Migo Berita - Banjarmasin - Ukraina (pro NATO,Eropa, Israel,USA cs) VS Rusia (pro China,Palestina,Korea Utara, Republik Islam Iran cs). Sungguh tercengang kita , ketika ada suatu negara "Mencaplok" Negara lain. Namun yang kita ingat adalah Palestina yang telah di caplok Zionis Israel tanpa USA cs bertindak apa-apa terhadap Israel bahkan terkesan dan Nyata membenarkan Zionis Israel, lalu ketika "Moncong USA cs telah hampir "Mencaplok" Ukraina yang merupakan kota kecil pecahan Uni Soviet, namun sudah terlebih dahulu dilakukan oleh Rusia karena alasan satu bangsa dan pertahanan, lalu USA cs yang notabene "Musuh Perang Dingin" Uni Soviet yang sekarang menjadi "negara agak kecil "Rusia" BERTERIAK MARAH... wowww... Cuma itu atau ada penjelasannya, baca terus hingga tuntas berbagai artikel yang telah kita kumpulkan agar tidak gagal paham.
Israel dan Ukraina
Bahasan soal konflik Ukraina bisa dari berbagai aspek. Saya kali ini akan bahas soal Israel. Mengapa? Karena buzzer Israel sudah mulai berisik. Antara lain narasi mereka: para pembela Palestina kok diam saja ketika Ukraina mau dijajah Rusia?
Tentu saja, itu narasi yang salah kaprah. Kata siapa Rusia mau menjajah Ukraina? Tapi itu nanti lagi saya tulis. Yang saya soroti saat ini, mengapa buzzer Israel berisik ya? Ada buzzer Israel (dan memang orang Israel) dengan follower 473 ribu yang menulis dengan rasis begini dalam bahasa Arab (artinya, ditujukan pada orang-orang Arab):
“Presiden Muslim Afghanistan berurusan dengan Amerika; ia mengkhianati tanah airnya dan mencuri negaranya. Dalam perang, dia melarikan diri seperti kecoa dan tikus. Presiden Yahudi tidak mengkhianati tanah airnya, dia tidak mencuri tanah airnya, dia berjuang dan berjuang dan tidak akan melarikan diri. Dia melawan mereka yang menyerang negaranya. Inilah perbedaan antara Anda [Muslim] dan kami. Pikir ulang baik-baik, jika Anda ingin menghina orang Yahudi.”
Mengapa urusannya dibawa-bawa ke Muslim vs Yahudi? Lagipula, kaum Muslim dalam urusan Palestina, bukan menghina Yahudi, tapi melawan penjajahan yang dilakukan Zionis kepada bangsa Palestina. Orang-orang non-Muslim di negara-negara Barat juga sangat banyak yang membela Palestina. Bahkan Amnesty Internasional dan Human Rights Watch sudah menyatakan bahwa Israel adalah negara yang melakukan kejahatan apartheid kepada bangsa Palestina.
Yang jelas, terlihat bahwa Israel sangat berkepentingan dengan perang ini. Menlu Israel juga sudah blak-blakan mengutuk apa yang disebutnya “invasi Rusia ke Ukraina” ini. [Kata “invasi” ini tidak tepat, kapan-kapan saya bahas.]
Mungkin banyak yang belum tahu, Presiden Ukraina, Zelensky, adalah Yahudi yang pro-Israel. Tidak semua Yahudi pro-Israel, ya, saya sudah berkali-kali menulis soal ini.
Dalam sebuah pidatonya bulan Desember 2021, dalam Kyiv Jewish Forum, ia menyamakan bangsanya dan orang-orang Yahudi Israel. “Kami tahu bagaimana rasanya tidak memiliki negara sendiri. Kami tahu apa artinya membela negara dan tanah sendiri dengan senjata di tangan, dengan mengorbankan nyawa kami sendiri” (sumber: Jerusalem Post).
Time of Israel tanggal 21 February 2022 memberitakan bahwa menyusul ketegangan yang terjadi di perbatasan antara Ukraina-Rusia, ratusan Yahudi-Ukraina “dipulangkan” ke Israel. Sungguh ironis, orang Palestina diusir sejak 75 tahun yang lalu dari tanah dan rumah mereka, dan tidak diperbolehkan pulang; tapi orang Yahudi-Ukraina diterima dan disebut “pulang.”
Menteri Aliyah (“pulang kampung”) dan Penyerapan Imigran Israel mengatakan, “Pesan kami kepada orang-orang Yahudi di Ukraina sangat jelas — Israel akan selalu menjadi rumah mereka; gerbang kami terbuka untuk mereka selama waktu normal maupun dalam keadaan darurat.”
Ia juga mengatakan, “Kami dengan senang hati menyambut puluhan imigran dari Ukraina, dan kami siap menyerap ribuan orang yang ingin pindah ke Israel… kami menunggu dengan tangan terbuka,” tambahnya.
Nah, sepertinya sudah jelas posisi salah satu puzzle: Israel. Di Suriah, Rusia selama ini “berbaik-baik” Israel. Rusia seolah diam saja ketika Israel hampir setiap hari membombardir Suriah. Sikap Rusia ini memunculkan pertanyaan banyak pihak. Presiden Suriah, Bashar Assad sudah menyatakan dukungan ke Putin. Mungkin, dengan perkembangan baru ini, Putin akan berubah sikap, berani tegas melawan Israel. Kita lihat perkembangannya.
—-
Btw, silakan baca tulisan lama saya, untuk melihat bahwa Ukraina dan Suriah ternyata ada kaitannya. Judulnya (sok-sok’an) bahasa Prancis “L’Ukraine est une autre Syrie” [Ukraina adalah Suriah yang lain] tapi isinya bahasa Indonesia. https://dinasulaeman.wordpress.com/…/lukraine-est-une…/
Sumber Utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2022/03/03/israel-dan-ukraina/
L’Ukraine est une autre Syrie
Dina Y. Sulaeman*
Membaca berbagai berita tentang Ukraina, terasa bagai deja vu. Terlepas dari perbedaan besar isu penyebab konflik di kedua negara, kerusuhan di Ukraina terlihat jelas menggunakan template atau cetakan yang sama dengan Suriah. L’Ukraine est une autre Syrie. Ukraina adalah Suriah yang lain.
Kehadiran tokoh Zionis-Prancis, Bernard-Henri Levy, di depan lautan manusia yang memenuhi Maidan –singkatan dari Maidan Nezalezhnosti atau Lapangan Kemerdekaan—di Kiev, menjadi simbol utama kesamaan template itu. Levy adalah seorang makelar perang. Dia dulu memprovokasi masyarakat Barat untuk ‘membantu’ rakyat Suriah menggulingkan Assad (sebelumnya, juga hadir di Libya, di depan para demonstran anti-Qaddafi). Kini di Kiev, dia berpidato berapi-api, menyeru rakyat Ukraina, “Les gens de Maidan, vous avez un rêve qui vous unit. Votre rêve est l’Europe!” (wahai orang-orang Maidan, kalian punya mimpi yang mempersatukan kalian. Mimpi kalian adalah Eropa!)
Ya, Ukraina memang tengah diadu-domba dengan menggunakan isu Uni Eropa. Sebagian rakyat setuju bergabung dengan UE, sebagian lagi menolak. Pengalaman Yunani yang bangkrut akibat bergabung dengan UE membuat banyak orang sadar, UE dan pasar bebas Eropa bukanlah gerbang kemakmuran bagi rakyat banyak. Hanya segelintir yang diuntungkan,dan para kapitalis kelas kakap Eropalah yang jauh lebih banyak mengeruk laba.
Sebagaimana polisi Suriah yang habis-habisan diberitakan brutal oleh media Barat dan para pengekornya, Berkut (polisi) Ukraina pun mengalami nasib yang sama. Tak ada yang peduli bahwa polisi memang bertugas mengamankan gedung dan para pejabat negara dari aksi-aksi anarkis. Tak ada yang mencatat (kecuali jurnalis independen) bahwa baik Assad maupun Yanukovich melarang polisi menggunakan senjata mematikan dalam menghadapi demonstran, dan akibatnya banyak polisi yang jadi korban, dipukuli atau kena lemparan batu dan molotov para demonstran.
Gaya para demonstran antipemerintah di Damaskus dan Kiev pun mengikuti ‘cetakan’ yang sama dengan gaya demonstrasi oposisi Mesir, Tunisia, Venezuela, Belarus, Georgia, atau Iran. Mereka memprovokasi polisi, serta menyerang gedung-gedung pemerintah, yang tentu saja mendatangkan reaksi keras dari polisi. Tak heran, karena mentor mereka pun sama: CANVAS, perusahaan konsultan revolusi yang membina kaum oposan di lebih dari 40 negara. Pentolan CANVAS adalah Srdja Popovic, arsitek gerakan penggulingan Slobodan Milosevic (Serbia) pada tahun 2000. Para pendukung dana CANVAS adalah lembaga-lembaga terkemuka seperti United States Institute for Peace (USIP) yang didanai Kongres AS, New Tactics (didanai Ford Foundation dan Soros Foundation), dan lain-lain.
Foreign Policy melaporkan, selama enam bulan pertama tahun 2012, 40 aktivis oposisi Syria mengadakan pertemuan di Jerman yang dikoordinir oleh USIP untuk merancang bentuk dan agenda pemerintahan pasca-Assad. Tak jauh beda, demonstran Ukraina pun dididik oleh tangan-tangan Amerika. Pengakuan dari Asisten Menteri Luar Negeri Amerika, Victoria Nuland, memberikan buktinya. Nuland mengatakan, Amerika telah menginvestasikan $5 milyar untuk ‘mengorganisir jaringan guna memuluskan tujuan Amerika di Ukraina’ selain untuk memberikan ‘masa depan yang layak bagi Ukraina.’
Bahkan Menlu Kanada juga mengakui telah memberikan sumbangan ‘luar biasa’ pada sebuah LSM di Ukraina untuk rumah sakit darurat dan peralatan medis. Bantuan itu diberikan tepat sehari sebelum kelompok oposisi bersenjata menyerbu Maidan dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban, termasuk tewasnya sejumlah polisi, pada 18/2.
Di Suriah, dengan alasan ‘melawan kebrutalan rezim’, para pemberontak angkat senjata, dan senjata disuplai dari luar negeri. Tak beda jauh, demonstran Ukraina pun angkat senjata. Sebelum terang-terangan angkat senjata, kelompok oposisi di dua negara ini sama-sama menggunakan taktik penembak gelap. Korbannya rakyat sipil, dan dengan segera di-blow up media massa; disebut sebagai korban kebrutalan polisi.
Bila di Suriah, ada Turki yang menikam dari belakang, di Ukraina ada Polandia. Tentu bukan kebetulan bila Polandia dan Turki sama-sama anggota NATO, dan bahkan sama-sama negara yang menyediakan wilayahnya untuk pangkalan militer AS. Turki membuka perbatasannya untuk suplai dana, senjata, dan pasukan jihadis dari berbagai penjuru dunia menuju Suriah; serta merawat para pemberontak yang terluka. Pada 20/2, PM Polandia menyatakan negaranya telah merawat pemberontak bersenjata dari Kiev, dan bahkan sudah memerintahkan militer dan Kementerian Dalam Negeri untuk mempersiapkan rumah sakit agar bisa menolong lebih banyak lagi.
Suriah terjebak dalam konflik berdarah-darah, yang entah kapan berakhir. Kelompok-kelompok radikal merajalela di berbagai penjuru negeri, menggorok leher orang-orang atas nama Tuhan dan menentengnya dengan bangga di depan kamera. Gedung-gedung bersejarah, pasar-pasar kuno, dan warisan budaya berusia ribuan tahun hancur lebur.
Ukraina tak jauh beda, sebuah negeri dengan keindahan alam yang mengagumkan, menyimpan gedung-gedung kuno eksotis Eropa Timur, dan bahkan ada jejak-jejak panjang kehadiran Islam di sana. Yanukovich memang sudah terguling, tapi konflik belum selesai. Perang saudara sudah di ambang mata. Bila di Suriah, yang maju ke depan untuk ‘berjihad’ adalah kelompok Islam radikal, di Ukraina ada kelompok-kelompok ultra-kanan. Salah satu kelompok demonstran di Maidan, Ukrainian People’s Self-Defense (UNA-UNSO, organisasi ‘turunan’ NAZI), diketahui dilatih kemiliteran di kamp NATO di Estonia pada 2006. Mereka diajari membuat peledak dan menembak.
Skenario di Suriah dan Ukraina sedemikian mirip, sama miripnya dengan berbagai aksi penggulingan rezim di berbagai negara lain, baik yang berhasil, ataupun gagal. Terlepas bahwa pemimpin di negara-negara itu pantas atau tidak digulingkan, terlalu naif bila kita mengabaikan begitu saja kemiripan skenario ini. Ukraina adalah negara yang sangat subur, lumbung pangan Eropa, dan tengah membangun kekuatan industri. Tak heran bila Uni Eropa sangat menginginkannya. AS pun menggunakan kekacauan Ukraina untuk melemahkan Rusia, rivalnya di Suriah.
Dan jangan lengah. Alam Indonesia jauh lebih kaya dari Ukraina. Skenario yang sama, dengan isu berbeda, sangat mungkin akan melanda negeri ini dalam waktu dekat. Kecerdasan melihat mana kawan, mana lawan, adalah satu-satunya cara untuk melindungi keselamatan bangsa kita. Persatuan adalah kata kuncinya. Jangan biarkan Indonesia menjadi une autre Syrie.[]
*mahasiswi Program Doktor Hubungan Internasional Unpad, peneliti di Global Future Institute
(referensi utama: www. voltairenet.org)
Ukraina adalah Suriah yang Lain (1)
Operasi militer Rusia (beda dengan “invasi” ya, di bawah akan dijelaskan) terhadap Ukraina tidak terjadi begitu saja.
Selama 8 tahun terakhir, sejak terjadinya kudeta 2014 (akan saya ceritakan di bagian 2) sebenarnya berlangsung perang di Ukraina: perang antara milisi teror ultra-nasionalis (berideologi neo-Nazi) melawan warga keturunan Rusia.
Penduduk Ukraina 77,8%-nya adalah etnis Ukraina, 17,7% etnis Rusia, dan sisanya etnis lain (data 2001). Total populasi 43 jt (data 2021). Di antara mereka umumnya hidup rukun, bahkan terjadi pernikahan antaretnis. Bahasa yang digunakan: bahasa Ukraina dan bahasa Rusia.
Nah, milisi neo-Nazi ini menyerang warga “Russia-spoken” (orang-orang yang berbicara dalam bahasa Rusia) dengan sangat sadis, dibantu oleh militer Ukraina. Cara-cara keji ala Nazi mereka pakai dalam membantai warga.
Alasan yang mereka pakai: karena Russia-spoken ini teroris, memberontak, separatis, dll. Padahal yang terjadi, Russia-spoken ini direpresi oleh kelompok neo-Nazi (dan dibiarkan oleh rezim Kiev), lalu mereka bangkit melawan. Mereka ingin membentuk negara sendiri saja, daripada terus diperangi dan direpresi. Mereka ini, yang tinggal di “Donetsk” dan “Luhansk” (keduanya disingkat Donbass), akhirnya mendeklarasikan Donetsk People’s Republic (DPR) dan Luhansk People’s Republic (LPR).
Selama 8 tahun terakhir, Rusia tidak melakukan intervensi militer untuk membantu warga Donbass, tapi melakukan berbagai upaya diplomatik. Bulan Desember 2021. Rusia mensponsori resolusi di PBB, untuk “mengutuk Nazisme, neo-Nazisme dan segala bentuk rasisme, xenophobia, dan berbagai tindakan intoleran.” Nah, ada dua negara yang menyatakan MENOLAK resolusi ini, yaitu: AS dan Ukraina.
Resolusi ini disetujui 130 negara, sementara 51 negara, yaitu semua anggota Uni Eropa, Australia, New Zealand dan Kanada, abstain. Sungguh standar ganda. Bukankah AS dan Uni Eropa selama ini mendukung berdirinya Israel di atas tanah bangsa Palestina dengan alasan “kasihan orang Yahudi korban Holocaust Nazi”? Mengapa saat ada resolusi yang menolak bangkitnya neo-Nazi, mereka tidak setuju?
Buat orang Indonesia, supaya lebih bisa dipahami: paham ekstrim salafi-wahabi oleh sebagian besar ulama dianggap sesat (dan beberapa negara bahkan sudah melarang paham ini) karena paham ini dijadikan landasan ideologi bagi terorisme atas nama Islam (ISIS, Al Nusra, dll). Kalau di Eropa, ideologi terornya berakar dari Nazisme.
Makanya, Presiden Assad bilang, “Musuh yang dihadapi militer Suriah dan Rusia adalah sama. Di Suriah, musuh adalah ekstremisme [salafi-wahabi]; di Ukraina musuh berwujud Nazisme.”
Tanggal 22 Feb 2022, akhirnya Putin mengakui kemerdekaan DPR dan LPR. Nah pengakuan Putin ini menjadi “pengesahan” bagi DPR dan LPR. Tapi tentu, perlu pengakuan dari banyak negara lainnya (dan belum terjadi).
Mengapa butuh pengakuan? Ingat, syarat berdirinya sebuah negara menurut Konvensi Montevidio adalah: ada rakyat, ada wilayah, ada pemerintahan, dan ada kemampuan untuk melakukan hubungan internasional. Sebagian pihak menyebutkan perluny ada pengakuan dari negara lain. Dulu pun, Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaan juga mengirimkan diplomat ke mana-mana, untuk mencari pengakuan dari negara lain.
Sebagaimana ditulis oleh M. Zein Hassan, diplomat Indonesia yang datang ke Timur Tengah pada masa itu, para aktivis Timur Tengah, di antaranya Muhammad Ali Taher dari Komite Palestina, mendirikan Lajnatud Difa’i ‘an Indonesia. Lajnah atau komite ini mengadakan konferensi dan menghasilkan deklarasi yang mendesak pemerintah Mesir dan negara-negara Arab lainnya agar mengakui kemerdekaan Indonesia. Pada 22 Maret 1946, Mesir pun memberikan pengakuannya kepada Indonesia dan kemudian diikuti oleh Saudi Arabia, Suriah, Yaman, Irak (Yulianti, et al. 2019).
Ketika DPR dan LPR sudah resmi jadi negara, Putin bisa memanfaatkan Piagam PBB pasal 51: “setiap negara berhak untuk membela diri, baik sendirian maupun kolektif, bila diserang pihak asing.” DPR dan LPR sebagai negara independen (yang sudah diakui oleh Rusia) berhak melawan, dan berhak meminta bantuan kepada Rusia. Demikian status hukum internasionalnya. Makanya saya bilang di awal: “ini bukan invasi.”
Terakhir, mari kita cermati pidato Putin sebelum ia memulai operasi militer di Ukraina. Perhatikan bahwa posisi yang diambil adalah “membela diri.”
***
“Izinkan saya mengingatkan Anda bahwa pada tahun 2000-2005 kami menggunakan militer kami untuk melawan teroris di Kaukasus dan membela integritas negara kami. Kami melestarikan Rusia. Pada tahun 2014, kami mendukung orang-orang Krimea dan Sevastopol. Pada 2015, kami menggunakan angkatan bersenjata kami untuk membuat perisai andal yang mencegah teroris dari Suriah menembus Rusia. Ini adalah masalah membela diri kita sendiri. Kami tidak punya pilihan lain.
Hal yang sama terjadi hari ini. Mereka tidak memberi kami pilihan lain untuk membela Rusia dan rakyat kami, selain yang terpaksa kami gunakan hari ini. Dalam keadaan seperti ini, kita harus mengambil tindakan tegas dan segera. Republik rakyat Donbass telah meminta bantuan Rusia.
Dalam konteks ini, sesuai dengan Pasal 51 (Bab VII) Piagam PBB, dengan izin Dewan Federasi Rusia, dan dalam pelaksanaan perjanjian persahabatan dan bantuan timbal balik dengan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk, diratifikasi oleh Majelis Federal pada 22 Februari, saya membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus.
Tujuan dari operasi ini adalah untuk melindungi orang-orang yang, selama delapan tahun sekarang, telah menghadapi penghinaan dan genosida yang dilakukan oleh rezim Kiev.
Untuk tujuan ini, kami akan berusaha untuk demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina, serta mengadili mereka yang melakukan banyak kejahatan berdarah terhadap warga sipil, termasuk terhadap warga Federasi Rusia. Bukan rencana kami untuk menduduki wilayah Ukraina.” [1]
***
-Bersambung-
Sumber utama : https://dinasulaeman.wordpress.com/2022/03/03/ukraina-adalah-suriah-yang-lain-1/
Pidato Putin Sebelum Operasi Militer ke Ukraina[terjemahan]
Warga Rusia, teman-teman,
Saya menganggap perlu hari ini untuk berbicara lagi tentang peristiwa tragis di Donbass dan aspek kunci untuk memastikan keamanan Rusia.
Saya akan mulai dengan apa yang saya katakan dalam pidato saya pada 21 Februari 2022. Saya berbicara tentang keprihatinan dan kekhawatiran terbesar kami, dan tentang ancaman mendasar yang diciptakan oleh politisi Barat yang tidak bertanggung jawab untuk Rusia secara konsisten, kasar dan tidak sopan dari tahun ke tahun. Saya mengacu pada ekspansi NATO ke arah timur, yang memindahkan infrastruktur militernya semakin dekat ke perbatasan Rusia.
Adalah fakta bahwa selama 30 tahun terakhir kami telah dengan sabar berusaha mencapai kesepakatan dengan negara-negara NATO terkemuka mengenai prinsip-prinsip keamanan yang setara dan tak terpisahkan di Eropa. Menanggapi proposal kami, kami selalu menghadapi penipuan dan kebohongan sinis atau upaya tekanan dan pemerasan, sementara aliansi Atlantik Utara terus berkembang meskipun ada protes dan kekhawatiran kami. Mesin militernya bergerak dan, seperti yang saya katakan, mendekati perbatasan kita.
Mengapa ini terjadi? Dari mana datangnya cara bicara yang kurang ajar dari ketinggian eksepsionalisme, infalibilitas, dan segala tindakan permisif mereka? Apa penjelasan dari sikap menghina dan menghina ini terhadap kepentingan kita dan tuntutan yang benar-benar sah?
Jawabannya sederhana. Semuanya jelas dan jelas. Pada akhir 1980-an, Uni Soviet semakin lemah dan kemudian pecah. Pengalaman itu harus menjadi pelajaran yang baik bagi kita, karena telah menunjukkan kepada kita bahwa kelumpuhan kekuatan dan kemauan adalah langkah pertama menuju degradasi dan pengacuhan total. Kami kehilangan kepercayaan diri hanya untuk satu saat, tetapi itu cukup untuk mengganggu keseimbangan kekuatan di dunia.
Akibatnya, perjanjian dan kesepakatan lama tidak berlaku lagi. Permohonan dan permintaan tidak membantu. Apa pun yang tidak sesuai dengan negara dominan, kekuatan yang ada, dikecam sebagai hal yang kuno, usang dan tidak berguna. Pada saat yang sama, segala sesuatu yang dianggap bermanfaat disajikan sebagai kebenaran tertinggi dan dipaksakan kepada orang lain tanpa memandang biayanya, dengan cara yang kasar dan dengan cara apa pun yang tersedia. Mereka yang menolak untuk mematuhi akan dikenakan taktik senjata yang kuat.
Apa yang saya katakan sekarang tidak hanya menyangkut Rusia, dan Rusia bukan satu-satunya negara yang mengkhawatirkan hal ini. Ini ada hubungannya dengan seluruh sistem hubungan internasional, dan kadang-kadang bahkan sekutu Amerika Serikat (AS). Runtuhnya Uni Soviet menyebabkan pembagian kembali dunia, dan norma-norma hukum internasional yang berkembang pada saat itu dan norma-norma dasar yang diadopsi setelah Perang Dunia II dan sebagian besar memformalkan hasilnya datang di jalan mereka yang menyatakan diri sebagai pemenang Perang Dingin.
Tentu saja, praktik, hubungan internasional, dan aturan yang mengaturnya harus memperhitungkan perubahan yang terjadi di dunia dan keseimbangan kekuatan global.
Namun, hal ini seharusnya dilakukan secara profesional, lancar, sabar, dan dengan memperhatikan dan menghormati kepentingan semua negara dan tanggung jawab sendiri. Sebaliknya, kita melihat keadaan euforia yang diciptakan oleh perasaan superioritas mutlak, semacam absolutisme modern, ditambah dengan standar budaya yang rendah dan arogansi dari mereka yang merumuskan dan mendorong melalui keputusan yang hanya cocok untuk diri mereka sendiri. Situasi berubah menjadi berbeda.
Ada banyak contoh tentang ini. Pertama operasi militer berdarah dilancarkan terhadap Beograd, dimana tanpa sanksi Dewan Keamanan PBB namun pesawat tempur dan rudal tetap digunakan di jantung Eropa. Pemboman kota-kota damai dan infrastruktur vital berlangsung selama beberapa minggu. Saya harus mengingat fakta-fakta ini, karena beberapa rekan Barat lebih suka melupakannya, dan ketika kami menyebutkan peristiwa itu, mereka lebih suka menghindari berbicara tentang hukum internasional, daripada menekankan keadaan yang mereka anggap perlu.
Kemudian datang giliran Irak, Libya dan Suriah. Penggunaan kekuatan militer secara ilegal terhadap Libya dan distorsi dari semua keputusan Dewan Keamanan PBB di Libya menghancurkan negara, menciptakan kursi besar terorisme internasional, dan mendorong negara itu menuju bencana kemanusiaan, ke dalam pusaran perang saudara, yang telah berlanjut di sana selama bertahun-tahun. Tragedi yang terjadi pada ratusan ribu bahkan jutaan orang tidak hanya di Libya tetapi di seluruh wilayah, telah menyebabkan eksodus besar-besaran dari Timur Tengah dan Afrika Utara ke Eropa.
Nasib serupa juga disiapkan untuk Suriah. Operasi tempur yang dilakukan oleh koalisi Barat di negara itu tanpa persetujuan pemerintah Suriah atau sanksi Dewan Keamanan PBB hanya dapat didefinisikan sebagai agresi dan intervensi.
Namun contoh yang berdiri terpisah dari peristiwa di atas, tentu saja, invasi ke Irak tanpa dasar hukum. Mereka menggunakan dalih informasi yang diduga dapat dipercaya yang tersedia di AS tentang keberadaan senjata pemusnah massal di Irak. Untuk membuktikan tuduhan itu, Menteri Luar Negeri AS mengangkat botol dengan kekuatan putih, di depan umum, untuk dilihat seluruh dunia, meyakinkan komunitas internasional bahwa itu adalah agen perang kimia yang dibuat di Irak.
Belakangan ternyata semua itu palsu dan palsu, dan Irak tidak memiliki senjata kimia. Luar biasa dan mengejutkan tapi benar. Kami menyaksikan kebohongan yang dibuat di tingkat negara bagian tertinggi dan disuarakan dari mimbar tinggi PBB. Akibatnya kita melihat kerugian yang luar biasa dalam kehidupan manusia, kerusakan, kehancuran, dan kebangkitan terorisme yang sangat besar.
Secara keseluruhan, tampaknya hampir di mana-mana, di banyak wilayah di dunia di mana AS menegakkan hukum dan ketertibannya, hal ini menciptakan luka berdarah yang tidak dapat disembuhkan serta kutukan terorisme dan ekstremisme internasional. Saya hanya menyebutkan yang paling mencolok tetapi jauh dari contoh pengabaian terhadap hukum internasional.
Susunan ini mencakup janji untuk tidak memperluas NATO ke arah timur bahkan satu inci pun. Untuk mengulangi: mereka telah menipu kita, atau, sederhananya, mereka telah mempermainkan kita. Tentu, orang sering mendengar bahwa politik adalah bisnis yang kotor. Bisa jadi, tapi tidak boleh kotor seperti sekarang, tidak sampai sedemikian rupa. Jenis perilaku penipu ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip hubungan internasional tetapi juga dan terutama norma-norma moralitas dan etika yang diterima secara umum. Dimana keadilan dan kebenaran disini? Hanya kebohongan dan kemunafikan di sekitar.
Kebetulan, politisi AS, ilmuwan politik, dan jurnalis menulis dan mengatakan bahwa “kerajaan kebohongan” yang sesungguhnya telah dibuat di dalam Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir. Sulit untuk tidak setuju dengan ini. Tetapi orang tidak boleh merasa minder tentang hal itu: AS masih merupakan negara besar dan kekuatan pembentuk sistem. Semua satelitnya tidak hanya dengan rendah hati dan patuh mengatakan ya dan membeonya dengan dalih sekecil apa pun, tetapi juga meniru perilakunya dan dengan antusias menerima aturan yang ditawarkannya.
Oleh karena itu, orang dapat mengatakan dengan alasan dan keyakinan yang baik bahwa seluruh yang disebut blok Barat yang dibentuk oleh Amerika Serikat menurut gambar dan rupa mereka sendiri, secara keseluruhan, adalah “kerajaan kebohongan” yang sama.
Adapun negara kita, setelah disintegrasi Uni Soviet, mengingat seluruh keterbukaan Rusia yang baru dan modern yang belum pernah terjadi sebelumnya, kesiapannya untuk bekerja secara jujur dengan AS dan mitra Barat lainnya, dan perlucutan senjata secara praktis sepihak, mereka segera mencoba untuk menempatkan pemerasan terakhir pada kami, habisi kami, dan hancurkan kami sepenuhnya.
Inilah yang terjadi pada 1990-an dan awal 2000-an, ketika apa yang disebut kolektif Barat secara aktif mendukung separatisme dan geng-geng tentara bayaran di Rusia selatan. Sungguh korban, kerugian apa yang harus kita tanggung dan cobaan apa yang harus kita lalui saat itu sebelum kita mematahkan punggung terorisme internasional di Kaukasus! Kami ingat ini dan tidak akan pernah lupa.
Sementara itu, upaya untuk menggunakan kami untuk kepentingan mereka sendiri tidak pernah berhenti sampai baru-baru ini: mereka berusaha untuk menghancurkan nilai-nilai tradisional kami dan memaksakan nilai-nilai palsu mereka kepada kami yang akan mengikis kami, orang-orang kami dari dalam, sikap yang telah mereka paksa secara agresif langsung mengarah pada degradasi dan degenerasi, karena bertentangan dengan fitrah manusia. Ini tidak akan terjadi. Tidak ada yang pernah berhasil melakukan ini, mereka juga tidak akan berhasil sekarang.
Terlepas dari semua itu, pada Desember 2021, kami melakukan upaya lain untuk mencapai kesepakatan dengan AS dan Sekutunya tentang prinsip-prinsip keamanan Eropa dan non-ekspansi NATO. Usaha kami sia-sia. AS tidak mengubah posisinya. Ia tidak percaya perlu untuk setuju dengan Rusia tentang masalah yang sangat penting bagi kami. AS mengejar tujuannya sendiri, sambil mengabaikan kepentingan kita.
Tentu saja, situasi ini menimbulkan pertanyaan: apa selanjutnya, apa yang kita harapkan? Jika sejarah adalah panduan, kita tahu bahwa pada tahun 1940 dan awal 1941 Uni Soviet berusaha keras untuk mencegah perang atau setidaknya menunda pecahnya perang. Untuk tujuan ini, Uni Soviet berusaha untuk tidak memprovokasi calon agresor sampai akhir dengan menahan atau menunda persiapan paling mendesak dan jelas yang harus dibuat untuk mempertahankan diri dari serangan yang akan segera terjadi. Ketika akhirnya bertindak, sudah terlambat.
Akibatnya, negara tidak siap untuk melawan invasi Nazi Jerman, yang menyerang tanah air kita pada 22 Juni 1941, tanpa menyatakan perang. Negara itu menghentikan musuh dan terus mengalahkannya, tetapi ini datang dengan biaya yang luar biasa. Upaya untuk menenangkan agresor menjelang Perang Patriotik Hebat terbukti merupakan kesalahan yang harus dibayar mahal oleh rakyat kita. Pada bulan-bulan pertama setelah permusuhan pecah, kami kehilangan wilayah strategis yang luas, serta jutaan nyawa. Kami tidak akan membuat kesalahan ini untuk kedua kalinya. Kami tidak punya hak untuk melakukannya.
Mereka yang bercita-cita untuk mendominasi global telah secara terbuka menyebut Rusia sebagai musuh mereka. Mereka melakukannya dengan impunitas. Jangan salah, mereka tidak punya alasan untuk bertindak seperti ini. Memang benar bahwa mereka memiliki kemampuan finansial, ilmiah, teknologi, dan militer yang cukup besar. Kami menyadari hal ini dan memiliki pandangan objektif tentang ancaman ekonomi yang telah kami dengar, sama seperti kemampuan kami untuk melawan pemerasan yang kurang ajar dan tidak pernah berakhir ini. Izinkan saya menegaskan kembali bahwa kami tidak memiliki ilusi dalam hal ini dan sangat realistis dalam penilaian kami.
Adapun urusan militer, bahkan setelah pembubaran Uni Soviet dan kehilangan sebagian besar kemampuannya, Rusia saat ini tetap menjadi salah satu negara nuklir paling kuat. Selain itu, ia memiliki keunggulan tertentu dalam beberapa senjata mutakhir. Dalam konteks ini, tidak ada keraguan bagi siapa pun bahwa calon agresor akan menghadapi kekalahan dan konsekuensi yang tidak menyenangkan jika menyerang negara kita secara langsung.
Pada saat yang sama, teknologi, termasuk di bidang pertahanan, berubah dengan cepat. Suatu hari ada satu pemimpin, dan besok yang lain, tetapi kehadiran militer di wilayah yang berbatasan dengan Rusia, jika kita mengizinkannya, akan tetap ada selama beberapa dekade mendatang atau mungkin selamanya, menciptakan ancaman yang semakin meningkat dan sama sekali tidak dapat diterima bagi Rusia.
Bahkan sekarang, dengan ekspansi NATO ke arah timur, situasi Rusia menjadi lebih buruk dan lebih berbahaya dari tahun ke tahun. Selain itu, beberapa hari terakhir ini kepemimpinan NATO telah berterus terang dalam pernyataannya bahwa mereka perlu mempercepat dan meningkatkan upaya untuk membawa infrastruktur aliansi lebih dekat ke perbatasan Rusia. Dengan kata lain, mereka telah memperkuat posisi mereka. Kita tidak bisa tinggal diam dan pasif mengamati perkembangan ini. Ini akan menjadi hal yang benar-benar tidak bertanggung jawab untuk kita lakukan.
Perluasan lebih lanjut dari infrastruktur aliansi Atlantik Utara atau upaya berkelanjutan untuk mendapatkan pijakan militer di wilayah Ukraina tidak dapat kami terima. Tentu saja, pertanyaannya bukan tentang NATO itu sendiri. Ini hanya berfungsi sebagai alat kebijakan luar negeri AS. Masalahnya adalah bahwa di wilayah yang berdekatan dengan Rusia, yang harus saya perhatikan adalah tanah bersejarah kita, “anti-Rusia” yang bermusuhan mulai terbentuk. Sepenuhnya dikendalikan dari luar, ia melakukan segalanya untuk menarik angkatan bersenjata NATO dan mendapatkan senjata mutakhir.
Bagi AS dan sekutunya, ini adalah kebijakan untuk menahan Rusia, dengan keuntungan geopolitik yang jelas. Bagi negara kita, ini adalah masalah hidup dan mati, masalah masa depan sejarah kita sebagai sebuah bangsa. Hal ini tidak berlebihan; ini adalah fakta. Ini bukan hanya ancaman yang sangat nyata bagi kepentingan kita, tetapi juga bagi keberadaan negara kita dan kedaulatannya. Ini adalah garis merah yang telah kita bicarakan dalam banyak kesempatan. Mereka telah melewatinya.
Ini membawa saya ke situasi di Donbass. Kita dapat melihat bahwa kekuatan yang melakukan kudeta di Ukraina pada tahun 2014 telah merebut kekuasaan, mempertahankannya dengan bantuan prosedur pemilihan hias dan telah meninggalkan jalan penyelesaian konflik secara damai. Selama delapan tahun, selama delapan tahun tanpa akhir kami telah melakukan segala kemungkinan untuk menyelesaikan situasi dengan cara politik yang damai. Semuanya sia-sia.
Seperti yang saya katakan dalam pidato saya sebelumnya, Anda tidak dapat melihat tanpa belas kasihan pada apa yang terjadi di sana. Menjadi tidak mungkin untuk mentolerirnya. Kami harus menghentikan kekejaman itu, genosida jutaan orang yang tinggal di sana dan yang menggantungkan harapan mereka pada Rusia, pada kita semua. Aspirasi mereka, perasaan dan rasa sakit orang-orang inilah yang menjadi kekuatan pendorong utama di balik keputusan kami untuk mengakui kemerdekaan republik rakyat Donbass.
Saya juga ingin menekankan hal berikut. Berfokus pada tujuan mereka sendiri, negara-negara NATO terkemuka mendukung nasionalis sayap kanan dan neo-Nazi di Ukraina, mereka yang tidak akan pernah memaafkan orang-orang Krimea dan Sevastopol karena secara bebas membuat pilihan untuk bersatu kembali dengan Rusia.
Mereka pasti akan mencoba membawa perang ke Krimea seperti yang telah mereka lakukan di Donbas, untuk membunuh orang-orang yang tidak bersalah seperti yang dilakukan oleh anggota unit penghukum nasionalis Ukraina dan kaki tangan Hitler selama Perang Patriotik Hebat. Mereka juga secara terbuka mengklaim beberapa wilayah Rusia lainnya.
Jika kita melihat urutan peristiwa dan laporan yang masuk, pertikaian antara Rusia dan pasukan ini tidak dapat dihindari. Ini hanya masalah waktu saja. Mereka bersiap-siap dan menunggu saat yang tepat. Selain itu, mereka pergi sejauh bercita-cita untuk memperoleh senjata nuklir. Kami tidak akan membiarkan ini terjadi.
Saya telah mengatakan bahwa Rusia menerima realitas geopolitik baru setelah pembubaran Uni Soviet. Kami telah memperlakukan semua negara baru pasca-Soviet dengan hormat dan akan terus bertindak seperti ini. Kami menghormati dan akan menghormati kedaulatan mereka, terbukti dengan bantuan yang kami berikan kepada Kazakhstan ketika menghadapi peristiwa tragis dan tantangan dalam hal kenegaraan dan integritasnya. Namun, Rusia tidak bisa merasa aman, berkembang, dan eksis saat menghadapi ancaman permanen dari wilayah Ukraina saat ini.
Izinkan saya mengingatkan Anda bahwa pada tahun 2000-2005 kami menggunakan militer kami untuk melawan teroris di Kaukasus dan membela integritas negara kami. Kami melestarikan Rusia. Pada tahun 2014, kami mendukung orang-orang Krimea dan Sevastopol. Pada 2015, kami menggunakan angkatan bersenjata kami untuk membuat perisai andal yang mencegah teroris dari Suriah menembus Rusia. Ini adalah masalah membela diri kita sendiri. Kami tidak punya pilihan lain.
Hal yang sama terjadi hari ini. Mereka tidak memberi kami pilihan lain untuk membela Rusia dan rakyat kami, selain yang terpaksa kami gunakan hari ini. Dalam keadaan seperti ini, kita harus mengambil tindakan tegas dan segera. Republik rakyat Donbass telah meminta bantuan Rusia.
Dalam konteks ini, sesuai dengan Pasal 51 (Bab VII) Piagam PBB, dengan izin Dewan Federasi Rusia, dan dalam pelaksanaan perjanjian persahabatan dan bantuan timbal balik dengan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk, diratifikasi oleh Majelis Federal pada 22 Februari, saya membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus.
Tujuan dari operasi ini adalah untuk melindungi orang-orang yang, selama delapan tahun sekarang, telah menghadapi penghinaan dan genosida yang dilakukan oleh rezim Kyiv.
Untuk tujuan ini, kami akan berusaha untuk demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina, serta mengadili mereka yang melakukan banyak kejahatan berdarah terhadap warga sipil, termasuk terhadap warga Federasi Rusia.
Bukan rencana kami untuk menduduki wilayah Ukraina. Kami tidak bermaksud memaksakan apa pun pada siapa pun dengan paksa. Pada saat yang sama, kita telah mendengar semakin banyak pernyataan yang datang dari Barat bahwa tidak perlu lagi mematuhi dokumen-dokumen yang menguraikan hasil Perang Dunia II, sebagaimana ditandatangani oleh rezim totaliter Soviet. Bagaimana kita bisa menanggapinya?
Hasil Perang Dunia II dan pengorbanan yang harus dilakukan orang-orang kita untuk mengalahkan Nazisme adalah suci. Hal ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dalam realitas yang muncul selama beberapa dekade pascaperang. Ini tidak berarti bahwa negara-negara tidak dapat menikmati hak untuk menentukan nasib sendiri, yang diabadikan dalam Pasal 1 Piagam PBB.
Biarkan saya mengingatkan Anda bahwa orang-orang yang tinggal di wilayah yang merupakan bagian dari Ukraina hari ini tidak ditanya bagaimana mereka ingin membangun kehidupan mereka ketika Uni Soviet didirikan atau setelah Perang Dunia II. Kebebasan memandu kebijakan kita, kebebasan untuk memilih secara mandiri masa depan kita dan masa depan anak-anak kita. Kami percaya bahwa semua orang yang tinggal di Ukraina saat ini, siapa pun yang ingin melakukan ini, harus dapat menikmati hak ini untuk membuat pilihan bebas.
Dalam konteks ini saya ingin berbicara kepada warga Ukraina. Pada tahun 2014, Rusia berkewajiban untuk melindungi orang-orang Krimea dan Sevastopol dari mereka yang Anda sendiri sebut “nat”. Orang-orang Krimea dan Sevastopol membuat pilihan mereka untuk mendukung tanah air bersejarah mereka, Rusia, dan kami mendukung pilihan mereka. Seperti yang saya katakan, kami tidak dapat bertindak sebaliknya.
Peristiwa saat ini tidak ada hubungannya dengan keinginan untuk melanggar kepentingan Ukraina dan rakyat Ukraina. Mereka terhubung dengan membela Rusia dari mereka yang telah menyandera Ukraina dan mencoba menggunakannya untuk melawan negara dan rakyat kita.
Saya tegaskan kembali: Kami bertindak untuk membela diri dari ancaman yang diciptakan untuk kami dan dari bahaya yang lebih buruk daripada yang terjadi sekarang. Saya meminta Anda, betapapun sulitnya ini, untuk memahami hal ini dan bekerja sama dengan kami untuk membalik halaman tragis ini sesegera mungkin dan untuk maju bersama, tanpa membiarkan siapa pun ikut campur dalam urusan dan hubungan kami, tetapi berkembang mereka secara mandiri, sehingga menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk mengatasi semua masalah ini dan untuk memperkuat kita dari dalam sebagai satu kesatuan, meskipun ada batas negara. Saya percaya ini, di masa depan kita bersama.
Saya juga ingin berbicara dengan personel militer angkatan bersenjata Ukraina.
Para Kamerad Sekalian,
Ayah, kakek, dan kakek buyut Anda tidak melawan penjajah Nazi dan tidak membela tanah air kita bersama untuk memungkinkan neo-Nazi hari ini merebut kekuasaan di Ukraina. Anda bersumpah setia kepada rakyat Ukraina dan bukan kepada junta, musuh rakyat yang menjarah Ukraina dan mempermalukan rakyat Ukraina.
Saya mendorong Anda untuk menolak melaksanakan perintah kriminal mereka. Saya mendorong Anda untuk segera meletakkan senjata dan pulang. Saya akan menjelaskan apa artinya ini: personel militer tentara Ukraina yang melakukan ini akan dapat dengan bebas meninggalkan zona permusuhan dan kembali ke keluarga mereka.
Saya ingin menekankan lagi bahwa semua tanggung jawab atas kemungkinan pertumpahan darah akan sepenuhnya dan sepenuhnya berada di tangan rezim Ukraina yang berkuasa.
Sekarang saya ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting bagi mereka yang mungkin tergoda untuk ikut campur dalam perkembangan ini dari luar. Tidak peduli siapa yang mencoba menghalangi kita atau lebih lagi menciptakan ancaman bagi negara kita dan rakyat kita, mereka harus tahu bahwa Rusia akan segera merespons, dan konsekuensinya akan seperti yang belum pernah Anda lihat sepanjang sejarah Anda. Tidak peduli bagaimana peristiwa itu berlangsung, kami siap. Semua keputusan yang diperlukan dalam hal ini telah diambil. Saya berharap kata-kata saya akan didengar.
Warga Rusia sekalian,
Budaya dan nilai-nilai, pengalaman dan tradisi nenek moyang kita selalu memberikan landasan yang kuat bagi kesejahteraan dan keberadaan seluruh negara bagian dan bangsa, keberhasilan dan kelangsungan hidup mereka. Tentu saja, ini secara langsung tergantung pada kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan perubahan yang konstan, menjaga kohesi sosial, dan kesiapan untuk mengkonsolidasikan dan mengumpulkan semua kekuatan yang ada untuk bergerak maju.
Kita harus selalu kuat, tetapi kekuatan ini dapat mengambil bentuk yang berbeda. “Kekaisaran kebohongan”, yang saya sebutkan di awal pidato saya, dalam kebijakannya terutama berasal dari kekuatan langsung yang kasar. Di sinilah pepatah kita tentang menjadi “semua otot dan tidak ada otak” berlaku.
ita semua tahu bahwa memiliki keadilan dan kebenaran di pihak kitalah yang membuat kita benar-benar kuat. Jika ini masalahnya, akan sulit untuk tidak setuju dengan fakta bahwa kekuatan dan kesiapan kita untuk bertarunglah yang merupakan landasan kemerdekaan dan kedaulatan dan memberikan fondasi yang diperlukan untuk membangun masa depan yang dapat diandalkan untuk rumah Anda, keluarga Anda, dan tanah airmu.
Rekan-rekan senegara yang terhormat,
Saya yakin bahwa tentara dan perwira angkatan bersenjata Rusia yang setia akan melakukan tugas mereka dengan profesionalisme dan keberanian. Saya yakin bahwa lembaga pemerintah di semua tingkatan dan spesialis akan bekerja secara efektif untuk menjamin stabilitas ekonomi, sistem keuangan, dan kesejahteraan sosial kita, dan hal yang sama berlaku untuk eksekutif perusahaan dan seluruh komunitas bisnis. Saya berharap semua partai parlemen dan masyarakat sipil mengambil posisi patriotik yang terkonsolidasi.
Pada akhirnya, masa depan Rusia ada di tangan orang-orang multi-etnisnya, seperti yang selalu terjadi dalam sejarah kita. Artinya, keputusan yang saya buat akan dieksekusi, bahwa kita akan mencapai tujuan yang telah kita tetapkan, dan menjamin keamanan tanah air kita dengan andal.
Saya percaya pada dukungan Anda dan kekuatan tak terkalahkan yang berakar pada cinta untuk tanah air kita.
Kadrun yang Dungu, Dukung Putin Olok Jokowi
Kadrun selalu berperilaku ganjil. Termasuk saat ini ketika Rusia sedang berperang melawan Ukraina. Perang sudah sekitar seminggu berlangsung. Tentu saja Ukraina babak belur. Lawannya negara raksasa, mantan induk ketika Rusia masih utuh sebagai Uni Soviet dulu.
Kasihan Ukraina, dibiarkan sendirian berperang. Amerika Serikat dan NATO sepertinya enggan nimbrung, membantu Ukraina. Soalnya negeri asal mantan pesepak bola kenamaan Andriy Shevchenko ini belum menjadi anggota NATO.
Maka perang ini ibarat "Daud melawan Goliat". Tapi pada versi ini Daud tampaknya tidak akan menang. Rusia yang memiliki persenjataan lengkap dan dapat saja melenyapkan Ukraina, sepertinya memang tidak punya setitik pun celah untuk dibidik Ukraina -- sebagai mana Daud bisa melayangkan batu ke kening Goliath yang tidak terlindungi topi perang, membuat manusia bertubuh raksasa itu tumbang.
Di tengah gempuran pasukannya, Presiden Rusia Vladimir Putin masih berkilah bahwa pihaknya tidak menyerang warga sipil, melainkan fasilitas-fasilitas vital yang bisa membuat Ukraina lumpuh, dan akhirnya bertekuk lutut.
Putin jelas ngibul. Ketika pasukannya menembakkan roket atau apa pun itu untuk menghancurkan fasilitas-fasilitas umum, apakah senjata-senjata itu bisa mengenali penduduk sipil atau bukan? Berita-berita menyebutkan ribuan korban berjatuhan.
Bahkan pasukan Chechnya pun ikut turun gelanggang membantu pasukan Rusia.
Ukraina benar-benar dikeroyok. Yang bisa menghentikan kesadisan ini hanya efektivitas sanksi internasional terhadap segala kepentingan Rusia. Jika masyarakat Rusia sudah mulai sengsara dan menjerit-jerit gara-gara embargo dan boikot internasional, maka si Putin akan menghentikan kegilaannya itu.
Bagaimanapun juga perang Rusia kontra Ukraina jelas suatu tragedi kemanusiaan. Tapi sikap sebagian masyarakat Indonesia yang diperlihatkian para kadrun sangat mengenaskan. Lewat komentar-komentar di medsos, kebanyakan masyarakat kita mendukung penuh Rusia, secara khusus Presiden Putin pujaan mereka.
Semenjak perang ini mulai meledak, puja-puji bertebaran ke Vladimir Putin sebagai sosok yang berani, tegas, dan tidak ragu-ragu menjaga kehormatan dan kedaulatan negaranya. Sejak beberapa waktu lalu, si Putin memang menjadi idola bagi banyak warga kita, terutama kaum kadrun.
Padahal kecenderungan mereka terhadap Putin sebenarnya hanya sebagai bentuk pelampiasan rasa benci terhadap Presiden Jokowi yang mereka olok-olok sebagai “planga-plongo” dan berbagai stigma yang nadanya merendahkan.
Memang dari berbagai segi, sosok Jokowi tidak bisa disamakan dengan Putin. Presiden negeri superpower ini dipandang memiliki segalanya untuk menjadi pemimpin sebuah negara yang tidak hanya luas, namun juga terkemuka secara militer.
Putin sebelum menjadi orang nomor satu di Rusia, adalah agen intelijen KGB, dinas rahasia di masa Uni Soviet. Dan sebagaimana umumnya orang yang lama berkutat di dunia intelijen dan dinas rahasia, pastilah berpembawaan licin dan licik. Makin komplit dengan Putin sebagai sosok yang sangat ambisius.
Putin menjabat perdana menteri Rusia pada 1999 di masa Presiden Boris Yeltsin. Di akhir tahun 1999, Boris Yeltsin mengundurkan diri, dan digantikan Putin sebagai pelaksana jabatan presiden (2000). Putin menjadi presiden (2000-2004), dan lanjut periode kedua (2004-2008). Setelah itu dia kembali menjadi perdana menteri (2008-2012). Lalu sejak 2012 kembali jadi presiden sampai 2018 -- hingga sekarang (2022).
Berdasarkan data-data di atas, maka tak salah bila ada yang menilai Putin sebagai sosok yang amat ambisus dalam mempertahankan kekuasaan. Kini, dalam usianya menjelang 70 tahun, tidak ada yang berani memprediksi apakah dia akan lengser jika masa jabatannya habis tahun ini? Atau jangan-jangan invasi ke Ukraina ini merupakan taktik atau akal-akalan Putin untuk bisa terpilih lagi?
Maka dengan segala gambaran di atas, adalah salah besar jika ada yang mencoba membandingkan Putin dengan Jokowi. Dan adalah suatu kedunguan yang tidak dapat diampuni jika banyak orang Indonesia justru merasa bangga dengan Putin, dan sebaliknya membenci presiden sendiri, Jokowi.
Merekalah para kadrun, yang merasa bangga dan terang-terangan memuja Vladimir Putin, dan juga Recep Tayyip Erdogan presiden Turki itu. Bodohnya para kadrun, mereka tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka apabila presiden kita memiliki karakter seperti Putin: ambisius, keras dan otoriter.
Bila Jokowi setegas dan segarang Putin, para kadrun sudah lama dilumat. Bahkan Fadli Zon yang sekarang ini selalu memuja-muja Putin, pasti habis tak berbekas. Zon dan yang lainnya itu dijamin tidak pernah ada. Di era Jokowi, semua orang bebas mengatakan apa saja, termasuk hal-hal yang sebenarnya dungu. Dan mereka aman dan nyaman.
Coba bayangkan apabila yang menjadi kepala negara kita itu Putin, mana mungkin para kadrun dan politisi kadrun bisa hidup di sini? Jangankan dengan pemimpin sekelas Vladimir Putin, dengan Soeharto saja kadrun tidak berani memunculkan wajah dungunya itu.
Maka sangat menggelikan ketika netizen kadrun bersorak-sorai mendukung dan memuja-muji Putin yang menginvasi tetangganya yang kecil dan lemah itu. Dasar kadrun yang sepertinya kehilangan akal sehat, yang sembari memuji dan menyanjung Putin setinggi awan, mereka mengolok-olok Jokowi.
Kadrun yang malang, yang gemar berdemo sambil teriak-teriak membela agama, namun perilaku dan tindakan mereka hanya mempermainkan agama, menista agama. Bukti terbaru adalah aksi demo di Kemenag pada Jumat 4 Maret 2022 lalu itu. Kadrun secara sah dan meyakinkan menista agama. Tetapi siapa yang akan mendemo mereka?
Kadrun berteriak-teriak garang ketika beredar wacana Jokowi tiga periode atau pemilu ditunda supaya pemerintahan Jokowi bisa diperpanjang beberapa tahun lagi. Sebaliknya mereka tidak tahu bahwa pujaan mereka, Putin sudah lebih dua puluh tahun berkuasa, bolak-balik sebagai perdana menteri – presiden. Dan tidak ada yang tahu, apakah invasi ini taktik dia untuk berkuasa lagi?
Kadrun yang malang, sudah bodoh, jatuh tertimpa TOA
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kadrun-yang-dungu-dukung-putin-olok-jokowi-ew0196GTpF
Putin yang Kini Dipuja, Besok Dicaci Maki
Kadrun itu, otak dan sarafnya sudah korslet. Maka pikiran, statemen dan tindakan mereka senantiasa ngaco bin ngawur. Keganjilan dan keabsurdan ini tampak nyata dalam menyikapi konflik antara Rusia dan Ukraina dewasa ini.
Perang sudah berlangsung seminggu dan belum ada tanda-tanda untuk selesai. Putin sebagai aggresor belum mendapatkan hasil dari ulahnya ini, yakni menggulingkan Presiden Volodymyr Zelensky, dan lalu mendudukkan penggantinya yang pro Rusia?
Kabar-kabar burung, Zelensky tidak disukai Putin karena dianggap pro Barat. Diduga, yang paling bikin gusar Putin karena Zelensky ingin bergabung dengan NATO. Jika ini terjadi bisa dianggap sebagai ancaman terhadap teritorial Rusia.
Hak Rusia untuk merasa terancam, tetapi hak Ukraina juga menentukan ke mana politik mereka berkiblat. Putin yang agaknya kurang kreatif dalam berpolitik justru memilih jalan pintas: pamer kekerasan fisik, mengirim pasukan dan senjata-senjata canggih memorakporandakan Ukraina.
Ini kebiasaan manusia barbar. Para pendukungnya di berbagai belahan bumi malah mendukung dan memuja Putin habis-habisan atas segala tindakan barbarnya terhadap Ukraina.
Kadrun di sini menganggap Zelensky itu binaan AS maka harus ditumpas dan dilengserkan? Lalu Putin sendiri binaan siapa kok tanpa risih memasuki wilayah negara lain yang berdaulat?
Putin bisa saja tidak suka terhadap Zelensky yang dianggap pro AS dan Barat. Namun cara yang dia tempuh supaya Zelensky tersingkir sungguh sangat primitif. Jika dia memang ingin menyingkirkan Zelensky mestinya gunakan politik tingkat tinggi dong, bukan dengan cara barbar mengirimkan ribuan pasukan ke rumah orang lain, dengan senjata-senjata modern pemusnah massal.
Putin sepertinya kurang kreatif bermain politik halus dan brilian semacam pemimpin-pemimpin dunia lain. Jika seorang pemimpin dunia tidak suka pada pemerintahan negara lain, bisa saja dia menumbuhkan oposisi di dalam negeri yang tujuannya menciptakan chaos dan terus-menerus mengganggu pemerintah agar jatuh.
Hal yang sama diyakini mengincar pemerintahan Jokowi, yang bisa saja tidak disukai banyak negara karena sikap politiknya yang protektif pada sumber daya dan kekayaan alam Indonesia. Jokowi melarang mengekspor sejumlah komoditi, dan ingin itu diolah di dalam negeri sendiri. Kebijakan ini tak ayal membuat banyak negara kelimpungan.
Di lain pihak, Jokowi sendiri tidak mudah digertak. Maka cara yang efektif untuk bisa terus menguras hasil bumi negeri ini adalah dengan menyingkirkan Jokowi dengan halus, sambil berharap dia digantikan oleh seseorang yang tidak memiliki pendirian, tidak mencintai Nusantara seutuhnya. Maka sosok semacam ini akan mudah disetir dan dikendalikan oleh orang-orang luar.
Dalam konteks ini banyak yang meyakini jika aksi-aksi demo yang kerap terjadi itu ditunggangi pihak luar yang kurang “sreg” dengan pemerintah Jokowi. Mereka memelihara dan meminjam tangan-tangan kotor para preman berjubah agama, serta politisi busuk dan korup, maupun ahli waris koruptor kakap. Tidak seperti Putin yang mengerahkan ribuan pasukan dan senjata canggih.
Penampakan sosok bule Jerman di Petamburan beberapa waktu lalu, dan menimbulkan heboh, kemungkinan besar tidak jauh dari skenario-skenario seperti itu. Sebab untuk apa mereka mendekat ke markas FPI yang selama ini dikenal sebagai spesialis demo untuk menggoyang pemerintah?
Namun syukurlah, pemerintah masih terlalu kuat untuk diperlakukan seperti itu. Karena mayoritas rakyat berada di belakangnya, mendukung dan membela. Maka aksi-aksi demo pun tidak lagi terlalu efektif. Tetapi bukan berarti mereka diam dan kalah. Upaya itu akan terus dicoba dengan berbagai cara.
Saat ini misalnya, kawanan kadrun sedang membidik Menteri Agama Gus Yaqut dengan tuduhan menista azan, menista agama. Aksi demo mulai dilakukan dengan harapan membesar dan menasional. Dan yang ingin mereka “ahokkan” bukan hanya Gus Yaqut, tetapi yang utama adalah Presiden Jokowi. Sebab itulah yang sesuai pesanan sponsor atau bohir.
Nah, cara-cara semacam inilah yang semestinya diterapkan oleh Vladimir Putin di Ukraina. Dia misalnya memelihara agen atau oposisi yang tujuannya menggoyang dan menggerogoti pemerintahan Zelensky lewat aksi-aksi demo.
Agaknya memang sulit, sebab di Ukraina tidak ada kadrun yang bisa dibego-begoi untuk demo seharian membela agama yang sedang dinista. Narasi bahwa Zelensky itu piaraan atau boneka AS atau Barat pun tentu tidak laku. Sebab jika memang rakyat Ukraina lebih senang berkiblat ke Barat, lalu Putin mau apa? Atau bila benar Zelensky itu piaraan atau binaan AS dan Barat, lalu Putin sendiri binaan siapa?
Sementara kadrun-kadrun yang setiap hari teriak-teriak di negeri ini agar terjadi chaos dan kerusuhan, mereka binaan siapa? Ketika mereka menginginkan Presiden Jokowi turun, lalu di pihak lain sangat memuja dan mengidolakan Vladimir Putin, apa yang mereka dapatkan dari sikap politik yang gila bin sinting ini?
Tapi kadrun memang makhluk aneh bin lucu karena tidak memiliki pendirian waras. Di sini mereka teriak-teriak anti-komunis, tetapi mengidolakan dan memuja pemimpin asing yang berhaluan komunis.
Saat ini kadrun memuja dan mengagumi Putin, mungkin karena beberapa waktu lalu presiden yang sudah berkuasa 20 tahun ini melontarkan statemen-statemen yang nadanya sejuk di telinga para kadrun.
Misalnya belum lama ini Putin mengecam oknum-oknum dan pihak yang dinilai menghina nabi lewat berbagai karikatur dll. Hal ini jelas membuat perasaan kadrun melambung ke angkasa raya dan memuji Putin setinggi langit ketujuh.
Tapi itu kemungkinan hanya sementara. Jika nanti Chechnya yang mayoritas muslim itu memberontak ingin melepaskan diri dari Rusia, pasti akan terjadi lagi pembantaian. Putin akan menjadi musuh nomor satu para kadrun, dan dianggap sebagai makhluk paling hina di muka bumi ini.
Maka kadrun jangan pernah mengidolakan dan memuja Putin dulu. Berpikir waras itu indah.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/putin-yang-kini-dipuja-besok-dicaci-maki-Cd5zCLeZYY
Zelensky, Si Anak Binaan “Uncle Sam”
Presiden Ukraina yang bernama lengkap Volodymyr Oleksandrovych Zelensky, pria kelahiran Kiev 25 Januari 1978 dari pasangan Yahudi Ukraina Oleksandr Zelensky dan Rymma Zelenska. Dia menjabat sebagai Presiden Ukraina sejak tahun 2019 setelah memenangkan pemilu melawan petahana Petro Poroshenko yang pada waktu itu kalah populer dari Zelensky dengan partai barunya yang bernama Servant Of People.
Sebelum menjadi seorang presiden, Zelensky merupakan seorang aktor komedi di Ukraina. Karir politiknya berawal ketika pada bulan Maret 2018 dia membuat partai politik bernama Servant Of People, dan kemudian pada Desember 2018 dia maju sebagai calon presiden pada pemilu Ukraina. Lawannya adalah seorang petahana pro Rusia bernama Petro Poroshenko.
Nama Servant Of People sendiri yang dipakai oleh Zelensky sebagai nama partai politiknya tersebut diambil dari sebuah serial televisi yang populer di Ukraina berjudul “Servant Of People”, dimana Zelensky sendiri menjadi bintang dalam serial tersebut yang berperan sebagai seorang guru sekolah yang pada akhirnya kemudian menjadi seorang presiden.
Karena faktor kepopulerannya tersebut itulah yang kemudian membawa Zelensky dapat duduk di tampuk pimpinan tertinggi Ukraina, menjadi seorang Presiden Ukraina dengan pengalaman karir politik yang sangat minim sekali.
Apa yang terjadi pada Zelensky di Ukraina, yang pada awalnya adalah seorang aktor, kemudian tiba-tiba dalam waktu yang sangat singkat bisa menjadi seorang presiden tentu sangat menarik untuk di telaah lebih dalam. Karena bagi saya pribadi, di dunia ini tidak ada yang kebetulan.
Zelensky pernah mengakui bahwa dirinya bukanlah seorang yang taat tentang masalah keyakinan, akan tetapi menurut Times Of Israel dia beberapa kali sempat merujuk terkait identitas Yahudinya, dan bahkan secara terbuka menyatakan solidaritasnya terhadap Israel.
Bukankah hal tersebut tidak masuk di akal sehat, di lain sisi dia berkoar-koar kesana kemari meminta bantuan Amerika, Uni Eropa dan NATO terkait pergerakan Rusia di Ukraina, sementara di sisi lain dia mendukung kelakuan biadab Israel yang secara terang-terangan selama kurang lebih 70 tahun melakukan kekerasan, kekejaman, pengusiran terhadap rakyat Palestina, dan bahkan Israel melakukan aneksasi terhadap wilayah Palestina, bukankah itu bentuk sesungguhnya dan nyata dari apa yang dinamakan dengan penjajahan?
Sama seperti apa yang dilakukan oleh Amerika terhadap negara-negara di Timur-Tengah, dengan alasan “bom nuklir”, Amerika dengan serta merta melakukan invasi terhadap negara-negara Timur-Tengah, bahkan yang paling kejam adalah Amerika telah menstigmatisasi Islam dengan berbagai stigma yang sangat tidak pantas. Dan pada akhirnya setelah para penguasa di Timur-Tengah tumbang satu persatu, maka sumber daya yang ada di negara-negara Timur-Tengah tersebut dikeruk habis-habisan.
Putin tentu tak mau negaranya di obrak-abrik oleh Amerika melalui tangan Zelensky seperti apa yang telah dilakukan oleh Amerika terhadap Palestina melalui tangan Israel. Maka dari itu, sejatinya Putin sedang menjaga kedaulatan dan nyawa rakyat Rusia dari ancaman Barat dan Uni Eropa yang nyata, bahkan bisa dikatakan Putin juga sedang berusaha menyelamatkan rakyat Ukraina dari cengkeraman dan bahaya akibat perbuatan dan kelakuan presidennya sendiri, yaitu Zelensky.
Menurut laporan berbagai sumber, tentara Rusia hanya menyerang pos-pos militer dan beberapa obyek vital pemerintah yang dimiliki oleh Ukraina, laporan-laporan tersebut juga menuliskan bahwa tentara-tentara Rusia tidak menyerang rakyat Ukraina, bahkan ada laporan yang mengatakan jika tentara Ukraina yang sudah menyerah ataupun tertangkap diperlakukan secara manusiawi.
Apa yang dilakukan oleh Vladimir Putin persis seperti sebuah pepatah yang berbunyi ”Pertahanan terbaik adalah dengan menyerang.”
Amerika dengan segala kecanggihan tekhnologi yang dimilikinya, yang membuatnya menjadi first world country, tetap saja hanyalah sebuah negara yang minim sumber daya alam. Amerika boleh-boleh saja menjatuhkan sanksi kepada Rusia, tapi toh pada dasarnya Amerika tak akan bisa bertahan lama jika pasokan energi dari Rusia ke Amerika dan Uni Eropa dihentikan oleh Putin sebagai balasan atas sanksi yang telah dijatuhkan kepadanya. Dan di sisi lain, Rusia masih bisa menjual energinya ke China dan ke negara-negara yang pro terhadap Rusia.
Jika hal tersebut terus terjadi, dan Putin benar-benar menghentikan pasokan energi ke Amerika dan Uni Eropa, maka Amerika dan Uni Eropa tak akan lagi menjadi negara dengan kelas first world country, mereka seketika akan turun kelas menjadi second world country. Hegemoni Barat dan Eropa akan luntuh lantak jika mereka tidak mendapat suplai energi yang mencukupi, tekhnologi-tekhnologi mutakhir yang mereka miliki tak akan bisa bekerja karena minimnya energi yang mereka miliki, setali tiga uang dengan situasi tersebut maka kondisi sosial politik di dalam negeri Amerika dan Uni Eropa akan sangat rapuh, dimana ancaman terbesar dari rapuhnya sosial politik di dalam negeri sebuah negara adalah kehancuran total, atau hilangnya nama Amerika dan Uni Eropa dari peta dunia.
Sumber Utama : https://seword.com/luar-negeri/zelensky-si-anak-binaan-uncle-sam-4PO5e2BvfF
Mau Bunuh Putin? Kirim Tuh Opa-opa The Expendables Itu Ke Rusia; Dijamin Putin Ngacir
Tulisan ini bukan glorifying perang dan memuji Vladimir Putin sampai sundul langit ketujuh, namun saya mengkritisi tindakan norak Amerika Serikat akibat ketidakmampuan mereka dalam kaitannya dengan perang Rusia-Ukraina.
Tak ada satupun pemimpin negara di dunia ini yang menginginkan terjadinya perang, kecuali karena terpaksa, yaitu persoalan kedaulatan negara. Seperti statement Putin, kedaulatan negara adalah sakral. Begitu pula konflik Israel-Palestina, semua itu terjadi karena kedaulatan negara.
Apapun alasannya tanpa perlu dijelaskan panjang kali lebar sampai jari keriting pun, yang namanya perang itu tentu saja akan menimbulkan dampak yang sangat mengerikan, baik itu korban jiwa, kerusakan infrastrutur, maupun keterpurukan ekonomi yang menimbulkan resesi ekonomi dalam skala global. Inflasi melonjak, termasuk gejolak sosial lainnya.
Namun jika kedaulatan negara terganggu dan dalam posisi terjepit seperti Israel dan Putin, apakah mereka harus diam saja? Jika kedaulatan Indonesia dilecehkan, apakah Presiden Jokowi hanya diam saja? Tentu saja tidak, bukan?
Saya pikir bukan hanya Putin saja yang akan bereaksi, semua kepala negara di dunia ini pasti akan bereaksi jika dalam posisi terjepit dan kedaulatan negaranya terancam.
Dulu saat debat capres pada Pilpres 2014 yang lalu, dalam satu sesi soal konflik Laut China Selatan yang disentil Prabowo Subianto, Jokowi mengatakan kalau sudah berurusan dengan kedaulatan bangsa, maka beliau akan bikin rame.
Saat kapal-kapal dari China masuk ke Kepulauan Natuna, Presiden Jokowi tidak tinggal diam saja. Demi mempertahankan kedaulatan negara dan harga diri bangsa, Presiden Jokowi pun sampai bawa kapal perang ke Natuna.
Tindakan Presiden Jokowi saat itu adalah simbol pecahnya perang jika China masih ngeyel mengobok-ngobok kedaulatan negara kita.
Kalau Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyikapi masalah dengan China yang merebut Laut China Selatan dari teritorial Filipina dengan mencak-mencak dan maki-maki China, maka Presiden Jokowi pakai cara yang lebih halus dan cerdas.
Presiden Duterte ini Vladimir Putin-nya Asia Tenggara. Presiden temperamen tinggi itu dulu ngamuk berat dan ancam China, ’talk or fight!’ (musyawarah atau perang!), akan tetapi Presiden Jokowi tidak perlu pakai banyak cingcong.
Dengan cara simbolis Presiden Jokowi langsung membawa kapal perang ke Natuna karena China mengklaim bahwa Natuna masuk dalam garis Laut China Selatan. Jadi kalau mau dibilang strategi perang Presiden Jokowi lebih cerdas dan elegan dibandingkan Vladimir Putin.
Negara kita saja yang kekuatan militer banyak yang sudah tua renta, tapi tidak gentar dengan negara lain sekaliber China yang merupakan negara super power itu, apalagi Rusia? Jadi jelas ya.
Kembali ke laptop. Baru-baru ini Senator senior Amerika Serikat, Lindsey Graham menyerukan untuk membunuh Presiden Vladimir Putin yang telah memerintahkan invasi Rusia ke Ukraina.
Dia kemudian mengulangi seruannya itu dalam serangkaian tweet untuk membunuh Putin agar konflik Ukraina segera berakhir. Disinilah letak kelemahan Amerika Serikat yang sesungguhnya.
Tak mampu menangani konflik Rusia-Ukraina, suruh orang bunuh Putin. Kalah perang sama Vietnam, bikin film propaganda Rambo dengan aksi tidak masuk akal Rambo seorang diri bertempur menghajar para tentara Vietkong sampai ngacir tunggang langgang dan tewas bergelimpangan bersimbah darah.
Para prajurit Vietkong pun ditampilkan tewas bergelimpangan dengan mata terbelalak dan mulut menganga dihajar hujan peluru dari senjata super berat yang ditenteng Rambo hanya dengan satu tangan saja. Asli koplak banget.
Itulah bentuk propaganda Amerika Serikat untuk mengobati rasa sakit hati dan rasa malu mereka yang tak terkira akibat kalah perang melawan Vietnam.
Namun sejago-jagonya Sylvester Stallone dalam film Rambo itu tetap tak mampu memutarbalikkan fakta sejarah bahwa negara super power Amerika Serikat itu kalah perang melawan Vietnam, negara kecil di Asia Tenggara yang banyak nyamuknya.
Sebelas dua belas dengan keinginan mereka yang menyerukan bunuh Vladimir Putin. Makanya saya bilang kirim saja opa-opa di The Expendables yang jago-jago itu. Usia sudah 70 tahun lebih, tapi hebatnya bisa lempar pisau dalam jarak puluhan meter dan tepat sasaran pula.
Usia sudah bau tanah, tapi hebatnya bisa menggempur sarang musuh dengan persenjataan berat dengan satu tangan saja. Ini yang namanya memungkiri takdir, lupa sama umur.
Para grandpa di The Expendables itu menggambarkan pola propaganda Amerika Serikat yang sesungguhnya, negara yang penuh dengan tipu daya. Sudah tua bangka bau tanah tapi masih tak rela jika mereka tidak diakui sangat hebat.
Tim koplak yang terdiri Sylvester Stallone dan Jason Statham and the gang itu cocok dikirim ke Rusia buat bunuh Putin. Dijamin Putin pasti ngacir terbirit-birit sampai terkencing-kencing di celana. Mungkin begitu.
Sumber Utama : https://seword.com/luar-negeri/mau-bunuh-putin-kirim-tuh-opa-opa-the-expendables-40HnJVaIE0
Sekali Lagi, Jokowi Itu Cerdas!
Banyak orang yang greget pada Presiden Jokowi dalam hal menyikapi kelompok kadal gurun. Dari kalangan pembaca Seword sendiri tak sedikit yang menyuarakan kekecewaan mereka atas sikap 'lembek' Jokowi terhadap pecandu agama Islam. Tuduhan Jokowi tidak tegas bisa dikatakan sebagai sebuah tuduhan yang standar. Ada banyak istilah brutal yang disematkan pada Presiden Jokowi untuk mengungkapkan ketidak tegasan sikapnya atas para pengacau negeri. Memang sangat mudah untuk dipahami atas kekesalan orang-orang ini melihat sekelompok orang yang menggunakan atribut agama Islam mengobok-obok Indonesia.
Setelah 8 tahun Jokowi menjadi Presiden, selama itu pula kepemimpinannya selalu dirongrong oleh kelompok pecandu agama Islam ini. Dan saya mulai memahami bahwa sebenarnya Presiden Jokowi juga segeram kita-kita pada mereka. Hanya bedanya, kita ini berada di luar arena, kita hanya penonton yang maksimal cuma bisa berkomentar dan menyoraki. Padahal selama 8 tahun itu Presiden Jokowi jelas tidak diam. Dia benar-benar bersabar dalam mengatur strategi untuk menggebuk mereka.
Jokowi sangat memahami bahwa pihak yang menjadi lawan ibarat kelompok hermaprodit, yang pada dasarnya akan selalu menjadi pihak yang diuntungkan jika dirinya bertindak pelan atau bertindak kasar. Jika dulu kita pernah mendengar kalau Jokowi menjalankan strategi politik "makan bubur panas", saya mencermati, kali ini strategi yang dilakukan Jokowi seperti melakukan strategi politik "mengayak pasir".
Apa itu strategi politik "mengayak pasir"? Mengayak adalah proses atau cara untuk memisahkan kerikil dan batu dari pasir yang halus. Coba perhatikan kondisi mereka, mulai dari dibubarkannya HTI, lalu FPI, dan bergulirnya kasus-kasus pidana atas tokoh-tokoh besar dua kelompok ini. Lalu yang tertinggal sekarang hanya sekelompok orang kecil seperti Slamet Ma'arif, Novel Bamukmin dan beberapa tokoh lain yang namanya saja tidak begitu terdengar. Mereka itulah pasir halus. Setelah batu kerikil dan batu besarnya sudah berhasil dipisahkan dari pasir halus, maka Jokowi menurunkan satu sosok yang dipandang tepat untuk menyapu pasir halus ini. Selama Jokowi mengayak memisahkan kerikil dan batu dari pasir halus, sosok ini sudah menjadi harapan bagi masyarakat sebagai sosok yang mampu menghalau pasir halus. Sosok ini adalah Yaqut Cholil Qoumas.
Pernakah kalian merasa senang atau bahkan merinding tak kala mendengar atau membaca berita bahwa GP Ansor menghalau kelompok FPI yang melakukan tindakan meresahkan? Saya pernah, sering malah. Selama ini kita memandang pemerintah ga becus mengurusi sepak terjang FPI, lalu kemudian NU dan GP ansor seakan muncul menjadi harapan. Apalagi kemudian kita tahu bahwa kelompok agamis ini nyata takut pada kelompok GP Ansor. Namun, sekeras-kerasnya GP Ansor bertindak, tetap saja mereka punya keterbatasan dalam menindak. Penunjukan Ketua Umum GP Ansor sebagai Menteri Agama, bagi saya, adalah sebuah langkah yang sudah direncanakan jauh hari oleh Presiden Jokowi. Bukan sebuah keputusan yang tiba-tiba, tetapi sebuah rencana yang sudah dicanangkan dan hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja.
Yaqut Cholil Qoumas, atau dikenal sebagai Gus Yaqut, putra dari K.H. Muhammad Cholil Bisri, salah satu pendiri PKB dan saudara dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Yahya Cholil Staquf. Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), siapa yang berani head to head dengan dia? Sejak dirinya resmi menjadi Menteri Agama, berbagai kontroversi mulai dilakukannya. Beberapa kontroversi itu misalnya :
Pernyataan bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama, termasuk kaum Syiah dan Ahmadiyah pun memiliki kedudukan yang sama dengan warga negara lain. Ia bahkan menyatakan bahwa, sebagai Menteri Agama, ia siap memfasilitasi dialog untuk menjembatani berbagai macam perbedaan
memberikan ucapan selamat Hari Raya Naw Ruz 178 EB bagi umat Baha'i yang dianggap sebagai salah satu aliran sesat di Indonesia. Namun, Kementerian Agama kemudian membuat pernyataan bahwa Baha'iyah merupakan sebuah Agama tersendiri dan tidak terikat pada suatu Agama apapun. Atas dasar hal tersebut, Menag Yaqut pun memberi ucapan Selamat Hari Raya Naw Ruz 178 EB.
usulan mengucapkan doa semua agama sebelum memulai rapat di Kementerian Agama. Yaqut meminta semua kegiatan Kemenag tidak hanya diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Quran melainkan semua agama yang diakui di Indonesia. Karena Kementerian Agama memayungi semua agama yang diakui di Indonesia yang mana hal ini harus ditunjukkan dalam acara-acara Kemenag.
Dan yang terbaru adalah tentang aturan penggunaan toa mesjid.
Para kadal gurun sendiri hanya bisa mengkritik dan protes tapi tak mampu membuat Pak Menteri Agama Yaqut mengubah atau membatalkan pernyataannya atau keputusannya. Mereka bahkan tak berhasil membuat Pak Menteri meminta maaf atas perkataannyanya!
Menghadapi kelompok seperti kadal gurun, ternyata seorang menteri agama berilmu agama saja tidak cukup, berlatar belakang militer pun tidak cukup, tua saja tidak cukup. Dalam kondisi Indonesia dirongrong kadal gurun, seorang menteri agama Indonesia harus memiliki nyali dan memiliki pasukan sendiri. Yaqut Cholil Qoumas, dari sisi ilmu agama Islam, dia sudah matang. Dari sisi keberanian, kita semua menjadi saksi hidup, dari sisi pasukan, Yaqut tak lagi memerlukan Polri atau TNI, turunkan saja pasukan GP Ansor....
Ketika kelompok kecanduan agama Islam dihadapi oleh polisi, apa yang tersimpulkan? Wah pemerintah represif! Ketika kelompok "aksi bela Islam" dihadapi TNI, apa yang tersirat? Hhmm... sudah mulai bergaya Soeharto, dikit-dikit pake tentara. Di persidangan pun, Hakim tunduk pada kelompok agamis ini. Tapi ketika kelompok candu agama Islam dihadapi oleh kelompok agama Islam lagi, apa kesimpulan kita? Sayangnya, Yaqut baru jadi menteri setelah banyak orang menjadi korban atas tuduhan penistaan agama. But still, beter late than never...
Semoga Menteri Agama Yaqut dapat menjadi sapu yang baik dalam membersihkan rumah Indonesia dari pasir-pasir halus yang mengganggu pernapasan kita. Kalau perlu Pak Manteri jadi vaccum cleaner saja, biar tuntas membersihkannya...
Catatan : Islam sebagai satu keyakinan, sedianya tidak perlu dibela. Islam sudah sangat kuat, oleh karenanya Islam diyakini oleh manusia. Jika Islam adalah keyakinan yang tidak memiliki pijakan dan dasar ajaran yang kuat, mustahil Islam menjadi sebuah keyakinan. Kelompok yang menyebut dirinya sebagai "Pembela Islam", tidak lain dan tidak bukan adalah kelompok yang sudah melemahkan Islam atau kelompok yang sudah merasa lebih kuat dari Islam sebagai keyakinan. Itu sebabnya, kelompok ini merasa perlu tampil untuk membela Islam. Berdalih "membela kebenaran" yang ada di dalam ajaran Islam pun tak bisa dipandang benar. Kebenaran atas ajaran agama Islam pun tak perlu diperjuangkan, karena kebenaran atas ajaran Islam sudah tercapai belasan abad lalu. Buktinya, hari ini hampir setengah dari penduduk dunia meyakini Islam sebagai agamanya.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/sekali-lagi-jokowi-itu-cerdas-k7o4uSPTzF
Bubarkan MUI Senantiasa Trending Itu Harapan Umat, Hanya Saja Bagaimana Sikap Pemerintah?
Sudah sering saya mendengar tentang tujuan berdirinya MUI, dan itu memang berdiri sejak era Soeharto, dan Soeharto sendiri bukanlah orang lugu yang tersenyum-senyum di depan anak kecil lalu dibiarkan berlalu begitu saja ketika ada pertanyaan kritis dan tajam. Dan apakah sudah terlihat jelas kinerja MUI selama ini? Dan apa saja yang MUI perbuat selama Soeharto berkuasa waktu itu? Dan apa saja sumbangsihnya buat negeri ini?
Serapat-rapatnya bau busuk itu ditutupi, toh pasti akan ketahuan juga, maka ketika memang MUI itu dididirikan untuk tujuan kekuasaan belaka saja atau untuk mendukung Soeharto agar bisa menguasai umat di negeri ini, maka akhirnya lambat laun pasti akan ketahuan juga.
Nah, akibat dari keteledoran dari salah satu petinggi MUI yang shalat dengan rukuk lebih dari sekali padahal bukan shalat gerhana, menjadi viral. Videonya kemana-mana jadi bahan tertawaan. Meskipun sudah minta maaf, tetap saja bau busuk itu kian tercium.
Dan akhirnya video lama dari Gus Mus yang sangat kritis terhadap MUI pun dimunculkan kembali, ini tentu saja sebuah gerakan spontan sebab selama ini memang MUI banyak diisi orang-orang yang gemar membuat kegaduhan, baik itu karena nyinyirin Jokowi atau pun menyikapi kejadian sosial di masyarakat terkait masalah-masalah keagamaan.
Masalah-masalah itu contohnya adalah soal penyerangan kelompok Ahmadiyah yang sangat brutal dan juga kejadian brutal lainnya atas nama agama yang kerap terjadi di negeri ini, semuanya itu seperti diacuhkan oleh MUI, kalau pun bereaksi justru sangat naif dan rancu dalam mengeluarkan statetment-statement.
Maka jika MUI ini isinya orang-orang yang sangat meragukan soal bidang agama, maka apakah pantas mengeluarkan fatwa dan menjadikannya sebagai landasan kebenaran? Sudah pasti ini sangat berbahaya jika lembaga seperti MUI ini hanya menjadi sarang para tukang nyinyir dan tukang demo, apalagi hanya sebagai kendaraan politik yang paling empuk dan sangat dibutuhkan oleh para Bohir.
Tagar #BubarkanMUI ini sebenarnya sudah berkali-kali digaungkan, hanya saja memang untuk membubarkan lembaga ini tidak semudah membuat tagarnya, meskipun sudah terlihat jelas asas yang tidak banyak bermanfaat di masyarakat, bahkan kabarnya MUI ini dapat anggaran juga dari pemerintah sehingga termasuk salah satu yang membebani negara, dan pasti tidak sedikit anggarannya itu.
Jika MUI ini dididirikan sesuai dengan keinginan politik kekuasaan Soeharto, maka anggaran yang dikucurkan Soeharto agar MUI bisa menjadi patnernya dalam mengontrol masyarakat atau umat, pastilah tidak sedikit. Namun, sekarang era-nya Jokowi, apakah pemerintahan Jokowi telah membuat MUI sedikit galau? Atau sangat galau? Sehingga tidak pernah ada yang menyenangkan bagi beberapa petinggi MUI mengenai Jokowi, contohnya si Anwar Abbas yang sering nyinyir ke Jokowi. Hilang Tengku Zul muncul Anwar Abbas.
Jika saja Jokowi tidak menggandeng Ma'ruf Amin, bisa jadi pemerintahan Jokowi malah semakin berat menerima serangan dengan mengatasnamakan agama ya? Dan mungkin saja dulu itu diharapkan agar Ma'ruf Amin bisa meredakan para kadrun yang sudah sangat mabuk kepayang soal agama, sehingga negara bisa adem-adem saja, tetapi ternyata, ada sosok lain yang terus bergantian menyerang atau menyinyiring pemerintahan Jokowi. Bahkan Kyai Ma'ruf seperti tak bisa apa-apa untuk meredakan para kadrun yang kian galau tersebut. Maka mungkin saja, Pak Yai itu banyak diam karena sudah tidak didengarkan oleh para Kadrun? Atau entahlah ada hal lain?
MUI seharusnya menjadi lembaga yang membuat cerdas umat sehingga kalau ada isu soal TOA, masih bisa bertabayyun dan tidak mudah menelan isu gorengan itu, atau tidak mudah digiring-giring menjadi tukang penghina.
MUI itu sebenarnya bisa membuat umat bagaimana memahami suatu agama tanpa menjadi pengabdi demo, atau cerdas beragama tanpa perlu mencari makan lewat demo-demo atas nama agama. Tapi sayangnya, MUI telah diisi oleh beberapa orang yang beres, misalnya ada yang ditangkap karena diduga keras ikut terlibat dalam kasus terorisme. Dan sekarang ada yang sholat di atas panggung mobil komando, ternyata telah memperlihatkan kebodohannya.
Jadi sangat benar sekali apa yang telah dikatakan oleh Gus Mus bahwa MUI ini lembaga akal-akalan Soeharto. Bahkan MUI ini tidak jelas makhluk apa. Maka bisa dipahami ketika di zaman Jokowi ini, sebagian besar petinggi MUI hanya doyan mencari kesalahan Jokowi, mungkin karena Jokowi ini memang tidak sama dengan Soeharto atau berseberangan ideologi atau pun kecenderungan. Yang satu ber-ideologi pembungkaman demi kekuasaan serta kekayaan hingga anak cucunya VS Ideologi memajukan negeri.
Maka, mari bertanya sekali lagi, apa sih manfaatnya MUI di negeri ini? Kalau soal halal kan sudah jelas mana makanan yang halal dan mana yang haram, masa sih lembaga terbesar seperti NU dan Muhammadiyah tidak punya wewenang untuk umatnya memberitahu bahwa produk-produk halal itu seperti ini itu. Jauh lebih baik memberikan keterangan jelas apa kandungan dari sebuah produk daripada memberikan label halal MUI pada suatu produk tersebut. Karena kalau sekedar label halal, sepatu sendal dan bahkan kulkas serta cat tembok pun bisa diberi label halal, bahkan makanan kaleng yang berbahan babi pun bisa diberi label halal kan? Padahal makananlah yang akan dikomsumsi ke dalam tubuh itu yang paling penting diketahui faktor halalnya atau haramnya.
Quote : Mending menghalalkan lawan jenis ya? Opss... hiha, awas didengar PKS, iri entar, trus akan nambah lagi, dari empat menjadi lima sampai delapan. Astaganagagana...
MUI memang lembaga yang sejak dahulu sudah penuh kejanggalan, maka karena itulah harapan umat benar-benar ingin sekali terwujud bahwa MUI benar-benar dibubarkan saja, unfaedah, malah bisa diisi oleh para kelompok radikal, anti pemerintahan Jokowi, tukang nyinyir, tukang kutu loncat, dan bisa jadi juga diisi oleh orang yang gemar Puncak sana, puncak kenikmatan duniawi sehingga itulah salah satu yang membuat MUI benar-benar aneh dan sangat janggal. Jadi tagar #BubarkanMUI akan terus bergema, karena memang sudah tidak diperlukan lembaga ini lagi. Bagaimana dengan antum-antum? Apakah setuju MUI dibubarkan saja? Ayo umat....mana suara antum...
Sumber Utama : https://seword.com/politik/bubarkan-mui-senantiasa-trending-itu-harapan-umat-7wOHUgYErA
Modyar! Kasusnya Tengah Diusut Penyidik, Siap-siap Sugi Nur Digarap Polisi Lagi
Ada peribahasa mengatakan, 'hanya keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali'.
Dan itu sangat wajar. Karena hewan ini terkenal dengan kebodohannya.
Sudah hewan bodoh pula. Kasihan. Hehehe
Tapi kalau manusia jatuh ke lubang yang sama dua kali, kura-kura bodoh juga atau bodoh benaran?
Ya lebih bodoh dari keledai.
Karena jelas, manusia diberi akal dan pikiran oleh Tuhan. Jadi kalau masih juga melakukan kesalahan yang sama, itu sama saja dengan otaknya tidak dipakai alias hanya dijadikan pajangan doang.
Lantas, apakah ada orang lebih bodoh dari keledai ini?
Ada. Namanya Sugi Nur Raharja.
Berikut kasus yang menjeratnya yang membuat dirinya masuk ke lubang yang sama dua kali tersebut,
Pertama, kala itu ia mengatakan Nahdlatul Ulama (NU) seperti bus yang sopirnya mabok, kondekturnya teler, serta kernetnya ugal-ugalan.
Tidak berhenti sampai di situ, Sugi Nur juga menuding, Nahdliyin adalah PKI, liberal dan sekuler.
Agak ngadrun memang si Gus Nur ini, masa PKI dan liberal disamakan.
Bukankah kedua paham itu bertentangan?
Ini ibarat mengatakan, Krisyanto (eks vokalis Jamrud) dan Vidi Aldiano bergabung dalam sebuh grup kasidah. Kan gak mungkin. Karena aliran keduanya saling bertolak belakang ferguso.
Nah, lantaran menuding NU tanpa bukti itulah atau mencemarkan nama baik Ormas keagamaan terbesar di Indonesia tersebut, Gus Nur dilaporkan ke polisi oleh Aliansi Santri Jember.
Buntut dari laporan tersebut, polisi mencyduk si Sugi ini di Malang, Jawa Timur pada Oktober 2020 lalu.
Hingga ia harus mendekam di penjara selama 10 bulan.
Yang jadi pertanyaan di sini, siapa sebenarnya si Gus Nur ini? Kok tanpa mikir panjang menghina organisasi Islam terbesar di dunia (NU)?
Ia bisa dibilang ulama digoreng dadakan tiga lima rebuan. Karena nyantri tidak pernah. Belajar agama gak jelas sama siapa. Apakah belajar dari YouTube dan Facebook? Tiba-tiba jadi penceramah agama.
Dan dipanggil Gus pula. Padahal bapaknya bukan Kyai yang dihormati. Tapi pemain debus.
Sugi Nur ini malah banyak menghabiskan waktunya sebagai pemain debus. Mengikuti jejak bapaknya.
Di samping itu, seperti yang pernah dikatakan oleh Denny Siregar bahwa dia adalah mantan penjual obat keliling serta sales pembalut.
Besar kemungkinan, Sugi Nur mendapatkan kemampuan berbicaranya itu dari pengalamannya berjualan obat keliling dan jadi sales pembalut tersebut.
Karena kalau tidak pandai ngomong, obat yang didagangkan sulit laku. Secara, kualitas dan khasiatnya kan belum teruji serta belum tentu juga dapat izin dari BPOM. Belum lagi harus bersaing dengan merk obat-obat terkenal seperti Pil Kita, Neurobion, Kalpanax, Dulcolax, dll.
Begiupun dengan jualan pembalut, kalau tidak pandai ngomong, sulit untuk dibeli orang. Apalagi kalau pembalut yang dijual Sugi Nur tersebut bukan pembalut biasa.
Hany saja, terlepas dari kasus dia, agak unik si Gus palsu ini. Masa laki-laki jualan pembalut?
Kayak gak ada barang lain saja yang bisa dijual.
Gak risih apa, ngomogin bagaimana cara memakai pembalut di hadapan para wanita?
-o0o-
Kedua, kasus yang berpotensi menjerat Sugi Nur berikutnya adalah mencampuradukkan azan dan gonggongan anjing.
Dan koplaknya lagi, Gus Nur menggonggong sambil azan tersebut diunggahnya di kanal YouTube.
Jadi ada dua hal yang bisa disematkan kepada orang ini. Bodoh kuadrat atau dia memang benar-benar mau melecehkan Islam. Karena jelas, pernyataannya tersebut yang sebenarnya membandingkan suara azan dengan suara anjing. Meskipun ia tidak sampai didemo oleh pasukan nasi bungkus, Kadrun.
Namun yang pasti, meskipun dia tidak diperkarakan oleh pasukan Monaslimin dan didemo seperti Menteri Agama Gus Yaqut, tetap saja ada yang melaporkannya ke polisi atau tepatnya ke Polda Sulsel. Pelapornya adalah Brigade Muslim Indonesia (BMI) atas dugaan melakukan ujaran kebencian dan melanggar UU ITE.
Sekarang laporan itu sudah diusut oleh penyidik Polda Sulsel.
Siap-siap digarap polisi lagi si Sugi Nur ini. Hehehe
Semoga dalam waktu dekat ia segera dipanggil dan dijadikan tersangka lagi. Amin.
Karena orang seperti dia memang sangat layak ditempatkan di penjara. Agar Indonesia ini aman.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/modyar-kasusnya-tengah-diusut-penyidik-siap-siap-2f0GQHCFkI
Re-post by Migo Berita / Rabu/09032022/10.46Wita/Bjm