» » » » » » Tuhan begitu sayang pada Indonesia, dan juga kepada Presiden Jokowi

Tuhan begitu sayang pada Indonesia, dan juga kepada Presiden Jokowi

Penulis By on Selasa, 19 Mei 2020 | No comments



Migo Berita - Banjarmasin - Tuhan begitu sayang pada Indonesia, dan juga kepada Presiden Jokowi, apa alasannya, tentu ini bisa jadi debatable, namun dari Posisi Jokowi Naik menjadi Presiden NKRI dari Pilpres 2014 dan 2019 menghadapi Pak Prabowo yang di back-up "Orang-orang Kaya", sepertinya Jokowi "Pasti Kalah", namun Allah berkehendak lain, Pak Jokowilah yang terpilih.
Ditengah itu semua di masa Pilpres seakan bangsa Indonesia terbelah 2 (dua) dan masing-masing anak bangsa seperti hendak "Berperang", namun kembali Alhamdulillah, Allah SWT menolong Bangsa Indonesia dengan membuat anak bangsa NKRI kembali bersatu, apalagi ditandai dengan bergabungnya Pak Prabowo menjadi Menteri di Kabinet Pak Presiden Jokowi.
Sungguh Kita sebagai bangsa Indonesia harus mengucapkan dan memanjatkan Puji Syukur kepada Allah SWT.
Wahai Anak Bangsa , kembalilah bersatu untuk kemajuan bangsa Indonesia yang dapat jadi contoh kehidupan bagi semua bangsa didunia..semoga.

MERETAS JEJAK JOKO WIDODO

Ronaldo hanya butuh waktu enam tahun kerja bersama Manchester United sebelum akhirnya memilih kerja bareng dengan Real Madrid
Bukan masalah MU kalah hebat dibanding Madrid, ini adalah masalah keputusan logis Ronaldo pribadi. Dia melakukan sebuah keputusan profesional bagi perkembangan karir pribadinya
Demikianlah Indonesia di jaman Jokowi, bukan masalah Amerika lebih buruk dibanding China, namun arah perkembangan dunia tak mungkin berpihak kepada Indonesia bila terus menempel AS. Dunia sedang berubah
Sama dengan Ronaldo, Jokowi hanya berpikir secara logis dari pertimbangan profesionalnya semata bukan soal suka dan tidak suka

Bahwa keberadaan Indonesia sangat-sangat dibutuhkan dan menguntungkan bagi AS, maka wajar bila segala daya upaya akan dilakukan AS demi Indonesia tak hengkang
Bila cara halus tak lagi membuahkan hasil, cara kasarpun akan dilakukan. Ini sangat normal melihat bagaimana AS sangat diuntungkan sejak 1965. Ini juga sangat normal karena potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia di masa depan
Ingat jaman Soekarno ? Soekarno dijatuhkan tahun 1965 karena tak mau didikte. Soekarno tak berpihak ke barat dan juga ke timur Non Blok adalah pilihan logis Soekarno demi masa depan Indonesia
Isu seolah Soekarno lebih berpihak kepada PKI dan dekat dengan China, adalah cara Presiden pertama dijatuhkan. Barat tidak suka Soekarno dan pandangan politiknya. Ya.., sejak saat itu Orde Baru mendapat panggung dan sejak saat itu pula Indonesia tunduk dan patuh kepada AS
Saat ini, Indonesia adalah aset yang harus tetap dipertahankan. Jokowi yang kemudian terpilih sebagai presiden sejak lima tahun lalu dinilai membahayakan posisi AS
Tanda-tandanya sangat jelas. Freeport, blok Rokan, Newmont di Nusa Tenggara, semua milik AS dan diambil alih
Sama seperti Soekarno, Jokowi harus dibuat jatuh bila tak ingin posisi AS di Indonesia terganggu. Ciptakan isu bahwa China berada di balik semua ini. Familiar ? Yup…😁
Jokowi sedang tidak memilih akrab dengan AS atau ingin bermesra dengan China. Jokowi sedang berusaha keras membuat Indonesia menjadi lebih dan lebih lagi
Segala potensi dimiliki negara ini. Wilayah yang sangat luas, posisi strategisnya, kekayaan alam tak tertandingi hingga jumlah rakyat yang memungkinkan kita tinggal landas ada dan semua terpenuhi di sana
Hanya pemimpin yang bodoh dan mau santai saja yang tak mampu melihat seluruh potensi tersebut. Jokowi datang sebagai presiden yang ingin merubah paradigma santai itu
Kerja, kerja dan kerja jelas adalah slentingan keras bagi bangsa dan rakyat yang lama telah terlena dengan segala kelebihan alam yang dinikmati
Terlalu lama kita santai dan berpuas diri dengan hasil alam yang dikelola asing dan merasa cukup hanya dengan menerima royalti yang mereka berikan
Terlalu lama petinggi negara ini berebut kursi kekuasaan hanya demi keterlibatannya sebagai kasir atas kue royalti asing
Demikianlah bertahun tahun sistem sudah berjalan dengan teratur dan tiba-tiba muncul pengacau yang sok bersih, sok ga mau terlibat dalam bagi-bagi kue itu
Bukan hanya sok tak mau terlibat, bahkan pabrik kuenyapun kini diambil dan dikuasai sehingga rutinitas mengasikkan itu tiba-tiba hilang. Pemilik dan kontributor menjadi terganggu dan marah
Itulah sebab kekacauan, dan itulah awal dari perlawanan mereka yang terusik. Kekacauan marak, demo digelar bak dagangan di pasar pinggir jalan tanpa ada hari libur. Pesan yang ingin disampaikan adalah mereka ingin masa indah itu kembali
Jokowi bergeming. Dia tidak peduli dengan seluruh protes itu. Cukup adalah cukup..! itu tekad bulat Jokowi. Mundur berarti hancur..!!
Sungguh tak berlebihan bila pernyataan bahwa Tuhan begitu sayang pada Indonesia, dan juga kepada Presiden
Melalui sebuah bencana global yakni Covid-19, alam menata ulang dunia. Ibarat sebuah lomba, yang sudah berlangsung lama, perlombaan itu untuk sesaat dihentikan. Semua diam, dan untuk sesaat semua berhenti
Pemilik pabrik kue pun berhenti marah. Mereka, para kontributor menjadi bingung dan mulai frustasi
Berita BEM teriak ingin demo dalam kondisi negara darurat, pun demikian dengan KSPI, dan usaha kampungan 3 orang Profesor kasak kusuk berbau busuk mepet meja MK adalah bentuk rasa frustasi itu
Alam tak peduli dengan urusan itu. Sebentar lagi bel sebagai tanda start akan tetap dibunyikan. Siapa paling siap, merekalah yang akan memimpin

Di manakah posisi Indonesia ?
Bukti bahwa Indonesia benar disayang Tuhan seolah bukan basa basi. Lima tahun sebelum alam mengambil alih dunia dengan Covid-19 ini, Jokowi sebagai presiden terpilih, telah bekerja seperti kesetanan
Seolah telah mendapat bisikan, Presiden tahu hal utama apa yang harus dikerjakan demi masa sulit nanti. Infrastruktur..! Dan benar, itu menjadi andalan bagi start sempurna saat peluit dibunyikan
Ibarat mobil, Indonesia adalah Maserati. Bahwa China dan India adalah Ferrari, itu tak akan mengurangi rasa percaya pasar terhadap kita. Kita memiliki mesin mobil yang sama dengan China dan India, mesin Ferrari. Kita siap melaju secepat yang diinginkan
Itu bukan kita yang Ge-Er atau halusinasi, itu adalah penilaian para pelaku pasar. Itu juga apa kata majalah The Economist Intellegence dari Inggris yang terang-terangan menyebut Indonesia, China dan India adalah tiga negara yang bertahan di antara seluruh negara-negara yang tergabung dalam G-20
Bukti lain bahwa Indonesia dianggap lebih siap dibanding banyak negara lain adalah tanggapan positif pasar. Hal ini tercermin dari menguatnya nilai rupiah secara konstan dalam beberapa hari terakhir Ini. Ini parameter, bukan lantas disandingkan dengan awal tahun yang masih Rp 14 ribuan
Ya…, seluruh dunia sedang menunggu peluit itu ditiup. Sama saperti Ronaldo memilih Madrid dan meninggalkan MU adalah 100% demi perkembangan karirnya dan bukan karena sebab dia lebih cinta yang mana, Indonesiap demikian
Dunia akan dan sedang berubah. Tak ada yang abadi selain perubahan itu sendiri. Maka, bukan tentang China yang kita pilih jadi partner kita dan AS kita tinggalkan, ini adalah tentang di mana dunia sedang berubah arah dan China adalah siapa yang diprediksi akan menjadi juara di kemudian hari
Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi sedang membuat arah ekonomi Indonesia baru, arah yang juga dipilih oleh banyak negara lain di dunia. Di jalur itu ada termasuk China dan India
Benar kita sudah mendapat keuntungan saat start karena hasil sempurna kerja lima tahun Presiden, namun tanpa dukungan semua pihak, tentu akan sia-sia
Butuh 55 tahun bagi Indonesia mencari dan menemukan jalan itu. Kemana arah harus ditempuh, sudah semakin jelas. Dana, juga sudah kita miliki
Tak ada lagi alasan gagal. Presiden yang baik ini adalah orang benar pada waktu yang tepat bagi awal kebangkitan Indonesia.
MERETAS JEJAK JOKO WIDODO

MERETAS JEJAK JOKO WIDODO
Sumber: https://www.facebook.com/mbah.kartoboogle.1
Sumber Berita : https://oneindonesiasatu.com/2020/05/20/meretas-jejak-joko-widodo/

SELAIN JOKOWI HADAPI WABAH CORONA INDONESIA BERUNTUNG PUNYA ORANG-ORANG INI

Menghadapi wabah Covid-19 bukan perkara gampang. Kata Bima Arya Walikota Bogor wabah Corona adalah tentang ujian kepemimpinan. Tanpa kepemimpinan yang mumpuni tentu akan porak-poranda. Keberuntungan Indonesia pertama adalah Indonesia dipimpin oleh Jokowi
Jokowi menghitung berbagai aspek. Politik dan bukan politik. Sosial dan ekonomi. Faktor politik menjadi pertimbangan yang paling berat. Kenapa? Karena Jokowi sudah tidak maju lagi di 2024. Maka tak mengherankan seolah Jokowi berjalan sendiri. Para parpol di DPR seakan membiarkan Jokowi berjalan sendirian

Untungnya Jokowi mengikuti instink politik hebat, sebelum virus merebak. Saat pendukung dan penentang Jokowi ingin menjauhkan rekonsiliasi politik. Jokowi tetap menginginkan Prabowo menjadi bagian dari pemerintahan
Lewat KaBIN Budi Gunawan, Mas Pram, Budi Karya akhirnya Prabowo masuk ke pemerintahan. Dengan perjuangan alot – termasuk revival of Perjanjian Batutulis. Prabowo-Puan. Itu urusan politik yang menjadi blessing in-disguise
Tanpa Prabowo di pemerintahan, yang suka tak suka masih cukup berpengaruh di militer dan purnawirawan, saat ini akan sangat sulit bagi Jokowi untuk menyeimbangkan kepentingan kompleks: politik dan kepentingan
Hiruk-pikuk internal TNI yang didiamkan oleh Jokowi ternyata kini menjadi berkat kuat. Bagi Jokowi. Bagi Indonesia. Jokowi mengangkat Jenderal (Purn.) Terawan Agus Putranto sebagai Menkes. Tak terbayangkan jika posisi ini tidak di bahwah tentara. Pertimbangan kebijakan Menkes memberikan data konkrit tentang lockdown kepada Jokowi membuat Jokowi menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBBPSBB). Bukan lockdown
Lockdown di Wuhan Provinsi Hubei dengan penduduk 58 juta (4% penduduk China) dikabarkan telah menghabiskan dana US$180 milyar. Kalau Indonesia menerapkan lockdown – artinya seluruh kebutuhan masyarakat dipenuhi negara – hanya dalam dua minggu Indonesia akan bangkrut
Strategi isolasi dan penetapan rumah sakit Covid-19 yang didukung oleh TNI, c.q. KASAD Jenderal Andika Perkasa memimpin pemanfaatan RSPAD dan RSAD di berbagai daerah. Doni Monardo didukung oleh Menkes Terawan menerapkan fungsi rumah sakit pemerintah dan swasta sebagai garda depan penanganan Covid-19, dengan subsidi khusus. Itupun Menkes baru menggunakan tak lebih dari Rp 25 triliun dari dana Rp 70 triliun
Dan, membangun tempat isolasi Covid di Wisma Atlet dan pulau galang: jadi murah, karena bukan di rumah sakit. Untung ada Basoeki Hadimoeljono yang sigap membangun fasilitas kesehatan
(Ini yang menyebabkan Daeng M. Faqih dari IDI berteriak tak karuan karena justru penanganan Covid-19 menjauhkan peran para mafia kesehatan. Berisik tidak karuan padahal dia bukan Jubir Covid-19. Akhirnya kini dia diam)
Jokowi pun didukung penuh Luhut Binsar Pandjaitan yang senior Prabowo. Ditambah soliditas BIN di bawah pimpinan Budi Gunawan yang mendapat dukungan penuh dari Guru Intelijen Jenderal (Purn) AM Hendropriyono, menjadikan fungsi intelijen sepenuhnya di tangan Jokowi
Keputusan Jokowi memberhentikan dan mengangkat Tito Karnavian juga sangat tepat. Instink yang luar biasa. Di bawah Tito, kepala daerah cenderung diam. Sistem kerja strategis Satgas meredam kegilaan dan kengawuran para kepada daerah. Yang bandel jadi bulan-bulanan media sosial
Rekan Tito Karnavian, Jenderal Idham Aziz dipilih sendiri oleh Jokowi. Hasilnya? Penyeimbangan kekuatan di Polri. Komjen Listyo Sigit Prabowo pun dipasang di Bareskrim. Dari Korlantas Polri pun Irjen Istiono muncul mengamankan kebijakan. Tak berhenti di situ, ada Firli Bahuri Ketua KPK yang menghindari kegaduhan. Pasokan kebutuhan makanan dipegang oleh Budi Waseso
Puan Maharani dan Bambang Soesatyo pun menjaga di DPR/MPR. Tenang. Tidak berisik. Ditambah dengan keberuntungan mengangkat Erick Thohir di BUMN yang berani melawan mafia. Tingkat kebijkan energi untuk rakyat ada di Pertamina dan PLN juga aman. Ada Ahok di Pertamina dan Darmawan Prasodjo di PLN sebagai pelapis kebijakan
Untuk meredam berisik dua gubernur cari sensasi Jabar dan DKI Jakarta – tidak usah sebut nama ikuti gerakan Lockdown dia di media – ada Ganjar Pranowo, Risma, Khofifah. Gubernur Jatim mengirimkan bantuan sampai ke Kepulauan Kangean yang posisinya kalau ditarik garis lurus di utara Karangasem Bali
Beruntunglah Jokowi masih memiliki orang-orang tersebut. Tanpa mengecilkan peran siapa pun. Yang akhirnya rakyat Indonesia mengikuti aturan. Melihat kesungguhan mengatasi Corona wabah Covid-19
Dengan strategi awal social distancing dan PSBB yang tidak membangkrutkan, namun menenangkan rakyat Indonesia. Indonesia kini melihat wujud asli Jusuf Kalla dan Susilo Bambang, hanya politikus dan bukan negarawan sama sekali. Kalau Presiden Habibie masih ada pasti telpon-telponan dengan Jokowi, memberi dukungan
Beruntung. Indonesia punya Jokowi. Bukan Bolsonaro. Bukan Trump. Relawan dan rakyat Indonesia yang waras mendukung kepemimpinan Jokowi
SELAIN JOKOWI HADAPI WABAH CORONA INDONESIA BERUNTUNG PUNYA ORANG-ORANG INI
Sumber Berita : https://oneindonesiasatu.com/2020/05/18/selain-jokowi-hadapi-wabah-corona-indonesia-beruntung-punya-orang-orang-ini/

FIX ANIES BASWEDAN BOHONG LAGI

Fix ya Anies Baswedan ini memang cari sensasi tapi enggak bisa kerja. Bahkan mau berbohong demi mendapatkan popularitas seolah paling benar
Faktanya bulan Jannuari WHO dan China yg terdampak parah masih bingung mau test covid pake apa. Makanya larangan itu datang dari WHO, bukan dari negara

Tidak ada larangan nasional, yang melarang WHO karena laboratorium milik DKI baru standard BSL 2, harus dinaikan kapasitas nya jadi BSL 2 Plus dan ini baru bisa Maret
Sebagai info, bulan Januari Lab BSL 3 itu baru ada di Balitbangkes, Eijkman dan ITD Unair (DKI belum punya)
Jadi kalo dilarang WHO, ya iya wajar karena DKI tidak memiliki sarana laboratorium untuk test. Ini ibarat Anies bilang mau test drive mobil truk tapi dilarang, iya dilarang karena Anies cuma punya mobil kijang, belum sesuai. Beli truk dulu baru boleh
Ini juga tandanya Anies Baswedan tidak mengerti dan tidak tau apa yg dimiliki Pemdanya.
Fakta lain, jika benar Pak Anies berniat tes swab bulan Januari, maka seharusnya Labkesda DKI sudah siap
Realitanya…Tgl 16 Maret, Labkesda DKI dpt SK Kemenkes untuk tes swab. Tapi ternyata Labkesda belum siap. Bahkan baru AKAN beli reagen
FIX ANIES BASWEDAN BOHONG LAGI
Sumber: twitter.com/thedufresne

FIX ANIES BASWEDAN BOHONG LAGI
Sumber: twitter.com/thedufresne

FIX ANIES BASWEDAN BOHONG LAGI
Sumber: twitter.com/thedufresne
 
FIX ANIES BASWEDAN BOHONG LAGI

ANIES BASWEDAN BOHONG SOAL DATA COVID-19 SERANG TERAWAN DAN JOKOWI

Menarik manuver Anies Baswedan lewat wawancara dengan media Sydney Morning Herald. Kelakuan Anies ini harus dilawan. Pasalnya Anies menyatakan kasus Covid-19 sudah ada sebelum 2 Maret 2020. Pernyataan Anies ini jelas menantang otoritas kesehatan Indonesia. Bukan hanya melakukan tuduhan tetapi mendelegitimasi terhadap Presiden Jokowi selain terhadap Menteri Kesehatan Terawan
Pilihan menyerang Menteri Kesehatan Letjen TNI (Purn.) Terawan karena didasari oleh beberapa hal secara subyektif. Saran dan masukan Terawan untuk Presiden Jokowi untuk tidak melakukan lockdown telah menghambat Anies untuk menggunakan dana APBD tanpa persetujuan dari menteri keuangan. Dana yang sudah masuk ke DKI dengan seenak perutnya, menggunakan APBD seperti kasus Formula-E. Bebas

Penerapan PSBB telah membuat para politikus anti Jokowi blingsatan. Proxy Anies berteriak. Jusuf Kalla. Agus SBY. Bahkan cucunya si Almira. Berteriak lockdown. Tujuannya sama. Agar kuasa untuk menggunakan anggaran tak terbatas bisa dilakukan. Pemberlakukan lockdown menyebabkan setiap kejahatan tidak bisa dipantau secara maksimal. Chaos dipastikan akan terjadi
Ternyata di belakang Jokowi ada bemper. Terawan Agus Putranto. PSBB pun yang diberlakukan. PSBB hanya mengatur soal kuasa anggaran untuk penanganan Covid-19. PSBB membuat negara melindungi dan memenuhi rakyat Indonesia sepanjang untuk penanganan wabah Covid-19
Maka negara pun memberi bantuan berupa aneka subsidi seperti listrik, air, gas dan pengaturan pembayaran hutang yang terkait dampak Covid-19. Akibat tidak bisa mencari nafkah karena pemberlakukan PSBB
Pernyataan Anies di Sydney Morning Herald ini menunjukkan kegoblokan dan kebahlulan. Anies berbicara tanpa data sama sekali. Jika memang telah melakukan pemantauan. Mana datanya ? Siapa yang dipantau ? Name by name ? Tunjukkan data pemantauan. Tidak ada sama sekali. Bohong
Persis sama dengan kebohongan Anies untuk memberikan bantuan Rp 1 juta selama PSBB. Zonk. Menteri Sosial Batubara dan Menkeu Sri Mulyani pun menuduh Anies bohong. M. Taufik tampil membela Anies
Nah, motif Anies menyerang Terawan adalah karena Terawan-lah yang mendorong PSBB diberlakukan. Berbeda dengan motif Anies dan konco-konconya geng pemohon lockdown. Tujuan akhirnya menggoyang dan merecoki Jokowi. Dan, sekali lagi yang diserang penyebab kegagalan niatan busuk Anies, Terawan.
ANIES BASWEDAN BOHONG SOAL DATA COVID-19 SERANG TERAWAN DAN JOKOWI
Sumber Berita : https://oneindonesiasatu.com/2020/05/16/anies-baswedan-bohong-soal-data-covid-19-serang-terawan-dan-jokowi/

DAHSYAAAAAAAT !!! Jam 2 Pagi Bahar bin Smith Dijemput Polisi dan Kembali Ditahan

Sebagaimana telah diketahui bersama, pada hari Selasa tanggal 19 Mei 2020 pukul 02:00 WIB mantan terpidana kasus kekerasan terhadap anak, yaitu Bahar bin Smith, kembali ditangkap polisi, karena Bahar bin Smith mengundang massa saat berceramah dan tidak mematuhi physical distancing pada hari dia keluar dari penjara (tepatnya pada hari Sabtu tanggal 16 Mei 2020)
Saat itu Bahar bin Smith dijemput oleh petugas Kementerian Hukum dan HAM dan didampingi oleh petugas kepolisian dari Polda Jawa Barat
Kabar penangkapan Bahar bin Smith tersebut dibenarkan oleh Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif yang menyatakan bahwa Bahar bin Smith ditangkap pada hari Selasa tanggal 19 Mei 2020
Ya benar, kembali ditangkap tadi sekitar pukul 02.00 WIB,” ungkap Slamet Maarif pada hari Selasa tanggal 19 Mei 2020
Meski demikian, Slamet Maarif belum mau menjelaskan secara rinci mengapa Bahar bin Smith kembali ditangkap, walaupun baru bebas berkat asimilasi
Saya mau tanya ke pengacara pagi ini,” tutup Slamet Maarif

Sementara itu, Imam Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Habib Muchsin Alatas sempat mengunggah status berisi pesan singkat dari Bahar bin Smith terkait penangkapannya, dimana Bahar bin Smith mengaku bahwa dirinya menulis pesan singkat tersebut dalam perjalanan menuju lapas
Dalam pesan singkat tersebut, Bahar bin Smith mengaku bahwa dirinya dijemput pada pukul 02.00 WIB untuk kembali masuk tahanan, namun dia tidak dibawa ke Lapas Pondok Rajeg, Cibinong (tempat sebelumnya dia menjalani masa hukuman), melainkan ke Lapas Gunung Sindur
Karena ceramah saya waktu malam saya bebas,” kata Bahar lewat pesan singkat yang diunggah oleh Habib Muchsin Alatas
Di tempat terpisah, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Abdul Aris mengungkapkan bahwa suasana penjemputan Bahar bin Smith berlangsung sunyi dan tidak ada keramaian yang berpotensi melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Aman di sini, Alhamdulillah tidak ada murid-murid dia datang ramai-ramai gitu. Dan murni hanya pengacara ada tiga orang pakai baju putih dan satu orang pakai batik kemudian beberapa keluarganya dia, ada adiknya,” ungkap Abdul Aris
Sebagai info tambahan, Bahar bin Smith bebas dari tahanan dan dijemput oleh pengacara Aziz Yanuar dan Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif serta beberapa orang lainnya
Bahar bin Smith langsung menuju kediamannya di Pondok Pesantren Tajul Aliwiyin yang berlokasi di kawasan Kampung Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Kedatangan Bahar bin Smith disambut oleh banyak orang, terutama para santri yang selama ini menuntut ilmu di Pondok Pesantren Tajul Aliwiyin tersebut, namun mereka yang menyambut Bahar bin Smith tersebut tidak mematuhi himbauan physical distancing di tengah wabah virus Corona (Covid-19), dimana tidak ada yang menjaga jarak satu dengan lainnya saat menyambut kedatangan Bahar bin Smith tersebut
Bahar bin Smith kemudian mendapat peringatan dari petugas pemasyarakatan, karena Bahar bin Smith langsung menggelar kegiatan di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Kampung Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat setelah bebas bersyarat lewat program asimilasi dan hal tersebut dinilai melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Setelah kejadian itu maka saya perintahkan petugas (pemasyarakatan) untuk menelepon yang bersangkutan. Mengingatkan bahwa bagaimana pencegahan Covid-19 saat masa PSBB, jadi tidak boleh mengumpulkan massa yang banyak,” jelas Abdul Aris pada hari Senin tanggal 18 Mei 2020, sebagaimana dikutip dari Antara
Abdul Aris mengaku bahwa pihaknya telah mengingatkan Bahar bin Smith agar tidak membuat kegiatan yang mengundang massa di pondok pesantrennya tersebut dan juga meminta agar Bahar bin Smith menghimbau para jemaahnya untuk turut membantu pencegahan wabah virus Corona (Covid-19)
Meski demikian, pada malam harinya, Bahar bin Smith justru menggelar kegiatan yang mengundang banyak orang dan menyampaikan ceramah di hadapan banyak orang yang jumlahnya lebih banyak lagi. Mereka yang datang tersebut tidak menjaga jarak satu sama lain.
DAHSYAAAAAAAT !!! Jam 2 Pagi Bahar bin Smith Dijemput Polisi dan Kembali Ditahan
Sumber Berita : https://oneindonesiasatu.com/2020/05/19/dahsyaaaaaaat-jam-2-pagi-bahar-bin-smith-dijemput-polisi-dan-kembali-ditahan/

Mungkinkah Kita “Berdamai” dengan Covid?

Sudah…sudah..…nggak usah sinis dan nyinyirin ucapan Pakde Jokowi. Kita semua se-Indonesia tahu perjuangan Presiden Joko Widodo melawan Covid dengan caranya.
Yup, caranya yang tetap prioritaskan rakyat Indonesia terbebas dari Covid, tetapi juga masih bisa beraktivitas. Mengambil contoh memilih PSBB ketimbang lockdown.
Hhheemmm…penulis nggak perlu bahas lagi yah bagaimana sejumlah anggaran digelontorkan pemerintah pusat untuk menyelamatkan rakyat dari pandemi, sekaligus juga dari lapar dan ekonomi yang dikhawatirkan ikut sekarat. Pertanyaan besarnya, mau sampai kapan rakyat disuapi, jika roda ekonomi terpaksa terhenti?
Pandemi ini berawal sejak 2 Maret 2020, ketika Jokowi resmi mengumumkan ada 2 kasus positif terjangkit virus Corona. Berarti, kurang lebih sudah berjalan 3 bulan negeri ini menyatakan perang terhadap Covid. Beberapa langkah medis, edukasi Covid dan bantuan sosial pun sudah dilakukan selama ini.
Tetapi, tolong diingat, hidup kita ini ada ditangan kita sendiri! Kitalah yang mengontrol kehidupan kita. Mau maju, nyamping, serong atau mundur sekalian! Maksudnya, nggak bisa kita ini terus menerus mengeluh mengenai dampak Covid! Saatnya diam, dan bangkit!
Berdamai dengan Covid jelas artinya bukan bernego dengan Covid seperti jual beli di pasar dan cari kesepakatan! Mikir saja, memangnya bisa kita bersepakatan dengan virus, dan bertanya baik-baik, “Vid, ente mau sampai kapan di Indonesia?”
Wkwkwk…maaf, dungu banget kalau kita menelan bulat-bulat kata berdamai yang dimaksud Jokowi! Bandingkan dengan arti ungkapan makan teman. Apakah kita artikan kita makan teman kita itu? Mikir!
Jelas banget disini maksud Pakde Jokowi bahwa ini saatnya kita melanjutkan kehidupan kita. Cukup selama ini kita sama-sama mengenal Covid, dan diajarkan cara hidup di masa pandemi ini. Berarti bukan waktunya lagi kita menunggu kapan Covid berakhir, tetapi kapan manusia bisa berubah dan beradaptasi hidup normal dengan standar anti Covid.
Sebenarnya, manusia itu mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Contoh keseharian saja, maaf masih banyak saudara-saudara kita yang hidup di daerah pembuangan sampah. Nggak kebayang aroma menyengat dan standar kesehatan disana. Tetapi nyatanya mereka bisa hidup dengan kondisi miris seperti itu. Hidup normal ditengah kondisi yang sebenarnya tidak dapat dikatakan normal.
Salah jika menyimpulkan ini sikap pasrah! Picik dan dangkal jika berpikir seperti itu! Faktanya, manusia sudah lama kok hidup dengan virus lainnya, seperti Tipus, TBC, Malaria, atau bahkan DBD yang juga penyebab kematian tertinggi di Indonesia bahkan.
Memang, belum ada anti-virus untuk Covid. Tetapi, kita semua sudah diajarkan dan diberikan pengertian kesehatan dan kebersihan, misalnya melakukan hal sederhana memakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak. Nah, kita jadikan itu sebagai gaya hidup kita yang baru, seperti juga misalnya ketika kita waspada terhadap DBD dengan memperhatikan tempat bersarangnya nyamuk.
Mungkin membandingkan DBD dengan Covid tidak sebanding, tetapi yang ingin penulis angkat adalah membangun awareness atau kesadaran dan tanggungjawab pribadi! Dimulai dari saya, lalu menjadi kamu, kalian dan berakhir di kita semua bertanggungjawab!
Berpikirlah, nggak mungkin selamanya kita ini ngumpet dan mengunci diri di rumah. Lalu berisik, ngedumel, teriak-teriak salahkan si ono dan si anu! “Woi…kami lapar, kapan ini virus berakhir!”
Wkwkwk…mikir, memangnya ada negara yang sengaja ternak virus supaya warganya habis? Nggak sekalian ledakan diri saja, lebih cepat selesai, daripada seperti ini menghabiskan waktu dan juga biaya.
Itu sebabnya, jangan berpikir negatif seakan negeri ini cuek, dan sabodo amat dengan mulai melonggarkan beberapa kebijakan. Ini bukan karena tidak peduli, dan seolah membiarkan rakyatnya musnah.
Negeri ini harus berjalan, ekonomi harus berputar, dan rakyat harus kembali beraktivitas dengan beradaptasi tentunya bermodal edukasi selama ini. Kembali berkreativitas dan bekerja! Jangan terlena dengan mental (maaf) ngemis mengharapkan bantuan pemerintah.
Adaptasi adalah senjata yang ampuh, dengan meningkatkan kualitas hidup pastinya.
Kita mulai kehidupan yang baru ini dengan mengubah gaya hidup kita. Makanlah makanan yang bergizi, sayur dan buah-buahan! Tinggalkan gaya makan asal kenyang tapi tidak bergizi! Lalu biasakan menjaga kebersihan, dan mematuhi kebijakan protokol yang mengatur “new normal” nantinya.
Paham yah, apa dan kenapa berdamai dengan Covid-19.
Covid-19 musuh kita bersama, dan saat ini tanggungjawab serta kedisiplinan kita menentukan bangkitnya rakyat Indonesia, yang juga bangkitnya negeri ini. Kita harus melawan Covid-19 dengan berubah menjadi manusia yang lebih baik. Menjaga diri sendiri, yang sekaligus juga artinya menjaga orang lain.
Artikel mpok lainnya bisa dinikmati di @mpokdesy
Ilustrasi: Imgur
Mungkinkah Kita “Berdamai” dengan Covid?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/mungkinkah-kita-berdamai-dengan-covid-KOiSEYJ8WD

Situasi Gawat Butuh Tindakan Nekat!

Ya! Ini gawat! Paling tidak mulai menuju ke arah sana. Tapi kalau dibiarkan, pasti akan menjadi lebih gawat. Tidak. Saya tidak sedang menebar ketakutan, atau rasa pesimisme.
Tak ada waktu untuk khawatir, takut, atau menyerah dan bilang terserah. Mereka yang bilang demikian, sudah kehilangan semangat. Patah hati, kecewa, yang nantinya akan mengeringkan badan.
Sedangkan kita yang masih waras, harus menolak untuk menyerah. Tak gampang memang, saat semakin banyak hal yang tidak masuk logika kita.
Seperti, sekali lagi, pelaksanaan PSBB yang serba nanggung. Yang tetap tak berhasil melandaikan, apalagi menurunkan kurva. Karena sudah ada contohnya, yang melakukan Lockdown saja tak berhasil menihilkan penderita yang baru.
Kecuali mungkin di Wuhan. Yang sekarang muncul lagi pasien positif di sana, saat sudah sekian waktu tak ada pasien baru. Banyak yang selama ini koar-koar, agar Presiden Jokowi melakukan hal yang sama.
Tapi mungkin mereka lupa, atau pura-pura tak tahu, bagaimana sifat dan karakter masyarakat Indonesia. Yang punya semboyan, “Mangan ora mangan ngumpul,” di warung kopi.
Pandemi Corona ini memang jahat. Tak hanya mengancam nyawa, tapi juga mengancam ekonomi, keamanan, dan stabilitas negara.
Terlalu lebay menurut anda? Mungkin saja, tetapi, mendingan-mendingan daripada-daripada. Mendingan lebay sekarang, daripada menyesal nantinya.
Kalau masalah ekonomi, sudah jelas. Keuangan negara sedang berdarah-darah. Keamanan, walaupun belum kentara, tapi kemungkinan rusuh akan lebih besar, bila banyak orang yang perutnya lapar.
Stabilitas negara, sedikit banyak juga terancam. Sejujurnya, sejak Pak Jokowi menang periode kedua. Gerombolan kamvret yang bermutasi menjadi kadrun, tak lelah mencoba mendiskreditkan pemerintah yang sah. Dengan cara apapun.
Apapun bisa dijadikan bahan. Perbedaan mudik pulang kampung, iuran BPJS yang kembali naik, harga BBM yang tak turun-turun. Sekarang ditambah yang terserah-terserah itu.
Saya tak mau terlalu berkomentar soal gerakan tagar yang dilakukan oleh segelintir tenaga medis tersebut. Kali ini, saya mungkin akan mengutip Pak Mahfud MD, kalau ributnya hanya di media sosial.
Bu Inem yang jualan terong di pasar, tak paham apa itu Twitter. Pak Joko yang jualan soto, lebih memikirkan sotonya yang tak laku dibanding memikirkan nasib para dokter.

Seperti yang kakak pembina bilang, semua ada kesulitannya sendiri-sendiri. Sekarang siapa yang mau dijadikan prioritas?
Tenaga medis? Atau rakyat yang tetap ngeyel melanggar penerapan PSBB? Para penjual sayur seperti Bu Inem dan kawan-kawan, abang-abang penjual makanan seperti Pak Joko, atau para buruh pabrik? Siapa? Kalau ditanya, semua akan berpendapat merekalah yang terpenting.
Belum lagi para politisi yang punya agenda politik. Serta para influencer yang sedang mencari panggung. Berlomba-lomba menggiring narasi yang menyesatkan. Agar terkenal.
Apa pemerintah selalu benar? Tidak juga. Banyak blundernya. Saya kasihan pada Pak Jokowi, bagai berjuang sendirian demi semuanya.
Lalu, harus bagaimana enaknya? Coba kita analisa sebentar.
Yang berhasil melakukan pembatasan, selalu ada unsur ketegasan di dalamnya. Apakah tegas berarti memukuli mereka yang masih berkeliaran seperti di India? Itu bukan tegas, tapi kasar.
Seperti yang pernah saya tulis, kita ini serba nanggung. Jumlah yang dites, nanggung. Sebentar di sini, nanti di sana. Demikian pun penerapan PSBB. Bagai tak ada bedanya.
Ini yang harus dirubah. Upaya harus difokuskan pada salah satu dahulu. Seperti cahaya matahari yang difokuskan dengan menggunakan kaca pembesar.
Fokusnya apa, dan dimana? Presiden Jokowi sudah memberi petunjuk. RT dan RW. Saya sudah menuliskan ini sekitar seminggu yang lalu. Bisa dibaca di sini.(https://seword.com/umum/please-stop-basa-basi-yMsukrImQO)
Tapi, apa yang perlu dilakukan oleh para ketua RT dan RW itu? Juklak juklisnya? Bagaimana mereka mengawasi daerahnya? Bagaimana mendata warganya? Bagaimana membuat pelaporan yang up to date?
Mereka perlu contoh, perlu petunjuk. Jangan dibiarkan berjalan, atau menerka-nerka sendiri. Buat prosedur yang simpel, mudah untuk dimengerti dan dilakukan.
Mungkin bisa dimulai dengan mendata. Sekaligus melakukan sensus nasional yang belum selesai itu. Kali ini harus dipaksa memang. Semua masyarakat yang berada dalam sebuah Rukun Tetangga (RT), harus didata.
Sangat bagus bila ada aplikasi yang dipakai untuk mengetahui keberadaan warga lewat GPS. Tapi jangan aplikasi Lindungi Peduli. Banyak orang hebat di Menristek, atau Menkominfo yang bisa punya jawaban.
Lalu dari sana, dilakukan tes. Kalau ada yang bilang bakal butuh biaya besar, ada metode pool test yang dilakukan di Sumbar.
Lalu berjalan, ke RT yang berikutnya, dan yang berikutnya. Lalu naik ke RW, hingga seluruh RW. Lalu naik ke satu kelurahan, kecamatan, lalu kabupaten kota. Hingga akhirnya provinsi, dan satu negara.
Dan saya juga mau bikin tagar. Semoga bisa viral. #IndonesiaTaat #IndonesiaHebat
Situasi Gawat Butuh Tindakan Nekat!
Sumber Utama : https://seword.com/umum/situasi-gawat-butuh-tindakan-nekat-7jtziNyGjn

Corona, Kita, Dan Perubahan

Panggung teror virus corona awalnya terlansir di Wuhan November 2019. Maret 2020 Indonesia resmi mengonfirmasi tertular. Hanya butuh empat bulan corona menjadi teror skala global. Per 18 Mei, lebih 313 ribu meninggal dan dunia pun kini merana. Alih-alih mampu menghajar virusnya, dunia keburu diterjang dampak pantulannya, persoalan ekonomi.
Dalam sebuah geliat bersadar, virus corona ini mengelabatkan temalinya dengan SEMESTA - planet bumi (dunia) – Indonesia menjadi KITA (seluruh umat manusia). Virus ini seperti menggeret sebuah layar maha tak terukur. Di dalamnya tertampil siluet piksel tersamar tentang keberadaan dan ketidakberdayaan KITA di dalam ruang dan waktu perubahan maha universe.
“Kehebatan” kita telah usai ditakar dan diukur oleh alam semesta. Ternyata tidak seberapa yang sudah mampu terindra. “Kehebatan” kita hanya sebersit tahu dan sekedar terlintas di dalam jagat pengetahuan tak bertepi. Dalam bingkai aktifitas dan dinamika jagat raya itu, apa yang kita yakini sebagai mengetahui hanya sebuah dengung dari maha sesuatu yang sesungguhnya belum kita kenal sama sekali. Seperti bunyi batuk tersedak di sela-sela gugus galaksi.

Terasa ketidaksanggupan pikiran cetek kita untuk mengelana di dalamnya. Seperti upaya tolol untuk menimba segala samudera ke dalam gelas. Sebab, sudah enam bulan, umat manusia sejagat raya dengan tehnologi laboratorik sepanjang peradaban bahkan belum mampu menjawab pertanyaan paling dasar, mengapa ada virus corona. Ada ketidaktahuan tak terbatas antara kita dengan virus corona.
Jangan bicara skenario dalam teori konspirasi. Terlalu spekulatif, meski tidak perlu menggembok pintu praduga untuk itu. Kita hanya tergelak, lalu memampangkan secuil kesadaran atas soal-soal kemendasaran kita di dalam perubahan. Sekedar ikut mempertebal tanda petik tentang ketidakberpengetahuan kita soal perubahan yang tersembul karena wabah corona.
Usaha bersadar diri yang kemudian dengan terpaksa harus menerima posisi kita tidak lebih sebagai objek evolusi semesta alam. Meski sekedar tersenggol oleh evolusi semesta, kita justru harus mengambil reaksi dan sikap-sikap yang mungkin revolutif. Kenapa ? Karena kita bukan siapa-siapa di semesta. Seperti kerikil yang terlempar di kerumunan semut yang membuatnya panik dan bubar.
Yap, revolusi memang telah tercatat secara berulang dalam rentang sejarah kehidupan manusia oleh geliat semesta. Karakter semesta yang dinamis merupakan tandanya bahwa semesta terus hidup berubah. Kehidupan manusia di dalam planet ini seperti bukan apa-apa dalam perut semesta yang tidak berukuran ini. Hanya seiris dari sebuah gerakan kemenjadian semesta.
Memang tak terhingga banyaknya faktor yang dapat menyulut sebuah perubahan (revolusi). Fisikawan akan menjelaskan revolusi dalam aktifitas alam. Ilmu sosial dalam konteks revolusi sosial budaya. Hukum, ekonomi, kedokteran, industri, politik, farmasi, biologi, sistem pemerintahan, tehnologi komunikasi, kepercayaan, etika, agama, filsafat, termasuk virus corona yang saat ini.
Tetapi, beberapa hal telah meyakinkan untuk dapat kita terima, bahwa kita harus ikut terpaksa berubah. Fix, bahwa status quo hanya seumur sebelum ada perubahan. Tidak ada kemapanan yang kekal. Kemelekatan hanya sekedar pembangkangan yang sangat konyol. Penyangkalan tak lebih dari kenakalan tak beralasan di hadapan alam semesta.
Jika masih ada orang yang belum sadar bahwa wabah ini bukan sebagai bagian dari sistem pertarungan hukum alam, itu hanya sebuah kebebalan yang tidak layak dihitung. Virus corona telah memaksa kita untuk melakukan pemikiran mendasar atas banyak hal. Istilah “new normal” yang kembali diwacanakan Pak Jokowi, harus dapat diterima sekaligus ‘bebas’ ditasrifkan, baik secara pribadi, komunitas bahkan negara.
Paradigma tentang bagaimana kita akan hidup selanjutnya sedang direka ulang. Kita tidak akan bisa lama hidup dalam kegentaran, persoalan lain akan lebih mematikan. Kita mesti segera siuman dari ketakutan kemenjadiberanian. Pilih, “berdamai” atau “berperang” atau kombinasinya tidak sekedar pekikan dan siasat pada tataran nyata. Sebab esensinya kita bertarung.
Virus ini telah merontokkan tatanan status quo kita selama ini. Kita membutuhkan tatanan lain. Tatakan etika, sistem budaya, definisi kesombongan dan kesalahan mesti dan memang sedang diformulasi ulang. Reformulasi terhadap banyak langgam sedang dimulai. Bersalaman dengan orang saat ini menjadi tidak baik dan tidak tepat. Menjadi tidak salah dan tidak sombong, bila tidak mau menerima tamu. Kita dipaksa beringsut, “mengecut” dan hanya menyeka gordyn jendela rumah kita untuk mengintip ribuan jasad yang dikubur a la pemulasaran protokeler korban Covid-19.
Revolusi beragama menjadi kemungkinan rasional. “Rumus” doa dengan perkabulan mungkin sedang mendapat gugatan paling sinis dan serius saat ini. Seluruh orang yang percaya dan beragama telah berdoa agar virus corona berlalu. Namun dikabulkan atau tidak atau kapan dikabulkan, hanya Pengabul yang tahu ?
Meski revolusinya mungkin berdua-arah. Sebagian mungkin justru semakin hebat kepasrahannya. Sebagian lagi kepasrahan tidak lain hanya sebagai bentuk kompensasi apologis. Mungkin ada yang sebelumnya cukup pongah akan kekuatannya sendiri sampai tidak begitu peduli dengan doa, bisa jadi menjadi pendoa.

Kebanggaan perkembangan ilmu kedokteran kini telah disudahi. Istirahat dalam nelangsa. Satu virus berhadapan dengan seluruh laboratorium, ahli medis, semua kepala negara dan segala manusia di bumi. Siapa yang akan menang ? Pernyataan WHO bahwa virus corona diduga kuat tidak akan lenyap, membuat kita bergidik terenyuh. Sepertinya untuk menang masih mustahil.
Dua arah revolusi ternyata tidak selalu harus menuju yang lain yang baru. Sebab ia bisa berusaha meninggalkan cara-cara kemapanan kini untuk berubah ke depan (cara baru), tetapi bisa mengembalikan kita ke awal yang paling dasar (cara kuno). Untuk beberapa aspek seperti etika dan budaya, kita sedang mencipta atau merekayasa perilaku baru. Tetapi pada aspek lain kita justru sedang dibawa menuju awal tentang hukum hidup paling purba (hukum survival).
Semua kepala negara, ahli dan pelaku ekonomi dengan segala turunannya serta rakyat, sejatinya tidak lagi membicarakan pertumbuhan ekonomi. Tetapi hanya bagaimana agar manusia bisa bertahan hidup bulan ke bulan ke depan itu sudah hebat. Ancaman potensi kelaparan menjadi sentral ilmu ekonomi dengan segala cabangnya. Sekuno ilmu tentang hidup atau mati.
Dalam konteks Indonesia, situasi saat ini akan semakin kompleks dan rapuh dalam hitungan bulan ke bulan depan. Problem ekonomi akan menjadi bagian dari isu dan manuver politik. Bahkan tarian kebinalan poitik itu sudah mulai ditabuh dan merengsek. Kreatifitas jahat dari para perompak politik akan semakin mengeras. Penderitaan rakyat akan dijual dan akan diframing sebagai ketidakbecusan pemerintah.
Penyesatan logika sudah sedang dimainkan. Logika dan fakta sebenarnya wabah telah menyebabkan ekonomi hancur. Fakta ini akan diubah dengan cara propaganda secara terbalik. Dimulai dengan narasi bahwa pemerintah sejak awal telah salah mengambil keputusan karena tidak melakukan lockdown. Penyesatan logika ini akan terus dilakukan sampai akhirnya seolah-olah guncangan ekonomi bukan lagi karena wabah, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah.
Sebagian masih belum mudeng dan masih berpikir bahwa seandainya pemerintah melakukan lockdown, maka kemungkinan tidak akan seperti saat ini kondisinya. Kata siapa dan apa jaminannya? Baiklah, mari kita susun logikanya. Katakanlah sejak awal Maret di lockdown. Berapa lama ? Sebulan, dua bulan atau tiga bulan ?
Mengandaikan pemerintah punya kemampuan finansial dan segala sumber untuk menanggulangninya. Akhirnya lockdown, entah berapa lama pun, akhirnya akan membuka lockdown juga. Lalu semua bebas kemana saja, maka virus itu akan tetap mulai juga, bukan? Soal kapan akan menjadi wabah tetap tidak ada bedanya. Jadi, ini bukan soal lockdown atau tidak sejak awal.
Keberadaan hukum terkait Covid-19 pun memerlukan perspektif baru yang lebih mendalam. Jika ada kelonggaran soal PSBB misalnya, lalu orang mulai berkerumun. Kemudian ada yang menyalahkan pemerintah. Sikap ini muncul karena pemikirannya masih belum mudeng. Pertanyaan dasar kembali diajukan, apa itu hukum? Tidak perlu ahli hukum untuk menjawabnya. Sebab hukum telah dimengerti sebagai aturan (tertulis dan tidak).
Mengapa perlu hukum ? Banyak pendapat bertebaran sehamparan perjalanan sejarah hukum. misalnya, untuk mencapai keadilan, kata seseorang atau banyak orang. Agar tertib, sebagian mengajukan pendapat ini. Demi kebaikan, kesejahteraan, kebahagiaan, kata yang lainnya. Macam-macam.
Tapi hukum telah “dimengerti” secara umum dan praksis. Dan seharusnya untuk banyak hal penting, pengertian ini telah memadai. Sesederhana, bahwa semua ini boleh, semua itu dilarang, tepati janji, bayar utangmu, bekerja dapat upah, dll.
Lalu, dimana ada hukum? Di mana saja. Meski bukan berarti ia mengendap-endap dari kehampaan. HUKUM ADA DI DALAM DIRI MU SENDIRI. PSBB itu aturan. Untuk apa ? Untuk membatasi aktifitas pergerakan orang agar mata rantai penyebaran virus corona dapat diputus. Hasil yang diharapkan keselamatan.
Hukum negara dalam konteks tertentu sebenarnya tidak diperlukan. Karena cukup dengan memakai akal sehat. Apakah anda masih membutuhkan Kitab Pidana supaya tidak mencuri, memperkosa dan membunuh ? “Hukum” yang ada dalam dirimu sendiri tercukupkan untuk tidak melakukan hal-hal semacam itu.
Ketika anda sudah mengetahui dengan baik, apa itu virus corona, bagaimana ia menyebar dan tingkat resiko yang akan dihadapi bila tertular, bagaimana mungkin anda masih membutuhkan tetek bengek aturan terkait dengan itu ? Jangankan aturan (hukum), pemerintah sekalipun sebenarnya tidak lagi anda butuhkan untuk mengatur diri anda sendiri bagaimana agar terhindar dari serangan virus ini.
Ini agak ekstrem. Anda tidak membunuh yang lain, bukan karena itu ada aturan hukumnya lagi. Anda tidak membunuh karena anda telah menaati hukum-hukum moral yang sudah ada di dalam diri anda sendiri. Buktinya, meskipun ada aturan hukum dan hukuman berat soal membunuh, tetap aja ada pembunuhan. Apakah masih perlu hukum untuk itu ? Sangat perlu, tetapi titik beratnya tidak lagi pada “dilarang membunuh”. Hukum itu ada, hidup di dalam dan untuk dirimu sendiri.
Gambar diambil dari: harapanrakyat.com
Corona, Kita, Dan Perubahan 
Sumber Utama : https://seword.com/umum/corona-kita-dan-perubahan-dc7YvVfc87

Bahar Bin Smith Terpenjara Oleh Arogansi

Bahar bin Smith yang sudah dibentuk pikirannya membenci pemerintah atau dalam hal ini adalah Jokowi hanya mengandalkan massa dari ummat. Berbicara tentang kezoliman tetapi ternyata ia telah melakukan kezoliman dengan menganiaya anak remaja tanggung sampai babak belur. Tentu saja bagi pengikut dan fans si Bahar menilai tindakan itu adalah heroik, padahal itu tindakan pengecut. Hanya berani pada anak kecil. Duh pengen lihat adu tarung antara Jenrix VS Bahar Smith.
Kasihan umat yang jumlahnya banyak ini hanya dijadikan komoditas pergerakan politik meraih kekuasaan. Apa yang dilakukan si Bahar, itu bukanlah keberanian. Ia bisa bringas dan arogan karena merasa mendapatkan dukungan penuh oleh segelintir orang elit. Tidak banyak umat tahu akan hal ini. Bagi umat yang polos, meihat ini adalah perjuangan.

Kemampuan menggalang massa memang itulah yang dilirik oleh segelintir elit politikus yang tiap hari atau bahkan tiap menit hanya memikirkan kekuasaan. Dan melalui Rizieq hal itu mereka ingin wujudkan. Namun karena Rizieq tidak berhasil maka kini si Bahar dipaksa melebihi Rizieq. Atau katakanlah ada penerus Rizieq. Tapi sayangnya, orang seperti Bahar ini senang dipuja-puja dan bangga dengan dirinya.
Umat harus cerdas agar tidak menjadi korban dari orang-orang yang menggunakan agama demi tuannya meraih kekuasaan. Rizieq atau pun si Bahar ini hanya memanfaatkan kepolosan umat. Coba lihat saja betapa mereka tidak diajak cerdas atau berpikir, justru diajak meluapkan kebencian. Ceramah si Bahar tidak jauh beda dengan rockers yang lagi konser, hanya saja berbeda tema, kalau rocker metal memang jujur dan tidak munafik, sementara si Bahar memakai bungkus agama demi tuannya.
Ketika Bahar berkata melawan kezaliman, tetapi ternyata itu untuk menutupi dirinya yang dekat dengan orang-orang yang selama beberapa periode adalah akar dari kezoliman. Bayangkan kalau akrab dengan orang-orang yang dulu pernah berkuasa dan telah membuat negeri ini hampir dikuasai asing?
Bahar dan Rizieq mungkin memang ada garis keturunan dari Nabi, namun perlu diingat bahwa itu bukan jaminan orang-orang ini bisa mengikuti ajaran nabi secara baik. Justru iblis atau setan akan sangat senang dekat dan menggoda orang-orang seperti ini. Keturunan Nabi yang sejati itu cara-cara dakwahnya tidaklah melontarkan kata-kata yang penuh kebencian, apalagi sampai provokasi melakukan tindakan yang anarkis. Justru nabi dikenal sangat santun, etika berpolitiknya pun sungguh indah.
Jadi orang-orang seperti si Bahar ini justru sangat bisa dikuasai iblis. Ketika pengetahuan agama yang selama ini didapatkannya dianggap sebagai kebenaran mutlak, maka siapa saja yang tidak setuju dengan pendapatnya, maka akan dibenci bahkan dimakinya, seperti yang kita sudah saksikan.
Kebenciannya kepada Jokowi dilontarkannya dengan kata-kata yang tidak pantas. Mana ada ajaran nabi yang berkata “Buka celananya, bengcong apa bukan”. Kalimat ini adalah kalimat preman pasar yang pernah saya dapatkan di Makassar.
Entah bagaimana tanggapan Nabi di sana menyaksikan orang-orang yang menyebut nama beliau namun melakukan tindakan-tindakan arogan. Mengaku sedang membela kebenaran sampai sesumbar berkata tidak akan pernah takut, tapi ternyata kalau intelejen mau buka-bukaan data bagaimana hubungan orang-orang ini dengan segelintir elit, maka kita bisa tahu dengan jelas. Tapi itu tak perlu. Kita yang berakal sehat bisa membacanya dengan seksama.
Setidaknya orang-orang yang belajar agama Islam dengan baik dan runut serta pondasi tauhid yang kuat, tidak akan tertarik mendengarkan ceramah si Bahar atau Si Rizieq. Atau setidaknya orang-orang yang menggunakan akal sehatnya, akan jeli melihat perbedaan antara tuntunan nabi dan yang bukan ajaran nabi.
Orang yang berakal sehat tidak mungkin akan menjadi atau bergabung di barisan si Bahar. Bahkan mereka berharap, jenis makhluk seperti ini semoga cepat punah, atau setidaknya sadar dan tidak arogan lagi.
Jadi sudah sangat membosankan memang wajah si Pirang ini nongol di media-media. Dan sudah membosankan kata-katanya yang terlontar dan mengatasnamakan nabi serta perjuangan agama. Semua ini akan basi dengan sendirinya. Umat akan muak melihat model orang-orang yang menggunakan agama sebagai topeng saja.
Lawan kita sejatinya bukan orang Arab, bukan orang Cina, bukan si Bahar, bukan Si Rizieq, tapi lawan kita adalah kebodohan dan arogansi yang melahirkan intoleransi. Maka yang harus dilakukan adalah melatih atau senantiasa menyebarkan kepada rakyat atau umat cara berpikir yang baik dan benar sehinggga tidak salah pilih ustad atau habib. Tidak asal patuh, tetapi patuh kepada orang yang patut dipatuhi, bukan kepada orang-orang yang hanya menjual agama demi kekuasaan tuannya seperti si makhluk ini.
Bahar Bin Smith Terpenjara Oleh Arogansi
Sumber Utama : https://seword.com/politik/bahar-bin-smith-terpenjara-oleh-arogansi-juPbZfgrYg

#IndonesiaTerserah : Yang Oon Pol Siapa???

Saya penasaran, yang menciptakan tagar “Indonesia Terserah” ini siapa sih? Yang pasti, video yang tersebar di media dan media sosial memberikan kesan bahwa tagar “Indonesia Terserah” diciptakan oleh para Tenaga Medis.
Sebagian media dan pesan yang tersebar di media sosial dan whatsapp menambahkan keterangan bahwa #IndonesiaTerserah itu adalah kritikan untuk pemerintah atas apa yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta beberapa hari sebelumnya sebagai akibat dari kebijakan yang diterapkan pemerintah. Ada juga yang menambahakan keterangan bahwa tagar tersebut ditujukan pada masyarakat yang tidak melakukan protokl kesehatan di Bandara Soekarno Hatta. Dari kedua keterangan tambahan tersebut, tagar Indonesia Terserah itu seperti memiliki dua sisi, mengkritik pemerintah dan masyarakat dalam kondisi di tengah wabah Pandemi Covid-19.
Pertanyaannya, “Tenaga Medis sendiri paham tidak dengan tagar yang dibuatnya?”. Dan pertanyaan kedua saya adalah, “Kalau sudah begini yang tolol siapa?”

Dalam kondisi se-ekstrim sekarang, menghadapi wabah penyakit dengan tingkat penularan yang sangat rapid jika manusia tidak melakukan ‘kehati-hatian’, maka semua “perjanjian dan peraturan” tidak bisa dilakukan dengan normal. Setiap sisi, sudut dan lini masyarakat dituntut untuk memahami keadaan secara rapid pula.
Sementara Negara, sebagai pelindung bangsa, harus sangat hati-hati dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Karena apapun keputusan dalam keadaan ekstrim seperti sekarang, akan mengikat 275 juta jiwa manusia. Mulai dari Presiden sampai orang yang sakit gangguan mental atau orang gila.
Sejauh ini, Negara sudah dan sedang melakukan kewajibannya dengan baik. Kewajiban Negara di saat Pandemi Covid-19 hanya ada 2 : Memperingatkan dan Membantu Bangsa.
Dan tanggal 2 Maret 2020, adalah titik tumpu dimana Negara, dengan segala analisa dan penelitiannya, menyatakan dengan resmi dan MEMPERINGATKAN BANGSA bahwa Covid-19 SUDAH MASUK di Indonesia dengan ditemukannya 2 kasus positif Covid-19. Disusul dengan diumumkannya PROTOKAL KESEHATAN secara resmi oleh Negara pada tanggal 5 Maret 2020., yang di dalamnya memuat informasi penting yang wajib diperhatikan dan dilakukan oleh seluruh Bangsa Indoensia. Dan pada tanggal 1 April 2020, Negara menyatakan pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Itu dari sisi kewajiban Pertama Negara pada Bangsa, yaitu MEMPERINGATKAN.

Apa kewajiban Bangsa terhadap kewajiban yang sudah dilakukan oleh Negara? Jawabannya sederhana, tapi Bangsa Indonesia tak mampu melakukannya! Yaitu, MEMATUHI, MENTAATI dan MENJALANKAN SELURUH PERINGATAN yang sudah diumumkan TANPA mempertanyakan apa, mengapa, siapa, bagaimana dan lain sebagainya atas peraturan yang telah diputuskan. Peraturan dibuat dengan mempertimbangkan KONDISI SETARA bagi seluruh Bangsa. Ke 275 juta manusia yang menjadi Bangsa Indonesia. Bang Indonesia TIDAK BOLEH dan TIDAK BISA mengajukan usulan untuk mendapatkan keringanan dalam mematuhi, mentaati dan penjalankan seluruh peraturan yang sudah diputuskan oleh Negara, kecuali melalui gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Kewajiban kedua Negara pada Bangsa dalam masa Pendemi Covid-19 adalah MEMBANTU. Sejauh ini, Negara telah melakukan kewajiban kedua ini. Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara telah membuat kebijakan-kebijakan untuk membantu rakyat selama menghadapai, memerangani dan memutus penyebaran virus yang menular secara cepat dan mematikan. Dan bantuan dari Negara ini adalah HAK bangsa Indonesia.
Pertanyaannya, “Sudahkan Bangsa Indonesia memenuhi kewajibannya terhadap Negara sebelum mereka menuntut hak atas bantuan Negara?”. Yang terjadi sekarang adalah Bangsa hanya tahu menuntut hak berupa bantuan dari Negara tapi tidak mau melakukan kewajibannya untuk mematuhi, mentaati dan melaksanakan Protokol Kesehatan.
Lalu apa maksud dari munculnya tagar #TerserahIndonesia yang digaungkan oleh Tenaga Medis? Ini yang wajib dipertanyakan. Para Tenaga Medis yang menggaungkan tagar #Indonesiaterserah, dia berteriak “Indonesia Terserah” dalam kapasitasnya sebagai apa? Kalau dalam kapasitasnya sebagai Tenaga Medis, maka pertanyakan tanggungjawab moral mereka sebagai tenaga medis di Indonesia! Jika tak mau memenuhi tanggung jawab itu, maka mereka harus menanggalkan predikatnya sebagai dokter dan suster atau perawat. Jadi rakyat biasa saja. Yang pasti, dokter atau suster, haram hukumnya mengorbankan pasien covid-19 gara-gara sebagian bangsa melakukan pembangkangan terhadap aturan Negara!
Pada kejadian penumpukan penumpang di Bandara Soekarno Hatta, 1000% Negara tidak bisa dipersalahkan.
Kenapa tidak bisa dipersalahkan? Karena, semua Bangsa Indonesia sudah diperingatkan tentang adanya dan bahayanya covid-19, sudah diberi petunjuk protokol kesehatan. Negaratidak berkewajiban ngejar-ngejar Bangsa untuk patuh. Kepatuhan harus muncul dari itikad Bangsa untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Anies Baswedan saja yang membuat peraturan sanksi bagi warga Jakarta yang melanggar protokol kesehatan, tidak mampu melaksanakan apa yang dia putuskan.
Lagi pula, membangkangnya bangsa atas peraturan yang diberikan oleh Negara, bukan urusan para Tenaga Medis. Urusan Tenaga Medis itu hanya melakukan pertolongan penyembuhan yang menjadi tanggungjawab moral semua Tenaga Medis di Indonesia.
Waktu Perang Dunia I dan II, apa kita dengar tenaga medis mengatakan “Dunia terserah!” lalu mereka ongkang-ongkang kaki saja? Jelas tidak!
Dari penjelasan di atas, jelas kita bisa melihat hubungan antara kewajiban Negara, kewajiban Bangsa dan Kewajiban para Tenaga Medis dalam menghadapi covid-19. Kalau kemudian muncul tagar #IndonesiaTerserah, saya jadi bertanya, “Yang oon pol di sini siapa?” 
#IndonesiaTerserah : Yang Oon Pol Siapa???
Sumber Utama : https://seword.com/umum/indonesiaterserah-yang-oon-pol-siapa-X0wQ1iGdJZ

Pengikut Bikin Ulah, Bahar Pindah ke Nusakambangan, Bisa Demo Bareng Buaya

Penjerumusan perdana Bahar si terdakwa penganiayaan anak ini membuat para pengikutnya marah dan menjerit-jerit tak karuan, karena “sang kebenaran” itu dianggap mendapatkan perlakuan kriminalisasi. Berita-berita hoax pun dimunculkan dan membuat framing bahwa doi digebukin rame-rame di penjara.
Tujuannya sebenarnya mudah dipahami. Untuk menyulut amarah yang lebih lagi. Gak heran muncul gelar “sumbu pendek” yang disematkan kepada mereka. Wajah Bahar yang diedit seperti habis dipukuli pun muncul dengan narasi bahwa dia diperlakukan tidak baik di penjara.
Tapi ternyata polisi pun membantah hal tersebut. Bahkan Bahar di dalam tahanan pertamanya, selama 6 bulan mendapatkan status orang baik. Jadi sebenarnya si terdakwa penganiayaan anak di bawah umur itu, bisa jadi orang baik, kalau bukan ketakutan sama polisi ya. Hahaha. Dia itu sebenarnya takut sendiri.

Kelihatan dan terbukti bahwa 6 bulan ia dipenjara, ia tidak berani macam-macam. Saat Covid 19 ini, sebenarnya merupakan saat-saat terbaik bagi Bahar Smith ini untuk berubah dan bertobat, kembali ke jalan yang benar, ketimbang merasa diri benar dan mengatakan kebenaran.
Usulan asimilasi yang dimunculkan oleh Kemenkumham alias Kementerian Hukum dan HAM, di bawah Yasonna Laoly yang merupakan orang baik di dalam pemerintahan Joko Widodo ini, sebenarnya memberikan sebuah kesempatan bagi para narapidana untuk menghirup udara segar dan tidak mengulangi perbuatannya.
Payung hukum Asimilasi pun dibentuk dengan cepat, dengan tujuan utama mengurangi potensi penularan Covid 19 di lapas, dengan kapasitas yang terlalu penuh. Kapasitas lapas di negara yang berpenduduk 267 juta orang Indonesia ini, rasanya masih kurang dan memang mau tidak mau, kemenkumham harus mengambil langkah ini.
Dan dari banyak orang yang mendapatkan hak asimilasi, mereka malah bikin onar dan harus kembali ke lapas dengan pengawasan yang lebih ketat, karena ketahuan tidak tahu diri, gak punya rasa syukur, ndablek dan gak ada indikasi pertobatan sama sekali. Termasuk si Bahar.
Bahar merasa dirinya adalah the conveyor and the bringer of the truth. Awalnya dia juga dinarasikan untuk tidak mau mendapatkan program asimilasi dari menkumham, karena sedang membina napi-napi lainnya. Akan tetapi orang ini malah mendadak diberitakan bebas dari penjara.

Merasa diri bebas dari penjara, tapi dia lupa bahwa dirinya masih narapidana. Statusnya masih napi, hanya diberikan keringanan karena Covid 19 ini harus dikalahkan. Menkumham melihat nyawa napi lebih penting ketimbang kesalahan mereka. Menkumham Yasonna Laoly pun memberikan keringanan.
Daripada mati kena Covid di penjara, komnas HAM bisa mencak-mencak nanti. KPAI juga bisa ngamuk-ngamuk. Maka untuk menghindari itu, Yasonna memilih jalan ninja yang berat untuk memberikan semacam “grasi” bagi mereka.
Tapi Bahar lagi-lagi gak punya rasa thankful dan graceful karena mendapatkan anugerah yang baik. Setelah dibebaskan, dia malah menguapkan terima kasih kepada Rizieq Shihab karena doanya dijawab Tuhan. Tapi dia gak sadar, doa Rizieq mungkin terlalu jauh sehingga butuh waktu dari Arab sampai ke Indonesia. Belum lagi doanya harus ngantri karena kebijakan banyak negara yang membatasi transportasi Eh termasuk doa ya?
Akhirnya, dia bikin ulah dan melanggar aturan asimilasi. Dan hari ketiga hirup udara bebas, dia malah dijemput lagi di dalam waktu yang sangat mantap. Jam 2 pagi. Waktu yang tepat saat Fadli Zon dan santri-santrinya masih tidur.
Dalam video yang beredar, Bahar terlihat sedang dikawal. Tapi ternyata, pengawalannya pun gak berani macam-macam. Polisi datang, menjemput Bahar. Dia pun langsung bikin modus mau ngerokok. Padahal di balik ngerokok sebatang dua batang, sudah ada jempol-jempol yang siap mengirim WA ke berbagai pengikutnya, termasuk orang-orang yang mungkin ada di elemen pemerintahan oposisi.
Tapi Tuhan memang berikan bijaksana yang jauh lebih tinggi kepada polisi. Jam 2 adalah jam tidur. Belum mulai sahur. Beberapa HP pendukung Bahar pun, mungkin saat itu sudah dikembalikan ke mamaknya. Pesan berantai untuk lindungi Bahar pun dibaca telat. Mereka pun akhirnya keduluan oleh Polisi. FZ pun mencuitkan di Twitternya telat.
Pasca terciduknya si Bahar, dari pagi sampai sore, mereka ramai-ramai ke lapas Gunung Sindur, di depan gerbang koar-koar bebaskan Bahar. Bahar mungkin dengar seruan sayup-sayup. Dia merasa penting dan tersenyum kemudian berpikir “Yes! Bentar lagi gue bebas!"
Tapi ternyata, polisi gercep. Bahar dijemput dari selnya, lalu dibawa ke Lapas Nusakambangan. Hore! Bahar naik kelas. Pendukungnya yang masih mau demo, silakan berenang. Adu cepat dengan buaya dan bonus hiu. Pulau hadap Samudera. Epic. Kalau pakai cara Anies, kalian ajak bicara hiu and buaya lapar, untuk demo bebaskan Bahar. Kali aja predator lapar itu bisa dapat nasi bungkus.
NB: Harus diperjelas ini... Bahar ditangkap lagi karena melanggar aturan asimilasi, bukan sekadar ceramahnya. Dia itu langgar PSBB yang paling resehnya. Terus makin dibuat panjang karena pendukungnya yang gak rela gitu dan demo-demo. Malah jadi ke Nusakambangan deh.
Begitulah nasi bungkus.
Pengikut Bikin Ulah, Bahar Pindah ke Nusakambangan, Bisa Demo Bareng Buaya
Sumber Utama : https://seword.com/umum/pengikut-bikin-ulah-bahar-pindah-ke-nusakambangan-qV0beoNHfD

Kenapa "Kompas.com" Pakai Judul yang Ambigu untuk Kematian Eks Pasien Covid-19 di NTB?

Membaca berita yang dilansir oleh laman Kompas.com pada Rabu (20/5/20) dengan judul “Seorang Mahasiswi Meninggal 6 Hari Setelah Dinyatakan Sembuh dari Covid-19” membuat saya ingin meng-klik, lalu membaca isi beritanya sambil bertanya-tanya: “Kenapa pasien itu bisa meninggal setelah dinyatakan sembuh? Apakah terkena Covid-19 lagi t’rus meninggal atau karena ada penyebab lainnya?”
Setelah saya baca, ternyata kasus yang menimpa Iko Rahmawati (selanjutnya saya sebut IR), perempuan asal Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima tersebut tak seratus persen terkait virus Corona yang sempat menjangkiti wanita berusia 21 tahun itu.
Jadi ceritanya ...

Setelah dirawat dan dinyatakan sembuh dari Covid-19, berdasarkan tes swab dari pihak rumah sakit (RSUD Bima), IR dipulangkan kembali ke rumah, tetapi enam hari setelah dipulangkan, Iko Rahmawati dikabarkan meninggal dunia pada Senin (18/5/20).
Esoknya, Rifai selaku Kabid P2PL Dinas Kesehatan yang juga tim Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupten Bima, memberi keterangan pers yang menyebutkan bahwa **IR meninggal karena mengidap penyakit ginjal, bukan karena virus Corona. Hal itu diperkuat dengan hasil tes swab oleh pihak RSUP sebelum jenazah dipulangkan ke Bima. Dari tes swab itu, Iko negatif Covid-19.
Tak dijelaskan apakah penyakit ginjal itu berapa lama diidap oleh IR, juga apakah virus Corona memperparah kondisi kesehatan IR terkait dengan ginjalnya, tetapi keterangan Rifai rasanya sudah cukup jelas, yakni IR tidak meninggal karena Covid-19.

Membaca judul berita dan mencermati isinya, yang saya baca beberapa kali, terus terang saya menyayangkan kenapa jurnalis Kompas kok memilih diksi yang membuat judul menjadi ambigu seperti ini, dengan efek samping: salah tafsir, salah pengertian, hingga potensi untuk berita menjadi kontroversi di media sosial ketika netizen hanya membaca judulnya, lalu menyimpulkan isi berita dan menyebarkannya?
Sekadar memperjelas, kata "ambigu" menurut KBBI -> bermakna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, ketidakjelasan, dan sebagainya); bermakna ganda; taksa
Fakta bahwa pasien yang meninggal masih berusia muda (21 tahun), dengan status mahasiswi, juga bisa menjadi semacam “bumbu penyedap” sehingga berita yang dilansir oleh Kompas tadi berpotensi menimbulkan keresahan dan kekhawatirkan, karena usia semuda itu, juga status “sembuh dari Covid-19” ternyata belum sepenuhnya aman, karena bisa meninggal dunia dalam waktu kurang dari seminggu. Kan gawat!
Saya mencoba memahami bahwa si penulis berita tak bermaksud menebarkan kekhawatiran atau keresahan dengan menayangkan berita itu, tetapi mbok ya ingat bahwa di negeri ini, ada sebagian masyarakat yang kecepatan jarinya lebih cepat dibandingkan kemampuan berpikirnya, juga tak sedikit yang merasa paham isi berita hanya dari membaca judulnya secara sekilas.
Mungkin judul tadi bisa sedikit dikemas, misalnya tiga contoh berikut ini:
(1) Mahasiswi di Bima Meninggal 6 Hari Setelah Sembuh dari Covid-19, tetapi karena Penyakit Ginjal
(2) Sembuh dari Covid-19, Mahasiswi Asal Bima Meninggal karena Mengidap Penyakit Ginjal
(3) Lolos dari Sergapan Covid-19, Wanita 21 Tahun Ini Meninggal karena Penyakit Ginjal
Tiga contoh judul yang menurut saya masih ada unsur Covid-19, tetapi juga memberi informasi pada pembaca bahwa orang ini meninggal karena penyakit ginjal, bukan karena terserang Covid-19 lagi setelah dinyatakan sembuh.
Maaf, saya tak bermaksud menggurui si penulis berita itu, apalagi editor dan redakturnya. Saya hanya orang awam yang kebetulan senang menulis, sekaligus cukup sering terganggu dengan berita-berita yang terindikasi “clickbait”, menimbulkan kesan ambigu, atau yang berpotensi menjadi berita kontroversial di media sosial di negeri ini.

Seperti misalnya belum lama ini laman joglosemar.com mengangkat judul berita yang menurut saya “click bait” banget, dengan memakai nama Joko Widodo yang diberitakan dilarikan ke rumah sakit, tepatnya dengan judul ”Kondisi Kesehatan Memburuk, Jokowi Dilarikan ke RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan Ambulans.”
Meski benar bahwa di berita itu pasien yang dimaksud bernama “Joko Widodo” (Jokowi), lalu pada awal berita juga dituliskan “Seorang pria bernama sama persis dengan Presiden RI, Joko Widodo” tetapi kita tahu singkatan “Jokowi” terlanjur melekat pada Presiden Indonesia. Tentu efeknya akan berbeda kalau judul berita tadi hanya menyebut “Seorang Pria Dilarikan ke RSUD ...” tanpa menyebut nama yang terkenal hingga ke dunia internasional itu.
Saya menganggap tulisan tersebut hanya ingin menggoda netizen untuk meng-klik link berita, lalu menyerahkan respons selanjutnya kepada pembaca: merasa ditipu oleh judul, merasa mendapat guyonan yang tak lucu, atau mungkin misuh-misuh karena merasa terjebak.
“Lha sampeyan kok meng-klik berita itu kalau menganggap clickbait?”
Santai, Kawan. Jangan ngegas dulu. Saya ngerti banget kalau berita itu tergolong “clickbait”, tapi saya sengaja ingin tahu isinya untuk “kulakan bahan artikel” yang akhirnya hari ini berguna untuk pelengkap tulisan ini. Gitu loh!

Jadi, menurut SEWORD-ers apakah judul yang dipilih Kompas tadi masih bisa diterima atau menimbulkan kesan ambigu seperti penilaian saya? Silakan berkomentar dengan memberikan alasannya ya. Thanks! Salam sehat dan bebas Corona...!
Begitulah kura-kura ...

Sumber berita:
(1) https://regional.kompas.com/read/2020/05/20/08034661/seorang-mahasiswi-meninggal-6-hari-setelah-dinyatakan-sembuh-dari-covid-19
(2) https://joglosemarnews.com/2020/05/kondisi-kesehatan-memburuk-jokowi-dilarikan-ke-rsud-dr-soehadi-prijonegoro-sragen-dengan-ambulans/
Kenapa "Kompas.com" Pakai Judul yang Ambigu untuk Kematian Eks Pasien Covid-19 di NTB?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/kenapa-kompascom-pakai-judul-yang-ambigu-untuk-YJt51MhaAV

Tesis-tesis Besar Untuk Indonesia

Bismillahirrohmanirrohim.
Demokrasi yang diperjuangkan di Indonesia sejak kurun waktu medio tahun 70an dan baru tercapai pada tahun 1998 dengan mundurnya Soeharto dan “musnah”nya Orde Baru, dimana saat ini beberapa pelaku sejarahnya ada yang masih hidup, dan bahkan beberapa di antaranya sekarang ada yang duduk di pemerintahan, membuat kita mungkin harus belajar mengingat kembali apa yang dulu di perjuangkan pada waktu itu dan selama itu.
Demokrasi yang pada awalnya diperjuangkan dengan membawa semangat perubahan dan diharapkan bisa menjadi “alat” baru untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan sepertinya telah kehilangan roh di era sekarang yang dinamakan era keterbukaan. Saya tak menampik jika di era Soeharto dengan Orde Baru-nya semuanya serba tertutup atau ditutupi, kebebasan berbicara di era Soharto adalah barang langka dan barang mewah, tak semua orang bisa mendapatkannya, tapi sekarang, di era pasca refomasi ini, di era yang namanya demokrasi, semua boleh berbicara “apapun”. Kemerdekaan dan kebebasan berpendapat sekarang bukanlah barang langka dan mewah lagi, sekarang menjadi barang yang biasa, barang yang bahkan diobral kesama kemari.

Perubahan yang diharapkan oleh reformasi dengan mengusung doktrin demokrasi sampai saat ini belumlah bisa tercapai, mendekati 50 persen saja belum, dan bahkan tidak akan bisa tercapai jika kita hanya terus begini-begini saja dalam mengurus sebuah negara. Ingat, ini negara, bukan perusahaan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan malah keadilan sosial bagi segelintir pemodal kaya.
Di zaman Orde Baru memang korupsi, kolusi dan nepotisme menjamur dan mengakar dimana-mana, lalu dengan membawa semangat perubahan dengan memperjuangkan demokrasi melalui reformasi kita ingin agar korupsi, kolusi dan nepotisme bisa hilang dari atas bumi Indonesia agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa terwujud. Tapi kenyataannya sekarang apa? Korupsi, kolusi dan nepotisme bukannya hilang, tapi malah semakin mengakar. Bagi saya, hanya ada dua hal yang menjadi sumber dari masalah KKN di Indonesia ini, yaitu integritas dan feodalisme. Dua masalah ini, integritas dan feodalisme, harus di urus dengan serius, karena kedua hal tersebut menjadi kunci agar KKN bisa lenyap. Di urusnya dengan membentuk sebuah sistem yang holistik, visinya bisa diwujudkan dengan undang-undang yang tegas dan jelas, koruptor hukum mati dan misinya bisa diwujudkan dengan pembenahan birokrasi secara menyeluruh dan pada kesempatan pertama. Ini tesis pertama saya untuk Indonesia.
Tesis kedua saya adalah mengenai energi dan pangan. “Kuasai energi maka kita akan kuasai sebuah negara, dan kuasai pangan maka kita akan menguasai seseorang”. Indonesia itu memiliki sumber daya energi yang sangat melimpah, Indonesia itu sumber energi. Untuk masalah minyak bumi mungkin kita memang bukan yang nomor satu di dunia, tapi untuk masalah sumber daya energi yang lain saya rasa kita itu adalah sumbernya. Mau tidak mau, ada corona atau tidak, seharusnya mulai dari tahun ini arah kebijakan energi kita harus sudah bisa membuat dan memberikan gambaran yang jelas dari hulu sampai ke hilir potensi energi kita, kata lainnya adalah jangan hanya jual hasil kerukan tambang saja, kita harus bisa menjual barang yang sudah jadi.
Daulat pangan adalah satu-satunya kunci jika ingin Indonesia tidak di ombang-ambingkan kepentingan luar. Tidak ada satu manusiapun di atas bumi yang bisa hidup tanpa makan, sudah menjadi kodrat alami manusia bahwa manusia harus makan. Komoditi pangan yang kita punyai itu sangat besar sekali. Bahan-bahan pokok pangan ada di Indonesia. Indonesia punya modal lahan yang subur, mau tanam apa juga pasti tumbuh, ibarat tanam batupun pasti akan menghasilkan. Selain lahan yang subur, Indonesia juga di anugerahi lautan yang luas dan kaya, itulah kenapa ikan-ikan yang ada di lautan Indonesia banyak yang dicuri oleh kapal-kapal asing, mau cari hasil laut konsumsi apa saja pasti ada di lautan kita.

Daulat pangan akan bisa terwujud jika petani dan nelayan kita diberikan prioritas paling utama ketika akan membuat sebuah kebijakan tentang pangan. Akses untuk mendapatkan alat-alat pertanian dan alat-alat perikanan harus dipermudah dan diprioritaskan. Akses yang saya maksud adalah ketersediaan barang yang memadai, harga yang terjangkau, tekhnologi yang adaptif dan pembiayaan yang mudah, sedangkan alat-alat yang saya maksudkan adalah mencakup seluruh kebutuhan petani dan nelayan, termasuk pupuk dan benih-benih ikan. Jangan malah ketika petani dan nelayan kecil mengajukan kredit untuk membeli peralatan pertanian dan perikanan dipersulit, tapi ketika kalau perusahaan besar yang mengajukan pembiayaan malah sangat dipermudah. Petani dan nelayan kecil itu tahunya kalau mau cari modal ya ke bank, tapi kalau perusahaan besar mau cari modal sudah banyak instrumennya, tidak hanya lewat bank. Petani, nelayan dan UMKM adalah faktor penentu kemajuan sebuah ekonomi kerakyatan.
Tesis ketiga adalah tentang perdagangan dan investasi. Kita tahu jika Indonesia ini merupakan negara yang terdiri atas banyak pulau, mayoritas wilayah kita itu adalah laut, kita itu negara maritim. Secara garis besar di dunia ini ada sebanyak 7 selat utama yang digunakan sebagai jalur perhubungan dunia, dan beruntungnya Indonesia dari tujuh selat tersebut empat di antaranya ada di wilayah perairan Indonesia, yaitu selat sunda, selat malaka, selat lombok dan selat makassar. Perdagangan besar internasional antar negara pasti melewati salah satu selat yang ada di Indonesia, tapi mayoritas ada di jalur selat makassar. Jika kita bisa memanfaatkan anugerah geoekonomi tersebut, tidak mustahil Indonesia akan menjadi pusat perdagangan internasional. Kita yang punya jalan kok, masa ya cuma dilewati begitu saja, ya minimal orang yang lewat suruh bayar lah, atau bahkan orang yang saling dagang itu kita suruh buat pabrik saja di Indonesia, di sisi mereka bisa untuk menghemat biaya produksi, di sisi kita bisa menjadi sumber investasi baru, jadi ndak cuma ngutang saja kesana kemari.
Tesis keempat adalah masalah terorisme. Mungkin anda bertanya-tanya kenapa dari tesis pertama tentang demokrasi, tesis kedua tentang daulat pangan, tesis ketiga tentang perdagangan dan investasi, lalu ujug-ujug tesis keempat tentang masalah terorisme? Terorisme itu sebenarnya adalah tentang masalah hukum, pertahanan dan keamanan. Terorisme di era yang sekarang ini sudah tidak bisa lagi selalu diidentikan dengan pemboman bunuh diri dan penyerangan terhadap pejabat dan aparat.
Terorisme juga ikut berkembang seiring dengan kemajuan jaman, bahkan penyusupan ideologi selain Pancasila di Indonesia pun saya anggap itu sebagai salah satu tindakan terorisme. Sekarang sudah saatnya militer masuk ambil bagian dalam pemberantasan terorisme, karena bagi saya terorisme merupakan salah satu bentuk extraordinary crime. Terorisme adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap nation right suatu negara, teroris atau pelaku terorisme harus diambil tindakan tegas pada kesempatan pertama. Extraordinary crime tidak akan bisa di lawan hanya dengan menggunakan pidana atau pro yustisia semata yang mengharuskan adanya dua alat bukti dulu baru kemudian bisa di proses. Misalkan ada orang mau ngebom bunuh diri, masa baru bisa di proses hukum jika bomnya sudah diledakkan dulu? Seharusnya kan adalah di ambil tindakan tegas pada kesempatan pertama ketika didapatkan informasi mengenai hal tersebut, maka dari itu militer harus masuk dalam pemberantasan terorisme.
Jika nanti ada orang yang mengaku sebagai aktifis HAM koar-koar dimana-mana menolak militer masuk dalam dunia pemberantasan terorisme, ya jawabnya gampang, tanya aja ke dia emangnya teroris kalau mau ngebom itu mikir HAM orang lain dulu? Tanya juga sama dia tinggian mana derajat antara nation right dan human right dalam sebuah perspektif bernegara? Kalau orang waras dan berjiwa nasionalisme pasti akan menjawab derajat nation right lebih tinggi dari human right, tapi kalau dia jawab sebaliknya ya anda simpulkan sendiri saja orang itu nasionalismenya dimana, jangan-jangan ndak ada.
Satu lagi, walaupun sedikit melenceng dari beberapa hal di atas, tapi ini penting. Di masa pandemi Covid 19 ini, anda para pembaca jangan mudah dihasut oleh media atau orang dengan berbagai macam propaganda-propagandanya, media apapun itu atau siapapun itu, karena sekarang ada indikasi mulai dikembangkan narasi dua “madzab” mengenai Covid 19, yaitu madzab kesehatan dan madzab ekonomi. Percayalah, orang yang membuat istilah dua “madzab” itu punya kepentingan tersendiri di Indonesia dengan sengaja menciptakan dua istilah tersebut. Kesehatan dan ekonomi itu sama pentingnya, tidak boleh dipetak-petakan sendiri-sendiri, ilmu tidak boleh berdiri sendiri, akan sesat jadinya kalau ilmu hanya berdiri sendiri tanpa di dasari keilmuan lain. Percuma anda banyak harta kalau anda mati, begitupun juga dengan sebaliknya. Hati-hati, setiap agitasi dan propaganda itu pasti ada maksud dan tujuannya, kalau mau tahu siapa user propaganda itu ya tinggal cari tahu saja siapa yang akan paling diuntungkan dari agitasi dan propaganda itu, simple.
Sekian.
Jayalahh Indonesiaku.
Merdeka!
Tesis-tesis Besar Untuk Indonesia
Sumber Utama : https://seword.com/umum/tesistesis-besar-untuk-indonesia-lHnMyTT3Lj

Logika Sesat JK: Kalau Virusnya Nggak Mau Damai Gimana?

JK oh JK, orang satu ini rupanya belum menyerah dari dunia politik. Ya wajar saja dia belum nyerah, dinasti politik dari turun temurun memang tetap harus ia jaga. Kalau tidak bagaimana anak cucu cicitnya bakal sejahtera?
JK adalah wajah penikmat kue sedari ORBA ada, usaha Mobil dari penjajah jepang itu memang laris manis di Indonesia, Jepang memperbudak Indonesia lewat JK yang terus memanjakan kita dengan alat transportasi dari negara sakura itu.
Usahanya makin membesar berkat mobil, JK menjadi pengusaha dalam bayang-bayang ribuan politikus ternama. Kedekatan dengan Cendana sudah tersemat sejak lama, karir politik JK dalam partai beringin adalah contoh yang fakta.

Harusnya JK sudah tamat sedari awal dia membangkang dihadapan SBY 2009 silam. Sayangnya, nama JK kembali terangkat di tahun 2014 karena butuh sistemnya JK.
Tapi itulah titik kesalahan pemerintahan kita di periode awal, JK yang kembali berkuasa tak punya prestasi apa-apa, dia memang tak banyak bersuara di media, dia tak lagi terlihat seperti matahari kembar saat bersama SBY, namun tetap saja usaha JK kian meningkat dengan pesat, pertumbuhan saham dari banyak rintisan usaha lainnya pun tetap terangkat.
JK membangun pondasi kuat untuk permodalan. Modal buat dia menguasai Indonesia dalam 1 cengkramannya.
Di akhir jabatannya JK tak bersuara, dia membisu, menghilang begitu saja. Lalu siapa yang menyangka, dikala Indonesia sedang terkena musibah besar soal wabah Corona, dia muncul dengan PMInya berlagak punya jutaan solusi sembari terUs mengkritik dengan membabi buta kepada Pemerintah. Lihat saja pembangkangan JK si tua bangka terbaru soal dia membantah Jokowi untuk berdamai dengan Corona. JK: Kalau Virusnya Nggak Mau Damai Gimana?
Menurut JK, istilah yang lebih pas diungkapkan adalah perubahan pola hidup. JK mengajak masyarakat hidup dengan menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Corona.

"Jadi tidak ada ya, kita gencatan senjata nanti tahun depan lagi mulai. Nggak ada istilahnya. Perdamaian gitu. Mungkin yang ada kebiasaan kita yang harus berubah. Itu mungkin ingin dianggap bahwa kita hidup berbarengan, tetap pakai masker terus, cuci tangan terus, apa terus. Tidak berarti kita berdamai, karena risikonya mati," ujar dia.
Pernyataan kecil asal-asalan JK ini adalah olokan darinya dan upaya permainan framing media, ditujukan untuk mengumpulkan sebagian masyarakat yang sudah kecewa, apalagi termakan narasi Indonesia terserah.
Tujuannya apa? Layaknya ILC. Memberi masalah tanpa solusi, menebar ketakutan tanpa alternatif cara menyelesaikan
Sedari awal kalau dipikir, JK ini tidak punya solusi apa-apa, tapi terkesan sangat haus akan proyek pemerintah untuk PMInya. Penemu Plasma darah adalah Dokter Monica dari Seword. Lalu kemudian yang tetap dapat panggung adalah mereka para penguasa yang jadi pengusaha, JK satu diantaranya, bisnis kesehatan PMInya langsung mengklaim di garda terdepan yang memproduksinya
Jusuf Kalla (JK) menyampaikan jika obat virus covid-19 telah disiapkan oleh Palang Merah Indonesia (PMI). Obat tersebut termasuk dalam antibodi bagi para pasien covid-19. Obat antibodi itu, lanjut JK yang merupakan Ketua PMI, dibentuk melalui sususan dasar plasma darah yang diambil dari spesimen penderita virus covid-19.
Hebat dia main klaim, atas plasma darah. Tak hanya itu, JK juga haus akan proyek, JK mengkode Jokowi lewat sindiranya "Indonesia harus punya kontribusi terhadap dunia bidang sains untuk penanganan COVID-19." Ketawa cacing diperut ini, selama JK jadi wakil Presiden ngapain aja? Kenapa baru sekarang?
Kalau dipikir juga, JK juga terlibat dalam fatwa MUI soal Sholat di rumah khususnya saat jumatan. Tapi yang terjadi diluarsana, Pemerintah yang dapat citra seolah melarang orang sholat dimesjid tapi di mall tidak.
Lagi-lagi, Pemerintah yang selalu jadi bahan bacotan kadrun dan oposisi, tapi masalah utama itu sebenarnya disebabkan oleh siapa? Ya mereka para biang kerok masalah. Lihat Indonesia terserah gara-gara Soetta. Tapi Anies selaku Gubernur kaki tangan JK kemana? Bukannya dia yang bertanggung jawab atas Jakarta? Tapi tetap Jokowi yang jadi sasaran utama.
Intinya sih Covid ini sudah bukan lagi untuk urusan menyelamatkan para warga dan bersatu, tapi mereka saling adu untuk menjatuhkan Jokowi dengan segala cara sembari tetap mengumpulkan modal untuk persiapan perang di masa yang akan datang.
Logika sesat JK yang membantah Jokowi adalah salah satunya, bentuk kecil pengkudetaan padahal WHO juga mengikuti Jokowi untuk berdamai dari Corona. Kenapa JK tak protes ke WHO? Karena JK tak peduli, dia cuma peduli untuk membangun framing bersama kelompok militannya.
Begitulah analisa ini selesai, hati-hatilah dengan segala ucapan JK dan perilakunya. 
Logika Sesat JK: Kalau Virusnya Nggak Mau Damai Gimana?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/logika-sesat-jk-si-tua-bangka-jk-kalau-virusnya-OxmI5Pd1QQ

Mungkinkah Kita “Berdamai” dengan Covid?

Sudah…sudah..…nggak usah sinis dan nyinyirin ucapan Pakde Jokowi. Kita semua se-Indonesia tahu perjuangan Presiden Joko Widodo melawan Covid dengan caranya.
Yup, caranya yang tetap prioritaskan rakyat Indonesia terbebas dari Covid, tetapi juga masih bisa beraktivitas. Mengambil contoh memilih PSBB ketimbang lockdown.
Hhheemmm…penulis nggak perlu bahas lagi yah bagaimana sejumlah anggaran digelontorkan pemerintah pusat untuk menyelamatkan rakyat dari pandemi, sekaligus juga dari lapar dan ekonomi yang dikhawatirkan ikut sekarat. Pertanyaan besarnya, mau sampai kapan rakyat disuapi, jika roda ekonomi terpaksa terhenti?

Pandemi ini berawal sejak 2 Maret 2020, ketika Jokowi resmi mengumumkan ada 2 kasus positif terjangkit virus Corona. Berarti, kurang lebih sudah berjalan 3 bulan negeri ini menyatakan perang terhadap Covid. Beberapa langkah medis, edukasi Covid dan bantuan sosial pun sudah dilakukan selama ini.
Tetapi, tolong diingat, hidup kita ini ada ditangan kita sendiri! Kitalah yang mengontrol kehidupan kita. Mau maju, nyamping, serong atau mundur sekalian! Maksudnya, nggak bisa kita ini terus menerus mengeluh mengenai dampak Covid! Saatnya diam, dan bangkit!
Berdamai dengan Covid jelas artinya bukan bernego dengan Covid seperti jual beli di pasar dan cari kesepakatan! Mikir saja, memangnya bisa kita bersepakatan dengan virus, dan bertanya baik-baik, “Vid, ente mau sampai kapan di Indonesia?”
Wkwkwk…maaf, dungu banget kalau kita menelan bulat-bulat kata berdamai yang dimaksud Jokowi! Bandingkan dengan arti ungkapan makan teman. Apakah kita artikan kita makan teman kita itu? Mikir!
Jelas banget disini maksud Pakde Jokowi bahwa ini saatnya kita melanjutkan kehidupan kita. Cukup selama ini kita sama-sama mengenal Covid, dan diajarkan cara hidup di masa pandemi ini. Berarti bukan waktunya lagi kita menunggu kapan Covid berakhir, tetapi kapan manusia bisa berubah dan beradaptasi hidup normal dengan standar anti Covid.
Sebenarnya, manusia itu mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Contoh keseharian saja, maaf masih banyak saudara-saudara kita yang hidup di daerah pembuangan sampah. Nggak kebayang aroma menyengat dan standar kesehatan disana. Tetapi nyatanya mereka bisa hidup dengan kondisi miris seperti itu. Hidup normal ditengah kondisi yang sebenarnya tidak dapat dikatakan normal.
Salah jika menyimpulkan ini sikap pasrah! Picik dan dangkal jika berpikir seperti itu! Faktanya, manusia sudah lama kok hidup dengan virus lainnya, seperti Tipus, TBC, Malaria, atau bahkan DBD yang juga penyebab kematian tertinggi di Indonesia bahkan.

Memang, belum ada anti-virus untuk Covid. Tetapi, kita semua sudah diajarkan dan diberikan pengertian kesehatan dan kebersihan, misalnya melakukan hal sederhana memakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak. Nah, kita jadikan itu sebagai gaya hidup kita yang baru, seperti juga misalnya ketika kita waspada terhadap DBD dengan memperhatikan tempat bersarangnya nyamuk.
Mungkin membandingkan DBD dengan Covid tidak sebanding, tetapi yang ingin penulis angkat adalah membangun awareness atau kesadaran dan tanggungjawab pribadi! Dimulai dari saya, lalu menjadi kamu, kalian dan berakhir di kita semua bertanggungjawab!
Berpikirlah, nggak mungkin selamanya kita ini ngumpet dan mengunci diri di rumah. Lalu berisik, ngedumel, teriak-teriak salahkan si ono dan si anu! “Woi…kami lapar, kapan ini virus berakhir!”
Wkwkwk…mikir, memangnya ada negara yang sengaja ternak virus supaya warganya habis? Nggak sekalian ledakan diri saja, lebih cepat selesai, daripada seperti ini menghabiskan waktu dan juga biaya.
Itu sebabnya, jangan berpikir negatif seakan negeri ini cuek, dan sabodo amat dengan mulai melonggarkan beberapa kebijakan. Ini bukan karena tidak peduli, dan seolah membiarkan rakyatnya musnah.
Negeri ini harus berjalan, ekonomi harus berputar, dan rakyat harus kembali beraktivitas dengan beradaptasi tentunya bermodal edukasi selama ini. Kembali berkreativitas dan bekerja! Jangan terlena dengan mental (maaf) ngemis mengharapkan bantuan pemerintah.
Adaptasi adalah senjata yang ampuh, dengan meningkatkan kualitas hidup pastinya.
Kita mulai kehidupan yang baru ini dengan mengubah gaya hidup kita. Makanlah makanan yang bergizi, sayur dan buah-buahan! Tinggalkan gaya makan asal kenyang tapi tidak bergizi! Lalu biasakan menjaga kebersihan, dan mematuhi kebijakan protokol yang mengatur “new normal” nantinya.
Paham yah, apa dan kenapa berdamai dengan Covid-19.
Covid-19 musuh kita bersama, dan saat ini tanggungjawab serta kedisiplinan kita menentukan bangkitnya rakyat Indonesia, yang juga bangkitnya negeri ini. Kita harus melawan Covid-19 dengan berubah menjadi manusia yang lebih baik. Menjaga diri sendiri, yang sekaligus juga artinya menjaga orang lain.
Artikel mpok lainnya bisa dinikmati di @mpokdesy
Ilustrasi: Imgur
Mungkinkah Kita “Berdamai” dengan Covid?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/mungkinkah-kita-berdamai-dengan-covid-KOiSEYJ8WD

JK Versus JKW, Ada Gejala Mantaningitis?

Ada penyakit yang kerap diidap oleh mantan penguasa di negeri kita ini. Penyakit aneh, tapi nyata. Tidak menular, tapi gampang menghinggapi para mantan. Dari tingkatan terendah sampai tingkatan tertinggi, bahkan sampai tingkat presiden. Kalau sudah tidak menjabat lagi alias tidak punya kuasa sebagai bagian dari pemerintahan, para mantan itu punya kelakuan sangat jauh dari sikap kenegarawanan. Bahkan ada kemungkinan juga menghinggapi keluarga terdekatnya. Juga kroni-kroninya yang mungkin dulu sama-sama ikut menikmati gurihnya kekuasaan, dan atau sekarang berharap bisa kembalinya kekuasaan tersebut. Banyak cara dilakukan para mantan ini.
Sebut sajalah mantan presiden yang terkenal dengan tingkat “keprihatinannya” sangat tinggi itu. Hampir semua yang terjadi di negeri ini selalu dikomentari dengan sikap “prihatin”. Tapi hanya hal yang ‘nggak cocok dengan keinginan dan seleranya saja, walau seringkali tanpa sadar apa yang diprihatinkan tersebut malah jadi bumerang baginya.
Hebatnya sang mantan tersebut masih banyak dikerubuti oleh simpatisannya yang siap sedia membela, pasang badan, rame-rame kayak laron mengerumuni cahaya lampu teplok. Sudah mulai redup, namun karena ‘nggak ada cahaya lain, maka apa boleh buat tetap dikerubuti. Seakan menjadi suatu keharusan agar tetap dianggap loyal.

Ada juga mantan menteri, mantan pejabat di kementerian di bawah menteri. Baik yang habis periode menjabatnya, apalagi yang pecatan, ini lebih galak dalam melakukan perlawanan. Merasa kerjanya paling oke saat menjabat, setelah tidak menjabat malah menyinyiri pemerintah yang berkuasa secara sah.
Kebanyakan mereka adalah para mantan pejabat yang miskin prestasi. Atau malah bisa dikategorikan nirprestasi. Saking nihilnya prestasi, kita sampai ‘nggak sadar bahwa dia pernah menjabat suatu jabatan yang sebenarnya mampu memperbaiki negara ini. Yahhh … paling tidak, perubahan yang bisa memperbaiki sebatas ruang lingkup kekuasaannya sajalah.
Jusuf Kalla alias JK punya kecenderungan seperti para mantan pendahulunya itu. Layaknya virus korona yang cepat hinggap dan menginfeksi banyak orang, sikap “ingin berbeda dengan pemerintah” terlihat juga menggoda dirinya. Sebagai mantan wakil presiden (dan lebih satu periode pula!) sudah sewajarnya JK punya jiwa negarawan yang juga jauh di atas rata-rata.
Siapa pun tahu bahwa JKW jauh lebih baik daripada SBY. Dari sudut prestasi ya, bukan dari sudut yang lain, menghasilkan album lagu misalnya. Apalagi kalau dibandingkan dengan lamanya menjabat sebagai Presiden, tentulah bak langit dan bumi. Tapi itu tidak menyurutkan JK untuk menunjukkan ketidakberpihakannya dengan pemerintah JKW sekarang ini. Seringkali terkesan mencari celah untuk menyerang JKW, atau berupaya agar terlihat berbeda.
Di saat pemerintah memulai pendekatan baru terhadap pandemi korona yakni berupaya menjalankan aktivitas sehari-hari dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan, JK muncul dengan pernyataan ketidaksetujuan. Bukan hal substansial, melainkan sebatas istilah. Bisa dipahami bahwa JKW menggunakan kata “berdamai” untuk strategi terkini menghadapi virus tersebut, yakni untuk penyederhanaan agar lebih mudah dipahami dan tidak lagi begitu meneror masyarakat yang tentu sangat takut pada kematian.
 
"Kalau namanya berdamai itu kalau dua-duanya ingin berdamai, kalau kita hanya ingin damai tapi virusnya ndak bagaimana? Jadi istilah damai itu agak kurang pas karena damai itu harus kedua belah pihak. Tidak ada kedamaian bagi mereka. You kena youbisa sakit bisa mati," kata JK dalam Webinar UI seperti dilihat, Selasa (19/5/2020).
Menurut JK, istilah yang lebih pas diungkapkan adalah perubahan pola hidup. JK mengajak masyarakat hidup dengan menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi Corona.
‘Nggak jauh beda dengan penjelasan resmi pemerintah tentang pengertian berdamai dengan korona berikut ini, ‘kan?
Ya artinya jangan kita menyerah, hidup berdamai itu penyesuaian baru dalam kehidupan. Ke sananya yang disebut the new normal, tatanan kehidupan baru,
Yang mau aku garis bawahi adalah penyataan sang mantan yang mengatakan bahwa damai itu harus kedua belah pihak. Siapa bilang? Apakah sang mantan tidak pernah dengar istilah “berdamai dengan diri sendiri?” Termasuk di dalamnya adalah sadar diri pada posisi terkininya yang seharusnya lebih bersikap negarawan daripada oposisi, mengakui nirprestasi di masa lalu para mantan umumnya dan tidak bisa diubah lagi olehnya, usia senja yang harus disepadankan dengan ambisi, dan sebagainya.
Jangan-jangan, “mantaningitis” alias “infeksi” karena sudah mantan yang didasari ketidakmampuan berdamai dengan diri sendiri inilah yang banyak menjangkiti para mantan di negeri ini sehingga berperilaku yang jauh dari harapan rakyat banyak yang masih waras di republik ini.
Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-5021455/jokowi-ajak-hidup-damai-dengan-corona-jk-kalau-virusnya-nggak-mau-gimana?tag_from=news_mostpop
https://news.detik.com/berita/d-5006454/jokowi-ajak-warga-hidup-berdamai-dengan-corona-istana-beri-penjelasan
JK Versus JKW, Ada Gejala Mantaningitis?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/jk-versus-jkw-ada-gejala-mantaningitis-VUjD6uzrLE

Terkuak 3 Siasat Busuk Bahar Smith Memfitnah Pemerintah, Tapi Gagal!

Bahar Smith langsung jadi berita, ketika dia dibebaskan dari tahanan pada hari Sabtu lalu (16/5). Sambutan massa ketika Bahar Smith sampai di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Bogor pun juga jadi berita. Videonya beredar banyak di media sosial. Seakan menjadi penegasan bahwa Bahar Smith ini adalah seorang ulama penting, tanpa cacat , yang baru keluar dari dipenjarakan oleh pemerintah. Kurang lebih sama lah dengan yang mengaku punya visa unlimited di Mekkah sana, tapi kerap teriak minta pulang. Ya, mereka memang sealiran, aliran yang bertentangan dengan pemerintah.
Memang Bahar Smith ini punya modal buat populer. Masih muda, penampilan dengan rambut panjang berwarna pirang dan nampaknya ahli dalam berkelahi. Bagi kita yang waras ini sih, nggak akan masuk itu sebagai kriteria yang menyebabkan seseorang dijadikan panutan, sebagai ustadz. Apalagi kalau mendengar ceramahnya dia. Apalagi kalau melihat kelakuan dia menganiaya secara fisik anak-anak di bawah umur. Ustadz? I don’t think so! Saya males juga membahas asal usul gelar “habib”-nya. Saya punya kenalan bisnis bermarga sama yang kelakuannya jauh sekali dari Bahar ini. Jadi apa yang kita bahas? Tidak lain menguak siasat busuk yang dipakai Bahar Smith buat melontarkan fitnah terhadap pemerintah. Tapi gagal hehe… Apa saja? 

Katanya Menolak Bebas Karena Asimilasi, Nyatanya…
Dilansir tribunnews.com, kuasa hukum Bahar Smith, Aziz Yanuar mengatakan bahwa bebasnya Bahar Smith pada hari Sabtu lalu itu bukan karena asimilasi atau pun remisi. "Memang sudah waktunya bebas”, ujar Aziz. Sementara pada bulan April lalu, dilansir suara.com, pengacaranya yang lain, Ichwan Tuankotta, menyatakan bahwa Bahar menolak tawaran program asimilasi karena tidak mau merasa berutang budi kepada pemerintah Sumber Sumber.
Ngakunya nggak mau dikasih asimilasi. Ngakunya bebas karena sudah waktunya. Ternyata, kebebasan Bahar Smith itu adalah karena program asimilasi. Seperti yang ditegaskan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cibinong Ardian Nova Christiawan. "Iya benar (bebas) karena memang sudah waktunya (asimilasi) sesuai prosedur dan merujuk pada aturan Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 (Program Pembebasan Bersyarat Asimilasi Kementerian Hukum dan HAM terkait Covid-19)," kata Ardian, dilansir tribunnews.com.
Jadi, sebenarnya Bahar Smith ini berutang budi dong ke pemerintah. Yeeeeee, ngeles aja. Seakan dirinya berharga terlalu tinggi, nggak mau mengakui kebaikan pemerintah. Pas dikasih bebas ya diterima juga! Apa ini namanya? Menjilat ludah sendiri? Soal asimilasi ini sudah ditulis di banyak media, semua orang sudah tahu kok.

Katanya Ditangkap/Dipenjara Demi Berjuang Untuk Rakyat, Nyatanya…
Entah apa yang ada di kepala orang-orang yang memuja Bahar Smith. Ngakunya habib tapi kelakuan jauh sekali dari Nabi Muhammad. Jauh sekali dari sosok Nabi Muhammad yang lembut dan baik hati tiada cela.
Kalau dilihat dari ceramah-ceramahnya, isinya sangat keras dan penuh provokasi. Sama saja dengan ceramahnya pasca dibebaskan pada hari Sabtu lalu itu. Bahkan sampai pakai sumpah-sumpah dan tentu saja fitnah. Berikut kutipan ceramahnya seperti dilansir republika.co.id. “…Saudara-saudara, saya baru tadi sore keluar dari penjara… saya telah bersumpah di pengadilan… saya Bahar bin Smith, bersumpah demi Allah, selama kedua mata saya masih terbuka untuk melihat kemungkaran melihat penderitaan rakyat, melihat kesusahan rakyat maka selama itu tidak ada satu pun yang bisa menghentikan membungkam mulut saya... Sore ini saya keluar, besok pagi saya ditangkap lagi, demi berjuang untuk rakyat, berjuang untuk Indonesia, berjuang untuk rakyat susah yang sengsara di-lockdown, dimatikan di rumahnya sendiri… terus berjuang saya tak pernah kapok”. Sumber.
Ehh?? Berjuang untuk rakyat? Apa hubungannya dengan menghajar dan memukul anak-anak di bawah umur? Hehehe… Udah dehh, fitnahnya keterlaluan, seakan rakyat Indonesia ini semuanya buta huruf dan tidak bisa membaca berita tentang vonis pengadilan terhadap Bahar Smith. Ah…sudahlahh…

Modus “Merokok Sebentar”, Nyatanya…
Nah, ini yang baru diungkap oleh pihak kepolisian yang kembali menangkap Bahar Smith tadi malam. Bahar Smith memang kembali dipenjarakan sejak tadi malam, karena melanggar aturan asimilasi dan PSBB. Ceramahnya di atas yang dilansir republika.co.id itu, isinya provokatif dan menyebarkan rasa permusuhan dan kebencian terhadap pemerintah. Video ceramahnya yang viral akhirnya meresahkan masyarakat. Ini tentu saja melanggar syarat khusus asimilasi, sehingga asimilasinya dicabut. Sementara soal PSBB, karena Bahar mengumpulkan massa dalam kegiatan ceramahnya Sumber. Jelas ya kesalahannya apa.
Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Benny Cahyadi turun langsung dalam proses penangkapan Bahar tadi malam. Menurut AKP Benny, saat hendak dibawa, Bahar meminta waktu untuk merokok. Ternyata itu hanya akal-akalan Bahar saja. "Terkait kejadian dia mau ngerokok dulu, mau ketemu istri, mau ambil pakaian, itu modus mengulur waktu untuk mengumpulkan massa," kata Benny. "Prinsipnya ajak ngerokok itu, itu modus dia. Kan dia sengaja memancing polisi untuk masuk ke dalam, tempat ibadah, gitu. Jadi dijebak lah. Kita kan berseragam semua, kita nggak mau masuk ke tempat ibadah karena kita menghargai kan," tutur Benny kepada para wartawan Sumber.
Owwww… Jadi rencananya Bahar ini ngakalin para polisi. Dia mau kumpulin massa dan memancing para polisi masuk ke dalam masjid. Nanti, ketika massa sudah terkumpul, dan polisi memaksa untuk membawanya, sementara kejadiannya di dalam masjid, maka dengan gampang Bahar melempar fitnah lagi soal kriminalisasi dan penindasan ulama oleh pemerintah. Gitu tho modusnya? Tapi gagal lagi, karena sudah tercium oleh pihak kepolisian.
Ada orang mengaku ulama, berencana mau memfitnah pihak yang benar, di bulan puasa? Sungguh kelakuan yang sangat tercela. Bahkan sebelumnya di dalam ceramahnya itu, jelas sekali fitnah yang dilancarkan oleh Bahar soal alasan dia dipenjarakan. Masih di bulan Puasa juga. Segitunya ya. Tapi ya, gagal semua. Mungkin ini sebuah teguran dari Allah di bulan yang suci ini. Terserah Bahar Smith saja. Kalau masih mengaku sebagai cucu Nabi, harusnya dia peka terhadap teguran-teguran dari Allah. Kalaupun enggak merasa, ya sudah lah. Toh publik sudah tahu kok fitnah-fitnahnya.
Terkuak 3 Siasat Busuk Bahar Smith Memfitnah Pemerintah, Tapi Gagal!
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
:)
:(
=(
^_^
:D
=D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p