Migo Berita - Banjarmasin - FAKTA atau GOSIP !!! Kata orang-orang yang mempunyai tingkat keilmuan yang tinggi, ketika Ketidakbenaran terus dinyatakan Benar dan terus diproduksi Ulang agar menjadi Benar, Maka Ketidakbenaran tersebut bisa menjadi persepsi yang BENAR, demikian juga sebaliknya, ketika BENAR itu terus dinyatakan Tidak Benar dan terus diproduksi ulang agar menjadi Tidak Benar, Maka BENAR tersebut bisa menjadi persepsi yang TIDAK BENAR. Jadi sudah selayaknyalah kita jangan sampai termakan HOAKS (Kebohongan).
Tagar KPK Takut Gibran-Kaesang, Kesimpulan Pengecut Sepihak
Saat Gibran dan Kaesang dilaporkan ke KPK oleh Ubedilah Badrun, banyak yang ikut-ikutan menghujat padahal baru dilaporkan dan belum terbukti sama sekali. Begitu ada berita mereka berdua dilaporkan, sebagian mulai menyimpulkan secara negatif. Banyak yang iri. Banyak yang bertanya-tanya dari mana uang sebanyak itu.
Ada kesan kalau anak pejabat tidak boleh kaya. Harus miskin. Kalau kaya, maka ada hal yang mencurigakan, entah itu KKN, deal dengan privilege anak presiden dsb. Itulah kejamnya sebagian orang yang merasa paling berhak menilai seperti apa kehidupan mereka.
Pada hari Minggu kemarin, ada tagar ‘KPK Takut Gibran Kaesang‘ yang sempat trending topic di media sosial Twitter, walaupun cuma sebentar.
Yang menggaungkan tagar ini sudah pasti adalah kelompok yang menilai bahwasanya KPK tak berani alias takut untuk mengusut kasus Gibran dan Kaesang karena mereka berdua adalah anak Presiden.
Bahkan seorang netizen dengan sampai melontarkan kalimat-kalimat keras pada pemerintahan Presiden Jokowi.
“#KPKTakutGibranKaesang Sejak Indonesia Merdeka bangsa Indonesia berlomba lomba jadi pahlawan! Tapi sekarang sejak Jokowi memimpin, bangsa ini berlomba lomba jadi Anjing! Yg dibawah menjilat yang berkuasa, sang penguasa menjilat negara kaya,” kata akun tersebut.
Dengkinya luar biasa. Ini sama dengan menjudge membabi buta, bahwa dengan dilaporkannya Gibran dan Kaesang, maka mereka sudah bisa dianggap bersalah. Dan kalau KPK tidak bertindak, diam atau bahkan tidak menemukan kejanggalan, maka KPK akan dianggap takut dengan anak presiden.
Kesimpulan macam apa ini? Ini kesimpulan sepihak yang tidak dipikirkan dulu pakai otak.
Kelompok sebelah, kalau sudah melaporkan, masih aja belum puas. Lalu mereka akan melanjutkan agenda berikutnya bahwa polisi takut bla bla bla. Kalau masih tidak ada respon, akan muncul ultimatum lewat mobilisasi massa. Akan ada indikasi demo. Benar-benar gerombolan tak tahu diri dan bikin semak. Apa pun tuntutan mereka seolah harus dibenarkan dan dikabulkan.
Ada hal yang dikhawatirkan dari pelaporan serampangan. Saya sudah bahas ini di artikel sebelumnya. Ini bukan bertujuan menggolkan terlapor. Meskipun tidak diproses pun, tujuannya sudah cukup. Ini hanya perang persepsi.
Dengan sendirinya akan muncul persepsi sekelompok masyarakat yang percaya bahwa Gibran atau Kaesang bersalah, ada hal yang disembunyikan tapi KPK tidak berani bertindak karena yang dihadapi adalah anak presiden. Bahkan jika faktanya adalah mereka tidak bersalah, sebagian masyarakat ini sulit berubah pikiran, apalagi mereka yang dari dulu sudah benci. Apalagi kadrun, tak ada obat apa pun yang bisa mengobati kebencian mereka.
Ini yang sebenarnya mau dicapai. Pelan-pelan membiarkan masyarakat membentuk persepsi sendiri ketika Gibran dan Kaesang dilaporkan, lalu jadi liar dan spekulatif.
Kalau memang nantinya mereka tidak bersalah, maka fixed ini adalah upaya pembunuhan karakter di balik kedok lapor-melapor. Yang melaporkan tidak rugi apa-apa. Paling hanya kena hujat dan dimaki habis-habisan, tidak didemo berjilid-jilid oleh gerombolan kadrun.
Yang rugi adalah terlapor. Meski misalnya tak terbukti seperti yang dituduhkan, sebagian sudah diracuni oleh narasi-narasi busuk. Dan ini akan terus terbawa hingga ke depan. Nanti misalnya Gibran mau mencalonkan diri jadi cagub DKI atau bahkan capres, akan ada yang mengungkit soal kasus KKN yang mengendap di KPK. Ini adalah pembunuhan karakter yang diada-adakan. Dipaksa ada.
Ini adalah strategi baru. Melapor membabi buta, syukur-syukur ada yang kena. Kalau pun tidak ada satu pun yang kena, masyarakat bisa ambil kesimpulan sendiri. Kalau menuduh langsung, ini cara yang sudah basi. Lebih kredibel melaporkan ke KPK sehingga bola panas ada di KPK. Yang melapor tinggal duduk santai goyang kaki. Masyarakat pelan-pelan digiring untuk menuduh.
Kalau bicara soal politik, cara seperti ini tidak mengherankan. Siapa pun yang begitu haus kekuasaan selalu punya banyak cara dan strategi untuk menang atau setidaknya menjungkalkan lawannya. Ini memang tidak terhindarkan. Tapi ini adalah perlawanan yang harus dibalas balik. Setidaknya masyarakat harus paham ada sebuah kelompok atau gerakan yang berniat menang dengan cara-cara murahan. Ini yang harus dilawan.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/tagar-kpk-takut-gibran-kaesang-kesimpulan-kEENsggG8n
Ubedilah Badrun Cerdas Menyerang Gibran Kaesang
Kepercayaan masyarakat kepada sosok Presiden Jokowi sangat lah tinggi. Sehingga kalaupun ada menteri yang kadang nyeleneh, termasuk ikut bermain dalam bisnis PCR, masih banyak orang yang membelanya. Misal pun ada menteri yang korupsi lalu ditangkap, publik juga tak mampu menyalahkan Presiden.
Bagi PDI Perjuangan, sebagai partai tempat bernaung Jokowi, jelas partai tersebut mendapat dampak positif. Karena bagaimanapun, suka ga suka, Jokowi adalah kader PDI Perjuangan.
Sementara bagi partai-partai lain, kepercayaan masyarakat pada Jokowi ini bisa dibilang kurang menyenangkan. Karena mereka harus bergantung pada sosok Jokowi. Sementara Jokowi sendiri sudah pasti akan lebih mendukung PDI Perjuangan sebagai partai tempatnya bernaung.
Maka untuk merusak kepercayaan masyarakat inilah kemudian dibuat isu Kaesang dan Gibran terlibat kasus korupsi. Masyarakat coba digiring untuk tidak percaya pada Jokowi. Atau minimal, kita dibuat berpikir dan bertanya-tanya. Benar juga, Kaesang yang masih semuda itu kok sudah kaya?
Soal data dan bukti, itu urusan lain. Yang penting laporkan dulu, bikin isu bahwa Kaesang dan Gibran dilaporkan ke KPK.
Dan sekarang sudah banyak orang mendengar bahwa Gibran dan Kaesang terlibat kasus korupsi. Meskipun belum ada datanya dan baru sebatas laporan kosong dengan modal imajinasi. Mungkin juga berkaca pada Presiden sebelumnya, dimana anak Presiden menjadi sekjen Partai dan anggota DPR. Lalu saat semua pengurus partai ditangkap KPK, hanya anak Presiden atau sekjen lah yang aman.
Nampaknya cerita semacam itu yang coba diulang sekarang, coba disama-samakan meski ga sama.
Setelah masyarakat dibuat gempar dengan pelaporan ini, selanjutnya si pelapor mulai merasa terintimidasi. Merasa ada yang ngikuti, diteror dan sebagainya. Lagi-lagi, semua itu hanya imajinasi. Karena tak ada bukti dan tak ada laporan apapun terhadap kepolisian.
Ya sama lah seperti cerita banyak oposan. Yang dikit-dikit merasa diteror. Padahal faktanya mereka tidak apa-apa. Tidak lecet atau dipukul.
Kalaupun ada cerita pemukulan, yang kita tau lagi-lagi hanya imajinasi Fadli Zon dan gengnya yang percaya bahwa Ratna dipukuli.
Jadi sekarang Ubedilah Badrun mendapat panggung. Diberitakan dan dibahas banyak orang.
Dia yang sebelumnya bukan siapa-siapa, dan kita juga ga kenal, sekarang menjadi pusat perhatian. Aktor utama oposan paling banyak diberitakan, hanya gara-gara melaporkan Gibran dan Kaesang.
Sejalan dengan Ubedilah Badrun, ada juga partai politik yang melaporkan Erick Tohir ke KPK. Tentu saja itu partai baru yang ingin dibicarakan. Namun mereka lupa bahwa Erick bukan sosok yang menarik.
Jadi dari kejadian ini, Kaesang dan Gibran hanya dijadikan batu loncatan. Pijakan. Yang menguntungkan Ubedilah Badrun.
Kalaupun masyarakat masih tetap percaya pada Presiden Jokowi dan keluarganya, Ubedilah Badrun sudah dapat manfaatnya. Kelompok oposan jadi mengenalnya dan menjadikannya tokoh panutan yang setiap komentarnya sangat dinantikan.
Atau efek lebih buruknya, kepercayaan masyarakat pada Jokowi akan menurun sehingga di 2024 nanti diharapkan tak terlalu mampu mempengaruhi peta politik. Sehingga partai bisa bertarung lebih sejajar.
Begitulah politik. Langkah praktis dan instan masih tetap jadi pilihan Bagi mereka yang kebelet ingin dikenal publik.
Dan Ubedilah Badrun harus saya akui cerdas dalam memilih narasi. Karena Gibran dan Kaesang adalah anak yang malas ribut. Sehingga misalkan namanya disebut, mereka tak akan terlalu menanggapi. Sehingga Ubedilah aman dari masalah hukum atau lapor balik.
Tapi misalkan Jokowi yang dilaporkan ke KPK, tentu para relawan akan ada yang bersikap. Kepolisian pun akan cepat merespon karena ini soal nama baik pimpinan negara.
Atau misla menteri yang dilaporkan demi tujuan pansos, sang menteri bisa lapor balik dan memperkarakannya. Setidaknya itu yang terjadi pada Haris Azhar dan kawan-kawan sebelumnya.
Dan rasanya Ubedilah Badrun akan sulit untuk lepas dari jeratan hukum bila dia salah pilih lawan. Tapi kalau Kaesang dan Gibran, yang mau ngebela atas nama keduanya juga ragu-ragu. Karena anak-anak Presiden nampak tak ingin mempermasalahkan. Dan menganggapnya seperti angin lalu.
Maka kalau ada yang melaporkan Ubedilah Badrun, bisa jadi Kaesang dan Gibran kurang suka.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ubedilah-badrun-cerdas-menyerang-gibran-kaesang-Qr6aKElZpS
Ada Upaya Meniru "Cara Jokowi" dalam Undangan Manggung Grup Band Nidji di JIS dari DKI-1?
Sebenarnya tak ada yang terlalu spesial ketika AniesBaswedan diberitakan mengundang grup band Nidji untuk manggung di JakartaInternational Stadium (JIS). Berita soal undangan manggung dari grup banddimana Giring Ganesha pernah eksis tersebut hanyalah semacam gimmick politik,karena sebelumnya eks pentolan grup Nidji tersebut dinilai menyerang Anies secara frontal.
Sebenarnya keberadaan stadion yang dikabarkan megah danmewah itu juga bisa dibilang kebetulan ketika selesai pada era Anies Baswedan,karena dia hanya meneruskan hasil proyek turun-temurun dari beberapa Gubernur DKIJakarta itu, termasuk ada peran Jokowi dan Ahok ketika dua orang hebat itumemimpin DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Saya malah menduga Anies Baswedan mungkinmencoba meniru taktik Presiden Jokowi, tetapi dalam skala jauh lebih kecil …supaya mungkin dinilai oleh publik atau netizen bahwa dia memiliki kecerdasanemosional yang bagus atau tidak mudah mendendam akan serangan politik yang ditujukankepadanya.Jokowi memang jauh lebih hebat.
Sejak memenangi Pilpres 2014 silam, beliau langsung memberikan contoh bagaimana sosok Presiden yang memimpinseluruh negara. Beliau tidak peduli apakah daerah A atau daerah B mayoritasmemilihnya saat proses coblosan berlangsung, karena mereka juga bagian dariIndonesia yang patut mendapat perhatian, dukungan, bahkan pembelaan dariPresiden RIDalam hal pembangunan infrastruktur juga begitu kan?
Ingat,Sirkuit Mandalika yang menjadi kebanggaan Indonesia dibangun di daerah NusaTenggara Barat (NTB), daerah yang setidaknya berbeda dalam hal dukungan kepadaJokowi jika dibandingkan dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya. Tahu kan maksud saya?
Sumatera Barat, daerah yang katanya menjadi basis PKS denganpilihan mayoritas condong kepada Prabowo, baik ketika masih bersama HattaRajasa maupun Sandiaga Uno dalam pertarungan melawan Jokowi-JK dan Jokowi-Ma’ruf… apakah lantas seperti dianaktirikan hanya karena mayoritas masyarakatnya tidakmemilih Jokowi saat Pilpres, bahkan mungkin ada yang membenci beliau?
Tidak. Tidak. Tidak.Presiden Jokowi jauh dari hal semacam itu, karena ketulusanbeliau dalam memimpin Indonesia membuat beliau tidak bisa (tidak boleh)membeda-bedakan rakyat hanya berdasarkan pilihan politik. Jalan yang berbedaditempuh oleh pasangan Anies-Sandiaga sejak kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017, yang kita tahu bersama seperti apa, dimana hal semacam itu tak bisa diubahbegitu saja … apalagi semisal sudah menjadi pilihan strategi politik dengan memanfaatkan politik identitas, hingga politik yang lantas dikenal denganpolitik ayat dan mayat.
Kembali ke undangan untuk Nidji manggung di JIS
Meski bagi saya terkesan biasa saja, tetapi mungkin inilahcelah yang bisa dilihat Anies buat menaikkan sedikit citranya sebagai sosok “orangbaik” untuk memperbaiki citra buruk yang banyak disematkan orang kepadanyasejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Entah bagaimana, mungkin dalam kesendirian atau berkat jasatim TGUPP yang sudah dibayar dengan mahal, mereka lantas menemukan cara untukmenaikkan citra dengan menggunakan JIS sebagai alat, dengan tambahan serangan politikyang dilakukan Giring Ganesha sebagai pemantik agar media tertarikmemberitakan, lalu membahasnya selama berhari-hari.
Meski kita tahu sebenarnya sepak terjang PSI ini juga masihterlihat biasa saja, tetapi dengan kerapnya mereka melakukan tindakan yang bisadinilai sebagai “serangan politik” kepada Anies Baswedan, jika tidak segeradiganti caranya kelak mungkin justru akan menguntungkan posisi Anies, dengan semakin banyak dibicarakan sebagai orang baik.
Anies mungkin menyadari kalau saat ini baru ada JIS yangbisa dipakai sebagai alat kampanye politiknya. Membanggakan sirkuit Formula Ejelas tidak mungkin, karena meski sudah disebutkan nanti ajang balap listrikitu akan digelar di sekitar Ancol, tetapi wujudnya masih terbilang ghoib. Masa’membanggakan sesuatu yang masih belum kasat mata? Memangnya mau dilihat pakaimata batin atau indera keenam?****
Jadi, terkait pemberitaan soal undangan manggung grup band Nidji ke JIS, sekalilagi mari kita anggap sebagai fenomena yang biasa saja, karena justru kita kuduberbangga dengan Presiden Jokowi yang sudah memberikan contoh sangat baik mengenai pilihan dalam “memperlakukan musuh” dengan sebaik mungkin, bahkan kalau perlu dirangkul dan dijadikan menteri.
Terimakasih, Pak Jokowi atas teladannya, sehingga setiap kepala daerah, termasuk Pak Anies Baswedan bisa belajar dan meniru jejak langkah politik santun yang sudah Pak Jokowi ajarkan selama tujuh tahun terakhir sejak terpilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014 lalu.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ada-upaya-meniru-cara-jokowi-dalam-undangan-ajDWAL38Bo
Korupsi Bendahara Umum DPC Partai Demokrat, Mungkinkah Aliran Dana Mengarah ke Cikeas?
Berita ditetapkannya Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, bernama Nur Afifah Balqis sebagai tersangka dalam kasus suap yang menyeret Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud menjadi berita yang menarik.
Terlebih lagi setelah ada dugaan kuat bahwa Nur Afifah berperan sebagai pihak yang mengelola uang suap yang diterima Abdul Gafur, yang bisa diartikan sebagai pekerjaan yang tak hanya satu-dua kali dilakukan, tetapi sudah tersistem dengan baik, pertanda adanya kerja sama antara Bupati Penajam Paser Utara dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat.
Disebutnya nama sekaligus jabatan dari Nur Afifah tentu menjadi pukulan telak bagi kubu Partai Demokrat dan Mas AHY sebagai Ketua Umum, di tengah fokusnya yang masih terbagi pasca operasi yang dijalani oleh Pepo SBY di Amerika Serikat terkait penyakit prostat yang dialami oleh eks Presiden RI keenam itu.
Apalagi kita tahu bersama bahwa Partai Demokrat ini seperti masih dikejar "dosa partai" pada masa Presiden SBY berkuasa, setelah beberapa kader partai di tingkat pusat tertangkap, terbukti bersalah, lantas menjalani hukuman terkait kasus korupsi kelas kakap dalam proyek bangunan bersejarah di daerah Hambalang, yang kini banyak disebut dengan "Candi Hambalang" tersebut.
Denny Siregar dalam unggahan terbarunya merespons berita yang sama, bahkan menyebut dengan nada sindiran bahwa Partai Demokrat ini merupakan partai yang berhasil menciptakan kader-kader berprestasi, dengan kalimat lengkap seperti ini:
Partai @pdemokrat ini adalah partai yg berhasil menciptakan kader2 berprestasi. Bahkan sejak muda mereka sudah dilatih utk mengalahkan senior2nya dulu. Hebat ya.
Kita belum tahu bagaimana reaksi dari Mas AHY terkait berita ini. Namun, sudah ada sindiran menohok yang berseliweran di berbagai pemberitaan yang datang dari Partai Demokrat versi kubu Moeldoko, yang diwakili oleh pernyataan langsung dari Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat versi KSP Moeldoko bernama Saiful Huda :
"Ada dugaan kuat bahwa korupsi yang dilakukan oleh para anak buah AHY di Kalimantan Timur itu digunakan untuk menyetor ke mafia Cikeas. Semuanya mungkin saja terjadi. Namun, satu yang pasti sebagai bagian dari rakyat Indonesia, kami mendukung penuh pemberantasan korupsi,"
Waduh, kok pakai sebut-sebut "Mafia Cikeas" segala, yang kita tahu bersama kalau sudah menyebut kata "Cikeas" hanya ada satu kemungkinan, karena tidak mungkin nama itu terkait dengan lokasi usaha anak dari Presiden Jokowi, bukan?
Menarik sekali menantikan kelanjutan kisah ini, jika memang KPK serius menelusuri jejak ke mana saja aliran dana hasil dugaan korupsi tadi, mengingat nilainya juga tidak sedikit. Itu juga kalau kasusnya tidak merembet ke arah temuan-temuan lain soal kasus korupsi yang melibatkan kader Partai Demokrat yang ditangkap KPK tadi.
Kalau memang ada dugaan yang cukup kuat mengarah ke sana, bisa-bisa Mas AHY semakin puyeng dan tidak bisa tidur memikirkan bagaimana cara membersihkan citra partainya, yang hingga kini masih terus dicoba untuk dibersihkan ... meski kita tahu bersama bahwa "noda hitam" akibat dosa korupsi berjamaah pada era Pepo SBY berkuasa sudah tidak mungkin dibersihkan lagi karena sudah melekat seperti karat.
Rasanya Mas AHY juga tidak berani kok bersuara ketegasan, misalnya berjanji akan menyeret langsung setiap kader partainya yang terbukti bersalah di mata hukum akibat tindak pidana korupsi. Tindakan yang sebenarnya baik, cukup heroik, dan bisa menaikkan citra Partai Demokrat demi Pileg dan Pilpres 2024 ... tetapi bisa berbalik bak pepatah "senjata makan tuan" kalau ternyata ada kader lain yang terlibat korupsi, entahkah terkait kasus yang melibatkan Bupati Penajam Paser Utara atau terkait kasus lainnya.
Oya, sebutan "Mafia Cikeas" dari Partai Demokrat versi Kubu Moeldoko tadi juga dapat menjadi sinyalemen menarik, khususnya terkait dugaan bahwa memang ada praktik ala mafia yang terjadi dalam pengelolaan partai yang kini sangat melekat statusnya dengan keluarga SBY itu.
Siapa bisa membuktikan kebenarannya? Apakah memang ada aliran dana ke Cikeas seperti yang disampaikan oleh dituduhkan oleh Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat versi KSP Moeldoko tadi? SEWORD- Beranikah AHY membantahnya dengan menunjukkan bukti-bukti valid, tak hanya merengek dengan alasan partainya didzolimi?
Kita tunggu drama saja kelanjutan drama politik yang menarik ini. Bagaimana menurut Anda? Apakah ada indikasi kasus ini mengarah ke Cikeas atau hanya disangkutpautkan saja supaya beritanya menjadi ramai?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/korupsi-bendahara-umum-dpc-partai-demokrat-9vVKGq8gLV
Upin Ipin Meninggal, Makamnya di Indonesia?
Serial animasi alias kartun Upin Ipin sangat populer di Indonesia. Serial ini mungkin setara dengan Doraemon di jaman saya kecil. Bedanya jika dulu Doraemon tayang seminggu sekali tiap hari Minggu jam 8 pagi di RCTI oke. Sedangkan Upin dan Ipin tayang minimal 3 jam per hari.
Wow banget. Walaupun cerita sering diulang-diulang tetapi tetap seru. Anak saya suka banget dengan ceritanya dan sering tertawa terbahak-bahak dengan kelucuan Upin dan Ipin. Jangankan anak-anak saya pun suka dengan Upin Ipin karena lucu dan menceritakan kehidupan anak-anak sehari-hari.
Baru-baru ini, media sosial ramai dengan video Upin Ipin meninggal dan dimakamkan. Pihak pembuat Upin Ipin di Malaysia sampai membuat klarifikasi.
Awalnya, ini dipicu video viral di TikTok. Ada rekaman video menunjukkan dua kuburan yang tertuliskan di batu nisan dengan nama Upin dan Ipin.
Seperti kita ketahui Upin dan Ipin adalah dua tokoh anak-anak dari serial kartun asal Malaysia yang juga populer di banyak negara termasuk di Indonesia.
Akun TikTok @ABI_ALONK_3110, menyoroti dua kuburan Ipin dan Upin. Dalam batu nisan tersebut tertulis jika Upin meninggal lebih dulu pada 6 Agustus 1995 lalu disusul Upin tanggal 2 April 1996.
Video ini diputar sampai 37,5 juta kali. Dapat like 3,9 juta dan 83.300 komentar. Netizen pun dibuat bingung dan banyak berspekulasi tentang kisah Ipin dan Upin apakah nyata atau hanya fiktif belaka hingga kebenaran dari lokasi dua maka tersebut.
Karena sudah viral sampai Malaysia, Les Copaque sebagai studio animasi yang membuat Upin Ipin pun angkat bicara. Mereka meluruskan masalah soal anggapan Upin Ipin meninggal ini. Les Copaque menegaskan Upin Ipin adalah karakter fiktif.
Les Copaque menegaskan ide cerita adalah dari Hajah Ainon pengisi suara Opah dan Haji Burhanuddin pengisi suara Tok Dalang sekaligus Pengarah Urusan Les' Copaque Production.
Les Copaque juga menjelaskan kenapa dibuat cerita Upin Ipin yatim dan botak. Hal itu semata untuk memudahkan cerita dan proses animasi karena keterbatasan anggaran dan SDM animator.
Jadi sudah jelas ya, Upin Ipin cuma karakter fiktif. Video kuburan itu hanya kebetulan namanya sama. Perlu ditelusuri juga apa itu kuburan sungguhan atau kijing contoh saja alias kuburan bohongan.
Menariknya setelah video ini viral, seolah ada tanggapan dari unggahan video lain yang diunggah dari akun TikTok @putrahits03 yang mengatakan jika lokasi makam Upin dan Ipin terletak di Kota Palu, Indonesia.
Menurut saya sih, kuburan bertuliskan Upin Ipin ini hanyalah contoh saja yang dibuat penjual untuk iklan. Ya sejenis etalase saja. Nama Upin dan Ipin dipilih agar tidak ada yang tersinggung. Karena jika memilih nama normal dengan nama-nama orang yang mungkin ada di sekitar, takutnya ada yang tersinggung.
Misalnya menggunakan nama, Asep, Bambang, Yoyoh, Yayah. Siapa tahu ada orang mempunyai nama yang sama dan lewat ke tempat contoh makam tadi. Penjual mungkin akan kena marah atau setidaknya protes. Karena seolah mendoakan, menyumpahi bahwa orang yang ditulis agar segera mati. Bisa-bisa memancing keributan.
Oleh karena itu, dipilihlah nama Upin dan Ipin. Karena nama ini dianggap netral. Jika memang kebetulan ada namanya yang sama, penjual tinggal bilang bahwa maksud nama ini adalah nama dari serial kartun anak-anak Upin Ipin yang tayang di televisi.
Lalu dimana makam tersebut berada? Menurut akun TikTok @putrahits03 mengatakan jika lokasi makam Upin dan Ipin terletak di Kota Palu, Indonesia.
Nah mungkin penjual contoh kijing makam tersebut merupakan orang Palu. Jadi bisa saja muncul narasi bahwa makam Upin dan Ipin berada di Kota Palu Indonesia.
Padahal itu hanya contoh saja dan mengambil nama Upin dan Ipin merupakan kreativitas penjual saja.
Terlepas dari viralnya makam Upin dan Ipin, kita berharap para animator kita bisa membuat serial kartun untuk anak-anak yang mempunyai cerita keseharian dan cenderung tradisional.
Indonesia mempunyai budaya yang beraneka ragam. Potensial sekali bila dijadikan cerita untuk serial televisi. Cerita Upin dan Ipin merupakan cerita pengisi suara Opah dan Atuk waktu masih kecil.
Telepon genggam masih tidak ada, sehingga anak-anak bisa bermain ceria, berlarian di lapangan atau halaman rumah. Tidak seperti sekarang yang sibuk main sendiri dengan memainkan telepon genggam.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/upin-ipin-meninggal-makamnya-di-indonesia-JnxxzOMumd
Kritikan Haruna Soemitro buat Coach STY, Tanda Exco PSSI itu Nggak Paham Sepak Bola?
Haruna Soemitro, anggota Exco PSSI mengritik balik netizen yang dianggap mem-bully dirinya pasca komentarnya soal kinerja Shin Tae-Yong (STY) di ajang Piala AFF 2020 pada Desember 2021 kemarin.
Prestasi Coach STY dianggap tak jauh beda dengan pelatih-pelatih Timnas Indonesia yang mentok juga membawa Timnas Indonesia sebagai runner up dalam lima kesempatan berbeda, yang lantas digenapkan menjadi enam oleh Asnawi Mangkualam, dkk di Singapura akhir tahun lalu.
Sementara netizen merespons dengan tagar "#harunaout", eh orang yang dituju malah merespons dengan kritikan balik buat mereka yang mem-bully dirinya.
Saya sih tak masalah jika persektif Haruna inj disampaikan dalam acara rapat internal Exco PSSI bersama Ketum PSSI misalnya, karena momen bisa dipakai itu sebagai ajang diskusi, menajamkan program, termasuk bila perlu mempertegas harapan dan target yang lantas disampaikan kepada Coach STY dan tim pelatih.
Akan tetapi, janganlah penilaian sepihak itu sampai keluar karena masyarakat pecinta sepak bola sendiri tak terlalu mempermasalahkan fakta raihan posisi kedua pada Piala AFF 2020 kemarin. Meski ingin Timnas Indonesia menang atas Thailand lalu menjadi juara, tapi apa mau dikata ... kualitas tim lawan memang lebih pantas untuk juara.
Akan tetapi jika mata Pak Haruna Soemitro mau sedikit dibuka, lalu mencoba melihat secara keseluruhan permainan dan stamina dari anak asuh Coach STY di Piala AFF kemarin, seharusnya dia mampu bersyukur karena terlihat ada perbaikan di sana-sini, sebagai wujud nyata dari program latihan dan pendekatan yang dia lakukan sejak menerima pinangan melatih Timnas Indonesia.
Pak Haruna juga kudu melihat dan mencermati pengakuan Coach STY di acara podcasr Deddy Corbuzier, dimana sangat jelas bahwa dalam jangka waktu dekat sasaran Coach STY memang tak hanya berfokus pada prestasi atau raihan trofi. Meski kalau timnya sudah melaju ke final, ya tetap akan diupayakan agar menjadi juara. Pelatih mana yang lebih memilih menjadi nomor dua kalau kesempatan menjadi nomor satu tinggal selangkah lagi dengan memenangi partai final?
Kita juga perlu ingat bahwa kompetisi di negara kita sempat vakum, lalu ketika akhirnya digelar dengan kondisi yang kurang ideal, para pemain juga membutuhkan waktu sebelum mencapai kondisi ideal untuk bertarung di kompetisi tingkat ASEAN semacam Piala AFF itu.
Singkatnya, ada banyak PR yang mesti dibereskan oleh Coach STY sembari mempersiapkan timnya untuk menghadapi tim-tim kuat macam Vietnam dan Thailand, yang dalam 5 tahun terakhir selalu konsisten berada di level permainan setingkat dibatas permainan Timnas Indonesia untuk saat ini.
Memang kudu diakui kualitas tim nasional kita belum seperti mereka. Ibaratnya, Timnas Indonesia masih tertinggal 2-3 tahun dibandingkan dengan mereka, sehingga mustahil rasanya bisa mengubah kondisi ini hanya dalam hitungan bulan.
Menargetkan juara di Piala AFF 2020 justru sama saja menargetkan misi "bunuh diri", karena para pemain kita yang masih muda tentu masih kalah pengalaman dibandingkan para pemain tim lawan, khususnya Thailand dan Vietnam.
Lihat saja bagaimana repotnya para pemain kita menahan gempuran para pemain Vietnam di fase grup, sebelum akhirnya mampu menahan imbang. Jangan lupa bagaimana amburadulnya permainan Timnas Indonesia pada final leg pertama, dimana Indonesia harus menelan kekalahan pahit dengan empatn gol tanpa balas.
Akan tetapi, jangan lupakan pula bagaimana permainan Garuda Muda kita sudah mampu lebih unggul dari Malaysia, juga dari Singapura yang mampu kita langkahi dengan kemenangan dan hasil permainan yang bagus.
Saya pun yakin jika tim yang kemarin itu bertemu lagi pada tahun ini, asalkan masih bersama Coach STY, kita akan mampu menang meski ditandingkan berkali-kali.
Kondisi yang patut kita sikapi dengan positif, bukan malah kritikan yang seakan meremehkan kemampuan Coach STY dan semua program yang dirancangkannya, seolah-olah Pak Haruna bukanlah orang yang mengerti sepak bola.
Bagaimana menurut SEWORD-ers dengan kritikan dari Haruna Soemitro soal prestasi tim asuhan Coach STY di Piala AFF 2020 kemarin? Kalau diminta memilih antara #HarunaOut atau #STY_Out kira-kira pada milih mana nih? Kalau jawaban saya, rasanya sudah jelas tanpa perlu saya sebutkan lagi. Betul?
Sumber Utama : https://seword.com/sport/kritikan-haruna-soemitro-buat-coach-sty-tanda-0v3xcEKjAC
Jelang Putusan Akhir Asabri, Pakar Hukum Hingga IJRS Malah Kontra Tuntutan Jaksa?!
Memang harus diakui ada yang menarik dalam sidang pengadilan Asabri yang membuat para pakar hukum bersuara. Bahkan dissenting opinion salah satu majelis hakim disebut oase dalam keringnya penegakan korupsi di Indonesia. Padahal dari dissenting opinion tersebut diperoleh fakta mengejutkan bahwa hakim meyakini tak ada kerugian dalam kasus Asabri. Artinya tak ada kasus korupsi di sana, atau lebih tepatnya adanya upaya membuat perusahaan yang awalnya baik menjadi tampak sekarat.
Lantas apa motifnya? Inilah yang harusnya membuat penasaran kita semua, termasuk penulis artikel yang gemar investigasi sepreti saya. Bukan sebaliknya malah kita yang ditanya apa motif menulis kasus ini. Padahal sejak munculnya kasus Jiwasraya sudah saya pertanyakan kenapa Rini melaporkan adanya kerugian Jiwasraya dan Asabri saat akhir masa jabatannya. Apakah ini upaya cari muka agar Jokowi kembali memakainya di periode kedua? Kalau tidak, harusnya kasus yang ditengarai bermasalah sejak 2012 bisa saja dilaporkan di tahun 2014 atau sebelum 2019.
Hal yang membuat miris lainnya tatkala kasus Jiwasraya sebelum Asabri masuk di rapat paripurna DPR. Arteria Dahlan sempat menyinggung berkali-kali kenapa Bakrie dan nama pejabat aktif lainnya tak kunjung dipanggil Kejaksaan. Namun, tak ada tanggapan serius hingga berujung kasus Djoko Tjandra dan kebakaran gedung Kejaksaan. Kini hingga kasus Asabri mencapai puncaknya, tetap saja Kejaksaan selalu menuai kontra dari berbagai pihak. Alih-alih dianggap pahlawan, mereka yang mengerti hukum malah menelanjangi pemikiran anti mainstream Kejaksaan.
Mulai dari tuntutan hukuman mati yang dikecam karena berbeda dengan dakwaan hingga pertanyaan kerugian negara yang harusnya riil malah yang dibuktikan cuma potensi kerugian. Entah mereka bodoh atau sengaja menjerumuskan dua perusahaan asuransi milik negara ini. Karena nanti ujung-ujungnya uang negara yang harus dipakai untuk membayar ganti rugi nasabah sama halnya di kasus Jiwasraya. Sudah kondisi susah akibat pandemi, masih juga direcoki hal yang harusnya tak bermasalah. Padahal mengaca dari dissenting opinion hakim Mulyono, Asabri sendiri sejatinya masih memiliki aset, reksadan dan saham yang nilainya masih fluktuatif. Bisa jadi suatu saat justru naik gila-gilaan sepetti halnya Jiwasraya waktu awal berkasus dulu. Kalau begini jadinya, BPK hingga Kejaksaan tak hanya dzolim pada para terdakwa, tapi juga seluruh rakyat Indonesia. Kok bisa? Ya karena uang negara juga yang ujung-ujungnya suruh nambal gagal bayar versi BPK dan Jaksa kepada semua nasabah.
Kini giliran IJRS juga ikut bersuara mengomentari tuntutan tak masuk akal Kejaksaan terhadap salah satu terdakwa. Seperti dilansir jawapos.com, Direktur Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar Wicaksana, menilai secara prinsip dan yuridis positivis, tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus ASABRI, Heru Hidayat oleh jaksa penuntut umum (JPU) tidak memberikan efek jera.
“Kalau hukuman mati dalam kasus Asabri ini, tidak masuk jika hakim merujuk betul pada Perma Nomor 1 Tahun 2020,” kata Dio dalam keterangannya, Minggu (16/1).
Dio memandang, tindak pidana korupsi dalam kasus ASABRI tidak masuk dalam kategori tindak pidana dalam keadaan tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor dengan ancaman hukuman mati. Keadaan tertentu tersebut adalah bencana nasional, kondisi krisis ekonomi-moneter dan pengulangan tindak pidana.
"Kalau kasus Asabri kan tidak masuk dalam kondisi tertentu itu. Jadi, secara undang-undang juga tidak tepat (dijatuhi hukuman mati). Kalau mengikuti pedoman Perma Nomor 1 Tahun 2020, kasus Asabri tidak masuk dalam kondisi tertentu. Walaupun hakim bisa menyimpangi pedoman tersebut, tetapi syarat ketat,” ucap Dio.
Senada dengan IJRS, Pakar Hukum Pidana yang sekaligus merupakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus memprediksikan putusan vonis penjara terdakwa kasus Asabri Heru Hidayat bakal berakhir nol.
Hal ini, kata Petrus, mengandaikan majelis Hakim Tipikor yang mengadili perkara ini konsisten dengan surat dakwaan dan fakta persidangan serta tidak mempertimbangkan tuntutan hukuman mati JPU terhadap Heru Hidayat karena tidak dicantumkan dalam surat dakwaan.
“Karena Heru Hidayat sudah divonis putusan penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya, maka jika yang bersangkutan divonis bersalah lagi dalam kasus Asabri dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, maka putusan dalam kasus Asabri akan dengan vonis penjara akan nol,” ujar Petrus kepada wartawan, Minggu (16/1/2022).
Kalau benar prediksi pakar hukum dan IJRS ini, maka tumbanglah seketika pencitraan kisah kepahlawanan Kejaksaan yang sok menuntut hukuman mati kemarin. Kepada Pinangki yang jelas menerima suap Djoko Tjandra mereka tuntut ringan hingga 4 tahun. Tapi, dalam kasus Asabri yang belum pasti kerugiannya seperti halnya Jiwasraya malah sok menuntut mati. Atau jangan-jangan mereka salah membacakan tuntutan :D
Semoga saja penegakan hukum di Indonesia ke depannya lebih baik lagi dan bisa mempertimbangkan baik buruknya keputusan di masa depan. Jangan lagi menegakkan hukum berdasar pesanan apalagi memberlakukan sistem tebang pilih. Hukum juga jangan dipaksakan bermasalah pada suatu hal yang sebenarnya baik-baik saja. Hingga akhirnya merugikan keuangan negara di masa mendatang. Para penegk hukum baiknya mempelajari ilmu ekonomi, finansial, pasar modal dan sebagainya untuk menambah wawasan.
Jangan sampai label Hakim dan Kejaksaan yang terhormat justru mendulang tertawaan dari pengamat di luar karena ketidaktahuan. Kita ingin negara ini maju dari berbagai sisi. Tak hanya sosial, politik dan ekonomi, tapi juga dari penegakan hukumnya. Sudah baik ormas-ormas ekstrimis dibubarkan. Tinggal revolusi dari segi pengadilan.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/jelang-putusan-akhir-asabri-pakar-hukum-hingga-Jta2Zh0haQ
Mengharukan, Komnas HAM Turun Gunung Membela Nyawa Herry Wirawan!
Setelah lama tidak bersuara, Komnas HAM muncul lagi dengan suara menentang hukuman mati yang belum lama ini dituntutkan jaksa terhadap Herry Wirawan. Dia tersangka pemerkosaan terhadap belasan santri wanita, dan beberapa di antara korban hamil dan melahirkan.
Menurut Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, lembaganya tak sepakat dengan penerapan hukuman mati di Tanah Air, siapapun pelakunya. Alasannya, hukuman mati bertentangan dengan HAM yang berlaku di dunia.
Tak ada yang baru ataupun sesuatu yang mengejutkan dalam pernyataan sikap itu. Karena memang sudah seharusnya demikianlah pegiat hak asasi manusia menyikapi kasus-kasus yang mengancam nyawa seseorang.
Tapi penasaran untuk mengikuti apakah Komnas HAM akan proaktif membela hak-hak Herry Wirawan, sebagaimana dulu mereka melakukannya untuk Novel Baswedan cs yang dipecat dari KPK karena tidak lulus TWK (tes wawasan kebangsaan)?
Masih segar dalam ingatan bagaimana sibuknya Komnas HAM pada waktu perseteruan KPK vs Novel cs sedang memanas. Komnas HAM sangat gigih membela supaya Novel cs tidak diberhentikan. Bahkan untuk itu mereka berencana hendak menemui Presiden Jokowi di Istana, untuk memperjuangkan nasib Novel dkk.
Semua orang mencibir Komnas yang dinilai off side. Padahal itu bukan soal pelanggaran HAM, namun ketidaklayakan seseorang atau beberapa orang untuk bekerja di sebuah lembaga yang strategis. Ibaratnya, orang yang tidak lulus tes wawancara kerja, mengapa harus diurusi oleh Komnas HAM? Begitu kira-kira analoginya.
Dan memang betul, tanpa ada campur tangan Komnas HAM pun, kasus itu sudah selesai dengan direkrutnya Novel dan rekan-rekannya oleh kepolisian. Mereka yang jumlahnya 46 orang itu kini dipekerjakan sebagai ASN – aparatur sipil negara di markas kepolisian. Tenaga dan keahlian kawanan itu dibutuhkan untuk menangani kasus-kasus tipikor.
Kini semua enjoy. Bahkan Novel Baswedan yang mungkin saat ini telah berpangkat perwira tinggi jika tidak pensiun dini dari polri, tampak sumringah tampil dengan seragam ASN-nya. Dia menikmati status barunya itu sebagai ASN Polri. Sungguh mengharukan. Entah bagaimana perasaan Komnas HAM melihat perkembangan ini.
Beberapa saat setelah kasus Novel cs berakhir dengan happy, mencuatlah kasus yang sangat mengejutkan. Dari Bandung Jawa Barat diberitakan tentang seorang pengurus pondok pesantren, yang memerkosa belasan santriwati.
Tapi ada yang menyebut bahwa jumlah korban sebenarnya 21 orang. Entah berapa tepatnya, namun belasan itu suatu jumlah yang sangat banyak, dan mencengangkan untuk diperkosa oleh seorang pria.
Tersangka pelaku Herry Wirawan, yang sehari-hari bekerja di pondok pesantren yang berlokasi di Cibiru, Bandung, Jawa Barat memang sadis. Dia seharusnya mendidik dan membina iman dan mental para santiwati itu supaya berakhlak mulia. Tapi oknum ini justru menjadikan mereka sebagai objek pelampiasan hasrat seksual bejatnya, hingga beberapa di antaranya hamil dan melahirkan.
Yang juga bikin miris, kejadian ini sudah lama, tetapi seperti ditutup-tutupi. Barulah setelah beritanya viral, pihak kepolisian turun tangan mengusut dan menahan pelaku. Herry diseret ke pengadilan hingga dituntut hukuman mati dan kebiri.
Mengapa jaksa begitu bersemangat dengan tuntutan hukuman mati? Mungkin hanya sekadar ingin menyelaraskan tuntutannya itu dengan suara orang banyak yang sedang dilanda emosi sesaat. Namun yang pasti, hukuman mati itu rasanya berlebihan juga, apalagi disertai "bonus": dikebiri?
Apakah Herry dikebiri dulu sebelum dieksekusi? Lalu apa urgensinya hukuman kebiri itu kalau toh dia akan dieksekusi mati juga? Bukankah selama mendekam di sel, si Herry tidak lagi memiliki peluang untuk melakukan aksi-aksi yang sepertinya sudah menjadi hobby-nya itu?
Mestinya dia cukup dengan hukuman kebiri permanen ditambah hukuman badan selama beberapa tahun, Tak perlu lagi dieksekusi mati. Setelah bebas kelak, si Herry punya waktu untuk menebus kesalahannya itu dengan melakukan pekerjaan yang baik. Dan yang penting mengurus anak-anak hasil perbuatannya itu juga sangat perlu baginya.
Dengan dihukum kebiri saja, Herry Wirawan sudah merasa "terhukum" selama hidupnya, sebab tidak dapat lagi melakukan kebiasaan buruknya itu. Maka coret saja opsi hukuman mati itu, sebab memang bukan hak manusia mencabut nyawa sesamanya.
Walaupun dia dihukum mati (dalam kondisi sudah terkebiri) tidak lantas aksi-aksi semacam itu akan menghilang dari kehidupan ini. Buktinya, kasus sejenis diberitakan terjadi pula di sebuah pondok di Jombang Jawa Timur.
Kabarnya, anak pemilik ponpes itu diduga melakukan aksi pencabulan terhadap sejumlah santri wanita. Perkembangan terbaru atas kasus ini baru saja diberitakan di medsos, di mana polisi yang mendatangi pondok itu dihadang ratusan warga setempat. Warga tidak ingin pelaku, yang adalah putra kiai yang mereka hormati itu ditangkap polisi.
Beginilah repotnya menegakkan hukum di negeri ini. Semua orang pasti benci dan mengutuki pelaku asusila, apalagi jika korbannya banyak. Namun ketika terduga pelaku hendak diproses hukum, justru ada komponen masyarakat melindungi si pelaku supaya tidak dihukum.
Yang namanya pemerkosaan tetaplah perbuatan keji, yang tidak boleh ditolerir. Tapi sungguh miris ketika kasus-kasus rendah dan hina itu dilakukan oknum-oknum yang "berbau-bau" agama. Namun demikian, tetaplah tidak tepat jika pelakunya dihukum mati. Cukup dikebiri permanen saja.
Dan sikap Komnas HAM yang menolak dan menentang hukuman mati terhadap Herry Wirawan, sangat melegakan kita semua. Komnas HAM kini benar-benar tampil bagaikan pendekar pembela hak manusia yang paling asasi: hak hidup.
Dan semoga mereka juga gigih berjuang untuk Herry sebagaimana dilakukan untuk Novel cs. Hidup Komnas HAM!!!!!!
Sumber Utama : https://seword.com/umum/mengharukan-komnas-ham-turun-gunung-membela-nyawa-fENotsGPfS
Pandangan Cerdas Hendropriyono Atas Hukuman Mati dan Kebiri Bagi HW : "Amoral!"
Tanggal 11 Januari 2022 lalu, akhirnya Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman mati atas Herry Wirawan atau HW, pelaku pemerkosa 13 santriwati di Bandung. Selain hukuman mati, dalam sidang itu jaksa juga menuntut Herry dengan pidana tambahan berupa kebiri kimia. Tuntutan JPU ini mengacu kepada Pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 juncto Pasal 76 huruf D UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pada kasus pidana pemerkosaan 13 santriwati ini sekilas memberi kesan bahwa jajaran Penegak Hukum kita sedang berusaha menindak tegas HW dengan menuntutkan hukuman yang sepenuhnya berpihak pada para korban. Namun di Indonesia, tuntutan hukuman mati apalagi hukuman kebiri pada pelaku pemerkosa masih menjadi perdebatan. Hendropriyono, Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer, Guru Besar Sekolah Tinggi Intelejen Negara, berpendapat terkait tuntutan JPU tersebut. Baginya, tuntutan hukuman mati dan kebiri atas tindak pidana HW dipandang sebagai satu tuntutan yang amoral.
Tak bisa dipungkiri bahwa tuntutan JPU atas HW telah membuat masyarakat bersorak gembira. Namun, tanpa disadari hukuman mematikan HW justru dipandang Hedropriyono juga ikut mematikan hak-hak perdata para korban. Apakah kemudian kematian HW bisa menyelesaikan permasalahan pertanggungjawabnya atas bayi-bayi yang dilahirkan para korban? Terlepas dari sejarah perbuatan, bayi-bayi yang dilahirkan tetap merupakan mahluk yang tidak bersalah. Lalu mengapa mereka kemudian harus turut dihukum dengan menjadikan mereka sebagai anak yatim? Terlebih pada pengakuan HW di persidangan bahwa hubungan sex yang dilakukannya dengan para korban berdasarkan suka sama suka.
Hendropriyono menyatakan bahwa ada perbedaan yang jelas antara mendukung suatu nilai moral sosial dengan memaksakan moral sosial tersebut pada individu. Perbedaan dua sudut pandang moral tersebut tidak hadir dalam suasana kebatinan pada saat Undang-Undang yang menjadi dasar tuntutan dibuat dan diubah. Moral sosial yang dijunjung adalah demi kebaikan negara, yaitu memberikan efek jera kepada HW dan kepada individu-individu masyarakat lain agar tidak melakukan perbuatan serupa. Jika perbuatan HW, yang telah menghasilkan 8 bayi, dihukum mati sebagai hukuman yang dipandang telah menjunjung moral sosial, lalu siapa yang harus bertanggungjawab terhadap kematian perdata yang luas dan bersambung terhadap pada santriwati yang dipandang sudah menjadi korban?
Catatan : hak perdata korban adalah hak atas pertanggungan dan tanggungjawab 'ayah' terhadap 8 bayi yang telah dilahirkan. Mulai dari biaya pertumbuhan dan perawatan hingga kebutuhan para bayi atas sosok 'ayah'.
Hendropriyono berpendapat bahwa jika tanggungjawab hak perdata para korban ini menjadi tanggungjawab Negara sebagai akibat dari hukuman mati terhadap 'ayah' dari 8 bayi yang dihasilkan, maka Negara yang adil harus juga bertanggungjawab secara sistimatik terhadap kemungkinan kasus serupa sedang berlangsung atau masih belum terungkap.
Saya pribadi sependapat dengan pandangan beliau. Bagi saya, sebuah tindakan perkosaan disebut perkosaan jika dilakukan secara paksa dan hanya terjadi satu kali. Setelah kejadian, korban memiliki hak penuh untuk melaporkan perbuatan bejat itu pada pihak kepolisian. Jika tindakan serupa terjadi lebih dari satu kali, maka tindakan kedua tidak bisa disebut perkosaan. Pelaporan kepolisian bisa dipandang sebagai upaya korban untuk melindungi diri dari perbuatan yang sama dengan meminta perlindungan pada kepolisian. Selama korban tidak melaporkan perkosaan pertama pada kepolisian atau pihak lain seperti orangtua, selama itu pula pelaku tidak akan merasa mendapatkan ancaman untuk menghentikan perbuatannya. Mungkin korban diancam dan takut untuk melaporkan, tetapi jika korban ingin terhindar dari perbuatan yang sama, maka korban harus mampu bertindak melindungi diri dan meng-come-over rasa takut tersebut dengan menceritakan peristiwa pada orang terdekat seperti orangtua. Apalagi pada kasus HW, tindakan imoral itu dilakukan berkali-kali selama bertahun-tahun dengan seluruh korbannya di tempat yang berbeda tanpa upaya paksa. Bahkan beberapa korban mampu melahirkan lebih dari satu bayi. Kata atau istilah "perkosaan" sudah tidak layak lagi dikenakan pada peristiwa ini.
Terhadap hukuman tambahan yaitu kebiri kimia pada HW, Hendropriyono juga memandangnya sebagai sebuah tuntutan yang galat (keliru). Sanksi hukuman harus ditujukan pada disfungsi psikologis dari kejiwaannya, dan bukan pada pisiknya dengan mematikan zat testosteronnya. Mematikan kandungan biologis untuk berkembang biak yang ada di dalam raga setiap mahluk merupakan penentangan terhadap hukum alam. Tindakan Negara yang galat demikian itu adalah amoral, karena mengusung kebenaran otoritas yang menyalahi takdir Tuhan.
Hukuman mati lebih dapat dikenakan pada orang yang secara sadar telah menghilangkan nyawa orang lain atau dikenakan pada orang yang secara sadar telah merusak masa depan orang lain (seperti pengedar narkoba). Tapi pada pelaku pencabulan, apalagi 'pencabulan' yang dilakukan secara berkala seperti kasus HW ini, sangatlah tidak tepat.
Pandangan Hendropriyono atas tuntutan hukuman mati dan kebiri terhadap HW cukup menampar kita semua sebenarnya. Terutama para Pembuatan Peraturan yang kurang luas memandang permasalahan moral sosial saat mereka menyusun, membuat dan mengubah undang-undang yang menjadi dasar tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Sementara masyarakat terlalu mengedepankan emosi dan amarah hingga berkeinginan untuk mematikan HW tanpa mengingat bahwa ada 8 bayi dan 13 perempuan yang memerlukan pertanggungjawaban moral sosial dari HW sendiri.
Hendropriyono mengatakan, jika masyarakat bisa lebih mengedepankan nalar dan akal sehat, sedianya mereka menuntut hukuman atas HW tanpa harus merugikan para 'korban'. Membuka identitas HW pada publik, menutup sekolah madrasah yang didirikannya, atau melabeli HW sebagai predator, yang pada saat yang sama mewajibkan HW untuk menanggung hak perdata pada 'korban' dan bayi-bayi mereka, bisa menjadi sebuah hukuman yang berkeadilan.
Catatan : Amoral adalah perilaku yang tidak memperhatikan moral. Amoral adalah kata sifat yang bersifat netral, tidak jahat juga tidak baik. Orang yang disebut amoral, belum tentu seorang penjahat. Perilaku mereka bisa didasari karena ketidaktahuan aturan atau tidak peduli pada atural. Sedangkan imoral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan aturan. Orang yang berperilaku imoral tahu adanya aturan yang melarang perilaku yang dilakukannya. Mereka dengan sadar melakukan pelanggaran atas aturan pelarangan tersebut. Seperti misalnya tindakan korupsi, menerima sogokan, berbohong, menipu dan lain sebagainya (sumber : Kampunginggris.id).
Sumber Utama : https://seword.com/umum/pandangan-cerdas-hendropriyono-atas-hukuman-mati-pAu4PTbfwa
Tahun Politik, Gibran dan Kaesang Berhati-hatilah!
Terasa sekali jika kaum kadrun saat ini sedang membidik keluarga Presiden Jokowi, khususnya Gibran dan Kaesang sebagai target. Keduanya ditarget, namun sasarannya tentu Jokowi. Memang niat mereka bukan lagi untuk menjatuhkan, namun menghancurkan reputasi dan nama baik. Membunuh karakter (character assassination).
Pembunuhan karakter ini dalam upaya membuat nama dan sosok Jokowi hancur-lebur di mata publik. Sehingga apapun yang berhubungan atau berkaitan dengan presiden tersukses Indonesia ini, akan selalu dianggap buruk atau negatif.
Bagi kadrun, stigma semacam ini penting ditanamkan ke sosok Jokowi, supaya presiden RI ke-7 ini tidak lagi punya peran signifikan dalam menentukan siapa suksesornya pada 2024 nanti. Sebab semua orang sadar bagaimana masih dahsyatnya pengaruh pria bernama lengkap Joko Widodo ini dalam menentukan siapa pemegang tongkat estafet berikutnya.
Survei-survei telah membuktikan bahwa namanya masih unggul sebagai calon presiden pada Pilpres 2024 nanti, sekalipun secara UU sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri. Maka tidak heran jika masih ramai keinginan rakyat supaya beliau menjabat tiga periode. Hal ini bisa saja dilakukan dengan MPR terlebih dahulu mengamandemen UU tentang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Tapi sayang, Presiden Jokowi menolak wacana ini dengan tegas. Bahkan dia dengan pedas mengatakan bahwa wacana menjadikan dirinya menjabat 3 periode, sama saja menampar mukanya. Agaknya dia tahu bahwa bisa saja di sana ada jebakan bukan?
Jebakan betmen -- kata orang. Sebab apabila dia menyetujui tiga periode, maka ramailah para kadrun keluar sarang, menuding Jokowi sebagai orang yang gila jabatan bukan? Hancur sudah nama baik Jokowi. Simpati banyak orang bisa saja tergerus bukan?
Tapi syukurlah, Jokowi menolak dengan telak sehingga para kadrun kembali gigit jari. Maka hingga saat ini nama baik dan reputasinya yang mumpuni masih tetap terjaga. Tapi publik masih terus menjagokannya lewat suara-suara di survei.
Itu artinya apa? Memang Jokowi tidak bisa lagi maju pada 2024, tetapi telunjuknya akan diikuti puluhan juta rakyat, ke mana akan mengarah. Ke situlah orang-orang akan menjatuhkan pilihannya. Dan ini akan sangat berbahaya bagi capres yang diajukan lawan-lawan poliitk, khususnya kadrun yang sifatnya mengerikan: manusia bukan, setan juga bukan!
Lebih jelasnya, kaum kadrun itu wujudnya beragama. Namun agama yang aslinya menuntun manusia pada kebaikan, justru digunakan oleh kadrun seturut kepentingan mereka saja. Segala cara akan mereka lakukan demi mendapatkan obyek yang sedang menjadi incaran. Tak peduli sikap itu bertentangan dengan agama, tetapi mereka melakukannya dengan beringas.
Contoh umum adalah menyebar hoaks, fitnah. Seperti saat ini sedang dituduhkan oknum dosen ke putra-putra Jokowi: Gibran and Kaesang. Oknum menuduh keduanya terlibat KKN atau korupsi sehingga memiliki duit melimpah.
Si oknum laknat ini pasti tahu bahwa tuduhannya tidak berdasar, namun itu tidak penting baginya. Orang ini hanya ingin menggiring sesama kadrun untuk sama-sama mengeluarkan suara gonggongan dan desisan dengan muka-muka beringas menakutkan. Persis para jombi di film-film, yang bangkit dari kubur untuk meneror manusia. Seperti itulah kadrun. Khusus yang ada di sini, mereka fasih memainkan agama.
Nah, mendekati tahun politik, mereka tahu bahwa Jokowi masih memegang kartu truf. Maka ini harus diatasi supaya segala rencana dan skenario yang mereka susun bisa dimainkan. Ketika dirasa sosok Jokowi terlalu tangguh untuk digoyang, diliriklah putra-putra beliau yang memang cukup sexy untuk dikerjai. Gibran walikota, Kaesang pengusaha milenial.
Semoga saja Gibran dan Kaesang sadar bahwa sosok mereka saat ini mirip-mirip dengan Putri Diana atau Lady Di Spencer, istri Pangeran Charles dari Inggris, beberapa tahun silam. Waktu itu, Lady Di yang bergelar Princess of Wales itu menjadi incaran para fotografer di mana pun dia berada.
Para fotografer di seluruh dunia dengan mata buas mengawasi gerak-geriknya, untuk mendapatkan momen yang mereka anggap memiliki nilai tinggi untuk dijual. Maka setiap tampil di publik, Lady Di yang menyadari hal itu, berupaya menjaga gerak-gerik dan penampilan, supaya tidak ada celah untuk dijepret.
Diduga, kematian Diana yang tragis pada 31 Agustus 1997 pada sebuah terowongan di Kota Paris, Perancis itupun akibat ulah para fotografer atau paparazzi. Pada malam naas itu, Diana yang sudah pisah ranjang dari suaminya, Pangeran Charles, sedang berkencan dengan pacarnya, Dody Al Fayed, putra seorang konglomerat asal Inggris. Ini tentu momen yang sangat menggiurkan buat para pemburu foto.
Diana dan Dody pun menghindar, tapi para paparazzi tetap mengejar sekalipun pasangan itu sudah melaju dengan mobil yang disetir sopir pribadi. Mobil pun dikebut, hingga hilang kendali dan menabrak dinding terowongan. Diana dan Dody tewas di tempat!
Mungkin agak berlebihan untuk membandingkannya. Tetapi kira-kira seperti itulah posisi Gibran dan Kaesang atau siapa pun orang-orang dekat Presiden Jokowi saat ini. Mata para kadrun yang buas dan mengerikan itu tajam mengawasi gerak-gerik mereka.
Maka sungguh disesalkan ketika saat ini sedang ramai pula kasus gambar Kaesang pada kemasan kacang yang dijadikan menu di pesawat Garuda? Mengapa hal konyol semacam ini bisa terjadi pada saat-saat krusial seperti ini? Sudah barang tentu ini akan menjadi olahan yang menggairahkan bagi kadrun. Apalagi belum lama ini santer pula soal pembelian saham senilai Rp 90 miliar atas nama Kaesang.
Saran, ada baiknya Gibran dan Kaesang menahan diri, waspada atas segala tindak-tanduk yang akan bisa dijadikan bahan olahan para kadrun yang tidak memiliki peri kemanusiaan itu.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/tahun-politik-gibran-dan-kaesang-berhati-hatilah-t1HYCxNux3
Ternyata Eropa Memakai Sistem Khilafah. Mimpi Kadrun Terlalu Fiktif
Suatu hari, saya ingin mengetahui apa saja yang dibahas chanel-chanel milik kadrun di youtube.
Tema pembicaraan diawali kritikan terhadap apa saja kebijakan pemerintah, lebih tepatnya menjelekkan Jokowi, melebar sampai kepada pembahasan soal khilafah.
Di kolom komentar, para subcriber ataupun pengikut di akun tersebut ngotot bahwa khilafah adalah jalan satu-satunya menuju kemajuan, keadilan dan kesejahteraan bagi Indonesia.
Saya jadi tergelitik ikut masuk di kolom komentar. Tulis saya ; “Hew..tong. Bisa sebutin nga contoh negara yang sudah memakai sistem khilafah?”
Apa jawaban mereka? Seperti gambar ilustrasi diatas ; “khilafah hanyalah sebuah sistem bernegara, dan secara tidak malu malu sudah dipakai oleh negara negara eropa, inggris dengan negara persemakmuran atau commonwealth. Yang hampir 100% sistem khilafah adalah negara negara eropa yang tergabung dalam uni eropa. Negara negara eropa bersatu dalam bidang politik, ekonomi, militer dan keuangan. Dalam bidang keuangan mereka bersatu dengan menciptakan mata uang bersama yang bernama euro. Cuma dalam bidang hukum saja mereka tidak atau belum bersatu. Makanya saya tidak menyebut 100%.”
Propaganda khilafah sebagai sarana dalam mengatur kehidupan bernegara, diimajinasikan sebagai pondasi menuju kemajuan dan kesejahteraan yang di cita-cita kan umat Islam.
Mereka hanya suka berteori dan mengarang bebas atas nama agama, tanpa pernah berpikir kritis, bagaimana jika ajaran-ajaran dalam teori khilafah ini benar-benar diterapkan.
Mereka yakin atas suatu teori dengan impian yang melambung tinggi, sementara wujud dan implementasi teori tersebut tak pernah ada.
Mereka berangan-angan memimpikan suatu tatanan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dan maju, namun mereka tidak pernah mau belajar bagaimana suatu negara dapat adil, makmur damai sejahtera dan maju.
Mereka hanya yakin dengan apa yang diriwayatkan dan diceritakan para pendahulunya adalah kebenaran dan kejayaan yang harus ditumbuhkan kembali, tanpa mau mengoreksi diri, apakah teori tersebut masuk akal atau tidak.
Fakta bahwa negara-negara yang se-iman dengan mereka, yang hancur lebur, rusuh dan kacau karena adanya sekelompok orang memaksakan khilafah di negaranya, tidak membuat mereka sadar diri.
Jangankan sadar diri, intropeksi dan kemudian terbuka mau belajar dari orang lain. Mereka malah membentengi diri dengan kemunafikan dan kelicikan.
Sekelompok orang beserta negaranya, yang sering mereka sebut sebagai babi, kafir, haram, yang semua sistem tatanegara nya jauh dari teori khilafah, mereka klaim telah menerapkan sistem yang mereka miliki.
Mereka berhalusinasi, ketika kejayaan, kemakmuran dan kemajuan ada pada negara-negara kafir. Sedangkan kelompok mereka dengan teori surgawinya tidak mampu mewujudkan apa yang selama ini mereka propagandakan.
Mereka pusing, ketika tidak mampu memberikan satupun contoh negara yang menerapkan khilafah dengan baik. Maka dengan kemunafikan yang luar biasa, ‘dikorbankanlah’ negara-negara eropa sebagai contoh dari sebuah sitem bernegara milik mereka.
Para kadrun ini memang terbiasa mengklaim sesuatu yang baik menjadi milik mereka. Mulai dari masalah surga sampai masalah candipun diembat juga. Sementara di satu sisi, menjadi penyerang dan pembenci yang brutal, ketika kepentingan dan logika mereka dipertanyakan.
Pola pikir, sikap serta tindakannya selalu bertentangan dengan diri mereka sendiri. Satu waktu menganggap demokrasi itu kafir. Dilain waktu mengklaim keberhasilan dari demokrasi, sebagai sesuatu yang mencontoh sistem mereka.
Atau di satu waktu membenci patung. Tetapi di lain waktu meng klaim sebuah candi sebagai peninggalan milik kelompok mereka.
Logika dan sikap suka-suka ini akan menjadi persoalan yang serius ketika dipertanyakan atau dikritik. Yang mengkritik akan dianggap menghina Allah dan Rasulnya. Dan mereka tak segan-segan melakukan kekerasan dan intimidasi, seakan-akan sedang berjuang di jalan Allah.
Kelompok ini, meski telah dibubarkan dan dilarang, pada kenyataannya ideologi yang mereka miliki berhasil memaksa pemerintah untuk mengakomodasi kepentingan mereka. Jumlah merekapun tidak dapat dibilang sedikit mengisi ruang-ruang dunia maya.
Pemerintah hanya keras terhadap sebuah upaya mengulingkan kekuasaan yang sah. Sementara dalam kehidupan sosial sehari-hari, pemerintah seperti tak berdaya menghadapainya.
Kasus penistaan agama adalah contoh nyata bagaimana pemerintah tidak dapat bersikap tegas terhadap kelompok ini. Di sisi lain, secara nyata dan gamblang bertindak tidak adil kepada kelompok minoritas.
Melihat kepalsuan dan kemunafikan seperti ini, saya yakin Indonesia tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju untuk selamanya.
*Buah apel tumbuh di kutub. Baca artikel lebih nendang dengan youtube.
https://www.youtube.com/watch?v=B0aTOfT5f4Y
Sumber Utama : https://seword.com/umum/ternyata-eropa-memakai-sistem-khilafah-mimpi-ldknFU4Dyw
Giring VS Anies, Terlihat Banget Siapa yang Berkualitas
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dikenal sebagai partai baru yang anggotanya diisi oleh para pemuda pilihan. PSI cukup dikenal karena keberanian kadernya yang masih berusia muda. Sekarang ini PSI dipimpin oleh Giring Ganesha yang merupakan mantan vokalis grup band Nidji.
Giring merupakan politikus muda yang belum punya pengalaman matang di kancah perpolitikan Indonesia. Saya cukup heran kenapa PSI sampai memilih Giring menjadi Ketua Umumnya. Apakah karena popularitas Giring atau karena faktor lain.
Dari segi kualitas, saya kira Giring belum lah layak jadi Ketua Umum dari sebuah partai politik. Walaupun partai tersebut masih baru seperti PSI. Giring harus lebih belajar banyak bagaimana cara berpolitik yang baik dan benar serta cara meraih simpati masyarakat dengan elegan.
Saya ingat ketika melihat untuk pertama kalinya, Giring tampil di televisi sebagai politikus. Di acara Mata Najwa, Giring ditanya autokritik terhadap partainya sendiri. Waktu itu Giring gelapan mendapat pertanyaan unik dari Najwa.
Dia berusaha secepat mungkin menjawab pertanyaan tersebut. Jawabannya sungguh mempermalukan diri sendiri. Karena itu bukan kritik tapi saran. Giring menyadari kesalahannya dan hanya bisa tertawa.
Makanya saya kaget, sekarang ini Giring menjadi Ketua Umum PSI. Mungkinkah Giring bisa belajar jadi politikus secepat itu? Entahlah.
Giring dan PSI cenderung gegabah ketika menyerang Anies beberapa waktu lalu. Ketum PSI Giring Ganesha menyerang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies dituding sebagai 'pembohong' dan pura-pura peduli terhadap masyarakat yang menderita akibat pandemi COVID-19.
Giring melontarkan hal itu itu melalui video di akun Twitter PSI, @psi_id, Selasa (21/9/2021). Dalam video itu, Giring menjelaskan, seorang pemimpin adalah panglima yang mengambil tanggung jawab dan menyampaikan kepada publik secara transparan situasi dan pilihan-pilihan yang dia ambil dalam merespons situasi. Apalagi jika situasinya sedang krisis.
Menurut Giring, Gubernur Anies Baswedan bukanlah sebuah contoh orang yang bisa mengatasi krisis. Indikator utama dalam menilai kegagalan Gubernur Anies Baswedan adalah melihat bagaimana cara Gubernur DKI Jakarta membelanjakan uang rakyat selama pandemi.
Serangan serupa kembali disampai Giring ketika PSI berulang tahun dan dihadiri oleh Presiden Jokowi. Serangan ini menjadi pro dan kontra. Banyak pihak yang menyayangkan tindakan Giring ini.
Anies Baswedan sebagai objek serangan, tetap tenang dan santuy. Anies tidak membalas dengan serangan yang sama frontalnya. Justru Anies memperlihatkan cara elegan untuk merespon kritikan yang datang kepadanya bagaimana angin topan.
Baru-baru ini, Anies justru mengundang Grup band Nidji sebagai mantan grup bandnya giring. Saya terus terang memuji langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengundang grup band Nidji untuk check sound di Jakarta International Stadium.
Langkah Anies itu sebagai gaya komunikasi cerdas untuk menyindir lawan politiknya yang juga eks vokalis Nidji, Giring Ganesha. Anies ini memang luar biasa. Dia menjawab semua kriktik dengan pembangunan dan tindakan.
Sebelumnya Giring yang kini menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia sempat beberapa kali melayangkan kritik ke Anies. Terakhir, Giring melakukan inspeksi ke lokasi sirkuit Formula E di Ancol, Jakarta Utara. Disana, Giring kembali menyindir kinerja Pemprov DKI saat melihat lokasi bakal sirkuit yang masih penuh lumpur.
Tak lama kemudian, Anies mengunggah video di instagramnya yang menunjukkan bahwa ia sedang menyaksikan Band Nidji melakukan pemeriksaan suara di JIS. Anies memuji penampilan Nidji, menyebut suara band itu merdu, "tidak ada sumbang-sumbangnya".
Anies seolah menjawab tentang Formula E. Anies hendak dan berharap Giring bahwa pembangunan sirkuit dan proyek Formula E juga akan berjalan lancar sebagaimana yang dilakukan Pemprov DKI dengan proyek JIS.
Dia menjawab Giring dengan tindakan pembangunan, mempertontonkan JIS yang dia bangun sambil mengundang Nidji. Gaya komunikasi Anies sangat mirip dengan Presiden Joko Widodo.
Hal tersebut tidak mengherankan karena Anies pernah menjabat sebagai Juru Bicara Tim Sukses Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014. Selain itu, Anies juga pernah menjabat Menteri Pendidikan di kabinet Jokowi-JK sebelum akhirnya terdepak karena perombakan kabinet.
Anies tidak pernah meninggalkan Jokowi. Dia mengikuti gaya komunikasi Jokowi, tidak menjawab kritik dengan kata-kata, tapi dengan tindakan dan pembangunan.
Disini terlihat dengan jelas siapa politikus sejati sebenarnya.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/giring-vs-anies-terlihat-banget-siapa-yang-KnEuKV6Qtt
Lewat Fajar Kembali Ganjar Dihajar, Rudy: Bukan Manusia
Sebelum menukik lebih dalam dan mencoba dari angle yang berbeda atas polemik Fajar dan Ganjar, saya teringat sebuah cerita pendek yang mungkin cukup relevan dengan apa yang sedang terjadi dan menjadi kembang lambe masyarakat saat ini.
Begini, "Pada suatu hari, ada seorang pemuda yang sedang duduk di tepi sungai yang nampak bersih dan jernih. Ketika sedang mengagumi indahnya sungai, tiba-tiba matanya menangkap binatang yang bergerak-gerak di bawah batu. Ia pun tergerak untuk mendekati, setelah diamati rupanya ada kepiting yang tertindih batu yang cukup besar. Sejurus kemudian si pemuda menghampiri maksud hati hendak menolong si kepiting. Secara perlahan dan hati-hati tangannya mengangkat batu yang menindih cangkangnya dan si kepiting pun kemudian terbebas, tapi apa hendak dikata, seiring terbebasnya si kepiting dari himpitan batu, jari pemuda tersebut dijapitnya hingga berdarah."
Dari cerita singkat di atas dapat pesan moral. Kadang perbuatan baik yang disertai niat tulus ikhlas belum tentu mendapat balasan yang baik juga. Ada kalanya justru diartikan atau mendapat balasan sebaliknya.
Seperti yang kita ketahui, saat ini sedang ramai di media, akibat ulah Fajar Nugroho Wakil Ketua PAC PDIP Temanggung yang secara tiba-tiba mengembalikkan bantuan dari Ganjar Pranowo yang sebelumnya sudah ia terima dengan sikap yang sopan dan baik.
Namun semuanya berubah ketika 3 hari setelah itu ia memutuskan untuk mengembalikkan pemberian Ganjar dengan cara mendatangi Kantor Kelurahan ditempatnya tinggal, lalu menyerahkan mainan dan handphone yang maksud dan tujuan Ganjar untuk anaknya Fajar agar memudahkan dalam proses belajar.
Tak ubahnya anak-anak pada umumnya yang polos. Sudah barang tentu bantuan atau pemberian itu membuat mereka senang bukan kepalang, terlihat dari sorot mata si kecil yang berbinar-binar dan senyum mengembang.
Tak hanya sampai di sana, rumah Fajar Nugroho sedianya juga akan diperbaiki oleh Ganjar Pranowo. Sebab rumah yang ditempati Fajar sekeluarga bisa terbilang tak layak huni. Dan saat itu Fajar sekeluarga pun mengucapkan rasa terimakasih sudah diperhatikan sedemikian rupa oleh Gubernurnya.
Tapi apa hendak dikata? Kebahagiaan keluarga dan anak-anaknya tersebut hanyalah sesaat saja. Jujur saya tak dapat bayangkan betapa sedih anak-anaknya, yang tak tahu apa-apa ketika terbangun dari tidur yang lelap dan mencari mainan juga handphonenya yang sudah raib. Karena secara diam-diam bapaknya sendiri yang mengambil rasa senang si buah hati akibat politik yang berselimut intrik.
Sebetulnya kebiasaan Ganjar membantu warganya tak hanya saat bertemu Fajar. Sudah cukup banyak sebelumnya kisah Ganjar yang memberi bantuan pada warga. Dan memang kegiatan saat memberi bantuan oleh Ganjar didokumentasikan lalu diunggah di YouTube, facebook, instagram atau dikutip oleh media. Artinya apa yang dilakukan Ganjar hal yang lumrah dan sudah biasa, apa adanya dan sebelumnya juga tak dipermasalahkan.
Tapi beda dengan Fajar Nugroho yang kebetulan Wakil Ketua PAC PDIP Temanggung atau dengan kata lain kader PDIP ini. Fajar beralasan bantuan dari Ganjar yang diunggah ke sosial media mendapat komentar yang beragam dan Fajar beranggapan komentar-komentar itu berdampak kepada partainya, yang memang sebagian besar mempertanyakan sumbangsih (perhatian) partainya kepada dirinya yang notabene kader partai PDIP.
Singkat kata atas alasan tersebut, Fajar pun mengembalikkan pemberian dan menolak bantuan Ganjar Pranowo termasuk rencana memperbaiki rumahnya.
Ulah Fajar Nugroho ini sudah barang tentu membuat geram banyak pihak, selain datang dari masyarakat atau warganet juga tokoh PDIP sendiri. dan salah satunya Ketua DPC PDIP Solo Raya, FX Hadi Rudyatmo.
Pria yang akrab disapa FX Rudy itu menuding ada pihak yang melakukan intervensi terkait pengembalian bantuan dari Ganjar tersebut.
Menurut Rudy, pihak yang melakukan intervensi sehingga bantuan Ganjar dikembalikan, yakni diduga pihak DPD hingga DPC.
"Wong dia membantu sebagai gubernur membantu rakyatnya kok, DPD menekan DPC, DPC menekan yang dibantu, Tuhan itu tidak tidur,” kata FX Rudy dikutip dari Antara pada Kamis (13/1/2022).
FX Rudy meminta kepada Ketua Umum atau DPP PDI Perjuangan memberikan sanksi kepada DPD/DPC yang melakukan intervensi tersebut.
Lebih lanjut, FX Rudy mengatakan, seharusnya upaya Ganjar Pranowo memberikan bantuan kepada warganya tidak perlu dihalang-halangi.
Terlebih, Ganjar merupakan kader PDIP juga yang ditugaskan oleh Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi Gubernur Jawa Tengah.
Sebagai gubernur, kata FX Rudy, tugas Ganjar yang paling utama adalah menyejahterakan rakyatnya. Adapun rakyat dimaksud terutama pemilik suara yang memilih Ganjar menjadi Gubernur Jawa Tengah melalui mekanisme Pilkada.
"Ganjar itu kader PDI Perjuangan, kalau membantu sesama, apalagi membantu kader PDI Perjuangan, ya jangan dihalang-halangilah," ujarnya.
Menurut dia, menghalangi orang menerima bantuan itu tidak benar dengan alasan apapun, apalagi ini memperbaiki rumah tidak layak menjadi rumah layak huni.
"Tidak boleh seperti itu, kalau mereka memang bisa melakukan hal yang sama tidak apa-apa. Tidak suka atau beda pandangan politik dengan Pak Ganjar enggak apa-apa, tapi partai jangan dikorbankan," ujarnya.
FX Rudy mengingatkan, politik adalah seni mengelola aspirasi dan partai politik adalah alat perjuangan untuk meraih kekuasaan serta menyejahterakan rakyatnya.
"Lha kalau rakyat mau disejahterakan gubernurnya dengan rumahnya mau diperbaiki, tapi disuruh menolak, itu bukan manusia menurut saya," katanya.
Polemik Fajar ini kian memanas ketika Bambang "Pacul" Wuryanto yang memang sejak lama nampak tak menyukai sepak terjang Ganjar Pranowo. Bambang Pacul mengatakan dan sindir Ganjar dan katanya, "Kalau niat memberi bantuan tak perlu dipamerkan."
Statement Bambang Pacul memang terlihat sisi paradoks. Mengingat, pertama seperti yang sudah saya singgung di atas memberi bantuan disertai mengunggah ke sosmed sebelumnya kerap dilakukan Ganjar, sebagai bentuk aktifitas kegiatan dan saya rasa di jaman digital seperti ini hal yang wajar. Soal anggapan pencitraan kiranya tinggal sudut pandang.
Kedua, satu sisi Puan Maharani yang notabene Ketua DPR RI yang juga Ketua DPD PDIP oleh juga memberi bantuan beras bahkan bergambar dirinya. Kalau konteksnya tidak usah pamer mengapa mesti harus ada gambar Puan? Dan jangan salah juga diunggah ke sosial media dan diliput media nasional. Lalu apa bedanya?
Maka dengan demikian, kiranya apa yang disampaikan oleh Rudy kemungkinan besar benar adanya, bahwa ada intervensi dari DPD dan DPC. Bahkan Rudy juga mengatakan orang yang menyuruh menolak itu bukan manusia. Ini jelas sebuah kalimat yang sangat menohok tapi sepertinya benar adanya. Pasalnya jika mereka menyuruh menolak lalu apa selama ini yang sudah mereka berikan? Sungguh kasihan benar anak-anaknya Fajar jadi korban kebrutalan politik yang kejam.
Akan tetapi dari peristiwa Fajar Nugroho, sang Wakil Ketua PAC di Kabupaten Temanggung ini masyarakat (mungkin) kemudian dapat menilai dan membuka mata atas fakta, rupanya kemampuan kader-kader mereka di daerah hanya sebatas itu.
Jadi dalam hal ini siapa yang menjadi kepitingnya? Apakah Fajar atau orang-orang yang disinyalir mengintervensi lalu menyuruh menolak pemberian Ganjar?
So, bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/lewat-fajar-kembali-ganjar-dihajar-rudy-bukan-hG97ATnYvz
Prabowo-Puan? Ya, Mungkin Saja
Sebentar lagi tahapan pemilu segera dimulai. Pemilu serentak 2024. Hajatan demokrasi terbesar sedunia, bahkan mungkin saja layak untuk mendapatkan catatan rekor.
Ya bagaimana tidak, rakyat pemilik suara sebagian diberikan waktu yang bersamaan untuk memilih wakil rakyatnya sekaligus tiga tingkat, memilih kepala negara dan dua tingkat kepala daerahnya, dan juga perwakilan daerahnya. Selain Indonesia, sepertinya belum ada negara yang hajat demokrasinya sekafah itu. Jadi, berbanggalah!
Yang paling menarik tentu saja adalah ajang pemilihan presiden. Menarik, selain sebagai puncak atau gongnya, prosesnya pun sudah dimulai sedari lama. Presidential Threshold-nya memakai angka bekas pakai --perolehan suara pileg 2019 yang pernah dipakai pilpres di tahun yang sama--, sementara kasak-kusuk siapa presiden selanjutnya pun sudah dimulai beberapa saat setelah Presiden Jokowi dilantik waktu itu.
Dari berbagai lembaga survei, ada tiga nama yang selalu bergantian mengisi tiga besar, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto. Yang kejutan tentu saja adalah Ganjar Pranowo, sementara Anies, ya memang sudah sedari dulu didorong-dorong oleh pendukungnya. Kemudian Prabowo, nama ini memang sudah seperti menu wajib yang selalu akan ada di setiap menjelang beberapa kali pilpres belakangan.
Tapi seiring lengketnya hubungan Gerindra dengan pemerintah dan PDIP, nama Prabowo sangat masuk akal bila sepatutnya diperhitungkan pada pilpres 2024 nanti. Secara pemerintahan dan birokrasi, Prabowo sekarang tentu lebih berpengalaman. Tdak hanya modal main orasi dan teori seperti dua pilpres sebelumnya.
Sebagai menteri Pertahanan, kemudian dilibatkan dalam urusan pangan segala, jelas tidak bisa diartikan bila semua itu hanya kebetulan saja. Sepertinya dengan sengaja Prabowo dilibatkan di berbagai lintas bidang. Agar Prabowo belajar, agar lebih kompetensinya lebih menyeluruh. Jadi, Prabowo yang sekarang lebih lengkap. Prabowo baru.
Dengan begitu, Prabowo yang sekarang tentu akan lebih percaya diri. Dari dulu yang hanya jualan image tegas, sekarang menjadi lebih birokratif. Dari yang hanya modal pidato, menjadi seorang yang pemahaman dan kerja nyata kenegaraannya lebih terlihat. "Melanjutkan apa yang sudah Presiden Jokowi lakukan" menjadi jualan utamanya nanti.
Berhubung sudah berstatus sebagai bagian dari pemerintah, serta terlihat mesra dengan partai pemenang, membentuk koalisi di antara keduanya tentu sebuah hal yang tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Tinggal ho-oh saja di antara pentolan-pentolannya. Hanya menunggu senyam-senyum antara Pak Prabowo dan Bu Mega.
Gerindra jelas punya Prabowo, sementara PDIP ada dua pilihan, Puan dan Ganjar. Di mayoritas lembaga survei, nama Ganjar jauh unggul dibanding Puan. Tapi melihat berbagai usaha dan manuvernya, Puan agak punya titik start yang lebih maju dibanding Ganjar di kalangan elit PDIP.
Dari situlah kemungkinan pasangan Prabowo-Puan bisa diusung. PDIP memang pemenang pemilu legislatif, tapi secara pengalaman di pilpres, Prabowo adalah juaranya. Jadi pantas bila Gerindra pantas diberi RI-1, sementara Puan dari PDIP harus rela menjadi yang kedua.
Secara sigi, pasangan ini pernah diintip oleh Charta Politika. Dikutip dari KOMPAS.com, elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani kurang menggembirakan jika pemilihan presiden (Pilpres) dilaksanakan pada saat survei dilakukan. Charta Politika melakukan simulasi terhadap sejumlah kemungkinan pasangan calon presiden-wakil presiden, dalam penelitian yang berlangsung pada 29 November-6 Desember 2021 terhadap 1.200 sampel berusia 17 tahun lebih di seluruh Indonesia.
Prabowo-Puan selalu kalah ketika harus bersaing dengan berbagai kemungkinan pasangan, yaitu pasangan Ganjar Pranowo- Ridwan Kamil, Anies Baswedan- Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ganjar-Erick Thohir, Ganjar-Sandi Uno, Anies-Airlangga, dan Ganjar-Andika Perkasa, Anies-Muhaimin Iskandar. Bahkan harus kalah dari yang golput atau "tidak tahu/tidak menjawab".
Tapi harap dicermati, dalam survei tersebut selalu harus melawan Ganjar yang seperti diketahui selalu dominan dibanding Puan yang separtai. Nah, tentu hasilnya kemungkinan berbeda bila Ganjar dihilangkan.
Budaya tegak lurus ala PDIP, tentu membuat suaranya tidak terbagi. Apalagi diketahui seluruh elemen partai belum all-out bergerak karena masih menunggu keputusan dari Bu Mega yang tentu akan membuat cerita menjadi lain.
Lalu apakah akan ada pengaruh dengan pertemuan Prabowo dengan SBY beberapa waktu yang lalu?
Belakangan memang berkembang isu koalisi nasionalis-relijius menjelang 2024 nanti yang digaungkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sambutan datang dari Partai Demokrat dan Golkar.
Pertemuan Prabowo bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu yang lalu bila dihubungkan dengan 2024, secara hitung-hitungan mendekat ke Prabowo dan PDIP jelas lebih menguntungkan bagi Demokrat. Memang ada gab antara SBY dengan Bu Mega, tapi justru di sinilah Prabowo bisa mengambil peran lebih. Prabowo bisa menjadi penghubung dan pemecah kebuntuan antara kedua tokoh tersebut seperti yang pernah dilakukan Pak Jokowi saat mendamaikan dirinya dengan Bu Mega 2019 lalu.
Demokrat juga lebih untung. Kasarnya, Demokrat tidak punya bakat sebagai oposisi. Tidak seperti sekarang ini, yang malah menimbulkan kenorakan-kenorakan.
Menjadi pendukung pihak yang kemungkinan menang tentu akan berimbas baik pagi AHY untuk menambah pengalaman. Dari pada seperti sekarang ini yang tidak jelas sama sekali juntrungannya.
Jadi?
Ya tunggu saja…...
Sumber Utama : https://seword.com/politik/prabowo-puan-ya-mungkin-saja-cEVYgtEfay
Re-post by MigoBerita / Selasa/18012022/14.44Wita/Bjm