» » KONTROVERSI 23 Mei 1997 "Jum'at Kelabu"

KONTROVERSI 23 Mei 1997 "Jum'at Kelabu"

Penulis By on Minggu, 22 Mei 2022 | No comments

 Makam massal para korban kerusuhan di Landasan Ulin, Banjarbaru, Banjarmasin pada 23 Mei 1997 yang dikenal sebagai Jumat Kelabu. (Wikipedia.org)  

Migo Berita - Banjarmasin - KONTROVERSI 23 Mei 1997 "Jum'at Kelabu". Kejadiannya telah 25 tahun yang lalu dari hari ini tahun 2022.

Untuk Info Tambahan silahkan klik di Jumat kelabu 23 Mei 1997, Pelaku Utamanya Bukan Orang Banua Banjar ASLI, Lalu Siapa..??!!

Sejarah Hari Ini: 23 Mei 1997 Jumat Kelabu Kerusuhan di Banjarmasin
Solopos.com, SOLO —
Kerusuhan terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan saat Partai Golkar menggelar kampanye hari terakhir menjelang pemilu 1997. Kejadian pada 23 Mei 1997 ini dikenang sebagai Jumat Kelabu.

Masih banyak peristiwa bersejarah pada 23 Mei yang dihimpun Solopos.com dari Thepeoplehistory.com dan Wikipedia.org dalam Sejarah Hari Ini:

1430

Seorang wanita petinggi militer Prancis yang namanya kemudian dikenal sebagai salah satu santa, Jeanne d’Arc, ditangkap tentara Burgundi kala mempertahankan Compiegne di Prancis dari serangan Burgundi. Jeanne lantas dieksekusi mati pada 30 Mei 1431.

1568

Kelompok pemberontak Belanda pimpinan Louis dari Nassau, mengalahkan tentara loyalis Kekaisaran Spanyol yang kala itu menjadi penguasa di Belanda. Peristiwa itu memicu Perang Delapan Puluh Tahun yang berakhir dengan merdekanya Belanda dari Kekaisaran Spanyol.

1915

Italia secara resmi bergabung dengan Sekutu dalam Perang Dunia I menyusul bubarnya Aliansi Tiga yang beranggotakan Italia, Jerman, dan Austria-Hungaria. Bergabungnya Italia dengan Sekutu itu juga sesuai dengan Perjanjian London yang ditandatangani sebulan sebelumnya.

1941

Pasukan Blok Poros mengklaim telah menenggelamkan semua kapal perang milik Inggris yang berada di Laut Tengah. Kejadian yang diklaim Blok Poros itu merupakan bencana terbesar terhadap kapal perang semasa Perang Dunia II.

1945

Pemerintahan Flensburg yang didirikan sebagai pemerintah darurat setelah kalahnya Nazi Jerman dalam Perang Dunia II dibubarkan pasukan Sekutu. Semua anggotanya ditangkap dan dipenjara. Sebelum dibubarkan, Pemerintahan Flensburg dipimpin Karl Donitz sebagai presidennya.

1945

Menyusul kekalahan Jerman pada Perang Dunia II, orang kepercayaan Adolf Hitler sekaligus pemimpin organisasi keamanan dan militer Jerman, Heinrich Himmler, bunuh diri di dalam penjara saat menjadi tahanan militer Sekutu.


1951

Tujuh Belas Butir Perjanjian Pembebasan Damai Negara Tibet ditandatangani perwakilan rakyat Tibet untuk memberi wewenang kepada Tiongkok mendirikan pemerintahan di Tibet. Meski demikian pemerintah Tibet tak pernah menyutujui perjanjian tersebut.

1981

Suriah mengeluarkan ancaman kepada Israel untuk tidak menyerang Suriah dan Lebanon. Suriah mengancam akan mendeklarasikan perang yang akan memicu perang skala besar di Timur Tengah.

1997

Kerusuhan terjadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan saat Partai Golkar menggelar kampanye hari terakhir menjelang pemilu 1997. Kejadian ini dikenang sebagai Jumat Kelabu diyakini menyebabkan banyak orang meninggal. Namun pemerintah tertutup mengenai korban kejadian ini.

2016

ISIS melancarkan delapan serangan bom di kota-kota tepi pantai Suriah dan satu serangan di Kota Aden, Yaman. Serangan tentara ISIS di Suriah itu menewaskan sedikitnya 184 orang dan melukai 200 lainnya, sedangkan serangan di Yaman menewaskan 45 orang.
Bandara Banyuwangi

2018

Dua anggota DPRD Banyuwangi pada 23 Mei 2018 diamankan petugas Bandara Banyuwangi karena bercanda mengenai bom saat hendak naik pesawat Garuda rute Banyuwangi- Jakarta di Bandara Banyuwangi, Jawa Timur. Keduanya pun gagal berangkat.

Sumber Utama : https://www.solopos.com/sejarah-hari-ini-23-mei-1997-jumat-kelabu-kerusuhan-di-banjarmasin-1322260?utm_source=sidebar_desktop

Jangan Tutup Mata dan Telinga atas Tragedi 23 Mei di Banjarmasin

KETERTUTUPAN pemerintah di era Soeharto berkuasa, tidak ada laporan yang akurasinya bisa dipercaya. Apa sebenarnya yang terjadi dalam kerusuhan massal pada Jumat Kelabu, 23 Mei 1997 di Banjarmasin.

TRAGEDI kemanusiaan yang berawal dari konstelasi politik tinggi di era Orde Baru, membuat ratusan nyawa melayang, terbakar dan menjerit dimasa terakhir kampanye Pemilu 1997.

Tak ingin hilang dari memori ingatan, mahasiswa Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al-Banjari dari Sanggar Titian Barantai (STB) menghelat aksi teaterikal dan pembacaan puisi sambil membagikan bunga mawar hitam dan keranda mayat di perempatan Kantor Pos Banjarmasin, Jalan Lambung Mangkurat-Jalan Pangeran Samudera, Kamis (23/5/2019).

BACA : Belajar Dari Tragedi Jumat Kelabu, Ketika Polarisasi Masyarakat Makin Menggebu

Pegiat seni kampus ini meminta masyarakat tidak menutup mata dan telinga atas kejadian masa terakhir kampanye Pemilu 1997 di Banjarmasin itu. Apalagi aksi kerusuhan massal tersebut menyisakan trauma mendalam disegenap warga ibukota Provinsi Kalsel, lantaran merenggut ratusan nyawa.

“Masyarakat jangan tutup mata dan telinga atas kejadian ini,” ujar Ketua STB Uniska Taufikurrahman kepada awak media.

Dia berharap, masyarakat bisa menjaga kondusivitas dan kedamaian di Banjarmasin, agar peristiwa berdarah itu tidak kembali terulang. Sebab, efek dari kerusuhan tersebut menyebabkan kemunduran hingga 20 tahun kebelakang.

“Karena beberapa gedung ataupun pusat perbelanjaan mengalami kerusakan parah. Untuk itu jangan sampai kembali terulang,” ujar Taufik.

BACA JUGA : Fenomena Pemilu di Banjarmasin Era Orde Baru

Mengenai kerusuhan 22 Mei 2019 di Jakarta, dinilai Taufik, tidak ada kaitannya dengan aksi teaterikal, membaca puisi sambil membagikan bunga mawar hitam sebagai tanda berkabung. Dia menegaskan STB rutin mengadakan aksi teaterikal Jumat Kelabu dari 1998 untuk turun kejalan mengingatkan masyarakat.

“Mungkin karena waktunya berdekatan saja. Tetapi saya tegaskan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kerusuhan di Jakarta,” pungkasnya.

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2019/05/23/jangan-tutup-mata-dan-telinga-atas-tragedi-23-mei-di-banjarmasin/

Belajar dari Tragedi Jumat Kelabu, Ketika Polarisasi Masyarakat Makin Menggebu

JUMAT Kelabu atau Jumat Membara, 23 Mei 1997 atau 22 tahun silam, wajah Kota Banjarmasin sempat bermuram durja. Di masa kampanye terakhir Partai Golkar di era Pemilu 1997 dengan sistem tiga partai, benar-benar menjadi petaka bagi ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

BANGUNAN menjulang tinggi dibakar massa tak terkendali. Penjarahan di mana-mana. Bangunan tempat ibadah dirusak. Hingga suasana mencekam di Banjarmasin berlangsung sejak siang hingga tengah malam. Aparat keamanan pun memberlakukan jam malam, mengantisipasi para perusuh berbuat onar.

Kerusuhan 23 Mei 1997, benar-benar diingat warga Banjarmasin sebagai petaka politik yang tak akan pernah terlupakan. Termasuk, Budi ‘Dayak’ Kurniawan, mantan wartawan Banjarmasin Post yang kini aktif di dunia pergerakan dan sosial kemasyarakatan ini menilai tragedi Jumat Kelabu adalah pangkal dari akumulasi kemuakan masyarakat atas pemerintahan otoriter Orde Baru.

BACA : Bernostalgia di DPRD Kalsel, Wakil Walikota Hermansyah Singgung Peristiwa Jumat Kelabu

“Masa itu, Golkar merupakan partai pemerintah yang amat berkuasa. Saat kejadian, Jumat 23 Mei 1997 masih menjadi wartawan Banjarmasin Post desk politik dan keamanan. Karena partai hanya tiga, PDI, PPP dan Golkar, saya kebagian jatah meliput kampanye PDI,” kata Budi Kurniawan kepada jejakrekam.com saat jadi narasumber diskusi di Taman Budaya Provinsi Kalsel, Kamis (23/5/2019) dinihari.

Wartawan senior ini bercerita pada Kamis, 22 Mei 1997, sehari sebelum kejadian kerusuhan massal, PPP menggelar kampanye terbuka terakhir. Sehari setelahnya menjadi jatah Partai Golkar, pada Jumat 23 Mei 1997. Budi ingat betul, ketika tiga wartawan diarahkan meliput kegiatan kampanye beringin di Lapangan Kamboja, ternyata ada pergerakan massa berkaos hijau PPP menuju ke tempat itu.

“Saat itu, sentiment di lapangan memang sangat terasa. Masa datang tiba-tba datang dari kantong pemilih PPP di Banjarmasin. Dulu, massa pendukung PPP itu ada di Jalan Jati (Jalan Pangeran Antasari), Kampung Melayu, Kampung Gedang, Teluk Tiram dan lainnya yang secara historis dan ideologis merupakan basis massa PPP,” tutur Budi.

BACA JUGA : Melawan Lupa, Aksi Teatrikal Mahasiswa Uniska Mengenang 21 Tahun Jumat Kelabu

Berawal dari pergerakan massa usai shalat Jumat dari Masjid Noor Banjarmasin, ratusan hingga ribuan orang datang spontan tanpa terorganisir rapi karena dipicu kemuakan terhadap Golkar yang merupakan representasi rezim pemerintahan otoriter Orde Baru.

“Saat kampanye terakhir di Lapangan Kamboja yang juga dihadiri tokoh-tokoh nasional, terjadi chaos dan menyebar di mana-mana. Bentrok antar pendukung partai dan kekerasan terjadi di mana-mana,” kenang Budi.

Pegiat jurnalistik kampus ini menyaksikan dengan mata kepala sendiri kekerasan terjadi dimana-mana. Termasuk, ketika massa mengepung kantor DPD Partai Golkar Kalsel di Jalan Lambung Mangkurat. Hingga penjarahan pusat perbelanjaan seperti Lima Cahaya Store, Plaza Junjung Buih di Hotel Kalimantan, Mitra Plaza, serta tempat ibadah yang jadi sasaran amuk massa.

BACA JUGA : Arjuna Plaza Riwayatmu Kini, Berubah Jadi Toko Helm dan Burung Parkit Australia

“Situasi sangat mencekam pada Jumat, 23 Mei 1999 itu. Massa memang terpusat di Bundaran Hotel Kalimantan (kini Hotel A), listrik mati total. Kami wartawan saja kesulitan menulis berita. Sampai akhirnya, koran Banjarmasin Post tidak bisa terbit. Artikel kami akhirnya diterbitkan di headline koran Kompas sebagai induk media Banjarmasin Post dan terjadi selama berhari-hari,” beber Budi.

Ketika itu, menurut Budi, suasana penuh horor dengan bangunan bekas bangunan terbakar dan hancur, hingga mayat bertebaran dimana-mana terutama di daerah titik kerusuhan terjadi.
“Situasi dapat terkendali menginjak tengah malam, ketika ada penangkapan yang diduga provokator kerusuhan. Pada Sabtu, 24 Mei 1997, kota memang sudah bisa kendalikan aparat. Di sisi lain mayat-mayat bergelimpangan di kantong-kantong kerusuhan seperti Mitra Plaza,” urai Budi.

Ia menyebut setelah tragedi Jumat Kelabu, pejabat dari ibukota berdatangan ke Banjarmasin, seperti Sekjen Komnas HAM Baharuddin Lopa, hingga tim investigasi yang dibentuk tokoh Kontras, Munir. Hanya saja, hasilnya nihil.

BACA LAGI : Jadi Ikon Kota, Ayo Selamatkan A Hotel Banjarmasin

“Apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana nasib para korban belum bisa dijawab. Saat itu, akhirnya menjadi mitos dan suara sumir di tengah masyarakat,” tegas alumnus FISIP ULM ini.
Budi menegaskan tragedi Jumat Kelabu bukan kekerasan etnis seperti yang berkembang di kemudian hari. Meski diakui Budi, kantong-kantong pendukung PPP berasal dari etnis Madura.

“Ini bedanya dengan Jakarta, jelang masa reformasi 1998. Tidak ada toko milik keturunan Tionghoa yang dijarah, dan rumah ibadah yang dibakar massa. Jadi, tidak betul, peristiwa Jumat Kelabu merupakan peristiwa kekerasan etnis dan agama,” imbuhnya.

Aktivis PMII Kota Banjarmasin, Khairul Umam berharap peristiwa Jumat Kelabu, 23 Mei 1997 harus jadi pembelajaran berharga dalam merekat persatuan dan kedamaian di tengah anak bangsa.

“Di era demokrasi kekininan ini perlu rekonsiliasi pasca Pemilu 2019. Sebab, situasi sekarang sangat memanas akibat polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat. Tentunya, kita tak ingin tragedi Jumat Kelabu itu terulang lagi,” ucap Khairul Umam.

Menurut dia, demokrasi dan politik harusnya diwarnai suasana yang adem dan penuh dialetika, sehingga demokrasi menjadi milik bersama bukan segelintir orang

Sumber Utama : https://jejakrekam.com/2019/05/23/belajar-dari-tragedi-jumat-kelabu-ketika-polarisasi-masyarakat-makin-menggebu/

Re-post by Migo Berita / Senin/23052022/12.03Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya