Migo Berita - Banjarmasin - Dukung Formula E biar Anies jadi Presiden !!! Ada kabar dari anak Ridwan Kamil yang hilang, hingga analisa politik. Baca hingga tuntas agar tidak gagal paham.
Formula E Bukan F1!
Sebenarnya saya tidak ingin menuliskan tentang Formula E yang akan diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 2022. Sejak awal, saya merasa bahwa balapan ini lebih banyak aroma politik untuk pencitraannya daripada soal olahraga. Hanya saja akhir-akhir ini saya menemukan hal menarik dan unik mengenai penyelenggaraan Formula E. Bukan tentang anggaran yang besar, sponsor yang tidak jelas, sirkuit yang dibuat mendadak maupun penjualan tiket tetapi soal pemahaman yang keliru. Ya, keliru menyamakan Formula E dengan Formula One (F1). Persepsi yang keliru ini membuat saya kaget tetapi juga miris saat mendengar langsung dari orang-orang yang saya temui. Saya tidak tahu darimana muncul kesalahan persepsi itu. Mungkin saja karena ada kata "formula"-nya sehingga lalu disamakan. Pantas saja Formula E ini dijadikan komoditas politik untuk pencitraan karena banyak yang belum paham juga. Karena itulah, saya merasa perlu untuk menulis tentang Formula E dan kaitannya dengan F1 sebagai penikmat olahraga tanpa melibatkan hal-hal politis.
Baik jika kita mulai melihat sejarah terbentuknya Formula E. Dari situs resmi Formula E, ide awal Formula E muncul dalam pertemuan antara Jean Todt, Presiden FIA dengan Alejandro Agag, Chairman Formula E pada tanggal 3 Maret 2011. Dalam pertemuan itu, muncul ide untuk mengadakan balapan mobil elektrik di jalanan kota-kota besar yang ikonik di seluruh dunia. Misi dari balapan ini adalah terciptanya kompetisi balap mobil elektrik yang diikuti oleh pembalap terbaik dunia dan pabrikan besar dunia untuk masa depan yang lebih baik dan bersih. Setelah kurang lebih 3 tahun pengembangan mobil, Formula E dimulai pada tanggal 13 September 2014 di Olympic Park Beijing. Jelas bahwa sejarah Formula E berbeda dengan F1 yang pertama kali digelar tahun 1950. Karena perbedaan sejarah ini, popularitas F1 jauh lebih tinggi daripada Formula E. Meskipun masih berada di bawah F1, popularitas Formula E semakin meningkat dari tahun ke tahun. Popularitasnya semakin naik karena pada tahun 2019, FIA secara resmi mengakui Formula E berada di bawah naungan mereka.
Perbedaan lain adalah soal spesifikasi mobil yang digunakan dalam balapan. Perbedaan utama tentu saja adalah soal bahan bakar mobil yang digunakan. Mobil F1 berbahan bakar sejenis bensin yang biasa digunakan untuk mobil sementara Formula E menggunakan baterai. Perbedaan jenis bahan bakar ini berefek kepada performa mobil yang digunakan untuk balapan. Kecepatan maksimal mobil F1 bisa mencapai angka 397 km/jam sementara mobil Formula E berada di angka 280 km/jam. Suara yang dihasilkan pun berbeda karena mobil F1 menghasilkan suara yang keras dan dahsyat sementara mobil Formula E menghasilkan suara yang lebih lembut untuk mengurangi kebisingan. Hal ini sejalan dengan tujuan Formula E yang ingin mengadakan balapan di tengah kota besar tanpa menambah kebisingan.
Sirkuit yang digunakan pun berbeda. Sirkuit yang digunakan untuk Formula E adalah jalan raya di kota yang menjadi tuan rumah atau sirkuit baru yang dibuat di lahan yang tidak terlalu luas. Hal ini sesuai dengan tujuan awal penggagas Formula E yaitu melakukan balapan di jalanan kota-kota besar dunia. Jika kita menyaksikan balapan Formula E, kita bisa melihat mobil-mobil itu balapan di dekat Menara Eiffel di Paris atau dekat Colosseum di Roma. Memang lokasi yang dipilih adalah lokasi yang mempunyai ikon tertentu dari kota tersebut. Makanya tidak mengherankan bahwa awalnya Formula E di Jakarta akan dilaksanakan di sekitar Monas sebelum dipindahkan ke Ancol. Itu pula sebabnya sirkuit Formula E di Jakarta bisa diselesaikan dengan cepat karena spesifikasinya tidak jauh berbeda dengan jalan raya di kota-kota besar. Bandingkan dengan sirkuit yang digunakan oleh F1. Rata-rata sirkuit yang digunakan memang didesain khusus untuk balapan. Memang ada pengecualian seperti di Monaco, Australia atau Singapura tetapi rata-rata sirkuit yang digunakan memang khusus untuk balapan dengan spesifikasi yang tinggi dengan tingkat keselamatan yang tinggi pula. Jika hendak dilakukan di jalan raya pun, pihak penyelenggara F1 pasti menuntut tuan rumah untuk memenuhi kriteria keselamatan yang dipunyai oleh pihak FIA.
Memang perbedaan-perbedaan itu masih bisa ditambah dengan hal-hal yang lebih mendetail seperti peraturan balapan, perolehan poin, sistem balapan, spesifikasi sasis mobil, sistem pengereman, sistem untuk membantu mendahului dan berbagai hal detail lainnya. Perbedaan yang disampaikan disini lebih kepada hal-hal yang bisa langsung kelihatan dan dicek sehingga perbedaan Formula E dan F1 langsung kelihatan. Saya tidak ingin mengurangi antuasiasme menonton Formula E tetapi lebih menjernihkan pemahaman yang keliru soal Formula E yang dianggap sama dengan F1. Formula E tetaplah balapan tingkat dunia yang diakui oleh FIA. Penunjukan Jakarta sebagai tuan rumah tetaplah menjadi berkah bagi Indonesia karena akan dilihat oleh seluruh dunia. Jika penyelenggaraan berjalan sukses maka ada nilai plus bagi Indonesia sebagai negara yang pernah menyelenggarakan Formula E.
Apakah saya akan datang menonton Formula E? Jawabnya adalah tidak. Alasannya bukan soal politik tetapi lebih kepada selera sebagai penggemar balapan. Saya sudah beberapa kali menonton Formula E di televisi dan semuanya tidak pernah sampai selesai karena merasa bosan. Selain karena suara mesin mobil yang tidak terlalu dahsyat, strategi pit stop yang sangat menarik di F1 tidak ada dalam balapan Formula E karena ban yang digunakan dirancang untuk bisa digunakan sepanjang balapan dan di segala cuaca. Selain itu, Formula E belum bisa mewujudkan misinya untuk menghadirkan balapan dengan pembalap tingkat dunia dengan pabrikan-pabrikan ternama. Yang ikut balapan di Formula E biasanya adalah pembalap yang gagal masuk ke F1 atau pembalap yang terbuang dari F1. Tim pabrikan ternama pun tinggal Mercedes di tahun 2022 ini yang akan digantikan oleh Mclaren. Itulah sebabnya saya tidak terlalu antusias menyambut Formula E di Jakarta. Saya lebih antusias untuk mengikuti ide yang pernah dicetuskan yaitu Mandalika bisa digunakan untuk menyelenggarakan F1 dengan berbagai peningkatan yang harus dilakukan. Tidak ada salahnya khan berharap itu terjadi?
Sumber Utama : https://seword.com/sport/formula-e-bukan-f1-L6fvhKrogG
Pawai Khilafah? Hanya Dudung yang Mampu Bersihkan
Ketika sekumpulan orang melakukan parade khilafah, banyak yang terkaget-kaget. Kok bisa? Lah kok masih ada? Bukannya HTI sudah dibubarkan? Lalu mereka ini siapa?
Jika yang kaget adalah masyarakat biasa, wajar saja. Karena mungkin mereka tidak paham soal gerakan dan kelompok khilafah ini masih eksis sampai sekarang. Masih kerap mengadakan pengajian dan kajian, dengan beragam nama dan acara.
Tapi bagi aparat penegak hukum dan intelijen, mestinya data-data mereka lebih lengkap. Dan mereka pasti tahu betul bahwa jumlah penganut khilafah di Indonesia yang bercita-cita menegakkan sistem khilafah, sejatinya jauh lebih banyak dibanding yang melakukan pawai kemarin.
Menariknya, sejauh ini belum ada satupun yang merespon dengan serius. Tak perlu saya sebutkan lebih lanjut, intinya ya begitulah. Kita sama-sama tahu, tapi kebingungan untuk memproses kelompok orang-orang ini.
Cerita soal kelompok khilafah di Indonesia yang masih bebas bergerilya dan bikin acara itu bagi saya sama seperti baliho-baliho Rizieq.
Banyak orang bisa melihat, tersebar di mana-mana. Lalu semua pura-pura tidak melihat, seolah tidak ada apa-apa. Seperti tak ada salahnya membuat baliho di mana-mana tanpa tujuan yang jelas.
Jauh sebelum baliho Capres marak di banyak sudut kota, baliho Rizieq sudah lebih dulu. Waktu itu tujuannya untuk mengenang dan mengingat. Karena Rizieq waktu itu dalam pelariannya.
Sebenarnya banyak orang resah. Banyak pula yang ingin menurunkan, tapi tak punya kewenangan dan enggan ribut-ribut.
Maka Ketika aparat tidak melakukan apa-apa, masyarakat enggan cari gara-gara sama kelompok arogan yang merasa pemilik surga dan dunia beserta seluruh isinya, baliho itupun bertahan cukup lama.
Kita hanya pura-pura tutup mata.
Sampai kemudian muncul Dudung Abdurrahman. Jenderal yang dengan segala resikonya langsung menurunkan baliho. Bahkan secara terbuka, mengakui telah menginstruksikan anak buahnya untuk membersihkan seluruh baliho yang ada.
Kita bersyukur. Sementara pemuja baliho langsung melabeli Dudung dengan jenderal baliho. Karena entah kebetulan, atau memang jalannya, Dudung naik jabatan cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir dan kini mencapai posisi KSAD.
Urusan khilafah lebih senyap dan tak kasat mata Bagi banyak orang. Tak seterang baliho yang bisa kita lihat dengan mudahnya. Tapi bagi saya, kira-kira sama saja.
Kita tahu kelompok ini siapa, dananya dari mana, tujuannya apa, dan bagaimana mereka bergerak untuk terus mengumpulkan jemaah.
Kita juga tahu ada kelompok politik yang berafiliasi. Memanfaatkannya untuk mendulang suara. Dengan iming-iming, kalau menang di Senayan, maka ada peluang Bagi mereka untuk bicara arah perubahan sistem negara menjadi khilafah.
Kita tahu betul. Tapi sekali lagi, mungkin kita perlu Jenderal Dudung untuk duduk di kursi Presiden. Agar jaringan mereka ini bisa benar-Benar diputus, dibersihkan sebersih bersihnya sama seperti baliho baliho Rizieq yang mengganggu jalan.
Indonesia sebagai negara perlu tegas soal komitmen kebangsaan. Parade kekuatan harus ditunjukkan agar mereka tahu, politisi dan dana asing yang membiayanya tahu, bahwa kita adalah bangsa yang sangat siap untuk menghadapi segala upaya pecah belah.
Jenderal Dudung yang berani menurunkan baliho itu bukan hanya soal nyali. Karena kitapun sebenarnya berani dan siap berhadapan dengan orang FPI. Baliho Rizieq itu adalah simbol kekuatan dari sekumpulan dana asing, politisi dan partai, dan kekuatan lain dalam negeri yang selama ini merasa bisa melakukan apa saja.
Dudung muncul sebagai sosok yang berani melawan semua mereka, karena bersih dan tak punya beban sungkan ataupun hutang budi pada siapapun. Sementara yang lain? Sejauh ini masih kompromi atau tak terlalu berani.
Mereka yang punya jabatan dan kekuatan, bisa menggerakkan dan melakukan sesuatu untuk kehormatan bangsa. Tapi pada akhirnya memilih pura-pura buta terhadap permasalahan ini.
Atau, pura-pura sibuk mengurusi hal lain agar tak ditanya mengapa urusan kelompok khilafah ini masih saja ada dan terus menunjukkan arogansinya?
Ya semoga saja Dudung Abdurrahman jadi Presiden selanjutnya. Agar sepuluh tahun ke depan, kita benar-Benar bisa lepas dari rongrongan kelompok pemilik surga dan dunia berseta seluruh bidadarinya. Kelompok yang merasa paling benar sendiri, dan yang lain salah semua.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pawai-khilafah-hanya-dudung-yang-mampu-bersihkan-5bHvtqt4MF
Kang Emil, Tragedi Sungai Aare, Dan Takdir Ilahi Yang Sukar Dipahami
Membaca berita, yang sebagian berupa gambar, foto, hingga tayangan video mengenai duka yang dialami oleh keluarga Ridwan Kamil (Kang Emil), membuat hati saya ikut bergetar karena merasa trenyuh melihat apa yang dialami oleh keluarga Kang Emil.
Apalagi saat saya menonton video ketika Kang Emil terlihat menyusuri sungai Aare, lokasi yang dilaporkan menjadi tempat hilangnya Emmeril Kahn Mumtadz (Eril). Terlihat betul bagaimana ikhtiar seorang ayah berupaya mencari anaknya di tengah ketidakpastian, tetapi mungkin masih ada asa yang hendak ditempuhnya pada saat itu.
Akan tetapi, kini kabarnya pihak keluarga, termasuk Kang Emil dan istri telah merelakan kepergian anak mereka, sekalipun tentu dengan pedih hati dan perasaan kehilangan yang luar biasa, sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Kang Emil pun mencoba menuliskan kepedihan hatinya lewat sebuah puisi yang diunggah lewat akun media sosial (IG) pribadinya, dengan isi yang sangat menggetarkan hati:
Wahai Sungai Aare
Sebagai sesama mahluk Allah SWT, aku titipkan jasad anak kami kepadamu.
Sudah kukumandangkan adzan terbaikku di tepi batasmu..
Bahagiakan dia dalam keindahanmu.
Selimuti dia dalam kehangatanmu.
Lindungi dia dalam kemegahanmu.
Sucikan dia dalam kejernihanmu.
Jadikan doa-doa kami menjadi cahaya penerang jasad syahidnya di dasarmu.
Engkau sudah ditakdirkan sebagai tempat terindah dan terbaik baginya untuk bertemu dengan pemilik dan pelindung sejatinya, Allah SWT.
Berjanjilah padaku, wahai Sungai Aare.
Hufff ... menuliskan kisah ini sungguh menyayat hati, meskipun saya belum pernah merasakan betapa pedihnya ditinggal oleh seorang anak untuk selamanya. Sungguh takdir ilahi yang sukar untuk dipahami oleh siapa pun yang "terpilih oleh Yang Kuasa" untuk mengalami hal ini, dengan keyakinan bahwa Tuhan takkan memberi cobaan kepada umat-Nya melebihi kemampuannya.
Kata-kata yang mungkin sangat mudah diucapkan, tetapi jika terpilih untuk mengalaminya, jauh dari kata mudah untuk diterima. Tuhan pun tak jarang "hanya diam" karena Dia juga tidak harus menjelaskan alasan dari setiap peristiwa yang mendatangkan pilu atau kedukaan bagi manusia selama menumpang hidup di dunia ini.
Kang Emil ... Teh Atalia ... semoga Tuhan memberikan ketabahan dan kekuatan, juga penghiburan bagi kalian berdua, juga bagi keluarga besar yang kini tentu sedang dirundung duka. Memang takdir ilahi tidak mudah untuk dipahami, juga tidak mudah diterima ketika sudah menyangkut kehilangan orang yang paling dekat dengan hati kita.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/kang-emil-tragedi-sungai-aare-dan-takdir-ilahi-J8lxyuT8ki
Ini memang berita lama, sekitar lima bulanan yang lalu ramai dibicarakan, tapi tetap saja menarik untuk dibahas karena menyangkut pemberitaan soal keluarga Presiden Jokowi, tepatnya yang mengarah ke Kaesang Pangarep. Siapa tahu, ada di antara SEWORD-ers yang juga baru tahu beritanya lewat ulasan ini.
Jadi, waktu itu bermula dari nyinyiran khas ala Rizal Ramli, sebagian masyarakat (baca: netizen) ada yang mulai terpengaruh, lalu mempertanyakan sumber kekayaan Kaesang yang baru saja membeli saham PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP), sebuah perusahaan yang memproduksi makanan beku berbasis udang senilai 90-an miliar rupiah.
Rizal Ramli mempertanyakan sumber kekayaan putra Jokowi itu, karena dianggapnya "cuma jualan pisang", tapi kok bisa membeli saham sebanyak itu? Nah, tudingan tak berdasar dari Rizal Ramli itu pun tak hanya disambut oleh netizen, yang mungkin ingin kaya tujuh turunan tapi nggak tahu caranya, jadi cuma bisa ikutan nyinyir, tetapi juga menggoda politisi Partai Demokrat untuk ikutan bersuara sumbang.
“Apa mereka piara tuyul?” cuit Abdullah Rasyid pada Kamis (16/12/2021).
Lucu, aneh, ora mutu, dan sangat aneh. Bagi saya tuduhan semacam itu terlalu mengada-ada, karena mungkin ingin memunculkan sentimen publik terhadap keluarga Presiden Jokowi, yang memang pandai dalam berbisnis atau setidaknya memiliki tim kerja yang hebat sehingga usahanya terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Menjalankan bisnis di tengah pandemi juga bukan perkara mudah lho, termasuk ketika seorang pebisnis mau membeli saham senilai 90-an miliar begitu, mesti ada perhitungan yang akurat dan pertimbangan matang.
Meski sama-sama keluar uang agak banyak, tentu perbuatan Kaesang yang menggemparkan dunia bisnis saat itu sangat berbeda dengan tindakan Sahroni yang mengaku memborong tiket Formula E hingga 670-an tiket, dengan total lebih dari 1,5 miliar rupiah, hanya supaya ajang balap mobil listrik ini terlihat ramai, padahal yang nonton sebagian adalah hasil pembelian tiket borongan. Hahahaha ...
Ade Armando saya lihat juga tertarik membahas viralnya tuduhan soal Kaesang itu, dengan menyebut sosok Buni Yani yang ikutan nyinyir, dengan membandingkan perbuatan rezim Presiden Jokowi dengan Soeharto. Entah karena tidak tahu sejarah era Soeharto atau memang sedang cari muka, dengan memanfaatkan kicauan Rizal Ramli, jelas Buni Yani tidak berbicara berdasarkan data yang akurat alias cuma modal bacot doang!
Jadi bagaimana? Layakkah tuduhan Kaesang pelihara tuyul itu dipercaya? Kalau saya jelas sangat, sangat tidak percayalah. Tapi nggak ada salahnya coba tanyakan kepada eks ahli telematika berinisial RS, siapa tahu beliau bisa mengetahui dengan pasti dari mana sumber kekayaan Kaesang dengan keahliannya. Namun yang jelas, sampai hari ini kita tahu Kaesang belum tercatat berbisnis dengan produk panci atau perkakas dapur lainnya. Eh, mungkin beliau malah bisa ngajarin ya. Hahahaha ....!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/aneh-aneh-saja-masak-kaesang-pernah-dibilang-rAeuBuY2oY
Terbongkar, Tiket Formula E Ludes Ternyata Tidak 100 Persen Karena Antusiasme
Tiket Formula E habis terjual, ternyata bukan semata-mata antusiasme masyarakat, tapi karena ada faktor borongan dari pihak-pihak tertentu sehingga terlihat laris padahal tidak begitu.
Salah satunya adalah ketua panitia Formula E Jakarta Ahmad Sahroni yang mengaku memborong tiket Fomula E untuk timnya. Dia mengaku merogoh kocek sekitar Rp 1,2 miliar untuk membeli tiket itu.
“Saya beli tiket mengeluarkan sampai Rp 1,2 miliar. Kenapa, saya punya tim saja, tim nih, tim sendiri, dari zaman 2013. Tim itu 640 orang, bayangin, itu gua beliin semua,” kata dia.
Selain itu, alasannya memborong tiket itu karena bagian dari kepedulian, sebagai tanggung jawab bahwa dia ikut memberikan kebanggaan untuk Indonesia.
Bukan hanya Sahroni saja, ternyata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi PAN Zita Anjani juga memborong tiket Formula E.
Zita mengaku mendapatkan perintah dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang juga ayahnya untuk 'membirukan' Formula E.
"Pertama, tentu ingin menyukseskan hajat warga Jakarta berskala dunia. Kita harus bangga ajang Formula E ini akan jadi kebanggaan Indonesia di pentas dunia. Kedua, ini perintah Ketua Umum agar ikut menyukseskan. PAN Jakarta akan birukan Formula E," kata Zita.
"Tapi saya sebagai pimpinan DPRD DKI memang fokusnya ingin turut menyukseskan program yang bagus dari Gubernur, yang bisa jadi kebanggaan warga DKI, termasuk event Formula E ini," katanya lagi.
Nah, ternyata ludesnya tiket bukan full 100 persen ludes. Belum lama ini saya sempat dengar kabar bahwa tiket Formula E diborong parpol, ternyata ini benar, hehehe.
Pertanyaannya adalah, PAN ini mau menyukseskan Formula E atau mau kampanye?
Tak diketahui berapa banyak tiket yang diborong oleh PAN. Tapi kalau ada perintah untuk membirukan tribun, berarti jumlahnya tidak sedikit. Bisa saja nantinya warna biru ini akan jadi ajang promosi gratis karena bakal disorot. Acaranya nanti malah mirip acara partai atau pertunjukan politik.
Dari awal ketika target penonton paling minimal adalah 10 ribu, di situ saya mulai curiga jangan-jangan Formula E tidak akan terlalu laku di negara ini.
Jangankan Formula E, Formula 1 saja kurang populer di sini. Warga tidak familiar dengan pebalap Formula 1, apalagi Formula E. Siapa pula yang mau nonton balapan yang kurang familiar di telinga banyak orang? Kalau ada pun, pangsa pasar sangat minim.
Mau bikin acara jadi ramai, terpaksa pakai jurus borongan atau bagi-bagi gratis kayak bagi sembako.
Kita lihat PAN yang borong tiket. Apakah itu murni karena ingin menyukseskan Formula E? Dalam politik, biasanya tak ada makan lobster gratis, eh tak ada makan siang gratis. Saya juga yakin orang-orang di partai tersebut banyak juga yang awam dengan Formula E. Kalau tidak ada sesuatu yang lebih menguntungkan, apakah mungkin mereka mau borong? Harganya tidak murah lho.
Ini terdengar seolah ada keterpaksaan untuk membeli. Baru kali ini ada acara balapan di mana ada pembeli tiket yang bukan hobi otomotif, tapi justru politikus.
Apalagi Zita sendiri yang bilang kalau Zulkifli Hasan memiliki kedekatan dengan Anies. Maka bisa kita simpulkan pemborongan tiket memiliki kaitan politis.
Sahroni saja sampai merogoh Rp 1,2 miliar. Yakin dia borong karena merasa uang sejumlah itu kecil baginya?
Tapi intinya adalah pengakuan Sahroni dan Zita yang memborong tiket Formula E membuat seolah acara tersebut kurang laku. Seharusnya mereka diam saja.
Tapi kalau tujuannya memang adalah untuk show off secara politik, maka logis kalau mereka berkoar-koar mengatakan ini. Formula E bukan lagi sekadar kendaraan politik Anies, tapi sudah menjadi ajang unjuk kekuatan politik dari parpol.
Di banyak forum, banyak yang meminta agar balapan ini tidak dikaitkan dengan politik. Mereka meminta agar semua saling mendukung. Tapi nyatanya, Formula E sulit untuk tidak dikaitkan secara politis. Ketika PAN memborong tiket, di situ kita paham Formula E ini adalah acara yang sungguh aneh.
Oh ya, PKS ke mana ya? Tidak ikutan botong juga kah?
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/terbongkar-tiket-formula-e-ludes-ternyata-tidak-rFJykKkOb2
Ini Alasan Kenapa Prabowo Beri Signal Tidak Mau Maju Lagi Pada Pilpres 2024 Mendatang
Jika ada pertanyaan, siapakah politisi yang paling tegar di dunia ini? Maka pasti ada yang menjawab Abraham Lincoln.
Pasalnya orang ini lebih banyaklah gagalnya daripada berhasilnya. Tapi pantang menyerah. Seperti ia pernah gagal dalam bisnis 2 kali, pernah gagal menjadi anggota legislatif 2 kali, pernah gagal dalam pemilihan anggota senat 2 kali, pernah gagal dalam pemilihan anggota kongres 1 kali, pernah gagal terpilih menjadi wakil presiden 1 kali.
Sedangkan berhasilnya cuma 1 kali, yakni terpilih sebagai Presiden Amerika ke-16.
Namun kegagalan itu pula yang turut menjadikan Lincoln sebagai salah satu presiden terhebat dan terkenal dalam sejarah Amerika. Yang salah satu perkataannya paling terkenal adalah;
"Hampir semua orang bisa menghadapi kesengsaraan, tetapi jika anda ingin menguji karakter seseorang, beri dia kekuasaan".
Selanjutnya, siapa lagi politisi paling tegar?
Menurut hemat penulis sih, Prabowo.
Karena dari dulu sampai sekarang ia gagal melulu terpilih jadi presiden. Tapi masih gak kapok-kapok juga.
Bayangkan saja, pada 2004 silam Prabowo gagal terpilih jadi Capres lewat konvensi Partai Golkar.
Pada Pilpres 2009, ia jadi Cawapres Megawati, tapi gagal mendapatkan suara terbanyak.
Pada Pilpres 2014 dan 2019, do'i dikalahkan Jokowi.
Padahal kita tahu sendiri bahwa Prabowo lebih segalanya dibandingkan Jokowi.
Pertama, ia lebih senior. Karena sudah masuk politik sejak lama sekali.
Sedangkan Jokowi, baru pada 2005 masuk ke politik saat hendak mencalonkan diri sebagai Walikota Solo.
Kedua, Prabowo lebih punya kuasa dibandingkan Jokowi.
Secara dia kan ketua partai, yang partai tersebut dia pula yang mendirikan serta mendanainya.
Sementara, Jokowi hanya kader PDIP biasa. Yang kalau Nyapres mesti mendapat restu dari Megawati dulu.
Ketiga, Ketua Umum Gerindra itu lebih banyak duit dibandingkan Jokowi.
Kekayaan Prabowo yang tertera di LKHPN saja mencapai Rp 2,03 triliun.
Itu baru yang dilaporkan.
Sementara, berdasarkan berita yang dilansir bbc.com, nama bos Fadli Zon itu masuk dalam dokumen paradise papers.
Artinya apa? Bisa saja kekayaan Prabowo lebih besar dari yang dilaporkan itu.
Sedangkan harta kekayaan Jokowi hanya Rp 71,4 miliar pada Desember 2021 lalu.
Ini juga yang membantah asumsi bahwa yang berduit selalu menang.
Terbukti, Jokowi yang sebenarnya jauh lebih kere dibandingkan Prabowo bisa terpilih jadi presiden dua periode.
Dan ini yang bikin Om Prab dongkol banget kala itu. Dia yakin bakal menang karena punya segalanya, gak tahunya kalah.
Karena begitu stresnya Prabowo kala itu, sampai-sampai dia main presiden-presidenan segala, bersama para purnawirawan pendukungnya.
Untung dikasih jabatan Menhan oleh Jokowi sehingga cepat move on dan tidak sampai jadi oposisi jalanan seperti para Kadrun 212.
Nah, menjelang Pilpres 2024, lagi-lagi Gerindra mendesak Prabowo agar kembali maju. Seperti yang dilakukan oleh Gerindra Sumbar meminta dengan sangat agar Gerindra pusat mengusung Prabowo lagi sebagai Capres 2024.
Lantas, kenapa kader Gerindra ngotot agar Prabowo Nyapres lagi? Bukankah ia sebelumnya kalah melulu?
Karena ada banyak manfaat yang didapatkan jika Prabowo ikut Pilpres ferguso.
Pertama, dapat coattail effect.
Artinya apa? Dengan Prabowo Nyapres lagi, anggota DPR dari fraksi Gerindra saat ini seperti Andre Rosiade dan Ahmad Muzani peluangnya untuk terpilih jadi anggota dewan lagi sangat besar.
Kedua, jika Prabowo menang, kader Gerindra bisa jadi menteri.
Atau dengan kata lain, kalah menang Prabowo kader Gerindra yang untung.
Wajar bila kemudian mereka mendesak terus mantan Danjen Kopassus itu untuk maju.
Namun disaat kader Gerindra semangat untuk mengusungnya lagi itu, baru-baru ini Prabowo menyampaikan pernyataan yang cukup mengejutkan terutama kader Gerindra yakni tidak harus dirinya yang maju pada Pilpres 2024 mendatang.
Atau dengan kata lain dia ingin menyampaikan pesan bahwa Gerindra bisa saja mengusung Capres lain selain dirinya.
Jelas pernyataan ini bikin kader Gerindra sedih dan kecewa.
Lantas, kenapa Prabowo ngomong begitu di saat kader partainya semangat hendak mengusungnya lagi?
Berikut beberapa alasannya,
Pertama, dia sudah lelah.
Karena berjuang untuk jadi presiden sejak 2004 hingga 2019 itu bukan sesuatu yang mudah ferguso. Sangat banyak, waktu, tenaga, pikiran dan materi yang dihabiskan.
Namun pada akhirnya sampai kini belum ada hasinyal juga.
Di samping itu, usia Prabowo juga sudah 72 tahun. Perlahan tapi pasti fisiknya sudah mulai melemah.
Sedangkan untuk bertarung lagi di Pilpres tentu butuh stamina yang prima.
Selanjutnya, mantan Danjen Kopassus itu sudah ditinggalkan oleh pendukungnya.
Pada Pilpres 2019 lalu yang banyak menjadi pendukung Prabowo adalah kelompok Monaslimin 212.
Sekarang, mereka sudah berhenti menjadi simpatisan mantan menantu Soeharto itu lantaran Prabowo menjadi menteri Jokowi.
Begitupun dengan PKS yang pada Pilpres 2019 lalu mengusung Prabowo. Sekarang hubungan partai itu dengan Gerindra malah renggang. Disebabkan oleh Gerindra membohongi PKS dengan mengatakan akan memberikan jatah kursi Wagub DKI kepada mereka.
Namun pada akhirnya kursi DKI-2 itu diberikan kepada Riza Patria yang notabene kader Gerindra.
Sementara, pendukung Jokowi masih belum bisa menerima Prabowo lantaran kala itu ia merangkul kelompok intoleran.
Jadi posisi Prabowo saat ini serba salah. Seperti judul film Dono, Kasino, Indro - 'Maju Kena Mundur Kena'.
Dan dengan segudang alasan itu, sudah cukup menjadi bahan pertimbangan bagi Prabowo untuk mikir seribu kali sebelum memutuskan maju lagi di Pilpres 2024.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ini-alasan-kenapa-prabowo-beri-signal-tidak-mau-Df0v5BenmA
Kerugian BUMN Bila Mensponsori Formula E
BUMN Tak Jadi Sponsor di Ajang Formula E, Ahmad Sahroni Geram
Begitu salah satu judul berita cetak yang terpampang hari ini di secarcik koran, Isi beritanya mengatakan bahwa Ketua Pelaksana Formula E Jakarta, Ahmad Sahroni, geram lantaran tak ada satupun BUMN yang ikut ambil andil atau mensponsori ajang Formula Jakarta E-Prix yang digelar Sabtu, 4 Juni 2022 besok.
Dalam unggahannya, Sahroni mengungkapkan bahwa sampai saat ini berbagai perusahaan pelat merah tidak memberikan dukungan terhadap Formula E. Padahal kata dia, BUMN merupakan milik Indonesia, sementara Formula E juga merupakan hajatan bagi Indonesia.
“BUMN tidak berikan sponsor apa pun, PLN untuk kelistrikan juga kami bayar full. Maaf ini, BUMN tuh kan bagian dari Republik Indonesia kan ya?” tulis unggahan tersebut sembari menyebut akun resmi Kementerian BUMN.
Logikanya macam tak jalan, tapi harus diakui dia cukup berani koar-koar dengan membawa nama Indonesia sebagai bagian dari pembenaran, padahal, jika acara ini sukses, Indonesia pun tidak akan disebut dalam selebrasi kemenangan, melainkan nama Anies Baswedanlah yang digendangkan.
Ajang Formula E ini, apabila berhasil, pasti akan jadi salah satu dari apa yang bisa diklaim sebagai prestasinya Anies
Okey, klaim akan prestasi Anies soal Formula E kita anggap berbeda dengan pernyataan Ahmad Sahroni soal pansos dana sponsor, karena disini substansinya, BUMN tidak memberikan satu rupiahpun terhadap Formula E.
Pertanyaannya, mengapa? Jika kita melihat fakta, Anies bersama timnya, mepet. Mereka menawarkan proposal sponsorship ini 1 bulan.
Tahu nggak kapan proposal-proposal dari Formula E sampai ke BUMN? Mereka meminta Pertamina itu tanggal 25 Mei, bayangin ini tanggal 3 Juni, (dikirim) 25 Mei.
Waktu tersebut sangatlah sebentar, sedangkan pada umumnya BUMN menerima proposal event besar berskala nasional dan internasional paling cepat tiga bulan sebelumnya atau bahkan setahun sebelumnya, dengan demikian, ada waktu yang cukup untuk melakukan kajian sebelum mengambil keputusan yang didasari oleh aspek bisnis dan kontribusi nilai sosial BUMN kepada masyarakat.
Bagaimana bisa, buru-buru meminta sesuatu tanpa perhitungan yang jelas dan menguntungkan bukan?
Karena jika kita bicara hitung-hitungan soal bisnis, bila BUMN membantu dana, mereka akan merugi dengan besar. Seperti yang dikeluhkan si Ahmad Saroni yang meminta dibayarkan tagihan listrik, menurut sobat kura-kura berapa tagihan yang bakal dibayarkan PLN untuk memuaskan hajatan Anies ini? Jawabannya adalah lumayan.
Angkanya pasti lumayan, walau memang nominalnya tak bakal sampai 60 miliar, tapi tetap saja lumayan buat PLN merugi, ditambah PLN tidak dapat kontribusi balik, sedangkan jika bicara soal citra sosial, buat apa dipikirkan PLN? Karena PLN satu-satunya penyelengara listrik di Indonesia, dia tidak butuh promosi remeh temen seperti itu.
Kita bicara soal Pertamina, BUMN selanjutnya yang mungkin terhubung dengan acara Formula E, karena perbandingannya, Pertamina sebelumnya mensponsori MotoGP di Mandalika, sedangkan di Ibukota tidak. Jawabannya sederhana, jawabannya adalah terlalu lambatnya Anies menawarkan proposal tersebut kepada Pertamina.
Lihatllah ajang MotoGP sebelumnya, iklan besar-besaran muncul dimana-mana, bahkan Pertamina memberikan tiket gratis apabila membeli BBM menggunakan aplikasinya mereka. Promosi itu disebarkan sudah setahun lebih lamanya, Pertamina gencar aktif mengkampanyekan produknya dan menghadiahkan reward setelah itu.
Artinya apa? Ada bisnis yang menguntungkan buat Pertamina dengan tenggat waktu yang cukup, tapi kondisinya kali ini berbeda, semua serba buru-buru, lalu menyerang membabi buta seolah-olah mereka bukan bagian dari Indonesia karena tidak dibantu oleh BUMN.
Coba lihat siapa saja sponsor yang membantu Formula E, mereka adalah pihak-pihak swasta yang tanpa perlu waktu lama mengkampanyekan sesuatu, mereka pasti cuan, seperti halnya Indosat, mereka adalah ladang kuota bagi masyarakat Indonesia, bila tidak bisa hadir, rakyat pasti nonton dari online, sponsor Indosat sangat tepat dalam ajang ini, mereka jelas mau mensponsori karena ya jelas ada keuntungan yang didapat dari sebuah nama yang terpampang.
Banyak aspek lainnya, dan ini bukan soal etika politis atau terhubung kepolitik walau dekat dan terkait pada politik. Tapi kalau kita kesampingkan semua hal yang berbau politik tadi, maka kita bisa melihat masalah dari kubu Anies yang memang tak cekatan, mereka yang salah, mereka yang koar-koar merasa benar. Itulah contoh sifat manusia yang mendarah daging. Mau benar sendiri tak mau sadar diri.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kerugian-bumn-bila-mensponsori-formula-e-lA6RsyDHcN
Modyar! Gerindra Masuk Jebakan Nasdem, Alamat Anies atau Ganjar Kena PHP
Meskipun kita tahu Nasdem kerap membina hubungan baik dengan Anies Baswedan, tapi untuk mengusung namanya masihlah berat. Apalagi dengan menyandingkan nama Anies dengan Ganjar yang bisa jadi memecah dukungan keduanya. Padahal kita tahu survey belakangan justru memasukkan nama Ganjar-Erick dan Anies-AHY yang memang setipe. Artinya dukungan Surya Paloh ke Ganjar dan Anies bisa jadi cuma perangkap saja. Lantas apa yang diinginkan Nasdem sebenarnya?
Tentu saja berkoalisi dengan partai besar di gelaran pilpres 2024 nanti. Kita semua sudah tahu bahwa tanpa Nasdem sekalipun, duet Gerindra-PDIP sudah dipastikan lolos ambang batas. Nama Prabowo Puan bisa diusung kedua parpol tersebut dan berpotensi meraih kemenangan dengan modal nama besar Prabowo. Inilah yang membuat parpol lain iri dan kepanasan dan memancing keributan agar memiliki daya tawar tinggi di hadapan PDIP dan Gerindra.
Sebelumnya Golkar sudah kusak kusuk dari awal agar mereka tak hanya jadi penonton. Isu presiden 3 periode dan perpanjangan jabatanpun mereka hembuskan untuk memecah konsentrasi pemerintah. Harapannya akan ada peluang bagi Golkar untuk memajukan calon potensial yang bisa melawan koalisi PDIP dan Gerindra. Sayangnya upaya Golkar yang juga didukung PKB dan PAN tak mendapat sambutan Jokowi. Gertakan Golkar yang sempat mendekati Demokrat dan kini membentuk KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) seakan tak berarti. Baik Jokowi, PDIP dan Gerindra tak memberi respon sama sekali.
Membaca kecerobohan Golkar dan teman-temannya, Nasdem tak ingin salah langkah. Meski dulu Nasdem seakan dibuang lantaran Jokowi menggandeng Prabowo, tapi kini rupanya strategi mereka berhasil menaikkan daya tawar. Hanya dengan sowan ke Jokowi, Nasdem berhasil memaksa Gerindra mendekatinya. Bukan karena hubungan PDIP, Gerindra dan Jokowi renggang seperti yang diberitakan media, tapi karena sikap reaktif Gerindra sendiri. Padahal Jokowi sendiri belum tentu merestui calon dari Nasdem. Siapa juga yang mau memilih pasangan kontra yakni Anies dan Ganjar. Belum tentu juga Ganjar mau dipasangkan dengan Anies.
Tapi itulah bedanya Jokowi dan PDIP dengan Gerindra. Ketika Jokowi menolak semua isu yang dilancarkan Golkar dan gengnya serta menyuruh pendukungnya diam, artinya ia memiliki strategi yang masih disimpan. Begitu juga dengan PDIP yang memilih tak reaktif dan menahan diri sembari membaca situasi terkini. Mungkin dulu SBY bisa membodohi rakyat dengan koar-koar terdzolimi, tapi pasca kepemimpinan Jokowi, modal prihatin tak akan mempan menggait suara rakyat.
Kini betapa kagetnya kita melihat respon Gerindra yang mendatangi Nasdem. Partai yang suaranya jauh di bawah Golkar, tetapi sukses membuat Prabowo kepanasan. Kalau tahu begitu, Golkar dan gengnya dari awal pasti melakukan pertemuan dengan Jokowi dan menyodori nama selain Prabowo. Hahahaha
Begitulah politik tanah air beserta keseruannya. Tapi, dari gelagat Nasdem yang rupanya puas memasukkan Gerindra dalam jebakannya, dipastikan Prabowo bakal diusung. Tinggal mencari pasangan cawapres yang pas untuk Prabowo. Kuncinya adalah PDIP itu sendiri. Mau melepas trah Soekarno dan mendukung Ganjar, atau ngotot berjuang sendiri dan ditinggal Gerindra.
Kemungkinan buruk lain jika Ganjar tak dipakai adalah mengusung Anies sebagai cawapres Prabowo. Ini sebenarnya tujuan utama Nasdem memancing Gerindra. Dengan begitu basis suara Prabowo dan Anies yang sealiran bisa dipersatukan. Bisa juga membawa politik ayat dan mayat ke level nasional. Tapi, jelas saja skenario ini akan mendapat perlawanan berat dari Jokowi dan pendukungnya.
Akhirnya bola panas ada di tangan PDIP. Kalau mau mengajukan Ganjar, jelas posisi tawar mereka akan naik meski head to head melawan Prabowo-Anies. Pasangan Ganjar dan Erick bisa diduetkan dengan dukungan all out dari Jokowi dan pendukungnya. Namun, kalau PDIP bersi keras mendukung pemimpin dari trah Soekarno, dipastikan daya tawar mereka akan jatuh dan kemungkinan nasib Indonesia serupa dengan DKI hari ini.
Semoga saja skenario terbaik bisa terjadi pasca berakhirnya periode kedua Jokowi. Tak ada yang salah dengan Jokowi menerima kedatangan Nasdem. Begitu juga PDIP yang masih memilih diam dan menahan diri. Tapi, sebaiknya melakukan kordinasi terbaik harus dilakukan disaat yang tepat seperti saat ini agar tak masuk perangkap yang merugikan.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/modyar-gerindra-masuk-jebakan-nasdem-alamat-2g2jYu9TcM
Innalillahi Wa'innaillahi Roji'un. Ridwan Kamil : Potret Kecintaan Ayah Terhadap Anaknya
Innalilahi Wa'innaillahi Roji'un.... Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali.
Hari ini keluarga besar Ridwan Kamil akhirnya menyatakan kepasrahan dan keikhlasannya atas hilangnya putra sulung mereka, Kang Eril, yang tenggelam di Sungai Aare di Bern Swiss. Kabar duka ini disampaikan oleh Erwin Muniruzaman, selaku perwakilan keluarga, saat memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Negara Pakuan, Kota Bandung, Jumat (3/6/2022). Keputusan menyatakan Emmeril Kahn Mumtazs atau Eril telah wafat dilakukan setelah pihak keluarga berkonsultasi pada pihak MUI Jawa Barat karena setelah sepekan lebih proses pencarian Eril belum juga membuahkan hasil.
Ucapan bela sungkawa dan do'a atas kepergian putra sulung Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengalir dari segala penjuru negeri, bahkan dunia. Upaya yang dilakukan oleh pihak keluarga dan seluruh aparat terkait di lokasi kejadian sudah sangat maksimal, namun keberadaan jasad Eril, hingga hari ini belum diketahui.
Di akun media sosialnya, ibunda Eril menuliskan untaian kalimat perpisahan yang cukup membuat kita semua bisa merasakan kesedihan akan kehilangan yang begitu mendalam. Ungkapan seorang ibu yang pamit pada anaknya karena akan kembali ke tanah air dan menitipkan penjagaan dan perlindungan sang anak kepada Pemiliknya. Pada anaknya, sang ibu memastikan bahwa denganNYA sang anak tidak akan kedinginan, kelaparan dan kekurangan apapun. Bahkan kepada anaknya sang ibu memastikan kalau denganNYA anaknya akan mendapatkan limpahan kasih sayang, karunia dan kebahagiaan. Sementara ayah Eril, untuk mengucapkan selamat tinggal pada anak tercinta sempat turun ke dalam sungai sebelum akhirnya melantun adzan bagi anak sulungnya.
Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengharu biru....
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi mental Ridwan Kamil, istri dan anak keduanya saat kembali ke Bandung dan masuk ke dalam rumah, masuk ke kamar tidur Eril. Mimpi apa yang sudah mereka lalui ketika bangun menemukan si pemilik kamar tak akan pernah ada lagi didalamnya. Tak bisa lagi menyapa saat ditengok malam-malam.
Melihat bagaimana Ridwan Kamil memantau langsung selama seminggu ini dengan begitu intennya, ditambah video dan foto-foto yang secara alami memperlihatkan kedekatan dan keakraban hubungan antara ayah dan anak laki-lakinya, kita tentu dapat menduga betapa sayang dan cinta kasih Ridwan Kamil pada anak sulungnya itu sangat amat dan teramat sangat besar sekali.
Harapan bahwa anak sulungnya dapat ditemukan dalam keadaan bernapas sangat besar dihari-hari pertama pencarian. Seakan Ridwan Kamil tak percaya kalau anak pertama yang dibesarkan dan dikenalnya sangat mahir berenang bisa tak selamat di dalam sebuah sungai. Namun setelah melewati hari ke-6 pencarian, akhirnya Ridwan Kamil terpaksa harus mengakui tak ada harapan baginya untuk mendapatkan kembali anak tercinta dari Sang Pemiliknya. Dengan sangat berat akhirnya Ridwan Kamil dan keluarga menyatakan keikhlasannya atas kematian anak sulungnya yang tenggelam di Sungai Aare Bern Swiss.
Sungguh sebuah cobaan yang sangat berat yang dilimpahkan Allah SWT pada keluarga Ridwan Kamil. Dalam do'anya Ridwan Kamil memohon "Tuhanku, aku tak meminta diringankan beban hidupku. Tapi aku meminta dikuatkan bahu dan punggungku...". Ridwan Kamil seakan kehilangan separuh nyawanya atas kepergian anak tercinta.
Seorang Penulis bernama J.S. Khairen membuat sebuah tulisan yang berkaitan dengan proses pencarian putra Ridwan Kamil. Dalam tulisan yang dibagikan di akun instagram pribadinya itu, Khairen mengajak para pembaca untuk dapat membayangkan langsung perasaan Kang Emil. Dan saya juga ingin mengajak para pembaca Seword untuk juga membayangkan perasaan Kang Emil dengan menshare tulisan J.S. Khairen di sini :
Tangis paling mengerikan adalah tangis tak bersuara seorang ayah.
Tangannya menyentuh permukaan sungai nan dingin itu. Di dalam hati, ia berteriak. Semoga sentuhan barusan merambat sampai ke anaknya, yang entah berada di mana sekarang. Semoga, sentuhan itu memberi pesan.
Ia coba lihat-lihat ke dasar sungai. Namun yang terlihat malah hal lain; bayangan saat ia menggendong sang putra pertama kali. Saat hari pertama ia mengantarkannya ke sekolah. Juga saat bersorak bangga saat anaknya lulus.
Masih ia percik-percikan permukaan sungai itu. Mungkin jika boleh bertanya, ia akan bertanya, "Dimana anakku, Sungai? Tenggelamkah, diujung sana menanti kedinginan kah? Sudah menepi? Duduk di rumah seseorang sambil mengobati cidera kah? Tolong, beri tahu..."
Pria topi bundar itu runtuh. Setiap hari, jutaan ayah, jutaan orang, jutaan anak, juga khawatir dan ikut berdoa diam-diam untuk mereka. Barangkali kalau boleh ikut terjun ke sana, akan ada banyak ayah yang siap ikut terjun membantu.
Hai sungai yang dingin, tak cukup hangatkah doa yang kami kirim? Yang tiap buka gawai, entah bagaimana secara insting terus mencari berita Eril, Eril, Eril.
Sungai, jika tangis diam-diam seorang ayah adalah tangis paling menakutkan, maka cukupkah tangis dan doa kami, supaya kau menghangat dan mereda? Tolong beritahu ia di mana.
Salam, J.S. Khairen, seorang ayah.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/innalillahi-wainnaillahi-rojiun-ridwan-kamil-zCg3IinkPy
Pengabdi Nomor Satu
“Wuih, ada calon PNS mengundurkan diri nih,” kataku memulai obrolan di tempat tidur malam itu.
Istriku yang masih membersihkan diri menoleh karena mendengar perkataanku dan hanya mengangguk saja. Istriku adalah seorang guru SMK berstatus PNS sejak 15 tahun yang lalu. Pasti dia kenal betul dunia aparatur negara ini. Aku sendiri anak dari bapak ibu yang berstatus PNS. Dari kecil aku tahu betul kondisi bapak ibuku sebagai PNS.
“Ah, itu karena ketinggian bayangannya sehingga tahu gajinya kecil terus kecewa. Lha ya memang jadi PNS itu harus siap dengan gaji kecil kok,” kata istriku seraya mengambil tempat di sampingku.
Sebagai seorang anak PNS dan suami seorang ASN, aku memang hidup biasa saja, tidak terlalu kaya tetapi juga tidak terlalu miskin. Semuanya serba cukup saja, tidak mempunyai deposito milyaran seperti para pengusaha. Rumah, kendaraan serta harta benda yang kami punya juga dibeli bertahap seturut dengan jumlah tabungan kami berdua.
“Ini ditanggapi sama Pak Mendagri kalau jadi PNS itu adalah pengabdian, jika ingin kaya ya bisnis saja,” kataku sambil membaca berita dari media online terpercaya.
“Ada betulnya itu kata Pak Mendagri, apalagi sejak Pak Jokowi jadi presiden. Gaji pokok kami khan tidak pernah naik, padahal sebelumnya naik terus lho. Kadang ya setengah jengkel sama Pak Jokowi. Kalau ada calon presiden punya janji menaikkan gaji pokok PNS 2% saja tiap tahun, pasti aku pilih kok,” kata istriku sembari sedikit tertawa.
Aku pun ikut tertawa ringan. Bisa jadi bahan kampanya capres ini, pikirku dalam hati. Memang dia sering mengaku agak jengkel juga dengan kebijakan pemerintah karena kenaikan gaji pokok PNS sangat kecil jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tiadanya kenaikan gaji itu diganti dengan adanya sertifikasi atau remunerasi bagi PNS. Hanya saja, istriku selalu bilang kalau boleh memilih, lebih baik gaji pokok dinaikkan karena berbagai tunjangan pengalinya adalah gaji pokok. Kalau gaji pokok tetap, tunjangan dan pensiun tetap segitu-segitu saja padahal biaya kebutuhan hidup semakin tinggi.
“Kalau mikir PNS itu kerjanya enak, gajinya besar ya pasti kecewa, apalagi kalau PNS masih baru. Kamu tahu sendiri kalau ada tahap-tahapnya to? Mulai dari dapat gaji 80%, mulai dapat gaji penuh, dapat sertiftikasi lalu dapat tambahan tunjangan lagi. Semua ada prosesnya. Mungkin yang banyak dilihat itu PNS yang kerjanya duduk-duduk, santai, telat masuk kerja atau keluyuran saat jam kerja. Yang kayak gitu memang ada tetapi khan ada juga yang bekerja beneran,” kata istriku melanjutkan pendapatnya soal pengunduran calon PNS itu.
Aku hanya mengangguk saja karena memang benar yang dikatakan istriku itu. Semuanya butuh proses. Kerjanya juga tidak selalu santai. Dia seringkali harus lembur di sekolahnya karena tuntutan pekerjaan. Belum lagi sistem sekarang ini yang mengharuskan para PNS untuk absen masuk dan pulang kerja secara online. Jadinya seringkali dia harus berangkat pagi-pagi dan pulang sudah sore hari. Kadangkala aku protes juga saat istriku sibuk dengan pekerjaannya.
Aku sendiri merasa bahwa pikiran menjadi PNS itu enak dan terjamin memang sudah ada dalam benak banyak orang. Istriku juga mengakui bahwa dia pun berpikir seperti itu saat dulu mendaftar jadi PNS. Mau bagaimana lagi, gambaran di masyarakat memang seperti itu apalagi ada yang menganggap PNS adalah calon menantu yang baik. Tidak heran jika banyak orang mengikuti tes masuk menjadi PNS.
“Tertarik jadi PNS itu boleh-boleh saja sih tetapi harapannya jangan ketinggian. Kalau berambisi kaya mendadak ya tidak akan kesampaian. Disyukuri dulu bisa diterima PNS karena ada banyak berkahnya juga. Paling tidak kalau hutang di bank, cepat disetujui,” urai istriku sambil tertawa terpingkal.
Aku pun juga jadi tertawa mendengarnya karena memang faktanya seperti itu. Sejak kecil, aku sudah biasa mendengar bapak ibu mengatakan kalau mereka itu kaya. Kaya akan hutang. Saat sudah berkeluarga pun, aku juga merasakan manfaatnya mempunyai istri seorang PNS. Pinjaman-pinjaman yang diajukan cepat untuk disetujui. Sebagai seorang wiraswasta, aku sangat terbantu dengan itu untuk mencari modal dan mengembangkan usaha.
Kesulitannya juga ada karena ada saja orang yang meminjam uang kepada kami. Setahu mereka, kami ini pabrik uang mungkin apalagi jika dengar kabar bahwa uang sertifikasi istriku sudah cair. Jumlahnya memang lumayan banyak tetapi tidak ratusan juta seperti yang mereka pikirkan. Cairnya sering terlambat lagi. Mungkin masuk deposito dahulu sehingga bunganya bisa dinikmati oleh para pejabat tinggi. Yah, meskipun kadang sulit, kami tetap bersyukur apalagi ada uang pensiun yang bisa kami nikmati nantinya.
“Intinya ya disyukuri saja. Jadi PNS memang tidak bisa kaya banget tetapi juga tidak miskin banget. Buat tabungan juga masih ada. Kerjaan ya dikerjakan aja biar bisa jadi Pengabdi Nomor Satu,” kata istriku mengacu pada pernyataan Pak Mendagri.
“Ah, bagiku kamu itu sudah PNS kok. Pasangan Nomor Satu,”kataku sedikit menggoda.
“Gombal,”jawab istriku menutup percakapan malam itu.
Sumber Utama : https://seword.com/cerpen/pengabdi-nomor-satu-FUjJIqSw9Y
KPK Mana? BPK Temukan Rekening Tampung Sisa Anggaran Milik Dinas Di Dki
Kelebihan bayar kerap terjadi, dan saat ini masih ada saja kelebihan bayar di DKI.
BPK belum lama ini memberikan predikat WTP terhadap laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. Tapi masih ada sejumlah temuan terkait laporan keuangan Pemprov DKI, salah satunya yaitu kelebihan bayar gaji.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) DKI Jakarta tahun 2021, BPK menyatakan ada temuan kelebihan pembayaran gaji bagi pegawai, tunjangan kerja daerah dan TPP di Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 4,17 miliar.
Ada juga kelebihan bayar belanja barang dan jasa Rp 3,13 miliar dan kelebihan pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak sebesar Rp 3,52 miliar.
BPK juga temukan permasalahan kekurangan pemenuhan kewajiban koefisien lantai bangunan sebesar Rp 2,17 miliar.
WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) tapi banyak kelebihan bayar. Yang hanya dapat WDP (Wajar Dengan Pengecualian) malah jarang kelebihan bayar.
Sementara ini, Anies seolah tidak punya niat serius berantas ini. Pembiaran terus terjadi. Kelebihan bayar terus dimanja dan tidak ditindak serius.
Saat diminta komentar mengenai temuan BPK ini, Anies janji akan tindaklanjuti. That's it. Tidak ada ketegasan atau tindakan yang lebih serius. Dalam waktu singkat, berita seperti ini akan menguap, dilupakan, dan kelebihan bayar mungkin akan terjadi lagi. Sampai kadal bisa nge-DJ pun tetap takkan beres.
Lucunya lagi, Anies sangat membanggakan predikat WTP untuk kelima kalinya. "Proses ini sekarang sudah menginstitusi, sudah ada kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk selama 5 tahun ini, dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk inilah insyaallah nanti bisa dipertahankan," katanya.
Apa yang bisa dibanggakan dengan WTP yang menurut saya tak ada kaitannya dengan kinerja dan prestasi? Apalagi banyak yang sudah tak begitu percaya dengan label WTP. Banyak kepala daerah ditangkap KPK meski wilayahnya dapat WTP berturut-turut sepanjang tahun seperti gerbong kereta api.
Dan yang paling parah adalah, BPK menemukan adanya rekening penampungan. BPK temukan sisa dana tahun anggaran 2021 milik dinas-dinas yang disimpan di rekening khusus, padahal seharusnya dipindahkan ke rekening kas daerah.
Bukankah ini ada indikasi penyelewengan anggaran atau korupsi? Rekening penampungan tidak memiliki dasar dan isinya dapat digunakan untuk berbagai macam hal yang tidak diketahui. Untuk apa dana tersebut disimpan di rekening khusus kalau bukan ada niat tak baik?
Dan lucunya lagi, kenapa yang menemukan ini selalu BPK, bukan KPK? KPK kerjanya apa aja selama ini? Mengendus, mengawasi, menyelidiki, memantau, melihat, memandang, melongok, memelototi, meninjau, mencium, dll. Tapi kalau tidak ada penindakan, bagus tak usah kerja aja lah. BPK temukan banyak sekali kejanggalan, tapi KPK diam saja? Luar biasa lembaga satu ini.
Apalagi KPK baru saja dibully soal rompi biru anti korupsi. Kalau hanya dengan rompi biru korupsi bisa lenyap, ngapain juga buang-buang uang bentuk KPK?
Pendukung Anies sangat banggakan slogan 'Maju kotanya bahagia warganya'. Rasanya lebih cocok kalau slogannya 'Lebih bayarnya bahagia pejabatnya'.
Sedangkan pendukungnya dan warga JKT58 tidak pernah tahu slogan 'Ingkar janjinya, gigit jari warganya'.
Janji dipangkas sampai hampir gundul. Kelebihan bayar sangat marak seolah Pemprov DKI ini donatur amal kemanusiaan non profit. Formula E dan JIS dibanggakan, yang sejatinya tidak berikan manfaat banyak buat warga, tapi berikan untung politik besar buat Anies.
Rakyat lugu dan bodoh hanya dijadikan alat untuk tebar pesona dan jual janji surga. Begitu menang dan duduk di kursi panas, rakyat hanya tinggal gigit jari. Dan semua itu terbukti saat ini. Janji besar buat rakyat banyak yang terbengkalai dan mangkrak.
Masih ingat gak apa kata Ahok saat dirinya merasa dihalangi maju sebagai cagub dari jalur independen?
"Kan mereka semua maunya saya enggak jadi gubernur kan? Ya sudah saya sampai Oktober 2017, saya akan beresin Jakarta semampu saya, habis itu silakan pesta pora," begitu kata dia.
Perkataan ini tidak salah, kan? Banyak yang pesta pora. Mereka yang dulu kering kerontang di era Ahok, sekarang gemuk bahkan buncit. Kelebihan bayar terjadi terus tanpa ada yang menindak. Bukan main.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kpk-mana-bpk-temukan-rekening-tampung-sisa-Q634yjJaLt
Tiket Formula E Ludes, Ternyata Oh Ternyata Faktanya Lucu
Harusnya Ahmad Sahroni diam saja, tidak bocorkan dirinya mengorek kocek sedalam Rp 1,2 miliar untuk memborong tiket Formula E. Karena dengan demikian, publik jadi tertawa, Formula E seperti tak laku. Harusnya diam saja, sambil menikmati berita bahwa tiket Formula E yang ludes tanpa sisa.
Alasannya membeli tiket hingga Rp 1,2 miliar adalah karena tiket tersebut akan dibagi-bagi kepada timnya yang berjumlah 640 orang.
Mungkin dia dianggap crazy rich. Tapi kita semua setuju, se-crazy apa pun para rich, pasti tidak akan serta merta merogoh kocek sebesar itu tanpa timbal balik yang sesuai. Entah itu demi menorehkan nama besar biar terkenal, atau ada keuntungan lain yang lebih besar. Karena biasanya, mental pebisnis cenderung punya prinsip no free lunch. Kalau tidak ada potensi cuan lain, apakah mungkin lempar uang seenak jidat tanpa dipikir dulu?
Atau mungkin ini jadi katalis sehingga orang-orang berpikir tiket laris bak kacang atom. Biar acara terlihat sukses, tiket sold out ngalah-ngalahin kencangnya tiket konser Justin Bieber. Ternyata oh ternyata, ada yang borong juga.
Sahroni beralasan pembelian ratusan tiket itu karena bagian dari kepedulian, sebagai tanggung jawab ikut memberikan kebanggaan untuk Indonesia.
Kalau mau ditambahkan, ini adalah bagian dari penyelamatan terhadap muka Anies. Formula E seolah di downgrade karena berbagai masalah yang menghampiri. Kalau sampai tiket ada yang tersisa atau acara tidak sukses, malunya sangat terasa. Kali ini Anies minimal harus berterima kasih pada Sahroni. Kalau tidak, ini akan menjadi tembakan telak setelah BUMN tak ada yang bersedia dilamar jadi sponsor.
Apalagi ada lagi kabar Zita Anjani dari PAN yang juga anaknya Zulkifli Hasan juga ikut memborong tiket Formula E, semakin membuktikan kalau Formula E sebenarnya tidak laku-laku amat. Tapi dipaksa laku dengan cara borong sebanyak yang mereka bisa.
Pertanyaannya adalah, kalau tidak ada aksi borong, berapa banyak tiket yang sebenarnya terjual? Mungkin kita akan melihat banyak kursi kosong yang sangat bikin mata minus.
Kalau tiket ludes karena ada faktor borongan dari panitia dan parpol, sama aja bohong dong. Selain dianggap tidak begitu laku, ini juga tampaknya jadi ajang promosi politik. Tidak ada makan malam gratis, biasanya sih begitu. Apalagi katanya, itu adalah perintah ketua umum PAN. Semakin jelas ada unsur politisnya, kan?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/tiket-formula-e-ludes-ternyata-oh-ternyata-IS8GOVnNtO
Syukurin, Pendemo Jokowi Diusir Warga Ende
Kedatangan Jokowi di Ende disambut sangat meriah karena jarang sekali seorang presiden mengunjungi ke daerah tersebut. Jokowi telah mencetak sejarah sebagai presiden yang paling banyak mengunjungi daerah kecil di Indonesia. Ini adalah kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi warga di sana.
Kalau kalian menonton videonya, terlihat warga membludak tumpah ruah ngalah-ngalahin antre sembako gratis. Teriak dan tangis haru bercampur aduk di tengah bisingnya suara-suara dari warga di sana.
Akan tetapi, di balik itu semua, ada sekelompok orang yang tidak senang dengan kehadiran Jokowi. Mereka adalah salah satu ormas di sana. Mereka ingin mendemo Jokowi, tapi sialnya langsung diusir tanpa perlawanan berarti.
Ini diketahui dari sebuah video yang beredar. Dalam narasi cuitannya, netizen yang membagikan video itu menyebut ormas yang diusir warga Ende saat mau demo Jokowi adalah PMKRI.
Dilihat dari video itu, sebuah mobil komando berbendera ormas melewati jalan perkampungan warga. Mereka kemudian dihadang oleh sejumlah warga setempat dan diusir. Salah seorang warga bahkan berani menantang mereka.
"Kamu lawan masyarakat, RI satu mau datang kamu garuh na naja Re'e pale!?" kata salah seorang warga dalam video itu.
Mereka bahkan siap ribut dengan ormas itu jika mereka tetap mau demo Jokowi.
Hahaha, syukurin dah. Mampus dah. Malunya pasti luar biasa, bikin muka memerah seperti kepiting rebus segar. Mereka pikir, dengan demo, mereka bakal disegani. Ternyata masyarakat lebih membludak dan banyak. Mereka cuma secuil langsung diusir dan diboikot. Mereka benar-benar berani dan cari penyakit melawan massa yang begitu banyak.
Ini adalah bukti, Jokowi disayang warga sana. Ini bukan kebetulan apalagi settingan. Warga yang merasakan langsung dampak pembangunan pasti akan marah kalau ada pengacau tak jelas.
Logikanya begini. Wilayah luar Jawa, terutama Indonesia bagian timur jarang tersentuh pembangunan di era presiden sebelumnya. Ketimpangan pembangunan sangat jomplang. Dan muncul Jokowi, membangun wilayah tersebut.
Bayangkan warga yang selama ini hidup dalam keterbatasan infrastruktur, merasakan nikmatnya pembangunan. Ini seperti menikmati permen manis untuk pertama kalinya setelah sekian lama makan pil pahit. Ini sangat emosional dan tak terlupakan. Presiden pasti akan dibela dan didukung habis-habisan.
Saya duga, ormas ini entah dibayar bohir atau karena benci. Tapi memang sungguh keterlaluan, padahal Jokowi sudah luar biasa membangun NTT. Tidak ada presiden Indonesia sebelumnya selain Jokowi yang membangun wilayah luar Jawa sampai semasif sekarang. Presiden sebelumnya entah suka tidur atau tidak punya peta Indonesia. Atau mungkin terlalu hanyut dalam karya lagu dan prihatin di media sosial.
Seharusnya seluruh masyarakat yang waras berani membela dan melawan seperti itu. Mereka yang mau demo cuma seupil jumlahnya. Begitu diusir, mereka tak bisa berkutik karena kalah jumlah.
Ini juga harusnya berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Jokowi menang pilpres, artinya pendukung dan yang waras pasti lebih banyak jumlahnya ketimbang para kadrun pengasong agama atau ormas-ormas tak jelas yang kerjanya hanya bikin gaduh.
Kalau semua kompak bersatu, saya sangat yakin kelompok yang ingin mengacau negara ini pasti mikir berkali-kali kalau mau berulah. Jumlah mereka tidak banyak, tapi karena dibiarkan, suaranya makin lama makin kencang tak terkontrol. Kalau dibentak, mereka pasti gemetar sampai terkencing-kencing.
Mereka kompak bikin gaduh. Ada yang bahkan jualan khilafah dengan wajah sok suci bagai malaikat. Mereka kompak dan militan. Sedangkan kita seolah tercerai dan tidak full bersatu untuk melawan mereka. Gerakan perlawanan terhadap mereka masih nanggung dan setengah hati.
Bukti sebelumnya sudah sangat banyak. Warga yang bersatu pasti bikin kelompok pengacau tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya berdiri seperti patung, mengumpat dalam hati, tapi tak berani maju karena mereka memang pengecut hina.
Mari kita kawal Jokowi membangun negeri ini hingga masa jabatan habis. Membangun negara tapi kalau terus diganggu oleh hal sepele dan berbau politis, sama saja mengganggu konsentrasi dan menyita waktu. Sedetik mereka bikin gaduh, sedetik itu pula waktu terbuang untuk membangun negeri ini.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/syukurin-pendemo-jokowi-diusir-warga-ende-CF97rg4Zfe
Soal Ganjar Kemlinthi, Relawan Ganjar Kenapa Sewot?
Sebelumnya saya tegaskan bahwa saat ini saya belum punya kandidat capres pada pemilu 2024 yang pas di hati nurani saya untuk dijagokan menjadi capres 2024.
Kalau situ pendukung Ganjar lalu memaki-maki saya tak karu-karuan karena tidak mau menjagokan Ganjar menjadi capres 2024, ya silahkan saja situ mencaci-maki saya sepuas hati. Sebab, katakan ya jika ya, katakan tidak jika tidak. Itu prinsip saya.
Itulah sebabnya kenapa saya bilang sampai detik ini belum ada satupun kandidat yang berkenan di hati saya untuk disundul menjadi capres 2024.
Sekalipun jika diperhadapkan pada pilihan, jika nanti pada Pemilu 2024 hanya ada dua pilihan, pilih Anies atau Ganjar, keputusan saya tidak akan memilih dua-duanya.
Tunggu saja nanti tanggal mainnya koalisi partai-partai nasionalis pejuang Pancasila dan empat pilar kebangsaan, siapa yang bakal diusung. Jika berkenan di hati nurani saya, itu yang akan saya dukung sekuat tenaga dan segenap pikiran saya.
Jika sekalipun saya harus golput karena tak ada pilihan yang menurut saya pantas menggantikan pak Jokowi, apa boleh buat saya akan golput. Itu pilihan saya. Dah gitu aja.
Jadi begini. Gegara Ganjar disebut kemlinthi atau sok banyak tingkah oleh elit PDIP, relawan Ganjar pun pada kelojotan secara berjamaah, kejat-kejet, lalu ngamuk-ngamuk kesetanan melampiaskan nafsu amarah mereka yang teramat sangat terhadap PDIP.
Mereka mengecam keras bahwa pernyataan kemlithi terhadap Ganjar itu sangat salah alamat jika menyebut jagoan mereka sebagai sosok yang banyak tingkah.
Para relawan yang kebelet pokoknya Ganjar harus jadi capres itu mencak-mencak tak karu-karuan lantaran merasa sangat tidak terima jika PDIP terus mencari-cari kesalahannya Ganjar dan menyebutnya kemlithi.
Menurut mereka serangan-serangan terhadap Ganjar selama ini adalah suatu bentuk sinisme dari oknum-oknum di dalam internal PDIP yang tidak ingin Ganjar jadi Presiden Republik Indonesia.
Saya pribadi tidak menyalahkan Ganjar. Bagi saya yang kemlithi over dosis tuh ya para relawan Gajar yang kelewat ganjen dan memaksakan kehendak mereka semau-maunya di era demokrasi ini. Pokoknya keinginan mereka harus terpenuhi. Kan ngaco.
Jujur saja saya merasa sangat iba kepada Ganjar yang kini semakin kurus karena babak belur dari dua sisi, baik itu dari ulah para relawannya dan tekanan-tekanan dari internal partainya sendiri PDIP.
Kenapa ada tekanan-tekanan dari internal partai PDIP terhadap Ganjar? Tentu saja ada sebab ada akibat. Sebab, PDIP tentu saja punya kegelisahan dan keresahan tersendiri saat kader yang tidak mereka ingini menjadi capres, tapi mereka yang harus repot menghadapi ulah para relawan dengan berbagai intrik pemaksaan kehendaknya mereka itu.
Sampai-sampai Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto harus mengumumkan secara resmi bahwa PDIP akan memberi sanksi disiplin yang tegas kepada para kader mereka yang menyebutkan atau disebut akan menjadi capres atau cawapres di Pilpres 2024 mendatang.
PDIP tentu saja punya alasan tersendiri kenapa mereka tidak simpatik dengan Ganjar yang bagi mereka terlihat sangat ambisius sekali ingin menjadi Presiden pada Pemilu 2024 mendatang. Puan Maharani bahkan menyindir Ganjar secara terang-terangan sebagai pemimpin yang hanya hadir di media sosial saja.
Ujung-ujungnya Puan Maharani diserang habis-habisan sama para relawan Ganjar. Apa mereka tidak mikir Puan itu siapa? Secara Puan itu yang punya PDIP tempatnya Ganjar bernaung untuk melindungi karir politiknya selama ini.
Tapi, para relawan Ganjar tetap tidak mau tahu. Mereka tetap memaksakan kehendak mereka secara membabi buta pokoke Ganjar harus di-capres-kan pada Pemilu 2024. Sampai-sampai mereka pun sepakat melakukan serangan darat dan udara untuk menyundul Ganjar menjadi capres 2024.
Padahal yang bersangkutan Ganjar sendiri dengan nelongso sudah bilang semua itu tergantung keputusannya Megawati. Sebab, Ganjar itu hanya kader partai yang sudah barang tentu harus nurut sama Ketua Umum-nya. Tapi, para relawannya masih tetap saja ngotot tidak mau tahu. Asli nggilani.
Kembali ke soal kemlinthi itu. Ya jelas saja kenapa elit PDIP menyematkan istilah kemlithi kepada Ganjar, karena selama ini Ganjar dinilai terlalu over dosis di media sosial. Berbagai manuver Ganjar terlihat sudah kelewat batas dan terkesan mengabaikan tugas utamanya sebagai Kepala Daerah melalui safari politiknya ke berbagai daerah.
Ambisi Ganjar yang terselubung itu selama ini terlihat dengan sangat nyata sudah barang tentu dinilai kelewat batas oleh para elit PDIP. Apa kinerjanya Ganjar selama menjadi Gubernur selain kerjaannya main Medsos.
Itulah sebabnya sulit bagi Megawati yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia persilatan perpolitikan untuk mengambil keputusan menunjuk Ganjar sebagai capres dari PDIP.
Selama ini Ganjar terlihat terlalu banyak akting di media sosial. Kerjaanya cuma keliling pakai sepeda sembari nyuruh warga yang ditemuinya pakai masker. Ketika Hari kanker sedunia, Ganjar ikut botakin rambutnya, banyak tingkahnya. Padahal, bukan itu esensinya jika ingin membangun bangsa.
Seharusnya Ganjar menjalankan tugasnya dengan baik sebagai gubernur, bukan pamer aksi-aksi pencitraan semu di media sosial. Apalagi Ganjar telah gagal menangani persoalan penambangan di Wadas dan banjir rob di Semarang.
Bahkan yang lebih parah lagi, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah saat ini semakin meningkat. Bagaimana Ganjar bisa menyelesaikan permasalahan bangsa secara global jika masalah lokal saja tidak mampu? Maka wajar saya tanya, soal Ganjar kemlinthi, relawan Ganjar kenapa sewot? Kan begitu.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/soal-ganjar-kemlinthi-relawan-ganjar-kenapa-sewot-29mteBUEiO
Pertarungan Para Capres Dibalik Balapan Formula E
Kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Begitu salah satu ajaran dari pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sewaktu di sekolah dahulu.
Ajaran ini cukup sering disampaikan melalui bacaan di buku paket atau pelajaran langsung dari perkataan ibu dan bapak guru di sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa realita kehidupan sehari-hari akan sering berkaitan dengan ajaran ini.
Balapan mobil listrik Formula E 2022 akan digelar di Jakarta pada akhir pekan ini. Seri 9 Formula E 2022 dilangsungkan di Ancol pada 4 Juni 2022. Formula E 2022 diikuti 11 tim dengan 22 pembalap yang berkompetisi menjadi yang terbaik. Tim-tim peserta Formula E berasal dari berbagai negara. Ada Jerman, Inggris, Prancis, Monako, Amerika Serikat, India hingga China.
Sejak awal rencana diadakannya Formula E ini menuai pro dan kontra. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) salah satu pihak yang menentang keras rencana gelaran balapan Formula E ini.
Semakin dekat dengan hari penyelenggaraan pro kontra terus terjadi. Kenyataan tak adanya satu BUMN pun yang mensponsori gelaran balap Formula E Ancol, Jakarta, memantik polemik. Nihilnya BUMN memberi sponsor untuk gelaran balap mobil listrik itu dinilai sebagai intrik politik.
Tidak adanya BUMN mensponsori balapan Formula E menunjukkan pertarungan politik sedang terjadi. Terlebih, kementerian yang terkait dengan kepariwisataan juga dikabarkan tak memberikan dukungan.
Sangat terbatasnya dukungan pemerintah pusat terhadap pelaksanaan Formula E, yang diprakarsai pemda DKI Jakarta, menunjukkan bahwa kebijakan alokasi sumber daya negara sudah menjadi medan pertarungan politik.
Bukan hanya Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir, bantuan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang kini dijabat oleh Sandiaga Uno, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, juga dikabarkan tidak turun.
Pertarungan politik ini sangat terlihat berkaitan erat dengan Pemilihan Presiden 2024. Keberhasilan gelaran balap Formula E bakal berefek positif terhadap elektabilitas kandidat capres 2024. Tentu, kandidat capres yang bakal menikmatinya adalah Gubernur DKI Anies Baswedan.
Seolah ada ketakutan besar bahwa keberhasilan Formula E akan memberikan efek mengerek elektabilitas Gubernur Anies Baswedan.
Minimnya dukungan pemerintah pusat terhadap gelaran balap Formula E itu mengindikasikan bahwa kebijakan alokasi sumber daya negara sudah masuk ruang politisasi yang kental, meskipun Pilpres 2024 masih 1,5 tahun lagi.
Jika kebijakan publik sudah mulai dipolitisasi, apakah ada jaminan instrumen negara akan netral dan independen dalam ajang kontestasi Pilpres 2024 mendatang. TNI, Polri, BIN, Kejaksaan, KPK, harus diawasi benar agar mampu menjaga netralitas dan independensinya dalam pesta demokrasi nanti.
Seharusnya Erick Thohir, Sandiaga Uno dan Anies Baswedan bisa pertarung secara adil. Tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Kepentingan bangsa dan negara berada di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pertarungan-para-capres-dibalik-balapan-formula-e-Z631PlQglB
Re-post by MigoBerita / Sabtu/04062022/11.35Wita/Bjm