» » » » » » » » » "Islam yang menjadi penengah " : Prof.Dr.H.Mujiburrahman,M.A gantikan Fauzi Aseri menjadi Rektor UIN Antasari

"Islam yang menjadi penengah " : Prof.Dr.H.Mujiburrahman,M.A gantikan Fauzi Aseri menjadi Rektor UIN Antasari

Penulis By on Minggu, 15 Oktober 2017 | No comments

Mimpi untuk UIN

Oleh: MUJIBURRAHMANAkademisi UIN Antasari Banjarmasin
“Tolong majukan UIN ya. Majukan UIN ya,” kata Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, saat kami bersalaman erat usai pelantikan saya. “Insya Allah, Pak,” jawabku berbinar. Beliau pun tersenyum.
Itulah akhir proses pemilihan rektor UIN Antasari (2017-2021). Proses itu dimulai dari penjaringan calon pada Agustus 2017 lalu (yang berhasil menjaring lima orang), lalu pemberian nilai kualifikasi oleh Senat UIN pada 4 September 2017 dan wawancara oleh Komisi Seleksi untuk uji kepatutan dan kelayakan di Jakarta pada 2 Oktober 2017. Pada 13 Oktober 2017, Menteri Agama melantik saya sebagai rektor.


Proses itu begitu cepat, seolah dalam mimpi, atau lebih tepatnya, mimpi yang tak pernah saya impikan.
Mengajar, meneliti dan menulis tanpa menjabat, rasanya jauh lebih damai. Namun, seperti kata orang bijak, “Jabatan tidak dicari. Diberi jabatan, tidak lari.” Ketika keadaan menuntut orang, karena berbagai kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya, untuk terjun ke medan perjuangan, dia harus bersedia.
Namun, saya sepenuhnya sadar, perjuangan itu berat. Kata orang Belanda, “leiden is lijden”, memimpin itu menderita. Kata orang Inggris, “no pain, no gain”, jika tak ada pengorbanan, tak ada pula perolehan. Karena itu, saat berdiri di acara pelantikan itu, hatiku teriris-melankolis, teringat pada ayah-ibuku, guru-guruku, sahabat-sahabatku dan orang banyak. Akankah aku sanggup berbuat sesuai harapan mereka?
Ucapan selamat yang amat banyak di media sosial dan pesan singkat, membuat saya gembira sekaligus cemas. Gembira karena mendapat dukungan. Cemas karena khawatir tidak bisa mewujudkan harapan mereka. Yang membuat saya lebih damai adalah doa-doa yang menyertai ucapan selamat itu. Doa-doa itu bagi saya adalah harapan disertai pengakuan akan kekurangan dan kelemahan diri di hadapan Allah.
Saya sendiri tentu memiliki mimpi-mimpi. Secara umum, selama empat tahun ke depan, saya akan berusaha meletakkan fondasi yang kokoh bagi Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari di bidang keilmuan dan infrastruktur. Fondasi keilmuan, terutama adalah upaya integrasi ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu modern. Ini bukan islamisasi , apalagi ‘ayatisasi’, tetapi integrasi dinamis ketika kedua sisi saling memperkaya.
Di bidang infrastruktur, saya berharap pembangunan kampus UIN akan terus dilanjutkan, baik yang di Banjarmasin, ataupun kampus baru di Banjarbaru. Saya juga ingin agar terus dibangun ruang-ruang kuliah yang nyaman, ruang dosen yang leluasa dengan privasi yang layak, perpustakaan yang lengkap dan canggih, serta penggunaan teknologi informasi dan komunikasi kekinian yang efektif.


Saya juga bercita-cita agar UIN Antasari menjadi wadah integrasi Islam, kebangsaan dan kemanusiaan. Islam yang terpadu mesra dengan keindonesiaan.  
Islam yang menjadi penengah di antara pertikaian pihak-pihak yang ekstrem. Islam sebagai suara kebenaran, kemanusiaan dan keadilan. Islam yang menjadi penyejuk hati dan sumber kekuatan moral dan spiritual masyarakat kontemporer.
Saya bermimpi, UIN Antasari itu berbasis lokal, berwawasan global. Budaya Islam Banjar akan terus dikaji, dikembangkan dan diajarkan. Di sisi lain, orang tak boleh menjadi katak dalam tempurung atau jago dalam kandang. UIN Antasari harus terlibat dalam wacana akademis di tingkat nasional dan internasional. Kerja sama dengan lembaga-lembaga luar dan dalam negeri harus terus ditingkatkan.
Selain itu, disamping kuliah dan berorganisasi, mahasiswa diberi bekal melalui Pusat Pengembangan Karier dan Kepribadian. Lembaga ini sudah masuk dalam Ortaker UIN Antasari. Berbagai kegiatan yang telah dirintis adalah pelatihan menulis kreatif, MC dan kepribadian, tilawah, kaligrafi, kewirausahaan, serta bimbingan memasuki kerja dan melanjutkan studi. Berbagai program baru tentu akan dibuat.
Sesuai pidato Menteri Agama saat pelantikan, perguruan tinggi jangan sampai melahirkan pengangguran intelektual. Selain berbagai pelatihan di atas, prodi-prodi kejuruan perlu dibuka dan dikembangkan. Di sisi lain, kita berharap, semakin banyak warga, terutama dari kelas bawah, yang bisa mendapatkan pendidikan tinggi. Murah sekaligus berkualitas, tentu saja berat. Mahal saja belum tentu bermutu.
Namanya juga mimpi. Semua terasa indah. Tugas saya dan warga UIN adalah berjuang mewujudkannya.
Mimpi untuk UIN
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/10/16/mimpi-untuk-uin

Re-Post by http://migoberita.blogspot.co.id/ Senin/16102017/09.44Wita/Bjm 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya