Migo Berita - Banjarmasin - Masalah Pasar Sentra Antasari Banjarmasin "HEBOH". Setelah ada kejadian Tewasnya seorang "Bibi Ayam" yang berjualan di pasar tersebut, akankah Pemerintah Kota Banjarmasin berdiam diri saja?? Akankah menunggu bangunan yang sudah lumayan "Cukup tua" itu mulai mengincar korban kembali atau menunggu perjanjian kontrak selesai, baru menggarap atau mengambil alih pengelolaan secara penuh. Semoga Pemerintah Kota Banjarmasin yang di komandani IBNU SINA mantan kader PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang juga merupakan partai besutan Anies Matta yang sekarang membuat Partai Gelora dan sekarang IBNU SINA menjadi Kader Terhormat di Partai Demokrat pimpinan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), bahkan di tahun 2024 isunya bakal menjadi calon Wakil Gubernur KalSel bisa cepat tanggap mengambil kebijakan agar persoalan yang dapat sewaktu-waktu timbul di Pasar Sentra Antasari bisa diminimalisirkan, khususnya masalah bangunan di Pasar Sentra Antasari yang dianggap sudah layak untuk direnovasi... semoga.. Baca terus artikel yang telah kita kumpulkan hingga tuntas agar tidak gagal paham.
Sempat Diputus Walikota Sofyan Arpan, Ini Sisi Gelap Pasar Sentra Antasari
AWALNYA dulu bernama Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A), namun di tiga walikota berubah menjadi Sentra Antasari. Pasar tradisional bergaya modern ini digarap sejak Walikota Sadjoko (periode 1989-1999) dan berlanjut di masa Walikota Sofyan Arpan dan penggantinya, Walikota Midpai Yabani periode 1999-2004.
DARI total 3.530 toko, kios dan los, hanya ada 1.920 pedagang yang aktif. Sisanya, 1.610 pedagang lebih berhenti berjualan alias kosong. Jumlah PKL cukup banyak mencapai 721 pedagang. Sedangkan, lantai 3 masih ditempati Ramayana yang mengontrak dengan pengelola PT Giri Jaladhi Wana (GJW).
Kepada jejakrekam.com, pada Mei 2019, Direktur Utama PT GJW Stevanus Widagdo mengatakan butuh dana besar berkisar Rp 150 hingga Rp 200 miliar untuk renovasi Pasar Sentra Antasari. Dengan status hak guna bangunan (HGB) di atas lahan bekas P3A, perjanjian kerjasama dengan Pemkot Banjarmasin baru berakhir pada 2023.
Dalam catatan jejakrekam.com, berawal dari Surat Keputusan Pimpinan DPRD Kota Banjarmasin Nomor 19 Tahun 1998 tanggal 11 Juli 1998 tentang Persetujuan terhadap Pembangunan Pasar Induk Antasari dengan pihak ketiga, SK Walikota Banjarmasin Nomor 008/Prog/1998 tanggal 13 Juli 1998, akhirnya PT GJW ditunjuk sebagai mitra pembangunan Pasar Sentra Antasari.
Nota kerjasama pun diteken pada 14 Juli 1998 di kantor Walikota Banjarmasin, diwakili Widagdo dari PT GJW dengan Walikota Sadjoko dalam surat kerjasama bernomor 664/I/548/Prog dan Nomor 003/GJW/VII/1998.
Atas dasar itu, PT GJW pun menunjuk kontraktor pelaksana PT UE Sentosa pada 1 Februari 2001 dengan nilai kontrak Rp 137.824.690 .000. Ternyata memasuki era Walikota Sofyan Arpan, proyek pasar itu tidak selesai. Hingga diberi tempo pada 10 Februari 2003 agar PT GJW menyelesaikan pembangunan pasar induk di Jalan Pangeran Antasari.
Karena tak rampung juga hingga Agustus 2003, Walikota Sofyan Arpan mencabut SK Nomor: 088/Prog /1998 tanggal 13 Juli 1998, yang menjadi dasar bagi PT GJW menggarap proyek pasar. Diganti dengan SK Nomor 117 tahun 2003 tanggal 13 Agustus 2003 mengenai pembatalan PT GJW sebagai pelaksana pembangunan Sentra Antasari.
Dari sini, Walikota Sofyan Arpan membentuk Tim Percepatan Penataan dan Pembangunan Pasar Sentra Antasari (P3SA) Banjarmasin berdasar SK Walikota Nomor 119 Tahun 2003. Ternyata pada 23 Agustus 2003, Sofyan Arpan meninggal dunia, hingga tampuk kepemimpinan beralih ke Midpai Yabani yang sebelum Wakil Walikota Banjarmasin.
Nah, di masa Midpai Yabani, justru SK era Walikota Sadjoko diberlakukan lagi, lewat keputusan bernomor 135 tahun 2003 dan nomor 136/2003 tanggal 1 Oktober 2003. PT GJW pun kembali bisa melanjutkan kontraknya. Atas dasar itu, perjanjian diadendum pada 15 Agustus 2000 dengan Surat Keputusan Nomopr 118 Tahun 2003 tanggal 13 Agustus 2003.
Atas dasar itu, PT GJW pun membangun 5.145 unit toko, kios dan los di Pasar Sentra Antasari. Rupanya, GJW tanpa persetujuan DPRD Banjarmasin membangun 6.045 unit terdiri dari toko, kios, los , lapak dan warung, sehingga ter jadi penambahan 900 unit bangunan. Penambahan 900 unit dijual seharga Rp 16.691.713.166 dan tidak disetorkan ke kas daerah.
Sebenarnya, dari addendum kerja sama itu, GJW berkewajiban setor retribusi sebesar Rp 500 juta, membayar ganti uang sewa Rp 2,5 miliar, dan pelunasan kredit Inpres Pasar Antasari sebesar Rp. 3.750.000.000. Totalnya mencapai Rp 6,75 miliar, namun GJW hanya membayar Rp 1 miliar. Sisanya Rp 5,75 miliar tak dibayar.
Saat itu, PT GJW berdalih Sentra Antasari telah rampung 100 perse pada September 2004. Hal ini berdasar keterangan manajer proyek pasar, Wahid Udin dan laporan PT Satya Graha Tara (konsultan pengawas yang ditunjuk Bank Mandiri.
Nah, dalam polemik Sentra Antasari, ditemukan jika pembangunan pasar Sentra Antasari itu surplus Rp 64.579.000.000 atau Rp 64,5 miliar lebih, dari hasil penjualan toko, kios serta warung. Tak hanya itu, GJW juga menggunakan aset Pemkot Banjarmasin dengan mengagunkan Pasar Sentra Antasari guna mendapat kredit modal kerja dari Bank Mandiri sebesdar Rp 100 miliar. Walau ‘untung’, usai dapat duit Rp 164,5 miliar lebih, ternyata kewajiban Rp 5,754 miliar tidak dibayar ke Pemkot Banjarmasin.
Nah, dari sini akhirnya ‘kedok’ GJW terbongkar. Hingga lewat putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1412 K/PID.SUS/2010, menguatkan putusan PN Banjarmasin atas adanya tindak pidana korupsi korporasi. Sebab, Pemkot Banjarmasin harus merugi sebesar Rp 7,65 miliar akibat kehilangan pendapatan dari Pasar Sentra Antasari. Sebab, tiap tahun retribusi pasar sebesar Rp 800 juta harus disetor ke kas daerah.
Ini belum lagi, PT GJW juga mengajukan permohonan kredit bernomor066/GJW/B/VII/2001 tanggal 16 Juli 2001 sebesar Rp 25 miliar untuk cadangan pembayaran melalui PT United Engineers Sentosa (IJES) selaku main contractor Sentra Antasari ke Bank Mandiri dan disetujui pada 19 Desember 2001 dengan jangka waktu 9 bulan, hingga 19 September 2002.
Berdasar perhitungan BPK Perwakilan Kalsel pada 19 Mei 2008, PT GJW telah merugikan keuangan negara (Pemkot Banjarmasin) sebesar Rp 7.332.361.516 serta Bank Mandiri sebesar Rp 199.536.064.675,65. Inilah sisi gelap, ketika pasar itu hingga kini masih ‘dikuasai’ PT GJW.
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2022/01/14/sempat-diputus-walikota-sofyan-arpan-ini-sisi-gelap-pasar-sentra-antasari/
Berakhir Pada 2023, Sentra Antasari Masih Dikelola PT GJW, Pemkot Banjarmasin Tak Bisa Apa-Apa
INSIDEN berdarah di area eks terminal angkot Pasar Sentra Antasari pada Jumat (14/1/2022) dini hari, membuka tabir keberadaan pasar yang dibangun puluhan tahun itu.
KORBAN diketahui bernama Laila Zahroh Maisaroh (24 tahun) yang akrab dipanggil Iroh, adalah pedagang ayam potong di Pasar Sentra Antasari dinyatakan meninggal dunia usai tertimpa reruntuhan beton pagar pembatas yang jatuh dari lantai 2. Tak kehilangan nyawa, bayi yang dikandungnya pun dikabarkan tak bisa terselamatkan lagi.
Korban sempat dilarikan ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk mendapat pertolongan. Namun, ajal berkata lain, korban diketahui warga Komplek Herlina, Alalak Selatan itu bersama bayi yang dikandungnya dinyatakan tak bisa diselamatkan lagi.
Sedangkan, pengemudi mobil pickup pengangkut pisang yang menabrak pagar pembatas bekas jalur terminal angkot diketahui adalah seorang pedagang asal Desa Buluh, Kecamatan Durian, Kotabaru berinisial MS (42 tahun) telah diamankan pihak Polsek Banjarmasin Tengah.
Kejadian ini juga mengingatkan saat penemuan mayat di kawasan bekas terminal angkot Pasar Sentra Antasari di Jalan Pangeran Antasari pada medio 2019 silam. Lantai atas bekas terminal angkot itu diketahui telah menjadi ‘wadah penginapan’ para penghuni pasar yang dibangun PT Giri Jaladhi Wana (GJW). Ini belum rentetan peristiwa pidana lainnya di pasar itu.
Pasar yang awalnya bernama Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A) didesain pasar tradisional bergaya modern bernama Sentra Antasari, sampai kapan dikelola PT GJW.
“Saat ini, status Pasar Sentra Antasari masih dalam pengelolaan PT GJW. Jadi, kami tak bisa berbuat banyak, apalagi kondisi pasar itu yang sudah tua,” ucap Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperdagin) Kota Banjarmasin, Ichrom Muftezar kepada jejakrekam.com, Jumat (14/1/2022).
Menurut dia, perikatan janji kerjasama antara Pemkot Banjarmasin yang dimulai pada 1998 dan diadendum pada 2000 dengan PT GJW baru berakhir pada 2023.
“Selama Pasar Sentra Antasari dikerjasamakan dengan pihak ketiga dalam hal ini PT GJW, kami tak bisa melakukan pemeliharaan terhadap fisik bangunan. Kecuali untuk fasilitas umum seperti jalan ,PJU , toilet kantor UPT baru dibolehkan,” ucap Tezar.
Menurut dia, pagar pembatas parkir bekas terminal angkot yang ditabrak mobil pickup sehingga runtuh. Namun, kata Tezar, jika tidak ditabrak kemungkinan tak akan roboh, karena masih kuat.
“Kami sudah koordinasi dengan Polsek Banajarmasin Tengah untuk segera merapikan sisa reruntuhan dari pagar pembatas yang ditabrak mobil pickup itu. Namun, karena masih di-policeline, tak bisa diapa-apakan dulu. Jadi, kami menunggu saja untuk pembersihan,” ucap ajudan mantan Walikota Midpai Yabani ini.
Tezar juga mengaku sudah mengontak pihak manajemen PT GJW untuk segera memperbaiki pagar beton yang jebol di lantai atas.
“Jika sudah dilepas garis polisinya, baru bisa dilakukan perbaikan dan pembersihan. Sebab, insiden yang terjadi pada subuh Jumat itu masih dalam penanganan pihak Polsek Banjarmasin Tengah,” tutur Tezar.
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2022/01/14/berakhir-pada-2023-sentra-antasari-masih-dikelola-pt-gjw-pemkot-banjarmasin-tak-bisa-apa-apa/
Berumur Puluhan Tahun, Tak Pernah Dirawat, Kondisi Bangunan Pasar Sentra Antasari Kian Rapuh
TRAGEDI berdarah yang terjadi di Pasar Sentra Antasari pada Jumat (14/1/2022) dini hari sekitar pukul 04.10 Wita, diduga karena kondisi bangunan pasar dibangun PT Giri Jaladhi Wana (GJW) sudah mulai rapuh.
UNTUK diketahui, kejadian yang menewaskan pedagang ayam potong Pasar Sentra Antasari bernama Rohmah (20 tahun) yang tengah hamil tua, akibat kena serpihan tembok atau pagar pembatas eks Terminal Angkot Sentra Antasari.
Pagar pembatas eks Terminal Angkot Sentra Antasari ini diseruduk mobil pickup yang mengangkut pisang, hingga reruntuhan berjatuhan dari lantai 2 ke lantai dasar. Nahas, saat itu ada seorang pedagang ayam yang tengah berada di bawah, hingga kejadian itu menelan korban jiwa.
Kasus ini dikabarkan tengah diusut pihak kepolisian khususnya jajaran Polresta Banjarmasin. Ini setelah, polisi telah berada di lokasi kejadian. Petugas langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) serta memeriksa sejumlah saksi.
“Kejadian tragis yang menewaskan seorang pedagang ayam potong ini sekitar pukul 04.10 pagi. Tiba-tiba saja, reruntuhan pagar pembatasan eks Terminal Angkot Sentra Antasari jatuh ke bawah, nahas menimpa pedagang,” ucap Saipul, petugas parkir Pasar Sentra Antasari kepada jejakrekam.com, Jumat (4/1/2022).
Menurut dia, biasanya tidak ada mobil pickup maupun angkot yang naik ke bekas terminal. Ini karena sejak dibangun dan selesai di masa Walikota Sofyan Arpan (periode 1999-2004), tidak pernah dipakai lagi.
Itu ketika, pemilik bangunan PT Giri Jaladhi Wana (GJW) memindahkan lokasi Terminal Sentra Antasari ke depan pasar tradisional di Jalan Pangeran Antasari Banjarmasin itu. “Makanya, kami heran ada mobil pickup yang naik ke bagian atas bekas terminal itu, hingga menabrak pagar pembatas atau tembok,” ucap Saipul.
Pedagang Pasar Sentra Antasari, H Rahmani pun menduga daya tahan bangunan yang telah berusia lebih dari 20 tahun itu sudah mulai rapuh. Apalagi, selama ini tidak ada perawatan dari pengelola Pasar Sentra Antasari.
“Banyak bagian dari Pasar Sentra Antasari ini terlihat tak terawat dan sebagian besar juga sudah banyak bolong-bolong dan rapuh,” kata H Rahmani.
Dari awal dibangun PT GJW, H Rahmani mengakui seharusnya bagian atas itu difungsikan menjadi terminal angkot dengan rute naik dari bagian Jalan Jati (kini Jalan Pangeran Antasari) dan keluar menuju ke perempatan jalan atau samping Masjid Agung Miftahul Ihsan.
“Tapi itu bisa direalisasikan pihak pengelola, karena jalur untuk angkot itu sudah tertutup karena dipenuhi para pedagang sayur mayur dan lainnya,” ucapnya.
Dari pantauan jejakrekam.com di lokasi kejadian, tampak mobil pickup pengangkut pisang itu masih bertengger di bagian tembok pagar yang rusak usai diseruduk. Agar mobil itu tak jatuh, para pedagang pun memasang alat penyangga, karena tak ingin ada korban lagi.
“Kalau dilihat sebenarnya beton itu sudah terlihat rapuh. Apalagi di bagian atas Pasar Sentra Antasari. Kalau dilihat mobil pickup itu tidak lecet sedikit pun usai menabrak beton,” komentar seorang pedagang lainnya biasa saban subuh mengambil dagangan untuk dijual ke pasar lainnya di Banjarmasin.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang.
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2022/01/14/berumur-puluhan-tahun-tak-pernah-dirawat-kondisi-bangunan-pasar-sentra-antasari-kian-rapuh/
Terkait Sentra Antasari, PT GJW Tunggu Sikap Pemkot Banjarmasin
DIREKTUR PT Giri Jaladhi Wana (GJW) Widagdo siap menunggu sikap Pemkot Banjarmasin untuk kembali duduk satu meja membicarakan masalah Pasar Sentra Antasari. Pembahasan ini diinginkan investor pasar tradisional bergaya modern di Jalan Pangeran Antasari itu harus menyeluruh dan menguntungkan kedua belah pihak.
“BAGAIMANA pun, Pasar Sentra Antasari itu sudah terikat perjanjian antara kami dengan pemerintah kota. Jadi, tidak bisa hanya sepihak untuk memutuskan pengelolaan pasar itu. Apalagi, pasar itu merupakan salah satu landmark Banjarmasin,” ucap Widagdo saat dikontak jejakrekam.com, Rabu (22/5/2019) malam.
Ia menegaskan perubahan status hukum dari hak pakai menjadi hak pengelolaan (HPL), tak bisa serta merta hanya diputuskan Pemkot Banjarmasin. Menurut Widagdo, silakan saja pemerintah kota untuk mendata ulang sesuai kewajibannya dalam perjanjian, namun posisi hukum kedua belah setara berdasar perjanjian yang dibuat di era Walikota Sadjoko, kemudian diadendum di era Walikota Sofyan Arpan dan Walikota Midpai Yabani.
Hal ini, menurut Widagdo, berkaitan dengan nilai investasi PT GJW saat membangun Pasar Sentra Antasari di atas lahan eks Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A). Widagdo menyebut investasi yang ditanamkan pihaknya sangat besar. Sayangnya, Widagdo mengaku lupa berapa angka pastinya.
Dia tak memungkiri kondisi Pasar Sentra Antasari saat ini sangat kumuh dan tak terawat, sehingga perlu pembenahan total, seperti perbaikan infrastruktur, lantai bangunan, saluran air dan fasilitas lainnya.
Saat ini, menurut Widagdo, untuk merenovasi total Pasar Sentra Antasari agar lebih representatif dibutuhkan dana berkisar Rp 150 hingga Rp 200 miliar. Apalagi, saat ini, PT GJW juga terikat kontrak dengan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk yang menempati lantai dua Pasar Sentra Antasari untuk Ramayana Departemen Store, yang merupakan cabang ke-63.
“Ini bukan bicara berakhir masa perjanjian atau tidak. Kesepakatan itu menyangkut bagaimana ke depan untuk membenahi Pasar Sentra Antasari. Tentu, kami menunggu sikap dari Pemkot Banjarmasin,” kata Widagdo.
Dia mengakui saat ini masih dalam proses pembicaraan soal peningkatan status hak pakai menjadi hak pengelolaan (HPL) dengan pemerintah kota. Hanya saja, Widagdo menegaskan pihaknya bersedia untuk diajak duduk satu meja, apakah melalui mediasi DPRD Kota Banjarmasin atau langsung dengan pemerintah kota.
“Kami juga telah mengestimasi berapa dana yang dibutuhkan untuk merenovasi ulang Pasar Sentra Antasari. Ya, kisaran dana lebih dari Rp 100 miliar. Pembenahan itu menyangkut fisik pasar dan infrastruktur lainnya,” tuturnya.
Widagdo menyilahkan Walikota Banjarmasin Ibnu Sina membentuk tim untuk mendata apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya di Pasar Sentra Antasari. Hanya saja, Widagdo mengingatkan kembali ada beberapa poin perjanjian yang mengikat kedua belah untuk ditaati.
“Sekali lagi, intinya kami bersedia duduk satu meja dengan Pemkot Banjarmasin membicarakan masalah Pasar Sentra Antasari. Tentunya, harus ada win-win solution, karena pembenahan pasar itu mutlak dilakukan karena posisinya telah menjadi landmark kota,” cetusnya.
Mengenai terbitnya legal opinion atau pendapat hukum pada Oktober 2016 lalu dari Kejari Banjarmasin yang menjadi pijakan hukum pemerintah kota, Widagdo enggan mengomentarinya. Ia hanya mengingatkan soal kesepakatan awal terkait investasi yang ditanamkan PT GJW di Pasar Sentra Antasari harus bahan pertimbangan Pemkot Banjarmasin ketika ingin membenahi pasar tersebut.
Widagdo juga enggan menanggapi soal perjanjian kredit PT GJW dengan Bank Mandiri yang dulu turut membackup dana pembangunan Pasar Sentra Antasari. Ia menegaskan lagi, pihaknya hanya menunggu langkah apa yang diambil pemerintah kota dalam pembenahan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari.
“Intinya, kami hanya menunggu, karena saat ini semua dalam proses dengan pemerintah kota. Ya, termasuk rencana addendum perjanjian yang ada dari walikota sebelumnya,” imbuhnya.
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2019/05/22/terkait-sentra-antasari-pt-gjw-tunggu-sikap-pemkot-banjarmasin/
Naikkan Status HPL Sentra Antasari, Walikota Ibnu Sina : Kok Dihalangi PT GJW
WALIKOTA Ibnu Sina menyebut berdasar legal opinion (LO) atau pendapat hukum Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin hanya memberikan penjelasan bahwa penganggaran pengaspalan di Pasar Sentra Antasari diperbolehkan melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), lantaran terkait dengan masalah infrastruktur pasar.
SAAT ini, berdasar perjanjian antara Pemkot Banjarmasin dengan PT Giri Jaladhi Wana (GJW) selaku pemilik hak pakai Pasar Sentra Antasari yang dibangun di era Walikota Sofyan Arpan periode 1999-2024.
Namun, ikatan perjanjian antara Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana dengan Walikota Sadjoko, berdurasi 25 tahun terhitung sejak 14 Juli 1998 berstatus sertifikat hak pakai sedang dalam proses dinaikkan jadi hak pengelolaan. Untuk kontribusi yang diberikan PT GJW dalam pengelolaan Pasar Sentra Antasari adalah Rp 250 juta per tahun dan Rp 3,75 miliar, saat perjanjian itu diikat kedua belah pihak.
Namun, terbelit kasus korupsi korporasi yang diputus PN Banjarmasin, masalah ini sampai sekarang jadi kendala bagi Pemkot Banjarmasin untuk mengambilalih, terkait status kepemilikannya.
Walikota Banjarmasin Ibnu Sina pun mengakui untuk penanganan fisik, seperti pengaspalan jalan di seputar kawasan Pasar Sentra Antasari, masih terbelit soal tuntutan hukum dari pihak PT GJW.
“Untuk penanganan fisiknya masih bisa. Itu kan tinggal mengaspal saja, kemudian di dalam tinggal dibenahi. Hanya yang paling rumit ini soal tuntutan hukum,” ucap Walikota Ibnu Sina kepada wartawan di Banjarmasin, Senin (20/5/2019).
Ia menyebut ketika Pemkot Banjarmasin ingin meningkatkan kepemilikan menjadi hak pengelolaan (HPL), malah dijegal pengelola dari PT Giri Jaladhi Wana (GJW) melalui kuasa hukumnya. Mereka memprotes status hak pakai jadi HPL agar tidak diproses. Untuk itu, menurut Ibnu Sina, perlunya kesepahaman bahwa sebenarnya Pemkot Banjarmasin hanya ingin memperjelas status HPL di Pasar Sentra Antasari.
“Kami meminta pemahaman dari PT GJW dan pengacaranya agar memberikan kesempatan kepada Pemkot Banjarmasin untuk menyelesaikan terlebih dahulu. Jangan malah memprotes larangan,” kata Ibnu Sina.
Sebab, menurut dia, dengan adanya mandat dari pendapat hukum Kejaksaan Negeri Banjarmasin, pemerintah kota diminta untuk melakukan pendataan, maka mau tak mau pemerintah kota harus menjalankan hal itu.
“Tentunya, tidak boleh dihalangi untuk mencari data valid berapa banyak kios yang ada di Pasar Sentra Antasari. Dengan dasar data itu, pemerintah kota bisa mengelolanya secara baik,” tutur Ibnu Sina.
Mantan Ketua DPW PKS Kalsel ini memastikan melalui data itu, bisa jadi dasar untuk perlunya adendum terhadap perjanjian yang lama dibuat antara Pemkot Banjarmasin dengan PT GJW.
“Bahkan, hal bisa dirumuskan bersama setelah Pemkot memiliki HPL agar tidak dianggap wanprestasi. Sebab, wanprestasi itu terjadi di pihak sebelah (PT GJW), bukan di Pemkot Banjarmasin,” tandasnya.
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2019/05/21/naikkan-status-hpl-sentra-antasari-walikota-ibnu-sina-kok-dihalangi-pt-gjw/
Cukup Pasar Sentra Antasari, Jangan Diulang Lagi Di Pasar Ujung Murung
KASUS Sentra Antasari cukup menjadi pelajaran. Pembangunan pasar tradisional bergaya modern yang dimulai era Walikota Sadjoko, dan dilanjutkan Walikota Sofyan Arpan dan baru rampung di masa Walikota Midpai Yabani, diingatkan mantan anggota DPRD Kalimantan Selatan, Anang Rosadi Adenansi bisa menjadi pelajaran berharga dalam merevitalisasi Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimampir.
ANANG Rosadi Adenansi yang mengakui konsep penataan Pasar Ujung Murung sudah berlangsung lama, ketika isu itu menguat di masa kepemimpinan Walikota HA Yudhi Wahyuni, dengan rencana menggandeng pihak ketiga.
“Saya ingatkan, jangan main-main merancang bangunan Pasar Ujung Murung, karena viewnya menghadap ke Sungai Martapura. Jadi tidak boleh ada bangunan di lantai dasar. Lantai dasar harus difungsikan sebagai areal parkir, dan dapat dialihfungsikan untuk wisata kuliner di malam hari,” kata Anang Rosadi Adenansi kepada jejakrekam.com, Kamis (22/11/2018).
Insinyur jebolan Universitas Jayabaya Jakarta ini mengatakan cukup sudah ‘kegagalan’ penataan Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A) menjadi Pasar Sentra Antasari harus menjadi pelajaran agar tak mengulang kesalahan masa lalu.
“Jangan sampai muncul ide untuk memperbanyak toko-toko yang tidak sesuai dengan jumlah kepemilikan yang ada,” tuturnya.
Menurut Anang Rosadi, rancang bangun Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimampir yang menjadi satu bagian di kawasan Jalan Ujung Murung itu harus disesuaikan dengan kearifan lokal kebiasaan cara berdagang ataupun berbelanja masyarakat Banjar.
“Semua harus benar-benar terencana, managemen bangunan harus betul-betul diperhatikan. Terutama, dari segi arsitektur, sirkulasi udara, listrik yang harus hemat, pergerakan arus barang yang akan didistribusikan baik secara langsung ataupun lewat ekspedisi. Termasuk, posisi tangga naik dan lainnya,” papar politisi Golkar ini.
Aktivis anti korupsi ini mengingatkan paling mendasar adalah jangan sekali-kali berpikir untuk korupsi atau melakukan mark-up bahan bangunan atau pekerjaan. “Jadi, harus benar-benar hemat. Pedagang harus diutamakan dan masing-masing pihak harus pegang perjanjian yang tidak berubah dari aspek apapun, setelah diadakan persetujuan,” cetus Anang Rosadi.
Putra tokoh pers Kalsel Anang Adenansi ini mengatakan jangan sampai stigma negatif muncul, seperti adanya akal bulus untuk meraup keuntungan.
“Saya rasa dari tiga opsi yang ditawarkan sebagai tempat penampungan sementara para pedagang Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimpir, lebih baik fokus bagi Pemkot Banjarmasin untuk mengembalikan Mitra Plaza. Cukup sudah, kontribusi yang diberikan pengelola Mitra Plaza itu, dan sekarang saatnya bagi pengusaha untuk membalas budi mengembalikan aset daerah itu kepada pemerintah kota,” papar Anang Rosadi.
Ia memastikan bersama dosen Fakultas Hukum Uniska Banjarmasin, Rakhmat Nopliardy akan mengawal proses pengembalian aset-aset daerah yang telah dikuasai pihak ketiga agar kembali ke pemerintah kota selalu pengelola aset milik rakyat. “Kami tak ingin aset-aset itu malah jadi bancakan oknum-oknum yang rakus duit,” katanya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalsel, Dr Akhmad Murjani mengatakan dari beberapa aset yang telah dikuasai pihak ketiga, sudah sepatutnya Walikota Ibnu Sina untuk membuat peraturan baru. “Ya, bisa dibikin peraturan walikota mengenai teknis, jangka waktu dan lainnya. Terutama, masalah sewa menyewa aset daerah harus ada perdanya,” tegas Murjani.
Menurut dia, pada dasarnya semua aset yang disewakan harus ada kode rekening tersendiri, sehingga semua hasil sewa atau kontribusi penggunaan aset daerah bisa diketahui pemasukannya.
”Jadi, ketika mau dicek di Badan Keuangan Daerah (Bakueda) Kota Banjarmasin, maka total pendapatan dari kontribusi atau sewa aset itu bisa terekap. Bila tidak ada dasarnya, apalagi tak sesuai ketentuan, maka dapat dikatakan ilegal,” cetus Murjani.
Padahal, beber dia, aset-aset daerah yang dikuasai pihak ketiga jelas harus ada dasar hukum mengaturnya. “Intinya, semua bisa dicek di Kantor Bakueda Kota Banjarmasin. Jadi, publik bisa tahun berapa sewa yang dibayar para pengelola aset itu,” tandasnya
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2018/11/22/cukup-pasar-sentra-antasari-jangan-diulang-lagi-di-pasar-ujung-murung/
Bangunan Milik GJW, Lahan Punya Pemkot, Mengurai Sengkarut Sentra Antasari
STATUS Pasar Sentra Antasari seperti tak bertuan. Lahan yang dulunya Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A) itu masih milik Pemkot Banjarmasin. Sementara, bangunan di atasnya didirikan PT Giri Jaladhi Wana (GJW). Konflik kepentingan ini memicu pengelolaan pasar yang tradisional bergaya modern itu seperti terbengkalai.
TERIKAT perjanjian antara Walikota Sadjoko dengan Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana (GJW) Widagdo berdurasi 25 tahun terhitung sejak 14 Juli 1998. Ini berarti, jatuh tempo perjanjian itu pada 14 Juli 2023 nanti. Poin perjanjian itu adalah PT GJW membayar kontribusi tahunan sebesar Rp 250 juta, dan Rp 3,75 miliar saat perjanjian itu telah dibuat kedua belah pihak.
Pengamat kebijakan publik dari STIA Bina Banua, Dr H Murakhman Sayuti Enggok mengatakan dengan status perjanjian yang saling mengikat, tentu sulit bagi Pemkot Banjarmasin untuk mengalihalih secara cepat pengelola Pasar Sentra Antasari.
“Tentu, PT GJW akan mengajukan gugatan, karena bangunan Pasar Sentra Antasari itu dibangun mereka. Sedangkan, status lahan memang masih milik pemerintah kota. Ini sengkarut Pasar Sentra Antasari yang perlu diurai,” ucap Sayuti Enggok kepada jejakrekam.com, Selasa (21/5/2019).
Jika bicara wanprestasi atau ingkar janji dalam perjanjian, mantan anggota DPRD Banjarmasin periode 1999-2004 menyebut posisinya sama saja, karena kedua belah juga melakoni hal serupa. “Sejak awal, ketika kami masih di DPRD Banjarmasin, ada yang tidak bisa dipenuhi pemerintah kota dan PT GJW. Jadi, posisinya sama dalam hukum,” kata mantan politisi PDI Perjuangan ini.
Dengan posisi yang ngambang alias pasar tak bertuan, diakui Sayuti Enggok, untuk pengelolaan Pasar Sentra Antasari relatif sulit karena keterkaitan status hak pakai yang masih dikuasai PT GJW.
“Saat ini, pemerintah kota itu hanya bisa menarik retribusi sampah dan parkir. Mau menarik retribusi toko dan kios, bangunannya masih milik PT GJW. Walau, ada legal opinion atau pendapat hukum dari Kejari Banjarmasin juga tak bisa jadi pijakan hukum untuk mengambilalih pengelolaan pasar itu,” papar Sayuti.
Dia mengingatkan PT GJW juga masih terikat perjanjian kredit dengan Bank Mandiri, yang turut mengucurkan kredit pembangunan pasar di Jalan Pangeran Antasari itu. Menurut Sayuti, dengan status kepemilikan bangunan masih milik PT GJW, maka sebaiknya DPRD Banjarmasin harus menjadi mediator dalam penyelesaiannya.
“Ya, sudah beberapa kali walikota, masalah Sentra Antasari ini tak pernah tuntas-tuntas. Sejak Walikota Sadjoko, Sofyan Arpan, Midpai Yabani, HA Yudhi Wahyuni, H Muhidin hingga sekarang Walikota Ibnu Sina. Jadi, saran saya, sebaiknya Pemkot Banjarmasin dan PT GJW dimediasi DPRD Banjarmasin bisa duduk satu meja,” tuturnya.
Mantan Ketua STIA Bina Banua ini juga menyarankan jika memang Pemkot Banjarmasin ingin membenahi Pasar Sentra Antasari, bisa saja mencari investor baru, selanjutnya berkoordinasi dengan PT GJW.
“Bisa saja, pemkot gandeng investor baru, karena posisi Pasar Sentra Antasari itu sangat strategis, jadi banyak investor yang melirik. Nantinya, investor baru itu bisa mengajak PT GJW untuk hitung-hitungan berapa sudah investasi yang ditanamkan mereka. Itu solusi alternatif yang bisa digunakan pemerintah kota,” papar Sayuti.
Dia pun memaklumi ketika PT GJW menolak status hak pakai dinaikkan menjadi hak pengelolaan (HPL), karena menyangkut kepemilikan bangunan serta perjanjian investor awal itu dengan pihak perbankan saat membangun pasar itu.
“Di sinilah, peran DPRD Banjarmasin sangat vital dalam menuntaskan masalah yang dihadapi PT GJW dan Pemkot Banjarmasin. Jika tak diselesaikan, maka masalahnya akan berlarut-larut, dan kondisi pasar akan semakin kumuh,” tandas Sayuti.
Sementara itu, mengutip amar putusan PN Banjarmasin dalam website Mahkamah Agung RI, majelis hakim yang diketuai Amril dan dua hakim anggota, Udjianti dan Susi Saptati dalam perkara bernomor 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm telah memutus PT GJW bersalah dalam tindak pidana korupsi secara berlanjut (korparasi) dengan pidana denda Rp 1,3 miliar dan pidana tambahan penutupan sementara selama enam bulan, sejak putusan itu diambil pada 9 Juni 2011.
Vonis majelis hakim ini juga kelanjutan dari kasus tindak pidana korupsi yang menjerat petinggi PT GJW serta Walikota Banjarmasin Midpai Yabani. Bahkan, majelis hakim juga menyita banyak dokumen dari kasus korupsi korporasi di luar dari bangunan kios/toko yang dibangun GJW sebanyak 5.390 unit.
Berikutnya, ada dokumen perjanjian yang dibuat di depan notaris, hingga bukti kredit dari Bank Mandiri untuk pembangunan Pasar Sentra Antasari. Ada pula dokumen perjanjian kontrak bernomor 664/1/548/PROG nomor 003/GJW/VII/1998, berikut dua kali addendum perjanjian kedua belah.
Termasuk, SK Walikota Banjarmasin No. 088/Prog/1998 tanggal 13 Juli 1998 tentang Penunjukan PT Giri Jaladhi Wana sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan Pembangunan Pasar P3 Antasari Banjarmasin jadi dasar pembangunan, dan puluhan dokumen lainnya yang melibatkan banyak pihak dalam pembangunan pasar tradisional bergaya modern itu.
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2019/05/22/bangunan-milik-gjw-lahan-punya-pemkot-mengurai-sengkarut-sentra-antasari/
Dikuatkan LO Kejari Banjarmasin, Pasar Sentra Antasari Bisa Diambil Alih Pemkot
PASAR Sentra Antasari tampak kian kumuh. Pasar yang dibangun di atas lahan bekas Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A) itu dikelola PT Giri Jaladhi Wana (GJW) sejak 1998, hingga berujung masalah hukum. Vonis pun dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin terkait tindak pidana korupsi korporasi dengan denda Rp 1,3 miliar plus pidana penutupan sementara selama enam bulan.
WALHASIL, Pasar Sentra Antasari terletak di Jalan Pangeran Antasari yang mulanya didesain sebagai pasar tradisional bergaya modern, seakan tak terurus. Kini wajahnya menjadi pasar paling kumuh di Banjarmasin. Sebab, kubangan lumpur terdapat di hampir semua bagian kawasan pasar itu. Hal itu haru dinikmati para pedagang dan pengunjung pasar.
Tak hanya itu, sampah bertebaran, hingga menyumbat saluran drainase, bahkan menebar bau tak sedap. Belum lagi, pasar itu becek dan genangan air berbau seperti tak pernah teratasi.
“Tiap hari, kami harus mencium bau tak sedap, dan membuat para pengunjung banyak enggan datang ke pasar,” ujar H Aminah, seorang pedagang sayur mayur kepada jejakrekam.com, Jumat (17/5/2019).
Sekadar mengingatkan, pada Oktober 2016 lalu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin mengeluarkan legal opinion dalam memberikan jalan Pemkot Banjarmasin untuk mengambil alih secara penuh pengelolaan Pasar Sentra Antasari dari tangan PT Giri Jaladhi Wana.
Legal opinion merupakan salah satu peran pekerja hukum dengan memberikan konsultasi berupa pendapat, baik digunakan untuk menghindari timbulnya sengketa maupun untuk penyelesaian sengketa. Dalam isi legal opinion (LO) Kejari Banjarmasin ini menyebut, Pemkot Banjarmasin diminta untuk melakukan pendataan ulang seluruh aset yang ada di Sentra Antasari seperti jumlah toko, pedagang, parkir dan lainnya.
Kepala Bagian Hukum Setdako Banjarmasin, Lukman Fadlun ketika dikonfirmasi jejakrekam.com, malah menyebut akan mendata kembali salah satu pasar terbesar di ibukota Kalsel ini. Pendataan ini sesuai niat Walikota Ibnu Sina untuk membenahi Pasar Sentra Antasari, seperti mengaspal jalan becek yang dikeluhkan pedagang maupun pembeli, serta perbaikan fasilitas lainnya.
“Dari legal opinion itu kan meminta audit operasional. Setelah selesai, baru dibuatkan perjanjian untuk diadendum dengan PT Giri Jaladhi Wana,” kata Lukman Fadlun.
Namun, sebelum diadendumkan, Lukman menjelaskan mesti diubah terlebih dulu dari hak pakai menjadi hak pengelolaan agar bisa dikerjasamakan. “Itu saja intinya sangat sederhana,” ujarnya.
Lantas jika dianggap sederhana, mengapa belum terlaksana? Lukman menjawab lantaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Banjarmasin belum membereskan soal pendataan aset dan lainnya yang termasuk dalam rekomendasi legal opinion dari Kejari Banjarmasin itu.
“Itu SKPD yang bersangkutan yang belum beres. Setelah pengauditan dari hasil pendataan pasar tadi jelas, tentunya bakal menjadi dasar untuk diadendumkan,” pungkasnya.
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2019/05/17/dikuatkan-lo-kejari-banjarmasin-pasar-sentra-antasari-bisa-diambil-alih-pemkot/
Berjibaku Melawan Waktu, Riwayat Kini Pasar Kasbah Di Sentra Antasari
SEIRING waktu, keberadaan pasar barang bekas atau loak di Pasar Sentra Antasari seakan mulai dilupakan. Padahal di awal 1990 hingga 2000, pasar loak yang dikenal sebutan Pasar Kasbah berdetak begitu lamban. Pasar ini seperti kalah bersaing dengan kemajuan teknologi pasar digital atau online yang masif merambah Banjarmasin.
DULU, ketika pasar grosir sembako yang berletak di Jalan Pangeran Antasari atau Jalan Jati, sangat identik dengan sebutan Pasar Kasbah. Satu bagian tak terpisahkan dari Pusat Perbelanjaan Pangeran Antasari (P3A). Los pasar ini menghimpun para pedagang loak dari konveksi hingga barang-barang elektronik.
Lantas bagaimana kini? Pasar Kasbah seakan tersembunyi di balik sepinya Pasar Sentra Antasari yang didesain menjadi pasar tradisional bergaya modern di akhir masa Walikotamadya Sadjoko dan rampung di era Walikota Sofyan Arpan. Ini tandai dengan hadirnya Ramayana, menempati lantai II. Namun, hadirnya pusat perbelanjaan modern seperti Duta Mall, lambat laun keberadaannya seakan dilupakan warga urban.
“Saya sendiri tak tahu apa itu Pasar Kasbah. Saya baru tahu, ketika diberitahu orangtua kalau dulu di sini ada pasar barang bekas atau loakan,” ucap Andi Efendi, seorang pelajar berbincang dengan jejakrekam.com, Sabtu (15/12/2018).
Awalnya, Andi Efendi mengira letak pasar loakan itu berada di kawasan Pasar Tungging di Jalan Belitung Darat. Dulu, ketika barang-barang impor yang disuplai kapal-kapal dagang di Pelabuhan Trisakti, hingga akrab di telinga dengan sebutan barang kapal. “Dulu, saya tahunya pasar barang bekas itu adanya di Pasar Tungging,” kata Andi.
Lantas bagaimana keberadaan para pedagang barang loakan ini. Salah satunya adalah Suriansyah yang akrab dipanggil Isur. Menurut Isur, kebanyakan kios-kios barang loakan ini adalah para pedagang lawas. Sisanya, pedagang baru mewarisi usaha orangtuanya.
“Kalau saya melanjutkan usaha ayah saya. Sampai sekarang, saya masih menjalankan transaksi jual dan beli barang bekas elektronik. Ya, seperti jual beli televisi, kulkas bekas, mesin cuci bekas dan barang elektronik lainnya. Memang, ada juga kami juga barang baru,” kata Isur.
Terhitung sudah puluhan tahun, Isur ikut orangtua dan kini dia sendiri yang menjalankan usaha jual beli barang bekas warisan keluargta itu. Menempati lantai dasar Pasar Sentra Antasari, Isur menyebut kebanyakan yang menempati kios-kios itu adalah pedagang lawas di P3A. Mereka pun harus berjibaku dengan waktu, agar barang yang dijual tetap laku.
“Sebelum dijual kepada calon pembeli, tentu barang-barang elektronik bekas ini harus dibersihkan. Ya, dibersihkan biar mengkilap. Kalau warnanya kusam, bisa dideko ulang, biar kelihatan kinclong mirip barang baru,” ujar Isur.
Soal omzet atau penghasilan dari bisnis barang loakan itu, Isur mengatakan memang tak menentu. Biasanya, bisa hanya ratusan ribu per hari. Namun, kalau lagi untung besar bisa mencapai Rp 5 juta per bulan. Kini, Isur pun sadar harus bersaing dengan pasar online dengan hadirnya aplikasi jual beli barang bekas. Dengan budaya masyarakat yang serba instan, cukup tinggal tekan di ponsel pintar, barang bisa datang ke rumah.
“Memang, kebanyakan yang membeli barang elektronik bekas ini kelas ekonomi ke bawah. Banyak pula ingin tukar tambah, karena harga barang loakan tentu lebih murah dibanding yang baru. Memang sudah pembeli bisa dihitung dengan jari, tak seperti dulu,” imbuh Isur.(jejakrekam)
Pencarian populer:Arti pasar kasbah,Jual beki tv di sentra antasari,Pasar kasbah
Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2018/12/15/berjibaku-melawan-waktu-riwayat-kini-pasar-kasbah-di-sentra-antasari/
Sabtu, 08 Oktober 2016 10:45Ini dia Persoalan Pasar Sentra Antasari Yang Tak Kunjung Selesai
BANJARMASIN - Persoalan Pasar Sentra Antasari yang hingga kini tak kunjung selesai menjadi perhatian besar Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina. Namun, Pemko Banjarmasin tidak mau gegabah menyelesaikan persoalan pasar yang hingga 2023 mendatang masih dikelola PT Giri Jaladhi Wana (GJW).
Namun, kondisi pasar tersebut hampir tidak terawat lagi. "Kami masih menunggu Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin. Dari LO tersebut dapat diambil langkah selanjutnya soal penanganan pasar tersebut. Karena persoalan ini sudah menyangkut hukum, jadi harus hati-hari," ungkap Ibnu.
Ibnu mengakui penanganan pasar tersebut akan menguras banyak waktu dan energi. Selama kepemimpinannya 5 tahun ke depan, persoalan pasar Sentra Antasari menjadi prioritasnya karena pasar tersebut salah satu pusat ekonomi di Banjarmasin. "Memang tidak mudah diselesaikan. Tapi, kami akan terus berupaya. Karena kami ingin menjadkan pasar tersebut sebagai pasar modern yang bersih dan nyaman bagi masyarakat," tegasnya.
Ada ribuan pedagang yang mencari nafkah di situ. Apalagi aset seluas 4,5 hektare itu berada di pusat kota, sangat strategis. Dulu Sentra Antasari menjadi kebanggaan masyarakat Banjarmasin. Sekarang kondisinya memprihatinkan.
Masalah Sentra Antasari semakin mencuat setelah Satpol PP bolak-balik menertibkannya. Di lantai dua, kawasan yang akrab disebut Pasar Kasbah, Satpol PP menertibkan kios-kios kosong karena dimanfaatkan menjadi tempat prostitusi.
Pada 2012 lalu, setelah upaya hukum dari Walikota Muhidin, pemko sebenarnya mulai berani melangkah masuk. Namun, hanya sebatas mengurusi fasilitas umum pasar dan menarik retribusi kebersihan dari pedagang.(rzy/az/dye)
Sumber Utama : https://kalsel.prokal.co/read/news/5739-ini-dia-persoalan-pasar-sentra-antasari-yang-tak-kunjung-selesai.html
Karut-Marut Aset Pemerintah Kota Banjarmasin
Pemerintah Kota Banjarmasin baru mulai akan fokus pada inventarisasi dan penataaan asetnya, termasuk kerja sama dengan pihak ketiga untuk mengelola aset Pemko. Dari 19 aset yang dikerjasamakan pemko dengan pihak ketiga, baru satu yang kelar ditinjau ulang. Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina juga menjadikan penataan aset sebagai prioritas. Menginjak akhir semester pertama 2018, dari 19 aset bermasalah yang disodorkan kepadanya, satu sudah dibereskan, yakni lahan eks Yayasan Uma Kandung di Jalan Ahmad Yani kilometer satu. Lahan menganggur itu peninggalan wali kota sebelumnya. Perjanjian kerjasama sudah direvisi agar lebih menguntungkan pemko. Masalah ke-19 aset ini sebenarnya mirip. Ada aset yang disewakan dengan nilai terlampau murah. Aset yang timbal balik manfaatnya bagi pemko tak terwujud. Adapula aset yang kemudian hari tersandung kasus hukum dan terbengkalai. "Jadi masih ada 18 aset yang tesilahu (keseleo)," timpalnya. Contoh, lahan SPBU di mulut Jalan Jafri Zamzam. Tim appraisal menaksir nilai sewanya mencapai Rp300 juta per tahun. Entah bagaimana ceritanya, lahan itu hanya disewakan dengan Rp50 juta per tahun. Terlampau murah. Untuk negosiasi ulang, Ibnu sering berhadapan dengan komplain. "Tapi akhirnya ketemu titik temu. Alhamdulillah," tegasnya. Sama seperti Uma Kandung, lahan SPBU di Teluk Dalam itu juga warisan masalah dari kepala daerah sebelumnya. Bagaimana ceritanya bisa semurah itu, Ibnu tak ingin mengungkitungkit. "Yang sudah berlalu biarlah. Saya fokus dengan yang sekarang," imbuhnya.
Namun, kedua contoh di atas belum ada apa-apanya. Dibandingkan aset Mitra Plaza, Pasar Sentra Antasari, dan Banjarmasin Trade Center (BTC) di Terminal Pal Enam. "Yang kasusnya rumit dan besar ini harus didekati dengan hati-hati. Saya bersyukur, bekerja bersama Kejari dan Kapolres banyak membantu. Mereka memberi banyak masukan hukum berharga," jelasnya. Ibnu memasang target, sebelum tahun ini berakhir, menyusul tiga aset lagi yang berhasil dibereskan. "Apakah dengan tukar guling, revisi perjanjian kerjasama, atau bahkan diambil alih pemko," pungkasnya. Sumber Berita: kalsel.prokal.co, Karut-Marut Aset Pemko Banjarmasin, Masih Ada 18 Aset ‘Kesleo’, Minggu, 24 Juni 2018. banjarmasin.tribunnews.com, Pemko Banjarmasin Mulai Fokus Menata Aset, Begini yang Ditemukan di Lapangan , Senin, 25 Juni 2018. Catatan berita: Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau social dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset daerah adalah semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai pemerintah daerah, yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, misalnya sumbangan, hadiah, donasi, wakaf, hibah, swadaya, kewajiban pihak ketiga, dan sebagainya. Secara umum aset daerah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu aset keuangan dan aset nonkeuangan. Aset keuangan meliputi kas dan setara kas, piutang, serta surat berharga baik berupa investasi jangka pendek maupun jangka panjang. Aset nonkeuangan meliputi aset tetap, aset lainnya, dan persediaan. Jika dilihat dan penggunaannya, aset daerah dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1) aset daerah yang digunakan untuk operasi pemerintah daerah (local government used assets), 2) aset daerah yang digunakan masyarakat dalam rangka pelayanan publik (social used assets), dan 3) aset daerah yang tidak digunakan untuk pemerintah maupun publik (surplus property). Menurut Permengadri 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 1 angka 49, inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah.
Pasal 476 Permendagri 19 Tahun 2016 menyebutkan: (1) Pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik daerah paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (2) Dalam hal barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun. (3) Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya Inventarisasi. Pasal 477 Permendagri 19 Tahun 2016 menyebutkan: Pengelolaan Barang melakukan inventarisasi barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (Satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 3 ayat (2), Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi: a. Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran; b. pengadaan; c. Penggunaan; d. Pemanfaatan; e. pengamanan dan pemeliharaan; f. Penilaian; g. Pemindahtanganan; h. Pemusnahan; i. Penghapusan; j. Penatausahaan; dan k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan cara: a. Penjualan; b. Tukar Menukar; c. Hibah; atau d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah. Sewa barang milik Daerah dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, dan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang. Jangka waktu Sewa BMD paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Formula tarif/besaran sewa BMD berupa tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh Gubernut/Bupati/Walikota. (PP Nomor 27 Tahun 2014)
Sumber Utama : https://kalsel.bpk.go.id/wp-content/uploads/2018/10/13.-Karut-Marut-Aset-Pemko-Banjarmasin.pdf
Re-post by MigoBerita / Sabtu/15012022/11.19Wita/Bjm