» » » » 21 April itu Hari kartini BUKAN hari DEMO : KadRun itu Jelas adanya !!!

21 April itu Hari kartini BUKAN hari DEMO : KadRun itu Jelas adanya !!!

Penulis By on Senin, 18 April 2022 | No comments


Migo Berita - Banjarmasin -
KadRun itu Jelas adanya !!! Mungkin ada yang sudah bosa bacanya tentang istilah ini, namun istilah ini mesti tetap digaungkan agar kita mengetahui siapa sebenarnya musuh besar bangsa Indonesia. Dulu pendukung Prabowo disebut KAMPRET, kemudian pendukung Jokowidodo disebut CEBONG, namun seiring dengan bergabungnya "Paket Komplit", Prabowo dan Sandiaga Uno ke pemerintahan Jokowi dan menjadi Menteri maka istilah tersebutpun akhirnya menjadi 3 (Tiga) Persatuan Indonesia. Namun ketika hal tersebut terjadi, para PEMBENCI pemerintahan JOKOWIDODO hingga saat ini masih saja ada, dikarenakan mereka Tidak Rela Ormas Terlarang seperti HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dan FPI (Front Pembela Islam) Riziq Sihab serta para sakit hati lainnya yang menginginkan negara ini NKRI menjadi menjadi Negara KHILAFAH dan para cecunguk yang dulu berpesta pora nya para koruptor dan musuh negara terselubung seperti pembubaran PETRAL atau istilah kasarnya MAKELAR nya yang mengatur-atur harga minyak INDONESIA serta para PENJUAL AGAMA demi kekuasaan dan uang dan lainnya , mereka masih tidak RELA, mereka adalah sekumpulan TAKFIRI (Orang yang suka mengkafirkan orang lain dan tabiatnya selalu menganggap diri dan golongannya saja yang BENAR dan orang lain pasti SALAH) dan mereka sudah menyusup kesemua agama, semua bidang dan semuanya tercerahkan dengan sebutan KadRun (Kadal Gurun). WASPADALAH, kita Indonesia yang berBhineka Tunggal Ika / Berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yang dimana NKRI (Negara kesatuan Republik Indonesia) adalah pemerintah dan warganya sukanya RAMAH TAMAH dan bukan yang suka MARAH MARAH, apalagi sampai berperilaku anarkis ketika DEMO hingga seorang tua bernama ADE ARMANDO pun dikeroyok oleh orang-orang muda yang sudah tercuci otak oleh para KADRUN, karena mereka tidak bisa membantah OPINI dengan OPINI, TULISAN dengan TULISAN, lalu akhirnya mereka melakukan KEKERASAN. HAI BUNG, INI INDONESIA, INI NEGARA HUKUM, NKRI HARGA MATI , kalau kalian menginginkan RUSUH dan ANARKIS maka siap-siaplah untuk dipenjarakan selamanya, baik penjara dunia hingga penjara akherat.

Kadrun Hancurkan Indonesia Lewat Telkomsel

JAKARTA (Independensi.com) – Pegiat media sosial dan staf pengajar Universitas Indonesia, Jakarta, Ade Armando, menilai, apa upaya kaum radikal agama yang dikenal dengan sebutan kadal gurun alias kadrun, terus berupaya menghancurkan Indonesia berideologi Pancasila menjadi khilafah lewat Telekomunikasi Seluler (Telkomsel).

Pernyataan Ade Armando, mempertegas, pengakuan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama, K.H. Said Aqil Siradj, sebagian besar Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sekarang, seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN), Telekomunikasi (Telkom), Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), dikuasai kelompok Islam garis keras penganut paham wahabi/ikwanul muslim (berjenggot panjang, celana cingkrang, jidat gosong).

Menurut Said Aqil Siradj, semua perguruan tinggi negara di Indonesia, sekarang dikuasai kelompok Islam radikal (kecuali universitas bercirikhas non-Islam), melalui program tarbiyah. Karena itu, satu-satunya di Indonesia universitas yang tidak ada tarbiyahnya, adalah Universitas Nahdatul Ulama (UNU).

Dalam akun facebooknya, Minggu, 12 Juli 2020, dengan judul: “Jaringan Islam Radikal di Belakang Customer Service Telkomsel yang Menyebarkan Data Pribadi Denny Siregar”, Ade Armando, mengatakan, kasus Kasus penyebaran informasi pribadi Denny Siregar yang kemudian dimanfaatkan untuk menteror Denny dan keluarganya semakin menunjukkan bahwa ini bukan sekadar serangan personal.

Belakangan Polisi Republik Indonesia (Polri) berhasil meringkus karyawan kontrak Telkomsel di Surabaya bernama Febriansyah Puji Handoko atau @Brians_AFC –, mensuplai data pelanggan kepada akun @opposite6890 (atau @opposite6891) dan diketahui bernama lengkap Wahyu Budi Laksono, untuk selanjutnya disebar ke ruang publik di dunia maya.

Beritaislam.org, Rabu, 8 Juli 2020, menyebut, opposite dari pasokan data dari oknum kadrun di Telkomsel, ikut membocorkan data mantan Panglima Tentara Indonesia (TNI) Jenderal Purn Moeldoko yang sekarang sebagai Kepala Staf Presiden (KSP).

Tampak jelas, data pelanggan dibocorkan, adalah pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengan para kadal gurun, ini. Karena setelah itu, ada nama Permadi Arya alias Abu Janda, dimana selama ini dengan gaya parodi selalu menyebut kadal gurun berotak dengkul dan merusak citra Islam yang damai.

Data Moeldoko dibocorkan oknum kadrun di Telkomsel, pakai Nomor Induk Kependudukan (NIK) Herman Fauzi, kemudian menyebut Permadi Arya dengan nama keren Abu Janda, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Purn Abdullah Mahmud Hendropriyono dengan menyebut Diaz Hendropriyono (anak A.M. Hendropriyono).

A.M. Hendropriyono, pernah secara terbuka memperingatkan oknum umat Islam keturunan Arab, jangan jadi provokator di Indonesia.

Dampaknya sekarang, Telkomsel menjadi bulan-bulanan. Seword.com, Minggu, 12 Juli 2020, menyebut Telkomsel digugat pelanggan sebesar Rp16 triliun untuk gugatan immateriil dan Rp200 miliar gugatan materiil.

Ini sangat ironis, karena pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi secara tegas menyatakan, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya sumber.

Dalam annual report Telkomsel tahun 2019, tercatat revenue (pendapatan/laba) Telkomsel sebesar Rp91,1 triliun. Jadi gugatan di atas jika dikabulkan, akan mengambil sekitar 17,5% dari laba Telkomsel.

Ade Armando, memaparkan beberapa point di balik kadrun menguasai Telkomsel.  

Pertama, penyebaran informasi pribadi dan penteroran terhadap Denny terjadi segera setelah Denny menulis postingan yang mengeritik pengeksploitasian anak-anak santri untuk kepentingan politik sempit dan bahkan terorisme. Gara-gara tulisan itu, Denny sudah dipolisikan di Tasikmalaya.

Kedua, setelah Denny dipolisikan, di dunia maya menyebar informasi tentang Denny oleh akun @opposite6890 (atau @opposite6891) dan diketahui bernama lengkap Wahyu Budi Laksono. Akun tersebut membawa gambar Malcolm X. Yang disebarkan adalah data pribadi, data keluarga plus pola penggunaan smartphone Denny.

Ketiga, setelah penyebaran info terjadi, teror dimulai pada Denny, istri Denny dan anak-anak Denny.

Keempat, sejumlah kawan yang paham IT bisa mengidentifikasi bahwa data Denny yang menyebar itu berasal dari dalam Telkomsel.

Kelima, Denny memprotes Telkomsel. 

Keenam, protes Denny menyebar melalui media sosial dan media massa. Mulai ada seruan untuk memboikot Telkomsel. Telkomsel merespons.

“Pada awalnya hanya dengan menyatakan semua data pribadi pelanggan telkomsel terjaga kerahasiaannya. Kemudian sejumlah pihak dalam Telkomsel menghubungi Denny untuk menyatakan mereka menyelidiki mengapa kebocoran terjadi,” ujar Ade Armando.

Ketujuh, Polri mulai bergerak. Menkominfo juga menyatakan kepeduliannya. 

Kedelapan, Polri menahan orang yang diduga menjadi penyebar data pribadi Denny. Namanya Febriansyah Puji Handoko. Febri adalah karyawan outsourcing Customer Service Telkomsel.

“Dia mengaku membocorkan data pribadi Denny karena dia bersimpati pada akun @opposite6890 dan dia marah karena pernah dibully pendukung Denny,” tulis Ade Armando.

Kesembilan, dalam jejak digitalnya di medsos, Febri – dengan nama akun @Brians_AFC – berulangkali memaki-maki Nahdatul Ulama (NU), Banser dan membela Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ia pernah menyebut NU bangsat, Banser anjing.

Kesepuluh, kemudian diketahui bahwa pemilik akun @opposite6890 adalah Wahyu Budi laksono, yang kadang juga menggunakan nama Irsan A Rauf.

Kesebelas, Wahyu tidak tinggal di Indonesia. Dia berpindah-pindah di luar negeri. Dia memiliki nomor Thailand dan juga Jordania.

Kedua belas, petinggi dan aktivis Aksi 212 Haikal Hassan diketahui dan mengakui mengalirkan dana untuk anak Wahyu yang tinggal di Indonesia.

“Apa kesimpulan yang bisa ditarik dari data ini?” tanya Ade Armando.

“Pertama,” kata Ade Armando, “ini seharusnya bukan kerjaan Febri sendirian yang membocorkan data pelanggan hanya karena alasan sakit hati. Dia mengirimkan data kepada seorang aktivis teror virtual profesional yang berpindah-pindah tempat di luar negeri yang keluarganya dibiayai oleh Haikal Hassan.”

“Kedua, “ Tidak masuk di akal kalau seorang Customer Service outsourcing bisa dan berani mengakses data pribadi pelanggan dan mengirimkannya kepada seorang aktivis teror virtual profesional. Febri bukan lone wolf. Hampir pasti dia bekerja bersama di dalam Telkoimsel. Sangat mungkin dia memiliki atasan yang mengetahui dan melindunginya. Febri pasti tahu risiko pembocoran data pribadi.”

“Ketiga,” lanjut Ade Armando, “Hampir pasti Febri adalah bagian dari sebuah jaringan Islam radikal. Isi postingan medsosnya menunjukkan kebenciannya pada kelompok pluralis seperti Nahdatul Ulama dan Banser, serta sebaliknya dukungannya terhadap islam radikal seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bila benar, apa yang dilakukannya adalah bagian dari tindakan sistematis dan terencana.”

“Keempat, kasus ini kembali mengkonfirmasi dugaan dan tuduhan bahwa Telkomsel adalah salah satu lembaga yang disusupi atau bahkan dikuasai kaum radikal. Dengan kata lain, kemungkinan besar ada Febri-Febri lain baik di jajaran Customer Service, Staf, manajer atau bahkan Direksi Telkomsel yang setiap akan memanfaatkan posisinya untuk kepentingan Islam radikal.”

“Kelima,” tulis Ade Armando, “Keberadaan @opposite6890 ini dan keluarganya yang dibiayai Haikal Hassan mengkonfirmasi bahwa ini memang bagian dari gerakan lebih besar yang memperjuangkan Islam radikal dan berusaha menggerus pemerintahan Jokowi. Gerakan ini akan berusaha menghabisi aktivis-aktivis pro Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pemerintah Presiden Joko Widodo dengan segala cara.”

“Karena itu,” menurut Ade Armando, “pembongkaran kasus ini seharusnya tidak berhenti pada Febri. Ada kekuatan jauh lebih besar di belakang Febri. Mereka berniat menghancurkan Indonesia.”

Denny Siregar, dalam aku facebook-nya, Jumat, 10 Juli 2020, mengaku senang

ketika Polisi akhirnya bisa membekuk pelaku di dalam Telkomsel yang memasok data ke akun Opposite.

“Terimakasih atas gerak cepatnya, Polri. Ini lumayan melegakan, karena dengan begitu kita tahu bahwa memang ada “orang dalam” yang bermain di sana menjual data.

Hanya saya heran. Kok bisa ya pembobol itu pangkatnya cuman outsourcing doang?

Tertangkapnya si “outsourcing” itu menguatkan dugaan, bahwa ada kelemahan yang berbahaya di sistem data Telkomsel,” kata Denny Siregar.

Padahal sebelumnya, Telkomsel sudah mengelak bahwa sistem mereka sangat aman. Bahkan sudah mendapat sertifikasi ISO 27001 untuk keamanan informasi. Yang mengawasi badan independen dan profesional pula.

“Lah, kalau dgn sertifikasi International Organization for Standardization atau ISO itu yang bobol cuman sekelas outsourcing doang, bayangkan, betapa bahayanya semua sistem Telkomsel. Mengerikan. Kita semua terancam. Data kita bisa diakses ama coro-coro di perusahaan besar.”

“Telkomsel itu perusahaan multinasional, dengan aset ratusan triliun rupiah, tapi yang bobol data bahkan bukan “orang penting” di sana. Apakah ini permainan? Pengalihan? Atau hanya mencari kambing hitam??” tanya Denny Siregar.

“Karena itu, sesudah clear bahwa ada masalah di sistem internal Telkomsel, saya mau menaikkan level permainan. Saya ingin menggugat Telkomsel. Gugatan ini sangat penting, supaya Telkomsel tidak bisa sembarangan dengan data 160 juta pelanggannya.”

“Saya sudah menjadi korban. Rumah saya sudah diteror oleh bermacam-macam orang.

Jangan sampai, keluarga anda juga yang menjadi korban. Sudah cukup. Telkomsel harus bertanggung jawab dengan ini semua. Jangan cuman bisa ngeles atau diam saja.

Gugat Telkomsel!” tegas Denny Siregar.

Sejarah awalnya Telkomsel itu dibentuk oleh pemerintah Soeharto dalam rangka memanfaatkan peluang bisnis selular berbasis Global System for Mobile Communication (GSM). Itu tahun 1995.

Pemegang sahamnya adalah PT Telkom dan PT Indosat. Mengapa Presiden Soeharto tidak menyuruh Telkom atau Indosat mendirikan bisnis selular? Karena waktu itu Badan Usaha Milik Negra (BUMN) berdiri atas dasar agent of development.

Telkom bertugas hanya penyedia jaringan tulang punggung Telekomunikasi nasional dan jaringan kabel ke rumah rumah. Sementara Indosat bertugas khusus penyedia jaraingan satelit untuk komunikasi.

Itu grand strategy pak Harto dan itu tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Di samping itu juga ada operator selular yaitu Satelindo, yang berbasis Advanced Mobile Phone Service (AMPS). Di Satelindo ini swasta dan Telkom patungan.

Tahun 2001, Indosat dan Telkom pecah kongsi di Telkomsel. Kedua perusahaan sepakat menukar saham dengan anak usaha masing-masing. Caranya? Telkom beli 35% Saham Indosat di Telkomsel senilai US$945 juta.

Pada waktu bersamaan, Indosat beli 22,5% saham PT. Telkom di Satelindo senilai US$186 juta. Sebesar 37,66 persen saham PT Telkom di PT Lintasarta senilai US$38 juta dan pengalihan hak dan kewajiban PT Telkom di Unit Kerjasama Operasional (KSO) Divre IV Jateng/DIY kepada PT Indosat senilai US$375 juta. Kekurangan bayar 35 % saham indosat di Telkomsel, dibayar tunai.

Walau Telkom sudah kuasai 35% saham Indosat di Telkomsel, namun masih ada saham pihak lain , yaitu Setiawan Djodi melalui PT Setdco Megacell Asia sebesar 5% dan Netherlands melalui Koperasi Pegawai Negeri (KPN), sebesar 17,3%. Keduanya didekati oleh Singtel. Akhirnya mereka melego saham Telkomsel itu ke Singtel.

Sehingga posisi pemegang saham hanya ada PT. Telkom dan Singtel. Itu tahun 2001. Kemudian, Singtel terus berambisi untuk membeli saham Telkom yang ada di Telkomsel. Pada tahun 2003, Telkom bersedia melepas 12,7% dengan nilai US$427 juta. Maka komposisi saham jadi berubah. Telkom sebesar 65% dan Indosat 35%.

Berlalunya waktu, tekhologi fixed line menurun. Karena orang beralih ke selular. Erupsi tekhnologi selular sangat significant memenggal pendapatan PT. Telkom. Pendapatan Telkom dari tahun ketahun terus menurun. Anehnya tidak ada upaya Telkom untuk kick out Singtel dari Telkomsel.

Terbukti kini 70% pendapatan PT. Telkom berasal dari Deviden atas saham di Telkomsel. Artinya sebagian besar gaji karyawan Telkom yang ribuan itu dibayar oleh penghasilan dari Telkomsel.

“Aksi korporat Telkom, itu memang strategis. Dengan syarat kalau itu dilakukan 10 tahun lalu. Kalau sekarang, jelas engga mudah. Pasti mahal sekali. Dan lagi Telkom engga ada duit untuk bayar. Mau tarik utang juga susah. Karena bisnis Telkom itu sudah masuk sunset, “ ujar Erizely Bandaro, pegiat media sosial

Menurut Erizely Bandaro, jantung bisnis selular itu ada pada frekwensi telekomunikasi. Sesuai ketentuan, frekuensi telekomunikasi adalah asset negara yang tidak bisa dijual. Jadi operator telekomunikasi seperti Indosat, Telkomsel dan lainnya hanya memegang konsesi bisnis atas frekuensi itu.

“Kapanpun konsesi frekuensi itu dapat dicabut apabila melanggar UU dan aturan yang ada. Contoh pemerintah membuat aturan rinci tentang pemanfaatan frekuensi itu. Apa saja aplikasi bisnis jaringan yang bisa dijalankan, termasuk Tekhnlogi apa saja yang dipakai. Setiap rencana bisnis harus sesuai dengan izin yang negara berikan.”

Dikatakan Erizely Bandaro, dari penggunaan frekuensi itu, Telkomsel harus bayar bagi hasil kepada negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kalau untung, mereka juga harus bayar pajak penghasilan.

Pembelian perangkat infrastruktur dikenakan pajak belanja negara, pajak barang mewah, pajak penjualan. Karyawan termasuk asing dan pemegang saham masih dikenakan pajak Upah dan pajak deviden.

“Bagaimanapun soal bocornya data ini, harus jadi perhatian pemerintah agar segera elektronik Kartu Tanda Penduduk, menjadi database online, yang teritegrasi untuk beragam aplikasi termasuk registrasi telp selular. Jadi negara menjadi satu satunya penjamin keamanan dan pemilik hak atas data privat. Engga lagi data itu tersebar diberbagai institusi dan perusahaan,” kata Erizely Bandaro.(Aju)

Sumber Utama : https://independensi.com/2020/07/13/kadrun-hancurkan-indonesia-lewat-telkomsel/

Karna Wijaya, Dosen Kadrun akan Diperiksa UGM Senin Besok, Semoga Dipecat

Kasus dikeroyoknya pegiat Medsos Ade Armando oleh sekelompok Kadrun saat demo 11 April di depan gedung DPR ternyata masih meninggalkan banyak cerita.

Seperti pelaku pengeroyokan tersebut satu-persatu ditangkapi oleh polisi.

Kemudian, ada juga Kadrun yang tidak terlibat melakukan pemukulan tapi ditangkap polisi juga yakni Arif Pardiani.

Ia diketahui menyebarkan hoax Ade Armando meninggal dunia dan pendemo ditembaki polisi.

Setelah ditelusuri ternyata si Arif Pardiani ini adalah pendukung Prabowo di Pilpres 2019 lalu dan pendukung Anies di Pilkada DKI 2017.

Nah, yang turut menjadi viral juga adalah kelakuan seorang dosen UGM bernama Karna Wijaya.

Si dosen Fakultas MIPA UGM ini termasuk salah seorang yang paling girang mendengar kabar Ade Armando digebukin.

Seperti tanpa bersalah ia mengejek pendukung Jokowi itu melalui akun Facebooknya 'Karna Wijaya'.

"Yang nemu celananya, jangan lupa dikembalikan ya, mau dipakai ngajar" ujarnya dengan nada riang gembira.

Tidak hanya itu, ia juga membagikan foto kolase Ade Armando beserta rekannya sesama pendukung jokowi. Seperti Eko Kuntadhi, Permadi Arya, Denny Siregar, Husin Shihab, Guntur Romli, hingga Teddy Gusnaidi.

Di bagian wajah Ade Armando terlihat diberi tanda silang.

Serta foto itu diberi keterangan "satu persatu dicicil masa" oleh Karna Wijaya.

Tidak lupa pula ia beri emoji ketawa ngakak di akhir keterangan yang dia buat tersebut.

Maksud dari unggahan karma Wijaya ini tentu tidak lain tidak bukan, setelah Ade Armando digebukin, dia berharap orang-orang yang ada difoto itu mengalami hal yang sama.

Selain itu, ada juga postingannya yang lain yakni dia mau menyembelih orang.

Dasar dosen jahat. Lebih jahat dari Joker yang dipecat dari menteri.

Eh, ketika melihat laman Facebook istrinya Titik Nurchasanah, ternyata mereka sebelas dua belas alias sama ngadrunnya.

Seperti yang terlihat di postingannya berikut ini,

"Kita dukung demo berikutnya. Semoga sukses nangkep tikus lagi, eh babi"

Yang itu artinya ia menyamakan Ade Armando dengan babi.

Ngeri.

Ternyata, sekejam-kejamnya ibu tiri, ada yang lebih kejam lagi yakni ibu yang kerasukan virus Kadrun. Karena masih sempat-sempatnya ngatain orang yang lagi teraniaya dengan sebutan babi.

Hati-hati lho, doa orang teraniaya itu dikabulkan Tuhan.

Gak kebayang, di balik megahnya kampus UGM yang alumniya sudah ada yang jadi presiden (Jokowi), serta banyak juga alumninya yang saat ini jadi menteri (Mahfud MD, Airlangga Hartarto, Muhadjir Effendy, Retno Marsudi, Budi Karya Sumadi, Basuki Hadimuljono dan Pratikno) ternyata ada Kadrun bersembunyi.

Penulis kira selama ini Kadrun itu hanya ada di Petamburan saja.

Ternyata ada di mana-mana.

Bahkan, di lahan milik Sentul City juga ada yakni Rocky Gerung, yang menurut Hasan Nasbi, hujjatul islam umat 212.

Jadi untuk para pendukung jokowi yang sudah dikenal publik harap berhati-hati sekarang. Karena orang yang tidak menyukai kalian ada banyak dan ada di mana-mana.

Kembali ke Karna Wijaya tadi, ia pun harus menerima akibat dari perbuatannya tidak berakhlak yang dia lakukan terhadap Ade Armando.

Pertama, rekam jejaknya yang selama ini tersembunyi dibuka ke publik oleh netizen.

"Orang ini memang pandai menyembunyikan masa lalu. Jejak intoleransi dalam dirinya dimulai ketika dia mahasiswa. Ada seorang mentor bernama Syahirul Alim. Pentolan DI/NII yang di zaman Orba sudah berpangkat Amir," cuit pemilik akun Twitter @gadisresidu_b3

"Syahirul Alim pada 1983 adalah dosen Kimia F-MIPA UGM. Orang yang mengangkatnya sebagai Amir bernama Abdullah Sungkar, pengurus al-Irsyad Solo. Rekan Abu Bakar Ba’asyir. Seorang Wahabi yang dianggap sebagai mentor dari banyak radikalis di tanah air," lanjutnya lagi

Jadi fiks, si Karna Wijaya ini adalah Wahabi tulen yang secara tidak langsung berafiliasi dengan teroris Abu Bakar Baasyir.

Sangat wajar bila kemudian kelakuannya kelihatan sadis begitu.

Kedua, Karna Wijaya juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut kepada kampus tempatnya mengajar, UGM.

UGM akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran etika yang dia lakukan.

Karna akan diperiksa pada Senin 18 April 2022.

"Kami ingin menginformasikan bahwa UGM memiliki Dewan Kehormatan Universitas yang akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran etika," ujar Kabag Humas UGM Dina W Kariodimedjo.

"UGM juga senantiasa mengingatkan kepada seluruh warganya untuk berperilaku sesuai dengan jati diri UGM dan menjunjung tinggi etika, termasuk dalam penggunaan media sosial," lanjutnya lagi.

Sepertinya malam ini gak tidur si Karna ini. Memikirkan sanksi apa yang bakal dia terima nantinya.

Mudah-mudahan sanksi yang berat sih. Atau minimal dipecat.

Karna Wijaya, Dosen Kadrun akan Diperiksa UGM Senin Besok, Semoga Dipecat

Sumber Utama : https://seword.com/umum/karna-wijaya-dosen-kadrun-akan-diperiksa-ugm-niJk3zKQ7q

Prof Karna Wijaya, Dosen UGM yang Ga Beradab Tapi Mahasiswanya Diem Aja

Sampai sekarang, masih banyak orang yang meremehkan sosial media. Menganggapnya bukan suara ril masyarakat, atau bahkan dinilai tidak berdampak.

Tapi di sisi lain, banyak juga orang yang bermasalah gara-gara sosial media. Seperti istri-istri TNI yang sembarangan berkomentar di facebook, malah berujung pemecatan terhadap suaminya. Seorang suami yang bisa jadi tak tahu apa-apa tentang kegiatan istrinya di sosmed, jadi ikut kena sanksi sosial dan pemecatan dari atasannya.

Cuma hebatnya, beberapa keluarga TNI yang ketahuan nyinyir terhadap Wiranto yang tertusuk pisau teroris, berani mengakui dan minta maaf. Sang suami sebagai prajurit TNI pun tak mau berkomentar apa-apa di publik. Tunduk dan terima pemecatan ataupun hukuman dari pimpinan.

Lalu sekarang ada cerita seorang profesor di universitas ternama di Indonesia, UGM, ketahuan ‘merayakan’ kasus yang menimpa Ade Armando. Bahkan memberi peringatan dan ancaman kepada yang sekelompok dengan Ade Armando.

Dia kemudian dipanggil pihak UGM untuk diminta klarifikasi. Namun di media, Profesor Karna Wijaya ini mengklaim bahwa semua postingannya hanya bercanda. Dia kemudian meminta maaf bukan karena postingannya yang dianggap salah, tapi minta maaf karena membuat keributan di publik.

Dari semua postingan Karna Wijaya, jelas dia menggunakan kata: sembelih, dicicil mahasiswa, kalau ada yang nemu kolornya Ade dan masih banyak lagi.

Semua kata dan kalimat yang dipilih bagi saya mustahil untuk dianggap sebagai becanda. Kalaupun becanda, masa lebih dari 5 postingan atau komentar? Selain itu, untuk kasus pengeroyokan apa pantas dijadikan becandaan?

Pembelaan profesor Karna Wijaya ini jelas tak bisa diterima oleh siapapun. Maka kalau UGM setelah ini tidak memberikan hukuman, maka UGM telah mempertaruhkan nama baiknya. Dan bisa jadi satu kampus akan dicap sama seperti Prof Karna Wijaya, yang minim empati terhadap sesama manusia, tak punya etika.

Bagaimanapun UGM punya pilihan. Apapun pilihannya, akan menentukan nama baiknya sendiri. Dan itu terserah mereka saja.

Tapi yang menarik perhatian dan pikiran saya justru bukan soal apakah profesor Karna Wijaya akan dihukum atau tidak, melainkan dampak atau kualitas mahasiswa yang dihasilkan. Kira-kira pendidikan karakter apa yang diserap oleh mahasiswa dari dosen seperti Karna Wijaya?

Lebih dari itu, apakah jangan-jangan dosen di Indonesia yang punya pemikiran sama, bukan cuma Karna Wijaya? Yang sama-sama menertawakan dan mensyukuri, tapi kemudian menahan diri di sosial media. Merinding kalau membayangkan kualitas pengajar dan dosen di negara kita sudah seburuk itu. Karena UGM ini kan kampus yang bagus. Kalau di UGM saja ada yang model prof karna wijaya, bagaimana dengan kampus-kampus lain? jangan-jangan malah lebih parah.

Tapi kalau melihat cara ngeles prof Karna Wijaya, yang mengklaim dirinya becanda, itu jelas membuktikan dia memang tak merasa bersalah dengan pernyataannya. Sehingga kalau mahasiswanya nanti suka ngeles, ga punya empati, ya sama lah seperti dosennya.

Apapun itu, saya ucapkan terima kasih kepada Karna Wijaya karena telah berani bersuara dan klarifikasi. Setidaknya sekarang kita jadi tahu bahwa akun tersebut memang akun dia, tidak sedang dihack, ditulis oleh dia sendiri.

Sehingga kita bisa dengan jelas menilai, terkonfirmasi bahwa salah satu profesor UGM sikapnya seburuk itu, dan masih ngeles pula.

Mahasiswa mestinya bisa kritis terhadap kasus seperti ini. Kalau kalian berani demo pada Presiden, masa sama dosen ga berani? Sama polisi berani sikut-sikutan, masa sama dosen seperti Karna Wijaya malah nunduk dan patuh saja? yakin kalian mau diajari sama profesor dengan mental sebobrok itu?

Di mana idealisme dan keberanian mahasiswa yang sering kalian pertontonkan? Atau jangan-jangan kalian punya pandangan sama seperti Karna Wijaya? Menertawakan kasus Ade Armando? Semoga ngga ya.

Tapi sekali lagi, itu pilihan. Pilihan mahasiswa, pilihan UGM. Kalau mau membiarkan, tetap menampung, atau pura-pura diam dengan sikap buruk Karna Wijaya, mungkin ke depan kalian tak perlu sok-soan mengoreksi pemerintah. Karena untuk ngurusi dosen kalian sendiri pun kalian ga berani, ga mampu.
Prof Karna Wijaya, Dosen UGM yang Ga Beradab Tapi Mahasiswanya Diem Aja

Sumber Utama : https://seword.com/umum/prof-karna-wijaya-dosen-ugm-yang-ga-beradab-tapi-1fBRqpCAAQ 

“Candaan” Level Profesor Emang Beda, Sembelih, Bedil Itumah Biasa

Bukti bahwa kadrun para intoleran, pengasong Kilafah sudah menguasai dunia pendidikan terutama Pendidikan Tinggi, terbukti sudah. Walaupun secara kasat mata sudah terlihat dimana-mana bahwa mereka itu berafiliasi intoleran dan radikal, tapi memang masih jarang terekspos. Baru setelah ada peristiwa seperti kemarin seorang Dosen yang juga aktivis demokrasi Ade Armando di keroyok secara biadab oleh orang yang ngakunya beragama, barulah kita bisa melihat bukti-bukti atau jejak digital orang-orang yang ternyata mendukung kebrutalan gerombolan atau kelompok itu, yang mereka tinggalkan, dan tentu saja, netijen Indonesia memang gercep dan selalu waspada terhadap para kadrun bertopeng agama itu. Semua jejak digital terekam sudah, tinggal diblow up dan jreng beritanya sudah tersebar kemana-mana. Akhirnya kita bisa melihat siapa mereka sesungguhnya, siapa teman kita sesungguhnya, apakah mereka beriman dan beragama dengan benar? Kalau ada orang yang senang dan justru mendukung orang yang melakukan kebrutalan atas nama apapun tentu saja kita bisa pertanyakan orang itu. Kalau kita lihat orang tertabrak mobil dan bercucuran darah karena terluka, apakah kita akan tertawa dan mengolok-olok korban itu? Akankah korban itu akan kita jadikan bahan candaan, olok-olok? Nah itu yang terjadi sekarang, bahkan konon seorang yang bergelar professor yang melakukan itu, bukti digital Profesor itu dan istrinya menunjukan ideology yang mereka anut, yang tidak bisa memisahkan agama dan politik. Bayangkan seorang yang mempunyai pendidikan diatas rata- rata penduduk Indonesia itu, mempunyai pola pikir yang seperti itu, ngeri sekali bukan, baginya, boleh saja orang digebukin atau dipukulin asal membela kelompoknya, ini sama saja seperti framing Refli Haron dan si pelawak wanna be padahal gak lucu si Panji itu, yang mengatakan bahwa itu bisa terjadi kalua rakyat kecewa sama apparat. Jadi kalua rakyat kecewa sama aparat boleh melakukan tindakan kriminal ? Atau kalua kita mainkan logikanya si Refli bahwa semua orang punya hak melakukan itu maka hancurlah tatanan atau system yang ada ini. Apapun namanya, hukum dibuat untuk melindungi hak-hak manusia, agar tidak ada main hakim sendiri. Apakah mereka mau kembali ke jama barbar ? Dimana hukum rimba berlaku?

Yah inilah potret dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan tinggi, dimana seperti sudah diduga bahwa kejadian ini hanya merupakan puncak gunung es saja, nun dibawah sana kita masih bisa melihat bahwa faham radikal ini bebas disebarkan oleh kelompok radikal dan terlarang itu. Apakah pihak kampus tidak melihatnya? Pasti mereka melihatnya, tapi dengan selubung agama siapa yang berani mencegahnya? Bisa-bisa dianggap kafir dan dicap sesat oleh para pendukung ormas radikal itu, yang terkenal nyaring dan militant itu.

Gerakan gunakan akal sehat yang digagas Ade Armando, rupanya akan menghadapi gelombang yang besar, karena apa? Ya jelas karena dalam kenyataannya, banyak para pendidik, mulai dari Guru TK sampai Dosen sudah masuk dalam jeratan kaum radikal itu. Pantas saja sesame dosen pun mereka tidak ada yang membela Ade Armando. Memang UGM tempat kampus dimana professor yang lagi viral itu melakukan tindakan dengan memanggil dan melakukan klarifikasi, namun seperti yang kita duga, itu hanyalah bersifat formalitas saja dan reaktif untuk meresponse gejolak yang timbul dalam masyrakat saja. Tidak ada tindakan tegas oleh UGM, apakah UGM sudah dalam pengaruh ormas terlarang pengasong kilafah? Tidak tahu juga. Tanggapan yang beredar dari si profesore setelah dipanggil oleh Rektor UGM, seperti sudah kita duga juga, ya seperti biasa, playing victim, merasa tidak bersalah dan malah bilang apa yang dilakukannya hanyalah bercanda saja. Dia lupa bahwa hidupnya dibiayai oleh negara, bahkan mungkin saja ia disekolahkan oleh negara, bahkan disinyalir istrinyapun sudah terpapar faham radikal ini, karena banyak berseliweran jejak digital suami istri ini di group-group wa. Yang kita harapkan dari pemerintah adalah langkah nyata untuk mengungkap fenomena gunung es radikalisme di dunia pendidikan ini, masa depan anak cucu kita dan masa depan bangsa ini dipertaruhkan, kita tidak rela bangsa ini menjadi Indonistan, hilangnya budaya lokal, hilangnya Pancasila dan Bhineka tunggal ika. Masalah nyawa manusia bukan bahan bercandaan.

“Candaan” Level Profesor Emang Beda, Sembelih, Bedil Itumah Biasa

Sumber Utama : https://seword.com/umum/candaan-level-profesor-emang-beda-sembelih-sSYrAcLwAs

Menerka Peluang Duet Pasangan Anies Baswedan – AHY

Pemilihan Umum (Pemilu) semakin dekat tinggal dua tahunan lagi. Partai politik dan beberapa tokoh sudah melakukan manuver politik demi memuluskan jalan menuju kesuksesan politiknya.

Beberapa elit partai tertentu sudah menunjukan minat, niat, ambisi maju sebagai Calon Presiden (Capres) Pilpres 2024. Beberapa tokoh yang sering masuk lembaga survey sebagai kandidat Capres terkuat adalah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil.

Di luar mereka misalnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Airlangga Hartarto dan Puan Maharani. Mereka dengan segala kondisi politiknya berusaha untuk muncul agar lebih dikenal oleh masyarakat.

Dari beberapa wacana pasangan Capres dan Cawapres muncul pasangan Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhyono (AHY). Selama ini Anies mempunyai elektabilitas kuat ketiga di beberapa lembaga survey setelah Prabowo dan Ganjar Pranowo.

Sayangnya Anies tidak mempunyai partai politik sebagai kendaraan politik. Sebagaimana diketahui untuk maju sebagai Capres dan Cawapres harus mempunyai kendaraan politik berupa partai politik.

Lahirnya pasangan Anies-AHY memang mungkin saja. Dalam politik apapun bisa terjadi. Tapi dari segi kondisi politik pasangan Anies-AHY membutuhkan negosiasi politik yang cukup a lot.

AHY merupakan Ketua Umum Partai Demokrat. Partai yang pernah berjaya pada masanya dan sukses mendorong kader terbaiknya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden RI 2 periode.

Partai Demokrat sulit merelakan AHY sang Ketua Umum hanya memperoleh posisi Cawapres apalagi dengan Anies Baswedan orang yang tidak punya partai. Jika berpasangan dengan Prabowo, mungkin PD bisa mengalah. Karena perolehan suara PD jauh di bawah Partai Gerindra. Begitu juga elektabilitas dan popularitas Prabowo jauh di atas AHY.

Selain itu wacana Anies-AHY ternyata tidak laku. Belum ada tanggapan positif dari partai lain sebagai calon koalisi. Mereka hanya merespon membolehkan, menganggap wajar wacana memasangkan Anies dengan AHY. Tapi untuk mendukung, sepertinya mereka belum kepikiran ke arah sana.

Seperti Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali mengungkapkan bahwa partainya belum tertarik menduetkan pasangan calon presiden di Pemilu 2024. Termasuk yang saat ini santer, adalah Anies Baswedan dan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (Anies-AHY).

Beberapa partai politik, khususnya yang tidak mempunyai figur Capres, lebih fokus membangun koalisi terlebih dahulu. Baru setelah itu menentukan nama kandidat yang akan diusung bersama koalisi.

Mereka tidak tertarik berkoalisi membicarakan orang. Misalnya ada partai mau berkoalisi tapi sudah mengajukan syarat, sosok Capresnya kemungkinan rencana koalisi tidak akan terwujud.

Partai politik yang tidak mempunyai figur Capres lebih cenderung mencari mitra koalisi dulu, setelah isu bersama-sama mencari figur untuk dijadikan Capres dan Cawapres. Bisa berasal dari internal partai politik peserta koalisi, figur non partai atau ikutan terhadap partai lain yang kuat dan mempunyai kandidat Capres potensial.

Wacana pasangan Anies dan AHY kurang mempunyai daya tawar politik. Kurang alasan bagi partai politik lain untuk mendukungnya. Karena apa yang akan diperoleh oleh partai politik pendukung jika mendukung Anies-AHY. Selain itu seberapa besaar kemungkinan pasangan Anies-AHY bisa memenangkan konstestasi Pemilihan Presiden 2024.

Masih banyak kandidat lain yang lebih potensial. Seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno dan lain-lain. Belum lagi harus melihat partai politik mana yang mendukungnya.

Jika pasangan Anies dan AHY terwujud, cukup sulit mendapat dukungan partai lain. Seperti Partai Nasdem, PPP, PKB dan PAN. Walaupun partai pertengahan tetapi mereka cukup memiliki gengsi tinggi. Apalagi PKB, Ketua Umumnya yaitu Muhaimin Iskandar dikenal sebagai orang yang sangat berani dan cenderung nekad.

Cak Imin walaupun partainya tidak sebesar PDIP dan Partai Gerindra tapi sangat percaya diri telah deklarasi jadi Capres. Padahal jika mengukur realitas politik Cak Imin jadi Cawapres saja saya kira belum sampai kualitasnya. Tapi namanya juga strategi politik siapa tahun kepercayaan dirinya bisa meningkatkan elektabilitas partai.

Wacana Anies-AHY sangat sulit terwujud. Karena Partai Demokrat memiliki suara yang kecil sehingga membutuhkan mitra politik. Untuk menarik mitra politik harus membutuhkan daya tarik yang mumpuni.

Sampai saat ini Anies-AHY belum mempunyai daya tarik politik yang pantas untuk menarik partai politik lainnya.

Begitu kira-kira.

Menerka Peluang Duet Pasangan Anies Baswedan – AHY

Sumber Utama : https://seword.com/politik/menerka-peluang-duet-pasangan-anies-baswedan-ahy-EWq8xbBj22

Kalau SBY Disebut Bapak Perdamaian, Sebutan Berikut Ini Mungkin Cocok untuk Pakde Jokowi

Menyusul sebutan yang disematkan kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang disebut sebagai Bapak Perdamaian, ada berbagai wacana dan usulan yang muncul terkait sebutan apa yang dianggap paling cocok diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dimulai dari Bapak Infrastruktur. Sebutan yang lekat sekali dengan pencapaian pembangunan infrastruktur di segala bidang yang dilakukan pada masa pemerintahan Presiden okowi sejak 2014 silam sampai hari ini, dengan puncak pada 2024 nanti. Ribuan kilometer jalan tol sudah dibangun, bendungan di berbagai daerah yang merata tak hanya di Pulau Jawa, hingga dikebutnya pembangunan dan renovasi bandara dan bangunan untuk menandai perbatasan RI dengan negara tetangga, khususnya yang sebelum era Presiden Jokowi terkesan dibiarkan seadanya saja.

Ada pula yang mengusulkan agar Bapak Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dipertimbangkan sebagai sebutan untuk menghargai pencapaian Jokowi selama 10 tahun menjabat, saat berakhir pada 2024 nanti. Sebutan yang tentu saja mengarah pada keberanian Jokowi untuk memutuskan program pemindahan Ibu Kota ke lokasi yang baru. Bagus sih, tapi kita masih perlu cermati juga usulan lainnya.

Berikutnya ada sebutan Bapak Rekonsiliasi yang diberikan oleh Fahri Hamzah, dengan harapan agar nantinya Jokowi dapat kembali menyatukan masyarakat yang dianggap Fahri terpecah akibat pemilihan presiden maupun Pemilu. Mungkin dia ingat adanya polarisasi tajam yang kalau mau diingat, kini menghasilkan sebutan-sebutan menarik seperti cebong, kampret, dan kadrun.


Sah-sah saja mengusulkan sebutan yang paling tepat, asalkan sesuai dengan realitas berupa program kerja yang mampu diwujudkan lewat hal-hal yang bisa dirasakan secara fisik dan kasat mata sebagai peninggalan Jokowi kelak setelah selesai menjabat.

Jadi, harapannya bukan cuma anggapan karena kesukaan atau fanatisme yang berlebihan, karena segala sesuatu yang berlebihan itu biasanya tidak baik dampaknya. Betul?

Nah, selain tiga usulan tadi, mungkin masih ada beberapa sebutan lain yang terasa pas untuk disematkan kepada beliau, tapi mungkin tidak banyak dilirik buat disematkan sebagai pengingat akan sosok Jokowi.

Bapak Penggebuk Ormas yang Unfaedah. Kita tentu sudah bisa menebak arahnya ke mana, atau ormas macam apa yang dimaksud oleh sebutan ini. Namun, jelas rasanya jika hanya Jokowi yang mampu dengan tegas menggebuk ormas,gerakan, atau lembaga sejenis yang unfaedah, terutama yang mengarah pada radikalisme.

Bapak yang Nggak Ada Capeknya. Ini beneran terbukti selama saya mengamati sepak terjang beliau, yang sering kali berada di lebih dari dua lokasi yang berjauhan dalam satu hari perjalanan dinas. Jokowi bahkan sering terbang ke sana-sini dengan energi yang terlihat kuat dan fisik yang prima. Meski kita tak bisa pungkiri dari kantong mata dan keriput di dahi, Presiden Jokowi tampaknya kurang istirahat juga.

Selanjutnya ada sebutan Bapak Pemberi Sepeda. Sebutan ini tampaknya khas banget, yang sempat membuat publik tercengang karena RI-1 yang ini kok senang sekali bagi-bagi sepeda buat rakyat Indonesia, yang biasanya didahului dengan permintaan yang simpel, misalnya menyebutkan nama-nama ikan, menyebutkan sila-sila dalam Pancasila, dan sebagainya.

Jokowi juga rasanya cocok disebut dengan Bapak yang Menangan. Kita ingat sejak beliau mengikuti pemilihan calon Wali Kota Surakarta hingga kontes Pilpres 2014 dan 2019, kan tidak pernah kalah alias menangan terus. Beda dengan lawan politiknya, yang kini menjadi sosok Menhan, justru mencetak hattrick dengan kalah sebanyak tiga kali dalam Pilpres di negeri ini. Capres 2024 nanti harusnya belajar sejak sekarang soal resep jitu Jokowi menangi setiap pertarungan di pesta demokrasi tadi, supaya kans menangnya menguat. Jangan malah belajar dari yang kalah, apalagi lantas minta didoakan oleh sosok yang itu-tuh ...!


Akhirnya, apa pun sebutan yang nantinya diberikan kepada Jok Widodo, saya haqul yakin akan ada suara-suara sumbang yang tidak terima akan sebutan yang diharapkan melekat di benak masyarakat akan sosok Joko Widodo, yang bagi saya juga tepat dijuluki sebagai One of The Best President setelah Soekarno.

Apa yang menjadi jejak dan warisan kepemimpinan beliau bahkan pantas untuk dibuatkan semacam museum agar diketahui oleh anak cucu kita kelak, bahwa pernah ada sosok Presiden Jokowi dengan banyak pencapaian hebatnya selama 10 tahun menjabat sebagai Orang Nomor Satu di Indonesia. Awas, sosok eks presiden sebelumnya nggak boleh baper ya, biar nanti "gelarnya" nggak di-tip ex dari Bapak Perdamaian menjadi Bapak Baperan.

Bagaimana menurut Anda?

Kalau SBY Disebut Bapak Perdamaian, Sebutan Berikut Ini Mungkin Cocok untuk Pakde Jokowi

Sumber Utama : https://seword.com/politik/kalau-sby-disebut-bapak-perdamaian-sebutan-0dXgKeX1ng

Mana Suara Para Dosen Saat Koleganya Jadi Korban Kekerasan Kaum Radikal?

Profesi dosen adalah profesi yang mulia, dan sangat prestise alias bergengsi karena memang untuk menjadi dosen, seseorang harus memiliki jenjang pendidikan yang tinggi, selain dari nilai akademis yang baik seorang dosen juga diharuskan menjadi seorang peneliti atau periset. Dosen diharapkan mencetak mahasiswa yang cerdas terampil dan tentu saja sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada Tri Darma perguruan tinggi. Ya tidak gampang menjalani profesi sebagai dosen, yang pasti kata orang-orang sih gajinya kecil. Seperti organisasi profesi lainnya seperti PGRI yang merupakan wadah dari para Guru di Indonesia, atau IDI atau Ikatan Dokter Indonesia tempat para dokter berkumpul, Ikatan Arsitek Indonesia, PII persatuan Insinyur Indonesia, nah Dosen adakah Persatuan organisasi profesinya? Pasti ada, ada Asosiasi Dosen Indonesia, ada Ikatan Dosen Republik Indonesai, ada Persatuan Dosen lainnya, kalau dicari di Google ada banyak juga. Tapi masalahnya saat ada peristiwa dosen yang menjadi korban penganiayaan kelompok radikal sampai luka parah. Kok tidak ada organisasi Dosen yang mengecam dan bersuara terhadap masalah ini ya?

Kemana para dosen yang terhormat dan terpelajar itu saat rekan mereka Ade Armando yang giat menyuarakan plurarisme dan toleransi ditengah maraknya intoleransi dan gelombang sentimen terhadap budaya lokal? Apakah mereka sudah tidak ada rasa atau jiwa korsa seperti IDI yang kompak memecat dokter Terawan? Atau Asosiasi Advokat yang kompak membela anggotanya saat ada masalah. Nah ini masalahnya yang mencuat beritanya justru rekan sesama dosen yang malah seolah menertawakan nasib Ade Armando yang menjadi korban kebiadaban kaum radikal itu. Diketahui seorang dosen dengan gelar Profesor salah satu perguruan tinggi terkemuka di Jogja dalam postingnya di medsos justru seolah senang dengan kejadian yang menimpa koleganya. Ya ampun ada apa dengan para Dosen itu?. Andaikan orang itu bersalah pun tidak selayaknya kita sebagai manusia beragama dan berbudi luhur bersenang hati atas musibah orang lain, terlebih dibulan yang oleh pemeluk Islam suci ini.

Kalau kita perhatikan sangat sedikit dosen yang berani memperjuangkan plurarisme dan toleransi maka saat Ade Armando dengan semangat memperjuangkannya, seharusnya ada dosen-dosen lain yang tergeral melakukannya ya masing-masing dengan caranya lah.Tapi yang terjadi malahan seolah para dosen itu tenggelam dalam kesibukannya meneliti hingga lupa bahwa negeri ini ternyata sedang bermasalah. Bahwa kaum intoleran sudah merasuk ke segenap sendi kehidupan sehingga tidak bisa memaknai Bhineka Tunggal Ika, sehingga mereka merasa bahwa dirinyalah yang benar yang lain salah. Sehingga ada mahasiwa yang entah belajar dari dosennya atau dari mana justru menganggap kilafah sebagai sistem yang harus menggantikan sistem demokrasi yang ada sekarang. Padahal sejarah membuktikan sebaliknya. Mencampur adukan nilai-nilai agama dalam pemerintahan yang sekulat akibatnya hanya menuju kehancurang seperti yang terjafi di wilayah Timur Tengah itu. Sejarah didepan mata harusnya membuka mata mereka, bagaimana Afganistan sekarang, dimana dalam sistem itu wanita tidak dihargai lagi dan hanya mengurus dapur dan kasur. Itu bukti nyata didepan mata. Pelurusaan sejarah dan pandangan serta pola pikir yang benar tentang sistem pemerintahan itulah yang seharusnya disuarakan oleh para dosen yang notabene seharusnya kritis dan cerdas itu.

Apa yang kita lihat dalam kasus bang Ade Armando adalag potret yang terjadi dalam dunia pendidikan baik pendidikan dasar menengah maupun perguruan tinggi, itu juga yang terjadi dalam masyarakat kita, faktanya ideologi radikal yang diasong oleh organisasi terlarang seperti HTI, NII bahkan FPI sudah merasuk kedalam masyarakat dan dunia pendidikan. Bahkan seorang profesor doktor atau manusia dengan pendidikan tinggipun tak luput dari pengaruh ini. Artinya bahwa ideologi ini sudah merasuk, dan sangat sulit untuk dihilangkan. Perlu suatu gerakan yang masih dan sistematis untuk menghancurlan gerakan radikalis agama ini. Karena ini menyangkut keimanan dan memang sangat-sangat sensitif.

Dari kasus Ade Armando pula kita bisa melihat bahwa seseorang dengan pendidikan tinggi tidak menjamin dia bisa berpikir jernih, mereka bahkan merasa apa yang dilakukannya adalah benar dan dibenarkan oleh agama yang mereka anut, dan ini berbahaya sekali. Berbahaya karena mereka mengimani sebagai sesuatu yang benar. Yah berat memang mengubah kepercayaan seseorang, perlu kerja keras, yang jelas harus ada garis lurus yang tegas apa yang terlarang dan apa yang dibolehkan. Dalam hal ini pemerintah harus turun tangan demi keutuhan NKRI.

Akhirnya tidak lupa kita mengetuk hati para dosen dan akademisi untuk mulai bergerak menyuarakan dan menyebarkan toleransi dan kebaikan.

Mana Suara Para Dosen Saat Koleganya Jadi Korban Kekerasan Kaum Radikal?

Sumber Utama : https://seword.com/umum/mana-suara-para-dosen-saat-kolega-jadi-korban-9TcWl6WkQi

Tak Punya Simpati dan Empati, Dosen UGM Malah Olok-olok Ade Armando, Polisikan

Terbukti sudah pemberitaan yang mengatakan bahwa banyak dosen dan mahasiswa, eh mahasewa sudah terpapar radikalisme dan intoleransi. Mengapa penulis katakan demikian? Dari artinya, radikalisme adalah sebuah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

Sementara intoleransi adalah awal terbentuknya radikalisme dan ekstrimisme, hingga menimbulkan aksi terorisme. Intoleransi ini tidak hanya untuk yang beda agama, terhadap satu agama saja intoleransi bisa terjadi, dalam kasus AA alias Ade Armando yang dikeroyok oleh pendemo bayaran ataupun mahasewa yang ditunggangi oleh oknum-oknum tertentu, namun penulis yakin mahasiswa adalah orang-orang sewaan oleh para pendana untuk melakukan demonstrasi.

Nah, akibat demonstrasi yang melahirkan korban seperti AA yang juga dosen, terkuaklah siapa dosen-dosen yang terpapar intoleran dan radikalisme. Bermunculan dengan sendirinya sosok-sosok terpapar intoleransi, tak ada simpati dan empati terhadap apa yang dialami oleh Ade Armando yang juga manusia biasa yang jadi korban kerusuhan demonstrasi.

Sekelas dosen UGM bernama Prof. Karna Wijaya harus dilaporkan ke pihak Kepolisian, tepatnya ke Polda Metro Jaya akibat membagikan unggahan di akun Facebook-nya yang mengamini pemukulan terhadap Ade Armando saat unjuk rasa pada 11 April 2022 kemarin. Si dosen ini malah memposting di akun FB-nya dengan nama menghasut dan bisa membangkitkan kemarahan publik oleh postingan si dosen ini.

Tampak dalam postingan itu tak ada sikap simpati dan empati dari si dosen UGM bernama Karna Wijaya. Simpati berarti sesorang merasa kasihan dengan keadaan ataupun peristiwa yang dialami seseorang, meskipun belum pernah mengalaminya. Sementara Empati adalah ketika sesorang benar-benar memahami dan dapat merasakan apa yang sedang dialami orang lain.

Nah, dalam kasus yang dialami oleh Ade Armando tampak bahwa dosen UGM ini, padahal sesama profesi Dosen, tapi dosen UGM bernama Karna Wijaya ini tak memiliki simpati dan empati dengan kejadian yang dialami oleh AA, tapi malah memprovokasi dan menghasut massa lewat media sosialnya dengan sejumlah daftar target orang-orang yang akan dilakukan hal yang sama terhadap Ade Armando.

‘Satu persatu dicicil massa’ dengan caption tertawa dan dibawah statusnya sederet gambar orang-orang yang dianggap perlu untuk dibinasakan seperti Ade Armando. Sungguh ngeri bukan? Seorang dosen, membuat status seperti itu yang dibaca oleh tidak hanya ribuan, tapi jutaan rakyat Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. Ini adalah seperti ajakan bagi masyarakat yang intoleran dan radikal untuk melihat daftar orang-orang yang digambar tersebut, dan apabila ada kesempatan dan ada peluang, maka orang-orang dalam daftar yang dibuat oleh si dosen Karna Wijaya bisa jadi bulan-bulanan seperti yang dialami oleh Ade Armando.

Unggahan memicu intoleransi dan radikalisme itu menjadi hal menakutkan sehingga wajar si dosen UGM Prof Karna Wijaya resmi dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Dia dilaporkan oleh Guntur Romli terkait dugaan pengancaman lewat media sosial.

"Hari ini melaporkan pemilik Facebook yang terduga atas nama Karna Wijaya dosen guru besar UGM. Saya merasa diancam dan dihasut karena ada postingan dia di Facebook yang memuat foto saya dan istri saya yang isinya itu 'satu per satu dicicil massa'," kata Guntur Romli di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/4/2022).

Namun, dengan santainya si dosen UGM Karna Wijaya, tepatnya Dosen Fakultas MIPA UGM itu mengatakan postingan terkait Ade di medsosnya sebatas guyon. Ia menilai unggahan yang dirinya buat juga biasa saja.

"Saya mem-posting sesuatu yang sebenarnya hanya gojekan (bercanda), jadi kan sangat biasa sekali. Bahkan statement-statement yang dikeluarkan Ade Armando dan lain sebagainya itu lebih sadis," kata Karna usai dimintai keterangan oleh rektor dan Dekan FMIPA di Balairung UGM, Sleman, Senin (18/4).

Apalagi ada kata ‘disembelih’, sudah menjadi hal yang sadis dan mengajak masyarakat untuk bisa melakukan hal demikian apabila jumpa dengan orang-orang seperti dalam gambar yang dilemparkan lewat media sosialnya. Dengan wajah disilang, Ade Armando dianggap udah selesai ‘disembelih’ tinggal orang-orang dalam gambar itu lagi yang akan ‘disembelih’ oleh orang-orang yang radikal dan intoleran.

Sungguh biadah apa yang dilakukan oleh dosen Karna Wijaya karena mampu mempengaruhi kaum intoleran dan radikal untuk melakukan hal-hal yang lebih sadis dari yang dialami oleh Ade Armando terhadap orang-orang yang dalam foto yang dipampang di media sosialnya.

Ada hasutan dan ancaman serius dengan kata-kata disembelih atau dibedil terhadap orang-orang yang ada dalam foto, sehingga haruslah orang seperti akademisi ini ditangkap dan harus jelas motifnya untuk apa? Tak mungkin hanya sekedar candaan dan memang tidak ada rasa simpati dan empati terhadap orang yang sudah menderita seperti itu, jadi harus segera dipolisikan..semoga saja langsung diciduk oleh pihak kepolisian dan harusnya juga dipecat, karena seorang dosen sudah menyebar kebencian, ajakan ancaman dan sudah mengarah ke radikal dan intoleran…

Semoga segera ditangkap dan dihukum seberat-beratnya, dipecat dari UGM atau hak dosennya dicabut, sehingga jadi pembelajaran dan memberikan efek jera bagi dosen atau akademis lainnya yang ingin berbuat sama….
Tak Punya Simpati dan Empati, Dosen UGM Malah Olok-olok Ade Armando, Polisikan

Grace Natalie Soal Grup WA Relawan Anies Apik 4, Ada Yang Kepanasan

Di grup WA adalah sebuah percakapan yang berisi informasi lokasi Ade Armando di lokasi demo 11 April. Ajakan tersebut bernada provokatif dengan mengajak untuk mempersekusi Ade Armando.

"Tolong diinfokan ke massa aksi kalau si Ade Armando ada di depan gedung DPR MPR. Geruduk si Islamophobia ini," begitu isi percakapan tersebut.

Ternyata ini juga disoroti oleh Grace Natalie. Grup WA tersebut bernama 'Relawan Anies Apik 4'.

Grace menilai ada hubungan pemberi pesan yang merupakan peserta grup WA 'Relawan Anies Apik 4' tersebut dengan massa aksi yang bersikap anarkis. Pemberi informasi keberadaan Ade Armando juga diduga berkoordinasi dengan massa aksi.

"Percakapan itu menunjukkan bahwa ada hubungan antara penulis dengan massa aksi yang anarkis. Ada komunikasi. Mereka berkoordinasi dengan massa aksi," kata Grace.

Menurut Grace, jika pembawa pesan itu benar tergabung dalam relawan Anies, Grace menduga ada hubungan antara relawan Anies dan para pendemo yang bersikap anarkis.

"Jika benar penulis tergabung dalam relawan Anies sesuai nama WAG, berarti ada hubungan antara relawan Anies dengan massa pendemo yang anarkis. Intinya, percakapan itu mengindikasikan ada hubungan antara penulis di WAG relawan Anies Apik 4 dengan massa anarkis di demo 11 April," katanya.

Saya pribadi sudah sering melihat fenomena ini, di mana aksi-aksi anarkis selalu banyak dikaitkan dengan kelompok-kelompok yang diduga menjadi entah itu relawan, simpatisan atau pendukung gubernur seiman ini. Kalau tidak percaya, lihat saja FPI atau PA 212. Mereka mendukung siapa pada Pilkada 2017 lalu. Makanya banyak yang menyebut kalau Anies ini secara langsung maupun tidak langsung didukung oleh kelompok intoleran. Ancaman tidak akan mensalatkan jenazah adalah bukti lain yang tidak terbantahkan.

Sebenarnya ini mudah dipahami. Politik di negara ini terbagi dua kubu besar yaitu pendukung Jokowi dan pembenci Jokowi. Yang membenci Jokowi otomatis akan ikut bergabung dengan kubu sakit hati seperti Rizal Ramli, Refly Harun dkk hingga kelompok penjual surga seperti PA 212.

Di sisi lain, pemilih dan pendukung Anies sangat berseberangan dengan pendukung Jokowi. Kalau ada yang bilang ini adalah polarisasi yang buruk, silakan salahkan mereka yang menggunakan agama untuk tujuan politis. Kutuklah mereka yang pasang spanduk tidak akan mensalatkan jenazah. Mereka duluan yang gunakan cara kotor.

Ketua Umum Jaringan Nasional Mileanies Pusat Muhammad Ramli Rahim membantah tudingan Grace Natalie terkait keterlibatan relawan Anies Baswedan dengan penganiaya Ade Armando.

Menurutnya, grup WhatsApp 'Relawan Anies Apik 4' rekayasa.

"Seluruh relawan Anies itu sudah diinstruksikan untuk menjaga kemurnian gerakan mahasiswa. Justru (Whatsapp Group Relawan Anies Apik 4) itu menurut kami rekayasa," kata Ramli.

Yah, cuma berdasarkan katanya dan menurutnya. Silakan cek dulu. Situ juga ada nomor kontak. Cek benar atau tidak. Jangan cuma bisa cuci tangan. Lagian situ menjaga kemurnian mahasiswa? Terus mereka yang bukan mahasiswa datang mau ngapain?

Menurut dia WhatsApp Group mudah direkayasa. Dia mengklaim pihaknya telah membuat larangan kepada para relawan untuk tidak merusak kemurnian unjuk rasa mahasiswa sehari sebelum demo 11 April berlangsung. "Merekayasa WAG terlalu mudah. Kami membuat larangan demi menjaga kemurnian gerakan mahasiswa. Kalaupun ada di lapangan, itu pribadi-pribadi. Jumlahnya sangat kecil," katanya.

Ramli mengatakan PSI sudah biasa menuduh tanpa adanya fakta. Dia menilai PSI kerap memutarbalikkan fakta. PSI membuat dugaan bukan tuduhan. Saya rasa rata-rata netizen pun sudah tahu soal screenshot grup WA tersebut.

Kalau merasa tidak bersalah, silakan buat laporan. Kalau pun itu screenshot asli, tidak heran juga sih. Mereka ini pendukung Anies karena tidak suka dengan pemerintah. Coba kalau Anies bagian dari pemerintah, mereka tidak akan mendukung Anies. As simple as that.

Lihat saja siapa yang mendukung Anies, maka semudah itu juga kita bikin kesimpulan kalau kebanyakan dari mereka juga pembenci pemerintah. Siapa pun tahu itu. Masa lalu terutama pada Pilkada 2017 adalah saksi sejarah yang tidak akan pernah bisa dihapus.

Bagaimana menurut Anda?

Grace Natalie Soal Grup WA Relawan Anies Apik 4, Ada Yang Kepanasan

Sumber Utama : https://seword.com/politik/grace-natalie-soal-grup-wa-relawan-anies-apik-4-lfVa9PZueO

Jika Pemuda Sudah Dungu, Mau Dibawa ke Mana Bangsa Ini?

Pemuda adalah tiang bangsa. Di tangan pemuda terletak masa depan bangsa dan negara. Mahasiswa adalah pemuda yang dimaksud itu. Tapi semakin ke sini, hati rasanya menjadi hambar, lidah terasa kaku untuk mengatakan bahwa pemuda itu harapan bangsa. Malu untuk mengatakan masa depan itu di tangan mahasiswa.

Itu dikarenakan melihat sepak terjang mahasiswa akhir-akhir ini yang sudah tidak nyambung dengan keinginan masyarakat. Mahasiswa sekarang sukanya demo menyoal segala sesuatu yang dapat menyerempet presiden. Seolah aksi mereka itu hanya akan menarik perhatian jika sudah bersifat “menyerang” kekuasaan tertinggi. Seolah mereka hanya akan dianggap “pahlawan” jika sudah berani menyasar Kepala Negara?

Miris, sebab mahasiswa zaman sekarang ibarat sekumpulan bebek. Dari segi usia mereka memang masih sedang dalam masa pencarian jati diri. Tetapi dalam kondisi labil dan bingung itu, mereka malah menjadikan pemerintah sebagai pelampiasan emosi?

Secara jumlah, mereka memang sigfnifikan jika itu digunakan untuk aksi demo massa. Sama seperti gerombolan ormas pembela agama, di mana sebagian besar merupakan pengangguran dan hidup luntang-lantung, dikumpulkan untuk melakukan aksi demo sangat efektif. Seperti itulah gambaran mahasiswa masa kini yang hobby demo.

Pada 11 April 2022 BEM turun ke jalan memprotes soal wacana pemilu tunda atau perpanjangan masa jabatan presiden. Padahal sudah terang-benderang bahwa itu tidak benar. Presiden sendiri sudah mengumumkan soal pemilu yang akan dilangsungkan secara jadwal yang sudah dibuat.

Tapi mahasiswa itu masih saja melakukan aksi, yang akhirnya berujung rusuh. Mahasiswa tinggal bilang bahwa mereka ditunggangi. Dan hanya keledai atau kebo yang mau ditunggangi.

Kualitas mahasiswa masa kini yang hobby demo itu semakin terlihat kosong ketika seseorang yang katanya ketua BEM se-Indonesia atau koordinator(?) menginginkan kebebasan seperti di masa Presiden Soeharto? Menilik dari usianya, oknum ini pasti lahir ke kedunia beberapa tahun setelah Soeharto lengser.

Maka menjadi terdengar lucu dan naif saat dia menuntut supaya negara ini dikembalikan ke masa seperti masa Soeharto? Bukan rahasia jika mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan yang mencakup seluruh Tanah Air itu seperti menempatkan diri sebagai oposisi. Apapun kebijakan pemerintah, mereka seolah siap untuk memprotes dan berdemo.

Soeharto ketika berkuasa selama 32 tahun, memang mampu meredam situasi sehingga terasa kondusif, aman dan damai. Untuk sebagian besar rakyat yang hanya ingin menikmati hidupnya, kondisi semacam ini sangat dirindukan.

Sangat beda dengan zaman sekarang di mana semua orang bebas mengatakan apa saja tentang pemerintah, bahkan memaki, menghina dan merendahkan presiden, sebagai pemimpin nasional dan orang nomor satu republik ini.

Zaman Jokowi ini, siapa pun bebas leluasa menghina dan memfitnah pemerintah. Seperti belum lama istri seorang tentara bernyanyi-nyanyi mempelesetkan lagu dengan mimik wajah yang penuh kebencian terhadap kepala negara.

Padahal jika dilihat dari tongkrongannya, kemungkinan wanita yang masih belia ini sama sekali tidak tahu apa-apa selain urusan "sumur, dapur, dan kasur" (ranjang). Tetapi dengan bodohnya dia seolah mengatakan bahwa presiden gagal urus bangsa, tapi malah minta 3 periode?

Lagian, siapa pula yang minta 3 periode? Bukan Jokowi, melainkan orang-orang dekatnya. Jokowi sendiri selalu menegaskan bahwa barang siapa yang mengusulkan perpanjangan jabatan presiden, amandemen UUD 1945 untuk 3 perioide, hal itu sama saja dengan “menampar” muka pimpinan nasional itu, atau sedang cari muka. Jadi jelas bahwa Jokowi tidak pernah minta agar masa jabatannya diperpanjang dengan cara-cara yang diusulkan orang-orang dekatnya tersebut.

Kebodohan yang sama terlontar dari mulut seorang oknum yang disebut-sebut sebagai pimpinan BEM SI itu? Dia mengatakan bahwa di masa Soeharto terjamin kebebasan dan kesejahteraan? Bagi kita yang hidup di masa Soeharto, kebebasan berpendapat itu memang “mahal”.

Namun yang membutuhkan kebebasan seperti itu hanya orang-orang tertentu, seperti politikus yang ingin bersuara beda. Kalau siap hidup tenang dan nyaman, tinggal membebek saja pada pemerintah, tidak perlu banyak lagak.

Lihat saja media-media massa pada saat itu, tak satupun surat kabar atau majalah yang berani membuat berita yang “miring” soal Soeharto dan pemerintahannya. Pernah majalah Tempo dan harian sore Sinar Harapan dihentikan selama-lamanya karena beritanya tendensius soal pemerintah. Tak ada ampun. Itu buktinya bahwa kebebasan berpendapat -- dalam arti berbeda dengan pemerintah – sangat mustahil di era Soeharto.

Maka ketika sekarang ini ada pemuda mahasiswa menuntut kebebasan seperti di masa Orde Baru dulu, tak perlu ragu untuk mengtakannya bodoh. Sebab kalau pintar, pasti melek sejarah, sering membaca, sering bertukar pikiran saling bagi pengalaman dengan orang lain.

Namun ketika dia memperlihatkan sendiri bahwa dia “kosong”, lalu apa yang bisa kita harapkan dari generasi “keroyokan” seperti ini? Yang hanya berani berdebat dengan LBP misalnya saat mereka berkumpul sebagai massa?

Oknum mahasiswa itu kini menjadi buah bibir. Tragis, sebagai mahasiswa dia menjadi terkenal bukan karena kejeniusan, atau melahirkan karya gemilang, semacam menemukan anticovid-19 misalnya. Dia justru mendadak terkenal karena kebodohannya. Entah bagaimana perasaan ortunya mendapati anaknya seperti ini?

Padahal, jika ingin menuntut sesuatu yang “sama” dengan zaman Soeharto, pemuda dan mahasiswa mestinya berdemo supaya Pancasila dan UUD 1945 dikembalikan secara utuh di negeri ini. Jangan ada daerah yang menerapkan perda-perda syariah, yang jelas menjadi kontraproduktif dengan Pancasila dan UUD 1945. Atau jangan ada peluang sedikit pun bagi siapapun untuk memperlihatkan sikap atau pandangan sebagai anti-Pancasila.

Itulah yang semestinya dituntut para mahasiswa jika demo, kalau yang diinginkan itu adalah sesuatu yang ada di era Soeharto.

Jika Pemuda Sudah Dungu, Mau Dibawa ke Mana Bangsa Ini?

Sumber Utama : https://seword.com/politik/jika-pemuda-sudah-dungu-mau-dibawa-ke-mana-bangsa-eqbO6brVCK

Buntut Dari Somasi Pihak Ade Armando, Munculnya Arogansi dan Kenaifan.

Ade Armando, Korban persekusi oleh demonstran yang menyusup kedalam demo mahasiswa pada 11 April lalu, didepan gedung DPR/MPR, ternyata juga mendapatkan pernyataan menohok dari Eddy Suparno, Sekjen PAN, yang juga anggota DPR RI Komisi VII.

Komisi VII, yang mengurus masalah energi memang menjadi komisi favorit para petinggi partai, karena ....tahu sendirilah hehehe.

Eddy Suparno memang tidak menuliskan nama lengkap dari Ade Armando, tetapi hanya inisialnya saja yaitu AA.

Inilah cuitan dari Eddy Soeparno, sang Sekjen PAN.

"Saya mendukung pengusutan dan tindakan hukum kepada pelaku kekerasan terhadap AA, tapi saya juga mendukung tindakan hukum yang tegas kepada mereka yang menistakan agama dan ulama, termasuk AA," cuit Eddy, Selasa (12/4) lalu

Walaupun hanya inisial yang ditulis oleh Eddy Suparno, tetapi semua orang yang waras, bila membaca cuitan Eddy Suparno pasti akan mengasosiasikan Inisial AA tersebut dengan Ade Armando.

Nah karena cuitannya soal menistakan agama dan ulama yang tidak diterima oleh pihak Ade Armando, maka melalui pengacaranya yaitu Muanss Alaidid, Ade Armando melakukan somasi.kepada Eddy Soeparno.

Begini bunyi somasi dari pihak Ade Armando.

"Apabila dalam waktu 3x24 jam saudara tidak menghapus cuitan tersebut dan segera meminta maaf kepada klien kami melalui akun Twitter saudara, maka kami akan melakukan gugatan/tuntutan pidana dan perdata," tulis Muanas dalam surat somasinya, dikutip dari detikcom, Senin (18/4)

Yang menurut saya lucu dan tidak presisi adalah sikap wasekjen PAN Slamet Ariyadi yang menyatakan bahwa somasi tersebut telah salah alamat karena Eddy Soeparno tidak pernah menyebutkan nama Ade Armando, tetapi hanya inisial AA.

Bung Slamet Ariyadi, betul bahwa Eddy Soeparno memang tidak menyebut nama Ade Armando melainkan hanya inisial AA. Kalau menurut anda inisial tersebut tidak menunjuk pada Ade Armando, mohon dijelaskan, siapa yang dimaksud dengan inisial AA tersebut? Mungkin banyak orang yang mempunyai inisial AA, tetapi yang mengalami hal seperti yang disebutkan dalam cuitan Eddy Soeparno, menurut saya hanya satu yaitu Ade Armando.

Dia pun mengaku bakal merespons balik somasi Ade. Menurut Slamet, somasi Ade telah menyerang partai secara kelembagaan sebab Eddy sebagai Sekjen merupakan simbol kehormatan partai.

Apakah memang hanya demikian level politisi yang ada di PAN. Masalah inisial, biarlah nanti pengadilan yang menentukan.

Kalau dianggap Sekjen adalah simbol kehornatan partai, pilih sekjen yang memang bisa menjaga kehornatan partai dong. Atau paling tidak berikan masukan pada sekjen untuk berperilaku baik, menjaga kehornatan partai.

Yang lebih menggelikan adalah komentar dari Politisi Gerindra, Habiburohman yang juga Wakil Ketua Majelis Kehornatan Dewan (MKD).

Habiburokhman mengatakan,

"Terkait somasi dari Ade Armando kepada Sekjen PAN Eddy Soeparno, perlu kami jelaskan bahwa Saudara Eddy Soeparno adalah anggota DPR yang memiliki hak imunitas atau kekebalan hukum sebagaimana diatur di Pasal 20A konstitusi (UUD 1945) maupun di Pasal 224 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3,” ujar Habiburokhman kepada wartawan, Senin (18/4/2022).

Sungguh sebuah arogansi yang lahir dari ketidak-pahaman atas aturan imunitas tersebut.

Imunitas tersebut melekat dengan tugasnya di DPR RI.

Eddy Soeparno adalah anggota komisi VII DPR RI, yang mengurus masalah energi.

Jadi, selama yang dibicarakan Eddy Soeparno adalah menyangkut persoalan energi, maka dia dilindungi oleh hak imunitas tersebut.

Nah ini cuitannya soal AA bukanlah hal yang diurus oleh komisi VII.

Mungkin yang terhormat Habiburokhman menganggap bahwa sebagai anggota DPR, dia bisa berbuat apa saja karena dilindungi oleh hak imunitas tersebut.

Sungguh sebuah penafsiran yang sangat dangkal dan menunjukkan arogansi sebagai anggota DPR RI. Tapi mungkin memang begitulah kwalitas wakil rakyat kita ini.

Semoga kinerja dari para anggota DPR RI dapat dicatat dengan baik oleh rakyat yang memilih dan semoga itu menjadi panduan bagi rakyat pemilih untuk bisa memilih anggota DPR yang baik, cerdas dan amanah dalam memperjuangkan kepentingan rakyat .

Buntut Dari Somasi Pihak Ade Armando, Munculnya Arogansi dan Kenaifan.

Sumber Utama : https://seword.com/umum/buntut-dari-somadi-pihak-ade-armando-munculnya-NZlFmXaPau

Jalan Kaki Dulu Dari Jakarta-Yogya Baru Suruh Jokowi Minta Maaf ke Rakyat

Ketua Majelis Syura Partai Ummat, Amien Rais kembali mengungkit soal isu penundaan pemilu yang berakibat masa jabatan presiden menjadi lebih panjang dari dua periode.

Amien menyarankan Presiden Jokowi untuk mengakhiri masa kepemimpinannya sesuai konstitusi, yaitu dua periode maksimal. Dia juga mendorong Jokowi agar menyampaikan permintaan maaf ke masyarakat. “Turunlah sesuai ketentuan konstitusi dan minta maaf lah secara tulus ikhlas kepada seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

“Saya yakin seluruh masyarakat, seluruh bangsa Indonesia pasti akan memaafkan dengan segala kebahagiaan,” katanya.

Tak ada masyarakat yang mendesak Jokowi minta maaf soal ini, kecuali mahasewa dan gerombolan pembenci Jokowi yang notabene adalah kadrun yang bikin rusuh. Jumlahnya tidak seberapa.

Lagipula semua itu bukan ulah Jokowi melainkan ketua parpol dan menterinya. Harusnya Amien Rais mengkritik siapa pun yang memulai isu ini, bukan malah suruh Jokowi ralat dan minta maaf. Sudah tua, mungkin sudah pikun sehingga tak tahu siapa yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban.

Presiden Jokowi sudah meminta jajarannya agar tak lagi menyinggung soal penundaan pemilu dan fokus bekerja menangani persoalan negara.

“Saya meminta jajaran pemerintah untuk tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Fokus pada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi,” kata Jokowi via akun Instagram resminya.

“Jangan ada lagi yang menyuarakan soal urusan penundaan pemilu atau urusan perpanjangan masa jabatan,” katanya lagi.

Jadi orang yang masih meributkan ini, bisa jadi buta hati atau tuli, atau sakit hatinya kambuh.

Amien Rais sendiri bukannya tanpa noda. Jejak digital orang ini cukup banyak yang bikin mual. Sebelum menyuruh Jokowi begini dan begitu, harusnya Amien Rais jalan kaki dulu dari Jakarta ke Yogya. Rakyat sangat menunggu momen tersebut. Kalau sudah dilakukan, baru boleh kritik Jokowi yang katanya banyak cacatnya.

Kalau Amien Rais mau jalan kaki dari Jakarta ke Yogya atau sebaliknya, seluruh rakyat Indonesia akan puas dan tidak penasaran lagi seumur hidup. Jangan cuma bisa suruh Jokowi mundur, turun atau apa pun lah itu, tapi orang lain suruh dia jalan kaki, dia pura-pura tidak dengar.

Amien Rais harusnya sadar, kalau dia jalan kaki, maka dia akan dikenang sebagai salah satu politisi yang paling dikenal sepanjang sejarah politik Indonesia. Dia akan menuai banyak respek dan tepuk tangan meriah. Kalau dilakukan jajak pendapat dan survei, mayoritas pasti mendukung Amien Rais melakukan itu.

Sebelumnya, Amien Rais memakai kata ‘ajal’ untuk menggambarkan akhir masa pemerintahan Jokowi. “Di hadapan Jokowi Luhut, sesungguhnya menurut saya ada dua macam ajal atau batas akhir kekuasannya,” kata Amien Rais.

Pertama, ajal konstitusi. Menurut Amien, Jokowi bisa mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden sesuai dengan konstitusi. Kedua, ajal qodari atau ajal takdiri, yakni ajal yang sesuai dengan takdir Allah. Tak ada manusia yang tahu kapan datangnya.

Amien Rais adalah salah satu orang paling sombong yang pernah ada. Arogansinya sangat melewati batas. Apalagi dulu sempat bikin narasi partai Tuhan dan partai setan. Orang mana yang bisa begitu pedenya merasa bagian dari partai Tuhan?

Orang macam apa yang bisa menyarankan agar Jokowi konsultasikan dirinya ke psikolog, sementara Amien Rais lah yang paling cocok untuk memeriksakan diri ke psikolog? Kalau Jokowi dia sebut haus kekuasaan, maka Amien Rais kebelet berkuasa sampai sakit hati menahun.

Saking kebeletnya berkuasa tapi tidak berhasil, malah nyuruh orang lain yang mundur. Selain tidak sportif, ini juga sikap pengecut.

Amien Rais ini justru seperti mengidap post power syndrome. Dulu pernah menjabat sebagai ketua MPR. Dan mungkin hingga kini, kenangan tersebut masih membekas dalam ingatannya, tidak bisa hilang selamanya. Jokowi kebetulan jadi presiden, sehingga jadi objek pelampiasannya. Coba kalau Anies yang jadi presiden (amit-amit), Amien Rais pasti diam dan duduk tenang di rumah sambil nonton drama Korea. Tak ada nyinyiran dan omelan di media sosial.

Sebelum mencap orang buruk dan meminta orang lain ngaca, Amien Rais ngaca duluan deh. Itu yang paling penting.

Bagaimana menurut Anda?

Jalan Kaki Dulu Dari Jakarta-Yogya Baru Suruh Jokowi Minta Maaf ke Rakyat

Sumber Utama : https://seword.com/politik/jalan-kaki-dulu-dari-jakarta-yogya-baru-suruh-4rvDg5D81p

Gawat, Mulai Ada Anak Dilarang Lewat dekat Rumahnya Cuma karena Kristen!

Cerita ini saya dengar langsung dari sumbernya, teman yang saya kenal cukup dekat, dengan persentase kejujuran yang tidak saya ragukan soal kisah "preman cilik" di daerah tempat tinggalnya, yang melarang anaknya melintas hanya karena beragama Kristen.

Lokasi terjadinya tak perlu saya sebutkan dengan rinci ya, tapi yang jelas terjadi di daerah Plat AB, yang katanya memiliki slogan "Berhati Nyaman" itu, tapi kini keampuhan dari slogan itu rasanya dapat dipertanyakan.

Jadi singkatnya, saat anak dari teman saya ini kembali ke rumah mereka, setelah mengungsi beberapa saat karena rumah kudu direnovasi, dia dan adiknya mendadak dihadang oleh beberapa anak yang lantas melarangnya melintas di jalan itu.

"Agama kalian apa?" tanya si preman cilik itu.

"Aku Kristen. Memangnya kenapa nggak boleh lewat? Kan ini bukan jalan kalian!" ujar sang kakak.

Jawaban yang lebih tegas dan seakan menantang balik justru datang dari adiknya, yang lantas membuat "kadrun cilik" itu meradang, lalu berniat memukul sehingga anak-anak yang Kristen tadi akhirnya lari menuju ke rumah.

Menariknya, ada anak-anak lain yang memilih mengalah dan mengakui kalau mereka bukan Kristen. Tujuannya tak lain agar mereka tetap boleh lewat jalan itu, nggak merasa terancam, dan bisa tetap berteman dengan kadrun cilik itu. Padahal, jelas kalau anak-anak ini berasal dari keluarga Kristen juga, seperti kedua anak dari teman saya.

Kalau saya berada di posisi yang sama, saya tentu akan bergegas ke rumah orangtua dari anak-anak yang mengaku bukan Kristen tadi, lalu melaporkan pada orangtua mereka seraya membahas cara mengatasi bully-ing dari kadrun cilik itu agar tidak bersikap semena-mena terhadap teman-temannya.

Maaf saya sebut kadrun cilik itu sebagai preman cilik juga. Masih dari cerita teman saya, anak-anak kecil yang hatinya sudah tercemar itu bahkan meminta semacam upeti kalau anak-anak Kristen tadi masih ingin lewat daerah yang forbidden tadi. Apa lagi sebutan yang pantas kalau bukan preman cilik? Saya rasa nggak perlu diperhalus lagi!


Saya sih tidak kaget dengan fenomena semacam ini, karena kerap mendengar perlakuan serupa yamg hanya berbeda jenis perilakunya, juga usia dari pelakunya. Kan sudah menjadi rahasia umum bahwa di daerah Plat AB bertebaran kos-kosan yang hanya menerima anak kos dari agama tertentu sejak beberapa tahun silam?

Belum lagi aksi yang mengarah pada radikalisme, yang diyakini sudah berhasil menyusup ke banyak sekolah, kampus, dan lembaga-lembaga lain. Terbukti kan barusan ada seorang Guru Besar di kampus ternama, yang malah mengaku guyonan terhadap olok-olok yang belum lama dia nyatakan di media sosial terhadap pengeroyokan Ade Armando?

Bisa-bisanya seorang yang harusnya pintar dan memiliki logika yang baik, eh malah seperti bersorak dan menyetujui aksi brutal yang dilakukan oleh orang-orang beringas yang menyusup di tengah aksi demo mahasiswa itu? What the ...!

Saya bahkan berani taruhan, jika dibuat penelitian yang mencermati perilaku anak-anak yang mulai terkontaminasi benih-benih kebencian dan merasa agamanya paling benar sendiri, angkanya akan membuat kita tercengang sambil berkata: "Kok bisa sebanyak itu, ya?"


Apa yang saya ceritakan ini rasanya pantas menjadi keprihatinan yang perlu kita respons dengan perlawanan. Apa yang dilakukan oleh preman cilik dan kadrun cilik itu rasanya sudah bukan lagi sebatas kenakalan anak-anak. Coba saja cek siapa orangtuanya, lalu cermati gaya hidup mereka, hingga dengan siapa mereka belajar ilmu agama. Nanti kan ketemu benang merahnya mengarah ke mana. Betul?

Jadi, memang kita tak boleh diam menghadapi aksi premanisme dengan baju agama, yang mulai terlihat bahkan sejak mereka masih anak-anak. Kalau dibiarkan, rasanya tidak butuh waktu lama untuk melihat mereka ikutan demo di jalan-jalan, seperti yang pernah terlihat saat demo membenci Ahok beberapa waktu lalu.

Terakhir, izinkan saya menambahkan semacam dorongan bagi orangtua yang kebetulan anak-anaknya mengalami "ujian iman" seperti kisah teman saya tadi. Come on, ajarkan dan pastikan agar mereka berani mengakui iman dan keyakinan mereka kepada Yesus Kristus, karena memang itulah tindakan yang benar, meski ada konsekuensi yang menyertai. Bukankah kita meyakini bahwa siapa berani mengakui Dia di depan manusia, kelak akan diakui di depan Bapa Surgawi?

Nah, apakah ada yang mengalami peristiwa serupa? Silakan bisa disampaikan agar kita dapat berbagi pengalaman, bisa saling menguatkan, lalu bersama kita bulatkan tekad untuk melawan segala bentuk premanisme berbaju agama di negeri ini, terutama yang sampai menyenggol keluarga kita. Merdeka! 

Gawat, Mulai Ada Anak Dilarang Lewat dekat Rumahnya Cuma karena Kristen!

Sumber Utama : https://seword.com/politik/gawat-mulai-ada-anak-dilarang-lewat-dekat-qIAQ3ymGVO

Kekerasan dan Kekalahan Kadroen Dalam Kontra Opini

Sepulang Sholat Tarawih barusan, saya ngopi sambil ditemani Istri tercinta. Sementara anak-anak sibuk dengan gadget mereka. Saya bertanya kepada Istri dan kemudian kami berdiskusi. Apa sih yang menyebabkan Ade Armando dikeroyok kaum sumbu pendek?

Kami berdua bersepakat bahwa mereka para kaum sumbu pendek itu, tidak bisa melakukan kontra opini terhadap gagasan Bang Ade. Ya, karena isi otak mereka kosong maka dengan gampang diisi dengan narasi provokatif bekedok agama.

Nggak bisa kuat pungkiri bahwa gagasan Bang Ade memang selalu lugas, tajam dan mengedepankan logika serta akal sehat. Seperti jargon Logika Ade Armando di kanal berbagi video YouTube Cokro TV, "Video ini hanya untuk yang punya logika, bagi yang nggak punya logika skip aja".

Opini atau pendapat. Setiap orang bebas berpendapat. Dengan opini itu, akan terlihat kapasitas otak seseorang. Sebagai contoh Bang Ade sendiri, sebagai seorang dosen Universitas Indonesia bergelar Doktor, ia selalu mengedepankan logika. Bahkan dalam menyikapi dan memahami ajaran agama.

Contoh lain adalah Rocky Gerung, seorang profesor ilmu filsafat dan akademisi juga. Dari opini yang selalu keluar dari mulutnya juga terlihat, seperti apa kapasitas pemikirannya. Bahkan ketika debat di ILC misalnya, ia selalu melihat dunia politik dari sudut pandang dia sebagai seorang ahli filsafat.

Opini juga selalu berkaitan erat dengan isi otak seseorang. Semakin banyak literasi, semakin banyak isi otak seseorang, semakin padat dan berbobot pula apa yang disampaikannya. Ibarat pepatah "teko berisi kopi nggak akan mungkin ngeluarin susu"

Hal inilah yang terjadi pada kaum sumbu pendek Bani Kadrun. Setelah beberapa tersangka ditangkap dan diinterogasi aparat kepolisian, motif sementara yang didapatkan sebagai alasan melakukan penganiayaan adalah jengkel dengan konten Bang Ade. Mereka menganggap konten Bang Ade sering menyakiti banyak orang, terutama umat Islam.

Sampai disini berhenti sejenak ya, saya mau ngakak dulu. Umat Islam yang mana? Hahaha.

Fix ya, berarti kalau kita tidak sepakat dengan opini seseorang boleh main pukul ya? Main keroyokan?

Jujur kalau saya nggak suka main keroyokan, nggak gentle. Kalau saya nggak suka dengan opini seseorang yang cenderung menyakiti hati, boleh dipukul ya?

Ok, saya nggak suka dengan opini, hujatan, caci maki, provokasi yang dilakukan oleh Rizieq Shihab dan Bahar Smith! Apa boleh saya pukul? Apa kalian rela junjungan yang kalian sembah, yang kakinya kalian cium-ciumin saya pukul sampai bonyok?

Tapi percayalah, saya nggak akan melakukan itu. Bisa mati saya dikeroyok oleh mereka, hahaha.

Tapi intinya begini, jika seseorang berpendapat di media sosial maupun secara lisan dan kalian merasa itu nggak sesuai dengan keyakinan kalian, lawan lah dengan opini juga. Itu yang saya maksud dengan kontra opini kalau kalian nggak ngerti.

Ingat, kontra opini juga harus dibekali dengan kapasitas literasi yang mumpuni. Kalau nggak, yang terjadi adalah debat kusir seperti yang terjadi di TV One kemarin. Ketika Eko Kuntadhi mendebat Novel Bamukmin tentang penganiayaan yang dialami Ade Armando. Sama persis dengan perdebatan seorang debt collector yang mau narik motor debitur karena telat bayar beberapa bulan, hahaha.

Apa yang terjadi pada Bang Ade Armando adalah ketidak mampuan para Bani Kadrun untuk beropini dalam melawan gagasan Bang Ade. Jangankan mereka yang turun ke lapangan dan jadi eksekutor, para elit Kadrun pun tidak ada yang mampu melakukan kontra opini. Yang mereka bisa lakukan melalui media sosial hanya caci maki, sumpah serapah, menuduh buzzer, penista agama dan penjilat pemerintah.

Rasa jengkel mereka sebenarnya bukan karena opini Bang Ade menyakiti umat, tapi kejengkelan karena mereka sadar yang dikatakan Bang Ade benar. Tapi mereka tidak bisa menyangkal itu. Akhirnya kejengkelan itu dilampiaskan dalam bentuk kekerasan fisik.

Yang lebih nggilani lagi, kekerasan itu mereka lakukan secara berkelompok. Nyali mereka hanya terkumpul jika mereka bergerombol dan beramai-ramai. Karena dengan begitu, mereka menganggap akan sulit mengidentifikasi siapa yang melakukan pemukulan. Tapi dugaan mereka meleset, maklum gak punya otak, hehehe.

Giliran mereka sendirian dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, mereka lari, sembunyi di bawah keset bertuliskan welcome, persis junjungannya yang kabur berkedok umrah, gara-gara ketahuan chat mesum sama janda. Hahaha.

Jadi bagaimana menurut pembaca, kalau ketemu Kadrun yang model begini?

A. Pukul dibalas pukul.

B. Dinasehati.

C. Diajak debat.

D. Diajak ngopi.

Silahkan ditulis di kolom komentar.

Kekerasan dan Kekalahan Kadroen Dalam Kontra Opini

Sumber Utama : https://seword.com/umum/kekerasan-dan-kekalahan-kadroen-dalam-kontra-opini-ADFbDrSqP5

Pantesan Mahasiswa Sekarang Dibully, Ketua BEM SI Konyol Sekali

Mahasiswa atau tepatnya para mahasewa mungkin sangat bangga dengan sosok Ketua BEM SI bernama Kaharuddin.

Ini terkait dengan video argumentasi Kaharuddin dalam acara Hot Room di salah satu stasiun televisi.

Dalam video yang tersebar, terlihat Kaharuddin tengah berargumentasi, dan berbicara dengan salah satu pengacara kondang, Hotman Paris dalam acara yang bertemakan “Demo Untuk Apa?”.

Tanpa basa basi, dalam video tersebut Kaharuddin bilang bahwa pada era orde baru, masyarakat Indonesia memperoleh kebebasan dan kesejahteraan.

“Terkait dengan itu, bagaimana hari ini tentang kesejahteraan. Contoh misalkan di orde lama, kita peroleh yang namanya kebebasan dan kesejahteraan? Tidak. Orde baru kita peroleh yang namanya kebebasan, kesejahteraan kita punya. Hari ini yang ingin kita tanyakan adalah apakah kita peroleh kesejahteraan? Apakah kita peroleh kebebasan?” kata Kaharuddin.

Saya sebenarnya menganut prinsip 'Don't judge a book by its cover'. Tapi saya punya asumsi awal terhadap orang ini. Dari penampilannya, tidak ada potongan kayak ketua BEM SI yang sesungguhnya. Mungkin saya yang terlalu sinis. Tapi setelah menonton cara dia ngomong, ternyata saya tidak salah. Beneran konyol dan bikin malu seluruh mahasiswa di Indonesia.

Di Orde Baru kita punya kesejahteraan? Hahaha, ini anak pasti sedang halu. Kalau sejahtera, tidak mungkin mahasiswa demo sampai Soeharto lengser. Ini logika yang sangat mudah dipatahkan. Kalau rakyat sejahtera, tidak mungkin terjadi aksi demo besar-besaran pada 1998.

Zaman Orde Baru kita punya kebebasan? Ini orang mungkin belum lahir pada era Orde Baru.

Seandainya dia hidup di masa itu dan mencoba mengkritik pemerintah, dijamin wajahnya akan jadi glowing karena pucat jadi seputih bubuk semen. Lu bisa bebas menghina pemerintah, tapi pemerintah bisa bebas melakukan apa pun sama lu. Paham gak? Kalau tidak punya nyali baja, jangan coba-coba kritik pemerintah. Dulu bahkan sempat ada metafora di mana dinding punya telinga. Silap mulut, lu bisa dalam masalah besar.

Ucapan Kaharuddin diralat langsung oleh anggota komisi XI DPR RI / F-PDIP, Masinton Pasaribu, yang juga ikut serta dalam acara tersebut. Masinton menyebut bahwa pada masa orde baru, tidak ada yang namanya kebebasan, dan kesejahteraan, fakta yang ada pada masa orde baru justru kesejahteraan masyarakat tidaklah merata.

“Orde baru itu tidak ada yang namanya kebebasan, kesejahteraannya semu, jadi maksud saya teman-teman mahasiswa juga harus objektif, karena kebebasan tidak ada dalam masa orde baru, makanya kami dan teman-teman pada tahun 97-98 menentang itu, memperjuangkan adanya demokrasi, seperti itu,” kata Masinton.

Saya sampai bingung kok bisa orang ini jadi Ketua BEM SI? Apakah saking tidak ada mahasiswa bermutu di negara ini sehingga yang kocak begini pun bisa diangkat sebagai ketua BEM SI?

Wajar kalau mahasiswa sekarang banyak lagak, karena sok tahu padahal tak tahu apa-apa. Merasa sudah hebat padahal publik menganggap mereka bodoh. Tanya tuh mahasiswa senior yang ikutan demo pada tahun 1998. Tanya mereka ngapain mereka demo. Apakah mereka demo karena harapkan nasi bungkus? Apakah mereka demo buat gaya-gayaan? Apakah mereka demo buat cari sensasi biar masuk TV? Mereka berjuang demi kebebasan berpendapat, demi deomkrasi yang lebih baik.

Kalau di zaman itu kita dapat kebebasan, ngapain mahasiswa dulu demo? Logika begini aja masa tidak bisa dipahami oleh Kaharuddin? Malah jadi Ketua BEM SI pula. Parah, ternyata status mahasiswa makin ke sini makin rendah dan di-downgrade habis-habisan. Dulu bisa jadi mahasiswa itu membanggakan. Sekarang malah jadi bulan-bulanan gara-gara model kayak Kaharuddin ini.

Gak tahu sejarah, gak pernah hidup di era Orde Baru, minimal tanya dulu sama yang pernah hidup di zaman itu. Kalau ada mesin waktu, harusnya orang ini di lempar ke tahun 90-an dan beri dia tantangan kritik Soeharto, biar dia jilat ludahnya sendiri.

Tapi ini adalah bukti kalau demo yang sebelumnya itu tidak murni, ada bohir di balik itu semua. Siapa? Ya lihat saja model Kaharuddin ini memuja era siapa. Sudah paham, kan, mahasiswa (tidak semuanya yah) sekarang modelnya kayak gimana. Ketua BEM SI aja modelnya begini.

Bagaimana menurut Anda?

Pantesan Mahasiswa Sekarang Dibully, Ketua BEM SI Konyol Sekali

Sumber Utama : https://seword.com/politik/pantesan-mahasiswa-sekarang-dibully-ketua-bem-si-3nOvreJDtJ

Re-post by MigoBerita / Selasa/19042022/1139Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya