MigoBerita - Banjarmasin - Pak Presiden Jokowidodo melindungi rakyat dengan PSBB yang diminta oleh kepala-kepala daerah, tetapi ada yang ingin Lockdown, mengapa dan apa alasannya, temukan jawabannya dari berbagaimana opini di artikel yang berhasil MigoBerita kumpulkan, dan biasakan untuk membaca habis isi berita atau opini hingga tidak menimbulkan HOAX
Mantap! Jokowi Balik Lockdown AHY
Sejak
pertengahan Maret lalu, AHY sudah menekan Jokowi agar melakukan
lockdown di beberapa kota. Namun Jokowi tak merespon. AHY yang kebelet
lockdown, mencari cara lain yang menurutnya jitu.
AHYpun
tega mengerahkan puterinya sendiri untuk ikut bersuara meminta Jokowi
melakukan lockdown. Dengan dalih tugas sekolah, AHY terus menekan Jokowi
soal lockdown.
Sangat
mudah menerka tujuan AHY meminta Jokowi lockdown. Ada kepentingan
Demokrat-SBY yang tersembunyi di sana. Jika Jokowi melakukan lockdown,
maka semua dana yang ada, akan dikerahkan untuk biaya lockdown. Salah
satu dana yang diincar AHY adalah dana pembangunan ibu kota baru.
Tentu
saja AHY tidak mau melihat Jokowi sukses mendirikan ibu kota baru. Hal
itu menjadi catatan sejarah paling memilukan yang ditanggung Demokrat.
Bayangkan warisan terbesar SBY, ayah AHY semasa jadi Presiden, adalah
prasasti Hambalang. Sementara warisan Jokowi adalah ibu kota baru yang
keren dan spektakuler ditambah bangunan infrastruktur lainnya.
Bisa
dipastikan jika ibu kota baru, bisa diresmikan pada tahun 2024
mendatang, atau saat Jokowi mengakhiri kekuasaannya, maka Demokrat
sangat terpukul. Nama SBY akan tenggelam dalam sejarah. Sementara nama
Jokowi terpatri cemerlang.
Nah,
hal ini tidak boleh terjadi. Salah satu cara menghadangnya adalah
meminta Jokowi melakukan lockdown. Dengan demikian pembangunan ibu kota
baru gagal diselesaikan karena tidak ada lagi dana. Ibu kota baru pun
akan menjadi prasasti peninggalan memilukan Jokowi menyamai Hambalang.
Usaha
AHY mengerahkan puterinya untuk mengirim surat berjudul “Lockdown
speech” berbuah blunder. Tujuan AHY yang tadinya ingin me-melockdown
Jokowi kini berbalik membuat AHY terkunci. Publik sekarang mengecam AHY
yang ikut menyeret anak kecil ikut politik.
AHY
semakin terkunci ketika dia dan isterinya Anisa Pohan ikut terusik
berlebihan atas cuitan Denny Siregar di Twitter. Katanya AHY akan
melaporkan Denny Siregar (DS) dengan dalih telah melakukan pembulian
kepada anak-anak. Rencana melaporkan DS ini kepada polisi membuat AHY
semakin terkunci alias ter-lockdown dengan beberapa alasan:
Pertama,
AHY adalah orang yang pertama kali yang membawa ranah privat ini ke
publik. Ketika dibawa di ranah media sosial, maka direspon juga oleh
media sosial. Pertanyaannya mengapa ikut sewot ketika kesalahan sendiri
yang kurang bijak disindir di media sosial?
Kedua,
AHY ikut mendukung puterinya mengaitkan tugas sekolah dengan Jokowi.
Mengapa harus menyampaikan tugas sekolah anak kecil kepada Presiden?
Lalu mengapa Anisa Pohan melaporkan DS kepada Jokowi. Yang menyindir DS,
yang diusik Jokowi?
Ketiga,
AHY tidak melarang dayang-dayang Demokrat ikut menyerang DS dan bahkan
Jokowi sendiri. Semakin lucu dan lebay ketika Wasekjen Demokrat
membandingkan bahasa Inggris anak AHY dengan Jokowi. Apa kaitan bahasa
Inggris Jokowi dengan tugas sekolah si puteri?
Keempat,
AHY akan melaporkan DS ke polisi. Nah ini semakin lucu. Apa kesalahan
DS atas sindirannya itu? Jika dibaca berulang-ulang cuitan DS itu, maka
tak ada delik apapun yang bisa diseret ke ranah pidana. Apalagi yang
disindiri DS bukan si puteri tetapi elit satu Demokrat.
Saya
melihat Demokrat di tangah AHY susah menggeliat. Cara AHY memoles
Demokrat dengan cara lebay akan memercik muka sendiri. Membenturkan diri
terhadap Jokowi itu bukanlah pilihan cerdas. Apalagi tidak ada
kesalahan fatal yang bisa menjadi pintu masuk menyerang secara frontal
kepada pemerintahan Jokowi.
Ketika
AHY misalnya menembak Jokowi soal korupsi, maka justru hal itu sama
saja memercik muka sendiri. Ada banyak elit Demokrat yang sampai
sekarang masih dalam penjara gegara korupsi. Jika AHY menembak Jokowi
soal kabinet dengan tuduhan tidak karuan kinerjanya, maka lagi-lagi
Demokrat menjadi sasaran tembak. Di era Demokrat, kabinet SBY antri
masuk penjara.
Menjadi
blunder parah jika nantinya AHY jadi melaporkan DS kepada polisi. Itu
bisa menampar muka SBY sendiri. Bagaimana tidak, SBY terus-menerus
meledek Jokowi dengan mengatakan tidak pernah memidanakan rakyat
sendiri. Nyatanya netizen membongkar aib SBY yang secara fakta membuat
pelaporan sendiri. Padahal Jokowi tak sekalipun datang melapor kepada
polisi.
Jelas
bahwa taktik AHY untuk melockdown Jokowi dengan memanfaatkan Covid-19
ini, berbalik menusuk dirinya dan Demokrat. Kini AHY serba salah.
Melaporkan DS ke polisi tak cukup bukti dan akan menjadi olok-olokan
publik. Jika tidak melaporkan, publik akan prihatin soal ancaman AHY
yang panas-panas tai ayam. Sementara respon Jokowi atas masalah AHY vs
DS itu dipastikan tak direspon Jokowi.
Memang
harus diakui. Saat ini AHY-Demokrat seperti berada pada situasi
lockdown. Sejak gagal menjadi jenderal, kalah dari Pilkada DKI 2017,
gagal menjadi cawapres Prabowo, gagal masuk kabinet Jokowi, tak jelas
oposisi atau koalisi di parlemen, AHY, seperti dilockdown untuk
sementara oleh Jokowi. Jokowi kini sama sekali tidak menghiraukan AHY.
Mau jungkir-balik, mau guling-guling, mau mutar-mutar sampai mau
merengek-rengek, silahkan.
AHY
tidak bisa kemana-mana alias ter-lockdown. Ia hanya berputar-putar di
dalam rumah Demokratnya yang semakin hari-semakin pudar. Tak heran, AHY
kini terlihat bak pengangguran. Saking tak punya kerjaan, AHY hanya
sibuk mengelus-elus jambang dan brewokannya. Begitulah kura-kura.
Salam Seword, Asaaro Lahagu
Najwa Kritik DPR, Diam Soal Kartu Prakerja, Halah Ketahuan Deh...
Najwa
ini blunder, asal kritik tapi gak ngaca. Dia mengkritik tentang
kebijakan-kebijakan DPR dengan sangat tajam. Setajam silet, tapi gak
kena kepada esensinya. Najwa ini memang kelihatannya ingin melawan
struktur yang dianggapnya sebagai struktur korup.
Padahal
kalau dia pintar dikit saja (ya dikit saja gak usah banyak-banyak),
Najwa harusnya tahu kalau dia sedang melakukan blunder atau upaya
menghancurkan harga diri. Makin ngomong, makin gampang ketahuan salahnya dia di mana.
Pada
akhirnya, Arteria Dahlan, anggota DPR RI PDI-P pun menyerang balik. Ia
mempertanyakan Narasi TV yang merupakan kontributor website adiknya,
Sekolah.mu, berkecenderungan isinya hoax dan provokasi. Kritik DPR jago,
tapi sama kartu prakerja yang ngawur itu kok mingkem? *Ada main, Mbak
Nana?**
Mari kita simak sanggahan balik dari Arteria Dahlan, yang begitu keras terhadap Najwa Shihab.
Saran
saya, secara pribadi, selaku anggota Komisi III DPR RI, selalu anggota
Badan Legislasi DPR RI dan selaku Deputi Penerangan Umum Satgas Lawan
COVID-19 DPR RI, meminta Najwa minta maaf. Ini kan statementnya sudah
dikonstruksikan dan disengaja benar-benar untuk memfitnah dan menista
pribadi maupun anggota DPR.
Dan sengaja disiarkan ke ruang publik baik oleh Najwa pribadi maupun Narasi TV. Materi yang disampaikannya pun berupa informasi yang tidak benar, cenderung hoax dan provokatif.
Apalagi dihadirkan di saat negara sedang menghadapi kedaruratan
kesehatan. Yang membutuhkan situasi yang kondusif. Jadi ini memiliki
konsekuensi hukum yang serius.
Selain
Arteria Dahlan, ada juga beberapa anggota DPR, menyinggung hubungan
Najwa dengan platform Sekolah.mu milik adiknya Najeela Shihab, yang
ternyata merupakan salah satu mitra program Kartu Prakerja. Kalau bicara
mitra, pasti banyak, dan dalam anggaran 5T dari pemerintah, pasti para
mitra itu rebut-rebutan.
Sekolah.mu
adalah platform pendidikan online yang dipimpin langsung oleh Najeela.
Andre pun mengkritik hal ini, sebagai balasan dari tudingan Najwa Shihab
yang menganggap DPR RI tidak memprioritaskan penanganan Covid 19.
Sungguh gak jelas. Tudingan ini pakai kalimat pembuka dari Najwa dengan noraknya begini…
Wahai tuan dan puan DPR…
Dari
awalnya saja saya sudah gak suka sama cara dia bicara, berlagak
merendahkan diri. Mirip sekali sama Anies Baswedan, cara bicara dan
segalanya. Mahir mengolah dan menata kata. Jujur saja, Najwa ini
harusnya tahan diri. Kenapa? Karena adiknya yang malahjadi kena.
Andre
Rosiade dalam strateginya menjebak PSK di Padang sih menurut saya
ngawur dan salah. Tapi untuk ha ini, rasanya saya setuju bahwa Najwa
harus menjawab pertanyaan balik dari Andre Rosiade si penjebak PSK itu.
Kita
minta klarifikasi Najwa, apa betul memang Mbak Najwa terlibat atau
punya hubungan dengan startup Sekolah.mu yang mendapatkan proyek
penunjukan langsung Kartu Prakerja.
Kita
minta klarifikasi saja, sudah tiga hari nih tolong dijawab sama Mbak
Najwa terlibat atau tidak, berhubungan atau tidak, itu saja,
kata Andre kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5 Mei 2020).
Setelah
Najwa kritik DPR dengan brutal dan gak jelas, Arteria dari PDI-P
meradang dan membagi umpan terkait Narasi TV yang disebut ada konten
hoax dan provokasi. Umpan ini diambil oleh penjebak PSK. Penjebak PSK ternyata terjebak oleh Arteria PDI-P dalam meneruskan hal ini.
Saya
pun penasaran dengan konten yang dimaksud oleh Arteria Dahlan dan si
penjebak PSK itu. Situs sekolah.mu dan hubungannya dengan Narasi.TV.
Dari pencarian saya lewat Google, NarasiTV pun pernah masuk ke dalam
konten Sekolah.Mu sebagai Kontributor Berita. Dan itu hilang…
Gini
loh Mbak Nana, sesuatu yang sudah pernah dirilis secara online, pasti
akan meninggalkan jejak digital. Konten digital konon katanya gak bisa
hilang sampai selama-lamanya dan Amin. Begini penelurusan saya.
Najeela
Shihab pun membantah adanya keterlibatan NarasiTV atau pun Najwa di
konten Sekolah.mu. Yuk disimak kalimat bantahan yang nanti akan saya
bongkar ke depannya.
Narasi
dan atau Najwa sebagai co-founder Narasi juga tidak ada ada kaitannya
dengan Sekolah.mu, baik dari segi kepemilikan saham maupun pengelolaan.
Satu-satunya hubungannya adalah saya sebagai salah satu pemegang saham
dan CEO Sekolah.mu merupakan kakak Najwa,
kata Najeela saat dihubungi Tempo, Rabu, 6 Mei 2020.
Saya lihat sih upaya Najeela Shihab untuk melindungi saudara kandungnya, normal ya. Nggak masalah kok. Tapi ada yang aneh. Kok sepertinya kalimat dia berkontradiksi dengan penelusuran saya ya?
Di Google search saja “NarasiTV Sekolahmu”. Sederhana. Lalu lihat saja hasil penelusuran Google Search. Saya menemukan gambar ini.
Ada
dua link yang saya lihat, bahwa Narasi.TV masuk sebagai kontributor
sekolah.mu di bulan Maret 2020 tanggal 29. Artinya baru dan fresh from the oven.
Memang sih program kartu pra kerja mulai heboh pada bulan April. Tapi
saya ingin tanya, pasti sebelum-sebelumnya sudah ada prakata dong dari
pemerintah tentang hal ini kepada calon mitra kan? Hahaha. Tapi ya sudah
lah, saya tidak mau lanjutkan. Link pertama, saya klik, dan munculnya ini.
Kok gak ada konten dari Narasi.TV nya? Lalu saya back ke pencarian Google, lalu klik link kedua. Dan lebih aneh lagi, munculnya ini.
Padahal jelas, di tanggal 29 Maret 2020, tulisan di Google pun munculnya seperti ini…
Bersama
Sekolahmu, Narasi.tv akan membuat pelatihan untuk menjadi kontributor
berita berbasis blended learning untuk menambah ...
Tidak
ada lanjutan. Saya gak tahu gimana cara ambil record history yang masih
tercatat di Google. Saya bukan Bung Nafys yang jago gitu.
Najwa
ini terseret dalam pusaran gelapnya kartu Prakerja ya? Padahal kalau
Najwa mau kritik, lebih mantap kritik pelaksanaan kartu Prakerja yang
terlalu dipaksakan loh. Kenapa malah kritik DPR? Apakah sesuai dengan sifat politisi haus uang yang selalu berpikir…
It’s all about money.
??? Ah mirip Anies dong?
Silakan nilai sendiri ya kawan-kawan, Najwa itu pinter atau keminter. Bedanya dikit. Jawab dong Mbak Nana.
Sumber utama : https://seword.com/politik/najwa-kritik-dpr-diam-soal-kartu-prakerja-halah-5cLeYd81w7
Ngeri! DPR Ingin Jadikan Indonesia Seperti Zimbabwe
Di
saat-saat pandemi Covid-19 saat ini, di mana rakyat Indonesia sedang
bergelut bukan saja dari sektor kesehatan tetapi juga di sektor ekonomi.
Dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang banyak
dilakukan oleh Pemerintahan Daerah untuk menanggulangi serangan Covid-19
tak ayal mempengaruhi perekonomian masyarakat.
Bukan
hanya pekerja harian yang terimbas oleh PSBB, bahkan pengusaha kecil
maupun menengah juga terimbas. Karena selain 8 sektor yang diizinkan
oleh pemerintah untuk tetap bisa beraktivitas, yang lainnya otomatis
tengkurap.
Jika
hanya beberapa minggu tidak beraktivitas, maka tidak ada masalah bagi
pengusaha kecil maupun menengah. Tetapi jika sampai berbulan-bulan tidak
ada aktivitas dan tidak ada penghasilan, maka jangan heran jika banyak
pengusaha kecil maupun menengah menyatakan perusahaannya bangkrut.
Jadi,
jangan hanya menganggap rakyat kecil saja yang terimbas dari pandemi
Covid-19 ini. Banyak pengusaha kecil maupun menengah juga mulai khawatir
dengan kelangsungan usaha mereka. Bagaimana tidak, penghasilan selama
pandemi Covid-19 ini boleh dikatakan 0%, sedangkan pengeluaran overhead
atau rutin tetap harus mereka keluarkan. Jika terus menerus begini, maka
keputusan mem-PHK karyawan adalah salah satu alternatif yang harus
diambil.
Masyarakat
yang terkena PHK ini juga akan mengalami masalah keuangan. Jika
sebelumnya mereka mendapatkan tetap setiap bulannya, dengan adanya PHK
otomatis penghasilan tersebut menjadi nol. Sedangkan mereka harus tetap
mencicil pinjaman mereka jika ada. Juga untuk keperluan sehari-hari.
Jika hal ini tidak dipikirkan oleh pemerintah maka perekonomian kita
bisa kolaps.
Lalu
bagaimana cara membantu masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 ini?
Pemerintah sudah banyak menyalurkan bantuan-bantuan kepada mereka yang
terdampak. Terutama untuk rakyat miskin. Tetapi untuk rakyat menengah
yang terdampak pemutusan hubungan kerja, rasanya masih belum ada bantuan
dari pemerintah, karena masih dianggap sanggup untuk menghidupi diri
sendiri atau pun keluarga. Padahal dari kalangan inilah yang banyak
terdampak oleh pandemi Covid-19 ini.
Meskipun
ada bantuan dari pemerintah kepada masyarakat yang terdampak pandemi
Covid-19, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menganggap bahwa bantuan
tersebut tidak memadai. Karena masih banyak rakyat yang memerlukan
bantuan terutama mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja.
Oleh
karena itu, DPR pun mengusulkan kepada pemerintah dan BI untuk mencetak
uang sebesar Rp.600 triliun untuk dibagikan kepada masyarakat yang
terdampak pandemi Covid-19. Sekilas usulan ini sangat masuk akal. Sebuah
solusi instan yang sangat brilian. Pemerintah dan BI tinggal cetak uang
dan dibagikan kepada masyarakat yang memerlukan. Selesai. Pemerintah
dan rakyat sama-sama senang.
Apakah
benar solusi pencetakan uang adalah solusi yang tepat untuk menghadapi
pelemahan keuangan masyarakat saat ini? Belum tentu!
Seperti
kita ketahui, selama ini BI sebagai otoritas keuangan di Indonesia
selalu mengontrol peredaran uang yang ada di masyarakat. Tidak boleh
kurang, juga tidak boleh berlebihan. Karena kalau peredaran uang
berlebih maka akan terjadi inflasi.
Dengan
mencetak uang sampai Rp.600 triliun dan dibagikan kepada masyarakat
secara cuma-cuma, bisa kalian bayangkan berapa persen akan terjadi
peningkatan inflasi saat itu. Bisa puluhan, ratusan bahkan ribuan
persen. Jika ini sampai terjadi, maka Rupiah sudah tidak ada harganya
lagi. Di saat ketersediaan barang sedikit sedangkan peredaran uang
berlebihan, maka disitulah nilai Rupiah menjadi tak berarti.
Apakah
hal-hal begini tidak dipikirkan oleh anggota dewan yang terhormat?
Apakah DPR menganggap BI akan dengan segampang itu mencetak uang? Jadi,
jangan heran jika masyarakat memandang rendah DPR sekarang ini. Karena
mereka tidak berpikir ketika mengeluarkan sebuah pendapat.
Saya
tahu DPR juga ingin menyelamatkan perekonomian Indonesia yang terpuruk
saat ini. Tetapi dengan mengusulkan pencetakan uang untuk menyelamatkan
perekonomian masyarakat bukanlah sebuah solusi yang tepat jika efek yang
ditimbulkan akan lebih mengerikan dari terpuruknya perekonomian saat
ini.
Apakah
kita ingin seperti Zimbabwe dengan uang sebesar seratus triliun hanya
akan mendapatkan dua buah telur? Bahkan kalau ingin membeli sesuatu yang
lebih mahal, uangnya harus diangkut dengan troli?
Jika tak mau seperti Zimbabwe, maka usulan DPR tersebut selayaknya dimasukkan ke keranjang sampah saja.
Battle dengan Cikeas-Demokrat Berlanjut .... Denny Siregar Siap Kalah dan Masuk Penjara!
Denny
Siregar, salah satu penulis pemberani yang saya ketahui pada zaman
milenial ini, semakin mendapatkan promosi gratis gara-gara cuitannya
yang menyinggung kebaperan keluarga Cikeas, tampaknya masih berlanjut.
Ketika saja “Denny Siregar” di kolom pencarian Google, langsung muncul
deh berita-berita seputar battle orang yang suka berkata “Kita seruput dulu kopinya” dan “markibong” ini, yang terkait langsung dengan keluarga Cikeas.
Kabar
terbaru, merespons keroyokan kader Partai Demokrat, juga masih belum
meredanya amukan dari Emaknya Almira Tunggadewi Yudhoyono, yang juga
istri dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Denny Siregar dengan
santainya berkata:
"Nggak lah. Mau nuntut hukum silahkan. Biarkan cuitan itu apa adanya" kata Denny Siregar, seperti dilansir laman Detik.
Kalau
kita membaca postingan dari akun Facebook pribadinya pun, ada surat
terbuka yang Denny Siregar tuliskan dengan kalimat pembuka yang rasanya
bisa bikin mendidik darah keluarga Cikeas. Begini yang ditulis olehnya:
Jujur sejak awal saya tidak paham apa yang dipermasalahkan Annisa Pohan dan Partai Demokrat. Kalau dituduh saya membully sesorang anak, mereka juga tidak menunjukkan bukti bullyannya seperti apa. Apakah saya membully fisiknya? Atau bully isi tulisannya? Atau bully bahasa Inggrisnya?
Denny
Siregar lantas memaparkan bahwa dirinya kudu berani menghadapi masalah
yang sebenarnya terkesan dibuat-buat karena ada satu keluarga
berpengaruh di republik Indonesia ini yang agak baperan ...karena dua
alasan: (1) Ia yakin dirinya tidak salah; (2) Ia ingin menghajar
kearoganan mereka (mungkin maksudnya: keluarga SBY dan Partai
Demokrat)..
Pegiat
media sosial itu juga lantas mengaku dirinya ibarat Daud dan Goliath.
Tentu dengan posisinya seperti Daud, yang tak punya beking siapa pun,
terlebih dukungan dari partai politik manapun. Dia juga bilang ada
kemungkinan dirinya kalah, kalau kasus ini sampai berlanjut ke
pengadilan, dan Denny Siregar kudu masuk penjara.
Namun ... Denny menutup tulisannya:
Tapi ketika itu terjadi, saya tinggal bilang ke anak saya kelak ... Papa sudah melawan nak. Sebaik-baiknya. Sehormat-hormatnya.
Silakan
buka akun FB “Denny Siregar” untuk membaca surat lengkapnya, tapi saya
menangkap bahwa orang ini memang tidak pernah takut, selama dia merasa
dirinya benar, yang terbukti dari apa yang ditulisnya dengan keputusan:
tidak akan dihapus! Memang kalau membaca unggahan status awalnya, tidak
ada kok yang salah ... apalagi disebut unsur pembullyan terhadap anak
kecil yang dikenal sebagai cucu dari mantan Presiden Indonesia.
Kesediaan
Denny Siregar untuk membuka dialog, selama pihak Partai Demokrat yang
memulainya ... juga menunjukkan kebesaran hatinya sebagai seorang warga
sipil, yang hanya mencoba memberi sindiran kepada keluarga yang
dianggapnya membawa anak kecil dalam urusan politik dari sang ayah.
Saya
menilai orang ini tak hanya berani, tetapi juga siap menanggung segala
risiko dari setiap tulisan maupun postingan videonya. Terbukti dari
perkataan penutupnya dari surat terbuka tadi:
“Mungkin saya akan kalah dan masuk penjara karena saya tidak punya pegangan orang berkuasa.”
Single fighter.
Seperti “Lone Ranger” atau “Renegade” yang beraksi sendiri menumpas hal-hal yang dirasanya berjalan dengan keliru di masyarakat.
Dua sosok yang tak punya kekuatan super, hanya modal berani dan yakin.
Eh,
pada tahu Lone Ranger sama Renegade nggak sih? Hahaha ... Ketahuan saya
berasal dari generasi berapa ya, kok menyebut nama ini? Biarinlah ...
dua sosok itu memang cukup membekas dalam benak saya, terlebih sekarang
jarang ada tokoh yang begitu menginspirasi dari film-film yang
kebanyakan bersifat keroyokan ... atau kalaupun berjuang sendiri, tapi
pakai kekuatan super. Mana seru! Maaf buat pengagum Captain America,
Wonder Woman, Batman, Aquaman, dan Spiderman ...
Jadi
... akhirnya ... mari kita nantikan kelanjutan dari perseteruan ini
akan berlanjut seperti apa, akan berlangsung berapa episode, sekuat apa
keluarga AHY dan Partai Demokrat menyerbu Denny Siregar, dan bagaimana
Denny Siregar akan merespons semua ini. Meski secara pribadi saya
berharap agar masalah ini cepat selesai, juga kiprah Partai Demokrat
yang juga kelak akan selesai jika kebaperan tidak segera dienyahkan
dalam tubuh partai ini. Setuju ya?
Eh, ngomong-omong ... kabar pak mantan Menpora bagaimana ya? Kok belum terdengar suaranya? Sibuk menata panci kah? Hehehe ...
Begitulah baper-baper ...
Sumber artikel:
https://news.detik.com/berita/d-5004025/tolak-hapus-cuitan-soal-putri-ahy-denny-siregar-mau-jalur-hukum-silakan
PSBB DKI Sukses Bangkrut, Sri Mulyani Ungkap Seluruh Bansos DKI Ditanggung Pusat
Kebangetan
dongeng seribu satu malam versi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Sebenarnya warga Jakarta, dan bahkan Indonesia nggak perlu kaget kembali
mendengar bualan kepala daerah yang satu ini. Tetapi, ada baiknya juga
warga perlu tahu dengan harapan yang belum sadar bisa sadar. Jangan
mau didongengi terus, karena hidup dalam dunia khayal beda dengan
kenyataan.
Inilah bukti yang kembali terdengar bahwa bansos warga Jakarta bukan ditanggung Pemprov DKI! Gokillll…..!!
Ingat
dong sesumbar Anies yang mengatakan bla…bla….dan bla..bla…soal PSBB.
Napsu betul karena ada sejumlah anggaran yang menggiurkan. Meski
kemudian ujung-ujung ketebak meminta Pemerintah Pusat membantu bansos
untuk 3,6 juta jiwa, sedangkan 1,1 juta jadi tanggungjawab Pemprov DKI.
Tetapi itu dulu, cerita pada awalnya. Nggak begitu kelanjutannya,
karena cerita bersambungnya ternyata berbelok. Wkwkwk….
Fakta
yang terjadi ngibul kesekian (maaf) nomorin sendiri saja karena sudah
kebanyakan. Yup, Pemprov DKI di bawah Gubernur Anies Baswedan melepas
tanggung jawab bansos untuk 1,1 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) DKI
Jakarta, dan melemparnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Jadi
tadinya 1,1 juta adalah DKI dan sisanya 3,6 juta itu pemerintah pusat.
Sekarang semuanya diminta cover oleh pemerintah pusat," imbuhnya.
Dikutip dari: cnnindonesia.com
Mau tahu alasannya? Alasannya yah, Pemprov DKI bangkrut!
Beneran
muak dengan pemimpin yang satu ini. Keingat sewaktu membagi bansos
pakai surat segala pula. Mau ngapain, pencitraan? Lalu data bersalahan
amburadul, yang nggak berhak dapat, dan yang berhak justru gigit jari.
Lalu ketika ditanyai soal transparasi data bansos, jawabannya nggak
nyambung, muter parah!
Mendidih
sebenarnya mendengar berita dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, ternyata Pemprov DKI
melepas tanggung jawab pendanaan bansos karena tidak memiliki anggaran
yang cukup.
Kembali
untuk yang kesekian gara-gara manusia parasit ini, beban anggaran
bansos pemerintah akan meningkat. Padahal sebelumnya Anies pernah
mengklaim Pemprov DKI tidak ada masalah dengan anggaran penanganan
Covid-19.
Bersilat
lidah kemudian mengatakan arus kas (cash flow) tidak leluasa karena
beberapa sumber dana belum terbuka. Kemudian menyinggung pengembalian
kelebihan Dana Bagi Hasil (DBH) Pemprov DKI sekitar Rp5,1 triliun dari
Kementerian Keuangan. Padahal DBH belum bisa diberikan karena
seharusnya menunggu hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
"Kami
berharap itu berharap dicairkan. Jadi tantangan di Jakarta bukan pada
anggaran tapi pada cash flow. Kalau dicairkan kami punya keleluasaan
secara cash flow," kata Anies, beberapa waktu lalu. Dikutip dari: cnnindonesia.com
Fine,
Sri Mulyani Menkeu kemudian mengubah kebijakan pembayaran DBH
dipercepat sebesar 50 persen sebelum audit BPK keluar. Lalu DBH DKI
sebesar Rp2,56 triliun sudah dikembalikan Kementerian Keuangan pada
pertengahan April lalu kepada Pemprov DKI.
Mungkin
pembaca akan banyak reaksi mual mengarah ke muntah setiap kali
mengetahui “kejahatan” gubernur yang terkenal santun ini. Sebenarnya
penulis juga mengalami sindrom yang sama. Tetapi mengetahui ulahnya itu
penting untuk kita semua. Jangan salah sangka, bukan untuk dihina dan
dicaci. Tetapi untuk pembelajaran mahal kedepannya nanti.
Penting
juga untuk mereka pemujanya yang sampai detik ini masih terbuai dengan
kekerenannya. Heheh…yah, keren banget memang karena sepanjang
kepemimpinannya hanya duit yang diurusi. Bahkan disaat pandemi pun
tetap baliknya ke duit dan duit melulu.
Sejauh
ini saja, nggak ada terdengar andil nyata Pemprov DKI dibawah
kepemimpinan Anies dalam menangani Covid. Semuanya cuma ramainya di
mulut doang! Tapi buktinya, realisasinya kosong melompong!
Padahal
APBD DKI dengan angka 87,96 triliun bukan cuma horay, tapi juga cihui!
Memang seperti juga daerah lainnya sebesar Rp 10,64 triliun sudah
direlokasikan APBD DKI untuk pandemi ini. Tetapi, sadar kondisi seperti
ini parahnya harusnya pemimpin itu bisa berbuat lebih, dan tunjukan
tanggungjawab terhadap warga, misalnya untuk DKI Jakarta:
- Anggaran APBD yang tidak penting ditiadakan sekalian.
- Ngapain Formula E dipertahankan.
- Tarik commitment fee Rp360 miliar
- Alihkan tunjangan operasional untuk kepentingan warga, gubernur Rp 3,17 milliar per bulan, sedangkan wakil gubernur Rp Rp 2,114 miliar per bulan.
Konyol
jika segala sesuatunya gampang banget main lempar ke pusat? Mikir
dong, untuk apa ada kepala daerah kalau segala sesuatunya presiden juga
yang menyelesaikan? Heheh…mikir? Oiya lupa, mana bisa mikir kalau isi
kepalanya saja masih jadi pertanyaan besar
Tetapi
yang pasti pemimpin sejati itu dilihat juga dari hatinya. Di kondisi
seperti inilah jelas terbaca siapa pemimpin yang memiliki hati untuk
warganya dan siapa yang justru duri dalam daging menusuk warganya.
Artikel mpok lainnya bisa dinikmati di @mpokdesy
Ilustrasi: Imgur
Re-post by MigoBerita /Kamis/07052020/12.56Wita/Bjm