» » » » » » » Saatnya kita "melek Politik", Jangan mau diadu domba sesama ummat manusia dan warga Indonesia : NKRI Harga Mati !!!

Saatnya kita "melek Politik", Jangan mau diadu domba sesama ummat manusia dan warga Indonesia : NKRI Harga Mati !!!

Penulis By on Jumat, 17 Desember 2021 | No comments


Migo Berita - Banjarmasin -
Saatnya kita "melek Politik", Jangan mau diadu domba sesama ummat manusia dan warga Indonesia : NKRI Harga Mati !!! Mengapa kita mesti paham politik, agar kita memahami bahwa tujuan seseorang berpolitik itu, apakah murni untuk membela kepentingan masyarakat Indonesia atau hanya Membela kepentingan dan golongannya saja dan yang bukan komunitasnya dianggap selalu SALAH. Agar tidak gagal paham, baca hingga tuntas artikel yang telah kita kumpulkan. SELAMAT MEMBACA... !!!

Menarik Benang Merah Antara Munarman, Firli dan Anies yang Tak Tersentuh KPK

Benang merah semakin lama semakin terkuak dan semakin bisa diuraikan dengan jelas. Firli, Anies, Munarman, 212, PT 0% kayak DP 0% yang omong kosong, kemudian bisa ditarik ke Caplin. Hmmm. Menarik.

Ketua KPK sebelum Firli dulu pendukung Anies, dan digantikan dengan Firli yang adalah sosok yang menurut Munarman diidolakan oleh kaum 212 di tahun 2016 saat mereka mau memenjarakan Ahok. Dari pengakuan desperate Munarman, saya mencoba mengurai benang merah yang kusut. Begini…

Benang kusut itu mulai terbuka satu per satu. Simpul-simpul mati sudah mulai terurai. Firli pernah satu mobil komando dengan terduga teroris Munarman saat tahun 2016 silam. Firli saat itu menjadi orang yang didukung oleh kaum 212 dan jadi panutan. Maka ada hubungan dengan Anies.

212 adalah sebuah aksi yang benar-benar jelas banget ingin memenjarakan Ahok dan memenangkan Anies Baswedan. Anies saat itu didukung oleh kaum radikalis. Saat itu Firli naik ke atas mobil komando bersama Munarman yang sekarang ditangkap Densus 88 anti teroris dan yang berpotensi dihukum mati.

Kalau bicara satu mobil komando dengan Munarman, kita melihat bagaimana Firli ini terikat dengan mereka. Setidaknya ada hubungan emosional. Bisa saja Firli berdalih saat itu bahwa saat ia menjadi polisi, dia ingin menenangkan. Tapi pengakuan Munarman jauh lebih mengejutkan.

Munarman mengatakan bahwa Firli adalah sosok panutan. Kalau bicara sosok panutan, artinya Firli ada di hati mereka. Nggak tahu apakah mereka ada di hati Firli. Tapi sekarang Munarman sudah membuka mulutnya soal kedekatannya dengan Firli.

Seharusnya Firli bisa memberikan klarifikasi kepada publik, agar bola panas yang dilemparkan oleh si tersangka teroris Munarman yang ditangkap Densus 88, bisa diperjelas. Kenapa perjelas? Karena sekarang kita tahu juga bahwa Anies ini dengan segala dugaan mark up anggaran dan penyelewengan dana, bisa-bisanya tetap aman.

Dia merasa aman di DKI, mungkin bukan karena Novel Baswedan, tapi bisa saja karena yang jadi ketua KPK adalah Firli? Bisa saja kan? Saya yakin, dengan artikel ini, opini publik bisa diarahkan bahwa selama KPK tidak mengusut kasus Anies, di sanalah ada peranan Firli. Dugaan kuat sih.

Benang merah semakin jelas, ditambah lagi karena Firli ngomongin Presidential Threshold yang sebetulnya bukan ranahnya. Dia ini ketua KPK yang harusnya bebas dari politik. Tapi kenapa dia ngebacot soal PT 0%, satu suara dengan Demokrat yang diduga juga sangat kuat berperan di 212?

Jadi sebetulnya, Firli ini punya pengaruh apa di KPK? Padahal kita tahu dulu beberapa orang seperti saya, Denny Siregar, dan berbagai penulis lainnya berharap banyak kepada Firli agar bisa membuat KPK jadi tidak berpolitik seperti si Novel Baswedan dan si Abdullah Hehamahua, Huahuahuahua.

Tapi ternyata, Firli kok bisa disebut-sebut oleh Munarman sebagai tokoh sentral di 212? Bisa jadi Munarman ingin membela diri dan menyeret Firli agar Munarman nggak terkesan jadi teroris. Tapi seharusnya, Firli memberikan klarifikasi.

Selama Firli nggak klarifikasi, selama itulah rakyat Indoneisa akan melihat bahwa Firli ini bagian dari 212. Selama Firli tidak membantah kedekatannya dengan Munarman, selama itulah dia dianggap rakyat Indonesia adalah teman baik Anies Baswedan.

Dan lebih jauh lagi, selama Firli tidak mengusut kasus anggaran janggal Anies Baswedan, selama itulah Firli diduga memberikan angin surga kepada Anies Baswedan dan ingin membuat PT 0%, sesuai dengan statement nggak nyambung dengan kapasitas nya, untuk mendukung Anies jadi presiden radikal NKRI.

Mana nih Firli? Padahal sudah jelas Anies ini main-main sama anggaran. Salah satu contohnya adalah sumur resapan, di antara banyak contoh lain. Sumur resapan kontraktornya nggak jelas, ada alamatnya ternyata warung jualan bakmi. Itu kontraktor atau koruptor? Main-main dia.

Dia main-mainkan anggaran, KPK malah sibuk urusin satu truk jeruk yang dibeli Jokowi dari orang Karo. Sungguh memalukan dan sangat menjijikkan kerjaan KPK sekarang. Ternyata yang memengaruhi KPK bukan hanya Novel Baswedan. Novel dibuang dari KPK, ternyata diganti sama orang yang pernah satu mobil komando sama si terduga teroris Munarboy. Menggelikan.

Benang merah semakin lama semakin bisa ditarik ke Caplin. Kita tunggu statement Caplin.

Menarik Benang Merah Antara Munarman, Firli dan Anies yang Tak Tersentuh KPK

Sumber Utama : https://seword.com/politik/menarik-benang-merah-antara-munarman-firli-dan-9rQoWdl9Uw

Demokrat Putus Asa dengan Nasib AHY

Bahasan soal presidential threshold bagi saya sudah mirip seperti perdebatan boleh tidaknya mengucapkan Selamat natal. Dibahas berulang kali setiap menjelang pemilu.

Tapi kali ini rasanya lucu. Karena Demokrat begitu gencar mengusulkan agar presidential threshold dihapuskan, atau nol. Sehingga semua orang bisa mencalonkan diri sebagai calon Presiden meskipun tanpa dukungan partai di Senayan.

Kenapa saya bilang lucu? Karena tahun 2008 lalu, yang menaikkan presidential threshold dari 10 menjadi 20 persen adalah SBY.

Ketika SBY ingin berkuasa lagi di periode kedua, presidential threshold itu dinaikkan.

Secara politik, jelas tujuannya untuk menjegal lebih banyak calon. Agar SBY bisa lebih mudah menang kembali. Agar partai kecil tidak bisa berkoalisi dan mencalonkan sendiri. Semua harus berkomunikasi dengan partai besar atau yang biasa disebut king maker.

Dari sisi positifnya dapat kita lihat bahwa aturan tersebut membuat koalisi antar partai semakin besar dan solid. Sehingga setiap calon akan mendapat dukungan yang kuat dalam memerintah.

Nah tapi sekarang justru SBY meminta agar aturan presidential threshold itu dihapuskan sama sekali. Menjadi nol.

Ini jelas membingungkan. Dia yang bikin aturan, dia pula yang ingin aturan tersebut dihapuskan?

Mungkinkah SBY menyesal? Atau kah SBY mulai menyadari bahwa aturan yang dibuatnya dulu bersama Demokrat jadi seperti lubang kuburan sendiri bagi anaknya?

Karena AHY yang tak kompeten dan tak laku itu mulai kehilangan kepercayaan. Merasa minder untuk maju di Pilpres 2024 nanti. Karena partai-partai lain tak ada yang tertarik mendukungnya.

Secara survei, yang selalu muncul justru Ganjar dan Anies. Dari sisi partai, yang terkuat adalah Prabowo dan Airlangga. AHY sama sekali tak diperhitungkan.

Dengan aturan koalisi 20 persen suara partai, jelas Demokrat kesulitan. Karena suara Demokrat hanya sekitar 7 persen. Itu artinya Demokrat harus bisa berkoalisi dengan PDIP Golkar atau Gerindra untuk bisa mengajukan AHY.

Masalahnya, 3 partai besar tersebut juga sudah punya calon sendiri dan merasa tidak butuh Demokrat. Syarat Demokrat untuk memajukan AHY dinilai terlalu mahal. Itulah kenapa Prabowo pada 2019 lalu mundur dari bahasan koalisi dengan Demokrat karena enggan memungut AHY sebagai Cawapresnya.

Lebih enak dengan partai lain seperti PKS, PKB, PAN atau PPP. Mereka lebih tau diri dan tidak memaksakan ketumnya untuk maju sebagai pendamping. Mereka terbuka dengan kemungkinan lain.

Opsi lain agar AHY bisa maju sebagai Capres adalah dengan berkoalisi dengan 3 atau 4 partai kecil secara bersamaan. Tapi kita semua tau bahwa cara ini lebih mustahil terjadi.

Karena selain karena partai kecil itu juga tak tertarik dengan AHY, pun karena mereka merasa setara dan tak sudi dipimpin oleh Demokrat. Lah wong suaranya mirip kok sok mau jadi pemimpin? Maksa ketumnya maju pula, hehe ga asyik.

Dengan kondisi seperti ini, maka wajar kalau Demokrat mengusulkan agar Presidential Threshold itu dihapuskan atau menjadi nol. Agar AHY tetap bisa dicalonkan.

Mereka sudah tutup mata dengan konsekuensi bahwa akan muncul lebih banyak calon dan tanpa dukungan partai yang solid. Sehingga pemerintah selanjutnya bisa sangat tidak efektif dan kehabisan tenaga untuk menjalin komunikasi.

Tapi di mata Demokrat, semua masalah tersebut menjadi tidak penting lagi. Karena yang terpenting adalah AHY harus bisa maju.

Demi bisa menyelamatkan suara partai yang setiap tahun semakin turun ke titik nadirnya.

Andai Presidential Threshold tidak diubah oleh SBY pada tahun 2008 lalu, tetap 10 persen, mungkin peluang AHY lebih besar untuk bisa maju. Mereka tinggal beli satu partai untuk diajak koalisi dan menentukan siapapun calon pendampingnya. Cukup koalisi dengan satu partai saja sudah bisa.

Tapi ya beginilah taqdir dan karma. Aturan yang awalnya dibuat untuk kepentingan Demokrat sendiri, akhirnya menjadi aturan yang menjegal Demokrat.

Bagi saya ya nikmati sajalah aturan 20 persen ini. Kalaupun mau diubah menjadi 10 persen lagi atau nol, nanti saja. Setelah Demokrat tidak punya suara lagi di Senayan.

Kalau sekarang, jangan dulu. Biar Demokrat menderita.

Demokrat Putus Asa dengan Nasib AHY

Sumber Utama :  https://seword.com/politik/demokrat-putus-asa-dengan-nasib-ahy-8K9NcOM2i3

Munarman, Oh Munaroh...

Munarman, pastilah semua orang tahu siapa dia. Beliau itu dikenal luas semenjak bergabung dengan FPI, ormas keagamaan yang sudah dibubarkan pemerintah pada tahun 2020 lalu.

Munarman SH, demikian nama lengkapnya, pernah menjabat sebagai juru bicara (jubir) ormas tersebut. Kemudian dia menjadi panglima komando laskar organisasi yang gemar melakukan razia atas nama agama itu. Seram sekali bukan?

Sebelum bergabung dengan ormas yang ketika ngumpul membuat banyak orang ketakutan itu, Munarman dikenal sebagai advokat, aktivis HAM, dan pernah menjadi ketua YLBHI.

Munarman menjadi sosok menakutkan jika dikaitkan dengan ormas itu. Apalagi karena ormas itu lebih dikenal lewat aksi-aksi kekerasan saat membubarkan atau merazia sesuatu yang menurut mereka haram.

Misalnya ketika pada 1 Juni 2008 ratusan orang anggota Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) berkumpul di Monas, massa FPI datang menyerbu, menggeruduk, bahkan mementungi peserta hingga akhirnya bubar. Munarman diduga berperan di sana.

Sebenarnya agak lucu juga. Ratusan orang AKKBB kok bisa ketakutan dan lari tunggang langgang dengan kehadiran massa berjubah putih yang jumlahnya juga paling ratusan orang itu? Padahal kan bisa saja dilawan dan dipukul balik.

Tetapi itulah yang terjadi. Mungkin karena di benak banyak orang, ormas ini sudah begitu menyeramkan, maka hanya melihatnya saja masyarakat sudah merasa ciut duluan. Dan situasi ini pasti dimaklumi dan dinikmati para anggotanya.

Maka tidak heran jika setiap anggotanya merasa jemawa dan sok-sokan jika sedang berkumpul. Itulah pula sebabnya mereka gemar ngumpul, reuni. Mengalami dan menyaksikan sendiri berada dalam himpunan "jutaan" manusia, bagi mereka itu suatu kenikmatan, kekuatan dan kebanggaan yang tiada tara. Maka maunya ngumpul setiap hari, di Monas.

Munarman sebagai petinggi di ormas tersebut, dapat diduga selalu hadir dalam setiap acara akbar (baca: demo). Biasanya mereka berkumpul itu sambil memperlihatkan kemarahan, terhadap obyek yang disasar.

Seperti ketika mereka mendemo Ahok, teriakan-teriakan "sadis" banyak terlontar dari mulut mereka. Kata atau kalimat yang tertulis di spanduk pun berbau "horor" dan teror, seperti "gantung Ahok", "hukum mati penista agama". Tampang-tampang seram dan beringas menjadi ciri khas mereka jika beraksi (demo). Di acara-acara semacam itu, sosok Munarman diduga selalu ada.

Mungkin karena sudah terbiasa berada di lingkungan yang kerap mendemonstrasikan kekerasan dan keberingasan, maka tabiat dan sifat Munarman pun terbawa-bawa. Salah satu contoh, ketika berdebat di televisi dengan seorang pakar, Munarman yang tidak terima pembicaraannya dipotong, langsung naik pitam dan menyiramkan air di gelas ke wajah lawan debatnya itu.

Ironis, sebab yang menjadi sasaran kemarahannya itu sudah tergolong sepuh, dan dari segi usia mungkin layak menjadi ayahnya. Padahal, sadar bahwa yang sedang dihadapi itu adalah seorang tua, mestinya Munarman bisa meredam gejolak amarah, sehingga tidak perlu bermain fisik seperti itu.

Insiden itu sekaligus seperti menggambarkan bagaimana seorang Munarman yang memiliki karakter keras, berangasan dan tidak takut terhadap apapun atau siapa pun yang berseberangan dengan kemauannya.

Tetapi belum lama ini ada peristiwa di mana Munarman diyakini sedang menangis? Munarman menangis? Kabar ini tentu sulit untuk dipercaya. Munarman ramai diberitakan menangis saat membacakan pembelaan di hadapan hakim yang menyidangkan perkaranya.

Munarman sedang diadili atas dugaan berbagai aktivitas teror yang melibatkan dirinya sejak lama. Konon katanya dia turut berperan atas sejumlah aksi-aksi teror. Lamanya Densus 88 menangkapnya mungkin karena jejaknya sulit dideteksi. Maklum, doi kan sarjana hukum, advokat, dan sedikit-banyak pasti memiliki ilmu atau kesaktian untuk "tidak sampai terjerat hukum".

Kita sebagai orang awam soal hukum saja bingung ketika Munarman kok belum ditangkap. Padahal dirinya beberapa kali disebut-sebut turut hadir dalam acara pembaiatan anggota ISIS di berbagai kota. Bukti-bukti berupa foto pun ada di medsos.

Memang sejauh ini tidak ada berita atau bukti bahwa dia sudah dibaiat untuk setia pada organisasi teror ISIS itu. Mungkin benar, dia tidak pernah dibaiat. Namun bisa hadir dalam acara "penting" kelompok teroris kejam itu kan sudah mengundang banyak tanya.

Tapi tangisannya ketika membacakan pleidoi, menggugurkan segala anggapan bahwa dia orang yang keras, temperamental, dan kejam. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Munarman itu ternyata melankolis, sensitif dan baperan. Sebab kalau sifatnya keras dan temperamen, tentu akan bersuara keras di hadapan sidang sambil menyiramkan apa yang bisa disiramkan ke majelis hakim, bukan?

Atau apakah Munarman telah berubah menjadi Munaroh?

Munaroh nama salah satu cewek yang bermain dalam sinetron "Si Doel Anak Sekolahan" yang dibintangi Rano Karno (Doel), Benyamin Suaeb (Sabeni), Mandra (Mandra), dll. Sinetron berkisah tentang kehidupan masyarakat/keluarga Betawi. Doel anak sulung Sabeni dan Lela. Mandra yang berperan jadi adik Lela, dan ipar Sabeni, berpacaran dengan Munaroh.

Mandra itu sosok yang cerewet, sembrono, bandel, urakan, ugal-ugalan namun penakut. Hari-harinya di rumah selalu ribut dan bertengkar, membantah siapa pun, terlebih dengan Karyo, pedagang batik keliling asal Jawa yang mengontrak rumah Sabeni.

Sementara Munaroh berakting sebagai gadis Betawi berpenampilan sederhana, lugu, manis, sopan santun, bertutur kata lembut, kalem.

Bila dalam sidang Munarman benar-benar menangis, kita layak heran dan bertanya-tanya. Entah apa yang merasukinya sehingga saat membacakan pleidoinya, sifatnya tiba-tiba berubah seperti Munaroh?

Munarman, Oh Munaroh...

Sumber Utama : https://seword.com/umum/munarman-oh-munaroh-nedNfBwzW8

Mencurigai Elit Gerindra Kamrussamad Setelah Menuduh Sandiaga

Kekuasaan begitu menggiurkan. Tak aneh jika kekuasaan disejajarkan dengan harta dan wanita. Tiga hal yang begitu menggoda di dunia ini adalah harta, tahta dan wanita cantik. Banyak orang di dunia yang mati-matian mengejar ketiga hal tersebut. Karena Dianggap orang yang memilikinya akan bahagia selamanya.

Perebutan kekuasaan secara resmi akan diselenggarakan pada tahun 2024 melalui Pemilu. Khusus Pemilihan Presiden seperti biasa selalu ramai jauh-jauh hari. Indonesia sebagai negara demokrasi rutin mengadakan Pemilihan Umum lima tahun sekali demi memilih para wakil rakyat dan pemimpin utama negeri ini.

Partai Gerindra sebagai salah satu partai besar tak ketinggalan bersiap-siap untuk mereguk kesuksesan di tahun 2024 nanti. Prabowo Subianto walaupun belum resmi diajukan sebagai Capres, tetapi kemungkinan besar akan kembali maju. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh para elit partai.

Tetapi Partai Gerindra saat ini sedang di sorot. Karena mengindikasikan adanya keretakan di lingkungan elit partai. Hal ini ditandai dengan pernyataan dari salah satu kader Partai Gerindra.

Isu friksi di internal Partai Gerindra mengemuka usai muncul tudingan Sandiaga Uno 'merekayasa' forum Ijtima Ulama. Sandiaga dituding oleh sesama kader Gerindra, Kamrussamad merekayasa Ijtima Ulama demi dukungan menjadi calon presiden (capres) di 2024.

Sebagaimana diberitakan, sejumlah ulama yang mengatasnamakan Ijtima Ulama menggelar dua acara deklarasi dukungan untuk Sandiaga, di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat. Deklarasi itulah yang dituduh rekayasa.

"Upaya rekayasa forum Ijtima Ulama DKI Jakarta (deklarasi bulan Oktober 2021) dan forum Ijtima Ulama Jawa Barat (deklarasi bulan Desember 2021) merupakan tindakan berpotensi menimbulkan politik identitas sebagai pemecah belah bangsa," kata Kamrussamad dalam keterangan tertulis yang berjudul 'Gerindra: Sesalkan Sandiaga Uno Rekayasa Ijtima Ulama demi Capres', Kamis (16/12/2021).

Sebenarnya apa yang terjadi dan apa maksud sebenarnya tudingan dari Kamrussamad?

Ir. H. Kamrussamad, S.T., M.Si. (lahir 20 Juli 1974) adalah politikus Indonesia yang menjabat sebagai anggota DPR-RI periode 2019–2024. Ia mewakili daerah pemilihan DKI Jakarta III, yang meliputi Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Jakarta Barat, dan Kota Jakarta Utara.

Tudingan ini cukup serius dan dinilai sangat berani. Walaupun Kamrussamad merupakan anggota Partai Gerindra dan anggota DPR RI tetapi untuk menuding Sandiaga diperlukan kekuatan lebih. Jika dikatakan iri dengan Sandiaga karena sudah menyusun kekuatan menuju Capres, saya kira Samad tidak pada tempatnya. Dia tidak mungkin dicalonkan Gerindra untuk menjadi Capres maupun Cawapres. Jadi sekali lagi tidak pada tempatnya jika merasa iri.

Lebih baik fokus saja pada tugasnya sebagai DPR RI dari Partai Gerindra. Perbuatannya menuding Sandiaga sama saja mencari gara-gara. Sandiaga bisa menyerang balik atau Samad bisa mendapat teguran dari internal Partai Gerindra.

Mungkin juga Pak Samad ini sedang mencari panggung atau popularitas dengan mendompleng nama Sandiaga Uno yang terlebih dahulu populer. Jika alasan ini benar, maka tindakannya terbilang cerdik.

Nama Sandiaga Uno akan terus disorot sebagai kandidat yang punya nama untuk menjadi Capres. Nah nama Kamrussamad selama ini tidak begitu dikenal. Nah dengan menuduh Sandiaga maka berbagai media akan menyorotnya juga. Hal ini bisa meningkatkan elektabilitas dan popularitas.

Walaupun tentu saja tidak akan cukup jika dijadikan bekal dirinya menjadi Capres. Tapi bisa mendorong dia menduduki posisi lebih baik di internal Partai Gerindra. Keuntungan lainnya dia akan lebih dikenal dan memuluskannya untuk tetap di senayan masa bhakti 2024-2029 kelak. Cukup cerdik juga.

Melihat sikap dari elit Partai Gerindra lainnya yang menganggap biasa saja dengan apa yang dilakukan Kamrussamad, hal ini menandakan bahwa perilaku Samad tidak melanggar kode etik atau aturan internal Partai. Jadi ya aman-aman saja posisi Samad.

Dalam politik penuh dengan trik dan intrik. Bisa juga tuduhan dari Samad ini malah menaikan atau mendongkrak elektabilitas dari Sandiaga Uno sendiri. Biasanya makin dihina, makin dituduh maka orang yang mendukung Sandiaga akan semakin semangat. Bahkan bisa memancing kelompok lain untuk melakukan hal yang sama. Ke depannya sangat mungkin akan bermunculan kelompok yang mendeklarasikan dukungan kepada Sandiaga untuk Capres 2024 nanti.

Mencurigai Elit Gerindra Kamrussamad Setelah Menuduh Sandiaga

Sumber Utama : https://seword.com/politik/mencurigai-elit-gerindra-kamrussamad-setelah-Mks1JhttO5

Kawin Kontrak di Puncak Bogor, Sekarang (Baru Niat) Mau Dilarang?

Penulis berusaha jujur, blak-blakan aja, tidak berniat mau tutup-tutup aib seperti kebiasaan ormas-ormas yang sok suci itu, lho. Kalau ada salah, ya, segeralah auto kritik, mengkritik diri sendiri atau bangsa sendiri itu perlu. Supaya aibnya tidak menjadi abadi nan ji'jaya; tidak terus-menerus dilakukan sampai akhirnya anak cucu kita jadi tahu kebobrokan macam ini:

Ada apa dengan Puncak Bogor? Bukan "Ada Apa Dengan Cinta" (AADC), ya.

Yang di Puncak Bogor itu juga sudah sering tayang drama-drama cinta tapi cintanya limited, terbatas, ada tanggal kadaluwarsanya, alias kawin kontrak dengan orang Arab.

"Sudah menjadi rahasia umum," kata sebagian orang yang telah mengetahui bahwa di kawasan itu sudah terlalu sering terjadi transaksi "kawin kontrak bersyariah".

Eh, ya ampun, ternyata ada orang-orang Indonesia yang bermental inlander, mental orang dijajah, entah mungkin orang-orang ini senang dan bangga banget dijajah "makhluk berperawakan Arab-Arab" atau terpaksa jual diri sebagai budak seks kepada Arab-Arab karena sudah tidak mampu atau tidak niat lagi mencari pekerjaan halal untuk menghidupi dirinya.

Malu, lho, kita sebagai bangsa yang besar.

Malulah, ini semua gara-gara jual lendir pakai jalur khusus Arab!

Wakil rakyat nonton film porno saja memalukan, apalagi realita maksiat di Puncak Bogor!

Enak di Bogor, ya, dapat duit, lalu kita tidak dapat duit persenan dari kawin kontrak, namun malunya menyebar ke seluruh Indonesia, rasanya gimana gitu?

Mending disetop, acara kawin kontraknya. Tidak butuh juga fulus haram dari Arab.

Kawin kontrak itu sudah berlangsung sangat lama, sudah bosan kita dengar kawin kontrak ala Puncak Bogor diabaikan, dibiarkan, tidak ditertibkan.

Kalau kalian ada dengar dari kabar burung yang terbang beredar, sih, demi fulus masuk kantong pejabat setempat juga. Busyet!

Sekarang ini baru niat ditertibkan, setelah para Arab itu sudah malas berkunjung ke Bogor karena merebaknya wabah pandemi Copid-19 secara global, sudah tidak lancar fulus-fulusnya.

Akhirnya, karena sepi langganan Arab-Arab, muncullah berita bahwa pemerintah setempat hendak menerbitkan larangan kawin kontrak, "kawin wisata" atau "kawin-kawinan" di Puncak Bogor (tapi belum terbit, lho, baru wacana! Harus dikawal, nih, tidak bisa dibiarkan!)

Seharusnya dari jauh-jauh hari, eh, jauh-jauh tahun, kawin kontrak dilarang, dong, kalau benar-benar mau bikin pencitraan yang dianggap tulus oleh orang-orang Indonesia. Kita tidak bodoh-bodoh amat. Bahkan ada sebagian yang jadi penulis Seword, bongkar-bongkar semua hal yang tidak wajar yang terjadi di Indonesia.

Dengan wacana ini, ada baiknya kita ancang-ancang untuk mengapresiasi pemerintah dan segenap wakil rakyat Bogor, tapi mari kita tunda dulu apresiasi kita karena Peraturan Bupati ini belum gol. Jangan dulu kita teriak "GOL!!!" padahal pemain penyerang sepakbola Tim Bogor belum cetak gol.

Penulis tahu, betapa susahnya Peraturan Bupati ini mau digolkan, karena banyak pihak yang mungkin tidak suka, atau menghalang-halangi, seperti halnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau disingkat RUU-PKS dihalang-halangi oleh fraksi-fraksi, bahkan termasuk PKS pun 2 kali menolak RUU-PKS.

Ada apa, ya? Bukankah PKS itu partai dakwah? Mengapa PKS dkk malah menghalangi undang-undang yang bagus ini? Jangan-jangan, nih, memang suka pada kekerasan anu? Ayo, dong, please segeralah hapus citra jelek wakil rakyat yang suka "anu" itu dengan menggolkan RUU-PKS, jangan sampai ditolak lagi! Ini tidak adil bagi korban! (Sumber)

Semakin marak terbongkar kasus-kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh "bukan orang sembarangan", maka semakin harus dan wajiblah mereka membuat dan menggolkan undang-undang untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual yang berpotensi menjadi budaya yang dianggap wajar dilakukan oleh orang-orang yang merasa dirinya "bukan orang sembarangan".

Termasuk juga orang "Arab-Araban," "Arab abal-abal," "orang yang ngaku-ngaku habib tapi kelakuan jijay nan abadi". Termasuk "tokoh terbodoh nasional." Kita jangan menjadikan makhluk Arab-Arab itu golongan "bukan orang sembarangan" padahal kelakuannya sembarangan!

Semoga gol, semoga diberlakukan Peraturan Bupati tertibkan Puncak Bogor, dan juga sekalian RUU-PKS juga jangan sampai ditolak lagi. Merdeka! Indonesia merdeka dari kekerasan anu!

Kata bijak hari ini: kalau Anda mau dicintai dengan tulus oleh seorang wanita Indonesia, cintailah dengan peduli dan lindungi wanita Indonesia... (Hati-hati, ada yang potong bawang...)

Kawin Kontrak di Puncak Bogor, Sekarang (Baru Niat) Mau Dilarang?

Sumber Utama :  https://seword.com/politik/kawin-kontrak-di-puncak-bogor-sekarang-baru-niat-XeWj5saQXm

Belum Mampu Jadi RI-1, Sebaiknya AHY-Anies Saingan Jadi Calon Gubernur Saja di Pilgub 2024

Belum juga 2022 bergulir, persaingan menuju kursi pemimpin RI pada ajang Pilpres 2024 sudah terlihat mulai menghangat. Selain hasil survei bermunculan, mulai dari yang kredibel hingga yang diduga kuat hanya berdasarkan kepentingan untuk menaikkan nama tertentu, berbagai manuver dari mereka yang ngebet untuk menjadi Calon Presiden mulai terlihat.

Sebagian dari mereka … khususnya yang secara kapasitas bisa dibilang belum mampu dan belum pantas … sedang mengupayakan “lagu lama” untuk mengutak-atik syarat Presidential Treshold (PT) sebesar dua puluh persen supaya bisa dijadikan nol persen saja. Apalagi tujuannya kecuali agar bisa mengusung Calon Presiden pada Pilpres 2024 tanpa harus berkoalisi dengan partai manapun?

Mereka yang ngebet tapi kapasitas di bawah standar itu nggak peduli dengan potensi dampak yang akan terjadi kalau sampai upaya membuat syarat minimal PT tadi jadi nol persen beneran dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, sampai hari ini sudah berkali-kali perkara PT sebanyak dua puluh persen ini digoyang, terutama sejak SBY selesai menjabat sebagai Presiden RI, tapi selama ini MK mementahkannya.

Semoga sampai digelarnya Pilpres 2024 nanti MK nggak “masuk angin” dan tetap gagal dipengaruhi dengan cara apa pun ya. Ngeri membayangkan kalau sampai setiap partai berhak mengajukan Capres masing-masing, dimana kalau kita ingat ada 9 partai yang lolos ke Senayan, berarti akan muncul sembilan nama berikut fotonya di kertas suara saat coblosan Pilpres 2024 nanti. Gila banget kan?


Nah, dengan mengesampingkan beberapa nama “calon guyonan” seperti Rizal Ramli atau Gatot Nurmantyo, dua calon nama yang santer disebut cukup (atau sangat?) ngebet mencalonkan diri adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Anies Baswedan.

Kalau nama pertama dikenal “jualan nama” dengan mendompleng Partai Demokrat, yang pernah berjaya hingga 2010 silam tapi sekarang nyaris tenggelam … nama kedua diketahui baru saja merilis kanal YouTube, yang diduga kuat mengekor cara yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo, yang sejak lama sudah eksis di media sosial.

Padahal secara kapasitas, setidaknya sampai hari ini, AHY yang dikenal sebagai eks prajurit yang dipaksa cabut oleh Pepo SBY demi Pilgub DKI Jakarta 2017, sangat diragukan kemampuannya menjadi sosok yang bisa memimpin negara sebesar Indonesia. Wong memimpin partai saja amburadul dan jadi calon Gubernur DKI Jakarta juga gagal total!

Nama kedua saya kira lebih nekat lagi. Selain sudah nggak punya partai, hasil kerja terbilang amburadul, dan terbilang sukses mengacak-acak Jakarta sepeninggal Jokowi-Ahok-Djarot tetapi masih selamat dari “terkaman” KPK yang terlihat nggak berani mengusik eks Mendikbud pecatan ini … sebenarnya juga kapasitasnya nggak jauh beda dari AHY.

Bedanya, Anies lebih pandai bicara dan mengolah kata … juga jago dalam perkara “lebih-lebih” yang lain, mulai dari kelebihan bayar hingga kelebihan omongan alias cuma bisa janji-janji, tapi buktinya terbilang nyaris nol, seperti proyek DP 0 Persen yang gagal total. Kalau kemampuan … jujur saja orang ini tak lebih mampu dibandingkan AHY, bahkan sama Bu Risma atau Bima Arya saja kalah.

Sebaiknya sih AHY dan Anies nggak usah nyapres dulu, tapi jadi Cagub lagi dengan cara yang lebih baik. Lumayan buat bersihkan nama yang sudah terlanjur buram hasil Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Meski kudu diakui, strategi “memburu penghargaan” yang cukup banyak dikoleksi oleh Gubernur yang menang dengan diwarnai drama politisasi ayat dan mayat selama masa kampanye itu setidaknya patut diwaspadai. Sepertinya Anies paham kalau sampai hari ini, koleksi penghargaan masih cukup ampuh buat meningkatkan harga diri dan citra seorang tokoh politik, yang bisa menjadi bekal berharga untuk ditawarkan ke partai yang ingin mengusungnya.

”Lihat nih penghargaan gue banyak, calon yang sono punya apa?” begitu tawaran yang mungkin akan diberikan, berikut barisan pengikut fanatik di belakangnya yang maunya cuma mengusung Anies. Perkara hasil kerja, berita-berita miring, disebut “Gubernur Terbodoh” oleh mesin pencari Google, diroasting Kiky Saputri meski diduga kuat sudah settingan?

Mungkin hal itu mereka anggap nggak masalah karena justru dipandang sebagai “bayar harga” demi alasan pencitraan sebagai orang baik, tahan bully, dan tidak anti kritik ... yang nanti bisa dibikin perhitungan saat beneran duduk di kursi empuk sebagai RI-1.


Jadi bagaimana? Ya kita lihat saja faktanya nanti. Cuma, melihat rekam jejak, ambisi, dan raut muka keduanya kalau sudah tampil di televisi atau diliput oleh media … rasanya kok susah bagi mereka rendah hati dan tahu diri, lalu membatalkan niat meramaikan kontes Pilpres 2024 nanti. Kalau nggak percaya, tanyakan saja langsung kalau pas ketemu sama mereka. Oke?

Belum Mampu Jadi RI-1, Sebaiknya AHY-Anies Saingan Jadi Calon Gubernur Saja di Pilgub 2024

Sumber Utama : https://seword.com/politik/belum-mampu-jadi-ri-1-sebaiknya-ahy-anies-saingan-eb6zt3cDIS

Si Bahar Mantan Napi Makin Arogan, Percuma Ngaku Habaib Tapi Cuma Jadi Jongos Si Bohir

“Kalau tidak ada para ulama, para habaib yang datang dari Arab ke Indonesia, si Dudung masih nyembah pohon,” Begitulah perkataan si Bahar yang lagi viral. Rupanya arogansi si Bahar sudah sangat keterlaluan. Si Bahar garang kalau di atas panggung, apalagi dengan massa yang begitu banyak. Namun anehnya juga, jemaah yang hadir pun seperti menikmati gaya ceramah yang sebenarnya tong kotor berisik bunyinya, sudah kotor kata-katanya berisik pula bikin gaduh.

Bahar hanya mengandalkan nasabnya, ia begitu bangga dipanggil habib, padahal yang pantas dipanggil habib itu cuma Rasulullah Muhammad Saw. Sebagai pengangguran dan ingin hidup mewah serta dikawal oleh bodyguard, Bahar sangat menikmatinya. Bodyguardnya yang pakaiannya loreng dengan penutup kepala, seolah-olah ingin bersaing dengan tentara Hizbullah yang paling diwaspadai Israel. Jadi ingin terlihat garang gitu, aslinya belum tentu menang kalau ditantang duel. Iya kan?

Jadi si Bahar dan kelompoknya sebenarnya bukanlah siapa-siapa, hanya casing saja bahwa si Bahar ini orang penting dan paling diincar oleh musuhnya, padahal musuh si Bahar cuma orang-orang waras yang berakal sehat, dan tidak mungkin orang-orang yang berakal sehat itu melakukan penyerangan kepada Bahar dengan gaya gangster, karena gaya gangster atau preman sudah diwakili sendiri oleh Bahar dan kelompoknya, betapa tidak, tutur katanya yang membuktikan bahwa orang ini lagaknya Preman. Menyemburkan kata-kata makian dan menyulut kebencian, jadi si Bahar sendiri yang mencari musuh.

Tapi pahamlah kita-kita ini, apa yang dilakukan si Bahar itu bukan keberaniannya karena dia benar-benar berani, namun ada Bohir yang mengakomodasi atau memberdayakannya. Kalau Bahar itu pemberani dan jantan tentu saja tidak menganiaya anak kecil, justru ia akan menerima tantangan Jerinx Superman is Dead untuk berduel. Tapi sayangnya si Bahar sepertinya diam saja, pura-pura tidak tahu tantangan Jerinx itu, atau pun kalau tahu, ia hanya sesumbar dengan mulutnya yang berkoar-koar itu bau busuk.

Andai saja si Bahar menerima tantangan Jerinx dengan taruhan bahwa siapa yang kalah harus minggat dari Indonesia, maka bisa jadi si Bahar ini sudah jauh dari Indonesia, tak perlu ditampung di Nusakambangan, biar dia ke Timur Tengah dan tegang di lingkungan Taliban sampai terkencing-kencing, dan bagaimana dia bisa melawan tentara Israel disana, itupun kalau berani.

Tapi saya rasa sih si Bahar tidak mungkin akan melakukan itu, ia lebih menyukai Indonesia karena leluasa berteriak menghina pemerintah bahkan menghina seorang Jenderal. Si Bahar bisa menikmati banyak fasilitas di Indonesia tanpa pernah berpikir atau berterimakasih kepada pemerintah. Malah ia dengan pongahnya membanggakan leluhurnya, padahal belum tentu leluhurnya bangga pada si Bahar, justru bisa saja leluhurnya malah menangis melihat anak keturunannya kok arogan banget jadi manusia. Setan apa yang merasukinya?

Si Bahar memang sudah fatal, dan penjara tidak membuatnya kapok, ia menikmati benar kebebasannya dan berkoar-koar di atas panggung, bahkan ia menantang MUI bahwa kalau ceramahnya tidak berdasarkan rahmatan lil alamin maka ia meminta memperkarakan dirinya, benar-benar berlagak preman. Beginikah model Islam yang ditunjukkan si Bahar?

Pernyataannya bahwa “Kalau tidak ada para ulama, para habaib yang datang dari Arab ke Indonesia, si Dudung masih nyembah pohon,” adalah pernyataan yang arogan, ia lupa kalau di Jenderal Dudung adalah keturunan dari Sunan Gunung Jati, dan kita sudah tahu siapa Sunan Gunung Jati itu. Sekali lagi, Bahar sebenarnya menghina dengan kalimatnya itu.

Bahar pede bukan saja karena dipanggil habib, tapi ia begitu pede bahwa islam yang dianutnya sudah yang paling benar. Padahal Islam bukan hanya untuk orang Arab saja kan? Islam bisa dipelajari oleh siapa saja, bisa dianut oleh siapa saja, namun sayangnya, para kadrun jenis seperti ini malah membatasi model Islam, mereka ingin Islam itu modelnya seperti yang mereka inginkan, ingin goblok semua, jelang natal para diribut, yang paling kencang suaranya di atas panggung dan gila hormat.

Orang yang sudah Islam belum tentu beriman, karena iman itu belum masuk ke qalbunya, begitu kata nabi dahulu, maka dengan demikian, orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan dunia, dan agar dihormati bahkan kakinya dicium segala, bisa menggunakan Islam sebagai alat saja, atau memanfaatkan Islam karena massanya banyak, politik itu kan berdasarkan massa toh? Jadi si Bahar telah menggunakan Islam hanya untuk memuaskan arogansinya, bahkan bisa jadi memang sudah menjadi kaki tangan para Bohir yang ingin mengacaukan Indonesia. Waspadalah!

Jika Bahar mengatakan bahwa kok OPM di Papua dirangkul, apakah ia dan pengikutnya berani diturunkan ke Papua untuk mengatasi OPM? Jangan-jangan habislah si Bahar ini. Dan lagi-lagi, si Bahar tidak akan berani begitu, ia hanya kencang berteriak di panggung, dan ia juga berani karena banyak jemaahnya yang belum cerdas, itulah aset si Bahar dan Rizieq yang harus dijaganya selalu, jemaahnya ngak boleh belajar banyak, cukup dengarkan ceramahnya yang menyemprul seperti virus menjijikkan!

Bahar bangga dengan versi Islam yang dianutnya, maka itulah dengan lancang ia berkata bahwa kalau tidak datang para Ulama dari Arab, orang Indonesia masih nyembah pohon. Seolah-olah Bahar sudah paling benar beragama-nya. Kalau cuma jadi jongos Bohir dengan bawa-bawa agama, justru lebih hina dari kadal gurun kan?

Tapi itulah, ceramah si Bahar bukanlah ceramah agama yang mencerdaskan umat. Itu adalah ceramah politis, ada agenda dari tuannya, karena bagaimana bisa seorang pengangguran dan habis di penjara kok ada pengawalnya segala dan mobil mewahnya? Apakah ia main saham dan trading forex di dalam penjara? Atau habis gosok lampu aladin?

Perjuangan akal sehat memang masih berat. Ada banyak jemaah dan yang tidak merasa dirinya sebagai kadrun belum bisa move on dan memaksimalkan akal sehatnya, para jemaah jenis ini hanya mencari hiburan dengan model ceramah si Bahar, karena ceramah si Bahar in bagaikan pertunjukan pentas drama, dimana emosi massa bisa diaduk-aduk, dan massa menikmati itu, kecuali orang yang sudah berakal sehat, pasti meninggalkan ceramah yang penuh kebencian ala si Bahar.

Bagi kadrun, akal sehat memang adalah sesuatu yang paling langka, dan bahkan bisa dinilai najis, padahal itulah kehormatan dan mutiara yang paling berharga, tanpa akal sehat, hanya jadi tunggangan para Bohir yang hanya peduli pada bisnisnya, bukan peduli rakyat dan umat.

Si Bahar Mantan Napi Makin Arogan, Percuma Ngaku Habaib Tapi Cuma Jadi Jongos Si Bohir

Sumber Utama : https://seword.com/politik/si-bahar-mantan-napi-makin-arogan-percuma-ngaku-0NsGT6X5cz

Orang Ini Sindir Telak SBY dan Demokrat Soal Presidential Threshold

Presidential Threshold benar-benar berubah jadi isu panas dari yang sebelumnya hangat. Beberapa pihak mulai kelihatan tak tahan untuk berkuasa. PT digugat karena mereka maunya jadi nol persen. Sebut saja Partai Demokrat, Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, Refly Harun dll.

Bahkan di Twitter, isu tentang ini jadi trending. Isinya menolak PT saat ini yang angkanya 20 persen.

Sebenarnya, bagi kita, ini hanyalah kemunafikan kelompok sebelah yang memang sangat tidak tahu malu. Mereka tak sungkan memperlihatkan kepada kita bahwa mereka mulai lapar dan haus berkuasa. Alasan untuk demokrasi yang lebih baik dan membuka jalan bagi putra putri terbaik bangsa untuk mencalonkan diri hanyalah jargon sampah untuk menutupi munafiknya mereka.

Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando EMaS, angkat bicara mengomentari soal presidential threshold nol persen yang saat ini ramai diperdebatkan.

Dia bahkan dengan terang-terangan menyebut bahwa Partai Demokrat lah yang harus bertanggung jawab atas kebijakan tersebut. Demokrat yang saat ini sangat ngotot mendukung PT nol persen ternyata sangat bertolak belakang dari beberapa tahun yang lalu saat SBY ingin maju sebagai Presiden RI.

“Sungguh aneh dan tidak bertanggungjawab sikap kader Partai Demokrat saat ini yang menghendaki agar presidential threshold 0 persen, sedangkan SBY pada saat akan kembali maju sebagai capres menaikkan ambang batas pencalonan menjadi 20 persen,” kata Fernando dalam keterangannya.

Fernando bercerita, jika ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden itu dinaikkan menjadi 20 persen pada tahun 2008. Kenaikan ambang batas tersebut diinisiasi oleh Partai Demokrat yang saat itu berkuasa di pemerintahan. “SBY yang sedang berkuasa pada saat itu meminta Fraksi Partai Demokrat untuk menginisiasi perubahan presidential threshold menjadi 20 persen,” kata Fernando.

Dengan demikian, dia mengatakan sikap Demokrat justru memperlihatkan sisi politisnya yang hanya mementingkan kepentingan sesaat. “Sungguh menunjukkan politisi yang hanya mementingkan kepentingan sesaat, bukan untuk kepentingan jangka panjang,” katanya.

Telak dan pedas bikin lambung nyeri.

Sudah jelas memang partai Demokrat ini tak layak lagi menjadi sebuah partai politik. Terkesan sangat ambisius meski tidak pantas sama sekali. Dari cara AHY menjadi ketua umum saja sudah ketahuan, kalau Demokrat ingin dikuasai keluarga mereka secara mutlak tanpa bisa digugat. Dan sekarang kelihatan jelas Demokrat ingin memuluskan langkah AHY menjadi capres 2024. Mimpi.

Jadi, siapa pun yang mengkritik PT 20 persen saat ini, silakan datangi SBY (tunggu dia pulang dari USA) dan juga Partai Demokrat. Karena merekalah yang bertanggungjawab. Saat berkuasa, makin bernafsu untuk mempertahankan kekuasaan. Di saat mereka tak lagi bisa berkuasa, dan mau berkuasa tapi terhalang oleh manuver mereka yang dulu, malah minta PT diubah lagi. Apakah Demokrat mau seenak jidatnya?

Kalau mau seenak jidat berkuasa di partai sendiri, tidak akan ada yang peduli. Tapi kalau menjadi munafik demi ingin memuluskan langkah seseorang untuk berkuasa, ini namanya tak tahu malu, tak tahu diri, tak mau ngaca. Paham? Mereka yang bikin ulah, mereka pula yang ribut.

Dengan melihat siapa yang begitu bernafsu mengubah ambang batas PT, saya jadi makin yakin kalau PT harus tetap 20 persen, supaya mereka yang tak layak itu tidak bisa melaju mulus. PT ini ibarat saringan kopi. Ampas-ampas yang tidak layak diminum, lalu disaring dan kemudian dibuang ke tong sampah. Yang haus kekuasaan dan tidak layak, tidak pantas berkuasa. Karena kalau mereka berkuasa, fokus mereka selalu ke kelompok mereka sendiri, bukan negara ini.

Yang teriak PT nol persen adalah mereka yang, kalau bukan barisan sakit hati, biasanya yang berkali-kali mau berkuasa tapi gagal terus. Bahaya sih kalau sampai mereka bisa menggenggam negara ini. Cukup 10 tahun negara ini jadi autopilot akibat dipimpin si raja mangkrak tukang prihatin.

Yang jualan koar-koar inilah yang paling ngotot PT jadi nol persen.

Negara tidak butuh tukang bacot yang hebat dalam menata kata dan menjual mimpi bombastis. Anak kecil ingusan juga jago bacot.

Bagaimana menurut Anda?

Orang Ini Sindir Telak SBY dan Demokrat Soal Presidential Threshold

Sumber Utama : https://seword.com/politik/orang-ini-sindir-telak-sby-dan-demokrat-soal-KqZGftEJST

Anies Jadi Youtuber, Apa Salahnya?

Pandemi telah mempercepat Indonesia memasuki era digital dalam segala aspek. Wajar jika literasi digital gencar digaungkan oleh Kominfo. Maksudnya, tidak hanya mengedukasi masyarakat Indonesia melek teknologi, atau melek digital. Tetapi juga parallel tidak menelan mentah-mentah informasi yang masuk, dan dapat menggunakan ruang digital dengan bijak. Terlebih menyambut tahun politik yang makin memanas nantinya.

Kita sepakat tidak menolak kemajuan zaman. Nanti bisa disebut manusia batu yang hidup di zaman pra sejarah. Sehingga selalu menarik ketika para tokoh di negeri ini ngonten. Sebut saja nama Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil dan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama diketahui sudah lama ngonten dan menggunakan media sosial. Jauh sebelum tahun politik, mereka sudah akrab di media sosial.

Berbeda dengan sosok Anies Baswedan yang rupanya baru kepikiran untuk ngonten. Melalui kanal Youtube bertajuk Dari Pendopo katanya sih dimaksudkan ingin membagikan pemikiran dan inisiatif selama kiprahnya di dunia politik.

"Selama ini saya menjalani pengalaman, ada perspektif, ada pengalaman ada pembelajaran yang itu semua saya rasakan saya jadikan bahan refleksi dan menjadi bahan untuk saya bertindak (membuat kebijakan), berpikir," kata Anies. Dikutip dari: kompas.com

Menurut penulis, asyik-asyik saja jika Anies ingin memiliki kanal youtube. Terlepas apapun motivasinya. Tanpa kanal sekalipun rangkaian kata Anies memang maut mencuri hati. Hehehe…

Hanya saja, menurut penulis untuk apa Anies sibuk menjelaskan A – Z tentang pengalamannya sebagai gubernur. Sementara dirinya masih berhutang janji kampanye yang tidak tertuntaskan kepada warga Jakarta. Bahkan jujurnya, tidak ada janji kampanyenya yang terpenuhi. Sehingga, kenapa tidak fokus kerja saja, khan begitu harusnya? Hehehe..…

Kemudian untuk apa Anies membuat kanal pribadi dan berbicara dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI dan segala kebijakannya. Sementara Pemprov DKI Jakarta telah memiliki kanal Youtube.

Kejanggalan beruntun dan lucu ketika Anies pamer kinerjanya menyediakan kebutuhan air di Kepulauan Seribu. Menurutnya sih warga disana sampai 2018 masih menggunakan air payau.

"Sekarang alhamdulillah, dari yang kita lakukan dari 11 pulau, 10 pulau sudah menggunakan SWRO (sea water reverse osmosis). Ini adalah air yang diolah, disuling, sehingga memiliki kualitas standar air minum," tutur Anies. Dikutip dari: kompas.com

Hahahah….. ini kocak parah, klaim kanal dan kontennya jauh dari persiapan menuju 2024. Sementara rekam digital mencatat Anies “berhutang” politik dengan warga Kepulauan Seribu yang berhasil mendudukannya menjadi DKI 1.

Logikanya, kenapa harus Kepulauan Seribu yang diangkat sebagai konten pertama? Semoga tidak sedang menarasikan seolah Kepulauan Seribu tak terperhatikan oleh pusat? Lalu kenapa pula ada lukisan Pangeran Diponegoro menjadi latar pada konten Anies tersebut. Naif, jika mengatakan tidak ada arti dibalik semua ini.

Menurut penulis, Anies dengan segala kesantunannya telah berbicara lewat simbol. Menampilkan dirinya seolah Pangeran Diponegoro yang membela kaum tertindas dari tangan asing. Persis ketika dirinya pertama kali dilantik menjadi Gubernur DKI.

"Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri.” Dikutip dari: bbc.com

Kocak memang mengingat pidato pertama Anies itu. Entah siapa yang dimaksudkannya sebagai pribumi, dan siapa pula yang sedang terjajah. Sehingga dirinya merasa perlu untuk tampil sebagai pahlawan. Miriplah dengan caranya hadir di tengah masyarakat Kepulauan Seribu kali ini.

Padahal ada banyak pertanyaan warga DKI Jakarta yang butuh dijawab Anies sebagai Gubernur DKI, misalnya. Formula E, sumur resapan, DP Nol Rupiah, dan persoalan banjir. Kenapa Anies tidak langsung saja menggunakan kanalnya untuk menjawab dan menjelaskannya.

Anehnya, Anies justru terlihat menghindar dan memilih pamer Kepulauan Seribu. Pertanyaannya, apakah benar dirinya berbicara sebagai Gubernur DKI, atau secara pribadi di kanal tersebut. Heheh…. kembali lagi, hanya dirinya yang tahu. Seperti juga selama ini kebijakannya yang diluar logika pada umumnya.

Terkait youtuber, tidak ada yang salah jika memang nantinya menjadi “kendaraan” politik Anies menuju 2024. Sekalipun saat ini Anies mengklaim dirinya tidak sedang berkampanye. Tetapi, kita lihat saja, sejauh mana Anies bertahan dengan kontennya, dan sejauh mana waktu akan menjawabnya.

Sebab bukan tidak mungkin justru menjadi boomerang untuk dirinya jika terus membangun pencitraan lewat kanalnya. Ketimbang memberikan jawaban dari permasalahan ataupun isu yang hangat di Jakarta.

Inilah kerennya era digital, ibarat mata pisau yang bisa berguna, dan juga mematikan. Apalagi jika masyarakat semakin terliterasi dengan baik. Sehingga tidak serta merta menelan semua informasi tanpa mencerna dengan akal sehatnya.

Semoga untuk 2024 Indonesia tidak memilih pemimpin yang hanya cakap menata kata lewat kanal youtube. Tetapi bolehlah untuk “diperhatikan” oleh para Youtuber tanah air, bukan tidak mungkin Anies mampu memikat warganet. Hehehe…

Anies Jadi Youtuber, Apa Salahnya?

Sumber Utama : https://seword.com/umum/anies-jadi-youtuber-apa-salahnya-BFdL1CQDfU

Munarman Bayar Lunas Air Mata Ahok

Kasus Munarman memasuki babak baru. Dia dituntut dengan pasal berlapis. Berdasarkan pendapat beberapa pakar hukum, Munarman sangat berpeluang divonis penjara seumur hidup oleh hakim. Itu artinya, Munarman akan menghabiskan sisa masa hidupnya di balik jeruji besi. Ia akan menghabiskan hari-harinya di sana bersama narapidana lain.

Saya bukan seorang ahli hukum. Tapi dari kaca mata awam, saya merasa hukuman penjara seumur hidup layak dia terima. Dia telah memprovokasi banyak orang untuk melakukan aksi terorisme. Dia “mencetak” teroris-teroris baru untuk memorak-porandakan negeri ini. Selain itu, mantan Sekretaris Umum FPI itu juga dituduh telah berbaiat kepada organisasi teroris ISIS.

Terorisme adalah musuh kita bersama. Terorisme juga musuh agama. Terorisme telah merusak banyak hal. Terorisme juga telah merenggut begitu banyak nyawa orang yang tidak bersalah. Dengan alasan apa pun itu, baik alasan ajaran dan tuntutan agama, yang kerap disampaikan oleh para teroris itu, tetap tidak dapat dijadikan sebagai sebuah pembenaran.

Oleh karenanya, saya sepakat, jika seorang teroris dihukum seberat-beratnya. Setidaknya, dengan menjatuhkan hukuman maksimal akan memberi efek jera dan membuat calon-calon teroris lain berpikir beberapa kali untuk terlibat dalam sebuah aksi teror. Kita tunggu saja, akan seberat apa hakim menghukum seorang Munarman.

Namun terlepas dari hukuman yang akan diterima oleh Munarman, saya tertarik pada rekaman suara Munarman yang terdengar terisak-isak pada saat membacakan pledoinya. Dari rekaman yang beredar luas di media sosial itu, terdengar betapa Munarman yang terkenal sangar ketika berbicara itu, ternyata tidak sesangar yang saya perkirakan selama ini.

Munarman yang bercita-cita ingin memusnahkan orang-orang kafir lewat aksi teror itu, ternyata dapat pula mencucurkan air mata bahkan hingga terisak-isak. Dalam diri Munarman yang keras ternyata masih terdapat sisi lembutnya. Terlepas dari apakah tangisan itu sebagai ekspresi kemarahan, kesedihan, atau mungkin ketakutan karena sedang dihadapkan pada sebuah hukuman yang teramat berat.

Tetapi saya melihat, Munarman sedang ketakutan. Dalam hatinya yang terdalam, sebagai seorang yang ahli di bidang hukum, Munarman sadar betul konsekuensi apa yang akan dihadapinya atas perbuatannya. Munarman tahu betul jika dia sedang tidak baik. Dia sedang berada di ujung “maut” yang cepat atau lambat dia akan masuk ke dalamnya.

Sebagai seorang manusia, patutlah Munarman ketakutan. Kenapa Munarman takut? Karena tindakannya memang salah di mata hukum. Dia menyadari betul hal itu. Munarman mulai berpikir sekarang, dia akan menjalani hidupnya sendiri di penjara. Dia akan melalui hari-harinya ke depan tanpa orang-orang yang dia cintai, tanpa rekan-rekan seperjuangannya.

Sikap berbeda yang ditunjukkan oleh Ahok ketika ia juga menjalani hal yang sama dalam kasus penodaan agama beberapa tahun lalu. Kala itu, Ahok juga menangis terisak-isak ketika membacakan pledoinya. Di bawah tekanan massa yang begitu hebat ketika itu, Ahok harus berjuang sendiri menuntaskan kasus hukum yang membelitnya.

Ahok menangis bukan karena ia salah. Ahok menangis bukan pula karena ketakutan karena akan dikirim ke penjara. Ahok menangis karena ketidakadilan yang ia terima. Ahok menangis karena ia dizalimi. Ahok menangis karena diperlakukan tidak semestinya sebagai seorang warga negara. Ahok menangis karena ia didera ketika ia sedang berjuang untuk rakyatnya.

Munarman dan Ahok sama-sama menangis ketika sedang duduk menjadi pesakitan. Namun tangisan itu tidaklah sama. Munarman menangis karena kesalahannya. Ahok menangis karena kejujuran dan keteguhan hatinya membela hak-hak warganya. Munarman menangis karena akan segera dijatuhi hukuman. Ahok memangis karena diperlakukan tidak adil.

Ketika Ahok diperhadapkan di muka hukum, Munarman adalah salah satu orang yang turut serta mengantarkannya ke sana. Ketika Ahok terisak-isak membela diri atas kezaliman yang ia alami, Munarman bersorak-sorai menyaksikannya. Hingga ketika Ahok akhirnya mendekam di penjara, Munarman dan jutaan massa berpesta-pora merayakannya.

Kini, Ahok telah duduk sebagai salah satu orang paling berpengaruh di Pertamina. Sementara Munarman sedang “sakit”. Munarman sedang berjuang menghadapi hukuman yang akan segera dia terima. Munarman menagis terisak-isak melawan ketakutan. Dan tangisan itu telah membawar lunas air mata Ahok ketika dulu menjadi pesakitan.

Munarman Bayar Lunas Air Mata Ahok

Sumber Utama : https://seword.com/politik/munarman-bayar-lunas-air-mata-ahok-O70UNpMKYp

Re-post by MigoBerita / Sabtu/18122021/13.08Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya