» » » » Sejarah Virus Corona

Sejarah Virus Corona

Penulis By on Senin, 03 Februari 2020 | No comments

Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (1)

islamindonesia.id – Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (1)
Belakangan ini, berita tentang virus corona begitu gencar diberitakan oleh berbagai media. Namun tahukah Anda, siapa orang pertama yang menemukan virus mematikan tersebut? Dia adalah Ali Mohamed Zaki, seorang ilmuwan asal Mesir. Namun malangnya, karena penemuannya tersebut dia harus dipecat dari rumah sakit di Arab Saudi, tempatnya bekerja.
Kisah Zaki pernah ditulis di The Guardian pada 15 Maret 2013. Berikut ini adalah kisahnya:
Pada pertengahan Juni 2012, Ali Mohamed Zaki, seorang ahli virus di Rumah Sakit Dr Soliman Fakeeh di Jeddah, Arab Saudi, menerima telepon dari seorang dokter yang khawatir tentang seorang pasien. Pasien berusia 60 tahun itu telah dirawat di rumah sakit karena virus pneumonia yang parah dan dokter ingin Zaki mengidentifikasi virusnya.
Zaki memperoleh dahak dari pasien dan mulai bekerja. Dia menjalankan tes lab yang biasa. Satu demi satu tes dia lakukan, namun semua hasilnya menunjukkan negatif. Bingung dengan hasilnya, Zaki mengirim sampel ke laboratorium virologi terkemuka di Erasmus Medical Centre di Rotterdam. Sambil menunggu tim Belanda memeriksa virusnya, Zaki mencoba satu tes lagi.
Kali ini dia mendapat hasil positif. Hasilnya menunjukkan agen infeksi milik keluarga patogen yang disebut Coronavirus atau Virus Corona. Flu biasa disebabkan oleh Coronavirus, begitu juga dengan infeksi SARS yang jauh lebih mematikan.
Zaki dengan cepat mengirim email ke lab Belanda untuk memberitahukan tentang temuannya itu. Hasil tes di sana membuktikan tentang kekhwatirannya, tetapi ini lebih jauh lagi, ini adalah virus Corona yang belum pernah ditemukan sebelumnya.
Untuk memperingatkan ilmuwan lain, Zaki mem-posting catatan di proMED, sebuah sistem pelaporan internet yang dirancang untuk secara cepat dapat berbagi rincian penyakit menular dan wabah dengan para peneliti dan lembaga kesehatan masyarakat.
Langkah itu ternyata sangat merugikannya. Seminggu kemudian, Zaki harus kembali ke tanah kelahirannya di Mesir, kontraknya di rumah sakit di Arab Saudi diputus, yang menurutnya, pemecatannya atas tekanan Kementerian Kesehatan Arab Saudi.
“Mereka tidak suka ini muncul di proMED. Mereka memaksa rumah sakit untuk mengakhiri kontrak saya,” kata Zaki kepada The Guardian dari Kairo. “Saya terpaksa meninggalkan pekerjaan saya karena ini, tetapi itu adalah tugas saya. Ini adalah virus yang serius.”
Betapa seriusnya masalah itu saat itu. Sementara Zaki bekerja untuk mengidentifikasi virus, kesehatan pasien semakin menurun. Pneumonianya memburuk dan napasnya semakin pendek. Ginjal dan organ lainnya mulai goyah dan gagal.
Terlepas dari semua penanganan yang telah diberikan, yakni obat-obatan dan dianalisis, dan ventilasi mekanis untuk membantunya bernafas, pria itu akhirnya meninggal 11 hari setelah dia tiba di rumah sakit.
Kasus virus di Jeddah pada saat itu dianggap lebih menarik, ketimbang menakutkan. Meskipun banyak akibat yang ditimbulkan oleh virus tersebut, salah satunya menyebabkan SARS, yang telah menyebar ke lebih dari 30 negara dan membunuh 800 orang pada tahun 2003, namun keduanya secara genetik sangat berbeda.
SARS menakutkan karena menyebar dengan mudah dan membunuh begitu banyak orang. Virus itu menyebar di lingkungan keluarga, dan keberadaan pasiennya telah mengguncang rumah sakit. Pasien di Jeddah hanyalah salah satu kasus.
Begitulah kelihatannya. Sejak virus Corona jenis baru itu terungkap pada September tahun 2012, jumlah kasus telah meningkat menjadi 15. Lebih dari setengahnya telah meninggal. Kematian terakhir terjadi pada seorang pria berusia 39 tahun, yang dilaporkan oleh Arab Saudi pada sebuah pekan di tahun 2012.
Jumlahnya belum mengkhawatirkan, tetapi kemunculan kasus baru yang stabil, dan fakta bahwa infeksi telah menyebar dari orang ke orang, telah memicu upaya intensif untuk memahami virus, dan secara diam-diam mereka bersiap untuk menghadapi kemungkinan yang terburuk.
“Kami tidak tahu apakah virus ini memiliki kemampuan untuk memicu epidemi penuh. Kami benar-benar dalam kegelapan tentang hal itu,” kata Ron Fouchier, seorang ahli virologi molekuler di Erasmus Medical Center yang di labnya telah mengidentifikasi virus temuan Zaki.
“Kami pikir apa yang kami lihat hanyalah puncak gunung es, tetapi kami tidak tahu seberapa besar gunung es itu, atau di mana letak gunung es itu,” ujarnya.

Penemuan di London
Di seberang Gedung Parlemen di tepi sungai Thames, London, terdapat Rumah Sakit St Thomas. Pada September tahun 2012, dokter di unit perawatan intensif berjuang untuk mendiagnosis seorang pria berusia 49 tahun asal Doha, Qatar, yang tiba dengan ambulans udara dengan infeksi saluran pernapasan serius.
Dia dirawat dengan isolasi yang ketat. Pria itu terjangkit virus, itu sudah jelas, tetapi sifat infeksi itu adalah sebuah misteri. Belum lama itu, dia sebelumnya telah mengunjungi Arab Saudi.
Bingung dengan kasus ini, dokter di rumah sakit kemudian memberi tahu Health Protection Agency’s (HPA) Imported Fever Service yang memulai penyelidikannya sendiri. Para ilmuwan menjalankan tes pada pria Qatar tersebut dengan mengecualikan infeksi-infeksi umum.
Mereka kemudian mendapat keberuntungan. Mereka berhasil menyelesaikan tes putaran pertama, dua ilmuwan di tim HPA mengakses proMED. Di sana mereka menemukan sebuah catatan yang diterbitkan sebelumnya pada hari itu oleh Profesor Zaki di sebuah rumah sakit di Arab Saudi.
Zaki mengumumkan bahwa penemuan virus Corona yang baru itu mematikan. Pasien Zaki memiliki gejala yang hampir identik dengan pria Qatar yang sedang sakit di London tersebut.
Bersambung ke bagian 2.
PH/IslamIndonesia/Sumber: The Guardian/Foto: David Degner/Getty Images

Sumber Berita : https://islamindonesia.id/siapa-dia/profesor-ali-mohamed-zaki-penemu-virus-corona-1.htm

Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (2)

islamindonesia.id – Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (2)
Mari kita lanjutkan kisah dari bagian 1, yakni tentang seorang pria asal Doha, yang ketika sedang berada di London jatuh sakit dan kemudian ditemukan bahwa dia mengidap jenis virus baru corona yang ditemukan oleh Zaki sebelumnya di Arab Saudi:
Hari berikutnya, pada hari Jumat, Health Protection Agency’s (HPA) menjalankan tes baru. Hasilnya tidak menyenangkan. Tes spesifik terhadap virus corona yang sudah diketahui, hasilnya negatif. Namun tes terhadap keluarga virus corona yang umum hasilnya positif. Hasil ini menunjukkan bahwa mereka mesti berurusan dengan kuman yang sama yang telah membunuh seorang pria di Jeddah (pasien Zaki).
Tim investigasi HPA mengganti perlengkapan (untuk melakukan tes lain). Pada akhir hari Sabtu itu, mereka telah memeriksa susunan genetik virus dan membandingkannya dengan hasil yang telah dicapai tim Fouchier terhadap virus di Saudi. Virus itu 99,5% identik (dengan virus yang ditemukan Zaki). HPA segera memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang kemudian segera mengeluarkan peringatan global pada Minggu malam.
“Tiba-tiba ini menjadi jauh lebih menarik perhatian,” kata Tony Mounts, kepala pemantauan dan pengawasan pandemi di Organisasi Kesehatan Dunia. “Kami sekarang memiliki dua kasus yang terjadi dalam rentang beberapa bulan, dari virus dalam keluarga yang sama dengan SARS, dan kedua kasus menunjukkan pneumonia yang buruk.”
Tingkat keparahan infeksi hanyalah salah satu kekhawatiran, sebab hanya dalam beberapa minggu kemudian, jutaan peziarah akan tiba di Makkah untuk naik haji. Jika virus itu mengintai di wilayah tersebut, maka ini adalah kesempatan yang sempurna untuk menyebar.
“Anda memiliki tiga juta orang yang datang dari seluruh dunia yang berpotensi membawa pulang patogen baru bersama mereka,” kata Mounts. “Dibutuhkan beberapa urgensi (untuk menyingkapinya).”
Ketika musim haji berlangsung, para jemaah haji datang dan pergi tanpa terjadi lonjakan kasus. Namun kasusnya justru terjadi di tempat lain di wilayah ini. Seorang lelaki lainnya di Doha jatuh sakit dan dipindahkan ke rumah sakit spesialis paru-paru di Essen, Jerman. Dia pulih dan dipulangkan sebulan kemudian.
Kembali ke Arab Saudi, virus menyerang sebuah rumah tangga di Riyadh, di mana seorang pria yang tinggal bersama kedua putranya, salah satu putranya yang lebih muda meninggal.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah sekelompok kasus di Yordania. Pada April 2012, 11 orang, termasuk delapan petugas kesehatan, menderita penyakit pernapasan misterius. Tes anumerta pada dua orang yang meninggal menunjukkan bahwa mereka positif terjangkit virus baru ini. Sisanya mungkin memiliki infeksi yang sama, meskipun lebih ringan, tetapi tes tindak lanjut tidak pernah dilakukan.
Bulan lalu (Februari 2013), pejabat kesehatan Inggris melaporkan infeksi pertama yang terjadi terhadap warga Inggris. Pria itu, Abid Hussain, yang sedang dalam perawatan intensif di Manchester, jatuh sakit ketika sedang melakukan perjalanan ke Timur Tengah. Dia terbang ke Pakistan untuk mengunjungi keluarga, tetapi singgah di Makkah dalam perjalanan pulang untuk mendoakan putranya, Khalid, yang sedang dirawat karena kanker otak.
Segera setelah Abid tiba di rumah, putranya, yang sedang menggunakan obat-obatan untuk menekan sistem kekebalan tubuhnya, tertular virus itu dan meninggal beberapa hari kemudian di Rumah Sakit Queen Elizabeth di Birmingham. Adik Abid juga terkena virus itu, tetapi dengan cepat dapat pulih.
Khalid meninggalkan seorang istri, Azima, dan anak laki-laki kembar, yang akan berusia tiga tahun besok. “Mereka terus bertanya, ‘Di mana ayah? Kapan ayah pulang?’ Tetapi mereka terlalu muda untuk tahu apa yang terjadi,” kata Azima kepada the Guardian.
Serangkaian infeksi yang menyerang sebuah keluarga telah meyakinkan para ilmuwan bahwa virus itu dapat menyebar dari orang ke orang, walaupun jarang terjadi.
Ketika kasus infeksi baru terus bertambah, para ilmuwan fokus pada beberapa pertanyaan penting. Seberapa mudah virus itu menyebar? Dari mana asalnya? Bagaimana orang-orang dapat terinfeksi? Sampai sekarang, jawabannya masih menjadi serangkaian misteri.
Tidak ada tanda-tanda bahwa virus itu menyebar dengan mudah dari orang ke orang. HPA menindaklanjuti 60 orang yang dicurigai terjangkit, termasuk para dokter dan perawat, yang melakukan kontak dengan pasien di Rumah Sakit St Thomas. Mereka melacak lebih dari 100 orang lainnya yang telah melakukan kontak dengan keluarga di Inggris. Hasilnya tidak ada yang dinyatakan positif terkena virus.
Sejauh ini, itu cukup menenangkan. Namun para ilmuwan memperingatkan, bahwa virus itu akan bermutasi dan dapat beradaptasi agar dapat menyebar dengan lebih mudah. “Itulah yang kami khawatirkan,” kata Eric Snijder, kepala virologi molekuler di Leiden University.
“Jika itu terjadi, Anda mungkin akan mendapatkan varian pandemi yang menyebar dengan mudah, dan itu akan menjadi masalah besar.”
Tidak ada yang tahu dari mana virus itu berasal, tetapi para ilmuwan memiliki dugaan. Ketika para peneliti menjalankan tes urutan genetik melalui data virus corona yang sudah dikenal, hasilnya menunjukkan bahwa itu sangat cocok dengan jenis yang berada pada kelelawar pipistrelle.
Jika koneksi dengan kelelawar terdengar akrab, maka ada alasan yang kuat. Virus SARS juga dilacak berasal dari kelelawar, meskipun menyebar ke manusia melalui musang yang terinfeksi.
Kecurigaan terhadap virus terbaru ini mendorong pemerintah Arab Saudi untuk memanggil tim Universitas Columbia untuk mensurvei kelelawar-kelelawar di sekitar kota Bisha, tempat tinggal pasien pertama yang teridentifikasi terserang virus itu oleh Zaki.
Tim Universitas Columbia belum mempublikasikan temuannya, tetapi apa pun itu, mereka belum mendapatkan gambaran utuhnya. Sebab, hewan pertama yang ditemukan terjangkit virus itu, mungkin bukan yang menyebarkannya ke manusia.
Banyak ilmuwan yang menduga bahwa binatang perantara yang membawa virus baru itu ke manusia adalah kelelawar. Namun kesaksian dari mereka yang terinfeksi masih sedikit dan jarang: beberapa pasien masih dalam perawatan intensif, sementara yang lainnya telah meninggal.
Tapi petunjuk lainnya muncul. Pria asal Doha yang dirawat di Jerman memiliki sebuah peternakan kambing dan mengatakan kepada dokter bahwa beberapa kambingnya sakit sebelum dia jatuh sakit. Dan bukan hanya itu saja, penjaga kambing-kambing itu juga terkena infeksi pernapasan yang cukup serius sehingga harus dibawa ke rumah sakit.
Namun cerita yang menunjukkan kambing sebagai biang keladinya hingga kesaksian lain masih dalam pertimbangan, karena beberapa pasien lainnya melaporkan bahwa mereka tidak memiliki kontak dengan hewan.
Bersambung ke bagian 3.
PH/IslamIndonesia/Sumber: The Guardian/Foto utama: Research Gate

Sumber Berita : https://islamindonesia.id/siapa-dia/profesor-ali-mohamed-zaki-penemu-virus-corona-2.htm

Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (3, selesai)

islamindonesia.id – Profesor Ali Mohamed Zaki, Penemu Virus Corona (3, selesai)
Artikel ini adalah kelanjutan dari bagian 2.
Virus baru ini (temuan Zaki) mungkin bersemayam di tubuh binatang atau hewan ternak di Arab Saudi, dan mungkin juga di Yordania dan Qatar. Tetapi negara-negara ini juga merupakan negara utama yang mengimpor berbagai macam hewan ternak.
“Saya bisa dengan mudah membayangkan situasi di mana virus ini bersembunyi di kelelawar di Sudan atau Pakistan, ternak domestik mereka terinfeksi, dan kemudian diangkut ke negara-negara ini,” kata Tony Mounts, kepala pemantauan dan pengawasan pandemi di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tidak ada seorang pun yang berharap untuk mendapatkan jawabannya dengan cepat (karena kemungkinannya terlalu banyak). Bagi semua pihak/lembaga yang memiliki perhatian terhadap kesehatan masyarakat, hampir tidak ada yang dapat mereka lakukan di lapangan untuk dapat mengetahui hewan apa, atau hewan-hewan apa, yang menyebarkan virus itu kepada orang-orang.
Hal ini, kata Ron Fouchier – seorang ahli virologi molekuler di Erasmus Medical Center yang di labnya telah mengidentifikasi virus temuan Zaki, tidak cukup baik. Dia ingin Jordan, Arab Saudi, Qatar, dan negara-negara di sekitarnya untuk melakukan tes virus terhadap kambing, domba, unta, kuda, dan hewan lainnya.
Sejak ekspedisi untuk mensurvei kelelawar di Bisha (yang kurang membuahkan hasil), upaya untuk melacak hewan yang terpapar virus tersebut tersendat. Ketika ditanya apa yang sedang dilakukan di negara-negara yang terkena dampak untuk melacak infeksi pada hewan, Juan Lubroth, kepala dokter hewan di WHO mengatakan, “Setahu saya, tidak ada kegiatan. Kami sangat banyak berada dalam kegelapan.”
Orang-orang di kawasan itu juga harus diskrining, kata Fouchier. Dia ingin melihat hasil tes acak di bank darah manusia untuk melihat seberapa meratanya virus ini berada dalam populasi. Tes-tes ini, dan tes pada hewan, sederhana dan akan menjawab dua pertanyaan utama: di mana virus itu bersembunyi, dan seberapa banyak persebarannya?
“Kami pikir virus itu beredar di antara manusia di wilayah tertentu di dunia, atau di antara hewan, mungkin hewan peliharaan, yang dari sana menular kepada manusia. Membedakan antara dua kemungkinan itu sangat penting, tetapi sangat sedikit yang telah dilakukan untuk menemukan jawabannya,” kata Fouchier.
Beberapa negara yang bersangkutan memiliki masalah lain yang lebih besar, tetapi ada alasan kuat untuk melakukan pekerjaan itu. SARS menyebar di bawah radar pemerintah jauh sebelum mulai membunuh ratusan orang.
Virus baru ini (temuan Zaki) telah dihadapi dengan lebih cepat, sebagian besar berkat pengawasan yang lebih baik berdasarkan pengalaman setelah SARS. Pendekatan kehati-hatian sekarang dapat menyelamatkan banyak nyawa.
Pada hari-hari awal SARS mewabah, kelambanan dan kurangnya keterbukaan oleh negara-negara yang terkena dampak membuat virus yang bersamayam menjadi lebih kuat. Situasi terhadap virus corona baru (temuan Zaki) serupa. Tapi para ilmuwan Eropa terdorong untuk membuat persiapan lebih awal untuk menghadapi wabah, ketimbang mengatasinya nanti ketika situasi sudah menjadi lebih buruk.
“Kami sekarang benar-benar mengambil jalan alternatif di mana Eropa akan bersiap menghadapi yang terburuk,” kata Fouchier. “Kita harus melakukan lebih banyak sekarang, bukan dalam hal pencegahan, tetapi dalam hal penanganan begitu virus ini memasuki Eropa lebih sering.”
Sebagai tindakan pencegahan, lembaga Eropa bernama Silver, di mana Fouchier berada di dalamnya, telah mulai menskrining ratusan obat yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat yang bersedia bekerja menghadapi virus ini.
Alasannya sederhana: jika lebih banyak kasus muncul, di Birmingham, Munich atau Paris, maka dokter setidaknya memiliki obat yang dapat mereka gunakan – garis pertahanan pertama. Jika yang terburuk terjadi, dan pandemi mengancam, obat-obatan mungkin dapat membantu untuk mengulur waktu sampai vaksinnya diciptakan.
“Kami memiliki tujuh atau delapan obat yang dapat melakukan sesuatu terhadap virus corona itu, tetapi kami sekarang perlu mengulangi proses, untuk memastikan bahwa kegiatan itu dapat berdampak,” kata Eric Snijder, kepala virologi molekuler di Leiden University, kepada the Guardian.
Cepat atau lambat, setiap obat yang mungkin berguna harus diujikan kepada hewan, tetapi di sini ada masalah lain. Sejauh ini, tidak ada “jenis hewan” yang dianggap tepat untuk diujikan.
Setelah dipecat dari Rumah Sakit Dr Soliman Fakeeh di Jeddah, Arab Saudi, Zaki kini bekerja di Universitas Ain Shams di Kairo. Dalam beberapa minggu ke depan, dia berencana untuk memeriksa sampel darah dari pasien di salah satu rumah sakit kota untuk melihat apakah ada infeksi yang tidak diketahui atau tidak dilaporkan.
Dia teguh dengan keputusannya untuk mengumumkan tentang virus baru temuannya itu kepada dunia, meskipun ada keberatan dari pejabat kesehatan Saudi. “Saya tidak yakin pada saat itu apa yang sedang terjadi,” katanya. “Saya tidak tahu apa yang ada di tanganku (virus temuannya).”
Demikianlah kisah tentang virus corona jenis baru penemuan Ali Mohamed Zaki yang pernah dipaparkan oleh The Guardian pada 15 Maret 2013. Di kemudian hari, virus temuan Zaki dinamai dengan Human Betacoronavirus 2c EMC (HCoV-EMC), yang mana masih sejenis dengan Middle East Respiratory Syndrom Coronavirus (MERS-CoV).
Adapun virus corona terbaru yang ditemukan di Wuhan, China, pada Desember 2019 lalu, adalah virus yang berbeda dan dinamai 2019-nCoV, atau Novel Coronavirus. Namun, meskipun demikian, karena masih satu keluarga virus dengan wabah SARS dan HCoV-EMC temuan Zaki, tentunya dari kisah di atas dapat diambil banyak pelajaran.
Selesai.
PH/IslamIndonesia/Sumber: Sumber: The Guardian/Foto utama: huffpost
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/siapa-dia/profesor-ali-mohamed-zaki-penemu-virus-corona-3-selesai.htm
 
Re-post by MigoBerita / Selasa/04022020/15.43Wita/Bjm
 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya