» » » » » » » Ada apa dibalik Bulan Muharram, mengapa Syi'ah & Sebagian Sunni Berduka ?

Ada apa dibalik Bulan Muharram, mengapa Syi'ah & Sebagian Sunni Berduka ?

Penulis By on Rabu, 19 Agustus 2020 | No comments

 

Migo Berita - Banjarmasin - Ada apa dibalik Bulan Muharram, mengapa Syi'ah & Sebagian Sunni Berduka ? Bagi yang percaya tanggal 1 Muharram adalah Tahun Baru Islam, maka kami Ucapkan Selamat Tahun Baru Islam, akan tetapi bagi yang menganggap bulan Muharram adalah Bulan Duka Cita Keluarga Nabi dan Dunia islam, maka Kamipun mengucapkan Takziah dan Bela Sungkawa atas Tragedi Kemanusiaan tersebut. Agar tidak berpikir kesana kemari, maka kami ingatkan lagi bahwa Islam itu ternyata mempunya pemikir dan aliran yang sangat banyak, namun :  

Republik Indonesia, yang memang terbiasa berbeda, baik aliran atau mazhab didalam islam hingga berbeda agama, suku dan ras. Dan Ciri Khas masyarakat Indonesia yang berbudaya, mereka menerima dengan lapang dada, yang terpenting tidak melanggar peraturan dan taat kepada UUD 45, PANCASILA dan NKRI Harga Mati.

Semoga perbedaan tidak menjadikan kita berpecah-belah, karena didunia Islam kita tahu bersama, Islam itu sekarang terbagi dalam 3 (Tiga) pemikiran besar, yaitu : 

1. Islam Wahabi Salafi yang dianut mayoritas pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

2. Islam Syi'ah Istna As ariyah / 12 Imam yang dianut mayoritas pemerintah dan penduduk Republik Islam Iran, serta

3. Islam Sunni Syafe'i ala Indonesia yang dianut mayoritas pemerintah dan penduduk Republik Indonesia.

Mereka menjalankan aliran atau mazhabnya sesuai dengan kultur / budaya bangsa mereka sendiri, sesauai dengan Tafsir mereka sendiri masing-masing, ketika aliran mereka selalu menebarkan Cinta Kasih dan Sayang kepada sesama ummat manusia dan ummat Islam, maka mereka layak dikatakan Islam yang Kaffah atau menyeluruh, akan tetapi apabila mereka atau golongannya atau mazhabnya yang jadi rujukan mereka terus menerus menebarkan Kebencian sesama ummat manusia dan ummat Islam, maka sudah selayaknya kita tidak mengikutinya.

Kebenaran Hanya Milik ALLAH SWT, dan dengan Fasilitas berupa Akal untuk membedakan mana yang baik dan benar, serta Fasilitas berupa Kenabian, maka diharapkan kita tidak tersesat didunia yang hanya sementara ini.

Tebarkanlah Kasih Sayang sesama ummat manusia dan ummat Islam , InsyaAllah kita akan selalu berdampingan dengan DAMAI didunia hingga akherat..InsyaAllah. 


Damainya Dunia, khususnya Indonesia tanpa TAKFIRI. Karena makna Takfiri adalah sekelompok atau orang dan golongannya yang selalu menganggap orang lain KAFIR atau SALAH dan hanya dia dan golongannya saja yang paling BENAR. Dimanapun itu didunia ini kita harus memahami, bahwa terlepas dari berbagai aliran didalam Islam, maka sebenarnya ketika mereka beralirkan TAKFIRI atau bahasa rincinya Merasa Paling Benar sendiri dan orang lain PASTI SALAH sudah dapat dipastikan untuk kita segera menjauhinya atau Tidak mengikutinya, walau kita tahu bersama Islam saat ini mempunyai 3 Pemikiran Besar dan bisa saja masing-masing disusupi TAKFIRI, yaitu 1. Islam Wahabi Salafi yang mayoritas dianut oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, 2. Islam Sunni Syafe'i ala Indonesia yang dianut mayoritas penduduk dan pemerintah Republik Indonesia serta 3.Islam Syi'ah Istna Asy ariyah (12 Imam) yang dianut oleh mayoritas penduduk dan Pemerintah Republik Islam Iran.

Jadi, teruslah waspada untuk Agenda Pemecah-belah Persatuan Ummat Islam dan Ummat Manusia, STOP TAKFIRI.. !!!!!

Tokoh Muda NU Apresiasi Buku Syiah Menurut Syiah yang Ditulis Tim Penulis Ormas ABI

Semarang – Zuhairi Misrawi, tokoh muda NU yang juga seorang pengamat Timur Tengah baru-baru ini menulis dalam akun Instagramnya (@zuhairimisrawi) tentang apresiasinya atas diterbitkannya buku Syiah Menurut Syiah yang ditulis oleh Tim Penulis Ahlulbait Indonesia sebagai bantahan atas buku yang mengatasnamakan MUI dengan judul Mengenal dan Mewaspadai Kesesatan Syiah.

Buku Syiah Menurut Syiah sebenarnya sudah lama diluncurkan oleh ABI pada tahun 2014 silam, banyak kalangan mengapresiasi kehadiran buku ini, di antaranya oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin. Bahkan, Lukman Hakim bersedia menyempatkan diri untuk memberikan pandangannya mengenai buku ini, yang kemudian tertuang menjadi sambutan atau pengantar dalam buku tersebut. Menag menilai, perbedaan pandangan di kalangan umat Islam adalah suatu hal yang wajar dan harus disikapi secara adil, bukan saling menyalahkan namun justru saling melengkapi khazanah pengetahuan tentang Islam dan keindonesiaan yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika, sekaligus menguatkan tali persatuan dan persaudaraan melalui perbedaan-perbedaan itu.

Zuhairi menulis, “Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih kepada Tim Ahlulbait Indonesia yang telah menulis dan menerbitkan buku yang sangat baik ini. Buku ini sebagai jawaban atas buku MENGENAL DAN MEWASPADAI KESESATAN SYIAH DI INDONESIA, yang diterbitkan oleh Tim MUI, karena ada logo MUI, yang konon dibedah di berbagai daerah, bahkan di berbagai instansi pemerintah daerah. Saya secara pribadi sudah tidak simpati pada buku yang ditulis oleh Tim MUI tersebut karena isinya lebih pada narasi politik daripada narasi akademis, karena di dalamnya tidak menggunakan perspektif akademis yang komparatif dengan argumen yang kokoh.”

Baca Zuhairi Misrawi: Kesamaan Tradisi Satukan NU dan Syiah

Buku SYIAH MENURUT SYIAH ini menjawab berbagai tuduhan sesat terhadap Syiah dengan argumen yang kuat. Secara garis besar, Syiah selalu berpegang pada Alquran sebagai sumber primer dalam menentukan kebenaran dan  kebajikan. Jika terdapat pertentangan antara riwayat hadis dengan Alquran, maka Syiah merujuk pada Alquran sebagai sumber utama, tambahnya.

Syiah, menurut alumni al-Azhar Kairo, adalah salah satu golongan atau mazhab yang dalam sejarah Islam yang paling mendapatkan fltnah dan hoaks. Contoh hoaks yang paling tragis dalam sejarah dan khazanah Islam adalah hoaks tentang Syiah. Karenanya, Tim Ahlulbait Indonesia menulis jawaban dalam bentuk buku. Seluruh tuduhan, fitnah dan hoaks yang ditujukan kepada Syiah dijawab dengan tuntas dan mendalam. Saya belajar pada kesabaran dan kearifan teman-teman Syiah yang kerap disesatkan dan dikafirkan, tapi mereka masih menggunakan akal sehat dan hati nurani untuk memberikan penjelasan yang mendalam.

Baca Resensi Buku: Syiah Menurut Syiah

Penulis geopolitik Timur Tengah mingguan di detik.com ini mengakhiri tulisannya dengan harapan terjadinya dialog antara MUI dan komunitas Muslim Syiah untuk menemukan  titik temu denga dialog yang sifatnya akademis. “Setahu saya, hingga saat ini belum ada respons dan jawaban dari Tim MUI terhadap buku SYIAH MENURUT SYIAH ini. Saya menunggu-nunggu respons mereka. Jika tidak ada jawaban, maka sebaiknya Tim MUI harus memulai dialog akademis yang terbuka sebagai jalan mencari titik-temu antar mazhab. Negeri ini mempunyai kesempatan sebagai teladan bagi dunia, bahwa Sunni-Syiah pada hakikatnya bersaudara. Seperti ungkapan Grand Syaikh al-Azhar, Prof. Ahmed Tayyib, bahwa Sunni dan Syiah ibarat dua sayap yang harus beriringan.”

Baca Grand Syekh Al-Azhar Minta Jangan Memperuncing Perbedaan Mazhab

Sumber Utama : https://www.ahlulbaitindonesia.or.id/berita/index.php/s13-berita/tokoh-muda-nu-apresiasi-buku-syiah-menurut-syiah-yang-ditulis-tim-penulis-ormas-abi/

Resensi Buku: Syiah Menurut Syiah

Judul Buku   : Syiah Menurut Syiah
Penulis           : Tim Ahlulbait Indonesia (ABI)
Penerbit         : Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia
Ukuran Buku: 23×15 cm, 411 halaman
Harga       : Rp. 75.000,-
Cetakan   : Cetakan 1, Agustus 2014

Buku Syiah Menurut Syiah (SMS) ini diterbitkan oleh Ahlulbait Indonesia (ABI) sebagai salah satu ormas Islam di Indonesia. Berbeda dengan ormas Islam NU dan Muhammadiyah yang berpaham Islam Ahlusunnah (Sunni), ABI merupakan ormas Islam bermazhab Syiah. Walau hakikatnya, sama-sama lahir dari tubuh utama Islam, perbedaan-perbedaan penafsiran dalam beragama di kalangan Sunni dan Syiah ini kerap dimanfaatkan sebagian orang untuk mengadu-domba keduanya.

Berbagai fitnah pun bermunculan; mulai dari media sosial yang gencar mengkafirkan dan mensesatkan Muslim Syiah, membenturkan keyakinannya dengan Muslim Sunni, bahkan buku-buku tentang kesesatan Syiah banyak beredar, dari yang dijual, hingga disebar gratis. Tak hanya individu, bahkan lembaga sekelas MUI pun dicatut namanya sebagi legitimasi atas usaha menyingkirkan Muslim Syiah dari Nusantara ini. Mulai dari fatwa sesat terhadap Muslim Syiah di Jawa Timur, hingga terbitnya buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” yang diedarkan secara luas oleh beberapa oknum intoleran dengan mengatas namakan MUI.

Di tengah maraknya aksi pengkafiran dan penyesatan yang dialamatkan kepada Muslim Syiah tersebut, ABI merumuskan dan menerbitkan buku ini, sebagai upaya mengenalkan kepada masyarakat bahwa Muslim Syiah yang telah hadir sejak Islam pertama kali masuk ke Indonesia ini, tak seperti apa yang mereka tuduhkan secara sepihak, dengan beragam informasi yang tidak berimbang. Buku ini tidak serta merta ditujukan untuk membantah buku berlogo MUI yang telah disebar ke penjuru Nusantara dengan jumlah yang tidak sedikit tentunya. Sebab, di dalam prolog buku SMS ini disebutkan beberapa hal yang menerangkan bahwa buku berlogo MUI itu terlalu lemah bobotnya untuk ditanggapi.

Upaya ABI menerbitkan buku ini disambut baik oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin. Bahkan, Lukman Hakim bersedia menyempatkan diri untuk memberikan pandangannya mengenai buku ini, yang kemudian tertuang menjadi sambutan atau pengantar dalam buku SMS tersebut. Menag menilai, perbedaan pandangan di kalangan umat Islam adalah suatu hal yang wajar dan harus disikapi secara adil, bukan saling menyalahkan namun justru saling melengkapi khazanah pengetahuan tentang Islam dan keindonesiaan yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika, sekaligus menguatkan tali persatuan dan persaudaraan melalui perbedaan-perbedaan itu.

Buku ini menjelaskan beragam jawaban atas isu-isu yang ditujukan kepada Muslim Syiah secara lengkap, mulai dari yang bersifat pokok, hingga cabang-cabangnya. Selain menampilkan sumber-sumber dalil dari kalangan Syiah, buku ini juga menampilkan berbagai sumber dalil yang ada di kalangan Sunni.

Di bagian tertentu, pada sub judul “Budaya Syiah di Indonesia” (hal: 333), juga dijelaskan beberapa sumber fakta yang menyebutkan Syiah sebagai salah satu mazhab Islam yang pertama kali masuk ke Indonesia. Selain itu, kesamaan tradisi Islam Syiah dan NU seperti tahlilan, peringatan meninggalnya seseorang, haul, serta maulid dan sebagainya, juga dijelaskan di bab ini.

Buku ini ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, dengan berbagai analogi dan contoh, untuk memudahkan pembaca memahaminya. Di Bab Pertama (hal: 7) misalnya, sebelum masuk ke pembahasan inti, buku ini mengajak pembaca untuk menata konsep berfikir secara logis dan rasional sebelum menilai sesuatu.

Buku ini menarik dibaca, tidak hanya bagi kalangan Muslim Syiah saja, melainkan umat Islam seluruhnya. Sebab, penting memahami satu sama lain untuk dapat menemukan kesepahaman demi tercipta perdamaian. Terlebih bagi anda yang getol membenci Syiah hanya karena mendapat informasi sepihak tentang Syiah. Buku ini hadir untuk mengimbangi cara berfikir anda dalam menilai Muslim Syiah di Indonesia bahkan di  dunia. Selain itu, buku ini juga menampilkan sudut pandang lain dalam memahami lebih dalam tentang Islam, yang mungkin dapat memuaskan anda yang haus akan pengetahuan. (Malik/Yudhi)

Sumber Utama : https://www.ahlulbaitindonesia.or.id/berita/index.php/s13-berita/resensi-buku-syiah-menurut-syiah/ 


Benarkah ANNAS, Proyek Kebencian Berbalut Agama Didanai Arab Saudi?

LiputanIslam.com – Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) kian menjamur, bermunculan cabang demi cabang di kota-kota Indonesia. Liputan Islam berkesempatan meliput acara deklarasi ANNAS, misalnya yang diadakan di Masjid Al-Fajr, Bandung. Salah satu pembicara, Abu Jibril, menyatakan bahwa mengkafirkan Syiah adalah wajib. Membunuh Syiah adalah wajib, dan ia mengklaim bahwa perintah itu datangnya dari Nabi Muhammad Saw, rekaman orasinya bisa dilihat di tautan ini.

Di tempat yang sama, beberapa bulan kemudian digelar acara Diklat ANNAS, yang mengajak ummat Islam untuk siap mengorbankan nyawa demi memerangi Syiah. Di akhir acara para peserta yang hadir diajak untuk turut berpartisipasi membendung Syiah yang dimulai dari lingkungan masing-masing, membina kader-kader dan menggelar pengajian anti-Syiah secara berkelanjutan. Para peserta dibekali makalah dan buku merah ‘MUI’.

Tampaknya, pengkaderan tersebut membuahkan hasil. Setelah Bandung, deklarasi demi deklarasi ANNAS digelar di Garut, Subang, Jakarta, Tasikmalaya, dll. Tibalah giliran Bogor.

Rencananya, ANNAS akan menggelar acara Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus ANNAS Bogor, yang menurut selebaran yang beredar, akan dihadiri oleh Walikota Bogor, Bima Arya.

Sayangnya, kali ini ANNAS harus menelan pil pahit lantaran Bima Arya menolak digelarnya acara tersebut yang sedianya akan digelar di KONI Gelanggang Olahraga Bogor pada Minggu, 22 November 2015.

“Tidak benar isi selebaran itu, saya tidak pernah memberikan konfirmasi akan hadir. Surat undangan itu memang dikirimkan oleh pengurus ANNAS beberapa hari yang lalu tetapi tidak saya respon. Saya juga tidak memberikan izin,” jelasnya, seperti dilansir Tempo, 20 November 2015.

Selain itu, Bima juga menyayangkan acara tersebut dan selebaran yang memuat nama dan fotonya. Menurutnya, dalam situasi seperti sekarang ini yang sangat penting adalah emnjaga kebersamaan dan menguatkan silaturahmi demi kesejukan kota Bogor. Apalagi, kota Bogor, oleh Setara Institute telah dinobatkan sebagai kota paling intoleran se-Indonesia.

Sumber foto: Twitter

Sumber foto: Twitter

Tak puas hanya memasang nama Walikota Bogor, ANNAS juga mencatut nama Nahdlatul Ulama (NU). Padahal, Ketua PCNU Bogor Ifan Haryanto mengatakan sangat keberatan dengan aksi pencantuman logo NU itu.

“Jika organisasi tersebut tidak merevisi undangan yang mencatut logo NU itu, PCNU Kota Bogor mempertimbangkan untuk melaporkan organisasi tersebut ke pihak yang berwajib,” katanya kepada NU Online, Kamis, 19 November 2015 malam.

Dalam aksinya di berbagai daerah, dilaporkan ANNAS kerap mencatut NU secara organisasi terlibat dalam sejumlah aksi intoleransi. Dalam aksi deklarasi anti Syiah di Masjid Agung At-Taqwa Balikpapan pada Maret 2015 lalu, organisasi dipimpin oleh KH Athian Ali Da’i ini juga melakukan hal yang sama. PCNU setempat menegaskan menolak kegiatan tersebut.

Sebagai ormas berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah, dalam berbagai forum, NU berulang kali menyatakan tak sepaham dengan Syiah. Hanya saja, menurut NU, perbedaan pendapat tersebut tak mesti diekspresikan dengan jalan memusuhi.

**

Kemarin, ada kicauan menarik dari Akhmad Shahal, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Amerika Serikat.

“Ketua MUI Pusat bilang ke saya, ANNAS adalah proyek Saudi untuk bawa perang konyolnya dengan Iran ke Indonesia,” kicaunya.

“Dulu musuh kebangsaan dan kebhinnekaan RI adalah kaum penjajah. Kini musuhnya adalah kaum intoleran kek ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah),” kicaunya lagi.

Sahal juga me-retweet gambar yang menampilkan tokoh-tokoh seperti Cholil Ridwan, Farid Okbah, Abu Jibril, Athian Ali Dai, yang disebut-sebut sebagai tokoh provokator Wahabi. Masyarakat diminta meneliti apakah ada acara yang bertajuk anti-Syiah, Bumi Syam (peduli Suriah-red) dan sejenisnya di lingkungan masing-masing — karena tidak diragukan lagi, acara-acara tersebut diadakan oleh Wahabi yang memiliki agenda di tengah ummat Islam.

Mengalirnya dana Arab Saudi ke Indonesia, sebelumnya pernah diungkapkan oleh KH. Alawi Nurul Alam Al Bantani. Berikut wawancaranya:

Menyikapi fenomena meningkatnya gerakan takfiri (kelompok pengkafir; gemar mengkafirkan kelompok lain) akhir-akhir ini, ABI Press mewawancarai seorang tokoh NU, KH. Alawi Nurul Alam Al Bantani. Dia adalah salah seorang pengurus Tim Aswaja Center Lembaga Takmir Masjid Pimpinan Besar Nahdlatul Ulama (LTM) PBNU. Dari informasi yang kami dapat, tokoh muda NU yang satu ini memang mendapat mandat khusus dari PBNU untuk mengurusi hal-hal terkait permasalahan aktual Islam di Indonesia. Sebab itu ABI Press merasa tepat meminta pandangannya soal maraknya gerakan radikal dan aksi-aksi intoleransi di negeri kita.

“PBNU merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia, bahkan dunia,” tuturnya mengawali perbincangan dengan kami.

Kami tanyakan, apakah terkait meningkatnya gerakan kelompok radikal ini, memang ada peran dari luar?

“Ya, jelas,” tegas KH. Alawi lalu menambahkan, bahwa ajaran suka memecah-belah ini sebenarnya berasal dari Yahudi. “Karena Islam tidak mengajarkan itu. Ajaran Yahudi itulah yang kemudian diaplikasikan oleh Arab Saudi.”

Apa buktinya kalau Saudi justru lebih mementingkan agenda Yahudi daripada menjalankan apa yang diajarkan Islam?

“Makanya, coba lihat apakah Arab Saudi secara serius terus membantu perjuangan kaum muslimin di Palestina? Ya, nggak pernah! Tapi apakah Saudi memberikan bantuan kepada Yahudi atau Israel? Banyak bener bantuan yang telah diberikan!” tegasnya.

KH. Alawi juga menjelaskan bahwa para alumni dari luar yang pernah kuliah di universitas-universitas yang berada di Mekah dan Madinah juga mendapat banyak sumbangan saat mereka kembali ke negara masing-masing. Hal itu dilakukan demi melancarkan upaya penyebaran paham Wahabi yang dimotori negara minyak itu.

Tak hanya itu, lebih memprihatinkan lagi, menurut KH. Alawi, dana Saudi juga masuk ke Indonesia dalam jumlah besar untuk menghadapi pemilu dan mewahabikan Indonesia.

“Tiga bulan kemarin, saat rapat di PBNU, saya ketahui bahwa jumlah untuk menghadapi pemilu dan mewahabikan Indonesia itu mencapai angka 500 Miliar. Tapi berselang dua minggu kemudian, ternyata sudah berubah menjadi 1,2 atau 1,3 Triliun untuk satu Provinsi,” ungkapnya.

Apakah benar-benar ada data valid tentang itu?

“Semua datanya ada di PBNU dan PWNU, tapi saya nggak bisa kasih. Data penting itu mahal harganya,” seloroh KH. Alawi lalu menjelaskan bahwa dana-dana Saudi yang masuk ke Indonesia itu digunakan untuk membangun masjid-masjid, travel umrah, rumah zakat dan sebagainya.

“Bahkan di PBNU, kita juga punya data tentang salah seorang pejabat di Jawa Barat yang menggunakan 5 Miliar dana Zakat untuk kampanye,” tambahnya.

Terkait data yang disampaikannya, bagaimana seandainya ada pihak yang tidak terima dan ingin menuntut? KH. Alawi menanggapinya dengan enteng.

“Kalau mau jatuh tahun ini ya silakan saja menuntut. Kita tinggal undang wartawan, diumumkan dan baca datanya,” pungkas KH. Alawi mantap.

Sumber gambar: https://pbs.twimg.com/media/CTsGnLhW4AEMB-A.jpg

Sumber gambar: https://pbs.twimg.com/media/CTsGnLhW4AEMB-A.jpg

Masifnya kaum Wahabi menyesatkan menyerukan kebencian dan penyesatan terhadap Syiah, ditenggarai hanyalah kedok belaka. Target Wahabi sesungguhnya adalah NU. Indonesia tanpa NU akan mudah sekali mereka kuasai, maka dari itu warga NU sengaja dibuat agar tidak percaya bahkan memusuhi NU itu sendiri.

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), berkata,”Kunci menghancurkan NKRI adalah dengan menghancurkan NU. Dan cara menghancurkan NU adalah dengan melakukan adu domba Sunni-Syiah.”

Dan bukankah ulama-ulama moderat yang menyerukan toleransi dan perdamaian dituduh Syiah, sesat, liberal dst? Termasuk Gus Dur. Beliau telah lama berpulang tetapi pemikirannya masih hidup dan menginspirasi. Maka, media Wahabi pendukung ISIS, Voa-Islam.com, akhirnya merilis artikel yang menjelek-jelekkan Gus Dur hingga memancing kemarahan warga NU. (Baca: Cemarkan Nama Gus Dur, Situs Voa-Islam.com Dilaporkan ke Bareskrim).

Namun setelah mereka dilaporkan ke pihak berwajib, situs Voa-Islam langsung lenyap tak berbekas. Artinya, mereka hanya besar mulut saja. Ketika benar-benar berhadapan dengan NU, mereka kabur! (ba)

Bonus foto:

Maaruf Amin 1 Maaruf Amin 2

 

Keterangan foto: KH. Ma’ruf Amin bersalaman dan duduk semeja dengan seorang ulama asal Iran di Jakarta.

Ahmad Sahal-oke

Sumber Utama : https://liputanislam.com/tabayun/benarkah-annas-proyek-kebencian-berbalut-agama-didanai-arab-saudi/

Diklat ANNAS: Korbankan Nyawa untuk Perangi Syiah !

Bandung, LiputanIslam.com — Suasana masjid sudah dipenuhi jama’ah, saat Liputan Islam memasuki lokasi acara untuk mengikuti Diklat Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS), yang diselenggarakan di Masjid Al-Fajr Jalan Cigara Bandung, pada 20-21 September 2014. Dari mulut jalan menuju masjid, beberapa pria berjenggot dan bercelana gantung sudah berjaga-jaga.

Diklat hari pertama, berlangsung dari pukul delapan hingga Ashar. Sedangkan diklat di hari kedua, berlangsung dari pukul delapan hingga menjelang Dhuhur.

Atip Latifatul Hayat: Syiah dan Ahmadiyah Seharusnya Buat Agama Sendiri

Dr. Atip Latifatul Hayat, yang saat ini bertindak sebagai Ketua Dewan Pakar ANNAS, dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, mengungkapkan berbagai persoalan bangsa Indonesia seperti kasus korupsi, pernikahan beda agama hingga aliran-aliran sesat di Indonesia.

Ia memaknai kebebasan beragama menjadi dua bagian, yaitu forum internum dan forum eksternum. Forum internum, adalah kebebasan beragama dan berkeyakinan mencakup ranah internal dimana kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama berkuasa secara absolut. Namun tidak demikian halnya dengan forum eksternum.

“Adalah hak Syiah dan Ahmadiyah untuk meyakini apa yang mereka anut. Itu sah-sah saja jika untuk diri mereka sendiri. Namun ketika keyakinan mereka dimanifestasikan dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat, sedangkan keyakinan mereka jauh berbeda  dari Islam, maka mereka telah melakukan penodaan terhadap agama. Dan pemerintah, harus memberikan batasan-batasan,” jelasnya.

Atip juga menegaskan, bahwa jika saja Syiah dan Ahmadiyah bersedia menjadi agama baru, maka persoalan akan selesai.

“Seharusnya Ahmadiyah pakai saja nama Agama Ahmadiyah, begitu juga dengan Syiah, pakai nama Agama Syiah, maka persoalannya beres. Tapi masalahnya mereka kan tetap ngotot mengaku sebagai agama Islam. Sedangkan kita Ahulussunah juga keras menolak penodaan yang mereka lakukan,” ujarnya.

Meski Atip dan kelompok Takfiri menyebut Syiah bukan bagian dari Islam, namun tidak demikian halnya dengan Risalah Amman. Risalah Amman adalah adalah sebuah deklarasi yang diterbitkan pada 9 November 2004 (27 Ramadan 1425 H) oleh Raja Abdullah II bin Al-Hussein dari Yordania yang menyerukan toleransi dan persatuan dalam umat Islam. Risalah ini ditandatangani juga oleh wakil-wakil resmi dari Indonesia, KH. Hasyim Muzadi (PBNU), Prof. Dr. Dien Syamsuddin (Muhammadiyah) dan Maftuh Basyuni (wakil pemerintah). Saat itu, ada sekitar 200 ulama berbagai mazhab dari lebih 50 negara yang tanda tangan dan hingga kini proses penandatanganan masih berlanjut. Saat ini sudah lebih dari 500 ulama dunia yang tanda tangan.

Makalah untuk para peserta diklat, foto: Liputan Islam

Makalah untuk para peserta diklat, foto: Liputan Islam

Dalam Risalah Amman, ada fatwa dengan 3 pasal yang mengangkat masalah: kriteria Muslim; takfir(pengafiran) dalam Islam, dan dasar-dasar yang berkaitan dengan pengeluaran fatwa. Risalah Amman juga berisi pengakuan atas 8 (delapan) mazhab dan ajaran Islam yaitu: Sunni Hanafi, Sunni Hambali, Sunni Maliki, Sunni Syafi’i, Syiah Ja`fari, Syiah Zaydi, Ibadiyah, Zahiri.

Salah seorang peserta bertanya soal ‘apakah benar orang Syiah tidak sholat Jumat’? Atip terlihat menghindar dengan menjawab, “Benar, tapi nanti pembicara yang lain yang akan menjelaskan lebih detil.”

LI mengontak seorang jurnalis Indonesia yang sedang bekerja di Iran, Purkon Hidayat, untuk mengonfirmasi hal ini. Menurutnya, sholat Jumat selalu diadakan di seluruh penjuru Iran. Bahkan sholat Jumat dimanfaatkan oleh pemerintah Iran untuk konsolidasi dan menyampaikan pesan-pesan penting ulama kepada seluruh rakyat Iran.

Herman Ibrahim: Bendung Syiah, Bila Perlu Dengan Operasi Militer

Kolonel Purn TNI Herman Ibrahim, seorang pengamat intelejen yang saat ini menjabat sebagai Ketua II Dewan Pakar ANNAS, memulai pemaparannya dengan menghadirkan sebuah video singkat terkait pertumpahan darah yang terjadi di Irak dan Afghanistan. Dalam video itu, Iran, Israel dan Amerika Serikat dituduh sebagai penyebab.

Peserta tampaknya sangat antusias. Apalagi, Herman langsung mengajak peserta untuk berdiskusi. Beberapa peserta mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

“Langkah apa yang harus dilakukan untuk membendung Syiah, dan konspirasi apa yang hendak dilakukan Syiah?”

Herman menjelaskan, bahwa pemerintah harus melarang ajaran Syiah. Jangan sampai jumlah penganut Syiah sama dengan jumlah penganut Sunni.

“Syiah di Indonesia ini jumlahnya ada lima juta orang. Kita harus membendung agar jangan sampai jumlah mereka bertambah, karena jika sampai jumlah Syiah setara dengan Sunni, maka perang akan terjadi seperti di Irak, Suriah dan Afghanistan. Dan jika terjadi perang, maka Yahudi pasti akan dukung Syiah, karena Syiah buatan orang Yahudi, Abdullah bin Saba,” jawab Herman.

Herman agaknya lupa bahwa perang di Irak, Suriah, dan Afghanistan justru dipicu oleh teroris Al Qaida dan variannya, kelompok Wahabi yang mengaku Sunni.

Para peserta diklat, foto: Liputan Islam

Para peserta diklat, foto: Liputan Islam

“Lalu mengapa MUI tidak mengeluarkan fatwa sesat pada Syiah, Pak?” tanya peserta.

“Kami pernah mendatangi MUI dengan membawa rombongan sebanyak satu bus untuk mendesak MUI mengeluarkan fatwa sesat pada Syiah, tapi tetap saja sulit karena di MUI Pusat sendiri ada orang Syiah. Salah satu Ketua MUI, Umar Shihab adalah Syiah. Saudaranya, Quraish Shihab juga Syiah. Namun diam-diam MUI telah menyusun sebuah buku yang memaparkan kesesatan Syiah untuk membentengi masyarakat,” jelasnya.

Buku yang dimaksud Herman adalah  buku yang mengatasnamakan MUI, namun ternyata ditolak oleh sebagian tokoh MUI. (Baca: Tokoh MUI Sulsel HM Natsir Siok: Persatuan Lebih Penting)

Belakangan ini muncul trend di kalangan Takfiri yaitu menuding Syiah kepada kelompok lain yang memiliki pemahaman berbeda. Banyak ulama dan tokoh yang menyuarakan persatuan,  atau mengkritik perilaku kaum takfiri, di antaranya Prof Umar Shihab dan Prof Quraish Shihab, segera diberi predikat Syiah. Semakin maraknya upaya menuduh pihak lain yang berseberangan sebagai pihak sesat, terjadi seiring dengan konflik Suriah dan munculnya organisasi-organisasi teror, antara lain ISIS. Dalam upaya merekrut dana dan pasukan, mereka menggunakan isu-isu kebencian terhadap Syiah. Tapi di medan perang, yang menjadi korban kelompok takfiri ini tidak hanya Syiah, melainkan juga warga Sunni, Kristen, Yazidi, dll. (Baca: MER-C Dalam Tikaman Abdillah Onim)

Herman mengklaim bahwa Syiah sudah masuk dalam jajaran TNI dan karenanya mengusulkan aksi makar terhadap NKRI dengan mengobarkan perang saudara, yaitu dengan memerangi umat Syiah dilawan dengan militer.

“Saya sendiri punya mantan anak buah, yang ternyata dia penganut Syiah. Artinya Syiah sudah menyusup ke jajaran militer tanah air. Namun kita tidak boleh berkecil hati. Mereka akan kita lawan dan kita bendung, kita harus memprovokasi masyarakat, bila perlu, dengan kekuatan militer,” tegas Herman berapi-api.

para peserta Risalah Amman

para peserta Risalah Amman

KH Athian Ali: Syiah Adalah Musuh Allah, Harus Dilawan Walau Dengan Nyawa

Sesekali, teriakan takbir bergema di seluruh area masjid. Para peserta begitu bersemangat, siap ‘tempur’ untuk memerangi Syiah, walau harus dengan mengorbankan nyawa.

“Allahu Akbar,” teriak Athian Ali, yang disambut peserta dengan mengepalkan tangan ke atas.

“Siapkah Anda semua, para pemuda untuk menjaga aqidah kita, meski harus mengorbankan nyawa? Allahu Akbar” seru Athian, yang kembali disambut dengan teriakan takbir peserta diklat berkali-kali.

“Syiah adalah paham sesat diluar Islam, yang keberadaannya mengancam kaum Muslimin. Syiah sangat kuat. Mereka melakukan makar dengan terstruktur dan terorganisir, serta memiliki dana yang tak terbatas. Bahkan untuk memuluskan rencananya, Menteri Pertahanan Iran pernah secara khusus datang ke Bandung,” terang Athian.

LI berusaha menghubungi beberapa pihak yang diduga mengetahui informasi apakah benar ada Menhan Iran datang ke Bandung, semuanya menyatakan tidak pernah.

“Sudah 28 tahun Syiah ada di Indonesia, dan kita harus membentuk halaqoh untuk membendung Syiah. ANNAS terbentuk semata-mata untuk memerangi musuh Allah, untuk menggapai ridho Allah,” jelas Athian.

ANNAS membentuk 30 kelompok halaqoh yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Cirebon, DKI Jakarta, Bekasi, Bogor dll, yang secara konsisten akan melakukan sosialisasi guna ‘memerangi’ Syiah. Di penghujung acara, panitia membagikan sertifikat dan buku merah MUI.

Aparat Memfasilitasi Kelompok Intoleran?

Penyebaran kebencian kepada kelompok minoritas, juga dibahas dalam dialog yang diselenggarakan oleh Kementrian Agama di Jakarta. Diduga, ada aparatur pemeritah yang ikut menfasilitasi penyebaran kebencian kelompok intoleran terhadap Syiah dan Ahmadiyah. Hingga saat ini tidak ada keseragaman sikap aparat dalam penggunaan wewenang dan fungsi mereka terhadap konflik keagamaan.

Persepsi tentang gangguan dan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan dianggap masih mendominasi berbagai kebijakan atas persoalan yang dialami oleh penganut Syiah dan Ahmadiyah. Sejauh ini, pemerintah dianggap tidak memberikan sanksi tegas yang memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan terhadap Syiah dan Ahmadiyah serta kelompok minoritas keagamaan lainnya. (Rizky A/LiputanIslam.com)

Spanduk Diklat ANNAS di Jalan Cigara, foto: Liputan Islam

Spanduk Diklat ANNAS di Jalan Cigara, foto: Liputan Islam

Sumber Utama : https://liputanislam.com/liputan/diklat-annas-korbankan-nyawa-untuk-perangi-syiah/

Isu Bakal Dibubarkan, Annas: Itu Bukan dari Pemerintah

Jumat 21 Jul 2017 12:59 WIB


REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Aliansi Nasional Anti Syiah Indonesia (Annas) menemukan sejumlah pemberitaan yang mengisukan beberapa ormas Islam termasuk Annas akan dibubarkan pemerintah setelah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Annas menduga, pemberitaan tersebut dibuat oleh kelompok-kelompok yang berusaha memanfaatkan keadaan tersebut untuk memecah belah persatuan.

“Kami ormas yang diisukan, tidak resah. Karena itu berasal bukan dari pemerintah, tapi berasal dari pihak-pihak yang berusaha memecah belah,” tutur Ketua Annas Solo Raya, Tengku Azhar kepada Republika.co.id, Jumat (21/7) pagi.

Annas menduga pemberitaan tersebut dimunculkan oleh Syiah yang mengisukan Annas menjadi ormas yang akan dibubarkan pasca HTI. Terlebih selama ini, Annas menjadi ormas paling getol menyebarkan pemahaman anti-syiah yang telah ditolak keberadaannya di Indonesia.

“Beritanya berasal dari link yang tidak jelas asal usulnya. Setelah dicek, bisa dimungkinkan itu dari Syiah dan sekarang link-nya sudah dihapus. Selama kami benar dan berjalan sesuai koridornya kami tidak pernah takut,” kata Azhar.

Dilain hal, Tengku mengatakan, Annas menolak Perppu no 22 tahun 2017 tentang ormas. Menurutnya Perppu tersebut terkesan ditujukan pada ormas-ormas Islam yang dianggap kritis terhadap jalannya pemerintahan. Padahal, menurutnya, kegiatan-kegiatan ormas Islam bertujuan untuk menjaga Pancasila, Undang-Undang Dasar dan Bhineka Tunggal Ika. 

Massa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) membentangkan spanduk saat aksi menolak keberadaan paham Syiah (Ilustrasi)

Massa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) membentangkan spanduk saat aksi menolak keberadaan paham Syiah (Ilustrasi)

Sumber Utama : https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/07/21/otfbn1-isu-bakal-dibubarkan-annas-itu-bukan-dari-pemerintah

Jihad Islam Palestina: Persatuan Sunni dan Syiah, Garis Sejati Islam

Gerakan Jihad Islam Palestina menilai persatuan antara Sunni dan Syiah sebagai garis sejati Islam.

Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Jihad Islam Palestina di Iran, Naser Abu Sharif dalam seminar "Rasul Rahmat" yang digelar di Khorasan Selatan hari Kamis (12/4).

"Garis pijakan Muslim adalah persatuan Sunni dan Syiah dalam menghadapi musuh, terutama AS dan Israel. Inilah garis sejati Islam," ujar Abu Sharif.

Di bagian lain pernyatannya, wakil Jihad Islam Palestina di Iran ini menyebut Israel sebagai musuh utama umat Islam.

"Rezim Zionis simbol imperialisme dan kerusakan di muka bumi," tegasnya.

Seminar Rasul Rahmat berlangsung hari Kamis (12/4) di Birjan, ibu kota provinsi Khorasan Selatan dengan dihadiri 450 ulama Sunni dan Syiah.

Persatuan Sunni dan Syiah

Seminar mengusung persatuan Islam ini digelar untuk memperingati hari Bi'tsah atau hari pengangkatan Muhammad bin Abdullah sebagai Nabi dan Rasul Allah swt yang jatuh pada tanggal 27 Rajab atau bertepatan dengan 14 April 2018.

Di negara lain seperti Indonesia, peringatan hari Bi'tsah juga dirayakan oleh umat Islam negara ini dengan nama lain, Isra Mikraj, yang masuk hari libur nasional.(PH) 

  • Jihad Islam Palestina
    Jihad Islam Palestina

Sumber Utama : https://parstoday.com/id/news/middle_east-i54942-jihad_islam_palestina_persatuan_sunni_dan_syiah_garis_sejati_islam

Bedah Buku Mengkritisi MUI, Narasumber MUI dan DEPAG Enggan Hadir

Bertempat di Husainiyah Yayasan Kharisma Usada Mustika (KUM), Jakarta Barat Jum’at, 21 Maret 2014, buku karya  Emilia Renita Az tersebut dibedah dan didiskusikan. Hadir sekitar empat ratus peserta dalam acara yang dimulai pukul 20.00 WIB tersebut.

 

Hadir dalam acara bedah buku yang bertajuk “Inilah Jalanku yang Lurus” tersebut, Zuhairi Misrawi dan Kiai Alawi al-Bantani dari Nahdhlatul Ulama (NU), Dr. Zuhdi dari Muhammadiyah, dan Dr. Jalaluddin Rahmat dari Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI). Dua narasumber kunci dari Depag, Dr. Muhammad Zain dan Dr. Amirsyah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga diundang oleh panitia sampai acara berakhir tidak menghadirkan diri.

 

Acara bedah buku dimulai dengan pembacaan ayat suci al-Qur’an yang dilanjutkan dengan pembacaan Press Release Tanggapan penulis buku, Emilia Renita Az dalam kritiknya, “Apakah MUI Sesat Berdasarkan 10 Kriteria Aliran Sesat yang ditetapkan MUI sendiri?”

 

Ketika diwawancarai oleh kru Berita Protes, Emilia Renita Az, yang lebih dikenal dengan panggilan Bu Nike tersebut, menyebutkan bahwa buku yang ditulisnya diterbitkan atas nama pribadinya sebagai seorang penganut Syiah yang merasa terusik dengan banyaknya fitnah dan tekanan yang diterima penganut Ahlulbait Indonesia karena fatwa MUI. Dr. Jalaludin Rakhmat, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Kang Jalal sendiri, selaku Ketua Dewan Syura IJABI mengiyakan hal tersebut. Buku karya istrinya itu adalah buku pribadi, bukan atas nama IJABI. Meski demikian, Kang Jalal mengaku ia sedikit banyak bersumbangsih menulis di beberapa bagian, juga menghilangkan beberapa tulisan yang dianggapnya terlalu keras di buku ini.

 

Bu Nike dalam lanjutan wawancaranya mengatakan, memang Kang Jalal sangat besar andilnya dalam melembutkan, dan bahkan meniadakan banyak tulisannya yang bernada keras dan emosional. Dan menggantinya dengan tulisan yang lebih kalem. “Iya. Memang banyak yang diubah sama kang Jalal,” akunya.

 

Zuhairi Misrawi, cendikiawan muda dari NU memberikan apresiasi positif atas terselenggaranya acara bedah buku tersebut. Menurutnya perbedaan pendapat dan perdebatan akademis itu adalah sesuatu yang niscaya. “Terbitnya buku sanggahan terhadap buku MUI itu menurut saya adalah tradisi yang sehat dalam perkembangan Islam”, ujar Zuhairi. “Munculnya dialog akademis buku dijawab buku ini menurut saya akan mencari titik temu. Memang ada perbedaan dalam doktrin keagamaan, tetapi persamaan jauh lebih besar, kan?”

 

Dr. Zuhdi, salah seorang pembicara dari Muhammadiyah dalam kesempatan tersebut juga menyebutkan bahwa buku kritik terhadap buku yang mengatasnamakan MUI ini jangan dianggap sebagai sikap memusuhi MUI. Karena pada dasarnya, yang dikritik bukanlah MUI sebagai lembaga, tetapi keburukan dan fitnah yang diatasnamakan MUI. “Buku ini hakikatnya tidak mengkritik MUI sebagai lembaga, tapi mengkritik kesalahan yang memang harus dikoreksi,” ujarnya.

 

Kang Jalal, selaku pihak yang juga ikut andil dalam pembuatan buku tersebut juga mengiyakan pernyataan Dr. Zuhdi. Dr. Zuhdi dalam kesempatan itu sekaligus menyampaikan sikap resmi DPP Muhammadiyah yang tidak mensesatkan Syiah. Bahwa Dewan Tabligh Muhammadiyah tak pernah menyesatkan Syiah dan bahwa Syiah adalah bagian tak terpisahkan dari Islam. “Saya tegaskan, bahwa secara resmi DPP Muhammadiyah tak pernah menyesatkan Syiah,” terang Dr. Zuhdi.

 

Meski beredar buku panduan MUI yang menuduh Syiah sesat, Ketua Umum DPP Muhammadiyah, Din Syamsudin yang sekaligus mejabat sebagai Ketua Umum MUI yang baru dalam sebuah wawancara di JakTV menyebutkan bahwa tuduhan Syiah sesat dengan mengatasnamakan buku panduan MUI merupakan fitnah besar. Saat dikonfirmasi, inilah jawaban Dr. Zuhdi, “Begini, Pak Din kan baru jadi Ketua. Kedua, saya melihat, itu bukan hasil kesepakatan (resmi) MUI. Tapi segelintir orang menulis buku lalu mengatsnamakan MUI menyesatkan Syiah. MUI secara kelembagaan tidak pernah menyesatkan Syiah. Dia (Syiah) bagian umat Islam.”

 

Dr. Zuhdi juga menyayangkan kenapa perwakilan Depag dan MUI yang semestinya bertanggungjawab menjelaskan hal ini tidak datang di acara ini meski sudah diundang. “Mestinya pihak MUI datang. Kan bisa diwakilkan kalau mereka bertanggungjawab,” ujar Dr. Zuhdi. Dari Departemen Agama, yang diundang adalah Dr. Muhammad Zain. Sedang dari pihak MUI adalah Dr. Amirsyah. Tetapi sampai acara berakhir keduanya tak menunjukkan batang hidungnya. Para pengunjung sendiri merasa sangat kecewa dengan ketidakhadiran mereka.

 

Menurut Zuhairi Misrawi, MUI mestinya juga bertanggungjawab. Karena jika mereka lepas tangan, fitnah ini akan menjadi bola liar yang menyebar di masyarakat. “Masyarakat awam hanya tahu ini MUI sebagai lembaga yang punya otoritas. Lalu pandangan (yang mengatasnamakan) MUI dipandang sebagai pandangan absolut. Ini sangat disayangkan,” keluh Zuhairi. “Kalau kita tahu sejarah, kita tak bisa mengabaikan sumbangsih besar Syiah dalam peradaban Islam. Terutama Syiah Itsna Atsariyah. Yang jadi masalah adalah orang tidak membaca khazanah Syiah. Yang mereka baca hanya literatur yang berpandangan negatif kepada Syiah. Jadi akhirnya kesimpulan yang diambil sangat subjektif. Dengan adanya kritik balik ini akan memberi pendewasaan pada masyarakat, aparat dan akademisi bahwa apa yang disampaikan MUI ini berkaitan tentang Syiah tidak sepenuhnya benar.”

 

Diluncurkannya buku Inilah Jalanku Yang Lurus, Menanggapi Buku Panduan Majelis Ulama Indonesia “Apakah MUI Sesat? Berdasarkan 10 Kriteria Aliran Sesat?” ini menurut Zuhairi Misrawi merupakan hal yang positif. Karena akan membangun dialog dan tradisi debat akademis yang pada gilirannya akan mencerdaskan dan memajukan umat Islam.

 

Tentu, dialog akademis ini akan lebih bernas dan bermanfaat bagi umat Islam jika pihak (yang mengklaim dari) MUI berani hadir mempertanggunjawabkan tulisannya.

Menurut Kantor Berita ABNA, buku "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia" (MMPSI), yang sejak November 2013 tahun lalu disebarkan dengan gencar secara gratis di berbagai masjid diseluruh Indonesia seraya ditopang publikasi lewat jejaring sosial adalah buku kontroversial yang diklaim diterbitkan oleh MUI Pusat. Sebagian dari tokoh MUI Pusat sendiri mengaku tidak tahu menahu mengenai proses penerbitan buku tersebut dan menyebut MUI tidak punya dana untuk mendanai buku dalam jumlah yang besar dan dibagian secara gratis. Buku tersebut menimbulkan polemik dan melahirkan tanggapan khususnya dari komunitas Syiah Indonesia yang dimaksud dalam buku panduan tersebut. Diantaranya, Emilia Renita Az, aktivis IJABI yang menulis buku, “Apakah MUI Sesat? Berdasarkan 10 Kriteria Aliran Sesat (yang dibuat MUI sendiri)?” yang disebutnya sebagai tanggapan dari buku yang diklaim diterbitkan oleh MUI Pusat.
Bedah Buku Mengkritisi MUI, Narasumber MUI dan DEPAG Enggan Hadir

“Buku ini hakikatnya tidak mengkritik MUI sebagai lembaga, tapi mengkritik kesalahan yang memang harus dikoreksi,”

Sumber Utama : https://id.abna24.com/service/important/archive/2014/03/23/514579/story.html

Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (1)

Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah bertebaran, mengancam ukhuwah dan persatuan NKRI. Bahkan secara sistematis, sekelompok pihak merilis buku Buku Panduan MUI: Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia (MMPSI), membagi-bagikannya secara gratis di berbagai kota se-Indonesia. Padahal, secara informal, beberapa tokoh MUI menyatakan bahwa buku ini bukan terbitan resmi MUI. Ada baiknya, dalam rangka ukhuwah, kita mencoba mengkritisi apa saja kesalahan yang dimuat di buku MMPSI ini. Berikut ini kami sajikan artikel yang mengkritisi buku MMPSI, ditulis oleh cendekiawan muslim dari Sumatera Utara, Candiki Repantu.Tulisan akan dimuat dalam beberapa bagian.

—————–

MUI

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad

PEMBUKA

Tulisan ini dibuat untuk menanggapi “Buku Panduan MUI” yang berjudul Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” (selanjutnya disebut MMPSI) yang diterbitkan oleh penerbit Alqalam yang dieditori oleh Prof. Dr. Hasan Baharun. Tanggapan ini sebagai niat baik untuk konfirmasi dan informasi karena terdapat penyimpangan-penyimpangan yang fatal dalam buku tersebut. Perlu diketahui, syiah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah syiah imamiyah itsna asyariyah, yaitu syiah yang meyakini ada 12 imam setelah Rasul saaw yakni Imam Ali as hingga Imam Mahdi afs. Terkadang disebut juga Mazhab Ja’fari atau Mazhab Ahlul Bait. Saya tidak mengulas syiah lainnya, karena pada dasarnya “Buku Panduan MUI”—meskipun masih diragukan benarkah diterbitkan oleh MUI secara resmi—mengarahkan tulisannya kepada syiah imamiyah ini, hal ini dibuktikan dengan membawa-bawa negara Iran sebagai “pengekspor” syiah tersebut, dan semua orang tahu Iran adalah satu-satunya negara yang menjadikan syiah imamiyah itsna asyariyah sebagai landasan negaranya. Selain itu, di Indonesia juga yang umumnya berkembang adalah syiah imamiyah ini.

Sekitar sepuluh tahunan yang lalu, juga pernah terbit sebuah buku karya seseorang yang mengaku bernama Husain al-Musawi dengan judul “Mengapa Aku Keluar dari Syiah”. Saat itu saya juga diminta dalam suatu diskusi untuk membedah buku yang menghujat syiah terebut. Saya menyebut beberapa hal penting kehadiran buku tersebut, dan tampaknya, poin-poin itu masih relevan dengan terbitnya buku MMPSI saat ini. Saya menyebutkan Kehadiran buku seperti ini memberikan beberapa hal penting.

Pertama, Pada tahap tertentu buku ini menjelaskan pemikiran-pemikiran mazhab syiah, bahkan iklan gratis bagi mazhab syiah. Hanya saja —daripada membahas secara ilmiah—, buku ini secara sengaja mengumpulkan sisi-sisi negatif mazhab syiah yang belum tentu benar. Hal ini sudah terlihat sejak dari judulnya “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Mazhab Syiah”. Tapi, secara positif, kita bisa berbaik sangka, bahwa buku ini ingin menjelaskan adanya mazhab syiah yang menyimpang dan ada yang tidak menyimpang, dan kita mewaspadai yang menyimpang tersebut. (Tapi nanti kita akan melihat ternyata buku ini juga berisi penyimpangan-peyimpangan).

Kedua, Buku ini pada tahap tertentu telah menciptakan sentimen kemazhaban dari kedua belah pihak (sunni dan syiah) yang dapat merusak persatuan kaum muslimin dalam bingkai berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Semoga tidak terjadi konflik sektarian yang meluas di Indonesia. Karena itu, buku ini mengingatkan orang syiah –dan pada tahap tertentu juga orang-orang sunni— untuk lebih waspada karena bisa saja buku ini digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menghalangi bagi terjadinya pendekatan antar mazhab dan persatuan kekuatan kaum muslimin.

Ketiga, buku ini meningkatkan ketegangan hubungan antar umat seagama yang seharusnya dipupuk terlebih disaat Islam dipojokkan dengan beragam isu konflik yang berdampak internasional seperti perang Suriah dan isu terorisme.

Keempat, buku ini dalam tataran tertentu semakin memperkuat “perjuangan” kelompok takfirisme transnasional (kelompok yang suka mengkafirkan dan menyesatkan kelompok lain) yang mulai banyak merebak di Indonesia, bahkan tidak jarang disertai dengan kekerasan dan anarkisme. Kelompok inilah yang sebenarnya harus diwaspadai.

Kelima, buku ini hadir mendekati pesta politik Indonesia yakni pemilu, yang tentu saja umat Islam akan turut andil besar dalam mensukseskannya. Tak pelak isu sentimen keagamaan, juga merebak di tengah-tengah komoditas politik, karena boleh saja banyak juga para penganut mazhab yg berbeda maju menjadi calon-calon politikus papan atas. Dan biasanya konflik muncul lebih cenderung karena politisasi ini. Saya yakin MUI tidak berniat untuk  memecah belah umat, tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa karya ini tidak digunakan oleh sekelompok orang untuk kepentingan golongannya, partainya, atau kelompoknya.

Dengan memperhatikan kelima poin itu, maka saya berusaha semaksimal mungkin mengulas dan memahaminya untuk memberikan informasi dan tanggapan yang memadai. Namun, tentu saja tanggapan saya ini bukanlah tanggapan resmi mazhab syiah. Ini hanya tanggapan dan bedah buku yang saya susun sepintas lalu, untuk diskusi dan bedah buku tersebut. Dan hanya sebagai wujud partisipasi dalam munazharah intelektual dan sumbangsih informasi dalam bentuk tulisan. Untuk mempermudah bacaan, maka tulisan ini di susun secara berseri sesuai tema yang saya pandang layak untuk di bedah dan mungkin tidak mencakup semua temanya, sesuai dengan format diskusi dan bedah buku. Semoga bermanfaat bagi kawan-kawan ahlussunnah dan juga syiah dalam mengukuhkan persaudaraannya dengan saling memahami melalui informasi yang memadai.

IDENTITAS BUKU

MUIBuku yang dibedah saat ini berjudul Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” (MMPSI). Buku ini diterbitkan sekitar bulan oktober tahun 2013, oleh penerbit Al-Qalam, suatu penerbit di bawah kelompok Gema Insani Jakarta. Buku kecil yang hanya setebal 120 halaman ini (sudah termasuk pengantar penerbit, pengantar penulis, daftar isi dan daftar pustaka), cukup bergengsi karena di tulis oleh Tim Penulis yang terdiri para ulama dan intelektual serta akademisi yang berkiprah di MUI Pusat, yaitu : DR (H.C) K.H. Ma’ruf Amin; Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA; Drs. H. Ichwan Syam; dan Dr. Amirsyah T, MA. Dan untuk menambah dayanya, buku ini di editori oleh Prof. DR. Hasan Baharun, yang dianggap sebagai editor ahli tentang syiah karena pernah menulis buku kecil saku yang berjudul “201 Tanya Jawab Syiah”, (maaf! saya menyebutnya buku kecil karena sebelum Prof. Baharun menerbitkan bukunya, seorang ulama syiah Prof. Ali Kurani pernah menulis berjilid-jilid buku tentang ribuan soal dan bantahan tentang syiah, yang berjudul Alfu as-Sual wa al-Isykal ‘ala Mukhalifin li Ahli al-Bait at-Thahirin).  

Selain Daftar Isi, Pengantar Penerbit, Pengantar Penulis, dan sambutan Dewan Pimpinan MUI, buku ini terdiri dari lima bab, sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan; Bab II : Sejarah Syiah; Bab III : Penyimpangan Ajaran Syiah; Bab IV : Pergerakan Syiah di Indonesia; dan Bab V : Sikap dan Respon Majelis Ulama Indonesia. Bagian akhir ditutup dengan lampiran “Fatwa dan Pernyataan Ulama Indonesia Tentang Hakikat dan Bahaya Syiah” dan Daftar Pustaka…(bersambung)

Sumber Utama : https://liputanislam.com/kajian-islam/kajian-ilmiah-atas-buku-panduan-mui/ 

Re-post by Migo Berita / Kamis /20082020/13.39Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya