» » » » » » » » Lewat "Isu Bendera Tauhid", apakah pendukung Ormas Terlarang HTI ingin menurunkan Jokowi seperti AHOK ??!!

Lewat "Isu Bendera Tauhid", apakah pendukung Ormas Terlarang HTI ingin menurunkan Jokowi seperti AHOK ??!!

Penulis By on Kamis, 25 Oktober 2018 | No comments

Gus Yaqut: Mari Kita Diskusikan Apa Itu Tauhid

ISLAMNUSANTARA.COM, Jakarta – Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Quomas membuka ruang diskusi bagi pihak yang tersinggung akibat pembakaran bendera. Ia menegaskan, GP Ansor tetap memandang bendera berkalimat tauhid yang dibakar itu sebagai simbol Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Kalau mau diskusikan, mari kita duduk bicara apa itu tauhid. Tapi konteksnya harus diskusi agama, bukan diskusi politik, karena terkait dengan tauhid,” katanya, Rabu (25/10).
Gus Yaqut, sapaan akarabnya, menilai permintaan maaf GP Ansor karena telah membuat kegaduhan publik seharusnya telah cukup. Sementara bagi yang masih merasa itu bendera tauhid, ia membuka diri untuk diskusi. Namun ia meminta yang berbeda pendapat tak memaksakan versinya.


Sebelumnya, massa yang mengatasnamakan Barisan Nusantara Pembela Tauhid (BNPT) dijadwalkan akan menggelar “Aksi Bela Tauhid” di Jakarta, Jumat (26/10). Massa akan berkumpul di Patung Kuda, Jakarta Pusat, pukul 13.00 WIB serta dilanjutkan dengan long march menuju Kemenko Polhukam.
Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif mengatakan, aksi tersebut bukan atas nama PA 212. Ini karena pada hari yang sama, pihaknya menggelar acara Pelantikan Daerah PA 212 Bekasi Raya sekaligus dukungan kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Aksi turun ke jalan itu, kata Slamet, sebetulnya telah diusulkan oleh sejumlah ormas sejak kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid oleh Banser NU di Garut mencuat ke publik. Slamet mengaku telah meminta para ormas untuk menahan ak dahulu.
Namun, setelah mendengar sikap GP Ansor yang enggan meminta maaf atas aksi pembakaran bendera tersebut, para prakarsa aksi semakin bulat. “Saya bilang nanti dulu, tapi ormas-ormas semalam berkumpul ditambah pernyataan GP Ansor, jadi semakin mantap dan semakin bersemangat (menggelar aksi),” ujar dia. (ISNU)
Gus Yaqut: Mari Kita Diskusikan Apa Itu Tauhid
Sumber Berita : http://www.islamnusantara.com/gus-yaqut-mari-kita-diskusikan-apa-itu-tauhid/

Tanggapan Gus Nadir Terkait Pembakaran Bendera HTI

ISLAMNUSANTARA.COM, Jakarta – ISIS dan HTI sama-sama mengklaim bendera dan panji yang mereka miliki adalah sesuai dengan Liwa dan rayah-nya Rasulullah. Benarkah? enggak! Kalau klaim mereka benar, kenapa bendera ISIS dan HTI berbeda design dan khat tulisan arabnya ?
Secara umum hadits-hadits yang menjelaskan warna bendera Rasul dan isi tulisannya itu tidak berkualitas shahih. Riwayatnya pun berbeda-beda: ada yang bilang hitam saja, ada yang bilang putih saja, ada riwayat yang bilang hitam dan putih, malah ada yang bilang merah dan juga kuning. Riwayat lain bendera itu gak ada tulisan apa-apa. Jadi gak ada tulisan tauhidnya, cuma kosong saja. Riwayat lain bilang ada tulisan tauhidnya. Riwayat seputar ini banyak sekali, dan para ulama sudah memberikan penilaian. Secara umum tidak berkualitas sahih.
Dalam sejarah Islam juga kita temukan fakta yang berbeda lagi. Ada yang bilang Dinasti Umayyah pakai bendera hijau, Dinasti Abbasiyah pakai hitam, dan pernah juga berwarna putih. Apa mau bilang para Khalifah ini tidak mengikuti bendera Rasul? Ribet kan!
Jadi yang mana bendera khilafah? Yah tergantung anda mau merujuk ke Khilafah Umayyah atau Abbasiyah? Gak ada hal yang baku soal bendera ini. Coba saja buka kitab Ahkamus Sulthaniyah karya Imam Mawardi: apa ada pembahasan soal bendera negara Khilafah? Enggak ada! Kenapa yang gak ada terus mau diada-adakan seolah menjadi urusan syariat? Mau bilang Imam al-Mawardi gak paham soal ini? Nah, tambah ribet kan!
Konteks bendera dan panji dipakai Rasul itu sewaktu perang untuk membedakan pasukan Rasul dengan musuh. Bukan dipakai sebagai bendera negara. Jadi kalau ISIS dan HTI tiap saat mengibarkan liwa dan rayah, emangnya kalian mau perang terus? Kok kemana-mana mengibarkan bendera perang?
Kalau dianggap sebagai bendera negara khilafah, kita ini NKRI, sudah punya bendera merah putih. Masak ada negara dalam negara?! Ini namanya makar! Bahkan ada tokoh HTI yang mempertanyakan apa ada haditsnya bendera RI yang berwarna merah-putih? Nah kan, kelihatan makarnya, sudah mereka tidak mau menerima Pancasila dan UID 1945, sekarang mereka juga menolak bendera merah-putih. Jadi, yang syar’i itu bendera HTI, begitu maunya mereka, padahal urusan bendera ini bukan urusan syari’at.
Sekarang bagaimana status hadits soal bendera ini? Kita bahas singkat saja biar gak makin ribet membacanya.
Hadits riwayat Thabrani dan Abu Syeikh yang bilang bendera Rasul hitam dan panjinya putih itu dhaif. Mengapa demikian? Riwayat Thabrani ini dhaif karena ada rawi yang dianggap pembohong yaitu Ahmad bin Risydin. Bahkan kata Imam Dzahabi, dia pemalsu hadits.
Riwayat Abu Syeikh dari Abu Hurairah itu dhaif karena kata Imam Bukhari rawi yang namanya Muhammad bin Abi Humaid itu munkar.
Riwayat Abu Syeikh dari Ibn Abbas menurut Ibn Hajar dalam kitabnya Fathul Bari, sanadnya lemah sekali.
‎وجنح الترمذي إلى التفرقة فترجم بالألوية وأورد حديث جابر ” أن رسول الله صلى الله عليه وسلم دخل مكة ولواؤه أبيض ” ثم ترجم للرايات وأورد حديث البراء ” أن راية رسول الله صلى الله عليه وسلم كانت سوداء مربعة من نمرة ” وحديث ابن عباس ” كانت رايته سوداء ولواؤه أبيض ” أخرجه الترمذي وابن ماجه ، وأخرج الحديث أبو داود ، والنسائي أيضا ، ومثله لابن عدي من حديث أبي هريرة ، ولأبي يعلى من حديث بريدة ، وروى أبو داود من طريق سماك عن رجل من قومه عن آخر منهم ” رأيت راية رسول الله صلى الله عليه وسلم صفراء ” ويجمع بينها باختلاف الأوقات ، وروى أبو يعلى عن أنس رفعه ” أن الله أكرم أمتي بالألوية ” إسناده ضعيف ، ولأبي الشيخ من حديث ابن عباس ” كان مكتوبا على رايته : لا إله إلا الله محمد رسول الله ” وسنده واه
Kalau sudah Ibn Hajar yang komentar soal hadits, HTI dan ISIS mau ngeles apa lagi? Jangan marah sama saya, saya hanya mengutip pendapat Ibn Hajar yang otoritasnya dalam ilmu Hadits sangat diakui dalam dunia Islam. Kalau ada ulama yg menyatakan hadits Abu Syeikh ini sahih, ya silakan saja. Saya lebih percaya dengan Ibn Hajar daripada dengan ulama HTI.
Komentar Ibn Hajar di atas itu telak sekali. Semoga ini membuka mata para kader HTI, yang sudah dibubarkan pemerintah itu. Bendera HTI dan juga ISIS tidak memliki landasan yang kuat. Tidak ada perintah Rasulullah untuk kita mengangkat bendera semacam itu; tidak ada kesepakatan mengenai warnanya, dan apa ada tulisan atau kosong saja, dan tidak ada kesepakatan dalam praktek khilafah jaman dulu, serta para ahli Hadits seperti Ibn Hajar menganggap riwayatnya tidak sahih.
Katakanlah ada tulisannya, maka tulisan khat jaman Rasul dulu berbeda dengan di bendera ISIS dan HTI. Jaman Rasul, tulisan al-Qur’an belum ada titik, dan khatnya masih pra Islam yaitu khat kufi. Makanya meski mirip, bendera ISIS dan HTI itu beda khatnya. Kenapa ayo? Kan sama-sama mengklaim bendera Islam? Itu karena tulisan khat-nya rekaan mereka saja. Gak ada contoh yang otentik dan sahih bendera Rasul itu seperti apa. Itu rekaan alias imajinasi orang-orang ISIS dan HTI berdasarkan hadits-hadits yang tidak sahih
Jadi jangan mau dibohongin yah sama bendera Islam-nya HTI dan ISIS.
Perkara ini bukan masuk kategori syari’ah yg harus ditaati. Gak usah ragu menurunkan bendera HTI dan ISIS. Itu bukan bendera Islam, bukan bendera Tauhid.
Tapi ada tulisan tauhidnya? Masak kita alergi dengan kalimat tauhid? Itu hanya akal-akalan mereka saja. Untuk mengujinya gampang saja, kenapa HTI gak mau mengangkat bendera ISIS dan kenapa orang ISIS tidak mau mengibarkan bendera HTI padahal sama-sama ada kalimat Tauhid-nya? Itu karena sifat sebuah bendera di masa modern ini sudah merupakan ciri khas perangkat dan simbol negara. Misalnya warga Indonesia tidak mau mengangkat bendera Belanda atau lainnya. Bukan karena benci dengan pilihan warna bendera mereka, tapi karena itu bukan bendera negara kita.
Bendera itu merupakan ciri khas sebuah negara. Apa HTI dan ISIS mau mengangkat bendera berisikan kalimat Tauhid yang khat dan layout-nya berbeda dengan ciri khas milik mereka? Atau angkat saja deh bendera Arab Saudi yang juga ada kalimat Tauhidnya. Gimana? Gak bakalan mau kan. Karena bendera sudah menjadi bagian dari gerakan mereka. Maka jelas bendera ISIS dan HTI bukan bendera Islam, bukan bendera Rasul, tapi bendera ISIS dan HTI.
Itu sebabnya Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya dengan tegas meminta bendera HTI diturunkan dalam sebuah acara. Mursyid yang juga keturunan Rasulullah ini paham benar dengan sejarah dan status hadits soal bendera ini.
Saya ikut pendapatnya Imam Ibn Hajar dan ikut sikap Habib Luthfi.(ISNU)
Ditulis Oleh Prof. Nadirsyah Hosen, Ph.D
Tanggapan Gus Nadir Terkait Pembakaran Bendera HTI
Sumber Berita : http://www.islamnusantara.com/tanggapan-gus-nadir-terkait-pembakaran-bendera-hti/

Mengapa Sebagian Orang Benci NU dan Kiai Said? Ini Analisa Sikologisnya

ISLAMNUSANTARA.COM, Jakarta – Sebagian orang tiba-tiba ada yang benci kepada Nahdlatul Ulama (NU) dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Said Aqil Siroj. Mereka tak sadar bahwa mereka telah terpengaruh dengan propaganda yang sengaja digencarkan kelompok pembenci NU.
Menurut salah satu pengurus NU Jawa Barat sekaligus pengamat media sosial Ayik Heriansyah, sebagian orang mendadak benci kepada NU dan Kiai Said lantaran banyaknya serangan-serangan opini kasar dan halus yang ditujukan kepada NU khususnya Kiai Said. Serangan tersebut kemudian mengendap di alam bawah sadar sehingga mereka benci tanpa sadar.
“Gejala masyarakat mendadak membenci NU dan Kiai SAS itu karena endapan dari opini-opini negatif yang diviralkan wahabi, PKS, HTI, dll,” ujar Ayik kepada dutaislam.com, Sabtu (04/08/2018).
Ayik menjelaskan, perang opini dan propaganda sifatnya bermain di wilayah alam bawah sadar. Hal tersebut kemudian memunculkan sikap cinta atau benci tanpa sadar.
“Begitulah kira-kira teori dan analisa tentang gejala masyarakat yang mendadak benci NU dan Kiai SAS,” ucap Ayik.
Berhati-hatilah dengan propaganda jika anda tidak ingin terjerumus!  (ISNU)
Mengapa Sebagian Orang Benci NU dan Kiai Said? Ini Analisa Sikologisnya
Sumber Berita : http://www.islamnusantara.com/mengapa-sebagian-orang-benci-nu-dan-kiai-said-ini-analisa-sikologisnya/

Inilah Dua Hal Sumber Perpecahan Umat Islam Menurut Mufti Syria

ISLAMNUSANTARA.COM, Jakarta – Syekh Adnan al-Afyuni yang merupakan salah seorang Mufti Syria mengatakan, ada dua sumber perpecahan dan perselisihan umat Islam. Pertama, mencari keuntungannya sendiri-sendiri. Masing-masing atau kelompok umat Islam melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya. Mereka tidak peduli jika apa yang mereka lakukan itu menimbulkan perpecahan di tubuh umat Islam
“Ketika orang-orang berperang, berseteru. Mereka lebih buas daripada binatang. Mereka jauh dari nilai-nilai syariah,” kata Syekh Adnan saat mengisi acara Seminar Internasional Pemikiran Imam Al-Ghazali di Jakarta Pusat, Jumat (19/1).
Kedua, hilangnya keilkhlasan. Masing-masing memaksakan pendapatnya agar diterapkan kelompok lain. Di samping itu, mereka juga menyalahkan kelompok yang tidak sepaham dengannya.
Syekh Adnan menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk saling menghormati sehingga tercipta keharmonisan antar umat Islam. Terkait dengan pihak-pihak yang berselisih dan berseteru, Syekh Adnan menyebutkan bahwa solusinya adalah masing-masing harus kembali kepada ajaran agama Islam yang luhur.
Menurutnya, persoalan umat seperti kemiskinan, keterbelakangan, dan masalah lainnya tidak akan dapat diselesaikan jika antar umat masih saling berselisih.
“Jika mereka terus berperang, masalah umat Islam tidak akan selesai,” jelasnya.
Ia mengaku sedih melihat kondisi umat Islam yang tercerai-berai seperti saat ini. Baginya, ada banyak hal dalam Islam yang seharusnya bisa menyatukan umat Islam, namun kenyataannya mereka saling berseteru dan bercerai-berai. (ISNU)
Inilah Dua Hal Sumber Perpecahan Umat Islam Menurut Mufti Syria
Sumber Berita : http://www.islamnusantara.com/inilah-dua-hal-sumber-perpecahan-umat-islam-menurut-mufti-syria/

Bagaimana Hizbut Tahrir (HTI) Menipu dan Memecah Belah Umat Islam?
Hizbut Tahrir (HTI) adalah partai politik (hizbun siyasiyyun). Hizbut Tahrir (HTI) adalah gerakan kekuasaan. Mereka punya tujuan, mendirikan Negara Khilafah versi mereka. Membangun Negara Islam yang sesuai selera mereka.

Hizbut Tahrir Tidak Peduli Pengabdian pada Umat Islam
Hizbur Tahrir (HTI) tidak pernah peduli akan dakwah Islam dan tegaknya agama Islam, yang mereka pedulikan hanyalah tegaknya sistem kekuasan mereka.
Hizbut Tahrir (HTI) tidak peduli mengabdi kepada umat Islam, makanya mereka tidak pernah membangun madrasah, pesantren, universitas, masola, masjid, yayasan sosial dan kegiatan amal lainnya.
Islam bagi Hizbut Tahrir (HTI) bukan ladang pengabdian tapi sekadar alat kekuasaan.
Ini fakta yang tidak bisa mereka bantah.

Modus Penipuan Hizbut Tahrir
Lantas bagaimana mungkin tujuan mereka berhasil tanpa mengabdi terlebih dahulu kepada umat Islam?
Mereka menggunakan strategi penipuan. Modus penipuan adalah melakukan kebohongan untuk memperoleh keuntungan pribadi tapi dengan merugikan kelompok lain.
Siapa yang dirugikan di sini oleh Hizbut Tahrir? Islam dan umat Islam.
Islam dirugikan karena Hizbut Tahrir menjalankan strategi penipuan menggunakan ajaran dan simbol Islam sebagai modus penipuan.
Hizbut Tahrir menggunakan istilah: khilafah, negara Islam, syariat Islam, bendera Rasulullah, Kalimat Tauhid namun tujuan mereka yang sesungguhnya adalah meraih keuntungan dengan tegaknya sistem kekuasaan yang mereka inginkan, yakni: sistem khilafah versi mereka yang direncanakan oleh Taqiyuddin An-Nabhani, sejak tahun 1953, bukan sistem khilafah yang dikenal dalam sejarah Islam.
Kita harus membedakan antara Sistem Khilafah yang dikenal dalam sejarah Islam dengan sistem khilafah yang dirancang oleh Taqiyuddin An-Nabhani tahun 1953. Nama bisa disama-samakan, tapi sistem dan isi jelas berbeda. Nah menyamakan sistem khilafah yang dirancang oleh Taqiyuddin tahun 1953 tapi disamakan dengan khilafah dalam sejarah Islam adalah salah satu modus penipuan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir (HTI).
Umat Islam dirugikan oleh Hizbut Tahrir karena ajaran dan simbol Islam dipakai sebagai alat menipu untuk kepentingan kekuasaan mereka.
Hizbut Tahrir juga membuat kekacauan (fitnah), perpecahan dan adu domba antar umat Islam. Saat mereka membajak kalimat tauhid untuk bendera politik mereka, yang tujuan mereka melakukan politik makar, kemudian ada reaksi pelarangan, Hizbut Tahrir pun menyebar kebohongan dan fitnah: Islam telah dilarang, kalimat tauhid telah dilarang.
Padahal yang menolak Hizbut Tahrir justeru mayoritas umat Islam. Mayoritas umat Islam bukan menolak Islam dan Tauhidnya yang dibajak oleh Hizbut Tahrir tapi menolak politik makar mereka.
Tetapi kalangan umat Islam yang awam dan lugu yang terpancing dan menelan fitnah dan kebohongan Hizbut Tahrir (HTI) bereaksi berdasarkan kebohongan dan fitnah Hizbut Tahrir (HTI): Islam dilarang, Tauhid dilarang, padahal sekali lagi, yang dilarang adalah politik makar Hizbut Tahrir (HTI) dan pembajakan mereka atas ajaran dan simbol Islam untuk tujuan politik makar.
Akhirnya, Hizbut Tahrir (HTI) pun berhasil memantik perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, berdasarkan kebohongan dan fitnah yang mereka sebarkan. Persis kelakuan kaum Munafiq di zaman Rasulullah Saw yang mempengaruhi dan membuat perselisihan di kalangan umat Islam. Di zaman Rasulullah Saw saja strategi kaum Munafiq ini bisa berhasil (meskipun selanjutnya terbongkar dan gagal), apalagi di zaman kita ini.
Semestinya kalau kita sadar akan hakikat dan tujuan Hizbut Tahrir ini yang menurut pengakuan mereka sendiri sebagai organisasi/partai politik (hizbun siyasiyyun) yang bertujuan kekuasaan, dan tidak pernah melakukan kerja-kerja pengabdian pada umat Islam (tidak bangun madrasah, pesantren, sekolah dll), harusnya kita sudah mengeluarkan Hizbut Tahrir dari kategori organisasi kemasyarakatan Islam.
Kerja-kerja Hizbut Tahrir pada umat Islam bukan pengabdian, pelayanan dan khidmah (mereka tidak pernah mengajari mengaji, tidak peduli pada pendidikan, pelayanan sosial dll) tapi kerja Hizbut Tahrir adalah memprovokasi umat Islam untuk demo, membentuk opini dan propaganda, indoktrinasi politik dan ideologi mereka.

Bangsa Arab Tidak Bisa Ditipu oleh Hizbut Tahrir
Di tanah Arab dan di bangsa Arab serta di semua negara-negara Arab, Hizbut Tahrir sudah dilarang, karena mereka tidak bisa menipu bangsa Arab, yang mengerti bahasa Arab, mengerti Islam, baik ajaran dan sejarahnya, sehingga tidak termakan kebohongan, fitnah dan penipuan Hizbut Tahrir (HTI).
Hizbut Tahrir gagal mengasong dagangan kekuasan mereka yang dibungkus istilah-istilah Arab dan klaim-klaim keislaman di bangsa Arab. Hizbut Tahrir adalah organisasi politik yang bertujuan politik makar, tapi menggunakan penipuan atasnama Islam sebagai modus operandinya. Bangsa Arab tidak tertipu. Mereka marah atas kebohongan dan penipuan Hizbut Tahrir dan melarang keras.

Kaum Santri Tidak Bisa Ditipu oleh Hizbut Tahrir (HTI)
Di negeri kita yang tercinta ini, Hizbut Tahrir (HTI) tidak bisa menipu kaum santri khususnya yang memiliki pengetahuan keislaman dan bahasa Arab yang mendalam. Ibaratnya mereka buka kursus berenang untuk ikan, atau buka kursus terbang untuk burung.
Para santri tidak terkecoh dan bisa ditipu oleh Hizbut Tahrir (HTI) yang sudah mengaku sebagai partai politik (hizbun siyasiyyun) yang bertujuan kekuasaan meskipun menggunakan ajaran dan simbol sebagai kedok. Justeru kaum santri pula yang membongkar kedok dan kebohongan propaganda Hizbut Tahrir (HTI). Ibaratnya Hizbut Tahrir (HTI) mau menjual sirup gula yang diberi cap “madu asli” kepada petani dan ahli madu. Kebohongan dan penipuan pun terbongkar!
Bagaimana mungkin Hizbut Tahrir (HTI) bisa mengaku paling cinta tauhid hanya dengan menjadikan kalimat tauhid sebagai bendera yang cuma ditenteng-tenteng, dipajang dan diarak waktu demo pada kalangan santri yang menegakkan kalimat tauhid di pesantren, madrasah, masjid, musola, majelis zikir, majelis sholawat, pengajian, tahlilan dan lain-lain sebagainya. Ibarat anak yang mengaku paling mengabdi pada orang tua tapi cuma memegang fotonya saja.
Semoga Allah Swt melindungi negeri kita dan umat Islam dari tipu daya dan kebohongan Hizbut Tahrir (HTI). Amin
Mohamad Guntur Romli
Sumber Opini : http://www.gunromli.com/2018/10/bagaimana-hizbut-tahrir-hti-menipu-dan-memecah-belah-umat-islam/

Banser Membakar Bendera HTI bukan Bendera Tauhid!
Pembakaran Banser di Garut terhadap bendera HTI memantik kontroversi. Hari ini sedang didengungkan (buzzing) khususnya di Twitter soal pembubaran Banser. Bagi saya, mereka yang membenci Banser dan ingin membubarkan Banser cuma ada 2 kelompok. Pertama, PKI dan antek-anteknya. Kedua, Teroris dan antek-anteknya. Nah kalau melihat para pendengung (buzzer) di medsos yang kini ramai ingin membiarkan Banser terafiliasi ke jaringan terorisme atau antek-antek terorisme.
Banser membakar bendera HTI sudah cara yang tepat. Benar bendera HTI ada kalimat tauhidnya, tapi bendera yang ada kalimat Tauhidnya tidak bisa disebut bendera tauhid. Bendera Saudi, bendera Afghanistan, juga bendera-bendera jaringan teroris ada kalimat Tauhidnya, seperti Al-Qaidah dan ISIS. Tapi bendera itu tidak bisa disebut bendera Tauhid haruslah disebut dengan afiliasi politiknya. Bendera Saudi, Bendera Afghanistan, Bendera ISIS, Bendera Al-Qaidah, Bendera Hizbut Tahrir. Bagaimana cara membedakan bendera-bendera itu? Ya harus belajar, agar kita tidak dibohongi oleh Hizbut Tahrir pakai kalimat tauhid. Mereka yang menyalahgunakan kalimat tauhid untuk bendera mereka yang ingin menggantikan Merah Putih dan mendirikan negara Khilafah ala Hizbut Tahrir.
Mengapa pembakaran bendera HTI adalah cara yang tepat? Karena ini sesuai dengan tradisi santri. Banser adalah santri, yang menganalogikan pembakaran bendera HTI dengan pembakaran terhadap kitab suci Al-Quran yang rusak dengan membakarnya. Tujuannya untuk memuliakan, agar tidak disalahgunakan dan diinjak-injak. Ini menurut madzhab Syafi’i, yang diikuti oleh Banser dan NU.
Imam As-Suyuthi, tokoh Syafi’iyah dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulumil Quran memberikan opsi dibakar ini, seperti halnya yang dilakukan oleh Sayyidina Utsman terhadap beberapa kitab suci Quran yang rusak dan tidak sesuai dengan standar dengan dibakar.
Ada opsi lain, menguburkannya. Ini pendapat mahzab Hambali, dan tokohnya Ibn Taimiyah. Sementara Lembaga Fatwa Saudi Arabia yang fatwanya diikuti oleh kalangan yang saat ini mendramatisir pembakaran bendera HTI oleh Banser memperbolehkan dua opsi ini, baik dibakar dan dikubur.
Kalau Banser sebelum membakar bendera HTI dengan menginjak-injak ini kita patut marah, saya juga akan marah. Tapi dengan Banser membakarnya seperti tradisi membakar Kitab Suci Al-Quran yang rusak untuk memuliakan kalimat tauhid itu, maka ini sudah sesuai dengan akhlak santri.
Penyalahgunaan simbol agama untuk tujuan kejahatan memang harus dilawan, bahkan dihancurkan. Zaman Nabi Muhammad Saw, ada masjid yang dihancurkan, karena tujuannya untuk merusak dan memecah belah umat. Masjid ini disebut “Masjid Dhirar”. Nah, apa yang dilakukan oleh Hizbur Tahrir dan Jaringan Teroris yang memakai simbol-simbol agama untuk memecah belah dan merusak, persis kelakuan orang-orang munafik zaman Nabi yang membangun “masjid Dhirar” dengan tujuan jahat, memecah belah dan mencelakakan Nabi Muhammad Saw.
Maka jangan sebut bendera HTI, bendera ISIS, bendera Al-Qaidah sebagai bendera tauhid. Sebutlah “bendera Dhirar”, bendera yang merusak dengan menyalahgunakan simbol-simbol agama yang mulia untuk tujuan jahat.
Untuk membendung dan melawan radikalisme yang mengatasnamakan agama memang Banser sebagai benteng terakhir. Kalau ormas-ormas lain, bahkan polisi atau tentara yang merampas bendera HTI, pastilah akan diserang anti Islam, anti Tauhid.
Tuduhan itu tidak akan mempan ke Banser, santri-santri yang sejak tahun 1930 sudah ditanamkan doktrin Hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman), sejak 22 Oktober 1945 sudah ditanamkan doktrin, membela Kemerdekaan Republik Indonesia (meskipun bukan negara Islam, bukan negara Khilafah) adalah kewajiban jihad setiap muslim, dan yang mati membelanya disebut syahid.
Jadi kelompok apapun yang mau membubarkan NKRI dengan memakai simbol apapun, mau palu arit (PKI), mau menyalahgunakan kalimat tauhid yang mulia seperti yang dilakukan DI/TII, kelompok-kelompok teroris dan Hizbut Tahrir, pastilah Banser yang ada terdepan melawannya.
Karena Banser dan NU, tidak menjadikan kalimat tauhid sebagai bendera politik, apalagi politik makar, tapi tauhid yang ditegakkan di pesantren-pesantren, di masjid-masjid, di musola-musola, di pengajian-pengajian, di shalawat-shalawat, di tahlilan-tahlilan dll nya.
Sayup-sayup saya mendengar sahabat-sahabat Banser yang dengan penuh keberanian dan keikhlasannya melantunkan Mars Banser
Izinkan ayah Izinkan ibu
Izinkan kami pergi berjuang
Dibawah kibaran bendera NU
Majulah ayo maju serba serbu (serbu)
Tidak kembali pulang
Sebelum kita yang menang
Walau darah menetes di medan perang
Demi agama ku rela berkorban
Maju ayo maju ayo terus maju
Singkirkanlah dia dia dia
Kikis habislah mereka
Musuh agama dan ulama
Wahai barisan Ansor serbaguna
Dimana engkau berada (disini)
Teruskanlah perjuangan
Demi agama ku rela berkorban
Mohamad Guntur Romli

Ingat Hari Santri, Ingat Jokowi, Mengapa?
Hari Santri ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melakui Keppres No 22 Tahun 2015. Keputusan Presiden itu akan dinilai semakin penting kalau kita tahu sejarah selama ini Revolusi Jihad memang sengaja “ditenggelamkan”.
Hari Santri adalah peringatan atas dikeluarkannya Revolusi Jihad oleh Alim Ulama tanggal 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad ini pula yang memantik perlawan rakyat Indonesia khususnya Jawa Timur yang melawan tentara Sekutu yang di dalamnya ada Pasukan Belanda yang mau menjajah kembali Indonesia yang baru memproklamirkan Kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945.
Pertempuran Surabaya dikenal nantinya sebagai Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November.
Selama Republik Indonesia berdiri, peristiwa Revolusi Jihad 22 Oktober ditenggelamkan, khususnya di era Orde Baru yang serba rejim militerisme yang menulis sejarah pun serba militeristik.
Mengapa Revolusi Jihad dan perlawanan umat Islam khususnya dari kalangan pesantren, kiai dan santri tidak masuk dalam catatan resmi sejarah nasional?
Karena mereka yang berjuang, mempertaruhkan jiwa dan raganya bukanlah pasukan militer secara resmi. Sementara ada ungkapan yang kuat “sejarah ditulis oleh pemenang”. Karena pemenang seperti Orde Baru yang berkuasa sangat lama dengan ciri khas rejim militeristik nya, maka, para pejuang selain militer resmi pun tak terlalu dicatat dengan serius.
Demikian pula nasib Revolusi Jihad dan peran perjuangan kaum santri.
Bisa jadi Resolusi Jihad masuk dalam radar larangan Orde Baru yang berbau Islam dan jihad, karena Orde Baru sangat alergi pada kekuatan politik umat Islam, khususnya kaum NU. Kita menyaksikan bagaimana rejim Orde Baru meminggirkan peran ulama NU, menteri agama yang lazimnya diberikan pada NU sejak Orde Lama, tapi pada Orde Baru diberikan pada selain NU.
Demikian pula sejarah berdirinya ICMI, yang merupakan cara Orde Baru  “menandingi” kekuatan NU sekaligus memecah-belah umat Islam.

Dari Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 ke Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Dalam buku “Resolusi Jihad: Perjuangan Ulama dari Menegakkan Agama Hingga Negara” yang ditulis oleh Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarah Tebuireng tahun 2015 mengulas peran penting Revolusi Jihad dan Hadrarus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang saat itu Rais Akbar PBNU.  Saat itu Hadrarus Syaikh mengeluarkan fatwa dengan substansi penolakan kembalinya kekuasaan kolonial dan mengakui kekuasaan Republik Indonesia yang baru merdeka sesuai hukum Islam.
Ringkasan fatwa Hadratus Syaikh sebagai berikut:
Hoekoemnja memerangi orang kafir jang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhoe ‘ain bagi tiap-tiap orang Islam jang moengkin meskipoen bagi orang kafir.
Hoekoemnja bagi jang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplot2nja adalah mati sjahid.
Hoekoemnja orang jang memetjahkan persatoean kita sekarang ini wadjib diboenoeh
Dengan lahirnya Resolusi Jihad semangat umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia semakin bergelora karena terbitnya fatwa sebagai legitimasi agama.
Peristiwa heroik 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan tidak terlepas dari semangat resolusi jihad yang dicetuskan di markas NU, Bubutan Surabaya saat itu. Sehingga KH Afifuddin Muhajir Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo pernah dawuh:
لو لم يكن ٢٢ اكتوبر ما كان ١٠ نوفمبر
“Kalau tidak ada 22 Oktober/Resolusi Jihad/Hari Santri maka tidak ada 10 November/Pertempuran Surabaya/Hari Pahlawan”.
Dalam catatan Duta Islam “Sejarah Singkat Resolusi Jihad yang Tidak Dicatat”
Pasukan terdepan yang bertempur di Surabaya adalah:
(1). Laskar Hizbullah, yang dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin, dari Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Wafat di Jakarta.
(2). Laskar Sabilillah, dipimpin oleh K.H. Masykur, dari Ponpes Mishbahul Wathon (Pelita Tanah Air), Singosari Malang, Jawa Timur.
(3). Barisan Mujahidin Indonesia yang dipimpin oleh K.H. Wahab Hasbullah Ponpes Tambak Beras Jombang Jawa Timur.
(4). Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) atau Bo-ei Giyugun Kanbu Renseitai yang terdiri atas 65 Daidan (batalyon) di Jawa dan 3 Daidan di Bali. Sebagian besar Batalyonnya dipimpin oleh para kiai NU. (Sejarah yang Hilang: Kiai Jadi Komandan Batalyon)
(5). Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Resolusi Jihad NU (sejarah yang terlupakan) cukup disayangkan karena Resolusi Jihad NU 22 Oktober 1945 tidak tercatat dalam Sejarah Resmi Indonesia. Ada upaya untuk menghilangkan jejak peran para Santri dan Kiai dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Hal itu diduga terkait dengan kebijakan rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi TKR yang mengakibatkan para milisi terdepak dari TKR. Walau sedikit kecewa pada pemerintah saat itu, tapi para pejuang NU tetap sadar bahwa mereka berjuang bukan untuk pemerintah, tapi membela negara dan tanah air. Mereka tetap setia dengan Resolusi Jihad dan tetap selalu menjaga serta membela NKRI. (Sumber)
Salah satu yang memantik kekecewaan terhadap kebijakan ini adalah munculnya pemberontakan Kartosoewirjo dengan DI/TIInya. Namun NU tidak terseret dengan pemberontakan ini.
Sebab lain mengapa Revolusi Jihad ini semakin terkubur adalah para kiai dan alim ulama ini memang terbiasa tidak mau mengaku-ngaku. Karena ini bisa dianggap menghilangkan keikhlasan. Para Kiai NU malah menguburkan jasa mereka dalam-dalam, bahkan agar semakin orang tidak tahu. Ini sesuai dengan petikan dari kitab Al-Hikam idfin wujudaka fi ardhil khumul (benamkan dirimu di bumi kekosongan). Jadi mana mungkin para pelaku sejarah dan saksi mata mau membuka pentingnya Revolusi Jihad ini.
Demikianlah alasan mengapa sejarah Resolusi Jihad  “ditenggelamkan”.
Namun Alhamdulillah Resolusi Jihad 22 Oktober 2015 ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 22 Tahun 2015.
Penetapan Hari Santri Nasional merupakan penunaian Jokowi atas janjinya saat Kampanye Pilpres tahun 2014, sekaligus bentuk pengakuan resmi Negara para peran penting Revolusi Jihad, Alim Ulama, Kyai dan para santri dalam perjuangan Kemerdekaan.
Mohamad Guntur Romli
Juru Bicara dan Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI)

Hari Santri, Kontekstualisasi Jihad untuk Kebangsaan dan Kemanusiaan bukan Terorisme!
Hari Santri adalah jihad kebangsaan. Hari Santri adalah Hari Jihad kemerdekaan. Hari Santri adalah Hari Jihad Kemanusiaan. Hari Santri adalah Jihad untuk Indonesia.
Hari Santri merupakan peringatan atas dikeluarkannya Resolusi Jihad Alim Ulama pada tanggal 22 Oktober 1945. Dalam Resolusi itu berisi fatwa kewajiban bagi setiap muslim mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia yang disebut jihad. Menurut Mohamad Guntur Romli, Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) inilah yang disebut jihad kebangsaan dan kemanusiaan bukan untuk terorisme yang diatasnamakan jihad.
“Hari Santri adalah peringatan dikeluarkannya Resolusi Jihad oleh Alim Ulama 22 Oktober 1945, isinya jihad untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia meski bukan negara Islam dan bukan negara Khilafah, dan apabila mati membelanya dinyatakan syahid. Ini jihad kebangsaan dan kemanusiaan”, kata Guntur Romli yang juga tokoh muda NU.
“Alim Ulama kita sudah melakukan kontekstualisasi jihad untuk membela kemerdekaan dan melawan penjajahan, ini ajaran agung Islam yang universal, bukan jihad ala ISIS dan Al-Qaidah yang malah bikin terorisme, ketakutan, kerusakan dan kekacuan,” tegas Guntur Romli yang akan maju sebagai Caleg DPR RI untuk Jatim III.
Sementara istilah santri yang dipakai meskipun Resolusi Jihad ditandatangani oleh ulama dan kyai tidak disebut Hari Ulama atau Hari Kyai, tapi Hari Santri, menurut Guntur Romli menandakan kesetaraan.
“Santri adalah pembelajar seumur hidup. Meski disebut kyai dan ulama tetaplah santri, karena tetap belajar dari buaian sampai kuburan (uthlub al-’ilma minal mahdi ilal lahdi).” Jelas Guntur Romli yang lahir dan belajar dari dunia pesantren.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Imbau Warganya Tak Ikut Demo Pembakaran Bendera HTI

JAKARTA – Polisi telah mengamankan pria yang diduga membawa bendera HTI saat peringatan hari santri di Garut, Jawa Barat. Pengurus Pusat Muhammadiyah meminta masyarakat tetap menahan diri menyikapi kejadian ini.
“Diimbau agar seluruh umat Islam dan warga bangsa dapat menahan diri dengan tetap bersikap tenang dan tidak berlebihan dalam menghadapi masalah yang sensitif ini. Hindari aksi-aksi yang dapat menambah persoalan menjadi bertambah berat dan dapat memperluas suasana saling pertentangan di tubuh umat dan bangsa.” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (26/10/2018) malam.
Haedar menilai saat ini Indonesia masih menanggung beban karena masalah korupsi dan ekonomi. Dia meminta warga Muhammadiyah juga tak ikut melakukan aksi turun kejalan sebegai bentuk protes.
“Khusus kepada warga dan seluruh jajaran di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah agar tidak melakukan aksi-aksi massa dalam merespons masalah pembakaran bendera tersebut. Sebaiknya ikutserta dalam menciptakan suasana tenang, damai, dan kebersamaan untuk terwujudnya kemaslahatan umat dan bangsa,” ujarnya.
Muhammadiyah juga memerpercayakan proses hukum kasus pembakaran bendera ini kepada kepolisian. Namun dia tetap mengingatkan agar polisi objektif dan profesional.
“Aparat kepolisian hendaknya dapat bertindak objektif dan profesional sesuai koridor hukum yang berlaku disertai kemampuan membaca realitas secara cerdas dan bijak dalam semangat menegakkan hukum yang tidak sekadar verbal. Manakala penyelesaian hukum atas kasus ini bersifat parsial, tidak menyentuh substansi masalah utama, dan tidak menunjukkan objektivitas yang menyeluruh, maka dapat menimbulkan ketidakpuasan publik secara luas,” pungkasnya.
Polisi hingga kini masih memeriksa US (34) pembawa bendera berkalimat tauhid yang diidentifikasi kepolisian sebagai bendera HTI di tengah Apel Hari Santri Nasional (HSN) di Garut, Jawa Barat. Status hukum US akan segera diumumkan.
“Besok pagi pukul 10.00 WIB, kita akan konferensi pers di sini (Divisi Humas Polri), sekaligus (merilis) hasil pemeriksaan di Polda Jawa Barat,” kata Arief di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/10/2018).
Gerakan Pemuda Ansor sebelumnya menegaskan bendera bertuliskan tauhid yang dibakar personel organisasinya, Barisan Ansor Serbaguna (Banser), merupakan bendera HTI. Meski begitu, GP Ansor menyesalkan pembakaran tersebut karena seharusnya bendera itu diserahkan kepada polisi. Ansor juga meminta maaf bila kasus itu menimbulkan kegaduhan. [ARN/Detik]

TGB: Bendera HTI Tidak Bisa Dinisbatkan pada Bendera Rasulullah

JAKARTA – Eks Gubernur NTB TGH Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) merespons insiden pembakaran bertuliskan kalimat tauhid di Garut, Jabar. Menurutnya tidak tepat bila disebut bendera tersebut dikaitkan dengan bendera Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
“Kita semua harus jujur dengan apa yang terjadi, saya pikir ketika kita bicara tentang atribut bendera, tidak pas kalau semata kita bicara bahwa, wah itu kan bendera Rasul, misalnya. Itu kan zaman Rasul bendera itu sudah ada,” kata TGB di Jl Proklamasi no 53, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018).
TGB mengatakan dirinya telah mengecek literatur soal bendera Rasulullah. TGB yang juga sebagai ulama sekaligus cendikiawan muslim ini mengatakan tak pernah menemukan literatur yang menceritakan bendera Rasulullah dikibarkan di situasi damai.
“Saya sampai hari ini, saya mengecek di semua khazanah kitab-kitab hadis tentang perjalanan Rasul, saya dari awal sampai akhir, saya belum pernah menemukan ada satu narasi terkait dengan bendera Rasul itu dikibar-kibarkan di Madinah dalam keadaan damai, dalam keadaan damai, biasa-biasa, lalu bendera masa perang dikibarkan, itu tidak pernah ada. Sampai sekarang saya nggak menemukan,” lanjut dia.
Polisi menyebut bendera yang dibakar tersebut ialah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi terlarang di Indonesia. TGB kemudian menyinggung soal HTI yang dilarang di negara lain.
Pelarangan tersebut tak serta merta menjadi sebuah sikap anti-Islam. Dia menyebut ada 20 negara yang melarang, termasuk Turki, Arab Saudi, sampai Mesir.
“Ketika kita bicara tentang satu kelompok tertentu yang sering menggunakan bendera itu, kelompok itu tidak hanya dilarang di Indonesia. Kelompok itu dilarang di Turki, Saudi, Mesir, mungkin lebih 20 negara. Apakah itu berarti pemerintah Turki anti-Islam? Apakah itu berarti pemerintah Saudi anti-Islam? Mesir anti-Islam? Ketika melarang kelompok itu, untuk ada di situ saya pikir bukan. Jadi kenapa dilarang pasti ada alasan objektifnya,” jelas dia.
TGB menilai tak seharusnya peristiwa pembakaran bendera itu disebut sebagai pelecehan terhadap bendera Rasul. Sebab pada praktiknya, pengibaran bendera di luar konteks peperangan sebagai sebuah kekeliruan.
Dia menambahkan, saat ini Indonesia dalam keadaan damai. Oleh karena itu pengibaran bendera tersebut tidak tepat.
“Jadi menurut saya juga tidak bisa begitu saja kita bicara, wah ini berarti melecehkan bendera Rasul, tidak bisa mengatakan seperti itu. Karena pada praktiknya kalau pun ada panji, itu panji pada saat perang. Dan kita di Indonesia ini seperti yang berulang kali saya sampaikan, Indonesia adalah tempat di bumi Allah yang paling aman dan damai di tengah perbedaan yang luar biasa tapi dipersatukan diikat semangat kebangsaan,” paparnya.
“Ini situasi yang damai lalu kemudian atribut yang digunakan pada saat perang itu dipakai. Itu menurut saya sangat tidak pas,” kata TGB.
Meski demikian, TGB tetap tidak membenarkan aksi pembakaran bendera tauhid itu. Jika bendera tersebut dikibarkan di luar konteks perang, ada baiknya dilipat diserahkan ke penegak hukum.
“Tapi saya tetap di tengah situasi apapun saya tetap mengatakan tidak usah ada pembakaran karena pasti ada kontroversi, dilipat saja serahkan pada penegak hukum kalau ada proses hukum yang dirasa perlu, silakan diproses,” tuturnya. [ARN]

Polisi Dalami Alasan Pembawa Bendera HTI Datang ke Garut

BANDUNG – Polisi mengamankan pembawa bendera berkalimat tauhid yang dianggap bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pria berinisial US (22) tersebut berasal dari Garut, namun bekerja dan menetap di Bandung.
“Yang bersangkutan asli dari Garut, namun bekerja dan domisili sehari-harinya di Bandung,” ucap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana kepada detikcom via pesan singkat, Jumat (25/10/2018).
Umar tak menjelaskan secara rinci US tinggal dan bekerja apa di Bandung. Namun yang pasti, kata dia, US yang ditangkap sore tadi sekitar pukul 16.00 WIB di Jalan Laswi, Kota Bandung. Ia diduga sebagai pembawa bendera HTI.
“Dengan menggunakan back up pembuktiannya secara ilmiah dan didukung peralatan yang modern dari inafis Mabes Polri, akhirnya Polda Jabar berhasil mengamankan seorang laki-laki dengan inisial U di jalan Laswi Bandung,” kata dia.
Polisi juga masih mendalami alasan US datang ke Garut sambil membawa bendera HTI dalam peringatan hari santri nasional (HSN) di alun-alun Limbangan, Garut, Senin 22 Oktober lalu.
“Saat ini penyidik masih melakukan pendalaman terhadap yang bersangkutan untuk mengetahui hal-hal yang selama ini masih menjadi pertanyaan penyidik sehingga diharapkan gambaran utuh kejadian pembakaran bendera HTI dapat diperoleh secara utuh,” katanya. [ARN/Detik]

Denny Siregar: PKS, HTI dan Agenda Khilafah di Pilpres 2019

JAKARTA – Gerakan #2019GantiPresiden semakin hari tidak mendapat respon positif di masyarakat karena telah disusupi oleh gerakan makar kepada NKRI. Tokoh medsos Denny Siregar menulis tentang “HTI, PKS & AGENDA KHILAFAH DI PILPRES”, berikut ulasannya:
Sejak perang Suriah tahun 2011, gerakan khilafah semakin membesar di Indonesia. Ideologi mengganti sistem negara saat ini dengan syariat Islam, terus mereka kumandangkan dimana-mana. Dan tanpa malu-malu lagi mereka membentangkan spanduk, berorasi, bahkan memaksakan pemikiran-pemikiran mereka di media sosial maupun ceramah-ceramah.
Baca: Denny Siregar: Siasat politik rezim orde lama dan PKS menuju pilpres 2019
Salah satu ormas yang aktif “berjuang” supaya khilafah tegak di Indonesia adalah Hizbut Tahrir Indonesia. Hizbut Tahrir adalah organisasi terlarang yang sudah dibubarkan di banyak negara, termasuk negara-negara Timur Tengah. Kenapa? Karena mereka sejatinya selalu ingin melakukan makar di setiap negara jika ada kesempatan.
“HTI adalah gerakan revolusioner dan tidak menggunakan kekerasan, tetapi mendukung orang lain yang menggunakannya. Mereka anti demokrasi dan salah satu cabang terbesarnya ada di Indonesia..” begitu kata Sidney Jones pengamat terorisme dalam sebuah perbincangan.
Pembubaran HTI pada tahun 2017 lalu, jelas menyisakan dendam membara kepada Presiden Jokowi yang mereka anggap sebagai musuh utama. Tapi karena mereka tidak bisa bergerak leluasa sebab sudah dilarang, mereka menggunakan tangan orang lain untuk melakukannya.
Baca: HTI dan PKS Dua Mata Uang yang Sama
Dan tangan itu ada di PKS..
Sebenarnya HTI dan PKS mempunyai ideologi yang sama, yaitu negara Islam. Hanya PKS malu-malu untuk terbuka, meski sudah condong mengarah kesana. Survey SMRC yang dilakukan bulan Mei 2017, mengungkapkan bahwa 34 persen simpatisan PKS setuju dengan adanya khilafah. Dan ini prosentase terbesar jika dibandingkan survey pada simpatisan partai lainnya..
Karena mempunyai kesamaan ideologi itulah, maka HTI mempunyai satu irisan yang sama dengan PKS. Dengan begitu, mudah bagi HTI untuk diterima masuk ke PKS dan mengembang-biakkan virusnya disana..
Pemilihan Presiden 2019, adalah salah satu cara HTI membalas dendamnya kepada Jokowi. Dan jika mereka menang, maka mereka akan semakin brutal memasukkan orang-orangnya ke semua sistem pemerintahan dan satu waktu mereka akan mengganti sistem itu dengan khilafah, yang sesuai ideologi mereka.
Baca: PKS Layak Ditenggelamkan Seperti Ikhwanul Muslimin
Itulah gerak panjang HTI yang sudah mereka susun dengan baik. Dan -sekali lagi- mereka tidak malu-malu untuk mengungkapkan itu di depan publik.
Video yang viral dimana Mardani Ali Sera, ketua DPP PKS, berpasangan dengan Ismail Yusanto, petinggi HTI, menunjukkan betapa HTI masih dengan bangga memproklamirkan ideologinya. “Ganti sistem..” Kata Ismail disamping Mardani yang berseru, “Ganti Presiden..”


HTI jelas tidak takut pada pemerintah Indonesia, yang dinilai tidak sekeras pemerintah Turki, misalnya, dalam menindak orang-orang HTI.
Di Turki tahun 2009, pemerintah sana menahan orang-orang Hizbut Tahrir, bukan hanya membubarkan ormasnya. Bahkan di Rusia, HT dikategorikan sebagai organisasi teroris. Di Malaysia saja, pemerintah sana pada tahun 2015 memfatwakan, bahwa HT adalah kelompok yang menyimpang dan siapapun yang mengikuti gerakan pro-khilafah akan menghadapi hukum.
Baca: 15 Kesamaan Antara PKS dengan PKI
Kenapa Jokowi tidak bisa keras dan tegas pada HTI ini?
Sulit. Karena jika Jokowi pakai tangan besi dalam menindak orang-orang HTI, maka isu “anti Islam” akan digoreng keras dan dijadikan rudal untuk menjatuhkannya. Lawan Jokowi sudah terlalu banyak, mulai mafia sampai politikus, sehingga ia kesulitan jika menghajar mereka pada saat bersamaan. Karena itulah Jokowi merapatkan barisan dengan kyai-kyai NU, dalam misi perang panjangnya.
Perang ini akan dimulai Jokowi jika ia sudah pasti menjabat satu periode lagi. Pada periode kedua itu, Jokowi akan “nothing to lose” sehingga mudah menangani mereka.
Baca: Yusuf Muhammad: Bersihkan Indonesia dari Pengkhianat Bangsa
Itulah sebab, Jokowi harus didorong untuk memenangkan “perang” dalam Pilpres ini. Sesudah itu kita dorong ia untuk lebih keras terhadap keberadaan HTI dan ideologi khilafahnya. Kalau tidak, negara kita akan kacau terus karena menghadapi ideologi yang tidak akan mati selama jasad mereka masih ada dibadannya. Membela Jokowi adalah membela kebhinekaan dan kesatuan negara Republik Indonesia dari rongrongan pemuja khilafah. Seruput dulu kopinya?. (ARN)
Mardani Ali Sera dan Ismail Yusanto HTI Mardani Ali Sera dan Ismail Yusanto HTI

Ketum PBNU: Banser Tak Akan Bubar Sampai Kiamat

JAKARTA – Desakan Banser dibubarkan muncul pascaperistiwa pembakaran bendera berisi kalimat tauhid yang dinyatakan bendera HTI di Garut, Jawab Barat. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan Banser tidak akan bubar.
“Tidak akan bubar sampai kiamat,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di kantornya, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018).
Dia tak begitu mempermasalahkan seruan tersebut. Menurutnya, setiap orang memiliki kebebasan dalam menyampaikan pendapat.
“Orang minta boleh-boleh saja, masa dilarang,” ucapnya.
Seruan pembubaran Banser itu banyak diperbincangkan di media sosial. Seruan itu merupakan bentuk kecaman atas tidak Banser di Garut.
Pembakaran bendera itu terjadi bertepatan dengan perayaan Hari Santri Nasional pada Minggu (22/10). Polisi juga telah menangkap tiga pelaku pembakaran bendera tersebut. [ARN]

Viral ‘Banser Bakar Bendera Tauhid’ Bukti Konspirasi Busuk HTI Hancurkan Banser

LAMONGAN – Akun Facebook Abdullah Faizin menulis tentang bagaimana viralnya pemberitaan terkait Banser membakar bendera bertulisakan kalimat Tauhid milik HTI, para kelompok pengkhianat bangsa Indonesia ini tidak segan-segan membuat sebuah konspirasi busuk untuk menghancurkan NU lewat Banser dan Ansor. Jelas ini adalah sebuah konspirasi busuk mereka untuk membuat opini di masyarakat bahwa Ansor dan Banser benci Islam bla..bla. Berikut ulasannya:
Konspirasi busuk dibangun HTI dengan cara mengibarkan bendera hitam yang diklaim sebagai duplikasi liwa’’ dan Ar Rayah namun jauh panggang. Pencatutan liwa’ dan Ar Rayah adalah upaya legitimasi palsu yang dijadikan sandaranya, padahal bendera itu mirip dengan bendera teroris ISIS. Sebagai upaya untuk memecah kemeriahan Hari Santri Nasional dengan tujuan agar pelaksanaan HSN pecah dan gaduh serta hancur.
Isu Pembakaran Bendera HTI
Isu Pembakaran Bendera HTI
Baca: Soal Bendera Rasulullah, Propaganda Bohong HTI dan ISIS
Deteksi penemuan tentang skenario kelompok sempalan pemberontak negara telah valid yakni ada upaya teroganisir dan terencana untuk menghantam NU dan pemerintah yang sah.
Implementasi strategi yang dianggap strategis ternyata telah dipatahkan oleh sahabat Banser dengan sigap kemudian membakarnya untuk menyelamatkan kesucianya.
Konsekwensi pembakaran tersebut sangat spektakuler menjadi titik informasi viral bahkan diviralkan hingga menjadi klimaks hal ini sebagai bagian prioritas rekayasa mereka.
Baca: HTI dan Teroris Tidak Ada Bedanya
Yakni menjadi amunisi beracun yang digunakan untuk menyatakan dan menyuarakan kepublik bahwa yang dibakar adalah kalimat tauhid dan mereka memproduksi hoaks dengan slogan Islam dihina, tauhid dihina, kalimat tauhid dilecehkan, umat islam didzolimi dan tetek bengek yang lain.
Namun mereka tak mengerti bahwa hakikat jebakan mereka yang memasukkan penyusup pengibar bendera hitam itu telah terjebak dalam ranjaunya sendiri.
Ketegasan pembakaran itu telah menarik mereka dari liang-liang persembunyian mereka, yang mengeluarkan mereka dari lorong-lorong pertapaannya, dan telah menampakkan kesamarannya selama ini, hal inilah semakin memperjelas identitas mereka yang tak jelas selama ini.
Mereka menggelepar kepanasan seiring dengan pembakaran itu kemudian membuat orkestra hoaks bersama marah bersama, tak ayal lagi mereka membuat beribu bahkan berjuta-juta akun memblow up, bahkan media menggiring opini strategis untuk menghantam Banser dan Ansor karena dianggap keudanya sebagai benteng penghalang misi mereka, namun upaya itu rapuh ditengah bahkan dipersimpangan jalan.
Baca: Prof Sumanto: HTI Ormas Gemblung dan Sontoloyo
Dari peristiwa tersebut kita telah paham siapa dipihak mereka siapa dipihak kita. Apa ada dasar ulama kita dalam hal menyikapi pembakaran ini bendera itu? ada dan banyak tapi saya ambil satu kaidah ushul fiqih:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya: Menolak suatu kemudharatan/bahaya lebih didahulukan daripada meraih manfaat (keuntungan).
Kita bangun negeri ini dengan kedamaian bukan mengawali atau membuat kegaduhan. (ARN)
Gus Yaqut

Polda Jabar Tak Temukan Unsur Pidana, Polisi Buru Pemilik Bendera HTI

BANDUNG – Penyidik dari Polda Jawa Barat (Jabar) telah melakukan gelar perkara terkait insiden pembakaran bendera mirip organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Hasilnya, tidak ditemukan unsur pidana pada anggota Banser yang membakar bendera tersebut.
Baca: Ada Penyusup! PBNU Sebut Aparat Kecolongan soal Bendera HTI
Saat ini, penyidik Polda Jawa Barat tengah mencari keberadaan pemilik bendera tersebut. Polisi ingin menggali motif pria misterius itu membentangkan bendera mirip HTI saat peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Lapangan Limbangan, Garut pada Senin 22 Oktober 2018 kemarin.
“Saat ini, konsentrasi kami ke sana (mencari pemilik bendera),” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Umar Surya Fana saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (25/10).
Langkah tersebut dilakukan sebagai salah satu opsi mengungkap kasus yang menjadi sorotan publik tersebut. Sebab, kemunculan bendera dan ikat kepala berwarna hitam itu yang diduga menjadi pemicu tindakan pembakaran.
Baca: Gus Yaqut: Bendera HTI Ditemukan di 9 Wilayah pada Perayaan Hari Santri
Padahal panitia peringatan HSN dan peserta telah sepakat tidak ada yang membawa atribut selain bendera merah putih.
Setidaknya ada tiga pasal yang menjadi opsi polisi mengungkap kasus tersebut, yakni UU ITE merujuk kepada video pembakaran yang viral, Pasal 174 KUHP tentang membuat kegaduhan dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan.
Baca: Kronologi Sebelum Bendera HTI Dibakar di Garut
“Untuk 174 KUHP kegaduhan, mengganggu rapat umum ini akan muncul pelakunya. Siapa? Ya yang menyusup tadi. Untuk Pasal 406 KUHP, si pemilik bendera harus datang kepada kami untuk membuat keterangan. Karena jelas dalam pasal merusak sebagian atau seluruhnya atau melakukan perusakan (barang) hingga tidak bisa digunakan harus ketemu pemiliknya untuk menentukan siapa yang jadi korbannya,” ucap Umar. (ARN/Merdeka)
Polda Jabar Polda Jabar

Penyusup Dalam Acara Hari Santri Di Garut Yang Mengibarkan Bendera HTI Berhasil Diringkus Polisi, Ini Tampangnya & Identitasnya

BERANINEWS.COM - Polisi mengamankan pembawa bendera berkalimat tauhid, yang dinyatakan sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dalam perayaan Hari Santri Nasional (HSN) di Garut.
Pembawa bendera itu berinisial US dan ditangkap pada Kamis (25/10/2018) siang tadi.
US berasal dari Cibatu, Garut.
"Polda Jawa Barat berhasil mengamankan pembawa bendera HTI di Upacara HSN Garut," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Umar Fana kepada detikcom, Kamis (25/10/2018).
Umar memastikan pembawa bendera HTI tersebut bukan santri yang diundang dalam acara. Dia pun memberi sinyal pembawa bendera tersebut adalah penyusup.
"Amat sangat bisa dipastikan (bukan santri undangan). Kalau ada orang yang nggak diundang dalam suatu acara, terus dia datang dan bawa sesuatu yang sudah dilarang, nama yang cocok apa?" tutur Umar Fana.
Sebelumnya, Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto mengaku pihaknya menyelidiki sosok pembawa bendera HTI.
"(Pembawa bendera) masih diselidiki," ujar Agung di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Selasa (23/10/18).
Penyusup Dalam Acara Hari Santri Di Garut Yang Mengibarkan Bendera HTI Berhasil Diringkus Polisi, Ini Tampangnya & Identitasnya
Sumber Berita : https://www.beraninews.com/2018/10/penyusup-dalam-acara-hari-santri-di.html

Miris Banget Kaka....Usaha Kedua Wanita Tionghoa Ini Kandas , Hakim Pengadilan Tinggi Medan Tetap Vonis Meliana 18 Bulan Penjara

BERANINEWS.COM - Perjuangan hukum yang dilakukan Meiliana, terdakwa penodaan agama, di tingkat banding kandas.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan tetap menjatuhkan hukuman kepada wanita berusia 44 tahun itu 18 bulan penjara.
Majelis hakim terdiri dari ketua Daliun Sailan, dan dua anggotanya, Prasetyo Ibnu Asmara dan Ahmad Adrianda Patria.
Dalam amar putusannya menyebutkan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan penistaan agama, dengan memprotes suara azan yang berujung kerusuhan di Kota Tanjungbalai, 2016 lalu.
Putusan di tingkat banding itu digelar di ruang utama di Pengadilan Tinggi Medan di Jalan Ngumban Surbakti, Medan, Kamis sore, 25 Oktober 2018.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyebutkan terdakwa telah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dengan Pasal 156A KUHPidana.
“Tadi saudara-saudara sudah mendengar apa yang menjadi putusan majelis hakim. Putusan yang telah diucapkan tadi adalah majelis hakim tingkat banding sependapat dengan apa yang telah diputuskan oleh majelis hakim tingkat pertama,” ujar Humas PT Medan, Adi Sutrisno kepada wartawan, usai sidang.
Vonis itu sesuai dengan putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Medan, beberapa waktu lalu.
Adi mengungkapkan, putusan pengadilan tingkat pertama sudah sesuai dengan fakta hukum di persidangan sebelumnya.
Putusan yang diterima Meiliana dinilai sudah memenuhi rasa keadilan terdakwa dan masyarakat.
Jika tidak menerima putusan itu, Adi menyebutkan, masih ada kesempatan bagi terdakwa dan kuasa hukumnya untuk mengajukan kasasi di Mahkamah Agung.
“Jadi intinya adalah majelis hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yaitu Pengadilan Negeri Medan. Yakni (terdakwa Meiliana) dinyatakan bersalah melakukan penodaan agama, kemudian dipidana dengan pidana 1,5 tahun atau 1 tahun 6 bulan penjara,” ujar Adi.
Sementara itu, penasihat hukum Meiliana, Josua Rumahorbo, menyatakan pihaknya masih harus berkoordinasi dengan Meiliana untuk memutuskan menempuh upaya kasasi atau tidak.
“Jadi kami untuk melakukan upaya hukum, kita koordinasi dulu  dengan Meiliana,” ujarnya.
Untuk diketahui, perkara Meiliana ini dibawa ke pengadilan menyusul kerusuhan SARA di Tanjung Balai sekitar 2 tahun lalu.
Meiliana didakwa telah melakukan penodaan agama yang memicu kejadian itu.
Berdasarkan dakwaan, perkara ini bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, Jumat pagi, 22 Juli 2016, lalu.
Dia meminta kepada tetangganya untuk menyampaikan ke pengurus masjid agar mengecilkan suara azan lantaran bising.
Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat Isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf.
Namun kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat  menjadi ramai.
Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat.
Sekitar pukul 23.00 WIB, warga semakin ramai dan berteriak.
Bukan hanya itu, warga mulai melempari rumah Meiliana.
Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng, serta sejumlah kendaraan di kota itu.
Peristiwa itu pun masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke polisi.
Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana. Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka.
Sekitar 2 tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan, sejak 30 Mei 2018.
Miris Banget Kaka....Usaha Kedua Wanita Tionghoa Ini Kandas , Hakim Pengadilan Tinggi Medan Tetap Vonis Meliana 18 Bulan Penjara
Sumber Berita : https://www.beraninews.com/2018/10/miris-banget-kakakandas-sudah-usaha.html

Re-Post by MigoBerita / Jum'at/26102018/10.24Wita/Bjm
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya