Migo Berita - Banjarmasin - Saatnya Rakyat NKRI dukung TNI & POLRI yang "Tidak Radikalisme" dan penuh Toleransi. Jangan sampai TNI & POLRI yang baik malah terpapar paham dan bibit-bibit INTOLERANSI bahkan hingga RADIKALISME.. Semoga TIDAK. Kalian hadir untuk INDONESIA bukan untuk satu Agama atau satu Golongan, karena kita adalah BHINEKA TUNGGAL IKA, Berbeda-beda tetapi tetap satu jua .... INDONESIA. Kita sudah mengumpulkan berbagai artikel yang sangat layak dibaca hingga tuntas agar Tidak Gagal Paham.
Ken Setiawan Soroti Radikalisasi di Tubuh TNI dan Polri
Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COM – Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan menyoroti dinamika radikalisasi di kalangan aparat, khususnya di tubuh TNI dan POLRI. Menurut Ken, saat ini radikalisasi terjadi di semua lini. Benar-benar tidak ada yang steril. Setiap hari mata kita dibikin terbelalak, dengan fenomena-fenomena baru, masifnya radikalisme. Ketika Menteri Pertahanan menyatakan bahwa 3% TNI terpapar radikalisme, kita semua kaget, ternyata radikalisme sudah menembus benteng terakhir pertahanan NKRI. Belum selesai kekagetan kita, disusul munculnya riak-riak radikalisasi di tubuh Polri, dengan munculnya komunitas Polri Cinta Sunah.
Kapolri menurut Ken sampai saat ini belum berani mengambil sikap atas hal ini karena dilematis, secara kayakinan agama bukan Islam, jadi mungkin banyak pertimbangan, bisa dianggap anti Islam jika menindak dan memproses pelaku cinta sunnah.
Ken juga akhir akhir ini melihat fenomena istilah hijrah, bahkan kini muncul banyak komunitas tentang hijrah yang digandrungi kalangan milenial, bahkan artis juga tiba tiba ikut ikutan hijrah.
Secara istilah, hijrah memang baik. Sayangnya hijrah yang selama ini nge-trend justru yang mengarah pada radikalisme, sehingga hijrahnya awalnya dari nakal berubah rajin ibadah berubah “Dari nakal, menuju radikal”. Dan yang sampai sekarang belum ketemu jawabannya adalah faktor apa yang membuat TNI-Polri bisa teradikalisasi. Bisa jadi memang ada infiltrasi agenda kelompok rasikal untuj kudeta, sehingga mereka merekrut aparat. Jelas Ken.
Tidak salah berjenggot dan bergamis, tapi kalau ada polisi dan tentara bergamis dan bergamis gimana gitu, saya rasa ada kode etik di internal aparat kita yang tidak memperbokehkan hal itu. Jelas Ken.
Maka ketika ada polisi atau tentara bergabung dengan Salafi Wahabi dan sejenisnya, kemungkinannya hanya satu yaitu nasionalismenya hilang dan berubah jadi arabisasi, sebab kelompok tersebutlah yang selalu teriak anti adat budaya tradisional nusantara.
Baik Salafi Wahabi, Ihwanul Muslimin, dan HTI ideologinya mirip-mirip, ketemu dalam hal sama-sama menolak budaya, adat, dan tradisi, karena itu semua dianggap kreasi manusia (ro’yu). Tolak ukur boleh tidaknya perbuatan adalah amalan Sunnah atau bukan. bila tidak sesuai kaidah mereka maka divonis Bid’ah.
Jadi kalau ada Polisi Cinta Sunah, maka otomatis ada Polisi Bid’ah, wah bahaya itu. Terang Ken.
Konsekuensinya, upacara bendera, doa bersama dengan agama lain, dan ritual lainnya, yang tidak termasuk Sunnah, adalah bid’ah, fasiq, dan kafir. Bayangkan, apa jadinya jika ideologi semacam itu yang diyakini oleh anggota polisi.
Selaku eks pelaku radikalisme, Ken menyarankan agar Polri dan TNI mencari ormas atau kelompok keagamaan yang terbukti cinta NKRI. Yang menyadari bahwa NKRI adalah bumi sujud kita.
Kesalehan itu baik, penyalurannyapun harus baik dalam bingkai agama yang berwawasan kebangsaan. Jangan yang melawan negara. Jangan sampai salah mencari guru/ustadz, karena akibatnya akan menyesal di kemudian hari, ya seperti saya yang pernah jatuh dalam kubangan hitam radikalisme. Jelas Ken. Beragama bagi Ken bukan hanya bicara ritual formal saja, kelihatan rajin ibadah, dengan adzan lagsung ke masjid dan tampilan agamis, tapi juga bicara ahlak dan etika dalam menjalankan tugas bernegara.
Lucu kan bila ada Polisi tidak mau jamaah dengan masyarakat karena ada qunut dalam sholat dan tahlil serta tidak mau hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya karena dianggap bid’ah dan syirik.
Jika Kapolri tidak menganggap ini serius maka ini akan jadi preseden buruk bila membiarkannya, karena disatu sisi Densus 88 yang juga bagian dari aparat kepolisian getol menangkap pelaku teror, jangan salah bila suatu saat Polri Cinta Sunnah ini besar maka dilematis ini akan akan menjadi senjata makan tuan. Tutup Ken. (ARN)
Sumber Utama : https://arrahmahnews.com/2021/09/20/ken-setiawan-soroti-radikalisasi-di-tubuh-tni-dan-polri/
Denny Siregar: Ada Kelompok yang Ingin Ahokkan Pangkostrad
Jakarta, ARRAHMAHNEWS.COM – Ucapan Pangkostrad Dudung Abdurachman menuai kritikan antara lain dari Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf, Wakil Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin dan banyak lagi yang lainnya.
Denny Siregar, dan lebih parah lagi, mereka akan menggoreng isu itu seperti isu Ahok dulu, dalam konteks penistaan agama
Masalahnya jelas bahwa Pangkostrad tidak bicara di publik umum tapi beliau berbicara di depan prajuritnya, yang salah itu kenapa mereka ini tidak terima saat Pangkostrad ingin memberikan pemahaman toleransi kepada para prajuritnya?. Pegiat medsos Denny Siregar angkat suara terkait masalah ini, saya juga gak paham, kenapa statemen Pangkostrad Letjen Dudung Abdurahman, dipermasalahkan. Sunggu, ujar Denny.
Jenderal Dudung, Pangkostrad
Buat saya, apa yang dikatakan Pangkostrad bahwa, “Semua agama itu benar di mata Tuhan..” sama sekali ga ada yang salah. Itu diucapkan beliau di depan prajuritnya yang jelas terdiri dari berbagai agama, bukan Islam saja. Letjen Dudung jelas beragama Islam, tapi prajuritnya ada yang tidak. Jadi wajar saja kalau beliau bilang begitu. Beda, kalau Pangkostrad itu adalah ulama di sebuah ormas agama, yang bicara di depan para jamaah yang semua beragama sama.
Jadi apa sih yang harus diributkan? Itu menunjukkan Pangkostrad adalah seorang yang inklusif atau mengajarkan prajuritnya menghargai perbedaan. Dan itu harus dilakukan oleh seorang pimpinan. Saya malah ngeri kalau level jabatan seorang pimpinan seperti Pangkostrad tiba-tiba bicara ekslusif semisal, “Cuman Islam agama yang benar..” Wah, kacau itu. Bisa berontak prajuritnya dan kita juga pasti takut karena menduga toleransi agama di kalangan tentara kita rusak. Tapi wajar kalau beliau diserang. Dalam sejarahnya, Letjen Dudung Abdurahman adalah mantan Pangdam Jaya, yang kemaren ada di garis depan dalam melawan FPI, membongkar baliho-baliho Rizieq Shihab, yang pada waktu itu tidak ada seorangpun berani membongkarnya. Karena keberanian beliaulah, maka masyarakat berani melawan kelompok garis keras itu.
Dan kebencian mereka terhadap Letjen Dudung pasti tidak akan pudar. Mereka takut jika beliau kelak jadi Panglima TNI, maka gerakan kelompok radikal akan semakin sulit.
Apalagi menghadapi situasi mendekati sidang KM 50 dan sidang Munarman ini. Ada informasi, FPI yang berubah menjadi Front Persaudaraan Islam sedang siap-siap menyerbu ibukota untuk membuat kerusuhan di luar sidang.
Jelas adanya Pangkostrad yang kemarin menghajar mereka, akan membuat mereka tidak bisa bergerak. Karena itu, mereka ramai-ramai membully Pangkostrad supaya beliau dipecat dari kesatuan. Dan lebih parah lagi, mereka akan menggoreng isu itu seperti isu Ahok dulu, dalam konteks penistaan agama.
Saya harus memberi pesan ini kepada semua. Kita jangan diam saja ketika pimpinan TNI kita diserang oleh sekelompok orang, ketika dia berbicara yang benar. Kita harus menjaga alat negara kita ketika ia mengajarkan untuk menghargai perbedaan. Ini bukan negara agama, ini negara dari banyak agama.
Teruskan, Jenderal. Saya akan mendukungmu karena kita berada dibarisan yang sama, yaitu barisan nasional. Bukan barisan hijau, merah atau bahkan hitam. Jadilah motor kami semua untuk menghajar orang-orang yang ingin merusak keberagaman kita.
Untuk Letjen Dudung Abdurahman, Pangkostrad, saya harus angkat secangkir kopi malam ini. Untuk negeri kita. Untuk Indonesia. Seruput!!. (ARN)
Sumber Utama : https://arrahmahnews.com/2021/09/18/denny-siregar-ada-kelompok-yang-ingin-ahokkan-pangkostrad/
Otak Pelaku Pembakaraan Masjid Ahmadiyah Mantan Pentolan FPI
Pontianak, ARRAHMAHNEWS.COM – Radikalisme itu tidak bisa dibiarkan, apalagi ditoleransi dan dilindungi. Kasihan masyarakat awam yang tidak mengerti apa-apa. Provokatornya harus dikandangkan. Perbedaan dalam keyakinan itu selalu ada. Tapi kalau perbedaan itu jadi alasan untuk merusak, bahkan membunuh maka itu sudah masuk wilayah kriminal. Terduga otak pelaku perusakan masjid dan pembakaran bangunan milik jemaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) pada Jumat (3/9/2021) lalu, mantan pentolan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang sudah dibubarkan, dikabarkan telah ditangkap oleh pihak Polda Kalbar. Kabar tersebut disampaikan oleh pegiat media sosial Denny Siregar melalui unggahannya di Instagram pada Sabtu (18/9/2021). “Si Teletabis, otak pembakaran masjid Ahmadiyah di Sintang, akhirnya ditangkap Polda Kalbar,” tulis Denny disertai foto terduga pelaku.
Pria berjanggut itu diketahui bernama Fathuruzzi alias Dedeh Al Sintangi. Menurut Denny, saat ditangkap, Fathuruzzi bersembunyi di atap rumahnya.
Dalam penangkapannya, polisi turut menyita gamis merah yang ia kenakan saat aksi perusakan masjid.
“Sembunyi di atap rumah, daster merahnya ketinggalan,” kata Denny.
Menurut Denny Siregar, Dedeh diduga mantan pentolan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang sudah dibubarkan. Namun, saat merusak masjid Ahmadiyah, ia dan rekan-rekannya mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Umat Islam.
“Aliansi berbaju agama yang pentolannya adalah mantan kader-kader FPI yang telah dibubarkan pemerintah. FPI boleh bubar, tapi spiritnya masih ada sampai sekarang,” tambah Denny dalam tayangan di kanal YouTube CokroTV pada Rabu (8/9/2021).
Sebelumnya, Dedeh terekam kamera menantang aparat kepolisian di tengah-tengah momen pengrusakan rumah ibadah dan pembakaran rumah milik jemaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, pada Jumat (3/9/2021). (ARN)
Sumber Utama : https://arrahmahnews.com/2021/09/19/otak-pelaku-pembakaraan-masjid-ahmadiyah-mantan-pentolan-fpi/
(Bela Napi) Anwar Abbas Waketum MUI : Napoleon Mengerti Hukum, Dia Cuma Habis Kesabaran
Ini adalah artikel ketiga penulis yang membahas soal penganiayaan seorang napi kasus suap terhadap Muhammad Kace. Sang napi mengaku melakukan aniaya atas dasar bela agama. Selain artikel ketiga, ini juga akan menjadi artikel terakhir penulis membahas sang napi.
Dari semua berita yang ada, penulis yakin banyak yang menunggu tanggapan dari ormas-ormas besar Islam seperti MUI dan PBNU. Karena itu ini penulis bahas terakhir karena akan menjadi bagian menarik dan kunci untuk memahami fenomena yang terjadi sebenarnya.
PBNU sudah memberi tanggapan dengan bijak. Sesuai ekspektasi penulis, PBNU akan berkomentar secara bijak berdasarkan sudut pandang kebangsaan. Berikut tanggapan dari PBNU :
"Dia tidak punya hak melakukan kekerasan itu. Apa yang dia maksud dengan "tindakan terukur"? Dia itu narapidana bukan aparat penegak hukum," kata Rumadi kepada CNNIndonesia.com, Senin (20/9).
Komentar penulis : good job buat PBNU, benar-benar berkomentar sesuai nilai-nilai kebangsaan dan koridor hukum yang berlaku.
Lalu bagaimana tanggapan dari MUI?
Sebelum MUI memberi tanggapan penulis sudah mempunyai firasat buruk. Karena berdasarkan pengalaman, setiap ada berita MUI memberikan statement, maka yang muncul adalah Anwar Abbas alias 4L (Loe Lagi Loe Lagi).
Dan benar saja, beliau yang muncul memberikan tanggapan mewakili MUI dalam kasus penganiayaan sang napi Napoleon Bonaparte yang menganiaya Muhammad Kace. Mari kita bahas satu persatu dan menguliti pernyataan Anwar Abbas helai demi helai seperti menguliti bawang bombai.
"Kita mengharapkan agar negara dan para penegak hukum hendaknya benar-benar cepat tanggap bila ada masalah-masalah yang menyangkut pelecehan-pelecehan terhadap masalah agama," kata Anwar dalam keterangan resminya, Senin (20/9).
Komentar penulis : seperti biasa Anwar Abbas awal-awal akan membangun opini sebagai orang yang bijak (sok bijak).
Beliau muncul seolah memberikan saran kepada pemerintah, padahal jika mau sedikit berfikir kita bisa melihat ada unsur tuduhan tidak berdasar dari pernyataan Anwar Abbas ini. Karena faktanya aparat begitu cepat memproses kasus dugaan penistaan agama Muhammad Kace ini.
Tapi tidak masalah karena memang itu tujuan Anwar Abbas. Dengan memberikan kritik kepada pemerintah, maka pendapat dia nantinya akan dibenarkan para kadrun pihak oposisi. Sampai sini Anwar Abbas sudah memenangkan opini sebagian masyarakat Indonesia.
"Ini penting dilakukan dan untuk menjadi perhatian kita semua agar persatuan dan kesatuan sebagai warga bangsa tidak rusak dan dirusak oleh sikap dan perbuatan dari orang seorang atau segelintir orang," kata Anwar.
Komentar penulis : di sini Anwar Abbas mulai membangun opini bahwa semua kejadian yang terjadi ada penyebabnya. Tujuannya jelas agar nantinya tindakan sang Napi Napoleon tersebut menjadi beralasan karena ada penyebabnya.
Anwar Abbas pura-pura bego kalau masalah penghinaan agama ini dilakukan oleh banyak kubu dan sudah berlangsung sepanjang sejarah. Jangankan masalah agama, soal bola saja bisa saling hina dan saling bunuh kok.
Jadi di sini sebenarnya penyebab masalah bukan satu-satunya hal yang penting dibahas. Soal hina menghina agama itu dilakukan oleh banyak kubu, karena itu lebih PENTING untuk dilihat dan dibahas apa respon orang terhadap masalah hina menghina antar agama ini?
Lalu bagaimana sikap negara dan hukum menanggapi kasus ini? Apakah bisa adil tanpa memandang agama suatu kubu, atau keadilan hanya milik mayoritas saja? Dunia sedang melihat Indonesia.
Lebih lanjut, Anwar juga berpendapat Napoleon pasti mengerti soal hukum meski bertindak sedemikian rupa. Ia menduga hal demikian karena memiliki batas kesabarannya bila keimanannya diganggu oleh orang lain.
Komentar penulis : mengerti soal hukum tapi tidak taat terhadap hukum apa gunanya? Ibarat pengemudi yang paham kalau lampu merah artinya berhenti tapi tetap menerobos.
Apa karena batas kesabaran sudah habis artinya boleh main hakim sendiri, gebuk orang hingga melumuri dengan kotoran? Jika seperti itu untuk apa ada proses hukum? Kembalikan saja semuanya menjadi hukum rimba, dimana bukan bukti yang berbicara, melainkan emosi.
Sekelas petinggi MUI memaklumi tindakan barbar. Sama saja dengan membawa bangsa ini mundur ke abad kegelapan.
"Karena keimanannya diganggu dan diremehkan apalagi setelah melihat sikap si pelaku yang mencla-mencle dan tidak mau mengakui kesalahannya, bahkan terkesan arogan serta memang punya niat tidak baik maka Napoleon pun bertindak," kata dia.
Komentar penulis : harus diakui kalau Anwar Abbas dalam membangun opini ini licik dan lebih smooth dibanding almarhum Tengku Zulkarnain. Kalau musik ini diibaratkan ada dinamikanya, mulai dari bawah sampai akhirnya mencapai puncak.
Tapi tetap saja beliau tidak bisa menyembunyikan niat sebenarnya untuk membela sang napi kasus suap Napoleon Bonaparte.
Lalu apa salahnya jika seorang tidak mau mengakui kesalahan? Wong tersangka koruptor saja dipersidangan dipersilahkan membela diri kok. Kalau mengakui kesalahan apakah akan dianggap punya niat baik? Ingat kasus Ahok, mengakui kesalahan justru semakin ditekan. Malah semakin membuat si napi merasa benar karena telah menghajar orang yang mengaku salah.
Kesimpulan : jadi jika petinggi MUI saja maklum dengan tindakan sang napi kasus suap. Maka harus kita akui kalau bagi sebagian muslim tindakan yang dilakukan sang napi ini adalah bela agama sesuai klaim sang napi.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/bela-napi-anwar-abbas-waketum-mui-napoleon-LmBLB4lric
Pegang Kitab Suci Sambil Pamer Paha, Said Didu dan Rocky Gerung Disebut “Su’ul Adab”!
Kita semua tahu persoalan tanah illegal Rocky Gerung yang diblow up media akhirnya membuat oposisi ikut bersuara keras. Bahkan ada yang menyebut sebagai upaya pembungkaman demokrasi seperti yang dicuitkan Andi Arief. Padahal dalam milad partainya tak ada simpati sedikitpun pada si gerung, malah pesta pora dan menghadiahi mantan dengan “lifetime achievement”. Persoalan Rocky Gerung sendiri sama sekali tak terkait dengan pemerintah apalagi kebebasan demokrasi. Dia bermasalah dengan PT Sentul City yang notabene adalah perusahaan swasta. Jadi ini murni konflik masyarakat. Beda dengan Rizieq Shihab yang mencaplok lahan PTPN dengan dibantu mantan gubernur Jabar. Bolehlah kalau dibilang ada campur tangan pemerintah. Tapi, jelas kalau dalam hal ini Rizieq Shihab memang bersalah karena menjadikan lahan Garapan sebagai ponpes atau pekarangan yang diklaim sebagai miliknya. Perkara Rocky Gerung sendiri sebenarnya sudah umum terjadi di masyarakat. Bedanya dia kenal dekat dengan beberapa elit politik, termasuk pengacaranya Haris Azhar. Sebagai orang yang gemar mendungukan kepala negara, wajarnya pemikirannya seribu Langkah lebih maju. Bukan malah teledor dengan urusan administrasi hingga jadi bahan bullyan seluruh Indonesia. Mungkin ini sudah jadi karma si Gerung karena hobi menghina presiden Indonesia.
Lalu sebagaimana biasanya, Ketika terjepit maka agama kerap dibawa. Entah apa maksudnya pamer mempelajari Al-qur’an, bukannya ia beragama lain? Kalau saja Ahok yang membawa Al qur’an apalagi dengan celana pendek, sudah barang tentu akan ada demo 212 lainnya. Apalagi kalau menjelang pilkada seperti beberapa tahun yang lalu. Pasalnya, Gerung memang satu gerbong oposisi Bersama Said Didu. Jadi sah-sah saja mau diapakan kitab suci, mau dibaca, dipelajari, ditandai, ditunjukkan sambil pamer paha terbuka juga sah-sah saja. Tentu saja hal lumrah bagi oposisi, bukanlah hal lumrah bagi masyarakat banyak. Banyak warganet mengecam kelakukan Said Didu dan Rocky Gerung yang jelas-jelas melecehkan kitab suci. Bahkan lebih tak beradab ketimbang ucapan yang dilontarkan Ahok dulu. “Tdk usah merambah2 tentang @rockygerung_rg membaca alquran dan dicari maknanya wahai @mssaid-didu. Dalam gambar/photo sudah jelas bahwa anda berdua tdk punya adab dlm memegang alquran. Tumpang kaki paha telanjang dan dekat dgn pantat,,, SU’UL ADAB” tulis akun @HmfaqihA atau nama aslinya Ir HM Fabdurrahman. Bahkan tak hanya memegang alquran di samping paha telanjang si Gerung, dalam foto keseluruhan ada beberapa botol miras juga yang ditemukan dalam foto. Apa mereka mau menyamakan kitab suci sebagai mainan atau ensiklopedia yang tak perlu adab atau aturan saat membawanya? Justru kegilaan semacam ini yang jarang dipotes kaum mabuk agama. Mentang-mentang sepemahaman politik, lalu dibiarkan kurang ajar dalam membawa kitab suci.
Kalau memang berbuat nakal, sekalian saja nakal tanpa bawa-bawa agama. Jangan meminta pembenaran kelakuan buruk dengan tameng agama beserta kitab suci. Mau mabok-mabokan atau menyerobot lahan, ya silahkan saja sucikan dengan taubat, ganti rugi atau menjalani hukuman. Bukan malah pamer penelitian alquran di tengah botol miras. Ini Namanya menyamakan perbuatan baik dan buruk. Pantas saja taka da hal baik yang dilakukan Jokowi dimata mereka. Saat Jokowi memakai baju adat badui dalam siding tahunan MPR, Rocky Gerung menyebutnya sebagai “pemakai baju adat yang tak beradab”. Meski tak menunjuk langsung ke Jokowi, tapi semua orang sudah tahu siapa yang dimaksud si Gerung. Lantas apakah adabnya sendiri sudah baik? Atau jangan-jangan seperti peribahasa ‘buruk muka cermin dibelah’, artinya seseorang yang menyalahkan keadaaanya yang buruk pada orang lain, padahal kesalahan nya sendirilah yang menyebabkan keadaannya tersebut. Kini kita tahu betapa Rocky Gerung adalah orang yang tau adab sama sekali. Tak tahu Batasan aurat lelaki di bawah lutut, apalagi di sebelah kitab suci. Termasuk sohibnya Said Didu yang mensejajarkan kitab suci di depan botol-botol miras di rumahnya. Mungkin mereka mau menarik simpati kaum mabok agama dengan bawa-bawa kitab suci. Biar orang simpati dengan kasus yang menimpa Gerung sambil menggalang donasi semacam korban Palestina. Mereka masih percaya omongan Buni Yani kalau rakyat yang bodoh akan mudah dibohongi dengan isu agama. Tapi, mereka lupa kalau Gerung belum jadi ustadz mualaf. Belum juga direkomendasikan Somad dan ustadz lainnya. Gerung Cuma dianggap politisi amatir yang tak berbau agamis sama sekali. Andaikata kaum mabok agama bisa menolong orang yang dianggap korban kedzoliman, tentu Rizieq CS dulu yang diselamatkan. Kalau dedengkotnya saja tak bisa diusahakan, apalagi seorang Gerung. Palingan kasusnya dianggap seperti Ratna Sarumpaet yang ditahan lantaran kesalahannya sendiri. Jaman sekarang sudah tak perlu bawa-bawa agama kalau kelakukan diri sendiri tak mencerminkan nilai agama dan adab. Lihatlah Amien Rais dan partai umatnya, paling suaranya tak sampai satu persen. Karena kenyataannya rakyat sudah tidak bodoh lagi. Dan kita tahu demo jaman Ahok tak akan berjalan lancar kalau tak ada donator besar-besaran. Tanpa donator dan uang, kelompok PA 212 mati dengan sendirinya seperti saat ini. Jangankan mau jihad gaya-gayaan, makan tiga kali sehari saja susah. Mungkin mereka masih bisa mengonggong dengan hibah dijaman Anies, tapi kalau rekeningnya dibekukan artinya sama saja. Kelompok-kelompok anti Ahok yang katanya datang dengan Nurani dengan jumlah jutaan tak akan terulang Kembali. Rocky Gerung dan Said Didu harusnya lebih pintar membaca situasi. Pamer-pamer bacaan alquran dan sebagainya sudah bukan senjata untuk dimainkan lagi. Rakyat sudah paham mana yang asli dan mana yang gadungan. Mana yang donator dan mana yang Cuma ngemis bantuan. Tindakan-tindakan bodoh Said Didu dan Rokcy Gerung Cuma memancing hujatan hingga disebut su’ul adab. Untungnya masih dihujat, belum sampai dilaporkan. Kita tahu kalau dua orang ini juga sering dilaporkan ke polisi gara-gara kontroversi yang dilakukan. Sudah sebelas dua belas dengan Rizieq CS. Mungkin mereka masih sedikit beruntung bisa bertahan dan terus mempertontonkan kebodohan. Hingga saatnya nanti hukum alam yang bekerja dan giliran mereka yang mendapat ganajaran. Kita sabar saja melihat tontotan hingga akhir. Siapa yang menghina kepala negara hingga melecehkan kitab suci juga akan berakhir hina dan tercela.
Sumber Utama ; https://seword.com/umum/pegang-kitab-suci-sambil-pamer-paha-said-didu-dan-nwfRco2Nbh
Akankah Napoleon Bonaparte Menjadi “Idola” Baru Kadrun?
Mungkinkah telah lahir kembali idola baru Kadrun? Ehhhmmm….entahlah, tetapi pasal karet penistaan agama kembali memakan korban. Ironisnya, sejauhnya ini korbannya “masih” kelompok minoritas. Sehingga mungkin perlu dipertanyakan definsi “keadilan” yang dimaksudkan dalam pasal ini. Khawatirnya, justru nantinya hanya berujung membungkam minoritas. Pantang disenggol dikit, langsung “ramai” teriak penistaan agama.
Jujur melelahkan membicarakan agama di negeri ini. Padahal menurut penulis, harusnya agama itu indah, karena menyangkut hubungan pribadi antara manusia dan penciptaNya. Artinya, dimataNya kita ini manusia yang sama. Tidak lebih hebat, suci dan benar dari lainnya. Sehingga harusnya, tidak perlu ada yang menghakimi, dengan dalil membela agama. Seperti yang dilakukan oleh Irjen Napoleon Bonaparte.
Luarbiasanya, Napoleon sendiri adalah napi yang sedang menjalani hukuman dunia. Terbukti dan divonis 4 tahun oleh Pengadilan Tipikor Jakarta karena telah menerima suap USD 370 dan SGD 200 ribu dari Djoko Tjandra untuk penghapusan red notice/DPO di Imigrasi.
Nah, pertanyaan serius penulis, bagaimana bisa Mohammad Kace (MK) dianiaya di penjara. Bukankah seharusnya penjagaannya super ketat? Apa kabarnya kredibilitas, dan penegakkan hukum di negeri ini? Kemana HAM yang biasanya nyaring?
Miris, kejadian MK “membuktikan” Polri tidak dapat menjaga tersangka. Dimana logikanya, Napoleon, napi koruptor yang sedang menjalani masa hukuman menganiaya tersangka MK?
Sementara menilik kebelakang, ketika itu MK sempat kesulitan bertemu keluarganya dan untuk didampingi pengacara. Padahal sudah diupayakan per 26 Agustus lalu, atau sehari setelah MK dipenjara.
"Kami kuasa hukum yang telah ditunjuk oleh keluarga ternyata setelah 5 jam menunggu di ruang Siber, kami tidak diizinkan ketemu dengan Pak Kace. Meskipun jadwal kami hari ini sudah di konfirmasi sebelumnya dan penyidik menyampaikan silahkan datang membawa surat kuasa. Tapi pada kenyataannya, kami sudah membawa anak dan istrinya sampai sekarang tidak jadi juga pertemuan itu," cetusnya. Dikutip dari: cnnindonesia.com
Ironisnya, penganiayaan yang terjadi sehari setelah MK dipenjara baru terkuak sekarang. Bagaimana mungkin, lama dan janggal sekali. Ada apakah sebenarnya? Padahal, konon katanya keberadaan MK sebagai tersangka adalah untuk menegakkan keadilan? Tetapi maaf, rasanya perlakuan yang diterima MK jauh dari kata manusiawi, sehingga artinya jauh dari kata adil.
Kemudian, sekalipun Napoleon mengatasnamakan membela Allah, agama, Nabi Muhammad, dan iman Islam. Tetapi, dimana kepantasannya menghajar hingga babak belur dan melumuri KC dengan kotoran dianggap membela agama? Ini jelas tidak manusiawi.
Begini, kalaupun MK dianggap menyinggung hati umat Muslim. Apakah, harus MK diperlakukan seperti (maaf) binatang hanya karena label penista agama? Label yang sejauh ini lentur bak karet. Padahal di luar sana ada juga mereka yang dengan seenaknya memperolok minoritas. Ironisnya, mereka aman.
Mari kita bersikap jujur dan adil. Jika kepada tanaman dan binatang saja kita memiliki rasa sayang. Harusnya demikian juga kepada sesama manusia terlepas apapun keyakinannya. Sebab, tidak ada manusia yang sempurna, kenapa tidak memberi maaf? Jika pun hukum bicara, biarkan hukum negara yang ditegakkan dengan adil.
Seperti halnya Napoleon sendiri menjalani hukuman 4 tahun karena kasus suap. Jadi kenapa tidak biarkan MK menjalani proses hukumnya?
Tentunya kita sepaham sifat Allah maha pengasih, pemurah, penyayang dan pengampun. Dia tidak butuh kita membelaNya, karena kita ini adalah ciptaanNya. Dia begitu sempurna. Dia hanya ingin kita umatNya saling menjaga dan mengasihi.
Bercerminlah kepada perjalanan negeri ini. Teringat beberapa kejadian “membela agama” yang pernah ada. Kasus bom gereja, Ahok, Meliana ataupun Saefudin Ibrahim. Satu isi, dalam kemasan berbeda, yaitu “membungkam” minoritas. Maaf, ini penilaian penulis. Tetapi, apakah selama ini minoritas ganti membalas?
Ini sama halnya saat tidak ada pembelaan ketika minoritas dijadikan lawakan oleh UAS ataupun Yahya Waloni. Tolong dijawab, apakah “ucapan-ucapan” mereka tidak dikatakan penistaan agama? Tanyakan, dan jawab saja masing-masing jika hal ini terjadi sebaliknya.
Jadi sebaiknya dihapus saja pasal penistaan agama. Prakteknya hanya membungkam minoritas. Padahal keberadaan kami di negeri ini sama, hanya keyakinan saja yang berbeda. Biarkan agama menjadi urusan pribadi pemeluknya.
Kemudian, kita kembalikan saja kepada hukum negara jika terjadi tindakan persekusi, atau pun main hakim sendiri seperti yang dilakukan Napoleon.
Kembalikan semua kepada porsinya, supaya peran “tuhan” tidak diambil alih.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/akankah-napoleon-bonaparte-menjadi-idola-baru-VwbW4POt7v
Pasca Cendana, Kini Giliran Keluarga Bakrie Dibidik Sri Mulyani di Kasus BLBI
Perburuan tersangka BLBI menemui puncaknya di masa pemerintahan Jokowi periode kedua ini. Adanya isu pandemi tak menyurutkan langkah para satgas BLBI untuk terus menarik kembali uang negara. Jika beberapa saat yang lalu dikabarkan bahwa Tomy Soeharto dan pemilik Lippo kena sikat satgas, kini giliran keluarga Bakrie.
Tak jauh beda dengan cendana, sepak terjang keluarga Bakrie dalam menggerogoti keuangan negara juga sudah lama terdengar. Selain kasus pengemplangan pajak senilai triliunan rupiah terkait Gayus Tambunan, mereka juga lalai dalam mengganti rugi pembayaran Lapindo hingga ratusan milyar.
Kini lagi-lagi nama keluarga Bakrie masuk daftar hitam satgas BLBI. Kalau pada era SBY mereka bisa membuat Sri Mulyani tersingkir. Maka era Jokowi mereka tak akan berdaya dengan gempuran Sri Mulyani. Jokowi beda jauh dengan SBY yang bisa dilobi-lobi untuk menyelamatkan para koruptor kakap.
Seperti kasus Setya Novanto yang dipikir bisa bebas lantaran menjadi parpol koalisi, tapi akhirnya mentah juga di penjara. Jokowi tanpa ampun membuat koruptor kakap satu persatu tumbang. Dengan kepercayaan yang diberikan pada satgas BLBI, nama keluarga Bakrie akhirnya terpampang lagi sebagai buruan.
Seperti diberitakan cnbcindonesia.com, setelah sebelumnya anak Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto, yakni Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), kini giliran anggota keluarga Bakrie yang dipanggil Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).
Hal tersebut diumumkan langsung oleh Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban melalui surat pengumuman di surat kabar nasional yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (15/9/2021). Total Satgas BLBI memanggil 13 nama debitur pengemplang dana BLBI.
Sejumlah nama anggota keluarga Bakrie yang dipanggil yakni Nirwan Dermawan Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie. Pemanggilan ini diumumkan di surat kabar nasional, bersama dengan pemanggilan Andrus Roestam Moenaf, Pinkan Warrouw, dan Anton Setianto mewakili PT Usaha Mediatronika Nusantara.
Perusahaan ini diketahui memiliki utang Rp 22,7 miliar.
Pemanggilan dijadwalkan pada Jumat 17 September, pukul 09.00-11.00 WIB di Gedung Syafrudin Prawiranegara Lantai 4 Utara, Kementerian Keuangan RI, JI. Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta Pusat.
Mereka diminta menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim C untuk menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada negara.
"Menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya sebesar Rp 22.677.129.206 dalam rangka penyelesaian kewajiban debitur Bank Putera Multikarsa," seperti dikutip pengumuman yang ditandatangani Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban.
Satgas BLBI total memanggil 13 nama debitur pengemplang dana BLBI, termasuk Nirwan dan Indra Bakrie.
Hal tersebut diumumkan langsung oleh Rionald Silaban melalui surat pengumuman di surat kabar nasional yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (15/9/2021).
Ke-13 nama yang dipanggil di antaranya adalah Andrus Roestam Moenaf, dan Pinkan Warrouw.
Adapun debitur lainnya yang dipanggil adalah atas nama Thee Ning khong, The Kwen le, PT Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk, PT Jakarta Steel Megah Utama, dan PT Jakarta Steel Perdana Industry.
Dalam hal ini, mereka yang diminta menghadap adalah Thee Ning Khong, The Kwen le, Harry Lasmono Hartawan, Koswara, Haji Sumedi, Fuad Djapar, Eddy Heryanto Kwanto, dan Mohamad Toyib.
Mereka diminta menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim C pukul 13.30-15.00 WIB untuk menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya masing-masing sebesar :
Rp 90.667.982.747 atas nama Thee Ning Khong
Rp 63.235.642.484 atas nama The Kwen le
Rp 86.347.894.759 atas nama PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
Rp 69.080.367.807 atas nama PT Jakarta Steel Megah Utama
Rp 69.337.196.123 dalam rangka penyelesaian kewajiban debitur eks Bank Global Internasional atas nama PT Jakarta Steel Perdana Industry
Pengumuman dilakukan melalui dua pengumuman di dalam satu halaman surat kabar nasional.
Satgas BLBI menegaskan, apabila ke-13 nama yang dipanggil tersebut tidak memenuhi kewajiban hak tagih negara, pemerintah akan menindak sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Dalam hal Saudara tidak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih Negara, maka akan dilakukan tindakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Demikian pengumuman ini untuk dipenuhi," bunyi penutup pengumuman tersebut.
Ibarat roda berputar, kini giliran perampok kakap merasakan hidup di bawah di era Jokowi setelah sekian puluh tahun berfoya-foya di atas. Alampun juga seakan tak tinggal diam melihat pesta pora yang mereka lakulan hingga diberitakan beberapa waktu lalu kalau anak dan menantu Bakrie terjerat narkoba. Banyak karyawan TVOne mengaku dipotong gaji hingga menunggu pembayaran menunggak selama beberapa bulan. Media yang dipakai menjelekkan Jokowi akhirnya perlahan akan tumbang di saat pendemi.
Kejayaan yang telah lama diperoleh dengan cara kotor suatu saat akan kembali berbalik menyerang pemiliknya. Harta yang ditumpuk puluhan tahun kini berubah jadi utang besar, tunggakan, dan berujung pada pidana berat. Mereka mungkin bisa lari dari keterlibatan Jiwasraya, tapi tak akan bisa lari dari kejaran BLBI. Sekuat dan sebesar apapun dinasti keluarga Bakrie, akhirnya harus tumbang di bawah tangan seorang Sri Mulyani. Sosok srikandi yang dulu terbuang di era SBY dan kini berubah jadi harimau yang kuat dan siap menerkam di era Jokowi.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pasca-cendana-kini-giliran-keluarga-bakrie-z9nQlZF922
Mas Anies Dihadiahi Sepatu Raksasa Supaya Aman Kalo Kecebur Got Lagi
Akibat ulah cebong-cebong ngehe yang nyindir berjamaah, hadiah sepatu super gede buat mas Anies itu dicorat-coret ampe raib ditelan bumi.
Padahal itu sepatu kesayangannya mas anies lho. Saking sayangnya ampe dipamer di Sudirman depan stasiun BNI tempat lalu lalangnya orang-orang elit Jakarte.
Parah loe, bong, bong, kagak bisa yee ngeliat mas Anies senang dikit ajaa. Kan mas Anies pengen memberitahu semua orang Jakarte, ini lho rejeki orang soleh yang baek hati dan kagak sombong. Setelah ketiban sial kecebur got bau tai, langsung deh mas Anies dapet sepatu yang super gede biar saat blusukan dan tebar pesona nanti kalo kecebur di dalam kali penuh eek manusia pun mas Anies akan tetap aman terkendali.
Sekalipun Jakarte ini adalah peringkat pertama kota yang dapet julukan tata kota terburuk di seluruh dunia dengan penduduk yang padat banget, plus polusi udara dan air, ruang terbuka hijau kagak memadai, kemacetan yang super parah, pengembangan kota yang acak adut, mas Anies tetap smile kok pede abis lah pokoke dadah sana dadah sini.
Jakarte dapet peringkat pertama kota terburuk di seluruh dunia karena mas Anies kagak fokus bekerja gegara ulah para cebong sakit ati yang saban hari terus mengganggunya kagak ade matinye. Bijimane bisa maju kotanya bahagia warganya tuh, bong.
Saking linglungnya, 191 pohon di Monas yang merupakan paru-paru kota Jakarte itu disikat abis sama mas Anies yang kalap mata pengen namanya tenar sedunia demi balap liar Formula E itu.
Kasian nasibnye pohon-pohon bersejarah itu, hingga kini kagak diketahui dimana rimbanya mereka. Entah udah membusuk jadi kompos di Pulo Gebang sana ato udah jadi kursi ama lemari yang dijual di Pasar Minggu.
Makanya, bong, jangan ganggu mulu Gaberner JKT58. Lihat tuh integrasi transportasi sesuai kampanye OKE OCEE itu akhirnya kagak jadi-jadi ampe sekarang.
Lom lagi nasib RPTRA-RPTRA yang dibangun si Cina kafir penista agama calon penghuni neraka jahanam itu ampe najis hukumnya diurus mas Anies.
Pokoke komplit dah hasil kerja Gaberner idaman JKT58 itu, mulai dari bongkar pasang trotar mulu tiada henti ampe bau entut dari dalam got dibawah trotoar pun merebak kemane-mane. Lom lagi jalur sepeda yang bikin jalanan Jakarte makin sempit dan makin macet ajaa.
Ruang terbuka hijau kagak mau diurus, Museum-museum dibiarin terlantar, banjir makin parah dibandingkan Gubernur-gubernur sebelumnya. Pokoke top dah. Itu lom termasuk banyaknya korban COVID yang kagak dapet pelayanan, para isoman yang meninggal berjamaah di rumah karens kagak dapet obat, et dah malah Formula E yang jadi prioritas.
Semua malapetaka itu gegara ulah cebong yang bikin mas Anies jadinya kagak fokus dan konsentrasi bekerja ampe dapet gelar terhormat Jakarta sebagai kota terburuk di muka bumi ini.
Tapi ya gitu dwech, bijimane mas Anies bisa kerja maksimal, direcokin mulu sih ama cebong sirik nan bangke. Ulah cebong emang ngeselin kok, bisanya hanya menilai kesalahan mas Anies secara visual dan dari tampilan luarnya ajaa.
Para cebong kagak pernah mau tau semua kerja keras mas Anies selama ini yang dadah sana dadah sini ampe kecebur got begitu demi dapet kuota bisa maju pilpres pada pemilu 2024 mendatang.
Harusnya para cebong tuh yaa mendukung donks kinerja mas Anies sebagai Gabener JKT58 yang paling top markotop dan hebat mati poenya.
Sebab, sistem politik apapun sepanjang diberlakukan di muka bumi ini tentu aja melibatkan interpretasi manusia yang berbeda-beda. Beda cebong, beda kampret, beda pula kadrun.
Ini terjadi karena para cebong kerap melahirkan interpretasi dan perspektif proses kognitif yang multi tafsir terhadap kinerja mas Anies yang lebih hebat dari si Cina kafir penista agama calon penghuni neraka jahanam itu.
Opa Machiavelli bilang kekuasaan adalah pemaksaan aturan, oleh karena itu mas Anies kudu bertindak seperti hewan tuli terhadap segala bentuk rongrongan para cebong sirik, dengan demikian niat busuk, eh niat luhur, mas Anies mau jadi Presiden sejuta umat bisa tercapai.
Jakarte adalah ladang pertempuran mas Anies yang udah mas Anies rebut dari cenfkraman para cebong. Taliban pernah kok melakukan itu 20 tahun yang lalu untuk membangun ketundukan rakyat dungu nan tolol terhadap kekuasaan mereka.
Seperti halnya Taliban, mas Anies juga harus bisa dunks tunjukan kepada dunia bahwa mas Anies tuh yaa mampu mencabut kuku tajam para cebong sirik yang ngehe nan bangke itu.
Dengan demikian maka mereka akan paham pake bingits bahwa mas Anies dulu menang pilkada DKI bukan lantaran agama yang mas Anies jadikan sebagai pemikat daya tarik dengan membangun kebencian diantara umat beragama, suku dan ras, khususnya Tionghoa.
Semoga hadiah sepatu raksasa yang udah ilang itu bisa menjadi pemecut buat mas Anies supaya kerja lebih keras lagi bangun Jakarte yaa.
Kagak usah dah dengerin ocehan cebong-cebong usil karena mereka kagak mampu punya prestasi brilian seperti mas Anies yang bisa dapet sepatu raksasa biar aman kalo kecebur got lagi dan mampu dapat Sertifikat Moral plus Sertifikat Dungu Grade A sebagai pemimpin kota terburuk sedunia. Dah gitu azaa yaa.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/rejeki-orang-soleh-mas-anies-dihadiahi-sepatu-4La474K3sF
Melepas Kangen dengan Jan Ethes, Jokowi Ungkapkan Harapan bagi Keluarga Indonesia
Melihat tayangan yang berseliweran di media sosial ketika Joko “Mbah Owi” Widodo melepas kangen dan menghabiskan waktu bersama Jan Ethes, salah satu cucu yang sangat dirindukan olehnya, membuat rasa haru kembali menyergap hati saya. Meski gak sampai meneteskan air mata … khawatir nanti dibilang:
“Tuh kan … mulai baper lagi!”
Bagi saya, momen seperti itu sangat layak dinikmati oleh Presiden Joko Widodo, yang mengaku sudah cukup lama tidak bertemu dengan Jan Ethes sejak pandemi melanda negeri ini. Terlihat mereka dengan asyiknya, layaknya seorang kakek dan cucunya, berjalan-jalan di sekitar Istana Kepresidenan Yogyakarta … di sela-sela kunjungan dinas Presiden Joko Widodo beberapa hari terakhir ini yang berlokasi di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta.
”Rasanya baru kemarin Jan Ethes saya timang-timang sebagai bayi. Dan waktu berjalan begitu cepat. Satu setengah tahun lamanya dalam suasana pandemi, saya jarang bertemu dengan cucu saya ini,” kata Jokowi berterus terang.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga mengungkapkan harapan bagi seluruh warga Indonesia, terutama bagi keluarga-keluarga yang sudah sekian lama menahan diri untuk bisa sekadar melepas kangen tanpa dibayangi rasa was-was akan bahaya penularan virus Covid-19:
"Saya selalu berharap pandemi ini bisa segera berakhir. Agar kita semua kembali bebas bertemu keluarga, berkumpul bersama anak, cucu, dan handai tolan,"
Suatu ucapan … lebih tepatnya disebut harapan … yang tentunya tidak berlebihan kalau kita mengingat apa yang sudah terjadi selama hampir 18 bulan terakhir ini. Ucapan yang tidak sekadar lip service, karena Jokowi sebagai Presiden Indonesia tentu terus berpikir keras bagaimana cara mengatasi dampak dari pandemi Covid-19 ini, sambil secara perlahan-lahan memberi kesempatan untuk “membuka jalur melepas kangen” lewat kebijakan yang mulai diperlonggar di sana-sini.
Namun, semoga tidak banyak yang mengartikan kelonggaran ini sebagai suatu kebebasan sehingga kita semua bisa langsung menikmati suasana seperti saat sebelum pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Tentu tidak begitu, Fergusoooo…!
Meski saya juga menyadari betapa tidak mudahnya untuk “bersabar sedikit lagi” sambil mengikuti irama kebijakan yang coba dibuat oleh pemerintah pusat berkordinasi dengan pemerintah daerah, agar pelan-pelan kita mulai bisa beraktivitas dengan sedikit normal, terutama bagi daerah yang dinyatakan ada di PPKM level 3 dan level 2.
Kayak tidak paham saja bagaimana kita ini terbiasa segala sesuatu maunya cepat, cepat, dan cepat. Kalau istilahnya kemarin masih diperketat sedemikian rupa, lalu berharap dalam waktu 1-2 hari bisa dilonggarkan … kalau perlu dibebaskan sekehendak hati masyarakat mau berbuat apa. Kalau berpikirnya seperti itu ya siap-siap saja dampak pandemi ini akan seperti “lingkaran setan” yang entah kapan bisa berhenti. Sabar dikit nape sih!
Kembali ke harapan Jokowi
Sekali lagi, saya senang melihat momen kebersamaan antara Jokowi dengan Jan Ethes. Sedikit banyak saya bisa merasakan kebahagiaan yang dialami oleh keduanya, seperti ketika saya bertemu dengan keponakan yang sudah berbulan-bulan tidak saya jumpai secara langsung. Saya yakin jutaan keluarga di Indonesia juga sedang merindukan momen yang sama … terutama bagi mereka yang sejak pandemi melanda Indonesia sampai hari ini, terpaksa menahan kangen karena alasan tertentu.
Eh, sebentar …. Kok saya mendadak teringat akan “haters Jokowi” ya? Gimana kabar mereka ketika membaca berita atau menonton tayangan kebersamaan Jokowi dan Jan Ethes? Mungkin ada yang bisa share di kolom diskusi karena saya terus terang agak malas mencari beritanya … takut nanti bisa merusak mood saya yang sedang bagus menonton momen kebersamaan Presiden Jokowi yang saya banggakan sedang bermain bersama Jan Ethes yang masih terlihat lucu dan menggemaskan.
Apalagi ketika Jan Ethes terlihat dadah-dadah ke arah gerbang Istana Kepresidenan Yogyakarta. Mungkin dia sedang menyapa masyarakat Yogyakarta yang mengetahui keberadaan Mbah Owi dan cucunya itu … lalu memanggil-manggil Jan Ethes, yang segera disambut dengan lambaian tangan dan tentu saja senyum manisnya.
Duh, Pak Jokowi …. melihat Bapak bahagia saja saya sudah ikut bahagia. Apalagi kalau kelak ada kesempatan untuk bertemu Bapak, entah kapan dan di mana. Doakan yah!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/melepas-kangen-dengan-jan-ethes-jokowi-ungkapkan-9FfQYmC7sF
Kembali Ganjar Dihajar, Sanksi PDIP Ambigu Rapuhkan Demokrasi
Dalam banyak kesempatan melalui Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan jika Megawati akan memilih calon presiden berdasarkan kehendak rakyat. Jika dilihat dan dibaca secara harfiah kehendak rakyat yang dimaksud adalah suara pemilih yang menginginkan tokoh tertentu dan paling tinggi diantara yang lainnya.
Secara sederhana demikian kiranya. Jadi jika ada tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi maka jika merujuk pada konteks pernyataan Megawati tersebut sudah sangat jelas.
Rasanya tak perlu seorang ahli atau pakar untuk mengartikan kalimat yang dimaksud. Dengan demikian siapa pun tokoh yang dikehendaki oleh rakyat tersebut memiliki peluang.
Saat sekarang ini dapat dipahami ketika seorang tokoh dengan serta-merta mencalonkan atau bahkan mengindikasikan yang bersangkutan seakan mau dicalonkan baik melalui simbol atau pernyataan dianggap tabu atau tak pantas. Sebab pemilihan presiden sendiri masih terbilang lama dan kondisi negeri sedang recovery.
Kebanyakan menor dan genitnya tokoh yang menyodorkan diri ke publik justru datang dari kalangan yang tidak memiliki elektabilitas yang tinggi atau tingkat keterpilihan rendah. Lihat saja baliho bertebaran di mana-mana.
Pernyataan Megawati sebagai ketum PDIP dan Sekjen Hasto Kristiyanto saya nilai tidak sejalan dan bertolak belakang dengan pernyataan yang akhir-akhir ini mengemuka. Seperti yang diketahui Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengeluarkan sebuah statement yang menurut saya sangat ambigu.
Hasto mengumumkan PDIP akan memberi sanksi disiplin kepada kader mereka yang menyebutkan atau disebut akan menjadi capres atau cawapres di Pilpres 2024. Coba kita simak baik-baik pernyataannya tersebut.
Jika demikian, apakah sanksi itu menyasar ke Ganjar?
"Sikap partai sangat jelas bahwa keputusan terkait dengan capres dan cawapres berdasarkan keputusan Kongres V dimandatkan kepada ketua umum partai," ucap Hasto saat dihubungi, Senin (20/9/2021).
Kemudian saya mencoba riset apakah Ganjar Pranowo ada kalimat menyebut dirinya akan menjadi capres atau cawapres? Tapi setelah pencarian sekian lama tak ada kata atau kalimat yang keluar dari mulutnya.
Selanjutnya kata disebut, nah kalau yang ini sosok Ganjar Pranowo tak perlu kita riset sudah bakal banyak sekali pernyataan relawan, pengamat, tokoh politik, tokoh publik bahkan masyarakat yang menyebut Ganjar layak jadi presiden atau wakil presiden di 2024.
Maka jika membaca pernyataan Hasto di atas tentu Ganjar pantas diberi sanksi? Bukankah begitu? Di sinilah letak ambigu tapi sekaligus paradoks juga ironis.
PDIP ini sepertinya kok ketakutan sekali jika Ganjar Pranowo yang paling bersinar diantara kader yang lainnya. Lantas jika tak ingin disebutkan apakah lantas rakyat disuruh diam?
Atau bagaimana, apakah Ganjar Pranowo yang sudah jauh hari selalu mengatakan tak memikirkan soal pilpres dan hanya fokus kerja dan menangani covid, apa lantas harus memerintahkan rakyat yang bisa jadi ia sendiri tak mengenal untuk jangan sebut namanya?
Kalau sanksi ada tokoh atau kader PDIP yang menyebut dirinya mau nyapres rasanya masih bisa diterima dengan akal sehat tapi kalau disebut tentu ini yang tak masuk logika. Siapa kiranya yang dapat mencegah rakyat?
Maka apa yang dilakukan oleh PDIP bagi saya telah berusaha merapuhkan kata demokrasi itu sendiri. Padahal derajat kemuliaan suara rakyat dijunjung tinggi setara kuasa ilahiah. Mantranya, suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei).
Suara rakyat yang disunggi sedemikian tinggi dipercayakan kepada para wakil rakyat dan penguasa negara yang lain. Rakyat mengganjar mereka martabat, kehormatan, dan otoritas politik agar kekuasaan dikelola guna mewujudkan kesejahteraan bersama.
Rakyat mempertaruhkan nasib dan masa depannya kepada mereka. Jika demikian maka timbul pertanyaannya, mengapa praktik demokrasi di Indonesia digiring semakin rapuh? Dengan dalih mandat ketum dan lain sebagainya.
Semestinya PDIP membiarkan saja rakyat berekspresi. Jika ada relawan yang deklarasi sana sini lalu apa salahnya? Jika rakyat melalui organ-organ yang muncul bak jamur di musim hujan itu berkembang ya itu pertanda bagus bukan? itu gambaran jika rakyat peduli dengan kondisi bangsa dan menginginkan tokoh yang sesuai dengan keinginannya. Sudah tinggalkan sisi feodal yang masih kental.
Apa yang dilakukan PDIP dengan memberi sanksi bagi saya tindakan kebablasan. Perhatikan saja ketika ribuan baliho Puan Maharani berdiri di sudut-sudut kota di seluruh Indonesia, meski dirinya tak menyebut tapi bukankah pemasangan baliho itu sudah mendeskripsikan? Dan satu hal lagi bukankah Puan Maharani juga disebut-sebut oleh banyak tokoh juga?
Jika sudah begitu apakah sanksi PDIP itu juga berlaku hanya untuk sosok tertentu atau tanpa pengeculian?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kembali-ganjar-dihajar-sanksi-pdip-ambigu-PhYHUq7OV9
Akhirnya Anies Dipanggil KPK, Efek Sepupunya Dipecat?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut dugaan korupsi dalam keterlibatan Pemprov DKI Jakarta mengenai pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon Jakarta Timur. Tidak di satu lokasi saja, KPK juga menemukan kejanggalan pengadaan tanah di wilayah lain.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka diantaranya Yoory C Pinontoan sebagai Direktur Utama Pembangunan Sarana Jaya, A. Runtuwene selaku Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, lalu Tommy Adrian sebagai Direktur Adonara Propertindo, dan Rudy Hartono Iskandar seorang Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur. KPK juga memperkarakan satu tersangka korporasi yaitu PT Adonara Propertindo.
Dari perbuatan tersangka telah diduga merugikan keuangan negara terkait proyek pembelian tanah sebesar RP 152,5 miliar. Untuk itulah, agar perkara ini terang benderang karena telah merugikan uang negara, maka KPK akan memanggil Anies Baswedan dan Prasetyo Edi Marsudi. Langkah tersebut untuk memastikan anggaran pengadaan tanah yang bersumber dari APBD telah dibahas dan ditetapkan oleh Pemprov DKI dan DPRD.
Pemanggilan Anies dan Prasetyo merupakan pintu masuk untuk kasus dugaan korupsi yang telah dilakukan pihak Pemprov DKI bersama pihak swasta. Bagi saya Anies sangat bertanggung jawab atas dugaan pembelian tanah karena sebagai Gubernur bersama Ketua DPRD mempunyai wewenang untuk menetapkan RAPBD menjadi APBD. Seharusnya Anies dan Prasetyo mengetahui anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan lahan tersebut.
Dalam pemanggilan ini, saya berkeyakinan bahwa Anies akan panas dingin menghadapi pertanyaan para penyidik. Meski terlihat lambat dalam pemanggilan, setidaknya Anies kini harus memenuhi panggilan tersebut. Namun perlu diingat, Anies sangat pandai mengolah kata sehingga jangan sampai ia dapat berkelit dari pusaran kasus korupsi ini.
Menanggapi pemanggilan Anies, pihak Pemprov DKI yang diwakili Wakil Gubernur Riza Patria meyakini bahwa Anies tidak terlibat dalam dugaan korupsi tersebut.
"Sejauh yang saya tahu beliau tidak terlibat, dan saya tidak tahu masalah itu (pengadaan lahan Munjul), dan saya yakin Pak Anies tidak terlibat oleh kasus-kasus seperti itu,” Kata Riza Patria yang dilansir CNN.com.
Koq Riza begitu yakin Anies tak terlibat? Kita lihat saja hasil investigasi KPK dari keterangan Anies dan para tersangka. Dari semula Anies yang menyusun RAPBD menjadi APBD sepatutnya memahami jika ada sesuatu yang tidak beres dalam pengadaan lahan. Ia harus bertanggung jawab penuh jika anak buahnya memiliki niat yang tidak baik untuk memainkan anggaran. Publik bisa menilai bahwa ada kerja sama antara pihak Pemprov DKI dan pihak swasta yang memiliki niat busuk untuk mengeruk uang negara. Disinilah perlunya Anies dipanggil agar kasus ini menjadi jelas.
Tidak masuk akal jika Anies sebagai Gubernur tidak terlibat langsung secara teknis seperti mengetahui dan menyetujui proyek tersebut. Masak sih Gubernur tidak tahu berapa harga tanah yang harus dibeli? Ini berarti Pemprov DKI tidak bertanggung jawab dan lepas tangan begitu saja atas pengadaan lahan. Jadi di sini Pemprov DKI sedang cuci tangan.
Dan tidak mungkin juga Anies tidak terlibat dalam perkara ini, sementara proyek besar ini merupakan program andalan Anies. Jadi, sangat tidak masuk akal jika Anies tidak terlibat dalam dugaan korupsi yang telah dilakukan anak buahnya dengan pihak lain.
Saya mengapresiasi KPK untuk memanggil Anies Baswedan dalam membuat keterangan agar kasus menjadi jelas. Momen ini adalah yang paling ditunggu-tunggu oleh publik mengingat sebelumnya ada rencana pemanggilan namun tidak terealisir. Publik menebak bahwa ini ada kaitannya dengan sepupu Anies yang telah didepak oleh KPK sehingga akhirnya Anies dipanggil menjadi saksi.
Masyarakat Indonesia dan warga DKI khususnya amat mendukung langkah KPK memanggil Anies agar kasus ini akan cepat diselesaikan secara terang benderang dan tidak akan menjadi polemik yang berkepanjangan.
Ini ibaratnya bisul sudah pecah karena akhirnya KPK bisa menjalankan keinginan warga masyarakat agar Anies diperiksa dalam kasus pengadaan lahan ini. Dan semoga saja tidak berhenti pada kasus ini, namun kasus-kasus lain yang telah dilakukan Pemprov DKI dalam menghamburkan uang negara.
Tanpa sepupu Anies, Novel Baswedan di KPK, masyarakat berharap agar KPK menangani kasus dugaan korupsi ini dengan sungguh-sungguh agar Anies diperiksa tidak hanya sebagai saksi, tetapi bisa ditetapkan sebagai tersangka.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/akhirnya-anies-dipanggil-kpk-efek-sepupunya-LyYk6ATs0Q
Kala Fadli Zonk Meledek Prawobo dan Tampar Muka Sendiri Soal Kapal Asing di Natuna
Sekarang ini partai oposisi dan orang-orang oposan sudah bertingkah sangat jelek sekali. Bukan wajah saja yang jelek, tapi hati, pikiran dan otak mereka lebih jelek lagi dengan jadi kritikus, eh bukan kritikus, karena jika mengkritik pastilah pada porsinya dan ada alasan jelas mengkritik pemerintah. Tapi mereka bertingkah nyinyir dan apa yang mereka lontarkan tidak lebih dari sakit hati karena tidak masuk ke pemerintahan. Itulah para oposan sekarang ini.
Kenapa para oposan itu saya katakan jelek? Karena mereka memamerkan tindak tanduk terhadap pemahaman sistem tata negara yang ngaco, ambigu, dan standart ganda, ya mau apalagi. Sistem presidensial sejatinya tidak ada oposisi atau koalisi. Memang eforia usai reformasi masih terjadi.
Hampir seperempat abad, dengan ditingkahi politikus tamak dan rakus, makin menjadi-jadi ngaconya demokrasi negeri ini. Ya sudahlah memang masih perlu waktu untuk menuju pada tatanan yang semestinya. Sayang memang energi bangsa ini terbuang percuma hanya karena elit yang kehilangan gundu mainan kesayangannya.
Salah satu ciri mendasar demokrasi ya berani kalah, sekaligus berani menang. Jika tidak mau kalah, ya jangan pernah berkompetisi dan menjadi pemenang. Selamanya akan menjadi pecundang dan hiruk pikuk di luar arena. Hati-hati jangan menjadi sebuah tradisi dan budaya negeri ini.
Hiruk pikuk oposan ditingkahi barisan sakit hati yang tersingkir dari kue kekuasaan memang paling gaduh akhir-akhir ini. Membangun brand untuk 2024 adalah sebagian pihak yang membuat keruh suasana. Entahlah, mengapa mereka harus berperan seperti itu. Apakah tidak mikir bahwa dengan demikian mengorbankan negeri ini?
Contoh sederhana adalah partai Gerindra dan Demokrat. Khusus Gerindra yang akan saya bahas disini dengan titik koordinat tertuju pada Fadli Zon tanpa K dan Prabowo Subianto.
Partai Gerindra dua kali kalah dalam pilpres melawan partai dan orang yang sama. PDI-P dan Presiden Jokowi. Pada periode kedua, Presiden Jokowi dengan kebesaran hati dan sikap legowo tingkat dewa, melirik, melihat, dan mengajak Prabowo yang kalah dua kali masuk ke dalam sistem pemerintahan Presiden Jokowi dan memberikan jabatan penting yang jauh lebih menguntungkan dan membuat para pendukung Presiden Jokowi hanya bersabar dan mengelus dada.
Benar saja, keadaan lebih tenang dan Presiden Jokowi bisa berbuat lebih leluasa. Nyanyian sumbang makin sedikit karena kekuatan ada di Gerindra.
Kelompok fundamentalis dan partai tidak jelas seperti PKS dan Demokrat bukan hitungan kenceng bagi Presiden Jokowi. Apalagi usai FPI dibubarkan dan dinyatakan terlarang. Menyusul Rizieq dan Munarman sunyi sepi di bui. Hanya tinggal sisa-sisa saja, seperti alumni 212 yang kebingungan, bak anak ayam kehilangan induk.
Gerindra senyap, tapi masih ada orang seperti Fadli Zon yang selalu bikin kuping panas. Orang tak jelas ini selalu mengkritik pemerintah, namun entah sadar atau mabuk, dia telah menampar Prabowo Subianto setiap kali dia ngomong.
Satu orang ini memang Prabowo saja sudah mengatakan tidak bisa mengendalikannya. Tetapi posisi sebagai anggota biasa, baik di dewan ataupun partai membuatnya tidak cukup memiliki gaung.
Masih relatif sama, hanya media tidak lagi memberikan dia cukup panggung untuk menguras energi. Toh Prabowo juga tidak mau malu di depan presiden dan menyanjung Presiden Jokowi atas kinerja yang luar biasa.
Malah kali ini Fadli Zon bak meludahi muka Prabowo ketika berkomentar soal kapal asing, RRC di sekitar Laut Natuna Utara. Siapa yang memegang tampuk tanggung jawab keamanan negara?
Maunya meremehkan Presiden Jokowi sebagaimana biasanya. Ia lupa, bahwa bosnya yang ada di sana. Apa yang bisa kita pelajari?
Oposan itu tidak buruk, bagus malah. Sepanjang mampu mempertanggungjawabkannya. Alasanya jelas bukan semata kebencian karena kalah pemilihan, tidak mendapatkan kursi dan kekuasaan kemudian berteriak-teriak pemerintah gagal, jelek, dan seterusnya.
Sikap kritis itu harus, namun juga jangan lupa, kudu waras. Mengapa? Jika tidak waras, mana yang terjadi adalah waton sulaya. Demokrasi yang sudah tidak sehat karena fokusnya hanya menggantikan kekuasaan, tanpa mau tahu keadaan.
Menjelang akhir September Ceria, Fadli Zon semakin aktif keluar dari sarangnya untuk berkomentar dengan berbagai peristiwa tanah air, termasuk fenomena kapal perang China yang berseliweran di Laut Natuna, akhir-akhir ini, yang bahkan membuat para nelayan takut melaut.
"Tapi kenapa pemerintah seolah “takluk” dan terus masukkan TKA China ke dalam negeri dengan leluasa?" cuit Fadli melalui akun Twitter @fadlizon yang dikutip, Jumat (17/9/2021).
Pertanyaan Fadli Zon yang selalu menyudutkan pemerintah, tampak jelas kali ini tidak hanya menampar wajah Prabowo, tapi juga meludahinya, mengapa? Karena seperti kita tau, Prabowo adalah Menteri Pertahanan, artinya tanpa harus minta petunjuk kepada Presiden, Prabowo sudah tau apa yang harus dia perbuat bukan?
Apakah Fadli Zon sedang mengolok-olok Pemerintah yang didalamnya ada Menteri Pertahanan Prabowo yang juga ketua partai Gerindra? Kita tunggu saja apa reaksi Prabowo bukan? Kira-kira begitu..
Sumber Utama : https://seword.com/umum/kala-fadli-zonk-meledek-prawobo-dan-tampar-muka-lFcqdONwSG
Cawapres Anies : Abu Janda, Ade Armando Hati-Hati Penghakiman Jalanan
Masih ingat dengan laskar FPI yang mati di jalan tol? Kita tidak lupa bagaimana FPI mewek-mewek sampai bawa-bawa pengadilan akhirat dan HAM internasional. FPI dan para kadrun menuduh pemerintah melakukan extra juducial killing, membunuh tanpa proses peradilan.
Tapi yang namanya standart ganda sudah menjadi ciri khas kadrun termasuk FPI. Ketika terjadi penghakiman tanpa peradilan terhadap Muhammad Kace, mereka malah bahagia dan menjadikan pelaku sebagai pahlawan.
Bahkan kejadian tersebut menjadi amunisi untuk mengancam dan menekan lawan-lawan politik mereka. Ade Armando dan Abu Janda adalah target dari ancaman tersebut. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membungkam suara para pembela NKRI dari paham radikal dan khilafah (yang sebenarnya tidak lebih dari PKI berjubah agama).
“Sukmawati, Abu Janda, Muwafiq, Ade Armando bisa saja dieksekusi di jalanan oleh massa. Di sel saja bisa lolos penganiayaan, apalagi di jalanan,” ucap Novel kepada PojokSatu.id, Senin (20/9/2021).
Inilah yang dilakukan Cawapres Anies Baswedan yaitu Novel Bamukmin. Novel menganggap penganiayaan yang diterima Muhammad Kace sebagai hal yang wajar, bahkan masih ringan dibandingkan hukum seharusnya yang Muhammad Kace terima. Yaitu hukuman mati menurut agama Islam, itu kata Novel Bamukmin. Berikut ucapan Cawapres Anies :
“Dalam hukum Islam untuk penista agama tidak ada tebusannya kecuali hukuman mati,” tegasnya.
Tidak cukup di situ, Cawapres Anies juga menjadikan hal tersebut ancaman kepada pihak lainnya. Novel mengancam bahwa yang menimpa Muhammad Kace bisa terjadi kepada siapa saja, termasuk Ade Armando, Abu Janda, Gus Muwafiq, Sukmawati Soekarnoputri. Intinya orang-orang yang bersebrangan diancam akan mendapatkan pengadilan jalanan oleh sang Cawapres dari gotbener tersebut. Berikut ucapan Cawapres Anies :
“Hal ini bisa saja akan meluas dilakukan penghakiman jalanan terhadap kasus dugaan penistaan agama yang lain yang tidak diproses secara hukum dengan adil,” tegas Novel.
Indonesia tampaknya mau dibuat seperti Afghanistan dan Suriah yang mundur menuju ke abad kegelapan. Hukum di Indonesia mau dimatikan, sehingga yang berlaku adalah hukum jalanan. Hal ini bisa menyebabkan perang saudara seperti di Suriah dan Afghanistan, benar-benar ngeri propaganda pendukung khilafah ini.
Logika yang digunakan adalah logika sebab akibat. Muhammad Kace dianiaya karena dianggap menghina nabi, jadi akibat dari perbuatannya dianggap wajar. Logika ini bagi kadrun-kadrun cacat logika dianggap hebat, tapi sebenarnya sangat bodoh. Kenapa?
Berbicara sebab akibat, memang di dunia ini semua berdasarkan hukum sebab akibat. Muhammad Kace juga melakukan penistaan karena ada sebabnya, yaitu dia menanggapi muslim lain yang menghina Kristen di YouTube. Di YouTube memang banyak channel debat agama. Lalu apakah karena ada sebabnya, maka perbuatan Muhammad Kace menghina nabi dibenarkan?
Demikian pula dengan Novel Bamukmin, kerjaannya provokasi. Lalu misal (contoh) bila suatu saat ada yang membunuh dia karena tindakannya tersebut, apa serta merta sang pembunuh dianggap benar hanya berdasarkan hukum sebab akibat? Ingat gimana FPI mewek-mewek saat anggotanya ditembak mati di jalan tol? Anggota FPI mati kan ada sebabnya juga, yaitu melawan aparat.
Jadi memang semuanya pasti ada penyebab. Tapi respon seseorang terhadap hal tersebut, bukan berarti selalu benar. Anda dihina, tapi kalau anda membalas dengan membunuh, maka anda tetap dihukum, walaupun tindakan anda ada penyebabnya. Sampai sini otak kadrun udah pinter belum?
Penulis memang mengaggap Novel ini cuma orang yang tidak penting yang kerjaannya cuma cari perhatian dan provokasi. Tapi ucapan dia ini sebenarnya memiliki efek negatif yang jika dibiarkan bisa meluas. Sekaligus menggambarkan bahwa bagi sebagian orang, main hakim sendiri adalah tindakan yang wajar.
Jika memang hukum tegak di NKRI. Seharusnya apa yang dilakukan Novel Bamukmin ini bisa diganjar dengan hukuman, karena sudah masuk pasal "pengancaman kekerasan & menghasut".
Jadi saran penulis kepada polisi, segera proses Novel Bamukmin. Kalau melawan tembak saja di tempat pak polisi. Kalau keluarga dan sahabatnya protes, nanti pak polisi jawab sesuai ucapan Novel saja, bahwa semuanya ada sebab akibat.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/cawapres-anies-abu-janda-ade-armando-hati-hati-tWp8GzhpFe
Satu Benda Mati yang Ahok Bangun Jauh Lebih Berguna daripada Koleksi Benda Matinya Anies?
Masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 rasanya tak bisa lepas dari ingatan kita begitu saja. Tak hanya bagi warga Jakarta … yang kini 58 persen warganya yang ikutan nyoblos Anies-Sandi kudu menanggung akibat dari pilihan mereka … tapi juga secara nasional. Pilkada DKI Jakarta bisa dibilang (kalau bukan satu-satunya) sebagai salah satu Pilkada terburuk sejak proses pemilihan kepala daerah secara langsung digelar di negeri ini.
Sampai hari ini pun, jelang tahun terakhir masa kepemimpinan Anies Baswedan yang dulu berpasangan dengan Sandiaga Uno tapi kini berganti partner dengan Ahmad “Bemper” Riza Patria itu .. kisah kepemimpinan Anies di Jakarta lebih banyak kontroversinya daripada manfaat yang dirasakan oleh masyarakat Jakarta secara keseluruhan.
Nah, bicara soal janji kampanye dulu sewaktu Pilkada DKI Jakarta 2017 digelar, salah satu tudingan paling keras (boleh bilang kasar gak?) yang disampaikan Anies Baswedan adalah menyangkut bangunan benda mati yang disebut menjadi fokus Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Mungkin waktu itu ada semacam iri hati yang dilihat oleh Anies Baswedan ketika menyebut bahwa dirinya tidak berencana hanya membangun benda mati, tapi membangun manusianya. Benda mati disebut ketika itu hanya menarik untuk difoto dan ditunjukkan.
“Karena itu politisi senang membangun benda mati,” kata Anies waktu itu dengan pesonanya sebagai ahli tata kata.
Saking ahlinya, menurut saya nggak heran kalau ada banyak yang lantas terkecoh, lalu mengangguk-angguk tanda tak mengerti … karena terbuai pesona kata-kata indahnya. Seperti buaian janji-janji manis lainnya yang terbukti sukses mengecoh 58 persen warga peserta Pilkada DKI Jakarta yang dulu mencoblos Anies-Sandi, tapi kini semakin melihat bahwa pilihan mereka (rasanya) benar-benar keliru.
Kembali ke persoalan benda mati ….
Seingat saya, ada legacy kuat yang ditinggalkan oleh pemerintahan Ahok, yang sempat dilanjutkan oleh Djarot … yakni dengan Simpang Susun Semanggi yang megah itu. Selepas dari penjara di Mako Brimob, Ahok berkesempatan melintasi jalan yang megah itu, yang dahulu dibangun pada masa pemerintahannya tanpa sepeser pun memakai uang APBD. Beda dong sama proyek Formula E, dimana lebih terlihat membuang uang rakyat dengan percuma tapi sampai hari ini hasilnya nol besar!
Saya rasanya tak perlu menyebut karya-karya lain yang disebut Anies sebagai benda mati itu, karena selama hampir 4 tahun pemerintahan Anies … tak ada satupun yang bisa mengalahkan satu bangunan yang mungkin justru sudah berkali-kali dilintasi Anies Baswedan selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Kita mau sebut apa? Tugu Getah-Getih? Monumen peti mati dan setan-setanannya? Genteng bercat warna-warni? Jalur sepeda di jalan protokol yang kini tinggal kenangan? Jembatan tanpa atap yang katanya akan menarik minat warga untuk foto-foto? Atau …. yang paling aktual … Sepatu raksasa yang kini sudah tak nampak lagi setelah menjadi sasaran aksi vandalisme?
Kita belum bicara soal anggaran dari berbagai proyek benda mati yang dibangun pada masa Anies Baswedan, yang terkesan membuat sosok “gubernur santun dan seiman” itu seperti menjilat ludahnya sendiri. Ya kan?
Bagi saya setidaknya ada dua dugaan kenapa sampai Anies justru sibuk membangun benda mati, padahal dulu sepertinya dia dengan yakin akan lebih berfokus pada membangun manusia Jakarta. Eh, terbukti ding kepedulian Anies membangun manusia belum lama ini … yakni dengan menjamu para anggota DPRD yang terhormat, lalu membuat mereka kenyang supaya imunitas naik dan tidak mudah sakit. Hahahaha…!
Pertama, Anies dulu asal bicara … yang penting terlihat kontra dengan program yang sudah dan akan dilaksanakan oleh Ahok-Djarot. Kedua, Anies memang tak tahu apa-apa buat mewujudkan apa yang sudah diomongkannya semasa menarik simpati dari para calon pemilihnya pada Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
Bagaimana menurut Anda? Adakah bangunan benda matinya Anies yang mungkin terlewat dari ingatan saya … yang misalnya kita tandingkan dengan Simpang Susun Semanggi sebagai “benda mati” yang murni dibangun sebagai bukti kapasitas Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta (bukan karena bantuan dari pemerintah pusat) … bisa mengalahkan warisan Ahok itu?
Rasanya kok belum ada ya? Entah kalau besok tiba-tiba dibangun monumen dengan bentuk mobil Formula E, sebagai kenang-kenangan supaya program itu nggak dibilang gagal total dan merugikan negara karena menggunakan dana APBD untuk membayar DP-nya .. sekaligus bisa dipakai ngeles dengan berkata:
*“Tuh ada buktinya Formula E bisa dibikin (monumen mobilnya) di Jakarta.”
Daaan ... silakan berpikir apakah gubernur dengan omongan yang tak bisa dipegang itu pantas buat diberi kesempatan meramaikan Pilpres 2024 atau sebaiknya kita doakan bareng-bareng agar kiprah politiknya "dicukupkan" sampai mentok pada 2022 nanti.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/satu-benda-mati-yang-ahok-bangun-jauh-lebih-CMTdPJJo29
Re-post by MigoBerita / Selasa/21092021/12.09Wita/Bjm