» » » » » » » » "Blunder" MUI, karena tidak ada tulisan HTI maka bukan Bendera ormas terlarang HTI..??!!! (Teroris ISIS juga pake bendera Tauhid dan tidak ada tulisan ISIS...Mikir..)

"Blunder" MUI, karena tidak ada tulisan HTI maka bukan Bendera ormas terlarang HTI..??!!! (Teroris ISIS juga pake bendera Tauhid dan tidak ada tulisan ISIS...Mikir..)

Penulis By on Rabu, 24 Oktober 2018 | No comments

TERUS DUKUNG DAN BELA Banser NU yang CINTA NKRI dan LICIKnya pendukung ormas terlarang HTI ...??!!??

Kronologi Sebelum Bendera HTI Dibakar di Garut

JABAR – Polda Jabar mengungkapkan hasil penyelidikan sementara berkaitan kasus pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang terjadi di Kabupaten Garut. Direskrimum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana mengatakan ada proses panjang sebelum insiden pembakaran bendera HTI oleh oknum Banser saat upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Alun-alun Limbangan, Kabupaten Garut, Senin (22/10). Sebelum acara HSN digelar, panitia dan peserta menggelar rapat.



“Peristiwa ini sebuah rangkaian yang enggak bisa diputus. Kegiatan resmi HSN yang sudah mendapat izin dari instansi Polri diperkuat dengan saat kejadian inspektur upacaranya camat. Ini menandakan kegiatan itu resmi mendapatkan izin. Kemudian pelaksanaan upacara itu tidak serta merta hanya upacara kemarin. Ada kegiatan-kegiatan sebelumnya,” ujar Umar saat memberi keterangan di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Rabu (24/10/2018).
Kegiatan sebelumnya yang dimaksud Umar ialah tahap perencanaan. Menurutnya, pihak panitia dan peserta sudah melakukan beberapa kali rapat sebelum acara diselenggarakan. Termasuk membentuk struktur perangkat penyelenggara.
Dalam rapat juga ditentukan beberapa kesepakatan. Menurut Umar, ada tiga poin kesepakatan yang disetujui oleh para peserta.
“Kesepakatan pertama hanya boleh membawa bendera Merah-Putih. Kedua ditegaskan lagi tidak boleh membawa atribut lain selain bendera Merah-Putih. Ketiga ditegaskan lagi, dilarang menggunakan bendera HTI dan ISIS. Saya enggak tahu alasannya apa, mungkin dalam beberapa kegiatan keagamaan sering muncul bendera itu sehingga dilarang,” tutur Umar.
Selain menyepakati tiga hal itu, sambung Umar, kegiatan itu hanya diikuti tamu undangan dari tiga kecamatan di Garut. Ketiganya yakni Kecamatan Limbangan, Leuwi Goong dan Malangbong.
“Artinya apa, kesepakatan tadi hanya diketahui tiga kecamatan tadi. Artinya orang lain di luar tiga kecamatan ini tidak akan paham kesepakatan yang sudah disepakati pada rapat,” ucapnya.
Setelah proses panjang perencanaan, kegiatan itupun berlangsung dengan inspektur upacara Camat Limbangan. Akan tetapi di tengah-tengah acara, kata Umar, seorang pria berpeci dan menggunakan kain hijau muncul sambil mengibarkan bendera HTI.
“Sebagai pihak keamanan, Banser bersikap karena diatur dalam tupoksi rapat kalau ada kejadian-kejadian sebagainya, Banser yang jalan. Dilaksanakanlah oleh Banser dibawa ke posko. Karena mungkin bukan polisi atau pihak keamanan, interogasinya enggak lengkap. Atau mungkin karena si Banser terlalu baik atau doktrin, enggak terjadi pemukulan, hanya diambil bendera HTI, kemudian dipersilakan kembali ikut upacara,” tutur Umar.
Usai upacara, kata Umar, diketahui identitas dua anggota Banser yang melakukan pembakaran. Menurut Umar, kedua orang tersebut menyebut bahwa bendera tersebut merupakan bendera HTI yang dilarang pemerintah.
“Seperti disampaikan, tindakan pembakaran atau obyek (bendera) tadi dilakukan subyek (pembakar) tanpa adanya apa pun kecuali yang dia tahu ini adalah bendera HTI, dimana HTI adalah organisasi yang dilarang pemerintah,” kata Umar. [ARN/Detik]

Gus Yaqut: Bendera HTI Ditemukan di 9 Wilayah pada Perayaan Hari Santri

JAKARTA – Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pengibaran bendera yang lekat dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Hari Santri Nasional sistematis karena terjadi di sembilan wilayah.
Yakni, Garut, Bandung Barat, Ciamis, Karawang, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Semarang, Yogyakarta, dan Kalimantan Selatan.
“Ya, kami menemukan beberapa insiden serupa di peringatan hari santri nasional,” kata Yaqut saat ditemui di Kantor PP GP Ansor, Jakarta, Rabu (24/10).
“Dugaan kami masifnya pengibaran bendera HTI di tengah peringatan Hari Santri ini kami menduga ada upaya yang sistematis,” lanjut dia.
Meski begitu, Yaqut sendiri belum menyelidiki lebih lanjut soal motif utama pengibaran bendera itu di beberapa wilayah.
Ia menduga pengibaran itu terkait dengan tahun politik atau ingin menyasar kelompok Nahdlatul Ulama.
“Ini apakah bertujuan politik, karena ini memasuki tahun politik atau hanya semata-mata hanya menyasar NU saja?” ujar dia.
Guna menindaklanjuti hal itu, Yaqut bakal menerjunkan tim khusus dari GP Ansor guna menyelidiki peristiwa tersebut.
Ia berharap kepolisian dapat menindak tegas simbol-simbol yang berkaitan dengan HTI karena kelompok tersebut telah dibubarkan oleh pemerintah.
“Nah karenanya kita sedang turunkan tim untuk melakukan investigasi atas insiden ini,” ujar dia.
Sebelumnya, Barisan Ansor Serba Guna Nahdlatul Ulama (Banser NU) terekam tengah membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid di Garut. GP Ansor menyebut bendera itu didapat dari peserta Hari Santri yang juga meneriakkan khilafah. [ARN/CNN]

Ketum Pagar Nusa: Bendera HTI Batil, Kalimat Tauhid Haq

JAKARTA – Pernyataan sikap Ketua Umum (Ketum) PP Pagar Nusa pada Selasa (23/10), Muchamad Nabil Haroen soal pembakaran bendera HTI. Nabil mengatakan bahwa polemik menyusul insiden pembakaran atribut bendera HTI yang kebetulan memuat kalimat tauhid oleh teman-teman Banser, di Garut, kemarin (22/10), harus menjadi bahan pelajaran buat kita semua.
Baca: Denny Siregar: Banser Bakar Bendera Penghancur NKRI ‘HTI’, Salahkah Banser?
Terutama, bahwa kalimat tauhid tidak sepatutnya digunakan jadi alat pemecah belah bangsa. Salah satu kalimat thayyibah tersebut justru seharusnya jadi alat pemersatu. Karena selain sebaik-baik dzikir, kalimat tauhid secara subtansi juga berisi pengakuan kita bersama atas ke-ESA-an Allah.
Baca: Inilah Slogan Pembodohan HTI-Kelompok Khilafah yang Ingin Hancurkan NKRI
Banser membakar atribut HTI bukan kalimat tauhid. Banser seperti Pagar Nusa dan semua keluarga besar NU. Selama ini diajari memisahkan mana yang haq dan mana yang batil dalam memepertahankan NKRI. Bendera HTI adalah batil sedang kalimat tauhid adalah haq. Penghormatan terhadap yang haq tidak pernah berkurang sedikitpun, tetapi penindakan kepada yang batil (bendera HTI) adalah bagian pelaksanaan cinta tanah air dan bangsa.
Baca: Eko Kuntadhi: Teroris Bersembunyi Dibalik Bendera Tauhid
Sebagaimana lazim diketahui bersama, ormas tersebut dilarang karena telah secara terang-benderang memiliki agenda politik bertentangan dengan konstitusi yang ada di negeri ini.
Karena itu, kami berharap, polemik soal ini segera dihentikan. Sebab, sekali lagi perlu kami tegaskan, kalimat tauhid tidak sepatutnya digunakan untuk memecah-belah bangsa. (SFA)
Nabil Haroen, Ketum Pagar Nus

Ada Penyusup! PBNU Sebut Aparat Kecolongan soal Bendera HTI

JAKARTA – Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyebut tindakan Banser membakar bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bertuliskan kalimat tauhid dalam acara Hari Santri Nasional di Garut, Senin lalu, sebagai bentuk kecintaan terhadap NKRI. Said justru menilai aparat kecolongan terkait keberadaan bendera HTI sebagai organisasi terlarang di lokasi acara.
“Kami menyayangkan aparat keamanan yang kecolongan dengan tidak melakukan tindakan terhadap pengibaran bendera organisasi terlarang (HTI),” kata Said di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Rabu (24/10).
Said mengatakan PBNU telah membentuk Tim Pencari Fakta dalam kasus ini. Hasilnya, pengibaran atau pemasangan bendera HTI saat Hari Santri Nasional juga terjadi di sejumlah tempat di Jawa Barat. Said bahkan mengaku melihat sendiri peristiwa itu terjadi di Tasikmalaya.
Menurutnya, di sejumlah tempat bendara HTI tersebut berhasil ditertibkan dan diserahkan kepada aparat keamanan sesuai SOP. Namun hal itu tidak terjadi saat peringatan Hari Santri Nasional di Garut.
Said menegaskan bahwa pembakaran bendera oleh anggota Banser tidak bertujuan untuk melecehkan atau menodai kalimat tauhid yang tertulis di bendera HTI.
Dia juga menyebut pembakaran bendera HTI tidak didasari kebencian personal maupun kelompok. Bahkan menurutnya tindakan tersebut sebagai bentuk cinta tanah air.
“Semangat untuk mencintai tanah air adalah landasan utama untuk mencegah gerakan-gerakan yang ingin mengganti konstitusi dan bentuk negara,” ujarnya.
Pembakaran bendera HTI ini memicu kontroversi di masyarakat. Sebagian kelompok memprotes aksi Banser tersebut.
Aksi massa digelar di sejumlah daerah seperti di Bogor dan Solo sebagai wujud protes mereka. Ada yang menyebut aksi Banser itu sebagai bentuk penghinaan terhadap kalimat tauhid.
Eks juru bicara HTI Ismail Yusanto juga menyebut bendera yang dibakar Banser adalah bendera atau panji Nabi Muhammad. Lewat akun twitternya, @ismail_yusanto, dia menyatakan HTI tidak memiliki bendera.
“Bendera yang dibakar itu bukanlah bendera HTI, HTI tidak pernah punya bendera,” katanya lewat akun twitter pribadinya @ismail_yusanto, Selasa (23/10).
Ismail lalu mengutip hadis soal bendera Rasulullah dalam riwayat Ahmad dan At-Tirmidzi. Hadis tersebut menjelaskan bahwa bendera (pasukan) Rasulullah itu hitam dan panjinya itu putih yang bertuliskan di atasnya ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’.
“Jadi bendera Rasulullah ada Ar-Raya warnanya hitam, Al-Liwa warna putih,” katanya. [ARN/CNN]

Sejarah Islam: Muawiyah dan Khawarij

Tahukah Anda siapa Muawiyah? Muawiyah adalah putra Abu Sufyan, orang Makkah yang memerangi Rasulullah saw. Sedangkan ibu Muawiyah adalah Hindun, perempuan yang memakan hati Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Rasulullah saw).
Sejarah mengisahkan bahwa Muawiyah adalah warga Makkah yang memusuhi Nabi Muhammad saw. Ia memerangi Nabi bersama ayahnya yang bernama Abu Sufyan. Ketika pasukan Islam yang dipimpin Rasulullah saw berupaya membebaskan Makkah, orang-orang kafir Makkah ketakutan. Ada yang lari ke gunung. Ada yang sembunyi di Kabah. Juga ada yang meminta ampunan kepada Rasulullah saw. Dari beberapa orang yang meminta ampunan itu adalah Muawiyah. Ia kemudian masuk Islam. Ia menjadi sahabat Nabi dan dianggap penulis wahyu. Saya merasa heran kenap para penulis sejarah dan ustad-ustad sering bilang Muawiyah itu sahabat utama dan paling banyak menulis wahyu. Kalau dilacak dari peristiwa Futuh Makkah, Muawiyah masuk Islam kurang dari sepuluh tahun. Itu juga ketika keadaan terdesak karena mengalami "kekalahan"  menghadapi pasukan Islam.
Setelah wafat Rasulullah saw, Muawiyah bin Abu Sufyan terlihat belangnya. Dengan dalih menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan yang wafat dibunuh sahabat-sahabat yang tidak suka dengan kebijakan Utsman bin Affan, ia meminta Imam Ali sebagai khalifah terpilih agar menghukum orang-orang yang terlibat pembunuhan Utsman.
Saat kejadian huru hara, Muawiyah berada di luar Madinah dan tidak membantu Utsman yang dikepung. Padahal Muawiyah punya hubungan dekat dengan Utsman.
Imam Ali selaku sahabat ikut membantu melindungi Khalifah Utsman dari demonstrasi. Karena emosi yang sudah memuncak--dalam buku Saqifah Bani Saidah karya O.Hashem--disebutkan tiga orang masuk ke kamar Utsman. Langsung menikamnya. Saat ditikam itu, Utsman bicara, “Celakalah engkau putra sahabat-sahabatku. Ayahmu pasti marah kalau dia masih hidup.”
Setelah Utsman meninggal dunia, seluruh umat Islam membaiat Imam Ali sebagai khalifah keempat. Imam Ali membuat kebijakan dengan mengganti pejabat-pejabat yang diangkat Utsman adalah kerabat-kerabatnya seperti Marwan bin Hakam, Amr bin Ash, Mughirah bin Syub’ah, dan Muawiyah yang menjadi seorang kepala daerah.
Gaji pejabat disamakan dengan orang-orang miskin yang layak dapat santunan baitul mal. Istana khalifah yang dihuni Utsman dijual dan uangnya diberikan fakir miskin. Imam Ali memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke kota Kufah, Irak. Di sanalah Imam Ali merintis dakwah dan memimpin umat Islam. Karena itu, tidak heran kalau sebagian besar pasukan Islam berasal dari Kufah.
Tidak terima dengan pemecatan, mantan pejabat Utsman membaut makar. Ia melakukan teror kepada Umat Islam. Bahkan menyebarkan isu bahwa Imam Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman. Kabar tersebut membuat Imam Ali geram. Apalagi tindakan mantan pejabat Utsman seperti Muawiyah melakukan penuntutan darah atas matinya Utsman. Dengan dalih menutut balas, Muawiyah menyerang kepada umat Islam. Tindakan itu membuat Imam Ali geram sehingga mengambil tindakan. Terjadilah peperangan di Shiffin antara pasukan Islam yang dipimpin Imam Ali melawan pasukan pemberontak yang dipimpin Muawiyah.
Dalam perang Shiffin, pasukan Muawiyah yang memberontak kepada Imam Ali bin Abi Thalib terdesak saat melawan pasukan Imam Ali. Penasihat Muawiyah yang bernama Amr bin Ash menyarankan untuk mengacungkan Quran dengan tombak sebagai upaya perdamaian. Imam Ali mengetahui bahwa itu hanya taktik. Imam Ali meminta untuk terus memerangi orang-orang yang berontak terhadap pemerintahan yang sah. Sayangnya, segelintir orang yang punya penagruh di Kufah terpengaruh dengan taktik Quran tersebut. Mereka meminta Imam Ali untuk berhenti perang dan mengajak damai. Imam Ali menyampaikan bahwa lawan mau damai sudah ajak awal akan melakukannya ketika surat ajaka dialog dilayangkan kepada Muawiyah. Ternyata tidak direspon malah menyerang umat Islam. Meski sudah dijelaskan, orang Islam yang terpengaruh itu memaksa, bahkan mengancam akan balik menyerang kepada Imam Ali.
Sang pemimpin Islam itu pun menuruti untuk menghindari dari hal-hal yang buruk. Pihak Muawiyah menginginkan agar ada juru damai dari masing-masing. Dari kelompok Muawiyah adalah Amr bin Ash. Sedangkan dari pasukan Islam adalah Musa Asyari. Sebelumnya, Imam Ali mengajukan Malik Asytar atau Ibnu Abbas. Tetapi ditolak oleh orang-orang telah terpengaruh tipu muslihat Muawiyah yang menggunakan Quran diacungkan. Yang diajukan adalah Musa Asyari oleh mereka. Untuk maslahat orang banyak, Musa didatangkan yang saat itu tidak ikut berpihak pada keduanya.
Terjadilah perundingan. Di antara keduanya sepakat bahwa pemimpin Islam harus diserahkan kepada umat Islam. Biarlah umat Islam memilih. Lalu, kedua belah pihak yang mewakili harus menurunkan masing-masing pemimpinnya. Yang pertama mengumumkan adalah yang tua: Musa Asyari. Ia naik podium dan menyatakan Imam Ali secara resmi bukan lagi khalifah. Giliran Amr bin Ash bicara. Ia naik podium dan menyatakan bahwa ia menetapkan Muawiyah sebagai khalifah.
Terjadilah keributan lagi. Orang-orang yang memaksa Imam Ali untuk berunding marah. Mereka meminta Imam Ali untuk membatalkannya. Sesuai dengan ajaran Islam bahwa sebuah perjanjian harus dilaksanakan sehingga Imam Ali membiarkannya. Karena tidak direspon, orang-orang itu kemudian keluar dari barisan pasukan Islam atau kelompok Imam Ali. Mereka inilah yang kemudian disebut Khawarij.
Orang-orang Khawarij ini dalam gerakannya hampir sama dengan kelompok Muawiyah. Mereka menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Karena itu, tidak sedikit umat Islam yang berakhir dengan kematian saat menolak seruan mereka.
Sekadar informasi bahwa di negeri kita ini masih ada orang-orang yang tidak belajar sejarah. Kerap kali menganggap orang-orang Islam yang keluar dari barisan Imam Ali sebagai Syiah yang berkhianat kepada Ahlulbait. Justru yang disebut Syiah itu adalah mereka yang tidak terpengaruh oleh Muawiyah dan tetap mengikuti Imam Ali bin Abi Thalib dan Keluarga Rasulullah saw.
Terbukti dalam sejarah, Khawarij diperangi oleh Imam Ali dan kelompok Muawiyah di Damaskus, Syiria, mendapat serangan dari Khawarij. Peta Islam pascawafat Rasulullah saw terbagi dalam tiga: Pertama, kelompok Ali bin Abi Thalib atau Ahlulbait yang kemudian disebut-sebut-sebut Syiah Ali atau Syiah. Kedua, kelompok Muawiyah dan pengikutnya yang memberontak kepada pemerintahan Islam yang sah. Ketiga adalah Khawarij, kaum Muslim pengikut Imam Ali yang kecewa atas perundingan kemudian memisahkan menjadi kelompok tersendiri. [ahmad

Membaca Konflik antara Ali dan Muawiyah (1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik politik dan perebutan kekuasaan kerap kita jumpai dalam catatan peradaban manusia. Tidak terkecuali dalam sejarah peradaban Islam.
Bahkan, gejala semacam itu sudah ada sejak era para sahabat yang merupakan generasi terbaik sepanjang perjalanan dunia Islam.
Perseteruan politik antara Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyah bin Abi Sufyan pada pengujung periode pemerintahan Khulafa Rasyidun menimbulkan sejumlah perang saudara. Di antaranya yang paling terkenal adalah Pertempuran Shiffin yang terjadi pada 37 Hijriah atau hanya berselang 25 tahun pascawafatnya Rasulullah SAW.
Catatan tersebut menunjukkan, konflik berdarah yang melibatkan sesama Muslim sudah ditemukan pada masa-masa permulaan Islam. Benih-benih perpecahan di kalangan umat Islam pada era sahabat semakin berkembang sejak terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan RA di tangan kaum pemberontak pada 17 Juni 656 (18 Dzulhijjah 35 H).
Ali yang kemudian dipilih menjadi khalifah pengganti Utsman, menghadapi situasi negara yang tidak stabil lantaran adanya perlawanan dari beberapa kelompok, termasuk dari Muawiyah yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Syam (Suriah).
Muawiyah yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Utsman, menginginkan supaya pembunuh Utsman diadili. Namun, Muawiyah menganggap Ali tidak memiliki niat untuk melakukan hal tersebut, sehingga gubernur Suriah itu pun memberontak terhadap sang khalifah.
Menanggapi pemberontakan Muawiyah, langkah pertama yang diambil Ali adalah mencoba menyelesaikan masalah secara damai, yakni dengan mengirimkan utusannya ke Suriah.
“Proses negosiasi tersebut tidak membuahkan hasil, sehingga Ali pun memutuskan untuk memadamkan pemberontakan Muawiyah lewat  jalan perang,” tulis pengamat sejarah Islam asal India, Akramulla Syed, dalam artikelnya, The Battle of Islam at Siffin.
Untuk menghadapi Muawiyah, Khalifah Ali mengirim pasukan sebanyak 90 ribu tentara ke Syam yang dibagi menjadi tujuh unit. Sementara, Muawiyah yang didukung oleh 120 ribu prajurit juga membagi pasukannya menjadi tujuh kelompok.
Ketika pasukan Ali dan Muawiyah bertemu di wilayah Shiffin, kedua pihak langsung mengambil posisi siaga. Namun, sebelum berperang, kedua kubu terlebih dulu mengirim utusannya masing-masing untuk melakukan perundingan, dengan harapan pertempuran bisa dihindari.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah menyebutkan, Abu Muslim al-Khaulani beserta beberapa orang mendatangi Muawiyah dan mengatakan, “Apakah engkau menentang Ali?”
Muawiyah lantas menjawab, “Tidak, demi Allah. Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui bahwa dia lebih utama dariku dan lebih berhak memegang khilafah daripada aku. Akan tetapi, seperti yang kalian ketahui Utsman terbunuh dalam keadaan terzalimi, sedangkan aku adalah sepupunya yang berhak meminta keadilan. Katakan kepada Ali, serahkan para pembunuh Utsman kepadaku dan aku akan tunduk kepadanya.”
Namun, Ali tetap tidak mau mengabulkan permintaan Muawiyah tersebut atas pertimbangan kemaslahatan.
Negosiasi kembali menemui jalan buntu, sehingga perang pun tak terelakkan lagi. Kontak senjata yang paling sengit antara kubu Ali dan Muawiyah berlangsung di tebing Sungai Furat selama tiga hari, yakni dari 26-28 Juli 657 (9-11 Safar 37 H).
Pertempuran inilah yang di kemudian hari dikenal dengan Perang Shiffin.Sejumlah sahabat yang memimpin pasukan di pihak Ali antara lain adalah Malik al-Ashtar, Abdullah Ibnu Abbas, Ammar bin Yasir, dan Khuzaimah bin Tsabit. Sementara, pasukan Muawiyah diperkuat oleh Amr bin Ash dan Walid bin Uqbah. (Bersambung)
Sampul buku Wajah Politik Muawiyah bin Abi Sufyan.
Sumber Berita : https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/15/03/03/nkkk2q-membaca-konflik-antara-ali-dan-muawiyah-1

Membaca Konflik antara Ali dan Muawiyah (2-Habis)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertempuran sengit yang berkecamuk sepanjang hari menyebabkan banyaknya korban yang berjatuhan di kedua belah pihak, terutama di kubu Muawiyah.
Kendati demikian, Ali juga kehilangan beberapa sahabat terkemuka Rasulullah SAW yang ikut mendukungnya dalam perang tersebut.
Di antara mereka adalah Hasyim bin Utba dan Ammar Yasir.Riwayat mengenai jumlah pasukan yang terbunuh di kedua belah pihak berbeda satu sama lain.
Kendati demikian, sejarawan klasik asal Inggris, Gibbon Edward dalam bukunya The History of the Decline and Fall of the Roman Empire menuturkan, jumlah tentara yang tewas di kubu Ali diperkirakan sebanyak 25 ribu orang, sedangkan di pihak Muawiyah mencapai 45 ribu orang.
Terbunuhnya Ammar bin Yasir membuat kubu Ali dan Muawiyah merasa terguncang, sehingga keduanya pun sepakat untuk berdamai. Mereka juga mengkhawatirkan wilayah perbatasan yang sedang lemah dan bisa diserang kapan saja oleh pasukan Persia dan Romawi Timur (Byzantium).
Pertempuran Shiffin berakhir imbang. Perjanjian damai antara Ali dan Muawiyah dibuat berdasarkan Alquran dan Sunnah. Adapun juru runding dari pihak Ali adalah Abu Musa al-Asy’ari, sedangkan dari kubu Muawiyah adalah Amr bin Ash.
Selang beberapa tahun setelah perundingan tersebut, kelompok yang merasa tidak puas dengan Ali merencanakan pembunuhan terhadap sang khalifah. Sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW itu akhirnya wafat pada 21 Ramadhan 40 H setelah diserang oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman ibn Muljam.
Air mata Muawiyah untuk Ali Muhammad Asy-Syallabi dalam bukunya Muawiyah bin Abu Sufyan mengisahkan, saat mendengar kabar tentang kematian Ali, Muawiyah pun menangis.
Istrinya lantas menanyakan mengapa pendiri Dinasti Umayyah itu menagisi orang yang dulu pernah memeranginya.
Muawiyah menjawab, “Kamu sebaiknya diam saja. Kamu tidak mengetahui berapa banyak manusia kehilangan keutamaan, fikih, dan ilmu karena kematiannya (Ali).”Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, kekuasaan kekhalifahan diberikan kepada putra tertua Ali yaitu Hasan.
Namun, perseteruan antara keluarga Muawiyah dan Ali ternyata kembali berlanjut. Hasan hanya memerintah beberapa bulan sebelum akhirnya dia membuat perjanjian damai dan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah pada 661.
Sejak itulah Bani Umayyah resmi menguasai peradaban Islam.
Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang cakap di militer, walau bukan politikus ulung.
Sumber Berita : https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/15/03/03/nkkk7m-membaca-konflik-antara-ali-dan-muawiyah-2habis

‘Perspektif Kita di MUI karena Tidak Ada Tulisan HTI, maka Itu Kalimat Tauhid’

Jakarta – Insiden pembakaran bendera di Garut menyisakan tanda tanya apakah bendera yang dibakar adalah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau bendera dengan kalimat tauhid tanpa ada kaitan dengan ormas tertentu.
Majelis Ulama Indonesia atau MUI menyatakan bendera yang dibakar itu merupakan bendera berkalimat tauhid yang tak ada hubungannya dengan HTI.
“Dalam perspektif MUI karena tidak ada tulisan ‘Hizbut Tahrir Indonesia’, maka kita mengatakan kalimat tauhid. Kalau menjadi milik partai kelompok harus ada desain yang berbeda atau warna yang berbeda tidak persis meng-copy seperti dalam sejarah,” Waketum MUI Yunahar Ilyas dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (23/10/2018).
Namun Yunahar menduga ada pihak yang sengaja memancing polemik di tengah peringatan Hari Santri. Karena itu, polisi diminta mengusut kasus ini.
“Meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut sejauh mana ada bendera yang dipakai dalam sebuah acara itu, sudah disepakati tidak boleh ada bendera ormas. Tapi tiba-tiba itu muncul ini, kan berarti ada satu upaya dari pihak-pihak yang ingin mencoba memanfaatkan momentum itu untuk kepentingan kelompok,” ujarnya.
Pernyataan Resmi MUI terkait pembakaran bendera kalimat tauhid
GP Ansor menegaskan bendera yang dibakar oleh anggotanya di Garut itu itu bukanlah bendera tauhid, melainkan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang menggunakan kalimat tauhid. Seharusnya penanganan tak langsung dibakar, melainkan diserahkan ke polisi. Namun itu tidak dilakukan personel Banser.
“Itu yang kemudian kami anggap sebagai kesalahanlah dari teman-teman ini,” kata Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.
Namun Yaqut ingin publik memahami bahwa pembakaran bendera HTI di Garut pada Senin (22/10) kemarin bukanlah tanpa sebab. Yaqut menjelaskan pembakaran itu dilatarbelakangi provokasi dalam suasana peringatan Hari Santri Nasional.
“Itu pun ketika teman-teman di Garut melakukan pembakaran, tentu itu harus dipahami bukan dalam ruang hampa yang tidak ada sebabnya,” ujar Yaqut. (detik/kabarakyat)

Sumber Berita : http://kabarakyat.com/perspektif-kita-di-mui-karena-tidak-ada-tulisan-hti-maka-itu-kalimat-tauhid/

Banser NU Bakar Bendera HTI, Salahkah Banser?

Pada momen hari santri di Garut, mendadak viral beberapa anggota Banser membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid.
Bendera itu diambil dari salah satu peserta yang membawanya. Selain itu Banser NU juga mengambil ikat kepala yang bertuliskan kalimat yang sama. Tindakan itu memang terlihat emosional, tetapi pertanyaannya, salahkah Banser NU ?
Sejak awal Banser bertarung dijalan menghadang pentolan2 HTI yang ingin mendirikan khilafah di negeri ini. Dan dari apa yang terjadi di lapangan, HTI selalu membawa bendera kalimat tauhid yang mereka klaim sebagai bendera Rasulullah.
Jadi jangan salahkan Banser ketika pada hari santri mereka melihat bendera yang sama masuk dalam barisan mereka, dengan pongah berkibar seakan-akan menantang kuatnya barisan Banser NU. Ini jelas memprovokasi mereka dan anggota Banser bertindak spontan dengan merampas kemudian membakarnya.
Seharusnya aparat jangan hanya melihat pembakaran bendera itu saja, tetapi juga melihat bahwa ada orang-orang yang mencoba memprovokasi Banser dengan mengibarkan bendera yang sudah dianggap Banser NU identik dengan HTI.
Banser juga pasti akan bertindak hal yang sama jika yang dikibarkan adalah bendera yang bertuliskan kalimat tauhid yang sering dikibarkan ISIS. Masak Banser harus diam jika bendera tauhid ISIS dikibarkan di depan mereka ?
Masih untung yang membawa bendera yang dirampas Banser itu tidak digebuk. Lha, kok nantang kibarkan bendera yang identik dengan HTI di depan hidung Banser yang sedang merayakan hari santri.
Banser NU memang penjaga negeri paling depan dalam menghajar ajaran-ajaran radikal berbendera Islam. Kalau tidak ada Banser, HTI sudah lama mewabah di negeri ini karena mereka berlindung dibalik agama Islam. Dan atas usulan keluarga besar NU lah, HTI dibubarkan.
Jadi paham kan, kenapa HTI dendam sekali dengan Banser dan mencoba memprovokasi mereka untuk dipelintir dengan fitnah ?
Ketika berbincang dengan Gus Yaqut, Ketum Ansor sekaligus panglima tertinggi Banser NU, ada statemen yang membuat saya khawatir sebenarnya. "Yang kami takutkan bukan HTI, tetapi memegang kendali anggota Banser yang berjumlah jutaan supaya tidak terprovokasi mereka. Seandainya kendali para anggota tidak kuat dipegang Banser, entah apa yang terjadi pada mereka yang jumlahnya jauh lebih kecil tapi berisik itu.."
Banser NU itu ibarat singa. Diam tapi menakutkan. Sedangkan HTI ibarat anjing yang menggonggong dihadapan dan berusaha memprovokasi, tapi baru di kibas sedikit terkaing-kaing merasa di zolimi..
#kamidibelakangBanserNU
Seruput dulu kopinya.
Banser Banser
Sumber Opini : https://www.dennysiregar.com/2018/10/banser-nu-bakar-bendera-hti-salahkah.html

JANGAN MAU DIBOHONGI HTI

Dalam setiap aksi demo, HTI selalu menggunakan bendera hitam dengan klaim bahwa itu adalah bendera tauhid dan Panji Rasulullah.
Pertanyaannya, benarkah bendera hitam itu Panji Rasulullah?
Saya coba cek dan ketemu pandangan Gus Nadirsyah Hosen, seorang dosen di FH di Australia, sekaligus Rais Syuriah NU di Australia dan New Zealand, seperti yang saya kutip di duta.co.
“Jangan mau dibohongi HTI dan ISIS..” Kata Gus Nadir.
Bendera Rayah, bendera warna hitam, adalah bendera perang dan yang membawanya adalah pemimpin perang. Bendera ini biasanya diserahkan khalifah pada pemimpin perang dan komandan2 lainnya.
Dan HTI memahami itu melalui riwayat Thabrani, Hakim, dan Ibnu Majah.
Gus Nadir berkata bahwa secara umum hadis2 yang menjelaskan warna bendera Rasul dan tulisan di dalamnya adalah hadis yang tidak berkualitas, atau tidak shahih.
Riwayatnya pun berbeda-beda. Ada yang bilang hitam saja, ada yang bilang putih saja. Ada juga riwayat yang bilang hitam dan putih, bahkan ada yang kuning.
“Dalam sejarah Islam juga beda lagi. Ada yang bilang Dinasti Umayyah pakai bendera hijau, Dinasti Abbasiyah pakai warna hitam, dan pernah juga putih.
Yang jelas dalam konteks bendera dan panji, Rasul menggunakan sewaktu perang hanya untuk membedakan pasukan Rasul dengan musuh. Bukan dipakai sebagai bendera negara,” jelas Gus Nadir.
“Katakanlah ada tulisannya, maka tulisan khat jaman Rasul dulu beda dengan yang ada di bendera ISIS dan HTI. Jaman Rasul tulisan Alquran belum ada titik dan khatnya, masih pra Islam yaitu khat kufi.
Makanya, meski mirip, bendera ISIS dan HTI itu beda khatnya. Kok bisa? Padahal sama-sama mengklaim bendera Islam? Itu karena rekaan mereka saja,” tandas Gus Nadir.
Jadi, Kalau ISIS dan HTI yang setiap saat mengibarkan bendera Liwa dan Rayah, apakah mereka mau perang terus? Kok ke mana-mana mengibarkan bendera perang?
Kalau dianggap sebagai bendera negara khilafah, kita ini NKRI, sudah punya bendera Merah Putih. Masak ada negara dalam negara? Kalau itu terjadi, berarti makar!” Gus Nadir menutup pembicaraan.
Dari sini kita bisa menyimpulkan, bahwa orang2 HTI itu sesungguhnya tidak paham hadis. Mereka hanya memainkan konsep bendera sesuai perkiraan mereka saja. Dan ini dijual seolah-olah mereka adalah “Panglima Perang Rasulullah”..
Jadi - sekali lagi - jangan mau dibohongi HTI.
Dari masalah bendera saja mereka gak paham, apalagi mau mendirikan negara khilafah ?
“Bu, kopinya jangan kasih gula. micinnya aja yang agak banyakan...”
Teroris Teroris

Waketum MUI: Kami Melihat Itu Bendera Tauhid, Bukan HTI

"Persepktif MUI tidak ada tulisan HTI. Kami menganggap itu kalimat tauhid tok. Dalam sejarah ada versi putih dan hitam latarnya"
tirto.id - Wakil Ketua Umum MUI Yunahar Ilyas mengungkapkan barisan ansor serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama melakukan pembakaran terhadap bendera berkalimat tauhid bukan bendera organisasi massa terlarang Hizbut Tahrir Indonesia.
Hal ini disampaikan pada Selasa (23/10/2018) di kantor pengurus pusat MUI, Jakarta. Menurutnya kalimat tauhid adalah milik umat Islam sedunia dan tidak sepatutnya diidentikan dengan kelompok tertentu.
"Perspektif MUI tidak ada tulisan HTI. Kami menganggap itu kalimat tauhid kok. Dalam sejarah ada versi putih dan hitam latarnya. Mestinya ini ga dijadikan satu kelompok tertentu karena ini milik umat Islam sedunia," jelas Yunahar.
Dalam video yang beredar soal pembakaran itu, hanya ada latar bendera warna hitam dan kalimat tauhid di dalamnya yang kemudian dibakar. MUI tidak bisa memastikan niat daripada pembakar tersebut tapi mereka meyakini umat Islam seharusnya tidak akan melakukan tindakan tercela tersebut.
"Tidak boleh menjadi milik partai kelompok, harus ada desain berbeda atau warna yang berbeda, tapi tidak dikopi. Kita melihat yang dibakar kalimat tauhid karena tidak ada simbol Hizbut Tahrir Indonesia di situ," ucapnya lagi.
Menurut Ketua Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor wilayah Timur Saleh Ramli, kegaduhan yang menyebabkan Banser NU menerima kecaman ini merupakan upaya HTI untuk mengacaukan Banser NU.
“HTI bermain merusak Banser,” tegas Saleh pada Tirto hari Selasa (23/10/2018).
Saleh mengklaim HTI sengaja membajak kalimat tauhid untuk kepentingan politik tertentu. Meski HTI sudah dibubarkan, menurut Saleh, pergerakan HTI masih ada, oleh sebab itu Banser berhati-hati. Saleh menyatakan kalimat tauhid juga sering digunakan oleh ISIS yang merupakan organisasi teroris.
“Ini bukan hanya sengaja tapi HTI yang menggerakan untuk membenturkan umat Islam lainnya dengan Banser,” tegas Saleh lagi.
Ilustrasi Massa dari Hizbut Tahrir Indonesia . Tirto.id/Andrey Gromico
Sumber Berita : https://tirto.id/waketum-mui-kami-melihat-itu-bendera-tauhid-bukan-hti-c8pu

Tegas dan Lugas, Kapolda Jabar Sampaikan Peringatan Keras : Jangan Share Lagi Video Pembakaran Bendera HTI

BERANINEWS.COM - Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Polisi Agung Budi Maryoto mengatakan, Direktorat Cyber melacak akun media sosial yang pertama mengunggah video pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Kabupaten Garut.
“Sedang dalam penyelidikan oleh tim Cyber kita yang merekam yang meng-upload melalui direktur cyber Bareskrim,” ujar Agung di Bandung, Jawa Barat, Selasa, 23 Oktober 2018.
Menurut dia, sampai saat ini belum terdapat tanda-tanda akun media sosial sebagai pengunggah pertama. “Belum lagi diambil (diperiksa), mana yang pertama sekali meng-upload itu,” katanya.
Untuk menciptakan kondusifitas di media sosial, Agung mengimbau, semua pemilik akun agar tidak mem-posting ulang video tersebut.
Agung memastikan, dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar perkara tersebut.
“Jangan lagi di-share dulu, jangan share lagi. Biarlah kami sedang berproses, kita profesional, kita undang ahlinya,” katanya.
Agung  menegaskan, bendera yang dibakar saat peringatan hari santri nasional di alun-alun Limbangan, Kabupaten Garut adalah bendera HTI.
“Hasil pemeriksaan bendera yang diambil dan dibakar itu adalah bendera HTI,” ujarnya.
Agung menambahkan, tiga orang yang diamankan saat ini masih menjalani pemeriksaan dan berstatus terperiksa.
Tegas dan Lugas, Kapolda Jabar Sampaikan Peringatan Keras : Jangan Share Lagi Video Pembakaran Bendera HTI
Sumber Berita : https://www.beraninews.com/2018/10/tegas-dan-lugas-kapolda-jabar-sampaikan.html

Denny Siregar: Banser Bakar Bendera Penghancur NKRI ‘HTI’, Salahkah Banser?

JAKARTA – Di jagat maya medsos dan pemberitaan dihebohkan oleh pembakaran bendera HTI oleh Banser yang menurut kelompok Khilafah bendera ini adalah panji Rasulullah SAW, apakah benar demikian?
Secara umum, kualitas hadits bendera hitam bertulis “La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah” adalah dhaif (lemah), baik riwayat At-Thabarani ataupun Abu Syekh. Hadits bendera hitam juga dikategorikan dhaif oleh Ibn ‘Adi dan termasuk salah satu dari sekian banyak hadits dhaif yang terdapat dalam kitab Al-Kamil fi Dhu’afa’ir Rijal.
Baca: Inilah Slogan Pembodohan HTI-Kelompok Khilafah yang Ingin Hancurkan NKRI
Setelah mengetahui kualitas hadits, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana pengamalannya, apakah hadits tersebut wajib diamalkan atau tidak. Dalam bahasa lain, apakah hadits bendera Rasulullah itu bermuatan syariat atau tidak. Kalau dipahami sebagai bagian dari syariat berarti wajib diamalkan. Sementara kalau bukan bagian dari syariat, tidak wajib diamalkan.
Berdasarkan dua indikator ini dan sekaligus merujuk pada fakta sejarah, bendera bukanlah bagian dari syariat karena sudah ada sebelum kedatangan Islam dan digunakan oleh semua pasukan perang baik Muslim ataupun non-Muslim. Bahkan dalam pandangan Ibnu Khaldun, memperbanyak bendera, memberi warna dan memanjangkannya, hanya semata-mata untuk menakuti musuh dan kepentingan politik suatu pemerintahan.
Kendati Rasulullah menggunakan warna dan bentuk bendera tertentu, bukan berati model bendera Rasulullah ini mesti diikuti oleh setiap umat Islam sehingga negara yang tidak sesuai warna benderanya dengan bendera Rasulullah dianggap tidak mengikuti sunah Nabi. Karena pada hakikatnya, persoalan warna dan bentuk bendera bukan bagian dari agama yang bersifat ibadah (ta’abbudi), seperti halnya shalat, puasa, dan ibadah mahdhah lainnya, tetapi termasuk urusan muamalah yang identik dengan perubahan dan perkembangan.
Baca: Pendapat Para Ulama Terkait Panji Rasulullah Tampar Para Fans HTI
Salah satu pegiat medsos Denny Siregar juga menanggapi hal ini, pada momen hari santri di Garut, mendadak viral beberapa anggota Banser membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid.
Bendera itu diambil dari salah satu peserta yang membawanya. Selain itu Banser NU juga mengambil ikat kepala yang bertuliskan kalimat yang sama. Tindakan itu memang terlihat emosional, tetapi pertanyaannya, salahkah Banser NU?
Sejak awal Banser bertarung dijalan menghadang pentolan2 HTI yang ingin mendirikan khilafah di negeri ini. Dan dari apa yang terjadi di lapangan, HTI selalu membawa bendera kalimat tauhid yang mereka klaim sebagai bendera Rasulullah.
Jadi jangan salahkan Banser ketika pada hari santri mereka melihat bendera yang sama masuk dalam barisan mereka, dengan pongah berkibar seakan-akan menantang kuatnya barisan Banser NU. Ini jelas memprovokasi mereka dan anggota Banser bertindak spontan dengan merampas kemudian membakarnya.
Seharusnya aparat jangan hanya melihat pembakaran bendera itu saja, tetapi juga melihat bahwa ada orang-orang yang mencoba memprovokasi Banser dengan mengibarkan bendera yang sudah dianggap Banser NU identik dengan HTI.
Baca: Denny Siregar: Kudeta Gagal HTI Hancurkan NKRI
Banser juga pasti akan bertindak hal yang sama jika yang dikibarkan adalah bendera yang bertuliskan kalimat tauhid yang sering dikibarkan ISIS. Masak Banser harus diam jika bendera tauhid ISIS dikibarkan di depan mereka?
Masih untung yang membawa bendera yang dirampas Banser itu tidak digebuk. Lha, kok nantang kibarkan bendera yang identik dengan HTI di depan hidung Banser yang sedang merayakan hari santri.
Banser NU memang penjaga negeri paling depan dalam menghajar ajaran-ajaran radikal berbendera Islam. Kalau tidak ada Banser, HTI sudah lama mewabah di negeri ini karena mereka berlindung dibalik agama Islam. Dan atas usulan keluarga besar NU lah, HTI dibubarkan.
Jadi paham kan, kenapa HTI dendam sekali dengan Banser dan mencoba memprovokasi mereka untuk dipelintir dengan fitnah?
Baca: Denny Siregar: Hizbut Tahrir Adalah PKI Zaman Now
Ketika berbincang dengan Gus Yaqut, Ketum Ansor sekaligus panglima tertinggi Banser NU, ada statemen yang membuat saya khawatir sebenarnya. “Yang kami takutkan bukan HTI, tetapi memegang kendali anggota Banser yang berjumlah jutaan supaya tidak terprovokasi mereka. Seandainya kendali para anggota tidak kuat dipegang Banser, entah apa yang terjadi pada mereka yang jumlahnya jauh lebih kecil tapi berisik itu..”
Banser NU itu ibarat singa. Diam tapi menakutkan. Sedangkan HTI ibarat anjing yang menggonggong dihadapan dan berusaha memprovokasi, tapi baru di kibas sedikit terkaing-kaing merasa di zolimi. #KamiBersamaBanserNU. Seruput dulu kopinya. (SFA)
Banser Garut Bakar Bendera HTI

Eko Kuntadhi: Teroris Bersembunyi Dibalik Bendera Tauhid

JAKARTA – Setelah kekhalifahan Utsman bin Affan, Imam Ali diangkat sebagai Khalifah. Di awal pemerintahannya dia membersihkan berbagai penyimpangan yang terjadi pada periode sebelumnya.
Muawiyah bin Abu Sufyan adalah Gubernur Damaskus yang menolak mengikuti penegakkan hukum yang dilakukan Imam Ali. Damaskus memberontak terhadap kepemimpinan yang syah.
Lalu terjadilah perang Shiffin. Pasukan Imam Ali berhadapan dengan pasukan pemberontak di bawah pimpinan Muawiyah.
Baca: Sekjen Alsyami: Pola-pola Kelompok Radikal Suriahkan Indonesia
Ketika dua pasukan berhadapan, Imam Ali menyerukan kepada pasukannya. “Siapakah diantara kalian yang akan maju, membawa Alquran ini untuk meneriakkan perdamaian? Serukan pada mereka perdamaian agar pertumpahan darah tidak terjadi.”
Seorang pemuda belia maju, menyambut perintah sang Imam. Tapi Imam menolak, karena usianya yang masih terlalu muda. Beliau sekali lagi menyerukan pada pasukannya siapakah yang mau maju ke barisan musuh untuk menyerukan perdamaian. Agar darah kaum muslimin tidak tertumpah.
Tapi seluruh pasukan hanya terpaku. Kembali pemuda belia itu maju, menyongsong perintah pemimpinnya.
Imam Ali menyerahkan Alquran ke tangan pemuda itu. Memerintahkan dia untuk menghampiri musuh dan meneriakkan perdamaian.
Baca: Pendapat Para Ulama Terkait Panji Rasulullah Tampar Para Fans HTI
Pemuda itu memacu kudanya, menghampiri ribuan musuhnya. Dengan kalimat lantang di angkat Alquran sambil mengajak mereka untuk mematuhi pemimpin yang syah. Dia berusaha mencegah darah kaum muslimin tertumpah.
Tapi apa jawab pasukan Muawiyah. Sabetan pedang memutus tangan pemuda itu. Alquran terjatuh. Lalu dia mengambilnya dengan tangan kiri, sambil terus meneriakkan kata-kata perdamaian. Lagi-lagi suaranya yang mulai parau dibalas dengan sabetan pedang. Tangan kirinya putus.
Dia ambil Alquran dengan giginya. Sorot matanya masih menyerukan seruan yang sama, mengajak untuk kembali kepangkuan pemimpin yang syah. Tetiba lehernya putus oleh pedang. Darah membanjiri padang Shiffin. Darah seorang yang berusaha menegakkan ukhuwah.
Dengan perasaan masygul, Imam Ali memandang anak muda yang tergeletak. Seorang pemuda yang syahid demi seruan persatuan.
Perang tidak dapat dihindari. Kedua pasukan bergegas untuk maju. Suara dentingan pedang dan teriakan kesakitan menggema. Darah berceceran. Tapi keadilan harus ditegakkan. Siapa lagi yang akan menegakkan keadilan kalau bukan seorang Ali. Orang yang sejak kecil diasuh langsung oleh kehangatan rumah Kanjeng Nabi.
Bicara soal keadilan, Imam Ali mendapat bimbingan langsung dari manusia yang paling adil hidupnya. Dari manusia yang paling lembut hatinya tetapi juga tegar prinsip hidupnya. Rasulullah, sepupu, guru dan orang tua angkatnya mengajari soal keadilan langsung ke dalam hati Ali. Dia mencontohkan dengan sikapnya. Dari sanalah Ali mendapat bimbingan di bawah Kalam ilahi.
Baca: Mereka Kibarkan Bendera “Agama” Namun Gerogoti Pancasila
Perang berlangsung sengit. Pasukan Imam Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Mungkin tinggal sekelebat lagi Muawiyah dan seluruh pasukannya bisa ditaklukkan.
Tapi, mereka menggunakan trik licik. Di tengah keterhimpitan, mereka menempelkan lembaran-lembaran Alquran di ujung pedangnya. Pasukan Imam Ali goyah. Lembaran-lembaran kitab suci itu merontokan semangatnya. Mereka khawatir melukai kemurnian agama apabila menyerang musuh yang membawa lembaran Quran di ujung pedangnya.
Sejarah akhirnya mencatat, perang berakhir dengan diplomasi. Dan sekali lagi, dalam diplomasi itu, utusan Imam Ali tertipu.
Muawiyah dan pasukannya menggunakan tulisan-tulisan dalam Alquran untuk menipu. Untuk mencari keuntungan politis semata. Untuk mengelabui musuhnya.
Kelakukan Muawiyah kini ditiru oleh pengikutnya sekarang. ISIS, Alqaedah dan HTI menggunakan kalimat tauhid pada benderanya. Mereka seolah berlindung pada kalimat suci itu. Padahal saban hari kerja mereka membuat kerusakan. Mereka merampas hak manusia, membunuh, bermaksud menegakkan khilafah dengan tipu muslihat.
Ketika Anggota Banser membakar bendera HTI yang memang sudah diharamkan keberadaanya, komplotan bengis itu mulai memainkan sandiwara bahwa Banser membakar kalimat tauhid. Sama persis seperti pasukan Muawiyah yang menempelkan lembaran Alquran di ujung pedangnya.
Sejarah memang berulang. Antek-antek Muawiyah, anak dari Hindun -seorang perempuan yang mengunyah jantung pahlawan Uhud, Hamzah- jaman ini, menggunakan emosi umat Islam untuk menyerang Banser. Padahal yang dibakar Banser adalah bendera HTI. Bendera organisasi terlarang setara PKI.
Baca: Wahabi, HTI, PERSIS Lecehkan Sang Saka Merah Putih dan Pahlawan 
Tapi mereka memang lahir dari kelicikan. Mereka memainkan emosi umat Islam. Mengadu domba dengan manipulasi kalimat tauhid. Sayangnya sebagian umat Islam Indonesia yang bodoh dan buta sejarah banyak yang terpercaya oleh musang berbulu angsa ini. Padahal setiap hari kerja HTI hanya ingin menghancurkan Indonesia untuk diganti dengan khilafah.
Sejarah sudah dengan jelas menggambarkan kelicikan mereka. Kini secara terang-terangan kelicikan itu ditampilkan di depan kita.
Merekalah para pengikut Abu Sufyan. Merekalah pengikut Muawiyah. Merekalah pengikut Yazid. Keluarga yang sepanjang hidupnya membenci Nabi dan keluarganya.
Apakah kita akan tertipu lagi, ketika Banser membakar bendera HTI? Tidak.
Umat Islam Indonesia dan para santri dalam barisan. Banser menghargai kalimat tauhid. Tetapi juga bukan umat yang mudah ditipu oleh bendera dan simbol-simbol. Kalimat tauhid berada dalam dalam sanubari Banser. Bukan di atas lembaran bendera yang justru jadi lambang untuk menghancurkan Indonesia. (SFA)
Sumber: www.EkoKuntadhi.com
Bendera Teroris ISIS dan HTI
Sumber Berita : http://www.salafynews.com/eko-kuntadhi-teroris-bersembunyi-dibalik-bendera-tauhid.html

Bendera HTI Berkalimat Tauhid Diamankan dengan Tertib di Tasik

BANDUNG – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menyatakan pembakaran bendera tauhid di Garut merupakan cara penanganan yang bermasalah terhadap bendera HTI. Padahal penanganan bendera HTI di lokasi sebelumnya tidak menimbulkan masalah.
“Peristiwa pembakaran tersebut akibat adanya penggunaan kalimat tauhid dalam bendera HTI sebagai ormas yang sudah dilarang keberadaannya, yang muncul dalam upacara Hari Santri di beberapa daerah di Tasikmalaya, saya juga di sana, (bendera itu) muncul di sana, oknum maupun benderanya,” kata Wiranto dalam jumpa pers di kantor Kemenkopolhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (23/10/2018).
Wiranto menyebut ada bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah ormas yang dilarang pemerintah Indonesia, yang sempat beredar di Tasikmalaya, Jawa Barat. Namun pengamanan bendera itu bisa dilakukan dengan tertib.
“Untuk daerah lainnya, bendera oknum tersebut dapat diamankan dengan tertib tanpa insiden,” kata Wiranto.
Namun peristiwa pengamanan bendera bertuliskan kalimat tauhid di Limbangan, Garut, Jawa Barat, pada Senin (22/10) kemarin, menjadi kontroversi. Soalnya, pengamanan dilakukan dengan cara dibakar oleh oknum Banser.
“Tetapi di Garut cara mengamankannya dengan cara dibakar oleh oknum Banser. Ternyata menimbulkan problem, masalah,” kata Wiranto.
Peristiwa tersebut telah menimbulkan kesalahpahaman. Pemerintah lantas meminta PBNU dan GP Ansor, sebagai organisasi yang menaungi Banser, untuk mengklarifikasi peristiwa di perayaan Hari Santri Nasional itu. [ARN]

Sejarah Hari Santri Nasional

Islamindonesia.id – Sejarah Hari Santri Nasional
Setiap tahunnya, setiap tanggal 22 Oktober kini di Indonesia diperingati sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Keputusan HSN ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia di masa kepemimpinan Presiden Jokowi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015.
Namun apakah alasan dibalik pemilihan tanggal 22 Oktober sebagai HSN? Dilansir dari NU Online, penetapan tanggal tersebut terkait erat dengan sejarah tegaknya NKRI, yakni Hari Pahlawan tanggal 10 November.
Indonesia mengenal peristiwa 10 November 1945 ketika rakyat Indonesia melakukan pertempuran hebat melawan pasukan sekutu yang dipimpin oleh Inggris. Meskipun banyak korban yang berguguran, namun Indonesia berhasil mempertahankan kedaulatannya. Untuk menghormati pahlawan yang gugur pada peristiwa tersebut, maka sejak tanggal 16 Desember 1959, Pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 316 tahun 1959, menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Lalu apa kaitannya dengan 22 Oktober? Ternyata sebelum pecahnya pertempuran 10 November, 20 hari sebelumnya, yakni tangal 22 Oktober 1945, ulama-ulama terkemuka di Indonesia, salah satunya adalah KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, menetapkan hari itu sebagai Resolusi Jihad untuk melawan penjajah. Jadi kesuksesan peristiwa 10 November untuk mempertahankan NKRI tidak terlepas dari peran para ulama dan santri-santrinya yang turut berjuang untuk mempertahankan NKRI.
Beberapa catatan sejarah menyatakan bahwa tanpa bantuan para santri dan ulama, kesuksesan bangsa Indonesia mempertahankan NKRI tidak akan terwujud. Terlebih, pada waktu itu, karena pemerintah Indonesia masih pemerintahan muda yang baru merdeka, ketimbang menuruti pemerintah, para santri lebih patuh terhadap kiai/ulamanya.

Perbedaan Pendapat
Bertolak dari peristiwa bersejarah tersebut, maka pada tahun 2015 ormas-ormas Islam Indonesia berkumpul di Bogor untuk menetapkan HSN. Dilansir dari CNN Indonesia, mereka yang hadir adalah Al Irsyad, DDI, Persis, Muhammadiyah (Sekretaris Umum Abdul Mu’ti), MUI (Ketua Umum KH Ma’ruf Amin), PBNU (Ketua Umum Said Aqil). Selain ormas, ada juga sejarawan dan pakar Islam, seperti Azyumardi Azra.
KH Abdul Ghoffar Rozien, atau biasa disapa Gus Rozien, masih mengingat betul peristiwa bersejarah 22 April 2015. Pada Rabu itu, bertempat di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat tengah dibahas agenda penting. Tema utama yang diusung adalah pembahasan kapan pastinya Hari Santri ditetapkan.
Gus Rozien menceritakan, beragam pemikiran muncul dalam pertemuan tersebut. Seperti, Hari Santri akan melahirkan eksklusifisme. Sebab, bukan tidak mungkin kelompok lain di luar santri akan menuntut hal serupa.
Dari rangkaian pemikiran itu, sampailah pada 22 Oktober diusulkan menjadi Hari Santri. Pada tahap ini, dia mengaku, masih ada yang tidak setuju Hari Santri jatuh pada 22 Oktober. Namun, akhirnya mayoritas yang hadir dalam pertemuan tersebut sepakat Hari Santri ditetapkan pada 22 Oktober.
“Tetapi dari 13 ormas yang hadir itu, 12 di antaranya menandatangani usulan Hari Santri tanggal 22 Oktober. Semua sepakat kecuali satu. Kecuali satu yang kemudian tidak menandatangani usulan itu. Semuanya sepakat,” kata dia.
Salah satu ormas yang tidak menandatangi kesepakatan itu adalah Muhammadiyah. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid pun ikut setuju penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri.
“Eh, begitu sudah dekat mau dideklarasikan, Din Syamsuddin tidak setuju. Kirim surat ke Presiden Jokowi,” kata Kang Said, sapaan akrab KH Said Aqil Siradj.
Alasan penolakan Muhammadiyah, dia mengungkapkan, di saat-saat Indonesia membutuhkan persatuan, akan terjadi polarisasi jika nantinya ada Hari Santri. Akan ada santri dan nonsantri sehingga berpotensi menimbulkan perpecahan.
“Saya jawab, pertama, yang namanya santri di sini bukan hanya alumni pesantren atau jiwanya santri, tapi beragama Islam, berakhlak, hormat sama kiai. Saya contoh ke pak Nuh (Muhammad Nuh, mantan Mendikbud era SBY). Prof Nuh itu bukan (keluaran Pondok Pesantren) Lirboyo, bukan Jombang, alumninya, SD, SMP, SMA, ITS, (lulusan) Prancis, sudah, tapi santri itu. Itu bukan (keluaran) pesantren, tapi jiwanya santri. Hormat pada kiai, hormat pada ulama. Jadi tidak benar kalau memaknai hari santri itu hanya miliknya santri, miliknya alumni pesantren,” katanya menjelaskan.
Kang Said menjelaskan, dengan ditetapkannya Hari Santri tidak akan membentuk polarisasi di masyarakat. Tidak juga berpotensi memecah persatuan. Sebab, banyak hari nasional yang dimungkinan menimbulkan gejolak ternyata tidak.
“Sama waktu Pak Jokowi meresmikan Masjid KH Hasyim Asy’ari, di Daan Mogot (Jakarta Barat), Din kirim surat juga. Minta ditunda peresmian Masjid KH Hasyim Asy’ari. Alhamdulillah Pak Jokowi menerima usul saya menetapkan ada hari santri, hari di mana peran santri dan kiai, sangat menonjol dalam perjalanan bangsa ini,” ujarnya.
Pertemuan yang dihelat dua hari itu, merupakan perintah langsung Presiden Jokowi kepada Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin. Sebelumnya, pemerintah mengusulkan Hari Santri diperingati pada 1 Muharram atau Tahun Baru Islam.
Usulan tersebut tidak disetujui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Akhirnya, melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015, Presiden Jokowi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri.
“Mereka (para menteri terkait) memberikan dukungan terhadap rencana penetapan Hari Santri pada 22 Oktober dan pada tanggal tersebut bukan hari libur nasional,” ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Kang Said menambahkan, usulan Hari Santri belum ada pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Usulan tersebut baru lahir pada kepemimpinan Presiden Jokowi. Sebab, saat kampanye Pilpres 2014 Jokowi sempat menjanjikan hal tersebut.
“Karena Pak Jokowi melemparkan dulu maka kita sambut. Hanya belum jadi hari libur, belum. Tidak apa-apa. Tidak harus liburlah,” ucapnya.
Dia mengaku, awalnya PBNU belum berkeinginan Hari Santri menjadi hari libur layaknya hari libur nasional. Walaupun wacana tersebut sudah dibicarakan di internal.
“Ya di internal sudah. Memeriahkannya enggak tersentuh dengan kerja. Ini kan memeriahkannya jadi tersendat,” ujarnya.

Gagasan NU
Terkait tuduhan yang mengatakan HSN sebagai bentuk eksklusifitas NU, karena ketika peristiwa 22 Oktober 1945 tokoh sentral yang mengeluarkan Resolusi Jihad adalah KH. Hasyim Asy’ari, beberapa tokoh NU menyangkalnya.
Gus Rozien misalnya mengatakan, “Mbah Hasyim sebagai motornya. Mbah Hasyim itu cuma mengorganisir. Kalau Mbah Hasyim mau, resolusi jihad cukup ditandatangani Mbah Hasyim saja. Tetapi tidak, Mbah Hasyim mengumpulkan ulama se-Jawa dan Madura. Itu bukti bahwa Mbah Hasyim merangkul kebersamaan para kiai dan ulama serta ormas lain. Ada dari Muhammadiyah yang hadir (pada resolusi jihad yang kedua).”
Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin mengatakan, ditetapkan Hari Santri merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap peran santri. Alasannya, merupakan hari besar gerakan kaum santri menentang penjajah.
“Kalau mau hari santri, ya di mana gerakan santri itu, dalam konteks pembela negara. Ini yang tepat, lahirnya Resolusi Jihad. Runutan dan konteksnya dalam konteks kenegaraan. Runutnya juga dan ke-Indonesia-an. Peristiwanya kebangsaan dan ke-Indonesia-an. Kalau ini gerakan santri,” ujarnya.
Dia juga menampik jika dikatakan santri itu adalah NU. Sebab, ada yang santri bukan merupakan NU.
“Cuma karena NU itu kebanyakan santri, yang santri itu kebanyakan NU, kemudian sepertinya diidentikan NU dengan santri. Sebenarnya santri itu tidak hanya NU, tapi karena kebanyakan santri adalah NU,” katanya mengungkapkan.
PH/IslamIndonesia
Sejarah Hari Santri Nasional Mbah Hasyim
Sumber Berita : https://islamindonesia.id/sejarah/sejarah-hari-santri-nasional.htm

HTI dan Tipu-tipu Bendera Tauhid

Oleh: Denny Siregar*
Peristiwa pembakaran bendera HTI di acara Hari Santri oleh Banser NU berbuntut panjang.
Polisi langsung mengambil tindakan dengan mengamankan anggota Banser yang melakukan pembakaran. Bukan, mereka bukan menjadi tersangka tapi justru menjadi saksi adanya provokasi yang dilakukan sekelompok orang yang nekat mengibarkan bendera HTI ketika Banser NU sedang merayakan Hari Santri di Garut.
Kapolda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto langsung mengeluarkan statemen, bahwa yang dibakar Banser NU bukan bendera tauhid, tetapi bendera HTI. Bendera HTI memang memiliki model yang sama dengan bendera kelompok teroris dunia seperti Alqaeda dan ISIS, sama-sama bertuliskan kalimat tauhid dan berwarna hitam.
Baca juga Ketua GP Ansor: Itu Bukan Bendera Tauhid, Itu Bendera HTI
Kenapa mereka pakai warna hitam? Karena mereka meyakini hitam itu adalah warna perang saat masa Rasulullah SAW. Jadi, bendera hitam adalah bendera perang.
Hizbut Tahrir Indonesia memang licik. Mereka bersembunyi di balik kalimat Tuhan, supaya mudah memprovokasi masyarakat awam yang terpesona dengan kalimat tauhid yang ada di bendera itu. Masyarakat awam tidak banyak yang tahu bahwa Alqaeda dan ISIS mempunyai bendera yang sama dan digunakan sebagai simbol untuk membantai sesama manusia.
Sejak lama HTI menggunakan bendera itu untuk menyebarkan ajaran "negeri khilafah"nya. Setiap demonstrasi yang mereka lakukan untuk menarik perhatian masyarakat terhadap kegiatan mereka, bendera hitam itu selalu muncul disandingkan dengan bendera lain yang berwarna putih.
Dengan begitu, HTI secara setahap melakukan legitimasi di pemikiran bahwa organisasi mereka adalah organisasi pelindung Islam. Padahal sejatinya mereka sedang memfitnah Tuhan.
Karena bendera tauhid itulah, simbol-simbol mereka tetap ada sebagai bagian dari eksistensi mereka. Mereka ingin mengingatkan masyarakat bahwa HTI tidak hilang. Dan ketika ada yang merampas bahkan membakar bendera itu, rakyat akan menjadi tameng mereka. Keji nian.
Seorang teman berkata, "Coba HTI berani mengibarkan bendera itu di Arab Saudi sana. Mereka sudah pasti ditangkap karena makar dan bisa dipancung kepalanya."
HTI memang dilarang di Saudi dan banyak negara lainnya karena mengancam kedaulatan. Dan simbol-simbol mereka, termasuk bendera hitam itu, tidak boleh beredar di negara yang mengharamkan keberadaan mereka.
Indonesia adalah negara termuda yang melarang kegiatan HTI, dan baru menyadari bahayanya sehingga membubarkan kegiatan mereka tahun 2017 lalu. Hanya, Indonesia masih membiarkan simbol-simbol HTI seperti bendera hitam itu karena dianggap tidak berbahaya. Mungkin baru sekarang pemerintah sadar betapa bahayanya simbol-simbol itu ketika beredar di jalanan.
Seharusnya HTI harus diperlakukan sama seperti Partai Komunis Indonesia atau PKI. Sebagai sama-sama organisasi terlarang, simbol mereka juga tidak boleh dipertontonkan di khalayak ramai. Bukan karena takut, tetapi supaya tidak menimbulkan perpecahan. Bahaya jika simbol itu dianggap kebenaran oleh masyarakat awam yang lalu menjadikannya sebagai tameng seperti yang dilakukan HTI pada Banser NU saat di Garut kemarin.
HTI sejatinya jauh lebih berbahaya dari PKI. PKI sudah musnah karena ideologi komunis tidak menarik lagi sesudah era perang dingin Amerika dan Uni Soviet selesai. Sedangkan HTI membawa nama agama yang sudah terbukti membawa perpecahan di banyak negara seperti yang terjadi di Suriah, Libya, Irak dan Afghanistan. Jika tidak segera ditindak, HTI akan membawa api ke negeri tercinta ini.
Meskipun HTI dengan licik mengatakan bahwa mereka tidak punya bendera, tapi sebuah kelompok, komunitas atau organisasi pasti membawa simbol untuk menyatukan mereka. Tanpa simbol mereka bukan apa-apa.
HTI adalah contoh terbaik dari pepatah "Serigala berbulu domba". Mereka adalah kawanan serigala yang menyusup di antara domba-domba yaitu kalangan muslim awam. HTI berbaju mereka, untuk kemudian suatu saat memangsa mereka satu persatu.
Melawan tipu-tipu HTI tidak bisa tidak, harus membasmi mereka seakar-akarnya. Karena ideologi HTI adalah ideologi makar yang sudah membuat banyak negara terpecah karena membiarkannya.
Angkat cangkir kopinya....
*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
https://www.tagar.id/Asset/uploads/787942-bendera-hti.jpeg
Bendera HTI. (Foto: nu.or.id)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/hti-dan-tiputipu-bendera-tauhid

GP Ansor: Siapa yang Ingin Bubarkan Banser?

Jakarta, (Tagar 23/10/2018) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas memastikan Barisan Ansor Serbaguna (Banser), bukan membakar bendera kalimat tauhid melainkan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Kalau membakar bendera tauhid tidak. Kalau bendera HTI saya akan jawab, iya bendera HTI," ujarnya kepada Tagar News di Jakarta, Selasa (23/10)
Meskipun memang benar terjadi pembakaran bendera, menurut pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini, tidak seharusnya Banser melakukan tindakan sendiri tanpa mengindahkan aturan yang sudah dibuat.
Baca juga Wiranto: Polisi dan Kejaksaan Akan Tangani Kasus Bendera Tauhid
Seperti yang sudah dilakukan Banser Garut saat merayakan Hari Santri Nasional, di Garut, Jawa Barat, Minggu (21/10).
Bendera HTIHTI membawa benderanya di GBK. (Foto: Dokumentai Pribadi Gus Yaqut)

"Kami punya protap. Kalau menemukan simbol-simbol terlarang, seperti atribut-atribut HTI agar didokumentasikan, lalu dilaporkan kepada aparat kepolisian. Tidak bertindak sendiri, termasuk membakarnya," tegasnya.
Banser yang terlibat dalam pembakaran bendera, tetap akan ditindaklanjuti, sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuat, ujarnya.
"Sanksi akan diberikan sesuai dengan tingkat kesalahannya," ujar Gus Yaqut.

Tuai Protes Online
Petisi Bubarkan BanserPetisi Online Bubarkan Banser. (Foto: change.org)

Tindakan pembakaran bendera tersebut oleh Banser Garut ini rupanya bermuara pada protes keras dari publik yang ingin membubarkan Banser. Dari penelusuran Tagar News Selasa Sore, (23/10) protes tersebut salah satunya dilayangkan melalui webiste change.org.
Menanggapi protes tersebut, Gus Yaqut mempertanyakan protes yang dilayangkan secara online oleh publik apakah merefleksikan kenyataan masyarakat sebenarnya.
"Ya apakah media sosial itu benar-benar seperti yang ada di masyarakat? Banser ini memiliki sejarah panjang atas negeri ini. Kalau ada yang ingin membubarkan, siapa?" kata dia.
Jika memang ada yang benar-benar menginginkan pembubaran Banser, publik menurutnya, harus menempuh cara seperti saat membubarkan HTI dulu.
"Kalau toh ada yang ingin (membubarkan), kan ada prosedurnya? Seperti membubarkan HTI itu loh," jelas dia.
Sebelumnya, akun Shilvia Nanda memulai pembuatan petisi online. Isinya soal keinginan untuk membubarkan Banser.
"Jika apa yang dilakukan saat ini lebih meresahkan sesama muslim dalam berdakwah serta mencoreng kerukunan sesama, alangkah baiknya organisasi Banser dibubarkan saja!" tulis akun Shilvia Nanda dalam petisi online tersebut.
Petisi Bubarkan Banser 
Petisi Online Bubarkan Banser 2 (Foto: change.org)

"Mengacu pada Pasal 59 ayat 3 Perppu no 2/2017 yang sudah disahkan jadi UU no 16/2017 (UU Ormas) maka BANSER sudah memenuhi kriteria pembubaran ormas dan tepat publik minta pada pemerintah untuk  DIBUBARKAN!" seru akun itu.
Petisi change.org ini ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Hingga Selasa Sore (23/10), sebanyak 30-ribuan akun yang terus bertambah, telah menandatangani petisi online berjudul BuBaRKaN BANSER. []
https://www.tagar.id/Asset/uploads/406751-resolusi-jihad-2011-gp-anshor.jpeg
Dokumentasi Kegiatan Resolusi Jihad 2011. (Foto: anshor.id)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/gp-ansor-siapa-yang-ingin-bubarkan-banser

Selamat Tinggal, PKS

Oleh: Denny Siregar*
Ini bisa jadi tahun terburuk bagi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS.
Ramai-ramai pengurus intinya di daerah mundur dari partai karena dianggap PKS sekarang sudah tidak sejalan lagi dengan komitmen awal. Kemarin puluhan orang struktural PKS yang sudah bertahun-tahun membangun partai ini di Binjai, mencopot baju mereka. Mereka mundur sambil menangis.
Sebelumnya, puluhan pengurus Dewan Pimpinan Wilayah DPW PKS Bali juga mundur berjamaah, diikuti pengurus-pengurus DPDnya. Alasan mereka sama. Dewan Pusat PKS sudah tidak sejalan dengan mereka karena dengan seenaknya mengganti dan merombak struktur kepengurusan yang sudah dibuat mereka.
Ada yang menyebutkan, bahwa DPP PKS pimpinan Sohibul Iman sedang bersih-bersih anggota PKS pengikut Anis Matta, meski anggapan ini ditolak oleh pimpinan pusat. Tapi apa pun alasannya, ini situasi berbahaya bagi PKS sejatinya.
Baca juga: PKS, Konflik Internal dan Peluang Gagal ke Senayan
Hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengingatkan bahwa PKS terancam tidak lolos parliamentary threshold yang harus didapatkan setiap partai minimal 4 persen. PKS sendiri dari hasil survei sementara hanya mendapat 3,7 persen. Sedangkan adik tirinya PAN lebih parah lagi, hanya 2,3 persen.
Dan hasil survei LIPI ini dikuatkan juga oleh LSI Denny JA. PKS terancam gurem di 2019 dan tidak punya kekuatan apa pun di parlemen pusat karena tidak punya kursi. Dalam artian, "Selamat tinggal PKS, sampai jumpa lagi".
Jika PKS hilang dari peredaran, tentu kita semua sedih. PKS biar bagaimanapun mewarnai dunia politik kita. Banyak hiburan yang kita dapatkan dari partai suci ini. Semisal korupsi sapi oleh ketua umumnya dahulu, maupun timeline porno di Twitter yang jadi langganan salah seorang mantan Menterinya.
Mungkin memang PKS sudah saatnya tidak menjadi partai politik lagi, tapi fokus pada bagaimana mengawini banyak wanita sesuai sunnah Nabi seperti yang mereka yakini.
PKS bisa membuat seminar-seminar "Bagaimana cara kawin lagi tapi tidak dimarahi istri" atau "tips-tips minta izin kawin lagi" yang pasti akan diminati banyak pendukungnya yang lelaki.
Jadi singkatan PKS pun akan berubah menjadi Perkumpulan Senang Sekali dengan berbagai tips dan trik membangun surga duniawi.
Setuju kan? Kalau setuju, mari seruput kopinya....
*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
https://www.tagar.id/Asset/uploads/999241-pks.jpeg
Partai Keadilan Sejahtera. (Foto: Facebook/Partai Keadilan Sejahtera)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/selamat-tinggal-pks

Polisi Memburu Pembawa Bendera Bertuliskan Kalimat Tauhid

Jakarta, (Tagar 24/10/2018) - Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan polisi telah mengantongi identitas pelaku yang membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid ke acara perayaan Hari Santri Nasional yang diadakan di Alun-alun Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Senin (22/10).
Hal tersebut terkait terjadinya pembakaran bendera dalam acara tersebut.
"Yang membawa bendera, sudah kami ketahui identitasnya. Polres Garut dibantu Polda Jabar sedang melakukan pengejaran," kata Irjen Setyo dalam konferensi pers di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Selasa (23/10) mengutip kantor berita Antara.
Sejauh ini Polres Garut telah meminta keterangan tiga orang saksi dalam kasus pembakaran bendera itu.
Baca juga: Masyarakat Jangan Terprovokasi Bendera dengan Tulisan Arab
Tiga saksi tersebut terdiri atas seorang panitia acara dan dua orang diduga pelaku pembakaran bendera.
Menurut dia, berdasarkan keterangan para saksi tersebut, mereka membakar bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang telah dinyatakan terlarang oleh pemerintah.
"Dari keterangan mereka, mereka membakar bendera HTI," ungkap Setyo.
Dalam kesempatan itu, Setyo juga meminta masyarakat agar bersabar dan memberikan waktu kepada polisi untuk mengusut peristiwa ini.
"Saya imbau masyarakat agar sabar dan memberikan waktu kepada penyidik untuk mendalami peristiwa ini. Kami akan bertindak secara profesional," katanya.
Sebelumnya, beredar video berdurasi 02.05 menit di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat ada seseorang berbaju Barisan Serba Guna Nahdlatul Ulama (Banser NU) yang membawa bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid.
Belasan orang diduga anggota Banser lainnya kemudian berkumpul untuk bersama-sama menyulut bendera tersebut dengan api. Sebagian dari mereka mengenakan pakaian loreng khas Banser lengkap dengan baret hitam. []
https://www.tagar.id/Asset/uploads/152063-penyelidikan-kasus-ratna-sarumpaet.jpeg
Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto (kiri) mengatakan, "Yang membawa bendera, sudah kami ketahui identitasnya." (Foto: Antara/Aprilio Akbar)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/polisi-memburu-pembawa-bendera-bertuliskan-kalimat-tauhid

Masyarakat Jangan Terprovokasi Bendera dengan Tulisan Arab

Garut, (Tagar 24/10/2018) - Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Budi Satria Wiguna mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bijaksana dalam menanggapi persoalan kasus dugaan pembakaran bendera yang terdapat tulisan Arab di Kabupaten Garut, Jawa Barat, agar situasi dan kondisi keamanan tetap terjaga dengan baik.
"Berpikirlah sedikit bijaksana, lebih bagus melaporkan kepada pihak yang berwajib kalau menemukan hal-hal ganjil," kata Budi kepada wartawan di Garut, Selasa (23/10) mengutip kantor berita Antara.
Ia menuturkan, Kepolisian Garut sudah maksimal menangani kasus dugaan pembakaran bendera yang ada tulisan Arab oleh kelompok orang saat peringatan Hari Santri di Limbangan Garut, Senin (22/10).
Polisi, lanjut dia, langsung bertindak cepat dan mengamankan sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait aksi pembakaran tersebut.
Baca juga: HTI dan Tipu-tipu Bendera Tauhid
"Kami godok dulu, ini ada para senior, ada dari Mabes ada dari Polda ada, kita konstruksi kalau memang ada unsur pidananya," katanya.
Kapolres mengimbau, masyarakat untuk tidak terprovokasi dalam menanggapi kasus tersebut, karena khawatir ada pihak tertentu yang ingin menciptakan Kabupaten Garut rusuh atau tidak aman.
Ia berharap, tidak ada pihak yang memanfaatkan kasus pembakaran tersebut untuk menjadikan Kabupaten Garut tidak aman.
"Mengimbau jangan mudah terprovokasi," katanya.

Jangan Sebar Video
Budi Satria Wiguna juga meminta masyarakat agar video tentang dugaan pembakaran bendera dengan tulisan Arab di Kabupaten Garut, Jawa Barat tidak disebar lagi karena dikhawatirkan menimbulkan keresahan masyarakat luas.
"Jangan menyebarkan konten-konten yang sifatnya seperti video pembakaran bendera itu lagi," kata Budi.
Ia menuturkan, Kepolisian Resor Garut sudah menindaklanjuti adanya dugaan pembakaran bendera bertuliskan Arab, berikut mengamankan sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
Aksi yang terekam video itu, Budi berharap, tidak disebarluaskan lagi oleh masyarakat, karena khawatir akan semakin memperburuk kondisi dan situasi keamanan di Kabupaten Garut.
"Jangan, sudah 'clear' semua," katanya pula.
Jika ada pihak yang menyebarkan video tersebut, kata dia, maka akan ditindaklanjuti oleh kepolisian. "Kita kejar lagi," katanya.
Dia berharap masyarakat memahami situasi kasus pembakaran tersebut, agar tidak mudah terbawa arus yang akhirnya memiliki asumsi sendiri.
Sejak muncul laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh kepolisian, kata dia, kondisi keamanan di Kabupaten Garut tetap terjaga dan terkendali.
"Sampai detik ini saya nyatakan Garut aman," katanya pula.

Penyebar Pertama Video Dikejar
Pada hari yang sama, Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak kembali menyebarluaskan video pembakaran bendera HTI yang terjadi di Garut saat peringatan Hari Santri Nasional 2018.
"Jangan dishare (disebarkan) lagi," ujar Kapolda Jabar, Irjen Pol Agung Budi Maryoto, di Mapolda Jabar, Selasa.
Agung mengatakan, imbauan tersebut dimaksudkan agar situasi di masyarakat kembali kondusif dan tidak terpancing kepada hal-hal yang dapat merugikan seluruh pihak.
Ia juga berjanji akan mencari pengunggah pertama serta penyebar video pembakaran bendera tersebut guna dimintai keterangan secara mendalam.
"Kita selidiki yang merekam dan mengupload," kata dia.
Video pembakaran tersebut menjadi viral di media sosial dan memancing beragam reaksi di warganet. Ada yang mengutuk keras bahkan tak sedikit yang mendukung dengan alasan bendera tersebut simbol HTI, organisasi yang telah dibubarkan pemerintah.
Maka dari itu, Polda Jabar juga sekaligus akan mengusut orang yang membawa bendera HTI itu. Agung menegaskan, dalam penyelesaian perkara ini, Polda akan menyelidiki secara profesional dengan mengundang para ahli.
"Kita profesional akan undang ahli untuk gelar perkara. Nanti ahli menentukan, sekarang ini sedang pra penyelidikan," katanya.

Waspada Upaya Adu Domba Umat Islam
Sebelumnya di Jakarta pada Senin (22/10) Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengimbau masyarakat agar jangan terprovokasi atas tersebarnya video mirip Banser yang membakar bendera mirip lambang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Tidak perlu dibesar-besarkan dan dijadikan polemik karena hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman dan memicu gesekan," ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi.
Menurut dia, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan apalagi ditanggapi secara emosional dengan menggunakan kata-kata kasar seperti melaknat, mengatakan biadab dan menuduh seperti PKI.
Bagi Banser dan semua pihak, ia meminta untuk berhati-hati dan tidak gegabah melakukan tindakan yang dapat memancing emosi umat Islam.
Tindakan pembakaran bendera dan respon berlebihan, tambahnya dapat menimbulkan ketersinggungan kelompok yang dapat memicu konflik internal umat beragama.
Mengutip pernyataan Ketua Umum GP Ansor, dia mengatakan organisasi induk Banser telah memberikan penjelasan alasan pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid oleh anggotanya.
Persoalan itu, ujarnya semata untuk menghormati dan menjaga agar tidak terinjak-injak atau terbuang di tempat yang tidak semestinya.
"Hal tersebut disamakan dengan perlakuan kita ketika menemukan potongan sobekan mushaf Al Quran yang dianjurkan untuk dibakar, jika kita tidak dapat menjaga atau menyimpannya dengan baik," lanjut dia.
Dia meminta kepada semua pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing dan terprovokasi pihak-pihak yang ingin mengadu domba dan memecah-belah bangsa Indonesia. []
https://www.tagar.id/Asset/uploads/787981-mui.jpeg
Kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Foto: moneter.co.id)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/masyarakat-jangan-terprovokasi-bendera-dengan-tulisan-arab

Menakar Perang Pasukan Influencer Jokowi VS Prabowo

Demi meraup suara sebanyak-banyaknya pasangan Capres dan Cawapres berusaha melakukan segala cara. Termasuk mendekati generasi milenial dengan cara-cara yang identik dengan kehidupan, gaya hidup, kebiasaan dan keinginan generasi milenial.
Rupanya generasi milenial dinilai oleh kubu oposisi sebagai potensi suara yang sangat besar. Sehingga mereka berusaha untuk bisa memenangkan hati generasi ini. Menjelang kampanye Pilpres 2019, kata Sandiaga Uno, Prabowo sudah berubah. Kini kita akan melihat The New Prabowo yang asik untuk milenial.
Pada pemilu 2019, diperkirakan ada 196,5 juta orang yang berhak memberikan suara. Dari jumlah itu, 100 juta diantaranya adalah pemilih muda berusia 17-35 tahun. Partai politik dan politisi berlomba menggaet kelompok ini.
Bicara branding, Sandiaga Uno, dalam sebuah wawancara mengungkapkan bahwa kita akan melihat sosok Ketum Gerindra yang baru. Sandi menyebut inilah The New Prabowo. Sebuah konsep perubahan diri yang dibangun untuk mendekatkan Prabowo dengan calon pemilih. Menurut klaim Sandi, sekarang Pak Prabs lebih cair dan mendengarkan.
“Pak Prabowo itu orangnya asyik, The New Prabowo yang kita selalu bilang sekarang orangnya sangat cair, sangat mendengar, menghormati. Pak Prabowo sudah melewati dinamikan politik kita, sangat menghargai bahwa proses demokrasi harus mempersatukan, jangan memecah belah,” kata Sandiaga Uno di depan Masjid At-Taqwa, Jalan Swiwijaya Raya, Kebayoran Baru (22/8).
Oposisi berusaha adaptasi untuk merayu generasi milenial dengan memunculkan narasi The New Prabowo. Sedangkan kubu petahana sebenarnya sudah sejak dulu menyadari dan telah mendekat ke generasi milenial.
Beberapa bulan yang lalu pernah buming film yang menjadi kegemaran baru generasi jaman now yaitu DILAN 1990. Ternyata Jokowi dan Dilan sama-sama difilmkan, sama-sama sederhana, dan sama-sama pernah diragukan.
Setelah satu bulan tayang di bioskop, penggemar film “Dilan 1990” ramaikan #TolakDilanTurunLayar. Jokowi pun turun tangan. Melalui page Facebook, Jokowi unggah foto sedang pamerkan tiga lembar tiket bioskop dengan caption, “Hari Minggu kalian kemana? Saya menonton film yang sedang tayang di bioskop-bioskop tanah air: Dilan 1990.”
Selain strategi seperti tadi, kedua pasangan Capres dan Cawapres pun menggaet para influencer.
Di Pilpres 2019, terdapat fenomena baru yakni para influencer yang direkrut oleh kedua paslon Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi. Fenomena tersebut merupakan strategi baru untuk menggaet suara. Berbeda pada Pilpres 2014 lalu, saat itu yang lebih dikenal adalah para relawan dan gaya blusukan Jokowi. 
Pesona dan pengaruh para influencer, khususnya di media sosial, membuat kedua paslon rela menggaet mereka untuk masuk di tim pemenangan masing-masing. Kedua paslon berharap, peran influencer mampu meraup suara dari pemilih muda atau generasi milenial yang mencapai 40 persen dari total pemilih sebanyak 187 juta jiwa.
Di kubu Jokowi-Ma'ruf, bahkan dibentuk unit khusus influencer yang berada di bawah Direktur Relawan Maman Imanul Haq. Unit tersebut dikoordinatori oleh eks Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama (Purn) TNI Dwi Badarmanto.
Tercatat ada sebanyak 32 influencer yang dikomandani Dwi Badarmanto. Nama-nama influencer Jokowi-Ma'ruf di antaranya yakni artis Nafa Urbach, Tina Toon, dan Okky Asokawati. Dalam daftar tersebut juga terdapat beberapa nama artis yang kini berkecimpung di dunia politik seperti mantan presenter Sonny Tulung (PKPI), Nurul Arifin (Golkar), dan Rieke Dyah Pitaloka (PDIP).
Sementara itu di kubu Prabowo-Sandi, juga terdapat nama-nama influencer yang tidak asing bagi generasi milenial. Beberapa influencer yang bergabung dengan kubu oposisi tersebut di antaranya selebgram Rachel Vennya, Sarah Gibson, Caca Zeta, Febiola Novita, Alvin Faiz, Natta Reza, dan Jenda Mclover.
Apabila diukur juga dari segi popularitas, Rachel Venya melalui akun instagram @rachelvennya, memiliki pengikut berjumlah 2,7 juta akun. Selebgram lainnya Sarah Gibson melalui akun instagram @sarahgibson21, juga memiliki pengikut yang tak kalah banyak yakni 1 juta akun.
Akan tetapi, menurut saya realitas di dunia maya tentu berbeda dengan di dunia nyata. Untuk itu, kampanye konvensional tetap diperlukan untuk menggaet hati pemilih pada 17 April 2019.
Medsos ini realitasnya berbeda dengan ruang nyata. Denyut medsos hanya di kota-kota besar, masyarakat kita masih banyak yang belum melek teknologi, sehingga kampanye konvensional masih diperlukan. Untuk itu sangat tepat apa yang dilakukan Jokowi yang mempunyai hobi blusukan. Sambil membagikan sertifikat tanah gratis, KIS, KIP dan lain-lain. Dengan cara ini Jokowi akan mudah untuk lebih dekat dengan rakyat.
Lalu bagaimana dengan Prabowo? Meminjam pernyataan dari Andi Arief, Prabowo itu malas. Kalau Prabowo Subianto tidak mau aktif keliling Indonesia, maka menurut Andi Arief tak ada rumus ajaib untuk menang. Kalau Prabowo Subianto agak malas-malasan katanya, maka tak mungkin partai pendukungnya menjadi super aktif.
#JokowiLagi
Sumber :

Saatnya Musnahkan Para Pengancam Keselamatan Beragama, Berbangsa, dan Bernegara

Pembakaran bendera Ormas terlarang HTI di sela-sela acara peringatan Hari Santri Nasional di Garut selain memicu gejolak juga memunculkan efek yang menguntungkan bagi kita semua yang menginginkan kedamaian dalam beragama, berbangsa, dan bernegara.
Semua tahu bahwa bendera yang dibakar oknum Banser di Garut adalah bendera yang dipakai oleh Ormas bernama HTI yang sudah dibubarkan dan menjadi terlarang berkegiatan di wilayah NKRI.
ekelas petinggi partai politik atau para elit politisi mustahil tidak mengetahui bahwa bendera yang dibakar oleh oknum Banser di Garut itu adalah bendera Ormas terlarang HTI. Tetapi yang kita saksikan sekarang, mereka mereka memutarbalikkan fakta dengan menyatakan yang dibakar oknum Banser adalah Bendera Tauhid.
Petinggi MUI dan jajaran pengurus yang ikut mendukung pernyataan sikap lembaga tersebut - yang menyatakan bendera yang dibakar bukan bendera HTI - sangat dimungkinkan telah menutupi pengetahuan mereka sendiri atas fakta yang ada di tengah masyarakat.
Ormas-ormas Islam atau tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat yang juga menyatakan sikap sama dengan para politisi dan petinggi MUI bisa saja sedang mengelabuhi dirinya sendiri dengan pura-pura tidak tahu, bahwa dalam kenyataan, eks anggota atau simpatisan Ormas ilegal HTI telah menjadikan berlembar-lembar kain hitam dan putih sebagai bendera dan simbol gerakan mereka.
Begitupun masyarakat umum atau lebih khusus masyarakat Muslim yang dengan suara lantang berdemo dan juga yang berkoar-koar di sosial media dan menganggap telah terjadi penistaan terhadap Kalimat Tauhid. Mereka yang menjadi hakim jalanan dan Sosmed tersebut sangat mungkin terjangkit penyakit pura-pura tidak tahu akan fakta yang sebenarnya.
Adanya beberapa kelompok orang dengan berbagai profesi dan latar belakang yang seolah-olah tidak tahu bahwa bendera yang dibakar di Garut adalah bendera Ormas terlarang HTI hingga mengerahkan massa dan mengajukan tuntutan dan menghakimi oknum Banser telah melakukan penistaan terhadap Kalimat Tauhid harus segera dimusnahkan.
Artinya, momentum ini bagi kita yang masih waras bisa dijadikan kesempatan untuk melangkah secara masif bersama aparat TNI dan Polri, Banser Ansor NU, serta pejabat pemerintah terkait untuk memberangus upaya-upaya jahat yang ada di balik pemanfaatan simbol-simbol agama di negara kita.
Mereka yang telah memanfaatkan agama sebagai alat mengadu domba, dan memanfaatkannya sebagai pemuas nafsu kuasa kelompok-kelompok haus kekuasaan harus segera ditindak tegas. Sekarang adalah momentum yang tepat bagi kita semua melakukannya sesuai kapasitas dan kemampuan yang ada.
Dengan bersama-sama membabat habis para begundal politik, para perongrong kedaulatan negara, dan para perusuh maupun pengganggu ketenteraman hidup beragama, berbangsa, dan bernegara di Indonesia, maka bisa dipastikan kedepannya negara ini akan jauh lebih aman dan tentram. Kebhinekaan dan toleransi akan kembali menguat terjalin erat.
Jika diibaratkan sedang berjalan, kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara kita sekarang sedang menghadapi rintangan atau penghalang yang bisa sangat mungkin menghentikan langkah. Kita juga bisa tidak lagi melanjutkan perjalanan, dan bahkan sangat mungkin terbunuh jika hanya diam menyaksikan.
Mereka yang menghalangi langkah bersama bangsa ini menuju kehidupan yang lebih baik adalah para pengacau yang melakukan segala cara, dan menghalalkan segala tindakannya. Bahkan diantaranya tidak segan mengatasnamakan agama dan tuhan untuk menindas, menganiaya, dan membunuh dengan cara sadis.
Tidak ada alasan bagi siapapun yang masih memiliki rasa cinta pada nasib bangsa dan negara untuk hanya berdiam diri melihat para pengacau melancarkan aksinya di depan mata kepala kita. Tidak banyak waktu lagi untuk membiarkan mereka terus merongrong ke-Indonesia-an kita yang diwarisi leluhur dari masa ke masa.
Kita adalah bangsa yang besar. Indonesia ada karena adanya perjuangan yang tidak mudah. Jiwa raga dipertaruhkan. Nyawa dipersembahkan demi terciptanya Indonesia seperti yang kita diami dan jadikan rumah bersama sekarang ini.
Kita telah menikmati anugerah merdeka sebagai bangsa Indonesia, dengan alam melimpah dan segenap kekayaan budaya, adat istiadat yang ada, serta kekayaan lainnya. Tapi dalam waktu yang sama, kitapun mendapat amanah menjaga dan memeliharanya.
Menjaga semua yang telah diwarisi para pendahulu kita dari ancaman siapapun adalah suatu keharusan. Karenanya mari bersama kita lawan semua gerakan pengacau dan pengancam ketenteraman hidup beragama, berbangsa, dan bernegara seperti yang sekarang mulai marak dilakukan. Dengan begitu, kitapun akan tergolong sebagai anak bangsa yang ikut serta berjuang menjaga kedaulatan NKRI yang telah diwarisi oleh para Pahlawan bangsa ini.
#JokowiLagi

Hoax Ratna-Prabowo dan Operasi Gila Arab Saudi Lenyapkan Jamal Khashoggi

Tidak ada kebohongan yang sempurna. Pun tidak ada operasi pembunuhan yang sempurna. Namun dalam dunia intelijen, tetap saja ada tingkat operasi yang harus sempurna, nyaris sempurna, cukup sempurna, sedang, hampir gagal, gagal dan gagal total.
Operasi-operasi Mossad, FBI, CIA, KGB di seluruh dunia tidak selalu sempurna. Selalu saja ada operasi yang gagal dan malah menjadi blunder. Namun demikian kebanyakan operasi injtelijen yang dilakukan, berhasil dengan tingkat nyaris sempurna. Semua operasi intelijen memang harus dirancang sedemikian rupa, sangat teliti disertai beberapa skenario lain.
Dalam kasus hoax Ratna-Prabowo, tingkat skenario intelijen yang dilakukan bisa dikatakan gagal total. Hal ini sangat disayangkan karena seorang mantan Letnan Jenderal, mantan Komandan pasukan elit Kopassus, Prabowo sekaligus capres 2019 dan seorang Doktor lulusan Rusia, Fadli Zon, wakil ketua DPR, bisa begitu polos dan akhirnya gagal total dalam membuat isu.
Awalnya hoax Ratna Sarumpaet-Prabowo sukses membuat negeri gaduh berhari-hari. Nama Ratna-Prabowo dalam beberapa menit berada di atas angin. Namun aib keduanya akhirnya terbongkar begitu mudah dan memaksa Ratna mengaku. Skenario yang dirancang pun berubah menjadi kegilaan.
Kebohongan Ratna begitu polos nan gila. Ia dengan polos mengatakan dirinya dianiaya oleh tiga lelaki di Bandung. Terjadi saat ia mau pulang ke Jakarta dengan pesawat dan setelah menghadiri konferensi pers Internasional bersama dua warga asing.
Akibat penganiayaan itu, Ratna kemudian mengaku dirawat di rumah sakit atau di sebuah klinik di Bandung tanpa tahu nama rumah sakit. Ratna seolah sudah punya rumus jitu jika orang lain menanyakan detail kejadian. Ia cukup menjawabnya lupa atau tidak tahu.
Seorang mantan Letnan Jenderal Prabowo menambah hebohnya isu penganiyaan Ratna itu dengan sebuah konferensi pers gagah-gagahan. Tanpa check dan rechek serta cross check terutama dari pihak kepolisian, Prabowo dengan wajah tegak melakukan konferensi pers. Isinya telah terjadi sebuah penganiyaan luar biasa atas seorang wanita. Lalu celakanya Prabowo menuduh pihak lain sebagai pelakunya.
Mendengar pengakuan Ratna dan konferensi pers Prabowo, orang biasa, orang kampung sekalipun tetap punya kecurigaan. Apalagi berhadapan dengan para polisi bagian penyelidikan yang sudah dilatih begitu hebat, kecurigiaan dan kejanggalan muncul begitu banyak. Maka tak butuh waktu lama, letak kebohongan Ratna itu dengan mudah ditemukan.
Begitu disodorkan fakta, lengkap dengan data-data jam, bukti CCTV, transfer uang, pengakuan pihak otoritas bandara, pencaharian di rumah sakit, akhirnya Ratna Sarumpaet tak bisa berkutik. Ia tidak mungkin lagi membuat alibi. Tidak ada jalan lain selain mengaku dan meminta maaf. Prabowo pun demikian.
Seperti tikus yang dikejar kucing, tersudut di pojok ruangan, Prabowo dengan muka masam mengakui kesalahan dan meminta maaf. Ia harus rela menjadi pengecut agar selamat. Ia pun dengan sigap melempar kesalahan kepada Ratna dengan alibi sebagai korban pembohongan. Skenario membuat isu besarpun gagal total dengan hasil gila.
Seharusnya Ratna-Prabowo harus lebih detail, merencanakan lebih cerdas, membuat beberapa skenario, melaksanakan simulasi dengan melibatkan ahli-ahli intelijen yang ada di pihaknya. Apalagi Ratna adalah artis peran, maka segala sesuatunya harus benar-benar dirancang dengan sempurna. Kalau bisa harus belajar dari agen-agen Mossad Israel yang terkenal dengan operasi intelijennya.
Antara kasus hoax Ratna-Prabowo dengan kasus pembunuhan Jamal Khashoggi ada kemiripan. Kemiripannya terletak pada pelaku kejahatan. Ratna-Prabowo di satu pihak dan Arab Saudi di pihak lain. Kedua operasi intelijen ini bisa dikatakan gagal total. Ratna-Prabowo gagal total, dan Arab Saudi juga gagal total.
Dalam kasus pembunuhan Jamal Kashoggi, tingkat operasi intelijen Arab Saudi bisa dikatakan gila. Pasalnya, operasi pelenyapan Jamal Kashoggi itu begitu polos dan tidak menunjukkan kelas operasi intelijen yang sesungguhnya. Akibatnya pasca kejadian, Arab Saudi jungkir-balik menjelaskan kasus itu, menjawabnya secara ngawur, berkelit-berbelit, membuat alibi konyol, mengalihkan isu jadi-jadian.
Arab Saudi bagaikan tikus di pojok ruangan yang ditatapi oleh beberapa ekor tikus. Negara-negara lain yang melihat kasus itu, tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan Arab Saudi pontang-panting menjelaskan kasus itu.
Lebih parahnya lagi kasus pembunuhan Jamal Khashoggi itu didasarkan perintah dari yang mulia Putra Mahkota Pangeran Muhammed bin Salman. Bodohnya perintah itu dilakukan tanpa dilalui dengan pertimbangan yang matang.
Ketidak-cermatan operasi intelijen yang dirancang Arab Saudi, terlihat pada tim pelaku operasi. Arab Saudi sengaja mengutus 15 orang datang langsung dari Arab Saudi khusus melenyapkan Jamal Khashoggi. Mereka datang dan pergi pada hari yang sama, dengan pesawat jet yang telah dikenali. Ini jelas sebuah kegilaan.
Dalam operasi intelijen, kalau mau menyamar, seharusnya ke 15 orang eksekutor tersebut menggunakan pesawat komersil, datang tidak bersamaan dan menginap di tempat berbeda. Serta melakukan simulasi terlebih dahulu.
Hasilnya? Dengan mudah para eksekutor diketahui identitasnya. Mereka adalah para pengawal Muhammed bin Salman dan salah satunya adalah ahli forensik. Kegilaan operasi intelijen ini benar-benar konyol. Jika sedikit cerdas, para eksekutor seharusnya orang lain yang tidak ada hubungan dengan putera mahkota? Arab Saudi bisa mengutus tentara lain atau pembunuh bayaran dan bukan pengawal pangeran Salman sendiri.
Kegilaan yang kedua adalah tempat kejadian yakni di Turki. Tingkat kehebatan kepolisian Turki tidak kalah dengan dengan negara Barat lainnya. Mereka mempunyai aparat penegak hukum kelas elit yang bekerja cepat dan teliti untuk menangani sebuah kasus.
Nah apalagi pada saat kejadian, Jamal Khashoggi ditemani oleh tunangannya Hatice Cengiz, warga Turki pula. ara eksekutor kurang mempertimbangkan peran Hatice Cengiz yang dengan mudah melaporkan kejadian lenyapnya Khashoggi ke pihak berwewenang Turki.
Lebih parahnya, eksekusi Khashoggi dilakukan di Konsul Arab Saudi. Ini benar-benar kegilaan. Benar bahwa aparat tidak bebas masuk memeriksa sebuah konsul negara lain karena kebal dipolomatik. Namun dalam hukum internasional, jika ada hal yang menyangkut keamanan, maka konsul tetap berada di bawah yurisdiksi dan tetap bisa dimasuki oleh aparat. Karena eksekusi terjadi di konsul Arab Saudi, maka dengan mudah menghubungkan kejadian itu dengan Arab Saudi.
Kegilaan yang ketiga adalah pernyataan resmi Arab Saudi yang baru keluar setelah lebih 15 hari pasca terbunuhnya Khashoggi. Pernyataan yang keluar pun berubah-ubah dengan alibi bermacam-macam. Jelas pernyataan tidak memuaskan semua pihak. Banyak kejanggalan yang tidak dapat dijelaskan. Seharusnya pasca kejadian, konsul Arab Saudi langsung memberikan pernyataan dan membiarkan aparat Turki melakukan penyelidikan.
Kegilaan yang keempat adalah soal terbongkanyar penyamaran para pembunuh Khashoggi yang dinyatakan telah keluar dari konsul Arab Saudi dengan selamat. Namun hasil dari CCTV, terlihat sepatu, rambut Khashoggi dengan orang yang menyamar dirinya berbeda. Ini jelas operasi intelijen yang sangat konyol dalam sejarah.
Kesimpulannya adalah hoax Ratna-Prabowo yang membuat isu untuk menyerang Jokowi dan operasi Arab Saudi melenyapkan Jamal Khashoggi, konyol, gagal total dan absurd penuh kegilaan. #JokowiLagi.
Salam Seword,
Asaaro Lahagu

Mulai!Gorengan Baru Siap Dijajakan Untuk Memprovokasi Umat Muslim!

Ada gorengan baru lagi nih, setelah drama oplas terbitlah momen baru drama pembakaran bendera di Garut, rasanya momen ini akan dimanfaatkan banyak pihak apalagi menjelang Pilpres 2019
Lihat saja provokator mulai bergentayangan dimana-mana termasuk di media sosial. Tujuannya tidak lain menumpang momen, menarik emosi massa terutama kaum mabok agama, kurang wawasan, kurang membaca, kurang kuota termasuk yang bermental subsidi, terutama sel-sel radikal yang tidur agar mudah dihasut dan merasa diserang bahwa agamanya telah dinodai dan dinista, ayoo kita wajib membela ramai-ramai!! Hiks, jadi ingat kasus Ahok saat Pilkada DKI yang lalu.
Mengapa ini bisa terjadi? Wajar mayoritas penduduk negara Indonesia ini memeluk agama Islam. Provokator berjubah agama sudah lama dibiarkan menguasai panggung ceramah dan dakwah. Tinggal teriak saja kencang berjamaah tentang pembakaran bendera bertulis kalimat tauhid bahwa ini adalah 'penistaan agama' ditambah lagi bila ada yang mendanai untuk kepentingan politik, dijamin demo berjilid-jilid sukses digelar. Kehebohan akan terjadi seantero negeri.
Lihat saja Prabowo sudah mulai berkomentar tentang pembakaran bendera, saat berbicara di acara Hari Santri Nasional sekaligus milad Front Santri Indonesia ke-1, yang digelar Front Pembela Islam (FPI) di Masjid Amaliyah, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018).
Fadli Zon mulai berkoar juga bahwa pembakar bendera ada dugaan mengarah pada penistaan agama.
Ismail Yusanto dedengkot HTI, ormas yang sudah dilarang karena hendak mengganti ideologi Pancasila dengan khilafahnya mulai sibuk mencari dukungan bahwa bendera yang dibakar Banser bukan bendera HTI karena HTI tidak mempunyai bendera.
Mereka ini sudah mulai memanfaatkan momen pembakaran bendera di acara Hari Santri kemarin di Garut, dengan kepentingan dan misinya masing-masing. Hal ini mengingatkan kita pada kasus Ahok menjelang Pilkada DKI 2017 yang lalu. Prabowo dan Fadli Zon mulai komentar sudah tentu tujuannya demi Pilpres 2019, Ismail Yusanto mulai sibuk sudah pasti karena HTI sudah dianggap organisasi terlarang. Seru sepertinya bahwa mereka diberi jalan untuk membalas dendam ketidaksukaannya kepada pemerintah.
Seperti halnya diketahui pada peringatan Hari Santri di Garut Banser diduga membakar bendera yang bertulis kalimat tauhid. Faktanya Banser berpatokan bahwa bendera yang bertuliskan kalimat tauhid itu adalah bendera HTI. Sampai saat ini kasus tersebut masih dalam penyelidikan polisi.
Saya sedikit menyayangkan pernyataan Wakil Ketua MUI, Yunahar Ilyas, dalam video yang beredar yang mengatakan tidak terlihat ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia dari bendera yang dibakar itu.
"Karena tidak ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia, maka kita menganggap itu kalimat tauhid. Jadi memang dalam sejarah ada versi kalimatnya yang latarnya putih dan ada yang hitam. Dua-duanya itu adalah bendera Rayah dan Liwa di zaman Rasulullah SAW," kata Yunahar, di Kantor MUI, Selasa, 23 Oktober 2018.
Sedikit risau apa betul Pak Yunahar ini tidak tahu lambang Hizbut Tahrir? Jabatan Wakil Ketua MUI itu bukan main-main, pasti paham dan tahu betul bahwa bendera ataupun logo Hizbut Tahrir memang tidak akan bertulis HTI. Semua juga tahu seluruh bendera di dunia ini tidak tertulis nama negaranya, jadi? Bapak ini provokator juga deh!
Bendera yang dibakar di Garut itu adalah jelas bendera HTI, bendera ormas terlarang karena merongrong NKRI yang hendak mengganti dasar negara dengan ideologi khilafahnya. Jelas dan terang benderang yang dibakar adalah simbol gerakan makar alias organisasi yang sudah dilarang di negara RI, bukan kalimat tauhid. Selubung agama memang digunakan Hizbut Tahrir termasuk penggunaan bendera yang bertulis kalimat tauhid sebagai simbol kepentingan politiknya, masa iya pada tidak tahu sih?? Bisa jadi pura-pura tidak tahu siapa sesungguhnya ormas Hizbut Tahrir.
Ismail Yusanto bisa saja bilang bahwa HTI tidak punya bendera atau HTI boleh saja meyakinkan publik bahwa mereka bukan pemberontak karena tidak mengangkat senjata, tidak melakukan tindakan anarki dan sejenisnya. Tetapi faktanya gerakan politik mereka dalam menyebarkan ideologi dan sistem khilafah telah menjadi bukti yang tak terbantahkan dan terang benderang yaitu tindakan mereka telah mengancam kedaulatan dan ideologi negara. Apa yang dilakukan HTI tersebut sudah tergolong pemberontakan menjurus makar meski dilakukan tanpa kekerasan, tindakan anarki ataupun mengangkat senjata.
Berkali-kali saya menulis tentang gerilyanya HTI setelah dibubarkan semata-mata adalah karena kecintaan kepada negara ini. Negara Indonesia yang dibangun diatas ideologi Pancasila. Para penumpang gelap demokrasi semacam HTI dan ISIS akan terus bergerilya dengan cara apapun apalagi jelas mereka sekarang ada bersama PKS , 'mereka' semua itu ada di kubu Prabowo-Sandi.
Ingat ideologi mereka tidak akan serta merta mati bersama dengan dibubarkannya organisasinya https://seword.com/politik/gerilya-hti-setelah-dibekukan-dan-terlarang-LbTIjlOlk termasuk sekarang saat ada momen yang dimanfaatkan untuk unjuk gigi kembali. Mereka akan memanfaatkan akar rumput yang telah terpapar ideologi radikal sebagai penyambung lidah mereka untuk sekedar menshare momen pembakaran bendera ini sebagai bagian dari provokasi dengan niat jelas membalas dendam kepada yang telah membubarkan mereka.
Kubu Prabowo-Sandi sudah pasti berkepentingan dengan Pilpres 2019. Hampir mirip dengan kubu Anies-Sandi yang untung besar saat Pilkada DKI dengan kasus penistaan agama yang ditujukan ke Ahok. Bisa jadi kasus pembakaran bendera ini juga jebakan buat pemerintah dengan tujuan memprovokasi umat Islam.
#JokowiLagi
Sumber gambar :

Awas Ngaceng! Ini Bukan Sempak Tauhid

Insiden pembakaran bendera ormas terlarang HTI rupanya terus dimainkan. Ada aksi demo, ada pelaporan Banser kepada polisi. Satu hikmah yang bisa dipetik dari kejadian ini adalah, akhirnya kita sadar bahwa sekalipun ormas tersebut sudah dibubarkan, tapi sel-sel doktrin dan anggotanya masih ada di sekeliling kita. Saya membayangkan kalau anggota ormas terlarang ini sewaktu-waktu diberi senjata, mungkin apa yang terjadi di Filipina (sekelompok teroris menguasai suatu kota) juga bisa terjadi di Indonesia.
Salah satu narasi spin yang coba dimainkan oleh pihak oposisi atau anti Jokowi adalah, mengklaim bahwa bendera yang dibakar adalah bendera tauhid. Hal ini diperburuk dengan pernyataan wakil MUI, yang juga membenarkan bahwa itu bendera tauhid dan bukan bendera HTI.
“Dalam perspektif MUI karena tidak ada tulisan 'Hizbut Tahrir Indonesia', maka kita mengatakan kalimat tauhid. Kalau menjadi milik partai kelompok harus ada desain yang berbeda atau warna yang berbeda tidak persis meng-copy seperti dalam sejarah," Waketum MUI Zainut Tauhid Sa'adi dalam konferensi pers di kantornya.
Pernyataan Zainut ini sangat provokatif. Masa karena tidak ada tulisan HTI nya, bendera itu secara otomatis jadi bendera tauhid? Kita semua tahu kalau Hizbut Tahrir ini jaringan internasional. Ormas yang sudah dilarang di banyak negara, termasuk Arab Saudi, Mesir, Malaysia, Yordania, Pakistan, Suriah, Libya, Turki, Bangladesh dan seterusnya. Bendera mereka sama seperti yang dibakar oleh Banser. Sama persis. Tanpa embel-embel hizbut tahrirnya.
Sebuah bendera atau logo memang tak harus selalu menempel dengan nama produknya. Merah putih, tanpa tulisan Indonesia, kita sudah tahu itu bendera kita. Begitu juga dengan twitter misalnya, hanya dengan logo burung birunya, kita sudah tau itu twitter, meski tidak ada tulisan twitternya. Dan hal ini juga berlaku untuk seluruh produk yang memiliki logo kuat seperti youtube, instagram, whatsapp dan seterusnya. Tanpa mencantumkan nama produknya, kita sudah hafal betul dengan logo mereka.
Sehingga pernyataan Zainut ini perlu mendapat perhatian serius dari ketua umum MUI, Maruf Amin. Jika ada unsur kesengajaan dan provokasi, ya pecat saja si Zainut ini. tidak pantas berada di MUI karena ketidaktahuannya dalam membaca simbol.
Di luar soal pernyataan MUI, narasi yang berkembang di kalangan netizen adalah penguatan bahwa meskipun bendera tersebut milik HTI, tapi tetap saja ada kalimat tauhid di dalamnya. Sehingga tetap harus dijaga dan tidak boleh dibakar. Kepada semua orang yang berpikir seperti ini, saya ingin bilang begini:
Dua jaringan teroris, ISIS dan Alqaeda juga menggunakan bendera tauhid. Mereka membunuh orang-orang yang dianggapnya berseberangan, sambil membawa bendera tauhid tersebut. Lalu, apakah hal seperti ini masih membuat kalian beranggapan “bendera tauhid tetap harus dimuliakan?”
Apakah yang dilakukan ISIS dan Alqaeda, dengan membunuh sesama manusia itu kemudian mendapat pembenaran? Dibenarkan oleh Islam atau dihalalkan? Jelas tidak. Karena pembunuhan tetaplah pembunuhan, sekalipun pembunuhnya menggunakan bendera tauhid dan berteriak Allahuakbar.
Oke kalau mau contoh yang lebih asyik, kita beralih ke sempak bendera Arab Saudi, yang kebetulan juga ada kalimat tauhidnya. Dijual di Amazon dan Aliexpress. Apakah kemudian sempak tersebut bisa disebut sebagai sempak tauhid? Atau BH tauhid? Dan apakah kalau seorang perempuan hanya memakai BH dan sempak model begitu, kemudian dianggap halal dan boleh-boleh saja?
Kalimat tauhid itu bukan sekedar tulisan lailaha illallah muhammad rasulullah. Kalimat tauhid adalah sebuah pengakuan dan keyakinan. Hal itu ada dan melekat dalam diri setiap muslim. Ketika kalimat tersebut dituliskan dan kemudian menjadi simbol suatu kelompok, negara atau ormas, maka kesucian dan keagungannya sudah dipersempit, mewakili kelompok tersebut. Sehingga ISIS, Alqaeda dan HTI tidak bisa dianggap mewakili ummat Islam hanya karena menggunakan kalimat tauhid sebagai benderanya.
Kalau cara berpikirnya sesempit itu, pokoknya ada tulisan kalimat tauhid jadi harus dimuliakan, kenapa tidak sekalian kamu lindungi seluruh penjahat, pembunuh dan koruptor yang memiliki nama Muhammad? Muhammad Nazarudin, Muhammad Taufik dan muhammad-muhammad lainnya yang terlibat kasus-kasus kriminal.
Tapi ya sebenarnya kalau mau jujur, mereka yang teriak-teriak itu pun tau kalau itu bendera HTI. Tahu betul. Tapi karena mereka sedang tersudut kasus hoax nasional Ratna Sarumpaet, sekarang mereka cari celah untuk keluar dan buat isu baru. Karena saking antinya dengan Jokowi, mereka pura-pura tidak tahu kalau itu bendera HTI.
Bagi saya, pembakaran bendera HTI ini adalah sebuah keberanian luar biasa. Anggota Banser yang melakukan pembakaran harus dijadikan pahlawan penjaga NKRI. Banser tak perlu gentar. Kita semua bersama Banser. Begitulah kura-kura. #JokowiLagi

Kurang dari Sehari, Identitas Pembawa Bendera HTI Terbongkar! Mantap Pak Pol!

Nah loh!!! Setelah anggota Banser meminta maaf dan memberikan klarifikasi mengenai aksi mereka, sekarang polisi sedang memburu pembawa bendera HTI itu! Ngerik! Instant karma is freaking real! Ini ibarat seseorang yang setelah melempar batu, sembunyi tangan.
Lalu tangannya mendadak dipatuk ular yang ada di belakangnya. Mengerikan. Tuhan tidak tidur. Jangan main-main dengan kalimat Tuhan. Kalian yang melakukan politisasi itu, siap diburu dan siap berhadapan dengan wakil Tuhan di dunia ini. Polisi. Jangan lari. Jangan terbirit-birit. Jangan terkentut-kentut.
Indonesia adalah negara hukum. Artinya negara yang mengedepankan hukum. HTI secara badan hukum itu sudah terlarang. HTi itu sudah seperti PKI. Sama-sama mirip PKI. Hanya saja, PKI tidak ada agama, sedangkan HTI bersembunyi di balik agama. Maka pemerintah sempat mengalami kesulitan dalam menyetop aksi-aksi HTI.
Tapi, pemerintah Indonesia berani karena benar. Berani membubarkan ormas HTI karena HTI secara nyata tidak pernah memberikan kontribusi bagi kemajemukan dan ideologi Pancasila. Bahkan HTI ini merongrong NKRI dan Pancasila.
Pemerintah Indonesia, melalui Wiranto, Menkopolhukam mengatakan bahwa HTI sudah terlarang secara badan hukum. Tapi sekarang anggota-anggotanya tersebar bebas di mana-mana. Pemerintah kecolongan mengenai penertiban anggota-anggota yang masih ada.
Buktinya, HTI menyusup di hari santri nasional, dan memancing keributan dan membuat Banser akhirnya harus bertindak. Gus Yaqut mengatakan bahwa apa yang dibakar adalah bendera HTI. Jadi sah secara pengertian sederhana. Itu bendera HTI.
Mau ngeles bagaimanapun juga, HTI tidak bisa ngeles. Itu bendera yang digunakan HTI. Jadi sudah pasti bahwa HTI masih ada dan masih menjadi penyusup dalam hari santri.
Perayaan itu dirusak oleh penyusup HTI. Pembakaran bendera tidak bisa dihindarkan. Ternyata ada provokator di dalamnya, yakni orang-orang yang diduga sangat kuat berafiliasi dengan HTI.
Penulis bangga dengan aksi jantan para pembakar bendera HTI itu. Karena mereka dengan jiwa dan dengan penuh amarah, ingin membela negara ini. Bahkan di kantor HTI dulu, tidak ada bendera merah putih. Gila.
Mereka ini tinggal di Indonesia, tapi tidak ada bendera Indonesia di dalam kantornya. Gila. Ini sudah makar. Pantas saja dibubarkan. Terima kasih Wiranto. Bahkan di dalam kantor jubir HTI pada saat didatangi oleh Aiman Witjaksono dari KompasTV, tidak nampak selembar pun bendera merah putih.
Bahkan Aiman bertanya kepada eks jubir HTI, “Tidak ada merah putih?”. Dia hanya tertawa dan tidak bisa menjawab ini dan itu. Terdiam dan hanya bisa melempar tawa.

"Bendera dari mana sekarang sudah dikejar. Yang bawa bendera sudah diketahui identitasnya. Polres Garut dibackup Polda Jabar sedang melakukan pengejaran… Panitia menyampaikan tidak ada bendera selain Merah Putih, tapi ternyata ada yang membawa makanya diamankan… " ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto di Gedung MUI, Jakarta, Selasa (23/10).
Gerak cepat polisi ini harus kita berikan apresiasi. Kita tahu bahwa HTI adalah ormas yang mengajarkan tentang segala sesuatu yang bertentangan dengan sistem negara ini. Maka sudah selayaknya ormas ini dibubarkan.
Masih mau mengatakan bahwa bendera itu bukan bendera HTI? Omong kosong. Tidak perlu ada tulisan organisasi HTI agar membenarkan itu adalah bendera HTI.
Memangnya ada tulisan “Indonesia” di dalam bendera merah putih yang diinjak-injak di acara harlah PKS beberapa tahun silam? Memangnya ada bordiran “Indonesia” di dalam bendera yang digantung terbalik di kantor DPP PKS?
Memangnya ada tulisan “Jokowi” ketika wajah Jokowi diedit sedemikian rupa oleh pembenci Jokowi? Dari sini kita memahami bahwa tidak perlu ada nama “HTI” untuk mengatakan bahwa bendera itu milik HTI. Ini tidak benar. Benar-benar kesalahan fatal dari orang-orang sok ahli dalam memahami hal ini.
3 anggota Banser sudah menyerahkan diri ke polisi. Mereka kooperatif, tidak seperti Ahmad Dhani dan curut-curutnya. Mereka bertanggung jawab. Mereka akan memberikan kesaksian sejujur-jujurnya terhadap hal ini. Kami salut dengan Banser.
Kami bangga dengan Banser. Banser itu pelindung NKRI. Penjaga NKRI. Kalian bukan tumbal. Kalian hanya dimintai keterangan. Percayalah, segenap rakyat Indonesia akan melindungi Banser.
Tapi. Karma datang kepada orang yang membawa atribut HTI. Lihat, mereka sedang bersembunyi dan gemetar ketika kedoknya terbongkar oleh kepolisian.
Pak Pol, buru terus. Jangan kasih kendor!
Begitulah bubar-bubar.
#CapresHoax #PrabowoCapresCeroboh #JenderalCeroboh #PrabowoCeroboh

Prabowo Manfaatkan Insiden Bakar Bendera HTI untuk Kampanye, Jadi Curiga!

Hari ini netizen sedang ramai soal pembakaran bendera HTI yang dilakukan oleh Banser NU. Ada yang mengecam karena bendera tersebut adalah kalimat tauhid, ada juga yang mendukung Banser NU karena HTI memang ormas terlarang di Indonesia. dan di tengah-tengah perdebatan ini, kemudian muncul Prabowo Subianto dan ikut berkomentar.
“Jangan-jangan orang-orang yang bakar-bakar tulisan tauhid itu, jangan-jangan disuruh untuk bikin kita marah, dan dia adu domba. Kita mau jangan ada lagi penistaan, penghinaan dan upaya untuk meruntuhkan dasar-dasar keyakinan agama kita. Harus ada perubahan pada 17 April yang akan datang," kata Prabowo.
"Kita mau jangan ada lagi penistaan, penghinaan dan upaya untuk meruntuhkan dasar-dasar keyakinan agama kita. Harus ada perubahan pada 17 April yang akan datang," lanjut Prabowo.
Jujur, awalnya saya tak tertarik untuk membahas kasus pembakaran bendera HTI ini. Tapi setelah Prabowo ikut berkomentar, saya jadi curiga ini semua settingan dan ada agenda politik di dalamnya.
Seperti halnya kasus hoax Ratna Sarumpaet, dalam secepat kilat Prabowo ikut menyambar dan bahkan menggelar konpres. Saat semua timsesnya mengklaim Prabowo dibohongi, karena memiliki kepedulian terhadap Ratna, saya berpikir sebaliknya. Justru hoax Ratna adalah agenda setting politik yang gagal digulirkan. Digagalkan oleh Polisi. Karena kalau Polisi tidak membeberkan CCTV dan bukti pergerakan Ratna, maka hari ini kita akan dipaksa percaya bahwa Ratna timses Prabowo memang dianiaya. Karena semua kebenaran sudah mereka klaim, lewat konpres para petinggi partai Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat.
Pembakaran bendera HTI oleh Banser, jika dilihat kronologisnya, sangat jelas ketara ada unsur provokasi di dalamnya. Sebelum perayaan hari santri berlangsung dan terjadi insiden pembakaran bendera HTI, seluruh ormas di Garut sudah dikumpulkan untuk menyepakati tidak adanya bendera ormas tertentu dalam perayaan hari santri tersebut. Lalu di hari H, ada orang yang dengan sengaja membawa bendera HTI. Banser pun langsung bereaksi dengan membakar bendera tersebut. kenapa dibakar? Karena memang begitulah cara paling benar untuk menghargai kalimat tauhid yang diklaim oleh HTI. Kalau disobek, dibuang ke comberan, atau diinjak-injak, jadi tidak menghargai kalimat tauhid itu sendiri. 
Jika mengacu pada pengakuan banyak politisi oposisi, yang ingin mengulang cara mengalahkan Ahok di Jakarta ke pilkada serentak, lalu sekarang Pilpres dan Pileg, maka kecurigaan saya bahwa ada skenario politik di balik insiden ini menjadi sangat beralasan. Sangat masuk akal. Apalagi kemudian Prabowo memanfaatkannya untuk jadi ajang kampanye.
Prabowo menduga aksi pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid itu dilakukan karena kelompok tersebut telah mengetahui akan ada perubahan besar dan perbaikan jika dia terpilih pada Pilpres 2019 kelak. Ketum Partai Gerindra itu pun meminta para pendukung dan santri yang hadir tak terprovokasi dengan aksi tersebut.
Dari sini kita juga patut curiga bahwa insiden pembakaran HTI ini akan dijadikan momentum untuk mengulang aksi demo berjilid-jilid. Untuk menangkap Banser atau bahkan membubarkannya. Skenarionya pun menjadi sangat mudah ditebak.
Diawali dengan mendesak banser untuk meminta maaf. Dan kalau sudah meminta maaf, maka secara otomatis dianggap mengakui kesalahan. Dan kalau sudah mengaku salah, berarti benar yang dibakar adalah bendera tauhid, bukan HTI. Dan momentum aksi berjilid-jilid itu akan terulang lagi. Apalagi sebentar lagi masuk bulan November, bisa sekalian reuni 411.
Bagi saya, terlepas apakah ini hanya kebetulan atau memang ada unsur kesengajaan dan terskenario, yang jelas faktanya Prabowo memanfaatkan momentum ini untuk kampanye politik. Dengan sombongnya menyebut bahwa kalau menang Pilpres, dirinya akan membawa perubahan besar, sehingga Banser yang tahu akan hal ini kemudian membakar bendera HTI. Entah di mana logika dasarnya berpijak, ya begitulah Prabowo, memang sering tidak nyambung.
Apa yang dilakukan Prabowo saat ini, memanfaatkan insiden pembakaran bendera HTI untuk kampanye, kemungkinannya cuma dua. Prabowo adalah sosok yang reaktif dan mudah tersulut. Sehingga saat ada momentum yang dirasa dapat menaikkan posisi tawar politiknya, maka dia bereaksi. Itu yang kita lihat saat melakukan konpres kasus hoax Ratna.
Kemungkinan selanjutnya adalah menempatkan kepentingan politiknya di atas segalanya, bahkan di atas persatuan NKRI. Maka saat ada momentum yang sekiranya dapat menguntungkan posisinya, dia ikut bersuara. Tak peduli nantinya antar anak bangsa jadi tambah terpecah dan seterusnya. Begitulah kura-kura. #JokowiLagi

Haha... Setelah Dibohongi Ratna, Kini Prabowo Dibohongi HTI

Setelah terjadi insiden pembakaran bendera HTI oleh Banser di Garut, Prabowo dan Fadli Zon kompak menganggap bahwa bendera tersebut adalah bendera tauhid. Sehingga Fadli Zon menganggap ada unsur penistaan agama, senada dengan pernyataan Prabowo. Jadi kalau mau disimpulkan, narasi yang sedang dibangun oleh Gerindra adalah narasi penistaan agama.
Di saat kelompok oposisi mengusung narasi penistaan agama, kubu koalisi Banser dan NU coba memberi pemahaman soal bedanya kalimat tauhid dengan bendera yang mewakili suatu kelompok atau ormas, seperti halnya HTI, ISIS dan alqaeda. Bagi kita yang mau membaca dan belajar, jelas kita harus berterima kasih atas segala pencerahan yang ditawarkan oleh keluarga NU. Tapi bagi masyarakat awam yang hanya bisa melihat ada bendera bertulisakan lailaha illallah muhamad rasulullah, mereka berpotensi untuk diprovokasi. Mau HTI atau ISIS sekalipun, mereka akan tetap bela, karena ada tulisan tauhid di bendera mereka. Maka ketika Prabowo dan Fadli Zon kompak satu narasi, penistaan agama, mengklaim bahwa bendera yang dibakar Banser adalah bendera tauhid dan bukan bendera HTI, satu pembenaran bagi kubu HTI sudah di tangan.
Bagi HTI sebenarnya sederhana saja, mereka ingin negara ini ricuh dan chaos. Lalu setelah itu mereka berharap bisa mengambil alih pemerintahan dan mengubahnya menjadi negara khilafah. Maka jangan heran kalau HTI selalu aktif dalam aksi #2019GantiPresiden, karena dalam pandangan mereka, 2019 ingin ganti Presiden dengan khilafah. Apalagi kalau ada potensi untuk rusuh dan ricuh, mereka senang sekali. Inilah kenapa lokasi-lokasi yang dipilih untuk aksi tagar biasanya lokasi rawan konflik, di kantong loyalis Jokowi dan NU.
Prabowo dan koalisinya paham betul kondisi ini. Bahkan mereka sempat gerah dengan kelompok HTI dan Mardani ahli SARA tersebut. Tapi karena politik soal kepentingan, memanfaatkan dan dimanfaatkan, maka ketika ada peluang untuk menyerang kubu lawan, dalam hal ini Banser, mereka akan manfaatkan. Satu narasi, meskipun beda kepentingan.
Lalu apa yang bisa kita lihat dari sikap Prabowo dan Fadli Zon dalam kasus ini? tak lebih dari sebuah nafsu politik.
Kita tak perlu heran dan menyayangkan sikap Prabowo dan Fadli Zon yang memanfaatkan pembakaran bendera HTI. Karena toh sebelumnya mereka bahkan kompak mengarang cerita telah terjadi pemukulan terhadap timsesnya sendiri. Muka bonyok timsesnya pun dieksploitasi dan disebar, begitu terstruktur, sistematis dan massif. Padahal aslinya habis operasi plastik atau sedot lemak.
Jadi kalau kita mau lihat dan memahami pernyataan Prabowo dan Fadli Zon, sebenarnya sama saja dengan kasus hoax Ratna Sarumpaet. Mereka yang percaya bahwa Prabowo dan Fadli Zon dibohongi Ratna, sekarang mereka juga akan percaya bahwa Prabowo Fadli Zon dibohongi oleh HTI. Sementara mereka yang menganggap Fadli Zon dan Prabowo terlibat dalam propaganda hoax Ratna, sehingga melakukan konpres dan pernyataan provokatif menyudutkan pemerintah, sekarang mereka juga akan berpikir bahwa Prabowo atau kubu oposisi terlibat dan menjadi bagian propaganda bendera HTI ini.
Saya pribadi berada di kelompok yang menganut pada dua kemungkinan. Tapi karena saya tidak suka menuduh orang, maka anggap saja kita percaya bahwa Prabowo dan Fadli Zon dibohongi oleh Ratna. Entah karena saking lugunya, saking tidak tahunya, atau memang saking bodohnya. Pokoknya mereka dibohongi.
Kalimat tauhid dan bendera HTI memang secara kasat mata terlihat sama. Lafadz lailaha illallah muhamad rasulullah yang ditulis dalam bendera itu terlihat begitu suci. Padahal itu simbol yang dibuat oleh hizbut tahrir internasional. Kalau tidak percaya, silahkan bawa bendera semacam itu saat kalian haji atau umroh, dijamin kalian akan mendapat konsekuensi yang jauh lebih buruk dibanding di Indonesia.
Membedakan bendera HTI dengan kalimat tauhid memang susah sekali. Sama susahnya ketika kita diminta membedakan muka Ratna yang bonyok karena dipukuli atau karena operasi. Susah. Bahkan Hanum Rais sang dokter saja, yang sudah melihat dan meraba bekas lukanya, masih percaya bahwa itu bekas pemukulan.
Lalu siapa yang bisa membedakan dan menilai? Jelas para ahli. Untuk kasus muka ratna harus diperiksa dokter ahli bedah. Sementara pembakaran bendera harus diperiksa oleh ahli sejarah dan Islam. Kalau orang semacam Fadli Zon dan Prabowo ya tidak paham apa-apa. Mereka mudah dibohongi dan dikibuli. Lah wong yang jelas-jelas saja, sampai didatangi dan melihat langsung muka Ratna saja masih bisa dibohongi, apalagi soal simbol Islam yang jauh lebih tidak mereka pahami.
Pada akhirnya, saya memilih maklum kalau Prabowo dan Fadli Zon dibohongi dan tidak bisa membedakan antara bendera HTI dan kalimat tauhid. Karena mereka memang tidak terlalu paham Islam. Ya gimana? lah wong salah satu dari mereka pernah minta perempuan (anak Gus Dur) untuk menjadi imam shalat kok.
Begitulah kura-kura. #JokowiLagi 

Prabowo Menjemput Habib Rizieq Membawa Bendera Tauhid?

Di hari santri beberapa hari lalu juga dimanfaatkan oleh kubu Prabowo-Sandi. Padahal penggagas hari santri kan bukan dari Prabowo, tapi yah begitulah, apa saja yang bisa dijadikan sebagai alat politik maka pergunakanlah, ujung dari permainan ini adalah bagaimana bisa menang dan berkuasa. Masalah siapa yang berjasa semua itu bisa diatur.
Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional ini disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada tahun 2015 lalu melalui Keppres Nomor 22 tahun 2015. Maka sangat jelas bagaimana Jokowi begitu perhatian dengan umat Islam di negeri ini, dan tidak diragukan lagi bagaimana Palestina senantiasa dipikirkan untuk mendapatkan solusi. Jokowi selalu ingin berbuat menyelesaikan permasalahan-permasalahan umat. 
Maka jangan heran kalau Jokowi menjadi Imam Shalat, kecuali mereka yang tidak suka terhadap Jokowi selalu mencari-cari kesalahan dan berusaha menggorengnnya, contohnya saja masalah penyebutan alfatiha menjadi alfateka.
Kaum bani micin Sumbu Pendek bin Kamvret gila-gilaan memviralkan ini, padahal ini sebenarnya sudah selesai, bukan masalah vital, tapi bagi mereka apa saja bisa digoreng. Apalagi masalah bendera. wuihhh.. semua menjadi mabok agama.
Sehingga harusnya agama membuat mereka menjadi dalam kesadaran penuh sebagai manusia, tetapi ini benar-benar seperti kesurupan. Pembakaran bendera HTI seperti membuat matanya bersinar-sinar melihat perawan cantik. Karena kasus seperti ini bisa menjadi gorengan yang nikmat sekali.
Betapa senangnya kalau demo bisa terjadi, akan ada banyak logistik, ada uang saku, uang untuk beli bahan bakar kendaraan, ada pulsa pula, ada aqua, dan yang terpenting ada nasi bungkus berkaret dua, tanda isinya adalah ayam. wow...lezat banget.
Dan demo juga adalah kesenangan tersendiri, dengan demo bisa teriak keras-keras,memboroskan kalimat takbir, dan dengan begitu, jiwa seperti menemukan obat stres, makanya kalau sepi orderan demo dan kelamaan nganggur, kepala pusing.
Jadi dengan demikian, kalau Prabowo menjanjikan untuk menjemput Habib Rizieq, agar bisa memimpin demo. Karena Rizieq memang punya energi di atas panggung mobil truk dan lumayan pintar membaca emosi umat. Itulah kenapa banyak yang fanatik buta.
Apakah Prabowo sudah memikirkan langkah-langkah untuk menjemput Habib Rizieq? bagaimana masalah imigrasinya? atau masalah-masalah yang belum kelar, seperti masalah chat parno?.
Mungkin Prabowo punya kekuatan diplomasi tingkat tinggi di Arab Saudi. Apalagi saat ini saudi tengah mengalami stres berat karena putra mahkotanya yang bernama Muhammad Bin Salman terlibat pembunuhan jurnalis senior, Jamal Khasogi.. Ahh ini masalah yang lain.
Tapi janji Prabowo untuk memulangkan Habib Rizieq bukan sebuah rasa cintanya pada ulama atau pun kepada kriminal. Tapi Prabowo sangat jelas terbaca bahwa ada dua kemungkinan janji ini. Kalau bukan karena gombal saja sebagaimana layaknya para pembohong yang suka mengobral janji dan tidak pernah ditepatinya. 
Dan kedua, kalau pun bisa menjemput dan membawa pulang Habib Rizieq, tentu tidak gratis, meski Fadli zon punya alasan yang tidak kuat bahwa Habib Rizieq adalah warga negara yang punya hak, padahal warga negara Indonesia yang lainnya juga butuh perlakuan yang sama, yaitu dipulangkan, khususnya TKI yang menderita di sana.
Kalau janji Prabowo ini diketahui oleh Firza, pasti kegirangan, pria idaman perkasa akan pulang, terbayang lagi memori masa lalu. oohh.. indahnya.
Sebenarnya mengherankan juga kasus Habib Rizieq, yang katanya pergi umroh tapi pulangnya sangat lama, dan sampai sekarang ia tidak menghadiri panggilan kepolisian untuk memberikan keterangan. Dan walau sudah di SP3-kan beberapa kasusnya tapi kok masih tetap belum berani pulang, hingga akhirnya terkena kasus di Saudi.
Padahal Prabowo sudah pernah ketemu dengan Habib Rizieq di Mekkah saat melaksanakan umroh juga, kenapa saat itu tidak ramai-ramai pulang? dan yahh...lagi-lagi Jokowi yang disalahkan.
Nampaknya Prabowo sudah kehabisan cara dan orang-orang yang bisa dipergunakan dalam kampanye ini. Sejak kasus Ahok yang begitu heboh, sudah banyak biaya yang terkuras dari para simpatisan dan sekutu kubu Prabowo waktu itu. Meski Sandiaga punya modal banyak, tetapi saat ini sudah sangat tumpul untuk mengulang teknik yang dipergunakan saat pilkada DKI.
Logistik sudah berkurang, beberapa orang sudah mengalami kasus-kasus hukum, yang pernah mendemo Ahok, kini sudah mulai terlibat kasus, diantaranya Zumi Zola, Ratna Sarumpaet yang heboh, Adik Zulkifli Hasan, Ridho Roma, Elvy Sukaesih, dan tidak menutup kemungkinan akan menyusul yang lain.
Mereka memang sudah stress berat, memberi janji ke masyarakat pun sudah tidak dipercaya lagi, mereka sudah sangat malu sebenarnya, sejak kasus Ratna Sarumpaet, terbukti bahwa mereka ini adalah kumpulan pembohong.
Sungguh orang-orang baik akan selalu dibantu oleh Allah. Setelah bekerja dengan baik dan maksimal, selebihnya serahkan saja kepada Allah, Kebenaran sejati pastilah tetap tegak, dan semua tipu muslihat akan musnah.
Maka maksud Prabowo berjanji untuk menjemput Habib Rizieq, kemungkinan besar terkait masalah bendera Tauhid. Dengan mengangkat kasus ini bisa ada demo, dan habib rizieq bisa memimpin orasi. Tapi sayangnya, HRS sudah lemah, seperti tak berdaya lagi.
Kemungkinan yang jemput nanti adalah Presiden Indonesia Joko Widodo, tapi itu nanti kalau jadi. tapi kalau kasusnya belum aman, yahh dibiarkan saja disana hingga seumur hidup.
Sumber Opini : https://seword.com/politik/prabowo-menjemput-habib-rizieq-membawa-bendera-tauhid-7S_kUTOUE

Pak Prabowo, HRS Sudah di Tempat yang “Se-hrs-nya”

Habib Rizieq Shihab (HRS) diharapkan pulang sebelum Pemilihan Presiden 2019 berlangsung. Yang berharap adalah calon presiden nomor urut 02, Bapak Prabowo Subianto. Padahal beliau sudah menandatangani sekaligus menyepakati isi pakta integritas yang dihasilkan forum Ijtima Ulama II di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Minggu (16/9/2018) yang lalu.
Ada 17 poin yang menjadi isi pakta integritas yang disepakati forum Ijtima Ulama dan kubu Prabowo Subianto. Sementara, menyangkut kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) tertuang pada poin ke-16.
“16. Siap menggunakan hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan Presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia, serta memberikan keadilan kepada para ulama, aktivis 411, 212, dan 313 yang pernah/sedang mengalami proses kriminalisasi melalui tuduhan tindakan makar yang pernah disangkakan. Penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh lain yang mengalami penzaliman.”
Wah, gimana ini Pak Prabowo. Kan sesuai pakta integritas yang Bapak tandatangani, Pak Prabowo “akan menggunakan hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan Presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan, serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia”. Artinya Bapak harus menunggu jadi presiden terlebih dahulu untuk menjamin kepulangan HRS.
Lha ini, Bapak kok malah mau mempercepatnya ? "Kalau bisa sebelum saya dipilih [Rizieq] sudah kembali. Kalau tidak, saya yang akan jemput beliau," kata Pak Prabowo.
Pak Prabowo pun mengaku sempat berbicara lewat sambungan telepon dengan Rizieq sebelum hadir di acara tersebut. Beliau mengaku tak bisa hadir dalam acara Hari Santri Nasional dan Milad Front Santri Indonesia ke-1 lantaran memiliki acara di Jawa Timur.
Namun, kata Pak Prabowo, HRS menelepon dirinya dan meminta untuk hadir dalam acara tersebut. Prabowo mengatakan akhirnya membatalkan hadir pada sejumlah acara perayaan Hari Santri Nasional di Jawa Timur.
"Tapi karena dapat telepon dari Imam Besar FPI Rizieq Shihab, saya akhirnya putuskan, saya tidak hadir beberapa acara di Jawa Timur. Saya, terbang ke sini, untuk hadir di sini," ujarnya.
Nah tuh kan… O..o.. Kamu ketahuan.. Ternyata Bapak Prabowo yang mantan Danjen Kopassus bisa disetir oleh HRS. Gimana dong Pak ? Belum presiden saja sudah begitu. Jangan-jangan ? Capres boneka.
Selain itu sesuai pakta integritas, pemulangan HRS akan menggunakan atribut kepresidenan. Lah kalo sekarang, berarti pemulangan HRS akan menggunakan “atribut calon presiden”, begitu Pak Prabowo ???
Ya kalau HRS akhirnya mau. Kalau nantinya Pak HRS ngotot pengen naik pesawat kepresidenan, gimana dong ?
“Fokoknya Ane maunya naik fesawat kefresidenan. Titik ! Tidak fesawat kefresidenan, tidak fulang. Traktirr…!!!,” HRS ngotot.
Lagian, saat ini HRS sudah berada di tempat yang “se-hrs-nya” (baca : seharusnya). HRS sendiri sempat mengakuinya lho.
“Saya berterimakasih atas pencekalan ini kepada pemerintah Arab Saudi, khususnya Raja Salman bin Abdul Aziz. Duta Besar mengatakan kepada saya bahwa pencekalan ini demi keselamatan saya dan keluarga. Mohon maaf saya belum bisa pergi ke mana-mana,” kata HRS.
Jadi sebenarnya tidak perlu ada yang dikhawatirkan.
"Jadi pemerintah Arab Saudi cukup menjaga keselamatan Habib Rizieq. Jadi kalau ada sesuatu yang membuat ketidaknyamanan atau sesuatu yang kurang baik kepada Habib Rizieq mungkin Arab Saudi lebih menjaga atau melindungi saja," jawab Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Osama al-Shuaibi melalui penerjemah resmi kedutaan.
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi, membantah negaranya melakukan pencekalan terhadap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab untuk keluar dari negaranya. Beliau pun mengaku tak mengenal tokoh pimpinan FPI itu.
"Saya tidak tahu siapa dia (Rizieq Shihab). Saudi tidak pernah menahan siapa pun untuk keluar dari negara kami. Siapa pun yang mau keluar, silahkan keluar," ujar Osama saat ditemui usai menghadiri pertemuan di Kementerian Luar Negeri RI, Senin (1/10).
Tuh kan Pak Prabowo. Pak HRS nyaman dan selamat di Arab Saudi walaupun HRS tidak dikenal oleh sang tuan rumah. Pokoknya selamat ! Lagian, selama di Arab Saudi beliau sudah tidak nakal lagi. Tidak nge-chat nakal seperti yang dituduhkan. Artinya seperti yang sudah disampaikan di atas, HRS sudah berada di tempat yang “se-hrs-nya”.
#JokowiLagi

Re-Post by MigoBerita / Kamis/25102018/11.22Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya