Oleh: Budi Kurniawan
Direktur PADMA (Pusat Analisis, Data, Media, dan Masyarakat Kalsel) Institute
BANJARMASINPOST.CPO.ID - Jika tak ada aral melintang, pada September tahun ini tahapan Pilkada di tujuh kota/kabupaten dan satu provinsi (Banjarmasin, Banjarbaru, Kotabaru, Banjar, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Tanah Bumbu) mulai bergulir.
Pada Februari tahun depan para petarung Pilkada akan ditetapkan. Setelah ditetapkan, pertarungan pun dimulai hingga pertengahan atau akhir tahun 2020.
Tanpa mengecilkan Pilkada di enam kabupaten/kota yang bisa jadi penuh drama, Pilkada Provinsi Kalsel yang akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur relatif menarik. Apalagi jika mengingat pada apa yang terjadi pada lima tahun silam.
Sebelum KPU Kalsel menetapkan pemenang Pilkada pada 19 Desember 2015, drama politik berlangsung. Hitung cepat lembaga survey asal Jakarta memenangkan pasangan H Muhidin – Gusti Farid Hasan Aman. Selisih suara versi hitung cepat itu kurang dari satu persen.
Drama Pilgub 2015
Kemenangan versi hitung cepat tak pelak membuat prediksi banyak pihak meleset. Rival kuat Muhidin – Gusti Farid, pasangan Sahbirin Noor – Rudy Resnawan yang semula diduga akan menang mudah, ternyata tak seperti yang dibayangkan.
Apalagi jika menghitung dukungan partai politik yang kala itu hampir seluruhnya diborong Sahbirin – Rudy. Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKS, PAN, dan Partai Hanura mengusung pasangan ini.
Tak pelak, hanya Partai Kebangkitan Bangsa dan Nasdem yang tersisa. Kedua partai ini kemudian mendukung dr Zairullah Azhar – Muhammad Sapi’i. Sedangkan Muhidin – Gusti Farid memilih jalur independen. Pilihan itu membuat Muhidin – Gusti Farid menorehkan sejarah sebagai pasangan pertama dari jalur independen yang berlaga pada Pilkada Kalsel.
Jalur independen ditambah kekuatan kedua sosok –Muhidin dinilai sukses memimpin Kota Banjarmasin dengan berbagai pembangunan landmark baru dan Gusti Farid membawa politik garis darah baik dari sang ayah dan mertua yang sama-sama merupakan Gubernur Kalsel dengan sejumlah catatan baik semasa mereka menjabat—mengubah peta politik yang semula mudah diduga itu.
Namun, kemenangan versi hitung cepat itu hanya berlangsung sesaat. Versi KPU, Sahbirin dan Rudy Resnawan lah yang memenangkan Pilkada Kalsel. Kemenangannya berlangsung sangat tipis. KPU Provinsi Kalsel menetapkan, calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor urut 1 (Zairullah – Sapi’i) memeroleh 334.712 suara; calon nomor urut dua (Sahbirin – Rudy) memeroleh 739.588 suara; dan Muhidin – Gusti Farid, calon nomor urut tiga memeroleh 725.585 suara.
Kemenangan versi resmi itu tak pelak membuat gejolak. Tersiar kabar para pendukung kedua calon yang selisih suaranya tipis itu mulai berhadap-hadapan. Suasana Kalsel sempat tegang. Uniknya ketegangan itu kemudian berakhir ketika Muhidin – Gusti Farid menyatakan menerima hasil Pilkada dan tak akan mengajukan gugatan ke mahkamah di Jakarta.
Keputusan itu menimbulkan banyak rumor. Mengapa gugatan tak dilakukan sementara selisih suara hanya kurang dari 1 persen? Apakah ada deal tertentu yang menguntungkan berbagai pihak? Atau ada barter sumber-sumber ekonomi yang telah terpakai dalam Pilkada? Jawaban terhadap rumor-rumor itu hingga kini hanya jadi “rahasia umum” yang oleh sebagian orang diyakini kebenarannya.
Tren Politik Habib
Menjelang Pilkada Kalsel 2020, peta politik kini berubah. Terpilihnya para Habib di parlemen di semua tingkatan parlemen pada Pileg 2019, menunjukkan telah bergesernya kekuatan politik.
Sosok Habib yang secara tradisional dan psikologis berpengaruh, dihormati, sekaligus memiliki tempat istimewa dalam struktur sosial masyarakat Banjar membuat mereka panen suara dalam kontestasi politik.
Pileg 2019 di Kalsel menghasilkan tiga Habib menjadi anggota DPD. Satu Habib lagi kembali terpilih sebagai anggota DPR RI. Bahkan Habib yang tak berdarah Banjar itu terpilih untuk ketiga kalinya ke Senayan.
Perolehan empat Habib yang lolos ke Senayan itu mencapai lebih satu juta suara. Jumlah yang cukup fantastis jika dibandingkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Kalsel pada 2019 yang mencapai 2.869.337 orang. Artinya lebih dari setengah DPT memilih para Habib untuk DPD dan DPR RI.
Di tingkat Provinsi Kalsel, ada empat Habib yang terpilih di lima daerah pemilihan. Jumlah suara mereka juga relatif besar, rata-rata lebih dari 25.000 suara per orang.
Jika ditotal jumlah suara para Habib itu bisa mencapai di atas 200.000. Jumlah suara itu hanya untuk DPRD Provinsi Kalsel. Jika ditambah dengan suara para Habib lain yang terpilih di parlemen kota dan kabupaten di seluruh Kalsel, bisa jadi suara mereka mencapai lebih dari 1 juta suara.
Berdasarkan data perolehan suara dan tren yang sedang berlangsung, mau tak mau ketika perhelatan politik seperti Pilkada Kalsel 2020 menjelang, daya tawar politik para Habib meningkat dan tak bisa dinafikkan.
Jika para kandidat yang maju di Pilkada Kalsel menafikkan posisi tawar para Habib, itu sama saja dengan ‘bunuh diri’.
Akhirnya tak ada pilihan lain bagi partai-partai politik selain mengusung para Habib untuk bertarung di Pilkada. Kalau pun partai-partai tak mengusung Habib pada posisi Gubernur, maka bisa jadi wajib hukumnya menempatkan mereka sebagai calon Wakil Gubernur.
Pilihan Habib sebagai calon Gubernur mungkin masih jauh panggang dari api karena tentu akan berhubungan dengan sumber ekonomi (modal) yang hingga kini masih dikuasai kelompok tertentu di luar para Habib.
Yang menarik jika dalam kontestasi politik Kalsel, Habib yang ikut maju berjumlah lebih dari satu orang, maka selain pertarungan kian seru, juga akan muncul Habib dari klan mana yang lebih kuat dan menerima dukungan luas dari khalayak Kalsel.
Atau, jika calon Habib lebih dari satu, maka sengaja atau tidak, publik “terpaksa” memertimbangkan rekam jejak masing-masing Habib sebelum menentukan pilihan.
Jika ini yang terjadi, ada harapan budaya politik Kalsel tanpa sengaja naik peringkat. Dari parokial subject menjadi budaya politik partisipan. Itu jelas akan meningkatkan kualitas demokrasi di Kalsel.
Karena publik tak lagi hanya “tersandera” pada ikatan-ikatan tradisional seperti kharisma, hubungan darah, kedudukan sosial dan agama sang calon saat memberikan suara. Tapi sudah melihat apa yang sudah dilakukan para Habib untuk Banua dan masyarakatnya.
Mengamati pergerakan para sosok yang akan maju di Pilkada Kalsel 2020, sepertinya konfigurasi kelompok akan bergerak setengah dinamis. Secara sederhana, para petarung Pilkada Kalsel 2020 bisa dibagi dalam empat kelompok yang merujuk pada fenomena politik yang mirip dengan Pilkada lima tahun silam.
Kelompok pertama, diwakili sosok yang didukung finansial kuat dari para saudagar dan juragan pertambangan.
Ditambah sosok yang mewakili identitas Kebanjaran. Kelompok kedua, tetap bertumpu pada saudagar dan juragan pertambangan ditambah sosok yang mewakili identitas keagamaan (Habib misalnya).
Kelompok ketiga, sosok yang mewakili identitas Kebanjaran dan kalangan dari kawasan pesisir Kalsel yang didukung para juragan pertambangan. Kelompok keempat adalah para penggembira dan petualang politik yang tak perlu menang Pilkada namun mampu meningkatkan posisi tawar dan panen raya keuntungan ekonomi dari pencalonan mereka.
Walau kelompok pengusung dan pemain ini tak banyak berubah dari masa ke masa, tapi jika para Habib yang terlibat dalam Pilkada Kalsel 2020 itu menang, maka hal itu menjadi semacam alarm bagi kelompok nasionalis. Bahwa ternyata, sampul agama dalam politik di Kalsel masih lah sangat kental adanya. (*)
Sumber Berita : https://banjarmasin.tribunnews.com/2019/07/27/magnet-politik-habib-di-pilkada-kalsel-2020?page=all
Info Lainnya : Ormas FPI (Front Pembela Islam) "Bermasalah" atau "Tidak", WARNING buat KALSEL , silahkan klik di MigoBerita
KEDEKATAN Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor dengan senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Habib Abdurrahman Bahasyim atau Habib Banua, memunculkan prediksi jika kedua tokoh ini bakal bersanding di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 mendatang.
APALAGI, Habib Banua sendiri merupakan peraih suara terbanyak dalam pemilihan senator utusan Kalsel yang melenggang ke Senayan Jakarta. Dengan mengoleksi 392.026 suara hasil Pemilu 2019, Habib Banua juga memiliki basis dukungan yang merata di 13 kabupaten dan kota di Kalsel. Terutama di kantong-kantong suara terbesar seperti di Banjarmasin dengan 59.741 suara, Kabupaten Banjar 62.183 suara dan zona Hulu Sungai.
Pengamat politik FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjary, Dr M Uhaib As’ad mengartikan kedekatan Habib Banua dengan Paman Birin, sapaan akrab Gubernur Kalsel bisa diidentifikasikan jika kedua tokohnya sangat berpeluang bersanding di Pilgub Kalsel 2020.
“Dibandingkan H Muhidin yang mantan Walikota Banjarmasin, tentu pilihan rasional sebagai pendamping Paman Birin adalah Habib Banua. Ketokohannya sudah teruji, karena terus menjadi pendulang suara terbanyak dalam pemilihan anggota DPD RI baik Pemilu 2014 maupun Pemilu 2019,” ucap Uhaib As’ad kepada jejakrekam.com, Senin (10/6/2019).
Menurut doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini, belakangan ini publik terus disajikan adanya pertemuan personal antara Paman Birin dengan Habib Banua.
“Ini sudah menandakan Paman Birin sudah merasa nyaman dengan Habib Banua. Jadi, kemungkinan pendamping Paman Birin sebagai calon wakil gubernur pilihan rasionalnya adalah Habib Banua,” tutur Uhaib.
Ia berpandangan ketika Paman Birin berduet dengan Habib Banua, tentu basis massa pendukung militan akan bisa digabungkan menjadi mesin pemenangan calon petahana. “Dibandingkan memilih H Muhidin, tentu Paman Birin punya hitungan politik yang rasional. Apalagi, dalam berbagai baliho sudah tergambar hubungan erat Paman Birin dengan Habib Banua,” ucap Uhaib.
Masih menurut dia, meski Habib Banua maju dalam jalur perseorangan di pemilihan senator, secara struktural juga masih berkelindan dengan Partai Demokrat, karena sempat menjadi pelaksana harian sekretaris partai.
“Otomatis, Partai Demokrat juga akan ikut dari garda pemenangan Paman Birin-Habib Banua. Ini juga bisa menekan resistensi politik, karena tipikal masyarakat Kalsel masih sangat kuat dengan keberadaan para habib dalam politik elektoral,” beber Uhaib.
Nah, menurut Uhaib, jika ternyata Habib Banua enggan maju berlaga di Pilkada Kalsel 2020, pilihan rasional lainnya yang akan dipilih Paman Birin selaku Ketua DPD Partai Golkar Kalsel adalah meminta Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani sebagai figur pendampingnya.
“Nadjmi Adhani yang juga Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru merupakan figur alternatif yang bisa mendampingi Paman Birin, jika terjadi kebuntuan politik. Bagaimana pun, Partai Golkar bisa mandiri mengusung kandidat di Pilkada Kalsel 2020,” tuturnya.
Dengan modal 12 kursi, Uhaib hakkul yakin posisi Golkar sangat menentukan peta pertarungan Kalsel bahkan bisa menggalang kongsi politik besar untuk modal maju di suksesi 2020.
Uhaib juga menyebut ada figur lain yang bisa menjadi pendamping incumbent yakni Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kalsel Abdul Haris Makkie yang juga Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalsel.
“Posisi Abdul Haris Makkie sebagai figur bakal calon wakil gubernur pendamping Paman Birin juga turut diperhitungkan. Ini karena sangat jelas basis massa dukungannya dari ormas NU. Namun, dari dua figur baik Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani maupun Abdul Haris Makkie, maka pilihan utama tetap pada Habib Banua,” cetus Uhaib.
Lantas siapa yang akan jadi pesaing Paman Birin nantinya di Pilkada Kalsel 2020 mendatang? Uhaib mengakui nama Pangeran Khairul Saleh yang merupakan caleg DPR RI terpilih dari PAN memang disebut-sebut sebagai rivalnya. Hanya saja, Uhaib justru melihat momentum Sultan Banjar itu sepertinya telah berlalu, karena sempat gagal maju berlaga dalam Pilkada Kalsel 2015 silam.
“Wajar, ketika Sultan Khairul Saleh menegaskan akan maju lewat jalur independen, karena kans Paman Birin untuk mendapat dukungan mayoritas parpol di Kalsel masih sangat terbuka. Inilah mengapa akhirnya nama Habib Banua yang menggambarkan representasi figur independen jauh lebih rasional dibandingkan H Muhidin atau figur lainnya,” imbuhnya.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/06/10/habib-banua-pilihan-rasional-pendamping-calon-petahana-paman-birin/
SUKSESI 2020 untuk merebutkan kursi orang nomor satu dan dua di Kalimantan Selatan, diprediksi tak akan menyajikan laga head to head (satu lawan satu) antara petahana Gubernur Sahbirin Noor versus mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY, Denny Indrayana.
NAMUN, diprediksi akan ada calon alternatif di antara dua kubu yang kini tengah menghangatkan tensi politik di Banua. Nama mantan Walikota Banjarmasin Muhidin, hampir dipastikan akan turut bertarung dalam perebutan kursi bergengsi di Pemprov Kalimantan Selatan itu.
Sekretaris Jenderal Borneo Muda Ahmad Zaki mengungkapkan saat ini justru yang belum terbaca di permukaan adalah figur para mantan wakil bupati sebagai pendamping Denny Indrayana, bukan hanya Habib Abdurrahman Bahasyim atau Habib Banua, sang senator DPD RI utusan Kalsel.
BACA : Tarung 2015 Bisa Terulang, Muhidin Vs Birin, Sultan Khairul Jadi Kuda Hitam
“Justru, nama anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Saiful Rasyid yang merupakan mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) serta mantan Bupati Hulu Sungai Selatan (HSS), Muhammad Sapi’i merupakan varian yang disodorkan kepada Denny Indrayana,” tutur Ahmad Zaki kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Minggu (11/10/2019).
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin menyakini di saat injury time ketika pendaftaran bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur Kalsel resmi dibuka KPU, maka Denny Indrayana bakal maju di jalur independen.
BACA : Paman Birin Vs Denny, Figur Membumi di Hulu Sungai Penentu Kemenangan
“Denny Indrayana tentu butuh figur yang menjual di kawasan Hulu Sungai. Nah, jika benar Partai Gerindra, mengusungnya maka pilihannya akan jatuh pada anggota DPR RI Saiful Rasyid yang mantan Bupati HST disodorkan partai itu,” tutur Zaki.
Ia melihat manuver Habib Banua yang condong ingin maju berlaga di pemilihan Walikota Banjarmasin dengan mendekati sejumlah parpol, justru tak akan tertarik berlaga di level provinsi. “Nah, jika nantinya Denny Indrayana tertutup kans diusung koalisi parpol, maka jalur perseorangan akan jadi pilihan bagi pakar hukum tata negara ini,” ucap Zaki.
BACA JUGA : Kemas Isu dan Bentuk Jaringan, Denny Indrayana Tengah Cari Figur Cawagub
Menurut Zaki, saat ini justru publik belum membaca strategi politik apa yang ditempuh H Muhidin. Apalagi, H Muhidin sendiri merupakan figur yang mampu meraup suara, terbukti dalam Pilwali Banjarmasin 2010 dan Pilgub Kalsel 2015, hingga selisih suaranya dengan sang pemenang, Sahbirin Noor-Rudy Resnawan terbilang tipis.
“Jika Muhidin maju lewat PAN, maka kemungkingan besar yang digandeng adalah Partai Gerindra. Inilah mengapa akhirnya Denny Indrayana diperkirakan maju lewat jalur non parpol itu,” papar Zaki.
Firasat Zaki bahwa sang incumbent, Paman Birin justru pada detik-detik terakhir akan didampingi anggota DPR RI asal PDI Perjuangan dr Sulaiman Umar. Dia menduga manuver yang dilakoni anggota DPRD Kalsel dan juga mantan Wagub Kalsel HM Rosehan Noor Bachri, hanya menguji reaksi publik.
BACA JUGA : Ada Wahid, Iskandar dan Rosehan, Paman Birin : Duet Saya Tergantung Koalisi
Zaki juga ragu jika nama Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) dua periode, Abdul Wahid akan dipilih Paman Birin sebagai partner politik mengarungi laga sengit Pilgub Kalsel 2020 mendatang.
“Inilah mengapa dalam pertarungan di Pilgub Kalsel 2020, bisa diprediksi tetap memunculkan tiga pasangan calon. Yang terkuat tentu Paman Birin dengan sokongan parpol besar, disusul H Muhidin lewat PAN, PKB dan parpol lainnya. Terakhir, Denny Indrayana di jalur indepeden. Kini, tinggal mencari formula siapa yang akan jadi pendamping mereka,” tutur Zaki.
BACA LAGI : Usai Cabup Banjar, Gusti Iskandar Lirik Kans Cagub Pendamping Birin
Sekretaris DPP PKPI Kalsel ini mengungkapkan di masa penjaringan ini, hampir semua bakal calon masih mengutak-atik atau memsimulasikan dari ketiga kandidat itu harus berpasangan dengan siapa di Pilgub Kalsel 2020. “Kita tunggu saja, saat injury time peta politik di Kalsel akan memberi kejutan,” imbuhnya.
Direktur PADMA (Pusat Analisis, Data, Media, dan Masyarakat Kalsel) Institute
BANJARMASINPOST.CPO.ID - Jika tak ada aral melintang, pada September tahun ini tahapan Pilkada di tujuh kota/kabupaten dan satu provinsi (Banjarmasin, Banjarbaru, Kotabaru, Banjar, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Tanah Bumbu) mulai bergulir.
Pada Februari tahun depan para petarung Pilkada akan ditetapkan. Setelah ditetapkan, pertarungan pun dimulai hingga pertengahan atau akhir tahun 2020.
Tanpa mengecilkan Pilkada di enam kabupaten/kota yang bisa jadi penuh drama, Pilkada Provinsi Kalsel yang akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur relatif menarik. Apalagi jika mengingat pada apa yang terjadi pada lima tahun silam.
Sebelum KPU Kalsel menetapkan pemenang Pilkada pada 19 Desember 2015, drama politik berlangsung. Hitung cepat lembaga survey asal Jakarta memenangkan pasangan H Muhidin – Gusti Farid Hasan Aman. Selisih suara versi hitung cepat itu kurang dari satu persen.
Drama Pilgub 2015
Kemenangan versi hitung cepat tak pelak membuat prediksi banyak pihak meleset. Rival kuat Muhidin – Gusti Farid, pasangan Sahbirin Noor – Rudy Resnawan yang semula diduga akan menang mudah, ternyata tak seperti yang dibayangkan.
Apalagi jika menghitung dukungan partai politik yang kala itu hampir seluruhnya diborong Sahbirin – Rudy. Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKS, PAN, dan Partai Hanura mengusung pasangan ini.
Tak pelak, hanya Partai Kebangkitan Bangsa dan Nasdem yang tersisa. Kedua partai ini kemudian mendukung dr Zairullah Azhar – Muhammad Sapi’i. Sedangkan Muhidin – Gusti Farid memilih jalur independen. Pilihan itu membuat Muhidin – Gusti Farid menorehkan sejarah sebagai pasangan pertama dari jalur independen yang berlaga pada Pilkada Kalsel.
Jalur independen ditambah kekuatan kedua sosok –Muhidin dinilai sukses memimpin Kota Banjarmasin dengan berbagai pembangunan landmark baru dan Gusti Farid membawa politik garis darah baik dari sang ayah dan mertua yang sama-sama merupakan Gubernur Kalsel dengan sejumlah catatan baik semasa mereka menjabat—mengubah peta politik yang semula mudah diduga itu.
Namun, kemenangan versi hitung cepat itu hanya berlangsung sesaat. Versi KPU, Sahbirin dan Rudy Resnawan lah yang memenangkan Pilkada Kalsel. Kemenangannya berlangsung sangat tipis. KPU Provinsi Kalsel menetapkan, calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor urut 1 (Zairullah – Sapi’i) memeroleh 334.712 suara; calon nomor urut dua (Sahbirin – Rudy) memeroleh 739.588 suara; dan Muhidin – Gusti Farid, calon nomor urut tiga memeroleh 725.585 suara.
Kemenangan versi resmi itu tak pelak membuat gejolak. Tersiar kabar para pendukung kedua calon yang selisih suaranya tipis itu mulai berhadap-hadapan. Suasana Kalsel sempat tegang. Uniknya ketegangan itu kemudian berakhir ketika Muhidin – Gusti Farid menyatakan menerima hasil Pilkada dan tak akan mengajukan gugatan ke mahkamah di Jakarta.
Keputusan itu menimbulkan banyak rumor. Mengapa gugatan tak dilakukan sementara selisih suara hanya kurang dari 1 persen? Apakah ada deal tertentu yang menguntungkan berbagai pihak? Atau ada barter sumber-sumber ekonomi yang telah terpakai dalam Pilkada? Jawaban terhadap rumor-rumor itu hingga kini hanya jadi “rahasia umum” yang oleh sebagian orang diyakini kebenarannya.
Tren Politik Habib
Menjelang Pilkada Kalsel 2020, peta politik kini berubah. Terpilihnya para Habib di parlemen di semua tingkatan parlemen pada Pileg 2019, menunjukkan telah bergesernya kekuatan politik.
Sosok Habib yang secara tradisional dan psikologis berpengaruh, dihormati, sekaligus memiliki tempat istimewa dalam struktur sosial masyarakat Banjar membuat mereka panen suara dalam kontestasi politik.
Pileg 2019 di Kalsel menghasilkan tiga Habib menjadi anggota DPD. Satu Habib lagi kembali terpilih sebagai anggota DPR RI. Bahkan Habib yang tak berdarah Banjar itu terpilih untuk ketiga kalinya ke Senayan.
Perolehan empat Habib yang lolos ke Senayan itu mencapai lebih satu juta suara. Jumlah yang cukup fantastis jika dibandingkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Kalsel pada 2019 yang mencapai 2.869.337 orang. Artinya lebih dari setengah DPT memilih para Habib untuk DPD dan DPR RI.
Di tingkat Provinsi Kalsel, ada empat Habib yang terpilih di lima daerah pemilihan. Jumlah suara mereka juga relatif besar, rata-rata lebih dari 25.000 suara per orang.
Jika ditotal jumlah suara para Habib itu bisa mencapai di atas 200.000. Jumlah suara itu hanya untuk DPRD Provinsi Kalsel. Jika ditambah dengan suara para Habib lain yang terpilih di parlemen kota dan kabupaten di seluruh Kalsel, bisa jadi suara mereka mencapai lebih dari 1 juta suara.
Berdasarkan data perolehan suara dan tren yang sedang berlangsung, mau tak mau ketika perhelatan politik seperti Pilkada Kalsel 2020 menjelang, daya tawar politik para Habib meningkat dan tak bisa dinafikkan.
Jika para kandidat yang maju di Pilkada Kalsel menafikkan posisi tawar para Habib, itu sama saja dengan ‘bunuh diri’.
Akhirnya tak ada pilihan lain bagi partai-partai politik selain mengusung para Habib untuk bertarung di Pilkada. Kalau pun partai-partai tak mengusung Habib pada posisi Gubernur, maka bisa jadi wajib hukumnya menempatkan mereka sebagai calon Wakil Gubernur.
Pilihan Habib sebagai calon Gubernur mungkin masih jauh panggang dari api karena tentu akan berhubungan dengan sumber ekonomi (modal) yang hingga kini masih dikuasai kelompok tertentu di luar para Habib.
Yang menarik jika dalam kontestasi politik Kalsel, Habib yang ikut maju berjumlah lebih dari satu orang, maka selain pertarungan kian seru, juga akan muncul Habib dari klan mana yang lebih kuat dan menerima dukungan luas dari khalayak Kalsel.
Atau, jika calon Habib lebih dari satu, maka sengaja atau tidak, publik “terpaksa” memertimbangkan rekam jejak masing-masing Habib sebelum menentukan pilihan.
Jika ini yang terjadi, ada harapan budaya politik Kalsel tanpa sengaja naik peringkat. Dari parokial subject menjadi budaya politik partisipan. Itu jelas akan meningkatkan kualitas demokrasi di Kalsel.
Karena publik tak lagi hanya “tersandera” pada ikatan-ikatan tradisional seperti kharisma, hubungan darah, kedudukan sosial dan agama sang calon saat memberikan suara. Tapi sudah melihat apa yang sudah dilakukan para Habib untuk Banua dan masyarakatnya.
Mengamati pergerakan para sosok yang akan maju di Pilkada Kalsel 2020, sepertinya konfigurasi kelompok akan bergerak setengah dinamis. Secara sederhana, para petarung Pilkada Kalsel 2020 bisa dibagi dalam empat kelompok yang merujuk pada fenomena politik yang mirip dengan Pilkada lima tahun silam.
Kelompok pertama, diwakili sosok yang didukung finansial kuat dari para saudagar dan juragan pertambangan.
Ditambah sosok yang mewakili identitas Kebanjaran. Kelompok kedua, tetap bertumpu pada saudagar dan juragan pertambangan ditambah sosok yang mewakili identitas keagamaan (Habib misalnya).
Kelompok ketiga, sosok yang mewakili identitas Kebanjaran dan kalangan dari kawasan pesisir Kalsel yang didukung para juragan pertambangan. Kelompok keempat adalah para penggembira dan petualang politik yang tak perlu menang Pilkada namun mampu meningkatkan posisi tawar dan panen raya keuntungan ekonomi dari pencalonan mereka.
Walau kelompok pengusung dan pemain ini tak banyak berubah dari masa ke masa, tapi jika para Habib yang terlibat dalam Pilkada Kalsel 2020 itu menang, maka hal itu menjadi semacam alarm bagi kelompok nasionalis. Bahwa ternyata, sampul agama dalam politik di Kalsel masih lah sangat kental adanya. (*)
banjarmasinpost.co.id/nurholishuda
Aditya Mufti Ariffin dan AR Iwansyah menyatakan diri maju Cawali Dan Wawali Banjarbaru di Pilkada 2020.
Info Lainnya : Ormas FPI (Front Pembela Islam) "Bermasalah" atau "Tidak", WARNING buat KALSEL , silahkan klik di MigoBerita
Habib Banua Pilihan Rasional Pendamping Calon Petahana Paman Birin
KEDEKATAN Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor dengan senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Habib Abdurrahman Bahasyim atau Habib Banua, memunculkan prediksi jika kedua tokoh ini bakal bersanding di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 mendatang.
APALAGI, Habib Banua sendiri merupakan peraih suara terbanyak dalam pemilihan senator utusan Kalsel yang melenggang ke Senayan Jakarta. Dengan mengoleksi 392.026 suara hasil Pemilu 2019, Habib Banua juga memiliki basis dukungan yang merata di 13 kabupaten dan kota di Kalsel. Terutama di kantong-kantong suara terbesar seperti di Banjarmasin dengan 59.741 suara, Kabupaten Banjar 62.183 suara dan zona Hulu Sungai.
Pengamat politik FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjary, Dr M Uhaib As’ad mengartikan kedekatan Habib Banua dengan Paman Birin, sapaan akrab Gubernur Kalsel bisa diidentifikasikan jika kedua tokohnya sangat berpeluang bersanding di Pilgub Kalsel 2020.
“Dibandingkan H Muhidin yang mantan Walikota Banjarmasin, tentu pilihan rasional sebagai pendamping Paman Birin adalah Habib Banua. Ketokohannya sudah teruji, karena terus menjadi pendulang suara terbanyak dalam pemilihan anggota DPD RI baik Pemilu 2014 maupun Pemilu 2019,” ucap Uhaib As’ad kepada jejakrekam.com, Senin (10/6/2019).
Menurut doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini, belakangan ini publik terus disajikan adanya pertemuan personal antara Paman Birin dengan Habib Banua.
“Ini sudah menandakan Paman Birin sudah merasa nyaman dengan Habib Banua. Jadi, kemungkinan pendamping Paman Birin sebagai calon wakil gubernur pilihan rasionalnya adalah Habib Banua,” tutur Uhaib.
Ia berpandangan ketika Paman Birin berduet dengan Habib Banua, tentu basis massa pendukung militan akan bisa digabungkan menjadi mesin pemenangan calon petahana. “Dibandingkan memilih H Muhidin, tentu Paman Birin punya hitungan politik yang rasional. Apalagi, dalam berbagai baliho sudah tergambar hubungan erat Paman Birin dengan Habib Banua,” ucap Uhaib.
Masih menurut dia, meski Habib Banua maju dalam jalur perseorangan di pemilihan senator, secara struktural juga masih berkelindan dengan Partai Demokrat, karena sempat menjadi pelaksana harian sekretaris partai.
“Otomatis, Partai Demokrat juga akan ikut dari garda pemenangan Paman Birin-Habib Banua. Ini juga bisa menekan resistensi politik, karena tipikal masyarakat Kalsel masih sangat kuat dengan keberadaan para habib dalam politik elektoral,” beber Uhaib.
Nah, menurut Uhaib, jika ternyata Habib Banua enggan maju berlaga di Pilkada Kalsel 2020, pilihan rasional lainnya yang akan dipilih Paman Birin selaku Ketua DPD Partai Golkar Kalsel adalah meminta Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani sebagai figur pendampingnya.
“Nadjmi Adhani yang juga Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru merupakan figur alternatif yang bisa mendampingi Paman Birin, jika terjadi kebuntuan politik. Bagaimana pun, Partai Golkar bisa mandiri mengusung kandidat di Pilkada Kalsel 2020,” tuturnya.
Dengan modal 12 kursi, Uhaib hakkul yakin posisi Golkar sangat menentukan peta pertarungan Kalsel bahkan bisa menggalang kongsi politik besar untuk modal maju di suksesi 2020.
Uhaib juga menyebut ada figur lain yang bisa menjadi pendamping incumbent yakni Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kalsel Abdul Haris Makkie yang juga Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalsel.
“Posisi Abdul Haris Makkie sebagai figur bakal calon wakil gubernur pendamping Paman Birin juga turut diperhitungkan. Ini karena sangat jelas basis massa dukungannya dari ormas NU. Namun, dari dua figur baik Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani maupun Abdul Haris Makkie, maka pilihan utama tetap pada Habib Banua,” cetus Uhaib.
Lantas siapa yang akan jadi pesaing Paman Birin nantinya di Pilkada Kalsel 2020 mendatang? Uhaib mengakui nama Pangeran Khairul Saleh yang merupakan caleg DPR RI terpilih dari PAN memang disebut-sebut sebagai rivalnya. Hanya saja, Uhaib justru melihat momentum Sultan Banjar itu sepertinya telah berlalu, karena sempat gagal maju berlaga dalam Pilkada Kalsel 2015 silam.
“Wajar, ketika Sultan Khairul Saleh menegaskan akan maju lewat jalur independen, karena kans Paman Birin untuk mendapat dukungan mayoritas parpol di Kalsel masih sangat terbuka. Inilah mengapa akhirnya nama Habib Banua yang menggambarkan representasi figur independen jauh lebih rasional dibandingkan H Muhidin atau figur lainnya,” imbuhnya.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/06/10/habib-banua-pilihan-rasional-pendamping-calon-petahana-paman-birin/
Pilgub Kalsel 2020 Diprediksi Jadi Medan Laga Tiga Petarung
SUKSESI 2020 untuk merebutkan kursi orang nomor satu dan dua di Kalimantan Selatan, diprediksi tak akan menyajikan laga head to head (satu lawan satu) antara petahana Gubernur Sahbirin Noor versus mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY, Denny Indrayana.
NAMUN, diprediksi akan ada calon alternatif di antara dua kubu yang kini tengah menghangatkan tensi politik di Banua. Nama mantan Walikota Banjarmasin Muhidin, hampir dipastikan akan turut bertarung dalam perebutan kursi bergengsi di Pemprov Kalimantan Selatan itu.
Sekretaris Jenderal Borneo Muda Ahmad Zaki mengungkapkan saat ini justru yang belum terbaca di permukaan adalah figur para mantan wakil bupati sebagai pendamping Denny Indrayana, bukan hanya Habib Abdurrahman Bahasyim atau Habib Banua, sang senator DPD RI utusan Kalsel.
BACA : Tarung 2015 Bisa Terulang, Muhidin Vs Birin, Sultan Khairul Jadi Kuda Hitam
“Justru, nama anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Saiful Rasyid yang merupakan mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) serta mantan Bupati Hulu Sungai Selatan (HSS), Muhammad Sapi’i merupakan varian yang disodorkan kepada Denny Indrayana,” tutur Ahmad Zaki kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Minggu (11/10/2019).
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin menyakini di saat injury time ketika pendaftaran bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur Kalsel resmi dibuka KPU, maka Denny Indrayana bakal maju di jalur independen.
BACA : Paman Birin Vs Denny, Figur Membumi di Hulu Sungai Penentu Kemenangan
“Denny Indrayana tentu butuh figur yang menjual di kawasan Hulu Sungai. Nah, jika benar Partai Gerindra, mengusungnya maka pilihannya akan jatuh pada anggota DPR RI Saiful Rasyid yang mantan Bupati HST disodorkan partai itu,” tutur Zaki.
Ia melihat manuver Habib Banua yang condong ingin maju berlaga di pemilihan Walikota Banjarmasin dengan mendekati sejumlah parpol, justru tak akan tertarik berlaga di level provinsi. “Nah, jika nantinya Denny Indrayana tertutup kans diusung koalisi parpol, maka jalur perseorangan akan jadi pilihan bagi pakar hukum tata negara ini,” ucap Zaki.
BACA JUGA : Kemas Isu dan Bentuk Jaringan, Denny Indrayana Tengah Cari Figur Cawagub
Menurut Zaki, saat ini justru publik belum membaca strategi politik apa yang ditempuh H Muhidin. Apalagi, H Muhidin sendiri merupakan figur yang mampu meraup suara, terbukti dalam Pilwali Banjarmasin 2010 dan Pilgub Kalsel 2015, hingga selisih suaranya dengan sang pemenang, Sahbirin Noor-Rudy Resnawan terbilang tipis.
“Jika Muhidin maju lewat PAN, maka kemungkingan besar yang digandeng adalah Partai Gerindra. Inilah mengapa akhirnya Denny Indrayana diperkirakan maju lewat jalur non parpol itu,” papar Zaki.
Firasat Zaki bahwa sang incumbent, Paman Birin justru pada detik-detik terakhir akan didampingi anggota DPR RI asal PDI Perjuangan dr Sulaiman Umar. Dia menduga manuver yang dilakoni anggota DPRD Kalsel dan juga mantan Wagub Kalsel HM Rosehan Noor Bachri, hanya menguji reaksi publik.
BACA JUGA : Ada Wahid, Iskandar dan Rosehan, Paman Birin : Duet Saya Tergantung Koalisi
Zaki juga ragu jika nama Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) dua periode, Abdul Wahid akan dipilih Paman Birin sebagai partner politik mengarungi laga sengit Pilgub Kalsel 2020 mendatang.
“Inilah mengapa dalam pertarungan di Pilgub Kalsel 2020, bisa diprediksi tetap memunculkan tiga pasangan calon. Yang terkuat tentu Paman Birin dengan sokongan parpol besar, disusul H Muhidin lewat PAN, PKB dan parpol lainnya. Terakhir, Denny Indrayana di jalur indepeden. Kini, tinggal mencari formula siapa yang akan jadi pendamping mereka,” tutur Zaki.
BACA LAGI : Usai Cabup Banjar, Gusti Iskandar Lirik Kans Cagub Pendamping Birin
Sekretaris DPP PKPI Kalsel ini mengungkapkan di masa penjaringan ini, hampir semua bakal calon masih mengutak-atik atau memsimulasikan dari ketiga kandidat itu harus berpasangan dengan siapa di Pilgub Kalsel 2020. “Kita tunggu saja, saat injury time peta politik di Kalsel akan memberi kejutan,” imbuhnya.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2019/11/11/pilgub-kalsel-2020-diprediksi-jadi-medan-laga-tiga-petarung/
Pilwali Banjarmasin 2020, Habib Alwi Klaim Peroleh Restu PKB
apahabar.com, BANJARMASIN
– Pasca-menghadiri uji kelayakan dan kepatutan, Habib Sayyed Alwi Al
Nafis menjalin silaturahmi di kediaman Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul
Ulama Kalimantan Selatan KH Abdul Haris Makkie, Rabu (12/2) malam.
“Saya bersilaturahmi dengan beliau untuk
meminta nasehat tentang niat ulun maju di Pilwali Banjarmasin,” ucap
Habib Alwi melalui siaran pers yang diterima apahabar.com.
Ia menilai Abdul Harris Makkie merupakan orang tua dari warga Nahdliyin.
Terlebih, ia mengklaim telah memperoleh lampu hijau dari petinggi PKB untuk berlaga di Pilwali Banjarmasin 2020 ini.
Restu ini diperoleh setelah Habib Alwi
memaparkan visi-misi pada acara fit and proper test di Graha Gus Dur DPP
PKB Jakarta, belum lama tadi.
“PKB mengutamakan kader yang akan
diusung. Namun dikarenakan PKB hanya memiliki lima kursi di DPRD
Banjarmasin, maka secara otomatis harus berkoalisi dengan partai lain,”
katanya.
Sejauh ini, Habib Alwi sudah menjalin komunikasi dengan sejumlah figur dan petinggi partai politik.
Terutama kandidat yang memiliki tingkat elektabilitas dan popularitas tinggi.
“Misalnya Yuni Abdi Nur Sulaiman, dan Hj Karmila Muhidin. Kita menjalin komunikasi kesana,” bebernya.
Sementara itu, Ketua PWNU Kalsel, Abdul Haris Makkie menyambut baik kedatangan Habib Alwi.
Ia berdalih pertemuan ini murni silaturahmi sesama Nahdliyin.
“Karena beliau mengemukakan telah
memperoleh restu dari PKB untuk mencalonkan diri sebagai bakal calon
wakil wali kota Banjarmasin, maka kita selaku warga Nahdliyin memberikan
support dan dukungan,” kata Sekdaprov Kalsel ini.
Dengan perolehan lima kursi PKB di DPRD Banjarmasin, otomatis Habib Alwi harus menggandeng partai lain untuk berkoalisi.
Terkait sikap PWNU di Pilwali
Banjarmasin 2020, Haris menegaskan sebagai ormas Islam NU tidak
memungkinkan mendukung secara kelembagaan ketika ada warga Nahdliyin
yang maju di Pilkada serentak September mendatang.
“NU bukan partai politik. NU tetap
berada di Khittahnya sebagai organisasi sosial, kemasyarakatan, dan
keagamaan. Kita lurus saja, namun kalau ada warga kita (Maju Pilkada)
kewajiban kita memberikan dukungan,” timpal Haris.
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Aprianoor
Editor: Aprianoor
Sumber Berita : https://apahabar.com/2020/02/pilwali-banjarmasin-2020-habib-alwi-klaim-peroleh-restu-pkb/
Demokrat Usung Habib Banua di Pilkada Kalsel 2020
Advertorial, DPRD Provinsi Kalsel, Kota Banjarmasin
BANJARMASIN,KORANBANJAR.NET –
Seolah tak mau ketinggalan kereta, baru-baru ini Partai Demokrat
Kalsel, menyatakan mendukung penuh kadernya maju dalam perhelatan Pilgub
Kalsel 2020.
Sebagaimana diketahui salah satu tokoh banua yang santer diberitakan adalah Habib Abdurrahman Bahasyim atau disebut Habib Banua.
”Melihat
situasi yang ada sekarang, Partai Demokrat memiliki peluang besar untuk
mendorong sekaligus mendukung penuh kader terbaiknya untuk maju di
Pilgub,” tutur Rusian kepada wartawan, Jum’at (14/06/2019) di
Banjarmasin.
Menurut kaca mata ketua
DPD Partai Demokrat Kalsel ini, partainya akan bersikukuh mengusung
Habib Banua. Kenapa? Anggota DPD RI ini dipandang selain kuat dan teruji
ketokohannya, selama ini sepak terjangnya juga berhasil
merepresentasikan diri sebagai kaum muda yang energik dan inspiratif.
“Siapa lagi kalau bukan Habib Banua, akar rumput pun menghendaki agar Habib Banua maju,” katanya penuh yakin.
Keberpihakan dan perjuangan Habib Abdurrahman terhadap kebijakan yang pro rakyat juga tak diragukan lagi.
“Sehingga sangat layak rasanya Habib Banua disodorkan ke masyarakat,” sebutnya.
Semntara
itu, Habib Banua sendiri sebelumnya menyatakan diri ingin fokus
berjuang di DPD RI tanpa menutup kemungkinan untuk menerima pinangan
dari Parpol ataupun kandidat lainnya.
Beberapa
hari terahir hiruk pikuk perpolitikan banua kian menghangat. Pasalnya
beberapa kandidat yang diprediksi akan ikut berlaga di kontestasi
Pilkada Kalsel 2020 mendatang sudah mulai bermunculan. Tak terkecuali
untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sebut saja ada Sahbirin Noor atau yang akrab disapa Paman Birin dari Partai Golkar, tokoh muda Haji Sulaiman Umar dan Mardani
Haji Maming dari PDIP, ada Haji Muhidin dari PAN, kemudian ada pula Sultan Khairul Saleh yang meski di Pileg kemarin memilih kendaraan PAN, namun untuk Pilgub kali ini dia akan memilih opsi maju melalui jalur independen.
Haji Maming dari PDIP, ada Haji Muhidin dari PAN, kemudian ada pula Sultan Khairul Saleh yang meski di Pileg kemarin memilih kendaraan PAN, namun untuk Pilgub kali ini dia akan memilih opsi maju melalui jalur independen.
Selain itu, diantara
Cawagub yang santer disebutkan publik ada Habib Abdurrahman Bahasyim
calon anggota DPD RI 2019-2024 terpilih dengan raihan suara terbanyak.
Dengan
kian santernya pemberitaan para kandidat yang akan bertarung, tentunya
menjadi hal positif sehingga diharapkan bisa mengedukasi publik untuk
melihat dan meneliti track record (rekam jejak) para calon sehingga pada
saat gelaran Pilgub nanti, pilihan atas pemimpin banua kian mantap di
hati pemilih. (al)
Jumat, 08 November 2019 11:50
Gerindra Condong ke Habib Abdullah
PROKAL.CO, MARTAPURA
- Sekda Banjarbaru Said Abdullah menunjukkan keseriusannya untuk ikut
berlaga dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Banjar 2020 mendatang. Kemarin
pagi, dia datang ke Kantor DPC Gerindra Banjar untuk mengembalikan
berkas pendaftaran Bakal Calon Bupati Banjar.
Dengan diiringi ratusan simpatisan dan para alim ulama, kedatangan pria yang akrab disapa Habib Abdullah ini disambut langsung oleh Ketua DPC Gerindra Kabupaten Banjar, M Rofiqi dan Ketua Tim Pendaftaran, Irwan Bora.
Dalam kesempatan itu, Habib Abdullah mengaku membawa tiga berkas formulir pendaftaran yang masing-masing ditujukan untuk DPC, DPD dan DPP Gerindra. "Setelah pengembalian formulir ini, kami menunggu saja keputusan dari Partai Gerindra. Semoga tidak terlalu lama keputusannya," katanya.
Dia mengungkapkan, jika nanti Surat Keputusan (SK) dari Partai Gerindra sudah turun. Pihaknya akan langsung bergerak dengan membentuk tim di lapangan. "Semakin cepat bergerak, semakin baik," ungkapnya.
Terkait ketertarikannya maju dalam Pilkada Banjar, Habib Abdullah menegaskan bahwa keinginananya ikut serta dalam Pilbup Banjar lantaran panggilan jiwa. "Niat saya maju pada Pilkada Kabupaten Banjar ini Lillahitaala. Tanpa ada niat yang lain," tegasnya.
Apalagi dia menyampaikan
bahwa dirinya merupakan orang asli Banjar dan dibesarkan di sana,
sehingga sangat mengenal Kabupaten Banjar. "Menurut saya, Kabupaten
Banjar dengan sumber daya alam yang banyak dan potensi lain yang ada
pasti bisa membuat masyarakat lebih sejahtera. Juga, bermartabat dan
agamis," ucapnya.
Setelah ke Partai Gerindra, dirinya mengaku akan mendaftar ke partai lain. Sebab, jumlah kursi Gerindra Banjar tak cukup untuk mengusung calon sendiri. "Kursi Gerindra delapan, sedangkan untuk bisa mengusung calon harus sembilan kursi. Jadi, nanti saya akan ke PAN dan partai lainnya," beber Habib Abdullah.
Terkait siapa bakal wakilnya nanti, dia menyampaikan bahwa saat ini dirinya bersama tim masih membahas hal itu. "Bisa saja nanti dari birokrat, ulama, dan dari background lainnya. Semua masih terbuka untuk pasangan saya," terangnya.
Sementara itu, Ketua DPC Gerindra Banjarbaru M Rofiqi mengaku senang Habib Said Abdullah mengembalikan berkas pendaftaran ke mereka. Sebab, sinyal partai dari dulu sudah mengarah ke Sekda Banjarbaru tersebut.
"Selian itu saya juga ada kedekatan khusus dengan beliau (Said Abdullah). Untuk peluang beliau akan diusung oleh Partai Gerindra terbuka lebar," terangnya.
Hal itu juga disampaikan Ketua Tim Pendaftaran Partai Gerindra, Irwan Bora. Menurutnya berdasarkan hasil penilaian, berkas yang dikembalikan oleh Habib Said Abdullah sudah dinyatakan lengkap.
"Saya secara pribadi mendukung dan tahu betul track record dan kemampuan beliau. Beliau ini multi talenta, selain secara birokrasi, juga merupakan salah satu tokoh agama. Untuk calon Bupati Kabupaten Banjar, figur seperti beliau yang sangat cocok diusung oleh masyarakat," bebernya.
Dia pun terang-terangan secara pribadi mendukung Habib Abdullah diusung oleh Partai Gerindra. "Bukan hanya 100 persen. 1000 persen saya mendukung beliau," paparnya.
Tekait proses pendaftaran calon, Irwan menyampaikan bahwa pengembalian berkas ke Partai Gerindra dibuka sampai 15 November 2019 nanti. Di mana, hingga kemarin baru Habib Abdullah yang datang menyerahkan berkas. "Karena dengan mekanisme partai, kami masih menunggu komando partai. Jika sudah ada petunjuk dan keputusan DPP siapa yang akan didukung, nanti akan kami sampaikan," pungkasnya. (ris/ran/ema)
Hadapi pertarungan ‘Head to head’ di Pilgub Kalsel
============
Tarung ‘Head to head’ atau satu lawan satu, akan tersaji dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) Kalsel, pada September 2020 nanti. Ini setelah munculnya sang penantang, yakni pakar hukum tata negara Denny Indrayana, yang akan berhadapan dengan Gubernur Kalsel petahana, H Sahbirin Noor.
Dengan diiringi ratusan simpatisan dan para alim ulama, kedatangan pria yang akrab disapa Habib Abdullah ini disambut langsung oleh Ketua DPC Gerindra Kabupaten Banjar, M Rofiqi dan Ketua Tim Pendaftaran, Irwan Bora.
Dalam kesempatan itu, Habib Abdullah mengaku membawa tiga berkas formulir pendaftaran yang masing-masing ditujukan untuk DPC, DPD dan DPP Gerindra. "Setelah pengembalian formulir ini, kami menunggu saja keputusan dari Partai Gerindra. Semoga tidak terlalu lama keputusannya," katanya.
Dia mengungkapkan, jika nanti Surat Keputusan (SK) dari Partai Gerindra sudah turun. Pihaknya akan langsung bergerak dengan membentuk tim di lapangan. "Semakin cepat bergerak, semakin baik," ungkapnya.
Terkait ketertarikannya maju dalam Pilkada Banjar, Habib Abdullah menegaskan bahwa keinginananya ikut serta dalam Pilbup Banjar lantaran panggilan jiwa. "Niat saya maju pada Pilkada Kabupaten Banjar ini Lillahitaala. Tanpa ada niat yang lain," tegasnya.
Setelah ke Partai Gerindra, dirinya mengaku akan mendaftar ke partai lain. Sebab, jumlah kursi Gerindra Banjar tak cukup untuk mengusung calon sendiri. "Kursi Gerindra delapan, sedangkan untuk bisa mengusung calon harus sembilan kursi. Jadi, nanti saya akan ke PAN dan partai lainnya," beber Habib Abdullah.
Terkait siapa bakal wakilnya nanti, dia menyampaikan bahwa saat ini dirinya bersama tim masih membahas hal itu. "Bisa saja nanti dari birokrat, ulama, dan dari background lainnya. Semua masih terbuka untuk pasangan saya," terangnya.
Sementara itu, Ketua DPC Gerindra Banjarbaru M Rofiqi mengaku senang Habib Said Abdullah mengembalikan berkas pendaftaran ke mereka. Sebab, sinyal partai dari dulu sudah mengarah ke Sekda Banjarbaru tersebut.
"Selian itu saya juga ada kedekatan khusus dengan beliau (Said Abdullah). Untuk peluang beliau akan diusung oleh Partai Gerindra terbuka lebar," terangnya.
Hal itu juga disampaikan Ketua Tim Pendaftaran Partai Gerindra, Irwan Bora. Menurutnya berdasarkan hasil penilaian, berkas yang dikembalikan oleh Habib Said Abdullah sudah dinyatakan lengkap.
"Saya secara pribadi mendukung dan tahu betul track record dan kemampuan beliau. Beliau ini multi talenta, selain secara birokrasi, juga merupakan salah satu tokoh agama. Untuk calon Bupati Kabupaten Banjar, figur seperti beliau yang sangat cocok diusung oleh masyarakat," bebernya.
Dia pun terang-terangan secara pribadi mendukung Habib Abdullah diusung oleh Partai Gerindra. "Bukan hanya 100 persen. 1000 persen saya mendukung beliau," paparnya.
Tekait proses pendaftaran calon, Irwan menyampaikan bahwa pengembalian berkas ke Partai Gerindra dibuka sampai 15 November 2019 nanti. Di mana, hingga kemarin baru Habib Abdullah yang datang menyerahkan berkas. "Karena dengan mekanisme partai, kami masih menunggu komando partai. Jika sudah ada petunjuk dan keputusan DPP siapa yang akan didukung, nanti akan kami sampaikan," pungkasnya. (ris/ran/ema)
LAMAR
PARTAI: Sekda Banjarbaru Said Abdullah menyerahkan berkas ke Kantor
DPC Gerindra Banjar, kemarin. | FOTO: SUTRISNO/RADAR BANJARMASIN
Sumber Berita : https://kalsel.prokal.co/read/news/27963-gerindra-condong-ke-habib-abdullahKehadiran Habib Banua Mengubah ‘Peta Pertarungan’ Walikota Banjarmasin
BANJARMASIN, Pilkada
Banjarmasin menampilkan banyak kejutan! Sejumlah tokoh populer
meramaikan pertarungan politik pada 2020 nanti. Setelah Sekdaprov Kalsel
Haris Makkie yang juga merupakan Ketua PWNU Kalsel, giliran senator
Habib Abdurrahman Bahasyim atau biasa disapa Habib Banua ikut turun
gunung. Kehadiran Habib Banua, dipastikan akan mengubah peta kekuatan
kandidat pada Pilkada nanti.
Nama Habib Banua memang tak asing lagi.
Popularitas anggota DPD yang kembali terpilih untuk periode 2019-2024
ini, tak bisa dianggap sebelah mata. Maka itu, sebelumnya dia digadang
sebagai salah satu kandidat lawan bagi Gubernur Kalsel Sahbirin Noor
pada Pilgub nanti. Namun, alih-alih bertarung di level provinsi, Habib
Banua akhirnya berlaga di kota Banjarmasin.
Keseriusan Habib Banua maju di Pilkada
Banjarmasin dibuktikan saat tadi pagi, Jumat (11/10) mendatangi DPD
Partai Golkar Banjarmasin untuk mengajukan pendaftaran. Ia datang,
setelah sehari sebelumnya incumbent Ibnu Sina mendatangi lokasi yang
sama. Bedanya, kedatangan Habib Banua ini tanpa disambut oleh Ketua DPD
Golkar Banjarmasin Hj Ananda.
Lalu, apa yang melatarbelakangi Habib Banua turun gunung?
“Tanyakan langsung kepada masyarakat
Kota Banjarmasin, ada apa? Mengapa Habib mau (turun gunung). Karena
keluhan masyarakat itu sangat banyak,” katanya kepada
Kanalkalimantan.com, Jumat (11/10).
Menurut Habib Banua, banyak hal yang
perlu diperbaiki di Kota Banjarmasin. “Karena keluhan masyarakat itu
sangat banyak mengenai Kota Banjarmasin. Nanti kalau Habib sudah dapat
(dukungan) kita buka,” tambahnya.
Saat ini, Habib Banua belum mau
membeberkan hal-hal apa saja yang disorotinya untuk perbaikan Kota
Banjarmasin. “Yang jelas masyarakat sudah gerah dengan kebijakan dan
kepemimpinan yang ada, yang menurut Habib tidak pro rakyat kecil, serta
tertekan dengan pelayanan publik,” tambahnya.
Tak hanya Golkar, dia juga berencana
melamar sejumlah parpol lain. Termasuk Demokrat dan Nasdem. “Tadi sudah
ke Partai Demokrat, besok ke Nasdem. Semua (partai) kita dekati,”
ujarnya.
Meski memiliki kans maju lewat
independen, namun saat ini Habib Banua memilih untuk jalur parpol. Nah,
apakah keseriusannya tetap lanjut jika tak berhasil meyakinkan parpol
dengan pindah ke jalur indepen, tinggal ditunggu!
Yang jelas, pada Pemilu 2019 lalu, Habib
Banua berhasil memperoleh suara sebanyak 394.026 suara, yang mampu
mengantarkannya untuk duduk di kursi DPD RI di Senayan utusan Provinsi
Kalsel.
Sebelumnya, KPU Banjarmasin menyediakan
dua jalur bagi pendaftar pasangan calon walikota dan wakil walikota
untuk Pilkada Serantak 2020, Desember nanti . Selain lewat jalur parpol,
KPU juga membuka jalan bagi calon perorangan (independen).
Ketua KPU Banjarmasin Gusti Makmur
mengatakan, sesuai dengan Surat Edaran KPU RI Nomor 1917, terhitung
sejak 11 Desember 2019 hingga 5 Maret 2020 merupakan waktu untuk
menyerahkan surat dukungan dari calon walikota yang maju melalui jalur
independen.
“Minimalnya, pemilih (DPT) di Kota
Banjarmasin ada 447.085 pemilih. Jadi 8,5 persen (dari jumlah DPT)
sekitar 38 ribu (pemilih) kalau yang independen,” ucap Makmur kepada
Kanalkalimantan.com, Selasa (8/10) siang.
Menurut Makmur, 38 ribu pemilih yang
mendukung bakal calon walikota independen harus menyerahkan fotocopy
Kartu Tanda Penduduk (KTP), ditambah dengan surat pernyataan dukungan
pasangan calon independen Pilwali atau model B.1-KWK. “Satu lembar model
B.1-KWK. Di (lembaran) model ini akan ditempel (fotocopy) KTP di sana,”
tambah Makmur.
Jumlah dukungan minimal sebanyak 38 ribu
pemilih ini, harus disiapkan oleh bakal calon independen untuk dapat
bertarung pada Pilwali Banjarmasin mendatang.
Sampai saat ini, memang belum ada
kandidat di Pilkada Banjarmasin yang secara gamblang ingin maju lewat
jalur independen. Sejauh ini, hanya Walikota Ibnu Sina yang mengatakan
kemungkinan akan menempuh jalur tersebut jika tak berhasil mendapatkan
kendaraan politik untuk maju lagi.
Kepada kanalkalimantan.com, dia
mengatakan, bisa melalui partai tapi juga tak menutup peluang maju
melalui independen. “Kan dua jalur itu bisa diperbolehkan,” kata Ibnu.(fikri)
Sumber Berita : https://www.kanalkalimantan.com/kehadiran-habib-banua-mengubah-peta-pertarungan-walikota-banjarmasin/
Petahana harus gandeng Figur ‘membumi’ di Banua Anam
Hadapi pertarungan ‘Head to head’ di Pilgub Kalsel
============
Tarung ‘Head to head’ atau satu lawan satu, akan tersaji dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) Kalsel, pada September 2020 nanti. Ini setelah munculnya sang penantang, yakni pakar hukum tata negara Denny Indrayana, yang akan berhadapan dengan Gubernur Kalsel petahana, H Sahbirin Noor.
BANJARMASIN, K.Pos – Pengamat politik
FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjary
(Uniska MAB), Dr M Uhaib As’ad memprediksi, pertarungan perebutan kursi
orang nomor satu di Kalsel, hanya diiikuti dua pasangan calon (paslon).
Meski pun ada figur alternatif, tidak terlalu berpengaruh, sebutnya.
Baca juga=Banjarmasin “bebas” Maladministrasi
Satu sisi petahana, Paman Birin (Gubernur Kalsel Sahbirin Noor) didukung koalisi parpol besar. Sementara sang penantang, Denny Indrayana disokong sejumlah parpol lainnya. “Untuk peluang calon independen di Pilgub Kalsel 2020, sepertinya nyaris tertutup. Ini karena Pangeran Khairul Saleh, hampir bisa dipastikan konsentrasi di Komisi III DPR RI mewakili Fraksi PAN,” tutur Uhaib As’ad, Minggu (3/11) lalu, di Banjarmasin.
Sementara, beber Uhaib, untuk kans mantan Walikota Banjarmasin, H Muhidin yang juga Ketua DPW PAN Kalsel, hingga kini belum ada kejelasan, apakah bakal maju berlaga atau malah hanya menjadi pendamping dari figur yang berlaga di suksesi 2020.
Doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang, ini melakukan simulasi siapa saja yang akan mendampingi Denny Indrayana sebagai pendatang baru di kancah politik Kalsel.
Uhaib coba menginventarisir sejumlah nama yang bakal disandingkan
dengan Denny Indrayana, di antaranya anggota DPR RI dari Partai Golkar,
Hasnuryadi Sulaiman, kemudian senator DPD RI asal Kalsel, Habib
Abdurrahman Bahasyim atau Habib Banua, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina,
Martinus (mantan Kepala Dinas PU Kalsel), termasuk Pangeran Khairul
Saleh.
Sementara, masih menurut Uhaib, di kubu petahana Paman Birin, kini sudah mengerucut tiga nama yang bakal mendampinginya, yakni Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) dua periode H Abdul Wahid HK, mantan Wakil Gubernur Kalsel yang juga anggota DPRD Kalsel asal PDIP, HM Rosehan Noor Bachri dan terakhir, mantan anggota DPR RI dari Golkar, Gusti Iskandar Sukma Alamsyah.
“Jika disimulasikan, maka kans Habib Banua menjadi pendamping Denny Indrayana melawan Paman Birin berduet dengan Abdul Wahid, lebih berpeluang jadi kontestan Pilgub Kalsel. Mengapa? Ya, baik Denny Indrayana maupun Paman Birin itu sama-sama punya kekuatan massa di poros pesisir, Kotabaru, Tanah Bumbu, Tanah Laut dan ibukota Banjarmasin dan Banjarbaru. Jadi, keduanya butuh figur yang bisa membumi di zona Hulu Sungai atau Banua Anam,” tutur Uhaib.
Nah, menurutnya, nama Hasnuryadi Sulaiman atau Hasnur dan Walikota Ibnu Sina serta Martinus atau Pangeran Khairul Saleh, jelas tidak mengakar massa pendukungnya di zona Hulu Sungai.
“Sebaliknya, Paman Birin walau petahana yang memiliki infrastruktur di jalur birokrasi, tentu butuh figur yang dikenal di wilayah Banua Anam. Sangat jelas, peta pertarungan di Pilgub Kalsel adalah tiga zona, pesisir, wilayah perkotaan (Banjarmasin, Martapura dan Banjarbaru) dan Hulu Sungai,” tuturnya.
Magister lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, ini mengatakan sosok yang paling tepat dengan tipikal pemilih Kalsel yang masih tradisional bagi Denny Indrayana adalah sosok Habib Banua.
Faktanya, beber Uhaib, Habib Banua mampu merebut kantong-kantong suara yang merata di Kalsel dengan 394.026 suara, dalam perebutan kursi senator di Pemilu 2019. Yakni, di Kabupaten Banjar meraup 62.183 suara, di Tanah Laut dengan 30.020 suara, Banjarmasin (59.741 suara) dan menjuarai kawasan Hulu Sungai.
“Bandingkan dengan raihan suara Hasnuryadi apalagi Ibnu Sina atau figur lainnya. Meski dari sisi finansial politik, mungkin Habib Banua masih plus – minus, namun sosok Habib jelas sangat berpengaruh di pemilih Kalsel. Sebab, Denny Indrayana memang butuh pendamping yang mampu ‘menggerus’ suara petahana di wilayah Hulu Sungai,” tutur Uhaib.
Sedangkan, beber Uhaib lagi, sosok petahana Paman Birin tentu juga memerlukan figur yang bisa mencuri suara di wilayah Hulu Sungai.
“Dari simulasi sederhana ini akan tergambar pertarungan sengit satu lawan satu di Pilgub Kalsel 2020. Namun, Saya ingatkan agar petahana itu harus belajar dari pengalaman ketika incumbent, Gubernur Sjachriel Darham di Pilkada 2005 silam bisa dikalahkan penantangnya, Rudy Ariffin yang merupakan Bupati Banjar,” urai Uhaib.
Peneliti politik internasional ini mengatakan kemenangan di Pilgub Kalsel juga membutuhkan kerja mesin parpol pengusung. Hal ini, masih menurut Uhaib, belum lagi dampak dari laga Pilpres 2019 yang masih menyisakan residu kubu antara O1 (Jokowi-KH Ma’ruf Amin) dan 02 (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno) turut mewarnai Pilgub Kalsel 2020.
Acuan analisis Uhaib, juga pada hasil Pilkada Kalsel 2015 silam, di mana selisih suara antara duet Sahbirin Noor-Rudy Resnawan (Birin-Rudy) dengan Muhidin-Gusti Farid Hasan Aman sangat tipis hanya satu persen. Di mana, Birin-Rudy meraup 739.588 suara (41,09 persen) berbanding dengan suara Muhidin-Farid, yang maju lewat jalur independen 725.585 suara atau 40,31 persen.
Baca juga=Banjarmasin “bebas” Maladministrasi
“Makanya, jika nanti pertarungan Denny Indrayana versus Paman Birin di Pilgub Kalsel 2020 terjadi, maka laga sengit bakal tersuguh dengan selisih suara yang kemungkinan tipis,” demikian Dr M Uhaib As’ad.
Sumber Berita : https://kalselpos.com/2019/11/petahana-harus-gandeng-figur-membumi-di-banua-anam/
Pilkada Banjarbaru 2020: Kekecewaan dan Kuda Hitam
Oleh: Budi “Dayak” Kurniawan
(Pemimpin Redaksi www.BeritaBanjarbaru.com)
Politics as ‘who gets what, when and how’ and this definition of politics has encapsulated political behaviour around the world, with politicians being driven by political positions, resource distribution and out-competing their competitors.
(Harold Dwight Lasswell, 1902 -1978)
Pileg 2019 di Kalsel sesungguhnya adalah pertarungan besar. Yang bertarung di arena itu adalah orang-orang bernama besar. Orangtua mereka pada umumnya juga adalah orang-orang besar. Melalui perjalanan panjang kehidupan, mereka umumnya juga bermodal besar.
Hampir di seluruh medan pertarungan politik, tak sulit menemukan nama-nama besar itu. Di jajaran calon anggota DPD RI misalnya, ada tiga Habib dan satu anak mantan dan menantu gubernur yang melenggang ke Jakarta mewakili Kalsel ke Jakarta. Di tingkat Provinsi juga demikian, ada anak dan menantu mantan walikota, anak ketua partai, anak mantan bupati, dan seterusnya yang terpilih sebagai anggota DPRD Kalsel. Hal serupa terjadi di 13 Kabupaten dan Kota lainnya di Kalsel.
Namun yang menarik sebenarnya adalah ketika nama-nama besar itu bertarung di daerah pemilihan yang sama. Misalnya di Dapil 2 yang meliputi Banjarmasin, Banjarbaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru. Di wilayah ini bertarung Sulaiman Umar yang semula hanya sosok “biasa” namun mengejutkan. Umar yang tercatat sebagai Ketua KNPI Tanah Bumbu, dokter, dan pimpinan RS Marina Permata Batulicin, Tanah Bumbu, meraih 109.208 suara. Itu suara terbanyak di Dapil 2. Kemenangannya diduga tak lepas dari hubungan keluarga dengan pengusaha tambang besar di Tanah Bumbu.
Di Dapil yang sama, Syafrudin H Maming, adik mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming juga terpilih ke Senayan. Anggota DPRD Kalsel dari PDI Perjuangan ini memeroleh 57.706 suara. Lalu ada anak Ketua DPD Partai Gerindra Kalsel, H Abidin, Muhammad Nur yang juga melenggang ke Senayan dengan meraih 127.333 suara. Menyusul ke Senayan dari Dapil 2 adalah Hasnuryadi Sulaiman atau biasa disapa Hasnur yang meraih 128.127 suara dan dr Zairullah Azhar (106.048 suara).
Di Banjarbaru, dari lima caleg yang terpilih ke DPR RI dan meraih suara terbanyak adalah Hasnur. Anak tokoh besar Kalsel, HA Sulaiman HB, yang juga pengusaha dan mantan Ketua DPD Partai Golkar Kalsel itu, meraih 13.107 suara. Disusul Aditya Mufti Ariffin, anak mantan Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin. Ovi begitu Aditya biasa disapa meraih 10.570 suara. Lalu diikuti Politisi Partai Nasdem, Sjachrani Mataja (6.166 suara) dan Muhammad Nur sebanyak 5.397 suara.
Walau jumlah pemilih relatif kecil dibanding daerah lainnya di Dapil 2, Banjarbaru menjadi signifikan posisinya jika dilihat dari bagaimana dukungan elite lokalnya –terutama yang memiliki kewenangan dan jaringan yang luas– terhadap para pemimpin partai yang berlaga.
Di Banjarbaru berlaga Ketua DPW PPP Kalsel, Aditya Mufti Ariffin. Dukungan tentu datang dari Darmawan Jaya Setiawan, Wakil Walikota Banjarbaru yang juga Ketua DPC PPP Kota Banjabaru. Warga Banjarbaru jamak mengetahui Ovi termasuk caleg yang rajin masuk dan mengenalkan diri ke berbagai wilayah di Banjarbaru pada Pileg 2019. Pada Pileg 2014, Banjarbaru juga menjadi salah satu basis politik Ovi ketika sukses melenggang ke Senayan.
Namun kali ini hasilnya tak signifikan. PPP Banjarbaru memang berhasil mengirim empat wakilnya ke DPRD Kota Banjarbaru. Namun di sisi lain, PPP Banjarbaru tak mampu berbuat banyak bagi Ketua DPW-nya. Perolehan suara Ovi di Banjarbaru tak signifikan. Ovi gagal kembali terpilih sebagai anggota DPR RI. Sementara Hasnur kembali berhasil menuju Senayan. Perolehan suara Ovi bahkan hanya berkisar pada angka 10 ribuan. Dari sebuah sumber diketahui, Ovi –juga sang Ayah—terkesan kecewa dengan hal ini.
Hal berbeda terjadi dengan Hasnur. Pada Pileg 2019, Hasnur sesungguhnya tak serajin Ovi bergerilya ke berbagai daerah di Banjarbaru. Bahkan Hasnur hampir tak menggelar acara apapun untuk mengenalkan dirinya. Namun nyatanya, Hasnur meraih suara terbanyak dibanding caleg DPR RI lain yang berlaga di Banjarbaru.
Selain populer –dibantu dengan pamor Barito Putera dan nama besar sang Ayah—mesin politik Golkar di bawah Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru yang juga Ketua DPRD Kota Banjarbaru, H AR Iwansyah, rupanya bekerja maksimal untuk Hasnur. “Sebagai organ politik, kami bekerja maksimal mendukung caleg partai yang berlaga di Banjarbaru. Sebagai kader partai yang juga mencintai Almarhum Pak Haji (HA Sulaiman HB), kami akan malu jika Hasnur tak meraih suara terbanyak di Banjarbaru. Selain ini soal nama Pak Haji, ini juga soal harga diri Golkar sebagai partai politik,” kata AR Iwansyah.
Namun setali tiga uang dengan yang dialami Ovi, Partai Golkar Banjarbaru sama-sama belum meraih banyak manfaat dari kadernya yang duduk di jajaran kekuasaan dan memiliki pengalaman, kewenangan, dan jaringan yang luas. Walikota Banjarbaru, H Nadjmi Adhani, yang merupakan kader dan pengurus DPD Partai Golkar Kalsel, masih belum mampu berbuat banyak. Dengan berbagai penyebab, Nadjmi kali ini juga gagal mendudukkan sang puteri yang merupakan caleg Partai Golkar Banjarbaru dari Dapil Liang Anggang ke DPRD Kota Banjarbaru.
Jika saja Nadjmi berhasil mendudukkan sang puteri di DPRD Kota Banjarbaru atau turut menaikkan perolehan suara partai, maka Golkar Banjarbaru akan meraih enam kursi atau lebih. Jika hal itu terjadi, selain meraih suara terbanyak –Golkar Banjarbaru memang menang dengan meraih suara sebanyak 22.143 suara atau 17,87 persen, namun kalah satu kursi dari Gerindra– Golkar Banjarbaru juga akan tetap memegang kursi Ketua DPRD. Karena itu, wajar jika kini ada semacam kekecewaan Golkar Banjarbaru terhadap hasil Pileg dan peran kadernya di pusat kekuasaan.
Kekecewaan dalam politik sesungguhnya berbahaya. Karena kelompok yang kecewa bisa menjelma menjadi lawan baru, bahkan kuda hitam, yang akan mengubah peta politik. Semakin kecil kelompok atau orang yang kecewa akan berbanding lurus dengan makin sedikitnya persaingan yang akan terjadi. Karena itu, kini samar-samar muncul kemungkinan akan majunya Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru, H AR Iwansyah, menjadi salah satu calon Walikota Banjarbaru periode selanjutnya.
Jika kekecewaan Golkar ini memang berujung pada pencalonan Ketuanya, maka pendulum politik akan berubah total. Apalagi jika hal itu ‘basampuk ruas’ dengan kekecewaan yang juga dialami Ketua DPW PPP Kalsel, Aditya Mufti Ariffin. Jika keduanya bersepakat maju sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru, maka pertarungan Pilkada Banjarbaru 2020 akan seru. Bisa jadi AR Iwansyah maju sebagai calon Walikota dan Ovi calon wakilnya. Atau bisa saja sebaliknya, Ovi maju menjadi calon Walikota dan AR Iwansyah sebagai wakilnya. Kemungkinan semacam ini masih sangat mungkin terbuka dan terjadi.
Apalagi jika merunut sejarah, Golkar dan PPP di Kalsel sudah beberapa kali berkoalisi dan memenangkan Pilkada di beberapa kabupaten. Pada Pilkada Hulu Sungai Utara 2012 misalnya, Golkar dan PPP berkoalisi mendukung Abdul Wahid – Husairi Abdi. Lima tahun kemudian, pada Pileg HSU 2017 kembali Golkar dan PPP Kalsel berkoalisi. Hasilnya, Wahid – Husairi kembali memenangkan Pilkada.
Hal yang sama kembali terjadi pada Pilkada Batola 2007. Golkar dan PPP berkoalisi memenangkan Hasanuddin Murad – Sukardhi. Lima tahun kemudian, pada Pilkada Batola 2012 koalisi Golkar – PPP kembali memenangkan Hasanuddin Murad – Makmun Kaderi.
Pada Pilkada Kalsel 2010, koalisi Golkar – PPP juga terjadi dan berhasil memenangkan ‘Dua Rudy’ (Rudy Ariffin dan Rudy Resnawan). Lima tahun kemudian, Golkar – PPP bersama partai-partai politik lainnya bergabung dan memenangkan pasangan Sahbirin Noor – Rudy Resnawan.
Berdasarkan pengalaman koalisi itu, bisa jadi ada semacam ‘chemistry’ antara Golkar dan PPP dalam beberapa kali perhelatan politik di Kalsel. Perpaduan partai yang mewakili kalangan nasionalis (Golkar) dan agama (PPP) rupanya cukup ampuh untuk memenangkan Pilkada. Nah, jika Golkar dan PPP di Banjarbaru berkoalisi bisa jadi akan mengulang pengalaman sukses dalam Pilkada seperti yang sudah-sudah.
Apalagi jika kekecewaan elite Golkar Banjarbaru dan elite PPP Kalsel terhadap performa kadernya yang menjabat Walikota dan Wakil Walikota memicu perubahan peta politik. Kekecewaan itu akan berhadapan langsung dengan posisi Nadjmi di Golkar dan Jaya di PPP. Keputusan Nadjmi – Jaya yang berulang men-declare akan maju bersama lagi, sangat mungkin menjadi blunder politik. Pernyataan maju bersama lagi itu sepertinya tak menghitung apakah Golkar dan PPP yang sesungguhnya menjadi tempat Nadjmi – Jaya selama ini bernaung akan kembali mencalonkan mereka berdua. Atau justru sebaliknya?
Pernyataan maju bersama lagi itu juga seolah menutup pintu bagi calon lain yang bisa jadi akan menggunakan partai yang sama sebagai perahu politik. Artinya, calon lain tak punya kesempatan untuk menggunakan Golkar dan PPP sebagai perahu politik selain Nadjmi – Jaya. Tentu ini dengan catatan: jika kekecewaan jajaran PPP dan Golkar tak pernah ada dan terjadi.
Peta politik juga masih sangat dinamis. Karena hingga kini Gerindra yang memenangkan Pileg Banjarbaru 2019 masih belum menunjukkan kemana akan melabuhkan perahu mereka. Apakah Gerindra akan mengusung kadernya sendiri? Atau akan “menjual” perahu ke sosok yang bukan kadernya?
Karena itu lah dalam politik, kekecewaan bisa memunculkan kuda hitam yang bisa mengubah banyak hal. Sangat beralasan Harold Lasswell, ilmuwan politik dan ahli komunikasi dari University of Chicago, Amerika menyebut, politik sebagai ‘siapa yang mendapatkan apa, kapan dan bagaimana? Politisi digerakkan oleh posisi politik, distribusi sumber daya dan mengungguli pesaing mereka. Pertanyaannya kemudian, pada Pileg 2019 di Banjarbaru adalah, apa, siapa, dan mendapatkan apa?
Sumber Opini / Berita : http://beritabanjarbaru.com/banjarbaru/pilkada-banjarbaru-2020-kekecewaan-dan-kuda-hitam
Re-post by MigoBerita / Kamis/13022020/11.43Wita/Bjm
Satu sisi petahana, Paman Birin (Gubernur Kalsel Sahbirin Noor) didukung koalisi parpol besar. Sementara sang penantang, Denny Indrayana disokong sejumlah parpol lainnya. “Untuk peluang calon independen di Pilgub Kalsel 2020, sepertinya nyaris tertutup. Ini karena Pangeran Khairul Saleh, hampir bisa dipastikan konsentrasi di Komisi III DPR RI mewakili Fraksi PAN,” tutur Uhaib As’ad, Minggu (3/11) lalu, di Banjarmasin.
Sementara, beber Uhaib, untuk kans mantan Walikota Banjarmasin, H Muhidin yang juga Ketua DPW PAN Kalsel, hingga kini belum ada kejelasan, apakah bakal maju berlaga atau malah hanya menjadi pendamping dari figur yang berlaga di suksesi 2020.
Doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang, ini melakukan simulasi siapa saja yang akan mendampingi Denny Indrayana sebagai pendatang baru di kancah politik Kalsel.
Sementara, masih menurut Uhaib, di kubu petahana Paman Birin, kini sudah mengerucut tiga nama yang bakal mendampinginya, yakni Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) dua periode H Abdul Wahid HK, mantan Wakil Gubernur Kalsel yang juga anggota DPRD Kalsel asal PDIP, HM Rosehan Noor Bachri dan terakhir, mantan anggota DPR RI dari Golkar, Gusti Iskandar Sukma Alamsyah.
“Jika disimulasikan, maka kans Habib Banua menjadi pendamping Denny Indrayana melawan Paman Birin berduet dengan Abdul Wahid, lebih berpeluang jadi kontestan Pilgub Kalsel. Mengapa? Ya, baik Denny Indrayana maupun Paman Birin itu sama-sama punya kekuatan massa di poros pesisir, Kotabaru, Tanah Bumbu, Tanah Laut dan ibukota Banjarmasin dan Banjarbaru. Jadi, keduanya butuh figur yang bisa membumi di zona Hulu Sungai atau Banua Anam,” tutur Uhaib.
Nah, menurutnya, nama Hasnuryadi Sulaiman atau Hasnur dan Walikota Ibnu Sina serta Martinus atau Pangeran Khairul Saleh, jelas tidak mengakar massa pendukungnya di zona Hulu Sungai.
“Sebaliknya, Paman Birin walau petahana yang memiliki infrastruktur di jalur birokrasi, tentu butuh figur yang dikenal di wilayah Banua Anam. Sangat jelas, peta pertarungan di Pilgub Kalsel adalah tiga zona, pesisir, wilayah perkotaan (Banjarmasin, Martapura dan Banjarbaru) dan Hulu Sungai,” tuturnya.
Magister lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, ini mengatakan sosok yang paling tepat dengan tipikal pemilih Kalsel yang masih tradisional bagi Denny Indrayana adalah sosok Habib Banua.
Faktanya, beber Uhaib, Habib Banua mampu merebut kantong-kantong suara yang merata di Kalsel dengan 394.026 suara, dalam perebutan kursi senator di Pemilu 2019. Yakni, di Kabupaten Banjar meraup 62.183 suara, di Tanah Laut dengan 30.020 suara, Banjarmasin (59.741 suara) dan menjuarai kawasan Hulu Sungai.
“Bandingkan dengan raihan suara Hasnuryadi apalagi Ibnu Sina atau figur lainnya. Meski dari sisi finansial politik, mungkin Habib Banua masih plus – minus, namun sosok Habib jelas sangat berpengaruh di pemilih Kalsel. Sebab, Denny Indrayana memang butuh pendamping yang mampu ‘menggerus’ suara petahana di wilayah Hulu Sungai,” tutur Uhaib.
Sedangkan, beber Uhaib lagi, sosok petahana Paman Birin tentu juga memerlukan figur yang bisa mencuri suara di wilayah Hulu Sungai.
“Dari simulasi sederhana ini akan tergambar pertarungan sengit satu lawan satu di Pilgub Kalsel 2020. Namun, Saya ingatkan agar petahana itu harus belajar dari pengalaman ketika incumbent, Gubernur Sjachriel Darham di Pilkada 2005 silam bisa dikalahkan penantangnya, Rudy Ariffin yang merupakan Bupati Banjar,” urai Uhaib.
Peneliti politik internasional ini mengatakan kemenangan di Pilgub Kalsel juga membutuhkan kerja mesin parpol pengusung. Hal ini, masih menurut Uhaib, belum lagi dampak dari laga Pilpres 2019 yang masih menyisakan residu kubu antara O1 (Jokowi-KH Ma’ruf Amin) dan 02 (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno) turut mewarnai Pilgub Kalsel 2020.
Acuan analisis Uhaib, juga pada hasil Pilkada Kalsel 2015 silam, di mana selisih suara antara duet Sahbirin Noor-Rudy Resnawan (Birin-Rudy) dengan Muhidin-Gusti Farid Hasan Aman sangat tipis hanya satu persen. Di mana, Birin-Rudy meraup 739.588 suara (41,09 persen) berbanding dengan suara Muhidin-Farid, yang maju lewat jalur independen 725.585 suara atau 40,31 persen.
Baca juga=Banjarmasin “bebas” Maladministrasi
“Makanya, jika nanti pertarungan Denny Indrayana versus Paman Birin di Pilgub Kalsel 2020 terjadi, maka laga sengit bakal tersuguh dengan selisih suara yang kemungkinan tipis,” demikian Dr M Uhaib As’ad.
Penulis : jejakrekam/ SA Lingga
Penanggungjawab : SA Lingga
Penanggungjawab : SA Lingga
PILKADA BANJARBARU 2020: KEKECEWAAN DAN KUDA HITAM |OPINI BERBUDI
Pilkada Banjarbaru 2020: Kekecewaan dan Kuda Hitam
Oleh: Budi “Dayak” Kurniawan
(Pemimpin Redaksi www.BeritaBanjarbaru.com)
Politics as ‘who gets what, when and how’ and this definition of politics has encapsulated political behaviour around the world, with politicians being driven by political positions, resource distribution and out-competing their competitors.
(Harold Dwight Lasswell, 1902 -1978)
Pileg 2019 di Kalsel sesungguhnya adalah pertarungan besar. Yang bertarung di arena itu adalah orang-orang bernama besar. Orangtua mereka pada umumnya juga adalah orang-orang besar. Melalui perjalanan panjang kehidupan, mereka umumnya juga bermodal besar.
Hampir di seluruh medan pertarungan politik, tak sulit menemukan nama-nama besar itu. Di jajaran calon anggota DPD RI misalnya, ada tiga Habib dan satu anak mantan dan menantu gubernur yang melenggang ke Jakarta mewakili Kalsel ke Jakarta. Di tingkat Provinsi juga demikian, ada anak dan menantu mantan walikota, anak ketua partai, anak mantan bupati, dan seterusnya yang terpilih sebagai anggota DPRD Kalsel. Hal serupa terjadi di 13 Kabupaten dan Kota lainnya di Kalsel.
Namun yang menarik sebenarnya adalah ketika nama-nama besar itu bertarung di daerah pemilihan yang sama. Misalnya di Dapil 2 yang meliputi Banjarmasin, Banjarbaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru. Di wilayah ini bertarung Sulaiman Umar yang semula hanya sosok “biasa” namun mengejutkan. Umar yang tercatat sebagai Ketua KNPI Tanah Bumbu, dokter, dan pimpinan RS Marina Permata Batulicin, Tanah Bumbu, meraih 109.208 suara. Itu suara terbanyak di Dapil 2. Kemenangannya diduga tak lepas dari hubungan keluarga dengan pengusaha tambang besar di Tanah Bumbu.
Di Dapil yang sama, Syafrudin H Maming, adik mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming juga terpilih ke Senayan. Anggota DPRD Kalsel dari PDI Perjuangan ini memeroleh 57.706 suara. Lalu ada anak Ketua DPD Partai Gerindra Kalsel, H Abidin, Muhammad Nur yang juga melenggang ke Senayan dengan meraih 127.333 suara. Menyusul ke Senayan dari Dapil 2 adalah Hasnuryadi Sulaiman atau biasa disapa Hasnur yang meraih 128.127 suara dan dr Zairullah Azhar (106.048 suara).
Di Banjarbaru, dari lima caleg yang terpilih ke DPR RI dan meraih suara terbanyak adalah Hasnur. Anak tokoh besar Kalsel, HA Sulaiman HB, yang juga pengusaha dan mantan Ketua DPD Partai Golkar Kalsel itu, meraih 13.107 suara. Disusul Aditya Mufti Ariffin, anak mantan Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin. Ovi begitu Aditya biasa disapa meraih 10.570 suara. Lalu diikuti Politisi Partai Nasdem, Sjachrani Mataja (6.166 suara) dan Muhammad Nur sebanyak 5.397 suara.
Walau jumlah pemilih relatif kecil dibanding daerah lainnya di Dapil 2, Banjarbaru menjadi signifikan posisinya jika dilihat dari bagaimana dukungan elite lokalnya –terutama yang memiliki kewenangan dan jaringan yang luas– terhadap para pemimpin partai yang berlaga.
Di Banjarbaru berlaga Ketua DPW PPP Kalsel, Aditya Mufti Ariffin. Dukungan tentu datang dari Darmawan Jaya Setiawan, Wakil Walikota Banjarbaru yang juga Ketua DPC PPP Kota Banjabaru. Warga Banjarbaru jamak mengetahui Ovi termasuk caleg yang rajin masuk dan mengenalkan diri ke berbagai wilayah di Banjarbaru pada Pileg 2019. Pada Pileg 2014, Banjarbaru juga menjadi salah satu basis politik Ovi ketika sukses melenggang ke Senayan.
Namun kali ini hasilnya tak signifikan. PPP Banjarbaru memang berhasil mengirim empat wakilnya ke DPRD Kota Banjarbaru. Namun di sisi lain, PPP Banjarbaru tak mampu berbuat banyak bagi Ketua DPW-nya. Perolehan suara Ovi di Banjarbaru tak signifikan. Ovi gagal kembali terpilih sebagai anggota DPR RI. Sementara Hasnur kembali berhasil menuju Senayan. Perolehan suara Ovi bahkan hanya berkisar pada angka 10 ribuan. Dari sebuah sumber diketahui, Ovi –juga sang Ayah—terkesan kecewa dengan hal ini.
Hal berbeda terjadi dengan Hasnur. Pada Pileg 2019, Hasnur sesungguhnya tak serajin Ovi bergerilya ke berbagai daerah di Banjarbaru. Bahkan Hasnur hampir tak menggelar acara apapun untuk mengenalkan dirinya. Namun nyatanya, Hasnur meraih suara terbanyak dibanding caleg DPR RI lain yang berlaga di Banjarbaru.
Selain populer –dibantu dengan pamor Barito Putera dan nama besar sang Ayah—mesin politik Golkar di bawah Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru yang juga Ketua DPRD Kota Banjarbaru, H AR Iwansyah, rupanya bekerja maksimal untuk Hasnur. “Sebagai organ politik, kami bekerja maksimal mendukung caleg partai yang berlaga di Banjarbaru. Sebagai kader partai yang juga mencintai Almarhum Pak Haji (HA Sulaiman HB), kami akan malu jika Hasnur tak meraih suara terbanyak di Banjarbaru. Selain ini soal nama Pak Haji, ini juga soal harga diri Golkar sebagai partai politik,” kata AR Iwansyah.
Namun setali tiga uang dengan yang dialami Ovi, Partai Golkar Banjarbaru sama-sama belum meraih banyak manfaat dari kadernya yang duduk di jajaran kekuasaan dan memiliki pengalaman, kewenangan, dan jaringan yang luas. Walikota Banjarbaru, H Nadjmi Adhani, yang merupakan kader dan pengurus DPD Partai Golkar Kalsel, masih belum mampu berbuat banyak. Dengan berbagai penyebab, Nadjmi kali ini juga gagal mendudukkan sang puteri yang merupakan caleg Partai Golkar Banjarbaru dari Dapil Liang Anggang ke DPRD Kota Banjarbaru.
Jika saja Nadjmi berhasil mendudukkan sang puteri di DPRD Kota Banjarbaru atau turut menaikkan perolehan suara partai, maka Golkar Banjarbaru akan meraih enam kursi atau lebih. Jika hal itu terjadi, selain meraih suara terbanyak –Golkar Banjarbaru memang menang dengan meraih suara sebanyak 22.143 suara atau 17,87 persen, namun kalah satu kursi dari Gerindra– Golkar Banjarbaru juga akan tetap memegang kursi Ketua DPRD. Karena itu, wajar jika kini ada semacam kekecewaan Golkar Banjarbaru terhadap hasil Pileg dan peran kadernya di pusat kekuasaan.
Kekecewaan dalam politik sesungguhnya berbahaya. Karena kelompok yang kecewa bisa menjelma menjadi lawan baru, bahkan kuda hitam, yang akan mengubah peta politik. Semakin kecil kelompok atau orang yang kecewa akan berbanding lurus dengan makin sedikitnya persaingan yang akan terjadi. Karena itu, kini samar-samar muncul kemungkinan akan majunya Ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru, H AR Iwansyah, menjadi salah satu calon Walikota Banjarbaru periode selanjutnya.
Jika kekecewaan Golkar ini memang berujung pada pencalonan Ketuanya, maka pendulum politik akan berubah total. Apalagi jika hal itu ‘basampuk ruas’ dengan kekecewaan yang juga dialami Ketua DPW PPP Kalsel, Aditya Mufti Ariffin. Jika keduanya bersepakat maju sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru, maka pertarungan Pilkada Banjarbaru 2020 akan seru. Bisa jadi AR Iwansyah maju sebagai calon Walikota dan Ovi calon wakilnya. Atau bisa saja sebaliknya, Ovi maju menjadi calon Walikota dan AR Iwansyah sebagai wakilnya. Kemungkinan semacam ini masih sangat mungkin terbuka dan terjadi.
Apalagi jika merunut sejarah, Golkar dan PPP di Kalsel sudah beberapa kali berkoalisi dan memenangkan Pilkada di beberapa kabupaten. Pada Pilkada Hulu Sungai Utara 2012 misalnya, Golkar dan PPP berkoalisi mendukung Abdul Wahid – Husairi Abdi. Lima tahun kemudian, pada Pileg HSU 2017 kembali Golkar dan PPP Kalsel berkoalisi. Hasilnya, Wahid – Husairi kembali memenangkan Pilkada.
Hal yang sama kembali terjadi pada Pilkada Batola 2007. Golkar dan PPP berkoalisi memenangkan Hasanuddin Murad – Sukardhi. Lima tahun kemudian, pada Pilkada Batola 2012 koalisi Golkar – PPP kembali memenangkan Hasanuddin Murad – Makmun Kaderi.
Pada Pilkada Kalsel 2010, koalisi Golkar – PPP juga terjadi dan berhasil memenangkan ‘Dua Rudy’ (Rudy Ariffin dan Rudy Resnawan). Lima tahun kemudian, Golkar – PPP bersama partai-partai politik lainnya bergabung dan memenangkan pasangan Sahbirin Noor – Rudy Resnawan.
Berdasarkan pengalaman koalisi itu, bisa jadi ada semacam ‘chemistry’ antara Golkar dan PPP dalam beberapa kali perhelatan politik di Kalsel. Perpaduan partai yang mewakili kalangan nasionalis (Golkar) dan agama (PPP) rupanya cukup ampuh untuk memenangkan Pilkada. Nah, jika Golkar dan PPP di Banjarbaru berkoalisi bisa jadi akan mengulang pengalaman sukses dalam Pilkada seperti yang sudah-sudah.
Apalagi jika kekecewaan elite Golkar Banjarbaru dan elite PPP Kalsel terhadap performa kadernya yang menjabat Walikota dan Wakil Walikota memicu perubahan peta politik. Kekecewaan itu akan berhadapan langsung dengan posisi Nadjmi di Golkar dan Jaya di PPP. Keputusan Nadjmi – Jaya yang berulang men-declare akan maju bersama lagi, sangat mungkin menjadi blunder politik. Pernyataan maju bersama lagi itu sepertinya tak menghitung apakah Golkar dan PPP yang sesungguhnya menjadi tempat Nadjmi – Jaya selama ini bernaung akan kembali mencalonkan mereka berdua. Atau justru sebaliknya?
Pernyataan maju bersama lagi itu juga seolah menutup pintu bagi calon lain yang bisa jadi akan menggunakan partai yang sama sebagai perahu politik. Artinya, calon lain tak punya kesempatan untuk menggunakan Golkar dan PPP sebagai perahu politik selain Nadjmi – Jaya. Tentu ini dengan catatan: jika kekecewaan jajaran PPP dan Golkar tak pernah ada dan terjadi.
Peta politik juga masih sangat dinamis. Karena hingga kini Gerindra yang memenangkan Pileg Banjarbaru 2019 masih belum menunjukkan kemana akan melabuhkan perahu mereka. Apakah Gerindra akan mengusung kadernya sendiri? Atau akan “menjual” perahu ke sosok yang bukan kadernya?
Karena itu lah dalam politik, kekecewaan bisa memunculkan kuda hitam yang bisa mengubah banyak hal. Sangat beralasan Harold Lasswell, ilmuwan politik dan ahli komunikasi dari University of Chicago, Amerika menyebut, politik sebagai ‘siapa yang mendapatkan apa, kapan dan bagaimana? Politisi digerakkan oleh posisi politik, distribusi sumber daya dan mengungguli pesaing mereka. Pertanyaannya kemudian, pada Pileg 2019 di Banjarbaru adalah, apa, siapa, dan mendapatkan apa?
Sumber Opini / Berita : http://beritabanjarbaru.com/banjarbaru/pilkada-banjarbaru-2020-kekecewaan-dan-kuda-hitam
Re-post by MigoBerita / Kamis/13022020/11.43Wita/Bjm