» » » » » » Festival Pesona Budaya Borneo II 2018 : Adil ka’ talino, bacuramin ka’ saruga, basengat ka’ Jubata atau berbuat adil terhadap sesama, bercermin kepada surga dan bernafas pada Tuhan

Festival Pesona Budaya Borneo II 2018 : Adil ka’ talino, bacuramin ka’ saruga, basengat ka’ Jubata atau berbuat adil terhadap sesama, bercermin kepada surga dan bernafas pada Tuhan

Penulis By on Selasa, 14 Agustus 2018 | No comments

Datang dari Binua Landak, Tiga Lagu Dayak Kanayatn Hentak Festival Borneo

SEMANGAT salam khas Dayak berbunyi adil ka’ talino, bacuramin ka’ saruga, basengat ka’ Jubata atau berbuat adil terhadap sesama, bercermin kepada surga dan bernafas pada Tuhan, tergambar dalam ajakan kontingen Dayak Kanayatn asal Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
PARA seniman Dayak Kanayatn dengan menggunakan bahasa Ahe yang berkembang di Kalimantan Barat, mengajak para penonton Festival Pesona Budaya Borneo II di Gubernuran Kalsel, Banjarmasin, Selasa (14/8/2018) malam, turut bernyanyi bersama.
Hentakan musik etnis yang dipadu modern, membuat para penonton turut bergoyang bersama. Apalagi, para penyanyi mengenakan busana khas Dayak Kalbar yang tampil eksotik.


Tiga lagu dibawakan Opay Rinyuakng, berisi nasihat dan ajakan agar terus menjaga alam Borneo sebagai anugerah dari Jubata atau Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan, lagu kedua menceritakan seorang gadis cantik yang sudah lama dinanti, tiba-tiba hadir di hadapan sang pemujanya. Terakhir, lagu berjudul Pantun Binua Landak berisi kekayaan khazanah budaya dan keanekaragam masyarakat di Kabupaten Landak, Provinsi Kalbar.
“Dari tiga lagu, sebenarnya kami mengajak agar para penghuni Pulau Borneo terus menjaga alam yagn merupakan anugerah dari Jubata,” kata Opay Rinyuakng kepada jejakrekam.com, Selasa (14/8/2018) malam.
Pria yang aktif di Komunitas Pencinta Budaya Dayak Binua Landak (KPBDBL) mengakui sengaja datang ke Banjarmasin untuk memeriahkan, mengikuti serta memperkenalkan budaya Dayak Kanayatn. “Kami diutus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Landak untuk mengikuti berbagai lomba, seperti lukis dan pahat perisai, sumpit, gasing dan tari kreasi,” ucap Opay.

Menurut dia, sambutan warga Banjarmasin cukup tinggi terhadap budaya dan tradisi Dayak. Hanya saja, Opay membandingkan dengan festival atau even serupa di Kalimantan Barat, jauh lebih meriah lagi. “Setidaknya, kami datang ke sini, bisa punya saudara baru. Dulu tidak kenal, sekarang akhirnya bisa jadi sahabat. Apalagi, Banjarmasin memang asyik, dan warganya juga sangat ramah,” kata Opay lagi.
Ia mengakui awalnya Festival Pesona Budaya Borneo dihelat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dan baru pertama digelar di luar Jakarta. Sementara, Banjarmasin menjadi tuan rumah pertama. “Untuk Festival Pesona Budaya Borneo III dengar-dengar akan digelar di Palangka Raya, Kalteng. Kami pun akan siap berpartisipasi sebagai peserta dan terus memperkenalkan tradisi Dayak yang harus kita lestarikan,” pungkas Opay.

Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/08/15/datang-dari-binua-landak-tiga-lagu-dayak-kanayatn-hentak-festival-borneo/

Satu Panggung, Berpadu Hentakan Musik Etnik Dayak dan Banjar

ATRAKSI permainan musik yang memadukan ritme tradisional dan modernitas tersaji di panggung utama Festival Pesona Budaya Borneo II di Gubernuran Kalsel, Jalan Jenderal Sudirman, Banjarmasin, Selasa (14/8/2018).
IRAMA bernuasana pesisir seperti Banjar, Melayu, serta etnik Dayak secara bergantian menghibur para penonton even tahunan yang diikuti lima provinsi di Pulau Kalimantan. Giliran pemusik tradisional dari Kalimantan Timur pun menggugah dengan alunan khas Dayak di aliran Sungai Mahakam.
Dengan pakaian khas Dayak yang begitu anggun, jadilah hiburan rakyat begitu mewarnai festival yang awalnya dihelat di Taman Mini Indonesia Indonesia (TMII).
Sementara itu, tuan rumah Kalimantan Selatan tak mau kalah. Band D’ Bungas yang merupakan band bentukan anak-anak Banjar turut menghentak panggung. Alunan musik panting dipadu arasemen musik populer, mendapat sambutan hangat penonton.
Apalagi, lagu-lagu ‘sakral’ karya maestro lagu Banjar, Anang Ardiansyah dibawakan Band D’ Bungas.  Band yang digawangi Yudit di keyboard, Lukas Pierre membentot bass, Zaid dengan gitar elektriknya, dan sang vokalis Muhajir, menyuguhkan suasana Banjar di pusat keramaian publik itu.
“Band kami memang lebih mengutamakan musik etnik dan budaya. Ya, dalam berkarya kami memadukannya dalam aliran musik yang universal,” ucap Muhajir, sang vokalis D’ Bungas Band  kepada jejakrekam.com, Selasa (14/8/2018).
Menurut Muhajir, dalam setiap tampil di berbagai tempat, D’ Bungas Band memadukan etnik budaya dan dipadukan aliran musik pop, rock, jazz dan lainya.
Sementara itu, penikmat musik etnik dan modern, Mercurius pun mengaku sangat terhibur dengan para pemusik tradisional dan modern yang bergantian naik di atas panggung Festival Pesona Budaya Borneo II. “Sayang, band-band semacam ini harusnya tampil di malam hari. Jadi, bisa lebih menikmatinya, karena suasana agak hening dibanding siang hari,” pungkasnya.

Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/08/15/satu-panggung-berpadu-hentakan-musik-etnik-dayak-dan-banjar/

Re-Post by MigoBerita / Rabu/15082018/10.20Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya