» » » » Koq bisa MUI disusupi paham RADIKAL "TandaTanya"

Koq bisa MUI disusupi paham RADIKAL "TandaTanya"

Penulis By on Sabtu, 20 November 2021 | No comments

Migo Berita - Banjarmasin - Koq bisa MUI disusupi paham RADIKAL. Majelis Ulama Indonesia itu punya siapa sih? Segelintir ummat Islam Indonesia atau milik semua orang Indonesia yang Ngaku Islam??

Beda Kelas! Anies Janji Manis ke Buruh, Jokowi Stop Ekspor Mineral untuk Tarik Investor!

Rupanya mental masyarakat kita masih begitu naif hingga dengan mudahnya percaya kata-kata ketimbang melihat aksi nyata. Inilah yang kini terjadu di Ibukota saat Anies dipuji-puji mau menemui buruh yang unjuk rasa. Seperti biasa media-media mainstream menjadi terdepan dalam memberitakan hingga menyebut Anies cocok menjadi presiden masa depan. Seketika berita DP 0 rupiah yang bermasalah, Formula E yang penuh korupsi, termasuk terciduknya sohib Aneis di MUI oleh Densus 88 terkait teroris musnah seketika.

Padahal kalau mau jujur, apa saja program Anies yang sukses di Ibukota? Dari OK OCE, naturalisasi, sumur resapan, dan lain sebagainya tak jalan sebagaimana mestinya. Anies yang awalnya menjanjikan rumah DP 0 rupiah untuk warga miskin berubah untuk kalangan menengah ke atas setalah menjabat. Termasuk program OK OCE yang katanya dimodalin dan dicarikan pembeli nyatanya malah memiliki skema kredit dengan bunga melebihi bunga Bank. Janji penghentian reklamasi nyatanya jalan terus. Janji menutup perusahaan bir nyatanaya saham pemprov DKI masih ada di sana. Masih banyak lagi janji-janji manis lainnya yang tak bisa direalisasikan.

Jadi heran melihat kelakuan para buruh yang masih mau dikibulin Anies. Termasuk sejumlah jurnalis media yang tutup mata karena mungkin sudah menerima saweran. Lagipula kondisi pandemi seperti saat ini sangat tidak tepat menuntut kenaikan gaji tinggi. Bahkan di Jawa Timur ada 29 perusahaan tak beroperasi lagi imbas pandemi. Sudah enak masih digaji bulanan tanpa ada pemotongan. Sangat keterlaluan kalau meminta tuntutan upah tinggi, tanpa memperhatikan buruh-buruh lain yang harus kehilangan pekerjaan lantaran di PHK, dirumahkan sementara dan sebagainya. Itulah bedanya Anies yang tega memanfaatkan situasi buruk demi menaikkan citranya dan Jokowi yang benar-benar memikirkan nasib para buruh. Jokowi berani tak populer demi masa depan anak cucu kita nanti. Karena sejaitnya para buruh yang banyak tuntutan itu, tak mau berpikir panjang untuk kenerlanjutan perusahaan atau karirnya. Dia berlikir dapat gaji banyak, tapi abai dengan nasib dunia usaha yang bisa jadi membuatnya jadi pengangguran suatu hari. Akhirnya secara tak sadar membunuh masa depan anak dan cucunya sendiri.

Sebelumnya seperti dilansir kompas.com, Presiden Joko Widodo menyatakan, Indonesia secara bertahap akan menyetop ekspor barang tambang mentah. Mulai dari nikel, bauksit, hingga tembaga. Namun, Indonesia akan tetap terbuka pada investasi di sektor pengolahan dan industri hilir hasil tambang tersebut. 

"Kita tidak menutup diri, kita terbuka. Tapi kalau kita kirim bahan mentah terus. Ndak-ndak, setop. Jangan berpikir Indonesia akan kirim bahan mentah. Nikel pertama. Sudah setop,” kata Jokowi dalam Kompas100 CEO Forum, Kamis (18/11/2021).

Jokowi menilai nikel adalah komoditas masa depan. Lantaran digunakan sebagai salah satu komponen utama pembuatan baterai kendaraan listrik. Sehingga Indonesia ingin mengolahnya sendiri. 

"Kalau saya buka nikel dan kita kirim raw material dari Indonesia ke Eropa dan negara-negara lain, yang buka lapangan kerja mereka dong. Kita tidak dapat apa-apa,” tutur Jokowi. 

"Tahun depan (larangan) bauksit. Kalau smelter (pabrik pengolahan) kita siap, setop bauksit, sehingga kita buka lapangan kerja. Bauksit sudah. Tahun depannya, setop tembaga. Kalau smelter kita di Gresik sudah selesai, setop," ujarnya. 

Pada 12 Oktober lalu, Jokowi baru saja meresmikan dimulainya pembangunan (groundbreaking) smelter tembaga PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur.

Presiden menyebut smelter itu akan menjadi yang terbesar di dunia. Setelah konstruksi rampung, smelter ini dapat mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga menjadi 600 ribu ton katoda tembaga per tahun. 

Inilah bedanya Anies dan Jokowi dalam membenahi dunia usaha. Satunya modal janji manis demi pencitraan semata, satunya berpikir jauh ke depan untuk kebaikan bangsa. Jadi kalau ada yang meneriaki Anies cocok jadi presiden, mungkin bisa jadi presiden media Tempo atau presiden buruh menggantikan Said Iqbal. Tapi, maaf untuk jadi presiden Indonesia, Anies tak akan pernah layak karena kecintaannya pada bangsa tak ada seujung kukunya Jokowi.

Biarlah mereka memuji-muji Anies yang kini masih ramai karena dirinya disebut dekat dengan teroris. Biarlah mereka terus berhalusinasi merusak negeri ini denagn janji surga yang fana. Kita yakin Tuhan mencintain negeri ini dan akan menjauhkan negeri ini dari pemimpin dzolim seperti Gubernur ibukota. Kita yakin Jokowi akan membawa bangsa ini jauh maju ke depan dan bisa menyaingi negara maju lainnya. Perlahan tapi pasti, kita akan jadi majikan di negeri sendiri. Bukan jadi buruh yang selalu bangga dengan tuntutan kenaikan gaji, tapi abai dengan masa depan generasi nanti.

Sumber Utama : https://seword.com/politik/beda-kelas-anies-janji-manis-ke-buruh-jokowi-aKuEpkh94i

Telak! Serang Densus 88, PKS Malah Kena Tampar MUI!

Sebuah artikel di media online pada tahun 2018 memaparkan 8 dosa PKS. Sebuah partai yang mengaku sebagai partai agamis. Namun, kelakuan kadernya sangat jauh dari citra agamis. Media itu sampai menyebut PKS sebagai partai yang tidak tahu diri dan tidak pernah bercermin. Dosa besarnya saja sampai 8. Itu pun sampai tahun 2018 saja. Belum termasuk dosa-dosa baru di tahun 2019 hingga sekarang.

Nah, apa saja 8 dosa PKS itu? Pertama, tentunya adalah terkait korupsi impor daging sapi. Tidak tanggung-tanggung, pelakunya adalah Presiden PKS waktu itu, Lutfie Hasan Ishaaq. Ketua Umum parpol korupsi? Hanya di PKS. Kedua, terkait kasus pencucian uang dan menerima suap dari “aseng”. Padahal selalu berkoar tolak “aseng”. Pelakunya adalah anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Yudi Widiana, yang menerima suap dari So Kok Seng alias Aseng. Ketiga, menggunakan istilah Al Quran untuk korupsi. Terkait kasus di atas, politisi PKS tersebut memakai kata “juz” dan “liqo” sebagai kode korupsi. Keempat, kasus mesum dengan PSK, yang terkait dengan kasus korupsi sapi. Ahmad Fathanah, sahabat karib Lutfie Hasan Ishaaq dan disebut “ustadz PKS” , saat ditangkap KPK waktu itu sedang bersama seorang mahasiswi yang dibayar dengan sejumlah uang, di sebuah kamar hotel. Kelima, terciduk menonton video porno. Pelakunya adalah seorang anggota DPR dari PKS, saat sidang paripurna berlangsung. Selain itu, ada pula kader PKS lain yang ketahuan mengikuti akun-akun porno dan me-like video porno. Ow-Em-Jiiii…. Keenam, ada beberapa kasus perzinahan, perselingkuhan dan asusila oleh kader PKS di berbagai daerah. Ketujuh, insiden penginjakan bendera merah putih saat perayaan milad PKS di Tasikmalaya. Kedelapan, pemasangan bendera Merah Putih yang terbalik di kantor PKS Situbondo Sumber.

Daftar dosa yang panjang dan memalukan. Namun dengan pedenya, para elit dan kader PKS selalu berupaya menjadi oposisi pemerintah dengan segala cara. Lucu kan? Bagaimana kita, rakyat ini, percaya sama perkataan pihak oposisi, ketika pihak oposisinya model PKS hehehe… Yang sok agamis, tapi korup dan demen hal-hal yang asusila. Juga terbukti nasionalismenya kurang, kalau tidak mau disebut malah mau mengganti dasar negara. Masih ingat kan, video yang beredar pada saat menjelang Pilpres 2019 lalu? Di dalam video itu, elit PKS, Mardani Ali Sera bersama jubir HTI, Ismail Yusanto, dengan terang-terangan hendak mengganti sistem negara ini. Wajar kan kalau waktu itu mereka dipolisikan dengan tuduhan makar Sumber. Niatnya sangat jelas, mau ganti sistem negara ini. Afiliasinya pun jelas, bersama HTI, ormas yang sudah dilarang oleh Undang Undang. Lalu PKS masih merasa membawa suara rakyat karena kader-kadernya ada di Senayan? Siapa yang percaya?

PKS mencari segala cara untuk bisa mempertahankan elektabilitasnya sebagai partai politik. Apa lagi kalau bukan dengan memainkan politik identitas. Sekali lagi, ini sebenarnya sangat bertentangan dengan dosa-dosanya sendiri, hehehe… Kalo soal pede, PKS nggak ada matinya ya. Urat malunya sudah putus kali? Ini pun dibuktikan oleh PKS, dengan ikut memainkan narasi, terkait penangkapan 3 terduga teroris oleh Densus 88 pada hari Selasa lalu (16/11).

Ketiganya adalah Ustaz Farid Okbah, Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), Ahmad Zain An Najah, pengurus Komisi Fatwa MUI dan Anung Al-Hamad. Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana terorisme, terkait dengan jaringan Jamaah Islamiyah (JI) Sumber. Densus 88 tentu tidak akan menangkap terduga teroris tanpa bukti yang cukup. Dijabarkan oleh Polri, penangkapan ketiganya terkait dengan posisi mereka dalam jaringan JI dan penggalangan dana melalui kotak amal untuk kegiatan terorisme Sumber.

Bahkan Farid Okbah pernah ke Afganistan sebagai fasilitator atau koordinator JI untuk Al Qaeda di Afganistan. Farid disebut kerap memberikan pelatihan kepada sejumlah kader dan ustadz, yang menyebarkan visi dan misi Jamaah Islamiyah Sumber. Sementara Ahmad Zain disebut sebagai alumni pesantren yang didirikan petinggi JI, Abu Bakar Ba’asyir. Zain punya kedekatan dengan mantan anggota ISIS yang telah ditangkap Densus 88 sebelumnya. Juga kerap memberikan ceramah yang berisi propaganda radikalisme Sumber. Dijelaskan pula oleh pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), bahwa prosedur penangkapan terduga terorisme berdasarkan minimal 2 alat bukti Sumber. Sehingga bisa dipastikan bahwa Densus 88 telah memiliki alat bukti yang kuat, sehingga dapat melakukan penangkapan.

Tentu saja fakta itu berusaha dikaburkan oleh PKS. Mardani Ali Sera cepat-cepat berkoar di media sosial. Dia mencuit, bahwa dia masih mencari info dari kawan-kawan di kepolisian, komisi 3 DPR, dll. Namun sampai sore Selasa (16/11), belum ada penjelasan akurat tentang alasan penangkapan-penangkapan ulama. Sungguh menimbulkan keprihatian banyak pihak, jangan sampai memperkuat dugaan masyarakat tentang resim islamophobia, lanjut Mardani. Tak lupa dia juga menyematkan tagar #saveUlama, dalam cuitannya itu link Twitter

Article

Narasi yang dilemparkan oleh Mardani itu “PKS banget”. Berupaya tampil agamis, sebagai pembela ulama. Padahal mana ada ulama yang dilarang menyiarkan agama di negara ini? PKS juga belagak sebagai wakil rakyat seluruh Indonesia. Padahal dalam Pemilu 2019, PKS hanya memperoleh suara 8,21% atau sekitar 11,5 juta dari 139,9 juta suara sah nasional Sumber. Sedikit banget kan? Sudah dosanya banyak, nggak tahu malu, juga belagak mewakili suara rakyat se-Indonesia.

Tentu kita bisa saja berpanjang lebar membalikkan serangan PKS terhadap Densus 88 itu. Misalnya, soal penjelasan penangkapan, yang sudah banyak diungkap di berbagai media. Lalu mempertanyakan mengapa Mardani sudah memakai tagar #saveUlama, padahal katanya masih mencari info. Seakan sudah membenarkan adanya penangkapan ulama oleh pemerintah, walaupun tidak benar adanya. Alias melempar fitnah kan? Rakyat tidak perlu meributkan PKS, nanti mereka malah senang karena jurus caper-nya berhasil. Cukup MUI saja yang langsung melemparkan tamparan pedas ke Mardani dan PKS.

MUI memang jadi pihak yang banyak diburu awak media. Karena ada petingginya, Ahmad Zain, yang ikut ditangkap. Berbeda jauh dengan narasi PKS, MUI justru menyatakan dukungannya terhadap tindakan Densus 88 dalam penegakan dan pencegahan terorisme. “Kami dukung sepenuhnya,” ujar Ketua MUI KH Cholil Nafis Sumber. Sedangkan Ketum MUI Miftachul Akhyar menyatakan menyerahkan sepenuhnya proses hukum Ahmad Zain kepada aparat penegak hukum Sumber. Dan yang paling keras menampar PKS adalah rencana MUI untuk menggelar pembersihan internal untuk mencegah pengurus MUI terafiliasi dengan jaringan teroris Sumber.

Bagai petir yang menyambar PKS. Bikin gosong di muka hehehe… Membakar habis narasi penangkapan ulama yang dilemparkan PKS. MUI saja percaya kok sama Densus 88. Kok PKS malah bikin propaganda agar rakyat tidak percaya sama kredibilitas Densus 88? Bikin fitnah. Katanya agamis, kok suka fitnah duluan ketimbang tabayyun? Mau cuci dosa korupsi sapi? Eeh malah nambah dosa lagi!

Sumber Utama : https://seword.com/politik/telak-serang-densus-88-pks-malah-kena-tampar-mui-Yhob6BagiS

MUI Haramkan Buzzer. MUI Bikin Buzzer. Jadi Buzzer Itu Halal Atau Haram Sih?

Halo semuanya. Jemima is back. Setelah beberapa waktu terakhir ini saya tidak bisa fokus menulis karena sedang mengerjakan kegiatan literasi di Bali (Festival Literasi Denpasar 2021 yang diikuti 8.968 peserta), hari ini akhirnya saya menulis artikel lagi. Jiwa Seword saya meronta melihat kelakuan MUI yang makin lama makin keterlaluan. Fatwa halal haram dipermainkan seenaknya tergantung kepentingan mereka apa. Malu sendiri melihatnya.

Sebagaimana kita ketahui beberapa waktu lalu MUI mengeluarkan fatwa bahwa segala aktivitas buzzer yang bertujuan negatif hukumnya haram. Keputusan itu dituangkan MUI dalam Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Medsos. MUI mengeluarkan fatwa haramnya aktivitas buzzer media sosial yang menyebarkan informasi mengandung berita bohong dan fitnah demi mendapatkan keuntungan.

"Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, Jumat, 12 Februari 2021.

Dari kalimat pernyataan seperti ini artinya MUI juga memberikan label haram bagi pihak yang menyediakan fasilitas aktivitas buzzer. Sepintas jika kita baca tak ada masalah dengan isi fatwa yang semacam itu. Bagus banget malah isinya jika prakteknya memang benar-benar seperti itu.

Tapi justru di bagian praktek inilah sikap MUI yang seenaknya sendiri mempermainkan fatwa halal haram jadi terlihat dengan sangat jelas. Yang namanya halal, haram, definisi hoax, ghibab, fitnah, bullying, aib, gosip dan lain-lain dikondisikan untuk kepentingan mereka sendiri. Yang sejalan dengan MUI dan golongannya sekalipun tidak benar ya tetap saja halal bagi mereka. Yang tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka dan golongannya sekalipun benar ya tetap saja haram bagi mereka.

Tak perlu saya ceritakan satu persatu kita juga sama-sama tahu kelakukan MUI selama ini seperti apa. Sak karepe dhewe. Salah satunya yang sedang ramai diperbincangkan saat ini adalah ketidakkonsistenan MUI tentang halal atau haramnya buzzer. Di atas tadi sudah kita bahas MUI mengatakan jika buzzer itu haram.

Tapi di sisi lain, MUI DKI Jakarta justru membentuk tim siber guna melawan buzzer yang menyerang ulama. Tidak hanya buzzer yang melawan ulama, KH. Munahar Muchtar selaku Ketua Umum MUI DKI Jakarta juga mengatakan jika infokom dan MUI DKI akan membela dan membantu Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. Munahar mengatakan jika para buzzer mencari kesalahan Anies, maka infokom mengangkat keberhasilan Anies, baik tingkat nasional maupun internasional.

"Beliau ini termasuk 21 orang pahlawan dunia. Berita-berita saya minta MUI DKI yang mengangkatnya karena kita mitra kerja dari Pemprov DKI Jakarta," kata Munahar.

Antara mules ketawa dan mules muak menanggapi pernyataan Ketum MUI DKI Jakarta ini. Anies termasuk 21 orang pahlawan dunia katanya??? Ngoahahahahahaha. Itu mules ketawanya. Mules berikutnya yang sama sekali ga ada lucu-lucunya ada 2 bagian.

Pertama. Orang-orang yang membeberkan fakta jika di NKRI ternyata ada ulama yang intoleran, penganut paham radikal, separatisme, bahkan terorisme justru dibilang buzzer haram oleh MUI.

Kedua. Para pengkritik kinerja Anies yang sudah jelas-jelas memakai data dan fakta valid juga dibilang buzzer haram oleh MUI.

Anehnya solusi yang diambil MUI DKI Jakarta justru membuat buzzer untuk menangkal buzzer yang diharamkan sendiri oleh MUI. Jadi sebetulnya buzzer itu haram atau halal sih??? Kan gitu jadinya pertanyaannya.

Berarti buzzer itu haram kecuali buzzer bikinan MUI. Luar biasa sekali khan sikap seenaknya sendiri yang ditunjukkan MUI ini. Sangat konsisten. Konsisten sak karepe dhewe. Fatwa dibikin sendiri dilanggar sendiri tergantung kepentingan mereka apa.

Dari sinilah saya jadi tergelitik membahas kelakuan MUI lainnya yang seenaknya sendiri main kata. Adalah seorang Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas yang meminta Densus 88 menjelaskan penangkapan Ustadz Farid Ahmad Okbah sebagai terduga teroris demi menjaga nama baik presiden. Di mata Anwar Abbas, tindakan yang dilakukan Densus 88 akan berpengaruh pada Presiden Jokowi. Jokowi terkena getah dari tindakan Densus 88 yang menangkapi para ulama. Ulama yang seperti apa yang ditangkap Densus 88 inilah yang dengan sengaja diabaikan oleh MUI.

Ketika Anwar Abbas bisa mengeluarkan pernyataan seperti ini, seharusnya Anwar Abbas juga bisa berpikir jika buruknya perkataan dan perbuatan MUI yang seenaknya sendiri akan berpengaruh pada keberadaan agama Islam itu sendiri. Islam sebagai agama yang Rahmatan ‘Lil Alamin bisa terkena getah dicap sebagai agama sak karepe dhewe dari kelakuan MUI yang tambah parah seenaknya sendiri. Saat Islam dicap sebagai agama sak karepe dhewe pasti marah juga mereka. Repot khan jadinya.

Dari sini bisa kita simpulkan jika hidup bersama makhluk sak karepe dhewe itu memang ruwet. Bikin kacau dunia akherat. MUI itu sebenarnya makhluk apa? Sebuah pertanyaan yang pernah dilontarkan Gus Mus di tahun 2015 lalu jadi terngiang lagi sekarang.

Sebagai penutup saya jadi teringat pada ucapan seorang sahabat Muslim yang dulu pernah curhat pada saya. Dia cinta Islam. Sangat cinta Islam malahan. Tapi dia juga sangat malu dengan kelakuan umat Islam termasuk para ulama yang justru mencoreng nama Islam itu sendiri. Dia lelah dengan semua carut marut politik di Indonesia yang menyeret kebesaran dan kebaikan Islam.

Saat itu tanggapan saya juga tak banyak. Yang pasti saya bisa merasakan kesedihan hatinya. Saya cuma mengatakan padanya justru inilah saat yang paling tepat baginya untuk menunjukkan sekaligus membuktikan jika Islam itu memang baik adanya. Fokuslah berbuat kebaikan dan menyebarkan kasih pada semua orang. Senyum di wajahnya menunjukkan luka hatinya mulai terobati.

Akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan. Non-Christians don’t read The Bible. They read you. So be a good ambassador of Christian. Kalimat ini juga berlaku untuk umat agama-agama lainnya. Itu artinya MUI yang sudah jelas menyematkan nama “ulama” yang identik dengan agama Islam di organisasinya juga harus menyadari kalimat ini sepenuhnya. Non Muslims don’t read The Quran. They don’t read The Hadith. They read you. So be a good ambassador of Islam. Amin. Terpujilah Tuhan.

Sumber Utama : https://seword.com/umum/mui-haramkan-buzzer-mui-bikin-buzzer-jadi-buzzer-1fNFWaTfi5

Majelis Ulama dan Fatwa - Bagian 1

Anggota Komisi Fatwa MUI Ditangkap Densus 88. Demikian isi berita yang bikin geger Tanah Air. Publik sontak heboh.

Sedikitnya, ada tiga kata kunci dalam berita di atas yang menarik untuk dicermati. Yaitu, Majelis, Ulama, dan Fatwa.

Ketiga kata tentu sangat dikenal luas. Salah satunya karena selalu melekat sebagai cap di hampir semua benda yang dijual di warung dan super market, mulai dari terasi sampai mesin cuci. Ketiganya seperti mantra ajaib yang dipatenkan sebagai penjamin bagi konsumen Muslim untuk lolos dari sergapan dosa dan terkaman yang haram. Apalagi kata majelis yang dirasa cukup sakti untuk membuat khalayak percaya bahwa itulah perkumpulan manusia-manusia pilihan Tuhan. Barangkali, perkumpulan inilah yang paling rajin mengomentari setiap fenomena, sekalipun yang sama sekali tak terkait dengan status dan cakupan kerja organisasinya. Apapun ditanggapi, mulai dari penyesatan sampai memastikan Corona sebagai akibat konsumsi babi. Entah bagaimana asal muasalnya, banyak pihak termasuk sebagian pejabat, memposisikan perkumpulan itu seolah lembaga negara. Padahal, ia cuma LSM.

Majelis

Kata "majelis" merupakan serapan dari bahasa Arab (jalasa, جَلَسَ) yang arti primernya adalah duduk. Majelis adalah kata olahan generik (المَجْلِسُ) dengan modus maf”il (tempat perbuatan) sebagai kata benda (ism), yang bermakna tempat duduk. Karenanya, sekadar membubuhkan istilah "majelis" tak otomatis membuat suatu perkumpulan jadi hebat.

Secara etimologis, majelis bermakna tempat duduk-duduk. Makanya, kafe dan warung juga bisa dianggap majelis. Dalam bahasa gaul, biasa disebut "markas nongkrong".

Secara terminologis, istilah "majelis", terutama dalam bahasa Arab modern yang diserap ke Bahasa Indonesia, bermakna sidang atau dewan, seperti Dewan Keamanan (مجلس الامن) PBB juga Dewan Permusyawaratan (مجلس الشورى) dan Dewan Perwakilan (مجلس النيابة) yang memiliki kedudukan dan otoritas formal karena didasarkan pada elektabilitas dan akuntabilitas yang telah teruji kelayakannya. Semakna dengan itu adalah majelas. Hanya saja, majelas jauh lebih soft karena tak identik dengan fatwa resmi maupun fatwa serampangan.

Ulama

Ulama (bahasa Arab: العلماء) secara etimologis bermakna ‘orang-orang berilmu’. Etimologi kata ini juga sangat luas. Alim bisa berarti orang yang memang bepengetahuan secara umum, bisa juga atribut bagi orang yang dianggap berpengetahuan.

Dalam bahasa Arab modern, alim (ulama) digunakan bagi seorang saintis. Adapun ahli agama disebut alim din atau alim diini. Secara terminologis, ulama adalah para pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas mengayomi, membina dan membimbing umat Islam.

Dalam pandangan masyarakat awam, ulama adalah siapapun yang terlihat atau dikenal sebagai ulama. Ia tak meniscayakan kompetensi dalam bidang tertentu.

Sementara itu, banyak ayat dan riwayat yang mengagungkan posisi ulama. Tapi masalahnya tidak selesai dengan pertanyaan di atas. Perlu dijawab, apa sebenarnya kriteria, definisi, dan parameter baku terkait keulamaan?

Atribut alim atau ulama punya banyak makna faktual. Makna pertama, orang berilmu. Makna kedua, orang yang dikenal ulama. Makna ketiga, orang yang mengaku ulama.

Sejatinya, seseorang disebut “ulama” karena ia takut kepada Allah, bukan karena mengaku ulama. Dalam al-Quran tertera ayat: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Surat Fathir: 28)

Dalam ayat ini, kalangan berpengetahuan (ulama) berposisi sebagai subjek (pelaku, fa’il). Kata Allah berposisi sebagai objek (maf’ull) yang didahulukan. Tujuan peletakan kata ulama sebagai subjek dan Allah sebagai objek memberikan penegasan bahwa yang takut kepada Allah hanyalah orang-orang berpengetahuan. Dengan demikian, ayat tersebut bermakna, “Para ulama adalah mereka yang takut kepada Allah.” Bila subjeknya didahulukan, pastilah pengertiannya menjadi, “Sesungguhnya para ulama takut kepada Allah.” Permaknaan demikian tidak dibenarkan, karena berarti ada di antara para ulama yang tidak takut kepada Allah.

Ulama dan alim sejati adalah kalangan suci yang kemudian mengikuti yang suci. Parameternya jelas. Semua atribut "baik" dan derivatnya, seperti mukmin, alim, aqil, muttaqi, saleh, muhsin, dan sebagainya adalah predikat sejati bagi yang suci.

Undang-undang dan hukum diterapkan atas individu, apapun profesi dan identitasnya. Di hadapan hukum, setiap orang itu sejajar, baik yang diulamakan maupun yang mengulamakan.

Sebab, tidak ada standar baku yang disepakati. Ulama bagi suatu kelompok, boleh jadi bukan ulama bagi kelompok lain.

Sumber Utama : https://seword.com/umum/majelis-ulama-dan-fatwa-bagian-1-4zbMLnlDMe

Majelis Ulama dan Fatwa - Bagian 2

Fatwa

Dalam kamus Lisanul Arab, Imam Ibnu Mandzur menyatakan bahwa kata “futya” atau ”futwaay” adalah dua isim (kata benda) yang digunakan dengan makna al-ifta’ (fatwa, dalam bahasa Indonesia). Kedua isim tersebut berasal dari kata “wa fataay”. Karena itu, dinyatakan, "Aftaitu fulaanan ru’yan raaaha idza ’abartuhaa lahu (aku memfatwakan kepada si fulan sebuah pendapat yang ia baru mengetahui pendapat itu jika aku telah menjelaskannya kepada dirinya)." "Wa aftaituhu fi masalatihi idza ajabtuhu ’anhaa (aku berfatwa mengenai masalahnya jika aku telah menjelaskan jawaban atas masalah itu)." [ juz 15, hal. 145]

Dalam Kitab Mafaahim Islaamiyyah, diterangkan sebagai berikut, ”Secara literal, kata 'al-fatwa' bermakna 'jawaban atas persoalan-persoalan syariat atau perundang-perundangan yang sulit'. Bentuk jamaknya adalah fataawin dan fataaway. Jika dinyatakan aftay fi al-masalah: menerangkan hukum dalam permasalahan tersebut. Sedangkan al-iftaa adalah penjelasan hukum-hukum dalam persoalan-persoalan syariat, undang-undang, dan semua hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan orang yang bertanya (ibaanat al-ahkaam fi al-masalah al-syar’iyyah, au qanuuniyyah, au ghairihaa mimmaa yata’allaqu bisuaal al-saail). Al-muftiy adalah orang yang menyampaikan penjelasan hukum atau menyampaikan fatwa di tengah-tengah masyarakat. Mufti adalah seorang faqih yang diangkat oleh negara untuk menjawab persoalan-persoalan agama. Sedangkan menurut pengertian syariat, tidak ada perselisihan pendapat mengenai makna syariat dari kata al-fatwa dan al-iftaa’ berdasarkan makna bahasanya.

Karena itu, fatwa secara syariat bermakna, penjelasan hukum syariat atas suatu permasalahan dari masalah-masalah aktual, yang didukung oleh dalil yang berasal dari al-Quran, Sunnah Nabawiyyah, dan ijtihad. Fatwa merupakan perkara yang sangat urgen bagi manusia, dikarenakan tidak semua orang mampu menggali hukum-hukum syariat. Jika mereka diharuskan memiliki kemampuan itu, yakni hingga mencapai taraf kemampuan berijtihad, niscaya pekerjaan akan terlantar, dan roda kehidupan akan terhenti…”[Mafaahim al-Islaamiyyah, juz 1, hal. 240].

Tindakan memberi fatwa disebut futya atau ifta, suatu istilah yang merujuk pada profesi pemberi nasihat. Orang yang memberi fatwa disebut mufti atau ulama, sedangkan yang meminta fatwa disebut mustafti. Peminta fatwa bisa perseorangan, lembaga, ataupun siapa saja yang membutuhkannya.

Futya pada dasarnya berupa profesi independen. Namun di banyak negara Muslim, ia menjadi terkait dengan otoritas kenegaraan dalam berbagai cara. Dalam sejarah Islam, sejak abad pertama hingga ketujuh Hijriyah, penguasalah yang mengangkat ulama bermutu sebagai mufti. Namun, pada masa-masa selanjutnya, pos-pos resmi futya diciptakan, sehingga mufti menjadi jabatan kenegaraan yang bersifat hierarkis, meski tetap dalam fungsi keagamaan.

Bayangkan bila pembuat fatwa yang berada dalam perkumpulan sejumlah orang yang dianggap para pemuka agama dan mengaku ulama serta diyakini banyak orang sebagai referensi pemerintah dan banyak pemegang otoritas negara adalah sosok ekstremis, intoleran, pembenci Pancasila, bahkan teroris.

Apa jadinya bila frasa mulia yang cenderung dipahami secara salah dan ngawur menjadi dasar aksi brutal massa yang mengakibatkan tercerabutnya hak untuk menghirup oksigen, menyulap anak jadi yatim, wanita jadi janda, dan ratusan bahkan ribuan warga tak bersalah menjadi korban kolosalisasi “fatwa”.

Adalah tragis bila fatwa menjadi hak kaum ekstremis. Tak bisa dibayangkan, bagaimana jadinya jika produk fatwa "ekstrimis" itu dianggap begitu saja oleh awam yang terbakar api provokasi sebagai lisence to kill, persekusi, dan segala bentuk vandalisme.

Fatwa Lembaga Non Negara dan Fatwa Negara

Patut digarisbawahi bahwa dalam institusi negara yang tidak menjadikan agama tertentu sebagai dasar dan asas, fatwa semestinya berupa produk konstitusi, bukan hasil kongkow sejumlah orang di luar lembaga yudikatif. Itulah fatwa formal dan konstitusional yang nyata-nyata mengikat setiap warga negara.

Dalam konstitusi dan UUD, fatwa adalah produk hukum yurisprudensi yang menjadi wewenang lembaga yudikatif, yaitu Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga peradilan di bawahnya, sebagaimana disebutkan dalam undang-undang no. 4 tahun 2004 atau yang lebih purba lagi, dalam Staatsblad 1847 no. 23, pasal 22 AB. Dengan demikian, produk hukum apapun yang tidak dikeluarkan lembaga yudikatif tidak memiliki legal standing, bahkan bisa dianggap ilegal hingga inkonstitusional.

Bila wewenang mengeluarkan fatwa diperoleh dari lembaga non negara, maka itu berarti lembaga tersebut memberikan wewenang kepada dirinya sendiri. Bila subjek pemberi wewenang adalah objek penerima wewenang itu sendiri, maka hal itu meniscayakan paradoks.

Bila wewenang itu diperoleh dari luar lembaga non negara, maka haruslah diberikan oleh lembaga yang lebih tinggi. Sedangkan lembaga non negara bukan bagian dari struktur negara, sehingga wewenang yang diklaimnya tidak valid.

Bila lembaga keagamaan yang membubuhkan kata majelis itu memperoleh wewenang dari negara dan menjadi bagian dari struktur negara, maka konskuensinya, agama Islam menjadi bagian dari konstitusi negara. Bila agama Islam menjadi bagian dari konstitusi, maka negara dengan sendirinya menafikan Pancasila sebagai dasarnya. 

Sumber Utama : https://seword.com/umum/majelis-ulama-dan-fatwa-bagian-2-iwm6OcQXr0

Kenapa Mahfud MD Sekarang Mulai Ngaco dan Mengalami Degradasi Krisis Logika?

Saya pikir ada yang salah dengan Menkpolhukan Mahfud MD akhir-akhir ini. Makin kesini saya melihat kok ya makin ngaco saja. Menurut Mahfud MD ini kita tak bisa melarang KH Anwar Abbas ngomong. Selama ini dia tak melanggar hukum.

Orang seperti Anwar Abbas diperlukan agar punya perspektif lain tentang masalah yang dihadapi bangsa ini. Mabfud MD juga menyamakan Anwar Abbas dengan Said Didu yang menurutnya centil dan lucu.

Apakah Mahfud MD sekarang semakin sempit pandangannya karena mengalami proses degenerasi penglihatan atau bagaimana? 

Apa ini bukan ngaco namanya. Sekelas Menteri kok bisa punya pemikiran nyeleneh model begini ini. Kedaulatan NKRI pun menjadi taruhannya. Manusia berbahaya model si tua bangka Anwar Abbas yang fanatik buta dan ingin Indonesia bubar kok bisa-bisanya Mahfud MD bilang biarin saja?

Nanti kalau suatu saat nanti si Anwar Abbas itu ditangkap Densus 88 karena trrlibat dalam jaringan terorisme, apa Mahfud MD tidak malu secara jabatannya itu Menkopolhukam. Ingin eksis di Twitter, tapi tanpa disadarinya berpotensi menyesatkan golongan masyarakat yang lugu.

Yang namanya intoleransi itu tidak bisa dibuat lucu-lucuan, apakagi sekelas seorang Menteri. Sebab prilaku busuk intoleransi yang dipertontonkan oleh si Anwar Abbas itu akan dianggap sebagai sebuah kebenaran jika Mahfud MD komennya model begitu itu.

Kalau negara ini diisi oleh manusia-manusia intoleran, itu tanggungjawab negara memberantasnya, bukan dipelihara oleh negara. Tanamkan mental toleran yang benar kepada rakyat, bukan mengangap mental intoleran sebagai sesuatu yang lucu.

Kalau memang Mahfud MD itu serius dengan ucapannya itu, maka apa yang busa diharapjan oleh bangsa ini dari seorang Menkopolhukam?

Selama menjabat sebagai Menkopolhukam sayabtidak melihat prestasi nyata Mahfud MD untuk membantu dan meringankan tugas Presiden, kecuali rajin main Twitter dan komentari Sinetron saja.

Tuitan ngaco Mahfud MD ini sama saja merendahkan harkat dan martabat bangsa dan negara. Enak saja kalau ngomong. Harga diri bangsa diatas segalanya.

Bukannya memikirkan gebrakan apa di Kementeriannya agar sejalan dengan instruksi pak Jokowi agar kerja keras dan kerja cepat di periodenya yang kedua ini, malah ngetuit yang ngaco dan aneh-aneh saja.

Sudahlah, urusan intoleran yang dipertontonkan oleh si tua bangka Anwar Abbas mbok ya pemerintah yang tegas napa. Jangan meracuni pola berpikir masyarakat seolah-olah prilaku intoleran adalah sesuatu yang lucu.

Prilaku intoleran dalam segala bentuk tidak dapat ditolerir karena suatu saat nanti jika dianggap sebagai hak yang biasa dan lucu maka akan membahayakan kedaulatan bangsa dan negara.

Jangan benturkan nilai-niai toleransi dengan masalah akhlak. Jujur saja saya semakin bingung kenapa ya jajaran Menteri Jokowi akhir-akhir ini pada ngaco-ngaco. Pola berpikir mereka tidak sejalan dengan pola berpikir pak Jokowi yang realistis dan lebih mengedepankan kerja keras dan kerja nyata.

Si tua bangka Anwar Abbas itu semakin kesini semakin besar kepala. Manusia kaum sesapian ini tiada hentinya merongrong kewibawaan negara dengan memanfaatkan racun narasi dan framing untuk mengkhilafahkan NKRI secara sistematis, terukur, terstruktur rapih dan terencana.

Si Anwar Abbas ini sama berbahayanya dengab Abu Bakar Ba'asyir, dedengkot intoleran. Sebagai Emir dari Jama'ah Islamiyyah di Indonesia-afiliasinya Al Qaeda-si tua bangka itu telah menyebabkan kematian bagi 202 orang pada bom Bali pada bulan Oktober 2002 yang silam.

Manusia intoleran Anwar Abbas dan Abu Bakar Ba'asyir ini memanfaatkan secara halus dan terselubung kemarahan serta kebencian kaum fanatik taklid yang intoleran. Pola berpikir nyeleneh orang-orang yang umurnya sudah tua sangat berbahaya bagi generasi muda.

Toleransi, itulah budaya asli bangsa kita. Semua budaya dari luar diperlakukan sederajat, tanpa ada yang diistimewakan atau dianaktirikan. Setiap warga negara wajib menjunjung tinggi prilaku toleransi dan tepo seliro dan saling menghormati setiap perbedaan di negara yang plural ini.

Anak-anak muda saat ini yang mengadaptasi budaya manga-anime dari Jepang tidak kalah mulianya dengan nenek moyang kita dulu yang mengadaptasi Ramayana dan Mahabharata dari India, atau dengan para Wali yang memadukan budaya Islam dengan budaya tradisional. Semua berpadu dalam prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Sebaiknya Mahfud MD ini mundur saja dari Menteri. Negara ini tidak butuh Menteri yang menganggap prilaku intoleran adalah hal yang biasa. Negara ini tidak butuh Menteri yang tidak bekerja, selain duduk dibelakang meja dan main Twitter. Oh Tuhan, ampuni bangsa ini.

Sumber Utama : https://seword.com/umum/kenapa-mahfud-md-sekarang-mulai-ngaco-dan-xAYelEAuXr

Yana Cadas Pangeran, Ngeri, Serem dan Lucu

Perilaku orang jaman sekarang banyak yang aneh. Mulai dari yang tidak masuk akal sampai yang tega melakukan kejahatan. Orang ingin kaya tapi malah main judi, cari pesugihan dan sebagainya. Beberapa waktu lalu ada orang tua di titipkan ke panti jompo oleh anak-anaknya dengan alasan sibuk kerja.

Bahkan pernah heboh babi ngepet di daerah Depok. Setelah ditelusuri ternyata babi ngepet hanya akal-akal saja dari seorang ustad yang sengaja memesan babi secara online. Tapi saya jadi tahu ternyata babi juga bisa di pesan secara online bukan hanya handphone second, baju gambar tak biasa maupun barang-barang lainnya.

Terbaru dan membuat heboh adalah peristiwa hilangnya Yana secara misterius di Cadas Pangeran Sumedang. Menghebohkan karena pencarian ini melibatkan sejumlah regu penyelamat dan melibatkan banyak orang. Heboh banget.

Di media sosial bahkan berita Yana Cadas Pangeran ini menjadi pembicaraan hangat, karena ditambah-tambah dengan cerita lain yang membuat kita makin seru mendengarnya. Ditulis di media sosial bahwa Yana menghilang mendapat perhatian dari seorang kuncen. Menurun sang kunceng Yana hilang karena di bawa oleh siluman ular kuning. Serem banget kan?

Dan ternyata, Yana masih ada di dunia nyata. Banyak netizen yang berkomentar dan merasa kasian. Bukan simpati terhadap Yana yang dikabarkan hilang, tapi lebih kepada mengasihani kuncen yang ramalannya bikin ngakak. Kunceng ini hampir dipastikan akan kekurangan pasien karena meramal nasib Yana yang super lucu hasilnya. Apalagi kemudian Yana dikabarkan ditemukan segar bugar di Majalengka dengan segala ceritanya yang menggemparkan.

Nama Yana Supriatna tengah menjadi perbincangan di masyarakat. Dia dikabarkan hilang di Cadas Pangeran, Sumedang, Jawa Barat (Jabar) pada Selasa (16/11/2021). Dua hari kemudian, Kamis (18/11/2021), pegawai salah satu kantor notaris di Jatinangor, Jabar, ini ditemukan di Majalengka.

Yana sengaja menghilang hingga ke Majalengka karena masalah pekerjaan dan keluarga. Cerita prank Yana ini berawal saat Yana mengirimkan pesan suara kepada istrinya. Dalam pesan yang dikirim lewat aplikasi WhatsApp itu, Yana mengatakan bahwa dia sedang beristirahat di semua masjid di Simpang, Pamulihan.

Dia juga menyebutkan ada seseorang yang menumpang karena satu arah menuju Sumedang. Yana kemudian mengirimkan pesan lainnya yang menjelaskan seolah-olah dia butuh bantuan. Pria ini mengatakan sudah tidak kuat. Namun, tak dijelaskan kata "tak kuat" yang dimaksud.

Pihak keluarga kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi hingga dilakukan pencarian. Polisi dan pihak keluarga kemudian menemukan motor Yana dalam kondisi dikunci setang di Cadas Pangeran. Sebanyak 200 personel gabungan dari Polres Sumedang, Kodim Sumedang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumedang, Basarnas Bandung, Brimob Polda Jabar, dan potensi SAR lainnya, diterjunkan untuk mencari Yana. Namun, hingga Rabu sore Yana tak kunjung ditemukan. Pada Kamis sore, pihak kepolisian akhirnya menemukan Yana. Bukan di Cadas Pangeran, tetapi di Majalengka.

Dari pemeriksaan, Yana mengaku sengaja meninggalkan sepeda motornya di Cadas Pangeran. Yana kemudian memberikan kabar kepada istrinya bahwa dia dicelakai seseorang, kemudian dia naik Elf ke Cirebon.

Namun, angkutan yang ditumpangi Yana hanya sampai Majalengka. Di Majalengka, dia beristirahat di sebuah masjid hingga subuh. Seusai shalat Subuh, Yana lantas melanjutkan perjalanan ke Cirebon. Saat sampai di Cirebon, Rabu, tidak banyak yang dia lakukan. Yana kemudian hendak kembali ke Majalengka. Di Majalengka ini lah, tepatnya di persimpangan jalan Kadipaten-Jatitujuh, Yana ditemukan oleh Polisi.

Peristiwa Yana Cadas Pangeran ini membuat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang terkenal kreatif, melalui akun Instagramnya, @ridwankamil, turut mengomentari peristiwa itu. Menurutnya ada hikmah yang bisa diambil dari prank Yana. "Ada tiga tipe manusia. Tipe nyusahin, tipe B aja, dan tipe manusia mulia yang selalu bawa manfaat. Yana van Cadaspangeran tipe yang pertama," ujar Emil dikutip dari akun Instagramnya. Hikmah kedua, menurut Emil, dia meminta agar masyarakat jangan selalu menghubungkan antara orang hilang dengan kejadian supranatural. Terakhir, Emil mengajak untuk menyayangi keluarga. "Sayangi keluarga dan kurangi drama”.

Setuju sekali dengan pernyataan Kang Emil. Kita harus lebih dewasa lagi dalam menyikapi suatu masalah. Jangan gampang dikait-kaitkan dengan hal yang gaib. Lebih baik disikapi lebih rasional dan prasangka baik.

Sumber Utama : https://seword.com/umum/yana-cadas-pangeran-ngeri-serem-dan-lucu-LcEtHnDvRR

Mampus, Diburu Polisi Penyebar Seruan Jihad Lawan Densus dan Bakar Polres

Penangkapan terduga teroris di sejumlah tempat dan beberapa diantaranya diketahui pentolan atau otak yang menyaru ulama jelas memukul telak kelompok pengusung Khilafah dan turunannya tersebut. Akhirnya stres berat. Beberapa diantaranya masih kerap koar-koar di media.

Sekarang coba sesaat kita perhatikan cukup banyak seruan-seruan jihad atau seruan provokatif lainnya yang terkesan tak bermutu yang diunggah ke YouTube. Dan terkesan menantang aparat dan pemerintah.

Sudah seharusnya tim divisi cyber Polri juga mengamati kegiatan dan tayangan mereka. Jika diketemukan unsur pidana dapat ditindaklanjuti. Memang harus diakui sosial media sarana paling cepat untuk menyebarkan provokasi ke jaringan juga mempengaruhi masyarakat umum. Saya menduga mereka ini tak lain para pengikut atau jamaah yang sudah tercuci otaknya. Sehingga sulit untuk berpikir menggunakan logika sehatnya. Salah pengajian, seolah dunia ini bagi mereka hanya ada hitam dan putih. Yang tak sejalan dipandang kafir bahkan pada sesamanya. Miris.

Seiring dengan perubahan jaman kelompok fundamentalis pun juga berkembang kian masive. Mereka memanfaatkan kondisi alam demokrasi dan mencoba menggandeng pihak-pihak yang memiliki kekuasaan untuk makin merangsek sampai ke dalam.

Kelompok fundamentalis berusaha mengikis rasa nasionalisme rakyat. Jika nasionalisme sudah terkikis maka harapannya mudah bagi mereka untuk menguasai negeri ini dan kemudian mengganti ideologi sesuai cita-cita. Tapi selagi rakyat Indonesia masih berpegang teguh pada Pancasila, UUD 45 dan Bhineka Tunggal Ika maka itu akan menjadi mimpi mereka belaka.

Nah, baru-baru ini beredar di media sosial (medsos) screenshot pesan di WhatsApp (WA) yang menyerukan jihad melawan Densus 88 Antiteror Polri. Pesan itu juga berisi hasutan memerangi polisi. Mabes Polri mengusut kasus ini.

Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim melalui tim patroli siber sudah memonitor seruan yang beredar di medsos tersebut. Tim patroli siber saat ini terus melakukan pemantauan.

"Sudah dimonitor tim patroli siber," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (19/11/2021). Dedi menjelaskan, penyebar seruan ujaran kebencian dan hasutan itu sudah diberi peringatan oleh polisi. Menurutnya, tim patroli siber selalu melakukan profiling terhadap konten di medsos yang berisi provokasi hingga ujaran kebencian.

"Ya sudah diberikan peringatan. Siber patrol melakukan mapping dan profiling setiap konten-konten ujaran kebencian, provokatif dan hoax," mbuhnya.

Ujaran kebencian dan hasutan berjihad memerangi Densus 88 ini disebar melalui WhatsApp. Isi pesan itu turut memprovokasi umat Islam agar membakar polres-polres yang ada di Indonesia.

Rasanya mudah bagi Polri untuk lakukan metode breakdown atau cara lain untuk melihat orang yang pertama kali menjadi penyebar hasutan di atas. Dan sudah barang tentu tak mudah, kendati demikian Polisi memang tak boleh tinggal diam. Potensi sekecil apapun akan dijadikan perhatian jika tidak bisa menjadi trigger di kemudian hari.

Saya rasa (mungkin) masyarakat umum pun sebetulnya sudah muak dengan ulah kelompok yang kerap membuat kekacauan dengan jalan merusak psikologis di sekitar tempat tinggalnya.

Salah satu sumbangsih terbesar di tengah masyarakat salah satunya adalah para penceramah atau pendakwah yang isi ceramahnya memiliki muatan ujaran kebencian terhadap golongan lain dan pemerintah.

Tapi apa hendak dikata? Dewan Masjid Indonesia (DMI) ketuanya Jusuf Kalla, lalu MUI sendiri apalagi, justru diketahui menjadi tempat sembunyi teroris, yang mana anggota MUI di dalamnya ada pihak yang justru menginginkan kondisi tersebut di atas.

Satu-satunya harapan kita barangkali sementara ini ada di Kementerian Agama yang dipimpin Gus Yaqut. Melalui berbagai kebijakannya. Untuk ikut mempersempit gerak langkah mereka. Meski konsekuensinya kerap dibully oleh kelompok mereka.

Memang cukup rumit, dari jalur partai ada wadahnya, dari jalur ulama ada wadahnya, dari jalur pendidikan apalagi menyaru dalam bentuk yayasan, dari jalur ormas bejibun banyaknya, biasanya mereka menelusup di dalamnya dan lain sebagainya nyaris sentuh sisi kehidupan kita.

Pengganti Presiden Jokowi di tahun 2024 harus Nasionalis Sejati bukan sosok yang hanya datang dari kaum elitis saja dan wajib peduli dengan Pancasila, UUD 45 dan Bhineka Tunggal Ika. Jika tidak pada akhirnya republik ini sangat mudah dikuasai oleh mereka.

Dan saya rasa masih banyak sosok nasionalis sejati. Asal sosok itu dibenci oleh kelompok pembenci Jokowi itulah dia. Sesederhana itu.

Demikian, salam

Sumber Utama : https://seword.com/umum/mampus-diburu-polisi-penyebar-seruan-jihad-lawan-OCDPQKUO0S

Tak Terdaftar di Kemenkumham, Kenapa Yayasan Ini Dapat Hibah Rp 900 Juta?

Dana hibah yayasan yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta menjadi pembicaraan hangat beberapa hari ini.

Salah satunya adalah dana hibah untuk Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) di Jaktim senilai Rp 486 juta. Setelah diusut, ternyata yayasan ini diketuai oleh ayah wagub DKI, KH Amidhan Shaberah. Tentu saja ini menjadi heboh lantaran banyak yang menganggap yayasan ini adalah milik keluarganya.

Riza Patria buka suara dan memberikan klarifikasi. Dia menjelaskan yayasan itu didirikan oleh mantan Gubernur DKI Ali Sadikin pada 1976. Aset di yayasan PKP sepenuhnya milik Pemprov DKI Jakarta. "Jadi PKP ini bukan yayasan pribadi, bukan yayasan keluarga. Dulu PKP ini didirikan oleh Kementerian Agama dan Gubernur DKI, Bang Ali Sadikin. Sampai saat ini aset daripada PKP milik Pemprov," kata Riza. Riza menegaskan ayahnya baru menjabat sebagai ketua yayasan 5 tahun terakhir ini.

Ini tidak masalah, sudah klarifikasi.

Tapi ternyata dana hibah ini bukan hanya untuk satu yayasan saja.

Pemprov DKI juga memberikan hibah senilai Rp 900 juta ke Yayasan Bunda Pintar Indonesia yang dibina oleh Zita Anjani.

Zita Anjani adalah Wakil Ketua DPRD DKI fraksi PAN.

Dana hibah senilai Rp 900 juta tertuang dalam data hasil input komponen Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) rancangan anggaran pendapatan belanja daerah (RAPBD) 2022, dari sumber di DPRD DKI Jakarta.

Adapun nama program pemberian hibah Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta ke yayasan Bunda Pintar Indonesia ditulis "Pemberdayaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial Provinsi."

Akan tetapi Kompas.com memberitakan bahwa yayasan tersebut tidak terdaftar dalam website administrasi hukum umum (AHU) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI. Mereka mencoba menelusuri dengan keyword "Bunda Pintar Indonesia". Hasil pencarian menunjukan tidak ada Yayasan dengan nama Bunda Pintar Indonesia.

Yayasan tersebut juga tidak aktif mengunggah kegiatan di media sosialnya. Akun Instagram terakhir kali mengunggah foto ucapan peringatan Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2020 lalu dengan foto Zita Anjani. Sedangkan akun facebooknya mengunggah foto kegiatan Zita Anjani 25 April 2021.

Selain akun sosial media yang tidak aktif, website Yayasan Bunda Pintar Indonesia www.bundapintarindonesia.org tidak bisa diakses.

Sampai tulisan ini ditulis, media tersebut sudah melakukan konfirmasi kepada Zita tapi Zita masih belum menjawab.

Aneh, kalau tidak terdaftar di Kemenkumham, kok bisa dapat dana hibah? Ini mencurigakan, dan harus dikawal hingga semuanya terang benderang. Jadinya, gimana yah, kayak kelebihan dana hibah gitu. Apakah ini adalah kelebihan bayar yang lain?

Pemprov DKI tampaknya tidak segan-segan membuat banyak kontroversi soal apa pun. Padahal sebelumnya sudah jadi perdebatan terkait dana hibah antara MUI DKI, PWNU dan Muhammadiyah.

MUI dapat paling banyak, Rp 10,6 miliar. PWNU hanya Rp 2,07 miliar dan Muhammadiyah kebagian Rp 1,89 miliar. Ini ketimpangan yang sangat besar.

Dan beberapa hari kemudian muncul seruan dari MUI Jakarta untuk membentuk pasukan siber yang akan melawan buzzer penyerang ulama. Sepertinya ini cuma basa basi karena ada niat untuk membela Anies juga. MUI Jakarta bela Anies? Kalau dikaitkan dengan dana hibah ini, rasanya tidak salah.

Bahkan Guntur Romli baru sadar dan paham aoal ini. “Baru "ngeh" kenapa MUI DKI Dapat Hibah 10 M, sedangkan NU DKI cuma 2 M dan Muhammadiyah DKI cuma 1,8 M. Ternyata MUI DKI bikin buzzer-buzzer buat belain Anies. Dan Anies ditempatkan seperti ulama wkkk...," kata Guntur Romli lewat cuitannya.

Ternyata di era Anies banyak sekali hal-hal mencurigakan yang sangat nyata. Bahkan sebagian sangat terang-terangan. Benar-benar pemda yang sangat parah.

Mungkin pembaca juga tahu soal rumor komentar di media sosial yang positif terhadap Anies dapat bayaran Rp 1.000. Dan sekarang muncul MUI Jakarta yang mau bikin pasukan mirip buzzer pembela Anies setelah dapat dana hibah terlampau besar. Ternyata kalau dicocok-cocokkan, jadi masuk akal gitu.

Buzzer mulai teriak buzzer, hahaha. Dasar munafik kelas kakap.

Bagaimana menurut Anda?

Sumber Utama : https://seword.com/politik/tak-terdaftar-di-kemenkumham-kenapa-yayasan-ini-C2tszepWG5

Densus 88 Sikat 16 Terduga Teroris dalam Dua Pekan

Rasanya patut dipertanyakan pihak-pihak tertentu yang kerap melontarkan kalimat untuk membubarkan Detasement Khusus atau Densus 88 Polri. Orang-orang semacam ini tentu saja patut diwaspadai.

Densus 88 dibentuk bukan untuk alat meresahkan masyararakat justru sebaliknya. Fungsi dan tugasnya sangat jelas. Jadi kalau ada yang mempermasalahkan peran Densus 88 dengan narasi sebagai alat untuk mengkriminalisasi ulama misalnya itu jelas ngawur.

Jika memang ada seorang ulama yang kebetulan terduga teroris seharusnya yang dilihat bukan label ulamanya tapi orangnya. Sebetulnya pengertian kriminalisasi ulama sendiri hanya dibuat dan dinarasikan oleh mereka sendiri. Sebagai upaya untuk mengaburkan peran penting alat keamanan negeri ini ya salah satunya Densus 88.  Terduga teroris memang akan jauh lebih aman jika yang bersangkutan menyaru sebagai ustaz atau ulama.. Sebab mereka dengan sangat mudah berbaur dengan masyarakat bahkan para pejabat. Karena memang mereka butuh pengikut yang banyak untuk menjalankan misinya. Makanya tak heran jika sekelas Anies Baswedan pun bisa akrab dengan terduga teroris.

Selain istilah krimanlisasi ulama sekarang juga kembali marak istilah "islamofobia' ini digaungkan oleh mereka yang berpaham sama. Jadi pentolannya ya itu-itu saja seputar mereka juga.

Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Istilah ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa Serangan 11 September 2001.

Bagi negara kita Indonesia yang 86,7% berpenduduk muslim dan terbanyak di dunia (231.000.000) semestinya tak serta merta melabelkan Islamofobia dengan mudah kepada pihak aparat yang melakukan tindakan preventif terhadap dugaan teroris.

Densus 88 bertindak secara terukur dan sistematis dan kita percaya hal tersebut dilakukan secara profesional demi kepentingan rakyat dan negara. Sekecil apapun potensinya pasti diamati dan jika moment sudah tepat bakal disikat. Dan tercatat selama dua pekan terakhir ini Densus 88 telah menangkap 16 terduga teroris diberbagai tempat.

Dalam kurun waktu dua pekan terakhir, Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri (Densus 88) berhasil meringkus 16 terduga teroris yang terlibat dalam kelompok Jamaah Islamiyah (JI).

Kasus terbaru dan bikin kebakaran jenggot banyak pihak, Densus 88 menangkap Farid Okbah, Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) pada Selasa, 16 November 2021 sekitar pukul 04.30 WIB di Bekasi, Jawa Barat. Dia diduga berperan sebagai petinggi di Dewan Syuro JI. Berikut perincian kasus penangkapan terduga teroris:

1. Wilayah Lampung

Awal bulan November, Densus 88 meringkus tiga anggota JI yakni S, DRS, dan S di lokasi yang berbeda di Lampung. Ketiganya adalah petinggi di yayasan amal, Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA). Polri mengatakan bahwa dana digunakan untuk mengirim kader-kader JI ke Syam atau wilayah konflik untuk jihad global, seperti Suriah, Irak, dan Afghanistan. Akibat penangkapan ini, Densus 88 menyita 791 kotak amal milik LAZ BM ABA.

Selanjutnya, pada Jumat, 5 November 2021, Densus 88 menangkap 4 terduga teroris yang diduga terlibat jaringan Jamaah Islamiyah. Terduga teroris pertama berinisial S (47) ditangkap di rumahnya di Dusun karang Anyar, Penengahan, Lampung Selatan. Dia diduga mengikuti pelatihan fisik di wilayah Lampung dan Jawa dan membantu menyembunyikan beberapa buronan teroris. Selan itu, dia juga menjabat sebagai Ketua Bagian Tholiah Jamaah Islamiyah wilayah Lampung.

Lalu, terduga teroris kedua berinisial F (37), seorang pekerja swasta. Dia ditangkap di Metro Utara, Kodya Metro, Lampung. Densus menduga F sebagai bendahara Iqthisod JI wilayah Lampung dan pernah hadir di berbagai pertemuan JI serta mengetahui kegiatan dan upaya untuk menyembunyikan buronan teroris.

Ketiga, terduga teroris berinisial AA (42) di lokasi yang sama dengan F. Polisi menduga AA berperan sebagai Qo’id Korda III JI wilayah Lampung dan diduga aktif dalam berbagai pertemuan JI dan pelatihan fisik. Terakhir, terduga teroris berinisial NA, seorang pengajar Pondok Pesantren Al Muksin Metro. Dia ditangkap di Jalan Raya Pekalongan. Polisi menduga NA berperan sebagai bendahara JI di Lampung dan membantu pembiayaan anggota JI yang buron atau sedang menjalani proses hukum. Dia juga diduga pernah menjalani latihan fisik dan berbagai pertemuan JI.

Setelah penangkapan dan penggeledahan di rumah para terduga teroris oleh Densus 88, mereka selanjutnya dibawa ke Polda Lampung untuk menjalani pemeriksaan awal.

Densus 88 kembali menangkap satu terduga teroris di Lampung pada Senin, 8 November 2021. Yakni, P alias Mas Pur Bengkel yang merupakan anggota Jamaah Islamiyah. Dia merupakan Ketua Umum Iqtishod Koordinator Wilayah Lampung dan merangkap sebagai Ketua Tim I Iqtishod di wilayah Bandar Lampung, Pesawaran, dan Pringsewu.

Selain itu, P juga diduga mengetahui aliran dana JI dalam struktur korwil Lampung. Ia juga pernah mengikuti I’dad atau latihan fisik yang dilaksanakan di beberapa tempat di Lampung.

2. Wilayah Jawa Timur

Densus 88 menangkap lima orang terduga teroris di Jawa Timur pada Selasa, 9 November 2021 yang diduga terafiliasi dengan JI. Mereka adalah BA (ditangkap di Bojonegoro), AS (ditangkap di Gresik), AN (ditangkap di kediri), RH alias AH (ditangkap di Kediri), dan MA (ditangkap di Sumenep).Hingga saat ini, Densus masih mendalami peran para terduga teroris tersebut dan tengah melakukan penggeladahan di rumah mereka.

3. Wilayah Bekasi

Pada Selasa, 16 November 2021 subuh, Densus 88 menangkap dua orang terduga teroris yang berafiliasi dengan JI di Pondok Melati, Kota Bekasi. Mereka adalah AA dan AZ, dengan jenis pekerjaan dosen. AA merupakan anggota pengawas Perisai Nusantara Esa 2017 dan pengurus atas sebagai pengawas kelompok JI. Adapun AZ terlibat sebagai Dewan Syuro Jamaah Islamiyah dan Ketua Dewan Syariah LAZ BM Abdurrahman Bin Auf.

Terkahir, pada hari yang sama, Densus 88 menangkap salah satu pendiri Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), Farid Okbah di tempat kediamannya karena diduga terlibat dalam jaringan teroris Jamaah Islamiyah.

Dan nampaknya beberapa pekan ke depan kita akan melihat aksi Densus 88 dari upaya pengembangan yang telah ditangkap. Mungkin kita akan melihat biang yang jauh lebih besar dari tangkapan sebelumnya dan tak kita sangka-sangka.

Presiden Jokowi jelas tak mau ambil resiko. Pasalnya Indonesia di tahun 2022 memiliki hajat besar dan beruntun di level International. Salah satunya KTT G20 dan gelaran event international. Jika sampai kecolongan atas ulah teroris bisa runtuh wibawa dan kepercayaan dunia kepada Indonesia.

Moment itu jelas menjadi salah satu target teroris. Karena memanfaatkan situasi, saat semua mata sedang tertuju ke negara kita. Dan harapan mereka, pesan yang hendak disampaikan pun masuk dengan cara membuat kekacauan.

Jadi bukan semata karena jelang 2024 seperti yang dikatakan Anwar Abbas Wakil Ketua MUI berlatar Muhammadiyah yang luar biasa mbadut setiap saat. Bahkan di media berkata, ia memprediksi dirinya sendiri katanya pasti ditangkap. Kata adalah doa. Ya, sudah pasti diamini rakyat. Tengku Zul tiada gantinya Abbas. Oalah.

Demikian, salam

Sumber Utama : https://seword.com/umum/densus-88-sikat-16-terduga-teroris-dalam-dua-pekan-TsL9KbxMme

Olala! MUI DKI Getol Bela Anies? Wah, Dana Hibah 10 Milliar ya?

Majelis Ulama Indonesia melalui oknum-oknumnya makin ke sini kok kian jadi musuh rakyat saja? Peran dan fungsinya sudah banyak melenceng. Ditangkapnya salah satu anggota mereka yang terduga teroris benar-benar menciderai hati rakyat. Syok dan apa ini juga bagian dari cara Tuhan memperlihatkan bagaimana sebetulnya bahaya itu ada di sana.

MUI pada akhirnya seperti yang ditanyakan oleh Gus Mus sekian tahun yang lalu dan mewakili perasaan kita semua, dengan pertanyaan makhluk apa? Pada akhirnya menjadi kenyataan. Makhluk tak jelas. Rakyat dibuat bingung dengan jenis spesies ini. Spesies yang bisa mudah bertransformasi sesuai kebutuhan.

Memang tak semua anggota MUI berperilaku layaknya oknum-oknum yang kerap ditangkap layar pemberitaan. Saya yakin masih banyak yang waras dan mereka pun mungkin prihatin dengan ulah teman-temannya sendiri.  Hal ini saya ketahui setelah diskusi dengan salah satu anggota MUI di daerah. Ia mengatakan yang terjadi di MUI adalah tindakan oknum dan memang anggota MUI itu terdiri dari berbagai latar belakang organisasi keagamaan. Apabila jatuhnya ke oknum yang berlatar belakang radikal maka dapat digunakan sebagai alat menyebarkan paham atau sebagai tempat sembunyi dengan label ulama. Dan itu super aman dan nyaman.

Sebuah temuan fakta sederhana yang sama saja, MUI bisa menjadi tempat para monster berkedok ulama bertumbuh dan berkembang dengan cara mereka. Wow, mengerikan sekali.

Pada akhirnya akan terjadi perang kepentingan di dalamnya. Dan itu bermacam-macam pasalnya mereka datang dengan baju ormas keagamaan dan induknya ulama. Selain memang "basah" dengan segala label fatwa mereka. Baik di pusat maupun setiap daerah. Konon MUI itu dipahami sebagai ibunya ormas keagamaan. Kalau ada ibu berarti ada bapaknya?

Maka wajar jika kemudian muncul banyak asumsi, persepsi, opini terkait MUI di tengah publik dengan segala macam fakta yang mereka baca, lihat, dengar, tonton sendiri.

Jadi bisa jadi bagi oknum yang punya kepentingan jalur politik sekarang MUI bisa dijadikan batu pijakan. Bagi oknum yang punya paham radikal MUI bisa digunakan sebagai alat yang super soft untuk menelusup ke tengah masyarakat.

Bahkan mungkin bagi oknum yang matanya hijau MUI bisa saja digunakan sebagai alat daya tawar terkait label haram dan halal. Dan bagi oknum yang haus jabatan MUI bisa digunakan sebagai bergaining power kekuasaan dan lain sebagainya.

Dan yang tak kalah berbahayanya bagi oknum yang "gila", MUI bisa digunakan sebagai alat melindungi pejabat daerah dan mereka siap menjadi anjing penjaga yang setia kekuasaan.

Well, dan itu mungkin nampaknya yang terjadi di MUI DKI Jakarta. Baru sadar, ternyata memang ada semacam emmm...., something wrong, you know, i know but no what what and mbelghedes forever. Haha.

Sebuah pertanyaan sederhana yang terkadang sudah jamak tapi mudah juga meruap tak berbekas dan hanya menjadi penghias di sudut-sudut media dan maya.

"Sejak kapan Majelis Ulama Indonesia menjadi pengawal setia bagi alat kekuasaan?"

Mungkin tidak terjadi di lain tempat atau daerah tapi hari ini kita kerap menyaksikan di DKI Jakarta. Ternyata MUI bisa berubah sangat mbuh di luar logika kita. MUI DKI Jakarta menjadi alatnya Gubernur Anies Baswedan yang memang kepemimpinanya buruk dan tumbulkan gaduh tiba-tiba saja MUI membela dengan cara yang brutal dan tak masuk akal.

MUI Jakarta sampai mau membentuk Cyber Army untuk melawan buzzer. Dan mereka para Cyber ini diperintahkan untuk mengangkat tema tentang Anies dengan segala prestasinya. Memangnya prestasnya apa? Bukankah tak ada yang istimewa sebetulnya Anies ini tenggelam karena ulah sendiri yang banyak ciptakan kontroversi dan membuka potensi akan korupsi seperti DP 0 yang menghantarkan anak buah ke balik jeruji besi. Apa itu yang namanya prestasi?

Lantas mengapa MUI Jakarta nampak getol bela Anies? Tak ada sebab jika tak ada akibat. Dan akhirnya publik pun dengan mudah menerka. Ternyata MUI Jakarta sejak dipimpin oleh Anies Baswedan telah mendapatkan Dana Hibah sebesar 10 miliar. Ini sebuah angka yang fantastis dan setelah itu LSM ini manfaatnya untuk masyarakat apa tak jelas.

Bahkan Dana Hibah MUI Jakarta yang sebesar 10 miliar ini jauh lebih besar untuk dana hibah bagi organisasi sebesar NU dan Muhammadiyah yang peran kedua organisasii ini jauh lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sekali lagi MUI DKI Jakarta 10 miliar, PWNU Jakarta Rp 2,07 miliar dan PW Muhammadiyah Jakarta Rp 1,89 miliar.

So, dengan dana hibah sebesar itu manfaat MUI apa untuk masyarakat DKI?

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI dari F-PSI Anggara Wicitra Sastroamidjojo menyoroti ketimpangan dana hibah dari Pemprov DKI ke NU dan Muhammadiyah Jakarta. PSI mengungkap dana hibah dari Pemprov DKI ke MUI Jakarta sebesar Rp 10,6 miliar.

"Jika kita lihat dalam rancangan, hibah PWNU Jakarta senilai Rp 2,07 miliar dan PW Muhammadiyah Jakarta senilai Rp 1,89 miliar sangat timpang dibanding misalkan kepada MUI Jakarta sebesar Rp 10,6 miliar." ujar Anggara.

Oke jadi kita semua menjadi paham mengapa MUI Jakarta terlihat begitu melindungi seorang Anies Baswedan. Jika praktek-praktek timbal balik (balas budi) semacam ini kemudian diadopsi oleh kepala daerah lain di Indonesia maka jangan harap kita mendapatkan para pemimpin yang berkualitas. Justru sebaliknya lahirkan pemimpin buruk.

Dan pada akhirnya kerjasama mereka tidak lagi terkait fungsi dan tujuan utama untuk masyarakat tapi untuk kepentingan sebuah kekuasaan. Jika itu sampai terjadi maka contoh nyata dan buruk ada di Jakarta. Yaitu antara Gubernur DKI Jakarta dan MUI DKI Jakarta yang sudah terlalu dalam masuk ranah politik dan bertindak seolah pengawal setia Anies, membela dengan cara yang membabi-buta.

Mbelgedhes ...

Demikian, salam

Sumber Utama : https://seword.com/politik/olala-mui-dki-getol-bela-anies-wah-dana-hibah-iM9eyQzDJK

Re-post by MigoBerita / Sabtu/20112021/16:39Wita/Bjm

Baca Juga Artikel Terkait Lainnya