» » » » » » » » "Ustadz" Abdul Somad di BELA simpatisan Ormas Terlarang HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)

"Ustadz" Abdul Somad di BELA simpatisan Ormas Terlarang HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)

Penulis By on Selasa, 27 Agustus 2019 | No comments




Analisis Kasus UAS : Ceramah Agama Ajaran Islam Bukan Tindak Pidana

Oleh: Dr. Mispansyah, S.H. M.H

SETELAH membaca berita di berbagai media online mengenai ceramah agama Guru kita yang lebih dikenal dengan Ustadz Abdul Somad (UAS), isi ceramahnya menjawab pertanyaan jamaah tentang Salib, kemudian vedio tersebut beredar. Atas peredaran video tersebut kemudian oleh ormas dilaporkan ke Polda Nusa Tenggara Timur (NTT)  dan laporan berbagai ormas lainnya dengan tuduhan dugaan tindak pidana penodaan terhadap agama.

 
PERLU dipahami bahwa pengaturan mengenai penodaan agama atau penistaan agama di atur di dalam Pasal 156a KUHP. Isi ketentuan Pasal tersebut yaitu:
Dipidana dengan pidana penjara maksimum lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
  1. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap sesuatu agama yang dianut di Indonesia.
  2. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 156a KUHP ini mengenai perbuatan tindak pidana berupa : permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Perlu penulis uraikan unsur : PERTAMA, yang dimaksud dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan permusuhan adalah menyatakan perasaan permusuhan atau kebencian atau meremehkan. Sedangkan, UAS menjawab dan menjelaskan pertanyaan jamaah tentang Salib (masalah aqidah), maka UAS menjelaskan  Alqur”an Surah Al Maidah  ayat 73:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ ثَالِثُ ثَلٰثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ اِلٰهٍ اِلَّآ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ ۗوَاِنْ لَّمْ يَنْتَهُوْا عَمَّا يَقُوْلُوْنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Artinya:
“Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih”.
Kemudian dalam ceramahnya UAS menjelaskan hadits tentang orang Islam tidak boleh memiki patung, karena malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada patung (hadits riwayat Bukhari)
Lihat klarifikasi UAS atas ceramahnya di MUI di link URL : https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.youtube.com/watch%3Fv%3DklCWY_5P1Zw&ved=2ahUKEwjloKrqu5bkAhVTXnwKHfnZC-UQwqsBMAZ6BAgFEAU&usg=AOvVaw2LXOMXlE8i5vSKHgh78gA1

BACA JUGA :

Ustadz bersatus ASN / PNS Kontroversi "Abdul Somad" sebut Salib Jin Kafir dilaporkan Kepolisi


Jadi, isi ceramah UAS pada intinya menjelaskan ajaran Islam.  jadi tidak dengan sengaja bermaksud mencela agama lain, unsur mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan  permusuhan tidak terpenuhi.
Harus diingat, unsur utama untuk  dipidananya Psl 156a adalah unsur sengaja jahat untuk memusuhi/menodai agama. Kalau tidak ada “sengaja jahat”nya atau tidak ada “tujuan jahat”nya untuk menghina/merendahkan agama  jelas  bukan itu yang dimaksud. Dalam istilah di KUHP Belanda harus ada “malign blasphemies”.
Jadi kalau ada kritik ilmiah atau pendapat ahli dalam suatu diskusi/ceramah atau dalam tulisan/buku tidak dapat  dikatakan sebagai penghinaan/penodaan agama kalau tidak ada “sengaja/tujuan jahat”nya untuk menghina.
Jadi, dalam kasus UAS tidak terpenuhi unsur dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan yg muatannya berisi permusuhan. Apalagi dalam hukum pidana materiil, yang seharusnya dibuktikan adalah  unsur/sifat materiil (substantif/hakikatnya), bukan ukuran formalnya.
Keadilan, kepastian hukum dan sifat melawan hukum yang dicari/dibuktikan harus bersifat substantif/materiil/hakiki. Itulah hakikat hukum pidana materiil, apalagi di Indonesia, yang menghendaki Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan berdasarkan Pancasila dan sebagainya yang jelas-jelas bersifat substantif.
KEDUA, unsur penyalahgunaan agama dalam Pasal  156a yaitu:menarik orang  seseorang berpindah agama sebagai contoh untuk dapat bekerja di suatu perusahaan (karyawan) di perusahaan, diwajibkan menganut suatu agama tertentu atau karyawan dipaksa memakai simbol-simbol agama tertentu atau ikut perayaan agama tertentu. Inilah yg dimaksud penyalahgunaan. Unsur penyalahgunaan agama menurut Pasal 156a KUHP, dalam kasus UAS tidak terpenuhi.
KETIGA, unsur penodaan adalah berupa menista atau menodai suatu agama, perbuatan UAS hanya menjelaskan ajaran dalam Agama Islam yang disebutkan dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surah Al Maidah ayat 73 dan hadits, maka unsur penodaan tidak terpenuhi.
KEEMPAT, unsur huruf b, agar orang tidak menganut agama yang bersendikan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, agar orang berpaham Komunis, perbuatan UAS justru menjelaskan ajaran Tauhid, unsur ini jelas tidak terpenuhi.
Kesimpulan saya, isi ceramah UAS adalah menjelaskan tentang ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, jadi bukan merupakan tindak pidana penodaan agama.
Janganlah memahami  atau menafsirkan tindak pidana penodaan atau penistaan agama secara luas. Justru kehadiran Pasal 156a KUHP untuk menyempitkan ketentuan Pasal 156 KUHP yang dianggap terlalu luas diberlakukan pada masa penjajah Belanda berkuasa.

Penulis adalah Dosen Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum ULM
Ketua KSHUMI Daerah Kalsel

Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/08/23/analisis-kasus-uas-ceramah-agama-ajaran-islam-bukan-tindak-pidana/

CITIZEN REPORTER

HTI Sul-Sel Adakan Halaqah Intelektual Muslim di Unhas


Taufiq
Mahasiswa Pasca UNHAS
Melaporkan dari Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM-Pada hari Sabtu (26/4/2014), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) DPD I Sulawesi Selatan mengadakan Halaqah Intelektual Muslim (HIM) dengan mengambil tema “Peran Intelektual Muslim Menuju Sistem Pendidikan Ideal”. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula Prof Amiruddin Fakultas kedokteran UNHAS. Hadir para pembicara diantaranya Prof. dr. Veni Hadju, M.Sc, Ph.D (Asdir III Program Pasca Sarjana UNHAS), Prof. dr. Noer Bahri Nur, M.Sc (Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS), Prof. Dr. Hanafi Usman, M.S (Dekan Fakultas MIPA UNHAS), Prof. Dr. Mir Alam, M.Si ( Guru Besar UIT Makassar), Prof. Dr. drg. Harlina (Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi UNHAS), Prof. Rosdiana Natzir, Ph.D (Guru Besar Fakultas Kedokteran UNHAS), Prof. Dr. Ir. Sutinah Made, M.Si (Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan UNHAS), Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar, M.Eng (Peneliti di BAKOSURTANAL/Aktivis HTI Jakarta).
Beberapa catatan penting mengenai problematika pendidikan di Indonesia dihasilkan dari kegiatan ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof Hanafi Usman bahwa tujuan pendidikan sebenarnya  membentuk manusia bertaqwa, hanya saja bermasalah dalam operasionalnya, sehingga yang terjadi orientasinya hanya kecerdesan intelektual saja dan tidak memperdulikan kecerdasan emosional dan
spiritual.
Lebih lanjut Prof Harlina menegaskan hal tersebut karena cara pandang yang keliru semisal soal standar Internasional, padahal itu semacam kedok. Menurut Prof. Rosdiana Natzir, perlu komitmen untuk pendidikan ideal. Dan yang menentukan adalah  penentu kebijakan.
Disisi lain, Prof Sutina Made mengutarakan yang perlu diperhatikan dalam pendidikan ada dua hal yaitu biaya pendidikan dan kurikulum. Sayangnya negeri kita yang kaya akan sumber daya alam belum mampu menjadi solusi akan pembiayaan pendidikan, kesehatan dan aspek lainnya. Hal ini dikarenakan belum terkelolanya dengan baik malah diserahkan kepada pihak asing. Begitupun dengan kurikulum yang masih belum baik. Ini karena kapitalis yang berasaskan sekuler.
Prof Noer Bahri Nur menyampaikan pendidikan dari segi kultural dan struktural. Pendidikan kultural memiliki peran tapi tidak bisa diandalkan begitu saja, oleh karenanya perlu pendidikan struktural (formal). Menurutnya saat ini perlu revolusi struktural.
Kesempatan berikutnya, Prof Mir Alam menjelaskan pendidikan ideal berarti membentuk manusia ideal. Dan ini hanya bisa ditemukan standarnya dalam Al-Qur’an (Islam). Pendidikan ideal, pendidikan yang mampu menghasilkan manusia ideal yang meningkatkan kualitas kekhalifahan dan penghambaannya. Selanjutnya, Prof. Fahmi Amhar menyampaikan sudah banyak peran yang telah disumbangkan oleh intelektual muslim untuk menyelesaikan problem ummat Islam ini. Namun, problem ummat termasuk dalam persoalan pendidikan sampai saat ini belum terselesaikan juga. Penyebabnya, upaya yang telah dilakukan masih mengikuti kecenderungannya masing-masing.
Upaya yang dilakukan hanya terfokus pada persepsinya masing-masing. Berbagai upaya yang telah diupayakan intelektual muslim tersebut masih belum menyelesaikan masalah Ummat. Setiap upaya yang dilakukan seperti masuk kedalam lingkaran setan, yang seakan tak berujung pangkal. Dan peran intelektual untuk memutuskan lingkaran setan tersebut sangat diperlukan.
Kegiatan ini dipandu oleh Bapak Mispansyah SH, MH yang saat ini mengikuti program Doktoral di UNHAS. Acara ini menjadi momentum intelektual muslim khususnya di Makassar untuk saling mengisi, saling memperkuat, dan saling mengoreksi. Dan HTI dalam hal ini pelaksana telah mampu mengambil peran untuk menemukan kesatuan visi dan misi yang diemban intelektual muslim untuk perubahan Indonesia yang lebih baik, dalam bahasa HTI adalah tegaknya Syariah dan Khilafah. (*)
Penulis: CitizenReporter
Editor: Muh. Taufik
HTI Sul-Sel Adakan Halaqah Intelektual Muslim di Unhas
dokumen pribadi
Suasana dialog HTI Sulsel di Unhas
Sumber Berita :  https://makassar.tribunnews.com/2014/04/27/hti-sul-sel-adakan-halaqah-intelektual-muslim-di-unhas

Mispansyah: Jangan Jadikan Alqur’an Barang Bukti Kasus Terorisme

KONTROVERSI yang terus dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri dinilai makin menyudut umat Islam. Dalam diskusi yang dihelat DPD I Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kalimantan Selatan bertajuk Dirosah Syar’iyyah ‘Ammah, di Banjarmasin, Minggu (30/4/2017), diungkap soal menjadikan kitab suci Alqur’an, dan panji Rasulullah SAW (Ar-Rayah) sebagai barang bukti dugaan aksi terorisme.

“AKIBATNYA banyak perasaan kaum muslimin terluka disebabkan pengkriminalan simbol Islam tersebut,” ujar pakar hukum pidana dari Universitas Lambung Mangkurat, Dr H Mispansyah, di hadapan peserta diskusi.
Ia menduga ada kesengajaan untuk membangun opini di tengah masyarakat bahwa simbol-simbol Islam memang berkaitan dengan terorisme.  “Dalam teori kriminologi, pihak densus telah melakukan labeling negatif terhadap Al-Qur’an dan bendera Rasulullah (Al-Liwa dan Ar-Rayah), sehingga simbol-simbol itu dikaitkan dengan terorisme. Ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Padahal, menurut Mispansyah, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang disebut barang bukti merupakan barang hasil atau yang digunakan dalam tindak pidana. Sedangkan, kata dia, menjadikan Al-Qur’an dan Ar-Rayah sebagai barang bukti terorisme tidak relevan dan tidak ada hubungannya sama sekali.
Mispansyah mencontohkan bahwa seharusnya yang berkaitan langsung dengan tindakan tersebut adalah seperti bahan kimia, atau peralatan untuk melakukan sebuah aksi bersangkutan. “Kembalilah ke KUHAP, yang telah menjelaskan ciri-ciri apa saja yang dimaksud dengan barang bukti, yakni alat bukti yang berkaitan dengan tindak pidana bersangkutan. Misalkan maling pembobol rumah, maka alat pencongkelnya bisa dijadikan barang bukti, bukan malah sesuatu tidak bersangkutan yang dijadikan barang bukti,” tegas Mispansyah.
Ia juga meminta aparat untuk memahami hukum dengan benar, dan tidak sembarang menuduh simbol Islam sebagai penyebab tindak kekerasan bersenjata, karena bisa semakin menyakiti perasaan kaum muslimin yang merupakan penduduk mayoritas Indonesia.
Sementara itu, kajian ini antusias diikuti puluhan tokoh umat yang berasal dari beragam kalangan sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan penerapan totalitas syariat Islam dalam sebuah institusi khilafah yang mengikuti metode kenabian.
Sumber: Rilis HTI Kalsel

Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2017/04/30/mispansyah-jangan-jadikan-alquran-barang-bukti-kasus-terorisme/
 
Undang Ahli Hukum Pidana, HTI Bedah Kasus Penistaan Alquran
PROKAL.CO, BANJARBARU - Kasus dugaan penistaan terhadap Alquran yang membuat jutaan umat Islam berkumpul di Jakarta dalam Aksi Damai Bela Quran, Jumat (4/11) tadi, dibahas dalam majelis Buhuts al Islamiyah, mengangkat tema Aqwalul Ulama Ahlussunnah wal jamaah terkait hukum bagi penista Alquran, Minggu (6/11), di Gedung Dakwah HTI Kalsel di Jln Trikora, Banjarbaru.
Hadir dalam majelis tersebut, ulama, ustadz dan tokoh umat dari Banjarmasin, Banjarbaru, Pelaihari dan Martapura. Sedangkan pembicara adalah Ustadz M Taufik NT MSi, Ketua Lajnah Tsaqafiyah HTI Kalsel dan DR Mispansyah SH MH, pakar hukum pidana dari Universitas Lambung Mangkurat. Menurut Taufik, dalam Islam sanksi bagi penista Alquran sangatlah berat. Ia pun menyebut pendapat-pendapat para ulama dalam masalah ini. "Kesimpulannya, bagi seorang muslim yang menghina Alquran hukumnya adalah Murtad dan sanksinya adalah hukuman mati,” ujarnya. Jika dia non-Muslim Ahli Dzimmah (warga negara), maka dia harus dikenai ta’zir yang sangat berat, bisa dicabut dzimmahnya, hingga sanksi hukuman mati. Sedangkan bagi non-Muslim non-Ahli Dzimmah, maka Khilafah akan membuat perhitungan dengan negaranya, bahkan bisa dijadikan alasan Khalifah untuk memerangi negaranya, dengan alasan menjaga kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum Muslim," terangnya. Mengomentasi kasus dugaan penistaan terhadap surah Al Maidah ayat 51 oleh Gubernur Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (BTP), menurutnya ini hanyalah efek dari tidak adanya pemimpin yang menjadi penjaga umat. "Seperti helm, banyak orang tidak pakai helm kalau tidak ada polisi yang merazia," ujarnya. Mengomentari sebagian umat Islam yang berpendapat  bahwa Rasulullah saja biasa dihina, beliau tidak marah dan sabar. Taufik menjelaskan, Rasulullah juga marah ketika Islam dan hukumnya di hina. Ia menceritakan, ketika ada seorang wanita mencuri dari kalangan orang terpandang. Lalu meminta bantuan sahabat dekat Rasulullah, Usamah bin Zaid untuk meminta keringanan atas hukum Alquran bagi pencuri, yakni dipotong tangannya. "Maka Rasulullah pun marah dan menyatakan, apakah engkau mau minta keringanan atas hukum Allah. Sesungguhnya hancurnya suatu bangsa, bila orang mulia mencuri tidak dihukum. Tapi bila rakyat jelata dihukum. Demi Allah seandainya Fatimah anak Muhammad mencuri, maka akan kupotong tangannya," ujar Taufik mengutip sebuah hadist. Sementara itu, DR Mispansyah SH MH menyampaikan analisis hukumnya terkait kasus ini. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh BTP sudah masuk dalam ranah pidana, sesuai pasal 156a KUHP yang isinya Dipidana dengan pidana penjara maksimal 5 tahun, barang siapa dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan, terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. "Jadi meskipun dia mengaku tidak berniat untuk menistakan, tapi berdasarkan ilmu pengetahuan, kalimat yang diucapkan itulah yang dikonstruksikan dalam hukum pidana. Karena itu, kita sudah menjadi kesadaran umum, bahwa harus berhati-hati dalam berkata, apalagi bagi seorang pemimpin di depan umum," ujar Mispansyah. Usai pemaparan materi dan diskusi, acara pun dilanjutkan dengan pembacaan pernyataan sikap Ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah bersama Hizbut Tahrir Indonesia pada Majelis Buhust al Islamiyah Kalsel oleh Ustadz Abdul Hafizd. Dilanjutkan dengan penandatanganan oleh para peserta. Acara ditutup dengan doa yang dipimpin Ketua DPD HTI Kalsel Ust Baihaki. (bin)

BEDAH KASUS - DR Mispansyah (kanan) dan Ustadz M taufik NT (tengah) membahas kasus penistaan Alquran, Minggu (6/11) kemarin
Sumber Berita : https://kalsel.prokal.co/read/news/6205-undang-ahli-hukum-pidana-hti-bedah-kasus-penistaan-alquran.html

Aksi Bela "Bendera Tauhid" ala ormas Terlarang HTI atau Aksi Bela "Kepentingan"...hemm..mikir..!!!!


Massa HTI Penuhi Stadion 17 Mei Banjarmasin

Radar Banjarmasin. Ada pemandangan lain di Stadion 17 Mei Banjarmasin kemarin, jika biasanya stadion ini dipenuhi oleh supporter sepakbola, penonton konser musik, maka kemarin pagi stadion kebanggaan urang banua ini dipadati oleh jemaah Konferensi Rajab 1432 Hijiriyah yang digelar oleh DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Selatan. Sekitar 10 ribu massa berkumpul kemarin pagi.


Humas DPD I HTI Kalsel Hidayatul Akbar saat ditemui disela kegiatan mengatakan, dalam kegiatan tahunan tersebut merupakan rangkaian dari Konferensi Rajab yang juga digelar di 28 kota lainnya di seluruh Indonesia. “Banjarmasin ini yang pertama mengadakan dengan DPD I HTI Kalsel sebagai penyelenggara. Ada 28 kota di seluruh Indonesia yang akan mengadakan kegiatan ini, terakhir nanti diadakan di Jakarta tepatnya di Stadion Lebak Bulus 29 Juni mendatang,” katanya kepada Radar Banjarmasin.
Diterangkan, jumlah peserta diperkirakan mencapai 10 ribu orang. Jumlah tersebut dihitung dari jumlah tiket yang terjual. Sekitar 50 persen dari total simpatisan yang hadir merupakan penduduk Kota Banjarmasin. “Kalau yang datang dari 13 kabupaten/kota se Kalsel, tapi 50 persen dari total yang hadir datang dari Banjarmasin dan sekitarnya,” ucap Hidayat. Selain itu, beberapa rombongan kecil juga datang dari provinsi tetangga Kalimantan Tengah.
Mengenai tujuan pelaksanaan Konferensi Rajab, Hidayat menjelaskan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk menyatukan hati, pikiran, dan langkah umat Islam khususnya di Kalsel untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dibawah naungan kilafah. “Dengan mengusung tema hidup sejahtera dibawah naungan khilafah kami ingin mengajak umat Islam dunia khususnya di Kalsel untuk menyatukan hati dan pikiran serta langkah untuk mewujudkan kehidupan sejahtera dibawah naungan khilafah,” cetusnya.
Pria berkacamata ini menambahkan, fakta yang saat ini dialami oleh umat Islam adalah keterpurukan. Selain terpuruk, umat Islam juga terjajah dan miskin serta mendapatkan penilaian negatif sebagai teroris. “Padahal umat Islam diajarkan menjadi umat yang terbaik agar mampu menjadi pemimpin dunia. Umat Islam harus bersatu dan punya pemimpin tunggal untuk dapat menyatukan potensi umat yang jumlahnya mencapai 1,6 miliar jiwa di seluruh dunia. Dengan kilafah, umat non muslim juga tetap dapat merasakan rahmat dari kepemimpinan kilafah,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPD I HTI Kalsel Baihaqi Al Munawar dalam opening speechnya menyerukan kepada umat Islam untuk menata kembali masa depan. Umat Islam, kata dia, harus menegakan syariah dan khilafah. “Tuntutan berdirinya khilafah bukan hanya tuntutan realitas tapi juga tuntutan akidah, umat Islam punya potensi besar untuk mewujudkannya,” tandas Baihaqi.
Dalam konferensi kemarin juga tampil sejumlah tokoh-tokoh HTI Kalsel yang menyampaikan orasi secara bergantian, mulai dari Ustaz H Mispansyah SH MH menyampaikan orasi berjudul posisi Indonesia di tengah kapitalisme global, kedua Ustaz Ali Imran SPd dari DPD II HTI Kota Banjarbaru dengan orasi Khilafah adalah Solusi. Kemudian Ustaz Abdul Haris SPd "Gambaran Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah", Ustaz Hidayatul Muttaqin SE MSi "Khilafah Negara Adidaya Masa Depan Yang Mensejahterakan. Selain itu juga hadir pembicara dari DPP HTI, yakni Ustaz Fathiy Syamsuddin Ramadhan dengan orasi berjudul tegaknya Khilafah janji Allah dan Ustaz Haris Abu Ulya menyampaikan seruan hangat Hizbut Tahrir kepada umat.
Beberapa pembicara perwakilan tokoh masyarakat dan ulama juga tampil, diantaranya KH Abdul Wahab M Ag dari Hulu Sungai Selatan, KH Kafandi Fadholi dari Banjarmasin dan Ustaz Abdul Hafiz dari Banjarbaru.
Acara juga bertambah semarak, karena akan menampilkan aksi teatrikal dan tabuh bedug dari Islahul Ummah, juara festival bedug kabupaten banjar. Kegiatan juga disiakan langsung ke seluruh dunia melalui TV streaming pada http://hizbut/–tahrir.or.id/hti-channel. [Radar Banjarmasin edisi cetak Jumat 3 Juni 2011]
sumber : http://www.facebook.com/notes/abu-rafif/konferensi-rajab-pertama-di-kalsel/222100781153131 
  
Waspada, PKI Zaman Now lebih Jahat dari PKI yg dulu, PKI zaman Now memfitnah dan sebar Hoax :
https://www.youtube.com/watch?v=Ss--BAX6LzQ 

Nyai Dewi mengajak Lisa Bertaubat dan ngaji bareng, Nyai Tanya apa jasa HTI Kilafah di Indonesia :
https://www.youtube.com/watch?v=1m-G98_f9_8

Nyai Dewi Tanjung memanggil orang-2 yg kabur pulang ke Indonesia mempertanggung jawabkan perbuatanya :
https://www.youtube.com/watch?v=Np2c4S-x52o

Tangisan kesedihan Nyai Dewi melihat situasi yg tidak kondusif di Papua, Nyai Minta Maaf. :
https://www.youtube.com/watch?v=pFT1P8OSXuU

Nyai Dewi Murka Kepada UAS, FPI dan Ormas Radikal yg membuat kegaduhan di Negeri ini :
https://www.youtube.com/watch?v=VEY6fOXah48

Nyai Dewi, Ada unsur kesengajaan dan Skenario jahat di balik Kerusuhan yg terjadi di Papua. :
https://www.youtube.com/watch?v=wl6pxHBAOfU 

Nyai Dewi Tegur UAS agar Minta Maaf atas isi ceramahnya, Yahya waloni Cari Sensasi Kau :
https://www.youtube.com/watch?v=rQOjzzWlP5Y

Nyai Dewi Bicara di Mimbar Bebas Lawan yg membuat Rusuh dan Gaduh Negara kita :
https://www.youtube.com/watch?v=ROK0QjtG-dQ

Nyai Dewi Murka sama Yahya waloni karna saat ceramah memaki jamah dengan Kasar & Sindir Tengku Zul :
https://www.youtube.com/watch?v=6lLZqQ_YUUw 

Nyai Dewi Meminta MUI melarang Yahya waloni mengaku ustad & berceramah karna mulutnya berbahaya :
https://www.youtube.com/watch?v=drp2VQ4YCsU  

BACA JUGA :

Ustadz bersatus ASN / PNS Kontroversi "Abdul Somad" sebut Salib Jin Kafir dilaporkan Kepolisi



Re-post by MigoBerita / Rabu /28082019/11.14Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya