan barisan lagi dengan gelombang besar,” tandasnya.

Aksi mahasiswa Banjarmasin 

 


Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/06/24/kecewa-sikap-ketua-dprd-kalsel-sederet-kisah-aksi-demonstrasi-savekpk/

Sepatu dan Botol Berterbangan, Aksi #SaveKPK di Banjarmasin Ricuh

AKSI #SaveKPK jilid II di Kota Banjarmasin pada Kamis (24/6/2021), diwarnai ricuh. Ketegangan dipicu saat para demonstran memaksa masuk ke Gedung DPRD Kalsel, namun dihadang barikade aparat bersenjata.

PASALNYA, Ketua DPRD Kalsel Supian HK yang ditunggu-tunggu massa tak kunjung terlihat batang hidungnya.

Alhasil, bentrokan terjadi. Demonstran dengan polisi terlibat aksi saling dorong. Bahkan terpantau sejumlah benda seperti sepatu hingga botol berterbangan.

Dalam aksi bentrok ini tampak sejumlah mahasiswa terluka. Begitupun juga dengan aparat kepolisian yang mengawal aksi ini juga mengalami cidera. Bahkan ada diantaranya yang dilarikan ke RS karena terluka cukup parah.

Sebelum ricuh, aksi #SaveKPK jilid II di ruas Jalan Lambung Mangkurat Kota Banjarmasin ini disuguhi pertunjukan teatrikal.

Teatrikal dibarengi dengan pembacaan puisi oleh seorang massa. Sembari menampilkan sebuah pertunjukan yang bernada sidin antara Pemerintah, DPR dengan Polisi.

Hingga kini unjuk rasa selamatkan KPK di Banjarmasin masih tengah berlangsung. Tensi yang sempat memanas kini berangsur mereda.

Ratusan massa pun masih memadati ruas jalan di pusat ibukota Kalsel. Mereka juga sempat melakukan shalat ashar berjamaah di ruas jalan


Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/06/24/sepatu-dan-botol-berterbangan-aksi-savekpk-di-banjarmasin-ricuh/

Tak Puas Dengan DPRD Kalsel, Mahasiswa di Banjarmasin Gelar Aksi #SaveKPK Jilid II

MAHASISWA lintas perguruan tinggi di Kota Banjarmasin kembali turun ke jalan menggelar aksi #SaveKPK pada Kamis (24/6/2021) siang.

DARI pantauan di lapangan, massa mulai memadati ruas Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin sekitar pukul 15.10 Wita. Mereka langsung dihadang oleh barikade aparat.

Demonstran lantas kesal lantaran harus kembali menggelar aksi di ruas jalan, bukan gedung DPRD Kalsel yang menjadi tujuan utama.

“Kali ini kita kembali dihalang-halangi aparat kepolisian untuk masuk ke rumah kita sendiri (gedung DPRD Kalsel),” ucap seorang demonstran di tengah aksi. Unjuk rasa kali ini merupakan lanjutan dari aksi pertama yang digelar pada Senin (21/6/2021) lalu.

Saat itu, massa menyodorkan sejumlah tuntutan yang harus disampaikan ke Presiden Joko Widodo, satu hari pasca aksi. Itu juga harus dibarengi dengan bukti dokumentasi foto dan video.

Meski sejumlah perwakilan DPRD Kalsel telah bertolak ke Kantor Staf Presiden di Jakarta pada Selasa (22/6/2021) untuk menyampaikan tuntutan mahasiswa. Namun massa mengaku tak puas. “Kawan-kawan, kita dibohongi,” orasi seorang demonstran, di atas mobil komando.

Demonstran menilai DPRD Kalsel terkesan tak serius dalam memperjuangkan aspirasi mahasiswa. Mereka juga merasa wakil rakyat ini tak memiliki sikap yang sama dengan mahasiswa Kalsel terhadap pelemahan KPK.

Itu dilihat dari penyampaian tuntutan yang hanya sebatas menyerahkan dan membacakan dokumen tuntutan mahasiswa.

Mereka menilai tidak ada perdebatan atau adu argumentasi dengan pihak kepresidenan ataupun berusaha untuk bertemu langsung dengan Presiden Jokowi.

Massa kesal dihadang barikade aparat di ruas jalan. Sebab, menurut mereka aksi harusnya terpusat di Gedung DPRD Kalsel, bukan ruas jalan Lambung Mangkurat.

Hingga berita ini diturunkan, aksi #SaveKPK di Banjarmasin masih berlangsung. Ratusan demonstran masih memadati pusat Kota Seribu Sungai. Sementara sejumlah perwakilan DPRD Kalsel sudah hadir di tengah ratusan demonstran


Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/06/24/tak-puas-dengan-dprd-kalsel-mahasiswa-di-banjarmasin-gelar-aksi-savekpk-jilid-ii/

Aksi #SaveKPK Jilid II : Demonstran Tuntut Supian HK Mundur dari Jabatan

AKSI #SaveKPK jilid II di ruas Jalan Lambung Mangkurat Kota Banjarmasin masih tengah berlangsung. Unjuk rasa kali ini digelar lantaran massa merasa tak puas dengan DPRD Provinsi Kalsel.

PERJUANGAN wakil rakyat untuk menyampaikan tuntutan mahasiswa kepada Presiden Joko Widodo dirasa tak maksimal. Sebab, penyampaian tuntutan yang hanya sebatas menyerahkan dan membacakan dokumen petisi mahasiswa.

Tidak ada perdebatan atau adu argumentasi dengan pihak kepresidenan ataupun berusaha untuk bertemu langsung dengan Presiden Jokowi.

Dalam aksi kali ini pun tuntutan massa tak jauh berbeda. Yakni meminta DPRD Kalsel membuat surat tuntutan dan desakan yang tertuju kepada Presiden Jokowi.

Isinya; DPRD Kalsel menuntut dan mendesak Presiden Jokowi untuk angkat suara perihal tuntutan mahasiswa sebelumnya. Ini juga wajib dengan bukti dokumentasi video dan rilis tertulis.

Kemudian isi surat tuntutan, DPRD Kalsel menuntut dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerima dan menyetujui tuntutan mahasiswa di Banua seperti yang terlampir pada tuntutan sebelumnya.

Sayangnya, pembacaan tuntutan dari mahasiswa tak dihadiri langsung oleh Supian HK.

“Sampai saat ini belum datang, dan belum ada komunikasi juga dimana posisi beliau berada,” ujar Koordinator Wilayah BEM se-Kalsel, Ahmad Rinaldi, petang tadi.

Ketua DPRD Kalsel diberi waktu 1×24 jam untuk bertolak ke Jakarta menemui Presiden Jokowi menyampaikan tuntutan mahasiswa.

Apabila tidak dapat memenuhi tuntutan mereka, Supian HK didesak mundur dari jabatan Ketua DPRD Kalsel.

Sempat berencana memilih bertahan hingga malam, ratusan demonstran akhirnya kini berangsur membubarkan diri di tengah guyuran hujan deras, meninggalkan lokasi aksi.

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2021/06/24/aksi-savekpk-jilid-ii-demonstran-tuntut-supian-hk-mundur-dari-jabatan/

Antara Foto Jokowi Bersepeda dan Pembenci Jokowi

Assalamualaikum.

Selamat berakhir pekan, semoga Bangsa ini selalu terjaga dalam persatuan dan para pemimpin senantiasa dituntun Tuhan selalu berkerja untuk mensejahterakan rakyatnya. Amin

Di luar sana tersiar kabar menarik yang sedikit membuat bangga sebagian dari kita terhadap sosok presiden Jokowi, foto beliau sedang mengayuh sepada (ngontel) yang kerap kita jumpai di bandar udara tanah air, dipajang KBRI Wellington Selandia Baru dalam hajatan memeriahkan HUT Kemerdekaan RI ke 74. Foto yang tak jarang jadi bahan cibiran pembenci presiden itu konon jadi rebutan swafoto dalam hajatan tersebut. Bahkan tamu undangan rela antre untuk sekedar berfoto dengan foto presiden.


Bukan main!

"Kita bangga Presiden kita begitu terkenal di sini. Masyarakat rebutan foto meski hanya dengan fotonya," ujar Sekretaris Pertama KBRI Wellington, Rendy Ramanda menambahkan (detik)

Sebagai anak negeri yang cinta akan negara ini, kabar tersebut patut kita apresiasi karena apapun dan bagaimanapun pembenci presiden di negeri ini membangun narasi, di dunia internasional, Alhamdulillah presiden kita tetap dihargai sedemikian rupa. Dan kepada barisan pencinta negeri. Ayo terus kita gaungkan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia masih cinta kepada negara dan pemimpinnya.

Soal pencibir presiden dan pemaki Jokowi. Saya tidak bermaksud mengada-ada, coba lihat di Timeline media sosial kita, atau forum diskusi Whatsapp misalnya. Tak jarang kita temui para ahli surga, memaki bahkan menyumpahi presiden. Ini memprihatinkan sebenarnya. Tapi sepertinya pemerintah masih belum tegas memberangus kaum pemecah belah ini.

Saya berfikir begini! Misalnya pemerintah giat melakukan patroli kepada Aparatur Sipil Negara, alangkah banyaknya ASN kena pecat karena perbuatan demikian.

Dalam komunitas keseharian, saya aktif di dunia pekerja honorer, lebih dari separuh honorer di tanah air ini adalah barisan pembenci Jokowi. Sumpah serapah, caci maki sering kali saya jumpai. Semua kebijakan pemerintah atau presiden dalam hal ini selalu salah di mata mereka. Pokoknya tak ada benarnya Jokowi di tanah ini. Dalam dunia persilatan hal tersebut dikenal dengan istilah "SALAWI"

Dulu saya sempat berfikir pertemuan Jokowi dan Prabowo akan menurunkan demam panas barisan ini, namun praduga saya salah. Mereka malah menjadi, bahkan tak jarang Prabowo juga jadi bahan makian. Bukan hanya komunitas honorer, tetapi barisan pendukung Prabowo juga berbuat demikian.

Mereka beralibi "Kami tidak lagi dukung Prabowo, tapi kami dukung Ulama" padahal sependek pengetahuan saya, ulama itu tidak mengajarkan caci maki kepada pemimpin. Entah ulama mana yang mengajari mereka jurus caci maki itu.

Saudara sebangsa dan setanah air. Sebagai warga negara sudah selayaknya kita menghargai pemimpin negeri, tak suka dengan kebijakannya suarakanlah dengan santun. Ketika suara dirasa tak didengar, lakukan melalui jalur yang sudah diatur, menggugat aturan yag tidak kita suka atau merugikan hak konstitusional sebagai warga negara misalnya. Bukan malah menghumbar sumpah serapah dengan dalil ketuhanan. Sebab jika itu dilakukan percayalah kebijakan tak akan berubah yang didapat hanya gundukan dosa. (Lah macam Ustadz pula saya)

Sebagai rakyat biasa, saya beberapa kali berhadapan langsung dengan pemerintah dalam hal menggugat aturan yang menurut saya merugikan, perkara menang atau kalah biar itu urusan nanti, yang penting saya sudah berbuat terhadap sebuah rasa yag menurut saya tidak adil, bukan jadi barisan para penghujat.

Sedikit saya ingin bercerita. Dalam sebuah grup Whatsapp yang saya ada di dalamnya, ada obralan yang menjurus kepada menghujat kebijakan pemerintah yang sedang hangat baru-baru ini, kritikan yang menjurus hujatan itu tak lupa dibumbui dengan menautkan kalimat ketuhanan. Namun di obrolan selanjutnya mereka saling mengumbar gambar-gambar yang tidak pantas di konsumsi publik (Porno). Di situ kadang saya tertawa sembari membatin "Bacot ente tak sejalan dengan selangkangan"

Sebagai penutup tulisan ini, izinkan saya mengajak pembaca. Ayo kita hormati pemimpin kita!. Jika salah ingatkan, jika tak didengar lakukan upaya yang dianjurkan aturan, jangan menebar benci sana dan sini karena kejadian Papua tempo hari konon berawal dari ujaran kebencian dan sejenisnya. Perbedaan pilihan politik jangan menjadikan sekat antara kita, pilpres sudah usai kawan! saatnya kita rajut hati kita untuk tetap mencintai Indonesia. Sebagai harapan, semoga kita selalu menyelipkan doa agar para pemimpin kita senantiasa lurus dalam mengemban amanah.

Demikian, mohon maaf kiranya ada terselip kalimat yang kurang berkenan.

Wasalam

Yolis Syalala

Antara Foto Jokowi Bersepeda dan Pembenci Jokowi

Sumber Utama : https://seword.com/umum/antara-foto-jokowi-bersepeda-dan-pembenci-jokowi-7awoo7yoWs

Jokowi, Presiden Setengah Dewa?

Di mata kadrun, Jokowi itu luar biasa hebat. Agaknya mereka mengira bahwa tugas dan tanggung jawab seorang Presiden Jokowi itu tidak terbatas. Maka apapun ditimpakan ke pundak Jokowi. Maka hadirlah istilah "salawi" atau semua salah jokowi. Apa-apa, ujung-ujungnya dianggap sebagai kesalahan Jokowi.

Pihak-pihak yang menganut paham inilah yang disebut sebagai kaum salawi: yang selalu menudingkan semua itu sebagai kesalahan Jokowi. Presiden ketujuh RI bernama lengkap Joko Widodo ini memang luar biasa, sekalipun masih ada juga orang yang salah menuliskan nama lengkapnya: Jokowi Dodo.

Semua hal yang terjadi di negeri ini seolah hendak ditimpakan ke pundak Jokowi, maka apakah salah jika menyebut beliau sebagai presiden super, atau bahkan presiden setengah dewa? Saking hebatnya pesona seorang Jokowi, maka ada banyak orang pintar di negeri ini yang sepertinya terhiptonis sehingga menjadi setengah tolol atau bahkan jadi tolol beneran. Seorang doktor ahli ekonomi saja bisa mendadak tidak tahu bahwa 1 + 1 = 2 ketika mengomentari kinerja Jokowi.

Kasus penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan, akhirnya mulai tuntas dengan dijatuhkannya tuntutan satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada dua terdakwa, dalam sidang di Pangadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020).

Atas tuntutan ini, penyidik senior KPK ini langsung berkeluh kesah ke Presiden Jokowi lewat akun Twitter-nya, pada Sabtu 13 Juni 2020. "Pak Presiden Jokowi, proses penegakan hukum hingga tuntutan 1 tahun terhadap penyerang saya, apakah seperti itu penegakan hukum yang bapak bangun atau ini ada rekayasa/masalah di balik proses itu?"

Orang ini, pagi-pagi sudah terkesan ingin menyalahkan Jokowi sebagai penyebab rendahnya tuntutan yang ditimpakan JPU ke dua oknum penyerangnya. Padahal kan proses hukum belum selesai, sebab bisa saja nanti majelis hakim memvonis lebih berat lagi.

Novel Baswedan sebagai penegak hukum mestinya memahami itu. Namun dia justru lebih memilih langsung "menggugat" Jokowi sebagai pihak yang membangun penegakan hukum yang menurut dia tidak adil. Belum puas, dia menambahkan: "Sebaiknya bapak merespon agar ini jelas."

Wah... wah... wah, sebegitu pentingkah kasus ini sehingga harus direspons secara khusus oleh Presiden Jokowi? Sebagaimana kita tahu, kesibukan Kepala Negara saat ini sangat padat sehubungan dengan masih merebaknya penyebaran wabah covid-19.

Tentu saja kasus Novel Baswedan perlu segera dituntaskan, apalagi peristiwanya sudah lama, yakni 11 April 2017 dia disiram air keras sampai kedua matanya cacat permanen. Tetapi kan sudah ada pihak yang berwenang untuk proses hukum itu. Ada penyidik, hakim, jaksa, polisi dan sebagainya. Kalau semua harus diurus oleh Jokowi, untuk apa lagi ada aparat-aparat penegak hukum itu? Biarkan saja semua presiden yang menentukan.

Lagi pula seorang presiden tidak seharusnya ikut mengintervensi atau mencampuri proses hukum seperti ini. Biarkan saja terus bergulir sesuai permainan para aktor penegak hukumnya.

Dalam kasus Ahok saja, Presiden Jokowi sama sekali lepas tangan, sebab memang bukan urusannya. Semua dipercayakan kepada proses peradilan. Dan memang sebaiknya seperti itu, sebab kalau Jokowi ikut campur tangan dalam proses hukum Ahok, pasti terjadi kehebohan lagi kan?

Bahkan belum apa-apa, musuh-musuh Ahok sudah mengingatkan agar Jokowi jangan coba-coba mengintervensi kasus penistaan agama ini. Sok tahu saja para kadrun ini. Memangnya Presiden tidak tahu memilah-milah mana yang menjadi hak dan wewenangnya?

Maka Novel Baswedan sebagai sosok yang paham arti hukum, mestinya bersikap bijak dan memberi contoh bagaimana menjalani proses hukum. Apalagi jalan masih panjang. Maka daripada kita berkeluh kesah, dan langsung menuding atau mencoba menyalahkan pihak lain, sebaiknya kita introspeksi diri juga tentang masa lalu masing-masing. Tidak elok rasanya lantang minta keadilan, sementara kita sendiri mungkin pernah berbuat tidak adil kepada orang lain bukan?

Kasus Novel Baswedan ini juga mestinya menjadi bahan renungan buat semua pihak, yang selama ini selalu mencoba mengaitkan segala hal dengan Jokowi yang kebetulan saat ini menjadi orang nomor satu di negeri ini. Seorang presiden RI tentu saja memiliki banyak hak dan wewenang, namun bukan berarti bisa melakukan segala hal bukan? Mengintervensi proses peradilan saja jelas tidak boleh.

Tapi sejak Jokowi jadi presiden, semua orang ingin menimpakan beban dan segalam permasalahan padanya. Misalnya, ada orang yang menyesal dan kecewa tujuh turunan memilih Jokowi, sebab terus saja miskin.

Bingung juga, apakah dia mengira Jokowi itu ahli sihir yang bisa langsung membuatnya langsung kaya? Padahal, sejak era Soeharto hingga SBY, dia memang sudah miskin. Ketika Jokowi jadi presiden, dan dia tetap melarat, kok malah menyalahkan Jokowi yang tidak bisa membuatnya kaya? Aneh memang para kadrun ini.

Salawi, semua salah Jokowi. Tarif listrik naik, BBM naik Jokowi yang salah. Covid-19 mewabah, Jokowi yang salah, sandal jepit hilang dari mesjid, yang salah Jokowi. Nenek-nenek tersandung karena jalan di DKI banyak lobang, itu salah Jokowi. Banjir melanda DKI, yang disalahkan Jokowi juga. Sekarang ini jemaah haji tidak diberangkatkan ke Tanah Suci, gara-gara covid-19, disebut sebagai salah Jokowi juga.

Di era Jokowi, presiden Indonesia itu harus seorang yang hebat dan super, sebab dituntut untuk bertanggung jawab atas segala hal. Entah apa keistimewaan yang mereka lihat dalam sosok seorang Jokowi, sehingga orang yang sebenarnya pintar pun menjadi tampak bodoh.

Bahkan seorang penegak hukum, yang paham hukum bahwa kepala negara tidak boleh intervensi proses pengadilan pun seolah meminta Jokowi supaya ikut campur dalam kasusnya.

Mungkin karena mereka itu mengira Jokowi itu presiden super atau presiden setengah dewa?

Jokowi, Presiden Setengah Dewa?

Sumber Utama : https://seword.com/umum/jokowi-presiden-setengah-dewa-uYBvBc8vDY

Klik juga ini Aksi Demo UU Cipta Kerja, akankah jadi "Panggung Tanpa Pesan"

Klik juga Novel Baswedan "TANGKAP" menteri kader Gerindra (VIRAL) 

Klik juga  Ternyata Zaman SBY pun Habib Riziq "DIPENJARA"

Klik juga Demo "Boleh", tapi "Gugat di MK" Lebih baik #JanganMauDiaduDomba 

Klik juga Ahmad Rinaldi pimpin Aksi SELAMATKAN KPK di Banjarmasin ??!!

Re-post by Migo Berita / Jum'at/25062021/11.40Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya