Migo Berita - Banjarmasin - WASPADA Generasi Teroris "Berbaju Agama" .. !!!!! Kalau sekedar AHLI IBADAH ...IBLIS itu AHLI IBADAH, Kalau sekedar Hafal AL-QUR'AN, Abdurrahman Bin Muljam SANG PEMBUNUH juga HAFAL AL QUR'AN, Kalau Sekedar Berserban dan Berjenggot, ABU JAHAL PEMBENCI Nabi juga Berserban dan Berjenggot, Kalau sekedar NGAKU Keluarga Nabi, ABU LAHAB pembenci Nabi pun NGAKU keluarga Nabi, Kalau sekedar Berjilbab, HINDUN pemakan Jantung Sayidina HAMZAH pun berJilbab..Kalau sekedar Beragama , Hampir semua orang Ngaku Beragama.. Tapi VISI MISI Nabi Muhammad BUKAN ITU semata, Melainkan membuat semua manusia Saling Mengasihi dan Cinta Kasih terhadap semua Makhluk Ciptaan ALLAH serta berusaha terus untuk MENGGAPAI AKHLAK MULIA sesuai Keinginan ALLAH dan Rasul-Nya.
KETIKA PEMBENARAN DAN MERASA PALING BENAR ADA MERAKSUK PADA DIRI IBNU MULJAM
PERISTIWA ROMADHON YANG MEMILUKAN
“Hukum itu milik Alloh, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.”
Itulah teriakan Abdurrohman bin Muljam Al Murodi (Khowarij) ketika menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Tholib, _karomallohu wajhah_ pada saat bangkit dari sujud sholat Shubuh pada 19 Romadlon 40 H itu.
Abdurrohman bin Muljam menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Tholib dengan pedang yang sudah dilumuri racun yang dahsyat. Racun itu dibelinya seharga 1000 Dinar.
Tubuh Sayyidina Ali bin Abi Tholib mengalami luka parah, tapi beliau masih sedikit bisa bertahan. 3 hari berikutnya (21 Romadlon 40 H) nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rosululloh SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu merasa paling Islam.
Sayyidina Ali dibunuh setelah dikafirkan.
Sayyidina Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Alloh.
Sayyidina Ali dibunuh atas nama hukum Alloh.
Itulah kebodohan dan kesesatan orang Khowarij yang saat ini masih ngetrend ditiru oleh sebagian umat muslim.
Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti membaca Surat _Al Baqarah_ ayat 207 sebagai pembenar perbuatannya:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
_
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridloan Alloh; dan Alloh Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”_
Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh kholifah Ali, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara _qishos_ . Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:
_“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Alloh.”_
Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya membunuh suami _Sayyidah_ Fathimah, sepupu Rosululloh, dan ayah dari Sayyid Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi _jihad fi sabilillah._
Seorang ahli surga meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Alloh.
Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Alloh dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin.
Siapa sebenarnya Ibnu Muljam? Dia adalah lelaki yang sholih, zahid , beriman dan mendapat julukan Al-Muqri’ (ahli ibadah). Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu seorang hafidz (penghafal Al qur'an) dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.
Kholifah Umar bin Khottob pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Kholifah Umar bin Khottob bahkan menyatakan :
“Abdurrohman bin Muljam, salah seorang ahli Alquran yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Alquran kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar.
Meskipun Ibnu Muljam hafal Alquran, bertaqwa dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khotimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Afiliasinya kepada sekte Khowarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit. Ibnu Muljam menetapkan klaim terhadap surga Alloh dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Alloh dan Rosululloh.
Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan shoeh yang menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Alloh dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiyai dan ulama.
Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Rasulullah dalam sebuah hadits telah meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini:
"Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Alquran dengan lisan mereka tetapi tidak melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya." (Shohih Muslim, hadits No.1068)
Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.
Wahai kaum muslimin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam. Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru. Islam itu agama _Rohmatan Lil Alamin_ . Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul. _Ihdinashshirothol mustaqim._
Sumber Utama : http://fitnahfitnahakhirzaman.blogspot.com/2018/07/ketika-pembenaran-dan-merasa-paling.html
Bukan Erick dan Luhut, Ini Dia Pemain Besar di Pusaran Bisnis PCR!
Belakangan ini publik dikejutkan dengan berita kompor dari media tempe yang mengungkit keterlibatan dua menteri Jokowi di pusaran bisnis PCR. Namun, gilanya media tempe pula yang menutup keterlibatan pihak lain yang jelas-jelas menjadi pemain besar. Mengutip pernyataan Arya Sinulingga, PT GSI yang dikaitkan dengan PCR ternyata hanya mengambil 2,5 persen dari porsi keseluruhan. Lantas yang lainnya ke mana?
Akhirnya kita baru tahu kalau memang ada skenario pembunuhan karakter jahat pada dua menteri Jokowi. Makanya saya menahan diri tak berkomentar awal munculnya isu ini. Jangan samakan dengan kasus stafsus milenial yang mengundurkan diri lantaran ketahuan ikut proyek kartu pra kerja, karena jelas di sana ia adalah CEOnya. Sangat berbeda dengan kasus PCR. Meski kadang ada kebijakan Erick dan Luhut yang tak bisa diterima akal, tapi kita tak boleh memberi penilaian subyektif apalagi bermodal data media tempe.
Sebelumnya diberitakan bahwa Bisnis tes Polymerase Chain Reaction atau PCR menjamur di tengah pandemi Covid-19. Perusahaan penyedia tes PCR ini menangguk keuntungan yang tak sedikit.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata.co.id, perusahaan besar tes PCR menjalankan skema bisnis kerja sama dengan pemerintah atau memberikan layanan umum secara mandiri.
Dalam catatan Katadata.co.id, ada dua perusahaan besar yang menjalankan bisnis melalui skema kerja sama dengan pemerintah, yakni PT Daya Dinamika Sarana Medika (DDSM) dan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Adapun perusahaan-perusahaan besar tes PCR yang menyasar kalangan umum di antaranya Bumame Farmasi yang dikelola PT Budimanmaju Megah Farmasi, SwabAja, dan Quicktest.
Direktur Business Development DDSM Wahyu Prabowo mengakui sebagian besar klien mereka merupakan pemerintah. DDSM semula dimiliki oleh Yayasan Dompet Dhuafa, tetapi mereka kemudian membuat entitas bisnis sendiri.
Sejak awal pandemi Covid-19 pada Maret 2020, DDSM diminta pemerintah untuk membantu dalam test sampel Covid-19. Awalnya DSDM hanya memiliki satu laboratorium, yang terus berkembang hingga kini memiliki tujuh laboratorium.
Wahyu menggambarkan pada saat kasus naik menjelang akhir 2020, DDSM menerima sampel sekitar 65 ribu per hari dari pemerintah. Mereka menerima sampel dari berbagai puskesmas.
Jumlah tes sampel yang dikirim menyusut seiring dengan penurunan kasus Covid-19. Kini, DDSM menerima permintaan uji sampel sekitar 4.500 per hari. "Bagi kami mengambil untung Rp 45 ribu juga sudah alhamdulilah. Kuota kami besar, jadi tetap untung," ujar Wahyu.
Wahyu mengatakan selain DSDM, perusahaan tes PCR yang kerap bekerja sama dengan pemerintah adalah PT GSI. GSI tengah ramai diperbincangkan karena kedekatannya dengan dua pejabat pemerintah yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Baik Luhut maupun Erick sudah membantah keras jika mereka mengambil keuntungan melalui bisnis tes PCR. PT GSI yang diinisiasi oleh perusahaan yang terkait dengan mereka yakni PT Adaro Energy dan PT Toba Bumi Energi.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memaparkan dari jumlah total tes PCR yang mencapai 28,4 juta, PT GSI hanya melakukan tes sebanyak 700 ribu. "Jadi kalau dikatakan bermain, kan lucu ya, 2,5% gitu. Kalau mencapai 30%, 50% itu oke lah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main," ujarnya.
Arya mengatakan, Yayasan Adaro yang dikaitkan dengan Erick Thohir hanya memegang saham 6% di GSI. Menurutnya, sangat minim perannya di tes PCR. Arya juga bilang, sejak jadi menteri, Erick Thohir tidak lagi aktif di urusan bisnis dan yayasan itu.
Selain DSDM dan GSI, perusahaan-perusahaan tes PCR lain menyasar konsumen dari kalangan masyarakat umum. Salah satunya SwabAja yang dimiliki oleh Erwin Aksa, pengusaha yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Saat ini Swab Aja memiliki 33 outlet yang tersebar mulai dari Jakarta, Makassar, Batam, Bali, Yogyakarta, Surabaya, hingga Semarang.
Erwin Aksa mengatakan berdirinya Swab Aja dilatarbelakangi kebutuhan tes internal Grup Bosowa yang dimiliki ayahnya, Aksa Mahmud. “Kami memiliki ribuan karyawan yang tersebar di berbagai daerah. Kami membutuhkan screening tes PCR karyawan itu tiap minggu,” kata Erwin kepada Katadata.co.id.
Kemudian, Erwin melihat ada peluang bisnis dari tes PCR karena ketika itu jumlah pemeriksaan dan fasilitasnya masih minim. Kebutuhan masyarakat pun sangat tinggi. “Jadi deteksi bisa dilakukan di seluruh daerah,” katanya.
Erwin juga yakin kebutuhan PCR tak akan berkurang meski pandemi tengah surut. Ini lantaran tes serupa diperlukan untuk banyak deteksi penyakit, seperti Tuberkulosis hingga kanker. “Bahkan bisa digunakan industri makanan dan minuman untuk tes makanan halal karena bisa memeriksa DNA babi. Jadi bisa multipurpose,” katanya.
Perusahaan yang berbisnis tes PCR lainnya adalalah Bumame Farmasi. Perusahaan tes PCR ini memiliki 41 cabang yang tersebar dari Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Palembang, Yogyakarta dan Bali.
Mayoritas saham PT Budimanmaju Farmasi dimiliki oleh PT Bumame Jakarta Indonesia. Adapun pemilik mayoritas Bumame Jakarta adalah pengusaha Jack Budiman.
Selain pemain besar tersebut, ada juga PT Quicktest Laboratorium Indonesia yang merupakan lab milik Avisha Group.
Pemiliknya adalah Irawati Muklas. Ia membangun kerajaan bisnisnya Avisha Group pada 2002 saat masih berusia 26 tahun. Perusahaan ini bergerak di bidang sumber daya manusia dan tenaga alih daya (outsourcing).
Saat pandemi Covid-19 masuk Indonesia, bisnis Avisha ikut terpukul. Namun, Ira justru melihat peluang baru. Pada 18 Februari 2021, ia menggandeng dokter muda Haekal Anshari mendirikan lini bisnis layanan kesehatan.
Lini usaha baru itu menggunakan bendera PT Quicktest Laboratorium Indonesia yang berbasis di Tebet, Jakarta Selatan. Dalam situs perusahaan disebutkan perusahaan menyediakan layanan swab PCR, swab antigen, rapid test, dan tes isothermal.
Hanya dalam beberapa bulan, brand Quicktest berkembang pesat. Saat ini perusahaan sudah memiliki 28 cabang di kawasan di Jabodetabek. Saat awal berdiri, Quicktest mematok harga Rp 700.000 untuk swab PCR dengan hasil 24 jam dan Rp 180.000 untuk swab antigen.
Irawati mengatakan, kala itu Quicktest bisa melayani lebih dari 500 sampel per hari. “Selain masyarakat umum, segmen pasar yang dibidik Quicktest adalah klaster perkantoran,” ujarnya, Maret silam, dikutip dari Antara.
Dari berita ini jelas bisa mengungkapkan siapa saja yang terlibat langsung dan melihat peluang bisnis dibalik pengadaan PCR. Jadi bisa kita analisa bahwa permintaan Jokowi meminta penurunan harga PCR membuat panas beberapa pihak. Termasuk yang sudah punya pangsa pasar dan cakupannya di atas 25 persen. Entah kenapa media tempe tak mengulas keterlibatan mereka semua? Atau memang sengaja media tersebut dibayar untuk menjatuhkan dua nama dampak dari penurunan harga PCR?
Masyarakat harus bisa berpikir kritis dan terus mencari tahu seluk beluk sesungguhnya. Karena kalau tidak kritis, bisa jadi kemarin kita yang menjadi pengkitik media tempe, kini malah ikut terprovokasi dan jadi obor mereka. Ulasan keterlibatan Bosowa dan Dompet Dhuafa juga sempat dibahas akun digeeembok. Beruntungnya sudah ada media katadata yang memberi ulasan lebih detail lagi. Jadi kita tahu siapa yang bermain di sini dan siapa media yang ditunjuk jadi provokator utama.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/bukan-erick-dan-luhut-ini-dia-pemain-besar-di-2oiVwwvT2Y
Ibnu Muljam, Khawarij Hafiz Qur'an yang Membunuh Sayyidina Ali
"Pada masa beliau bertiga itu," kata Ali, "yang dipimpin adalah orang-orang macam aku, sedangkan sekarang ini yang kupimpin adalah orang-orang macam kamu!!”
Anwar Abbas Dalam Pusaran Jaringan Terorisme
Pasca tuntutan masyarakat yang semakin masif agar pemerintah membubarkan MUI, Anwar Abbas berbalik meminta Republik Indonesia juga dibubarkan.
"Kalau misalnya atas dasar itu (ada ulama dari MUI yang diduga terlibat jaringan teroris Jamaah Islamiyah) mereka minta (MUI) dibubarkan, maka saya minta Republik Indonesia dibubarkan. Saya hanya mengikuti logika mereka yang meminta supaya MUI dibubarkan," ujar Anwar Abbas.
Statementnya itu sudah terang-terangan melawan negara. Semoga ada ketegasan dari aparat agar siapapun yang menginginkan negara ini bubar agar segera ditangkap.
Tentu saja kita semua menolak apapun jenis terorisme dalam segala bentuk. Prilaku najis para teroris itu yang menjual diri dengan membantai bangsa sendiri adalah kutukan bagi bangsa ini.
Kebebasan individu adalah urusan manusia itu sendiri, bukan urusan iblis. Sebab, dengan dalih apapun juga, aksi mereka-mereka di MUI yang terlibat dalam jaringan terorisme itu lebih sadis dari Genosid Hitler dan Musolini.
Fakta membuktikan bahwa MUI telah disusupi jaringan kejahatan terorisme, maka tidak salah jika mayoritas rakyat Indonesia menuntut pemerintah Indonesia membubarkan MUI.
Selain tidak memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia, MUI juga terbukti telah terpapar radikalisme, intoleran dan khilafah transnasional. Apa yang bisa diharapkam dari lembaga tukang stempel halal haram jaddah ini?
Bagaimana mungkin pabrik fatwa itu memproduksi fatwa-fatwa dimana salah satu dari mereka terlibat jaringan terorisme? Ini mengerikan, tapi itu fakta sahih yang telah terjadi. Harusnya MUI membuat fatwa haram kejahatan terorisme. Bukan membelanya dan bahkan merekrut jaringan terorisme menjadi anggota MUI.
Jaringan terorisme di organisasi keagamaan apapun harus ditumpas dengan tangan besi pemerintah, dengan demikian maka libido kebodohan akut mereka yang memperkosa kedaulatan NKRI dapat segera dibasmi dan ditumpas sampai ke akar-akarnya hingga tak tersisa.
Pokoknya segala bentuk indikasi aksi terorisme, jangan tunda-tunda lagi, segera basmi. Contohnya si Anwar Abbas ini. Saya curiga orang ini juga terlibat dalam aksi terorisme. Mungkin Densus 88 Antiteror Polri sedang mendalami orang ini. Kita tunggu saja.
Anwar Abbas ini selalu berseberangan dengan pemerintah, khususnya terhadap Presiden Jokowi. Tua bangka ini menciptakan framing dan narasi sesat seolah-olah Presiden Jokowi itu memusuhi Islam dan Ulama. Ia kerap menyinyiri berbagai kebijakan pemerintah dengan berbagai modus pemelintiran fakta.
Manusia satu ini bahkan mencampuri kewenangan Presiden yang memilih Kapolri dari kalangan non muslim. Ini salah satu bentuk fanatik akut yang telah meyesatkan alam bawah sadar dalam otak pak tua ini.
Sehingga wajar masyarakat luas menilai bahwa sepak terjang sosok Anwar Abbas di MUI selama ini lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Berbagai pernyataannya yang menyesatkan itu sudah sangat meresahkan dan membahayakan kedaulatan NKRI.
Saat Densus 88 menyita ratusan kotak amal teroris, Anwar Abbas mengecam keras dan mengalihkannya ke kasus KKB di Papua. Saat penangkapan Farid Okbah oleh Densus 88 Antiteror Polri, Anwar Abbas juga tak luput membelanya.
Dengan keterlibatan tokoh MUI dalam jaringan terorisme, bukan tidak mungkin Anwar Abbas ini juga terlibat satu dedengkot dengan anggota MUI Ahmad Zain yang telah ditangkap Densus 88 Antiteror Polri.
Para jaringan terorisme rata-rata adalah Muslim yang taat agama. Mereka lahir dari rahim rasisme akibat mengadopsi paham salafisme, mengambil alih konsep Al-Qaeda demi kekhalifahan.
Sebagai bukti ketaatan mereka kepada agama, maka mereka mengajarkan umat Islam untuk mengenakan sabuk berisi bahan peledak untuk membunuh orang tak beriman sebagai bagian dari ibadah.
Mereka juga pandai mencari dana untuk pendanaan aksi terorisme melalui ratusan kotak amal yang disebar dan berbagai bentuk sumbangan-sumbangan melalui yayasan-yayasan yang mereka bentuk.
Semua jaringan terorisme di dunia ini, mulai dari organisasi teroris IRA di Irlandia Utara, Bask di Spanyol, Hamas di Palestina, Hizbullah, Al Qaeda, Jamaah Islamiah dan ISIS, rata-rata memiliki cacat mental yang akut.
Mereka meyakini bahwa Islam mencintai kematian demi jihad yang mulia. Mereka yang mati karena menghabisi nyawa orang-orang tak beriman dianggap martir dan memiliki peringkat tertinggi di sorga dan berhak mendapat jatah mengencani 72 bidadari di sorga.
BerbagaI aksi terorisme di Bali, Kedutaan Filipina, JW Marriot Jakarta, Kedubes Australia Jakarta, Sarinah, Solo, Makasar, dan berbagai tempat lain di Indonesia adalah serangkaian perjuangan sunnah para teroris yang mencintai kekerasan dengan menggunakan dalil Alquran sebagai bingkai perjuangan mereka.
Mereka meyakini bahwa Al-Qur'an menjanjikan hadiah Ilahi bagi mereka yang mati berperang di jalan Allah dengan berpatokan pada sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya, pintu surga berada di bawah bayang-bayang pedang (al-Bukhari 4:73).
Namun mereka tak sadar bahwa mereka telah menipu diri sendiri akibat salah kaprah dalam akidah pemahaman agama, sehingga bikin susah orang banyak saja.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/anwar-abbas-dalam-pusaran-jaringan-terorisme-KiDGPrBHRF
Mewaspadai Generasi Baru Ibnu Muljam
Oleh: Abdul Ghofur, S.Pd.I.
(Staf Akademik FITK IAIN Surakarta)
Masih segar dalam ingatan, kasus penganiayaan yang beberapa waktu lalu (27/01) menimpa salah satu ulama K.H. Umar Basri, pengasuh pondok pesantren Al-Hidayah, Cicalengka, Bandung, Jawa Barat. Dengan tanpa ampun pelaku memukuli dan menghajar Ceng Emon (sapaan akrab K.H. Umar Basri) ketika tengah khusyuk membaca wirid setelah salat subuh. Motif apa gerangan si pelaku yang begitu tega menganiaya seorang kiai yang sudah sepuh, yang seharusnya ditakdimi karena keluasan dan kedalaman ilmu-ilmunya. Sungguh kebiadaban yang jauh dari norma agama dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Tragedi di atas mengingatkan kita kepada sosok khulafaur rasyidin yang keempat, khalifah Ali bin Abi Thalib, bagaimana beliau direnggut nyawanya tanpa haq oleh sosok seorang muslim juga yang dikenal dengan nama Ibnu Muljam. Hampir persis kejadian terjadi pada waktu kisaran salat subuh. Lalu apakah ini pertanda telah lahir kembali generasi baru Ibnu Muljam dengan terang-terangan? Generasi yang akrab dengan kekerasan dan mudah mengkafirkan (takfir), meski juga mempelajari ayat suci Al-Quran dan menelaah hadits?
Mengenal Sosok Ibnu Muljam
Seperti dilansir islami.co nama lengkap Ibnu Muljam adalah Abdurrahman bin ‘Amr bin Muljam al-Muradi. Tanggal dan tahun lahirnya tidak diketahui, namun dalam kitab al-A’lam karya al-Zarakly disebutkan bahwa ia pernah bertemu dengan masa-masa jahiliyah dan berhijrah pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Ia juga merupakan salah satu orang yang mengikuti pembebasan Mesir (Fath Misra) dan setelah itu ia menetap di sana. Diceritakan oleh Syamsuddin ad-Dzahabi (748 H) dalam kitabnya Tarikhul Islam wa Wafayati Masyahiril A’lam bahwa Ibnu Muljam merupakan sosok ahli Al-Quran dan ahli fikih. Selain itu, ia merupakan orang yang gemar beribadah.
Semasa pemerintahan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, Ibnu Muljam merupakan seseorang yang sangat istimewa. Pasalnya, ia diberi kepercayaan oleh Umar bin Khattab untuk mengajar Al-Quran di masjid. Bahkan, agar memudahkan ia mengajar Al-Quran, Umar bin Khattab memerintahkan Amr bin Ash untuk memperluas rumah Ibnu Muljam agar lebih dekat ke masjid agar ia mengajar Al-Quran dan fikih di sana. Rumah Ibnu Muljam juga dekat dengan Abdurrahman bin Udais al-Balawi, yakni orang yang nantinya termasuk otak pembunuhan Utsman bin Affan.
Ibnu Muljam sebenarnya adalah sosok pendukung khalifah Ali bin Abi Thalib. Sikap politiknya yang berbeda ketika terjadi perang Shiffin yang mengawali ketidakberpihakannya. Berawal dari Perang Shiffin, perang antara pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah pada tahun 37 H/ 648 M. Ketika kelompok Ali hampir menang, Muawiyah menawarkan perundingan (tahkim) sebagai penyelesaian permusuhan. Ali menerima tawaran Muawiyah, sehingga menyebabkan 4000 pengikutnya memisahkan diri dan membentuk kelompok baru yang dikenal Khawarij (berasal dari kata kharaja artinya keluar/membelot) termasuk di dalamnya adalah Ibnu Muljam.
Khawarij menyatakan bahwa permusuhan harus diselesaikan dengan kehendak Tuhan, bukan perundingan (arbitrase). Mereka berpegang teguh dengan dalil “lā hukma illa Allah” (tidak ada hukum yang harus ditaati kecuali hukum Allah) yang digunakan untuk menolak kebijakan Ali. Karena melawan kehendak Tuhan, Khawarij kemudian mengkafirkan (takfir) kepada Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah. Khawarij juga mengkafirkan terhadap mayoritas umat muslim yang moderat dan menuduhnya sebagai pengecut. Pemikiran dan sikap keagamaan model Khawarij kemudian diteruskan oleh paham Wahabi di Arab Saudi pada abad Ke-12 H yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Dalam konteks Indonesia, paham berpikir radikal tersebut menjangkiti pola berpikir individual maupun beberapa organisasi keagamaan sehingga perlu diwaspadai. Layak diapresiasi apa yang dilakukan pemerintah dengan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beberapa waktu lalu, sebagai langkah melindungi warganya dari sikap keagamaan yang radikal.
Radikalisme Agama
Dalam bahasa Arab, radikalisme biasa disebut tathorruf lalu menjadi muthathorrifin, diartikan dengan istilah teror atau menciptakan bencana. Dominasi ini melahirkan berbagai macam fanatisme, mulai yang paling lunak sampai yang paling berat. Adapun yang paling berat disebut hizbul takfiriyyah, yaitu kelompok yang selalu mengatakan bahwa golongan di luar dirinya adalah kafir. Oleh karena itu, jika sudah kafir, semuanya menjadi halal, baik saudara, harta, maupun kehormatannya (Adon Nasrullah Jamaludin, 2015: 162).
Radikalisme agama dalam Islam umumnya muncul dari pemahaman yang sempit, tertutup, dan tekstual terhadap teks-teks Al-Quran dan Hadits. Kaum radikal selalu merasa sebagai kelompok yang paling memahami ajarah Tuhan. Karena itu, mereka dengan mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda dengan dirinya dan menganggapnya sebagai sesat. Rahimi Sabirin (2004: 5) menguraikan radikalisme adalah pemikiran atau sikap keagamaan yang ditandai: 1) sikap intoleransi, tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, 2) sikap fanatik, yaitu selalu merasa benar sendiri, menganggap orang lain salah, 3) sikap eksklusif, yaitu membedakan diri dari kebiasaan umat kebanyakan, dan 4) sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan. Adapun radikalisme terdiri dari dua wujud yaitu radikalisme dalam pikiran (fundamentalisme) dan radikalisme dalam tindakan (terorisme).
Menurut Mudofir (2014: 6) sejatinya agama adalah korban perkosaan dari para pemeluknya yang secara eksklusif dijadikan instrumen pembenaran atas aksi-aksi kekerasan. Prinsip toleransi, menghargai perbedaan, hidup dalam kebersamaan, menyantuni orang miskin, menciptakan perdamaian, bertindak adil, dan menghormati HAM hampir selalu dikesampingkan. Dampaknya agama dianggap sebagai simbol perlawanan tanpa syarat terhadap hegemoni kelompok atau peradaban tertentu, seperti modernisme dan kapitalisme. Radikalisme agama yang memiliki tafsir-tafsir keagamaan eksklusif dan terlalu harfiah hanya menonjolkan penggunaan teori konspirasi. Sebuah teori yang dasar asumsinya melihat dunia dalam kerangka dikotomi tajam antara “kami” dan “mereka”. Dengan bayang-bayang imajinasi yang nampak mengancam, “kami” harus memusnahkan “mereka” atau sebaliknya.
Islam Rahmatan Lil-Alamin Sebagai Jawaban
Islam datang untuk membangun masyarakat yang adil dan beradab. Islam adalah agama kasih sayang dan menebarkan rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil-‘alamin), kiranya pendekatan ini akan mampu memberikan solusi jangka panjang sebagai alternatif bagi permasalahan radikalisme. Kata rahmatan lil-‘alamin terambil dari ayat Al-Quran surat Al-Anbiya’ (21): 107 yang artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil-‘alamin).”
Dilihat secara tekstual kata rahmah sudah dengan jelas menggambarkan watak anti-kekerasan dan sebaliknya mendorong kebaikan-kebaikan menyeluruh kepada sesama manusia dan kepada seluruh alam sebagaimana terintegrasi dalam gabungan rahmatan lil-‘alamin. Rahmat bagi seluruh alam memiliki implikasi sosial, budaya, dan politik yang penting. Tujuan dari kata ini adalah terciptanya harmoni antara Allah, alam, dan manusia.
Mudofir (2014: 11) menawarkan apa yang disebut teologi rahmatan lil-‘alamin sebagai solusi semakin merebaknya aksi-aksi radikalisme. Dengan merujuk pada QS. Al-Anbiya’ (21): 107 di atas, teologi rahmatan lil-‘alamin dapat diartikan sebagai teologi yang menekankan perdamaian, cinta kasih atau rahmah, terbuka, dan tanggung jawab untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan untuk semua terlepas dari asal-usul ras, bangsa, dan agama. Melalui definisi tersebut bertujuan memberikan titik-titik tekan pada bentuk cinta kasih pada semua ras manusia maupun ras non-manusia.
Karena itu, teologi rahmatan lil-‘alamin menolak segala bentuk kekerasan dan pemaksaan kehendak untuk tujuan agar mereka atau orang lain mengikuti agama atau keyakinan. Sebaliknya, umat Islam harus menjadi pilar perdamaian, persaudaraan, dan penciptaan bentuk-bentuk kerjasama global untuk mengatasi atau memecahkan isu-isu yang lebih strategis seperti kemiskinan, bencana, krisis lingkungan, krisis moral, dan meluasnya endemi penyakit berbahaya (demam berdarah, flu burung, dan AIDS). Teologi rahmatan lil-‘alamin mengabdi pada terwujudnya cinta kasih yang menyebar pada sebanyak-banyaknya umat manusia dan umat non-manusia di muka bumi.
Melalui konsep teologi Islam rahmatan lil-‘alamin dapat dirumuskan prinsip-prinsip dalam mewujudkan masyarakat adil dan toleran. Rahimi Sabirin (2004: 13-17) menguraikan tiga prinsip dasar yang menjadi tujuan utama ajaran Islam dalam membangun masyarakat. Pertama, prinsip persamaan (al-musawah). Islam secara tegas memproklamirkan bahwa semua manusia diciptakan sama (all men are created equal) dan karenanya semua berkedudukan sama di depan Tuhan (all men are equal before God). Orang yang paling mulia di sisi Tuhan (Allah) adalah orang yang paling bertakwa (QS. Al-Hujurat: 13).
Kedua, prinsip kebebasan (al-hurriyah). Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan, baik kebebasan beragama maupun kebebasan sosial dan politik. Kebebasan merupakan sesuatu yang melekat dalam penciptaan manusia. Melalui kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi menjadikannya berdaulat dan bermartabat. Terkait kebebasan beragama, dalam Al-Qur’an dijelaskan tidak ada paksaan dalam beragama, sudah jelas mana yang benar daripada jalan yang salah (QS. Al-Baqarah: 256). Ketiga, prinsip keadilan (al-‘adalah). Keharusan untuk berbuat kasih dan adil dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa jangan sekali-kali kebencian terhadap suatu kaum mendorong tindakan untuk berbuat tidak adil, berbuat adil merupakan tindakan yang dekat dengan ketakwaan (QS. Al-Maidah: 8).
Ketiga prinsip di atas menunjukkan bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah sama. Perbedaan penafsiran terhadap teks-teks Al-Quran dan Hadits merupakan sunnatullah, sesuatu yang sengaja diciptakan Allah sebagai hukum alam. Hikmah diciptakannya perbedaan itu adalah agar semua saling mengenal dan saling belajar, sehingga saling berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Melalui prinsip-prinsip di atas diikhtiarkan mampu terbentuk tatanan masyarakat yang aman dan tenteram serta terminimalisir dari berbagai tindakan kekerasan.
Kejadian yang menimpa K.H. Umar Basri meskipun masih dalam proses penyelidikan motif apa sebenarnya yang melatarbelakangi, terlepas dari motif gangguan jiwa atau lainnya, layak menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Pada titik ini, umat Islam perlu selalu waspada, dikarenakan ulama adalah pewaris para Nabi, sehingga jangan sampai menjadi korban keganasan sejarah yang terulang, yang bisa jadi adalah generasi baru Ibnu Muljam, generasi neo-khawarij yang militan berbekal pemahaman agama tekstual dan tampilan yang syari’, namun dengan mudah membid’ahkan atau mengkafirkan orang-orang di luar dirinya. Bermodalkan teks Al-Quran dan Hadits, vonis sesat dan kafir begitu mudah terlontar dari mulut mereka.
Maka dari itu diperlukan komitmen semua pihak, terutama ulama dan umaro’ untuk membentengi umat Islam dari paham keagamaan yang radikal dan destruktif warisan Ibnu Muljam dan kawan-kawannya. Juga bersama-sama seluruh lapisan masyarakat, utamanya lembaga pendidikan untuk dikampanyekan Islam yang ramah, Islam yang rahmatan lil-‘alamin, rahmat bagi semesta alam. Sehingga terwujud tatanan masyarakat yang aman, tenteram, dan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr. Semoga. Wallahu A’lam.
Sumber Utama : https://iain-surakarta.ac.id/mewaspadai-generasi-baru-ibnu-muljam/
Densus Gaya Baru, Langkah Memutus Jaringan Pendanaan Teroris
Ketika ada dua anggota MUI ditangkap densus karena terlibat dalam jaringan teroris internasional, memang agak mengejutkan. Karena MUI ini kan majelis ulama Indonesia. Yang bukan ulama pun kalau masuk MUI jadi otomatis ulama. Tapi sekarang mereka tertangkap terlibat dalam kasus jaringan teroris internasional.
Wajar kalau kemudian muncul tuntutan pembubaran MUI. Tuntutan ini muncul dari kekecewaaan yang sangat besar kepada MUI, karena punya anggota yang ternyata bagia dari kelompok teroris.
Tapi Anwar Abbas dengan jurus mabuknya, membela. Kalau MUI dibubarkan, maka Republik ini juga harus bubar, katanya. Karena tidak bisa menjaga negara dan membiarkan teroris masuk menyusup. Hahaha benar-benar logika yang ajaib. Seajaib majelis ulama yang isinya teroris.
Ketika PKS dan Anwar Abbas sibuk membela teman-temannya yang terlibat dalam organisasi teroris, Polisi sedikit memberikan bocoran. Bahwa penangkapan Farid Okbah ini berdasarkan keterangan dari 28 BAP tersangka teroris yang sudah lebih dulu ditangkap.
Artinya, penangkapan ini sulit disangkal dan rasanya mustahil berharap Farid Okbah dan kawan-kawan akan bebas dengan cepat.
Yang menarik dari pernyataan Polisi bagi saya adalah soal 28 BAP. Dari pengakuan tersangka yang sebanyak itu, mustahil yang muncul ke permukaan dan kemudian ditangkap hanya 3 orang.
Pasti ada nama-nama lain, yang bisa jadi juga adalah anggota MUI lainnya. Dan keterangan Farid Okbah serta Zain Annajah nantinya akan melengkapi, menyempurnakan bagi aksi penangkapan selanjutnya. Saya pikir Anwar Abbas layak juga untuk dicurigai, saya prediksi dia juga akan ditangkap setelah ini.
Karena rasanya mustahil dalam sebuah organisasi seperti MUI, yang terlibat jaringan teroris cuma dua orang. Masa yang lain ga terlibat? Lah wong kalau ceramah sama kerasnya, sama intolerannya.
Jika melihat dari sekian banyak berita dan pernyataan Polisi, penangkapan ini juga terkait dengan jaringan kotak amal. Yang sebelumnya juga sudah banyak disita oleh Densus 88. Dan dari sini, saya juga sangat yakin nama-nama yang muncul juga pasti banyak.
Sampai di sini, pembelaan yang coba disampaikan ke publik nyaris tak bisa diterima sama sekali. Rakyat lebih percaya pada Densus 88, karena ancaman bom bunuh diri dan penyerangan terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Jadi percuma saja misalkan PKS mengklaim bahwa Farid Okbah bukan takfiri, karena di banyak ceramahnya, mudah saja kita temukan pernyataan-pernyataan yang mengarah pada takfiri.
Jika melihat pola penangkapan yang belakangan dilakukan oleh Densus, nampaknya fokus penanganan terorisme di Indonesia jadi sedikit bergeser.
Sebelumnya, penangkapan selalu dilakukan pada pihak-pihak yang berencana melakukan amaliah. Atau penangkapan dilakukan pada orang yang sudah melakukan training perakitan bom. Ditemukan bahan-bahan peledak di rumahnya dan ideologi jihad pengrusakan.
Sekarang, Polri lebih maju. Yang diberantas adalah jaringan pendanaannya. Makanya kemudian yang diamankan adalah kotak amal.
Farid Okbah dan Zain Annajah bisa jadi tidak bisa merakit bom. Pun mungkin dia belum pernah melakukan training penyerangan. Tapi mereka jelas terkait soal pendanaan dan jaringan kotak amal yang belakangan disita oleh Densus 88.
Mungkin Polri sudah belajar dari penanganan FPI. Saat rekening mereka diblokir, praktis pergerakan dan jumlah demonstran yang datang jadi semakin berkurang. Atau bahkan katakanlah tidak ada.
Seperti sekarang misalnya. Mau seprovokatif apapun berita soal Rizieq, yang diklaim ditahan di bawah tanah oleh Haikal Hassan, relatif tidak mampu menimbulkan perlawanan dari kubu pecinta Rizieq yang dulu diklaim mencapai 7 juta orang.
Bahkan di sosial media pun, isu tersebut tak mampu dimainkan. Karena orang sudah muak, jaringan pendanaan untuk para buzzer nya pun sudah terhenti sehingga kalaupun ada pembelaan, itu hanya satu dua akun yang memang membela karena alasan ideologi.
Untuk hal ini saya acungi jempol kepada Polri yang sudah mulai lebih maju dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Tidak menunggu bom meledak, tidak menunggu ada latihan perakitan bom. Asal jelas ada sumber dan aliran dananya, tangkap dan langsung tahan.
Karena Indonesia akan menjadi tuan rumah G20 dan jelas tak boleh ada kesalahan sedikitpun terkait terorisme ini. Jangan sampai Indonesia malu di muka internasional.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/densus-gaya-baru-langkah-memutus-jaringan-Cs8xqm7ewd
Ingat HS, Ingat Abdurrahman bin MuljamSumber: https://nu.or.id/esai/ingat-hs-ingat-abdurrahman-bin-muljam-te4hdOleh Abdullah Alawi Pada beberapa kesempatan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj kerap menceritakan tentang perilaku seseorang yang hafal Al-Qur’an, tapi tidak memahaminya. Ia mencontohkan, pada zaman Nabi Muhammad, setelah perang Hunain, umat Islam mendapat harta rampasan (ghanimah). Namun, saat itu Nabi Muhammad membaginya dengan cara tidak biasa. Para sahabat senior tidak mendapat bagian. Hanya para muallaf (orang yang baru masuk Islam) yang mendapatkannya. Pembagian yang dilakukan Nabi tersebut, meski tidak dipahami sahabat, mereka memilih diam karena semua tahu itu perintah Allah subhanahu wata'ala. Nabi selalu dibimbing wahyu dalam tindakannya. Namun, tak dinyana, ada orang yang maju ke depan melakukan protes. Sahabat tersebut, perawakannya kurus, jenggot panjang, jidatnya hitam, namanya Dzil Khuwaisir. “I’dil (berlaku adillah) ya Muhammad, bagi-bagi yang adil Muhammad,” begitu kira-kira protesnya. “Celakalah kamu. Yang saya lakukan itu diperintahkan Allah,” tegas Nabi Muhammad. Orang itu kemudian pergi. Nabi Muhammad mengatakan, nanti dari umatku ada orang seperti itu. Dia bisa membaca Al-Qur’an, tapi tidak tidak paham. Hanya di bibir dan tenggorokan. “Saya tidak termasuk mereka. Mereka tidak termasuk saya,” ungkap Nabi Muhammad. Tahun 40 H Sayiydina Ali bi Abi Thalib dibunuh karena dianggap kafir. Pasalnya Ali dalam menjalankan pemerintahannya tidak dengan hukum Islam, tapi hukum musyawarah. Sang pembunuh menggunakan ayat “wa man lam yahkum bi ma anzalallahu fahuwa kafirun” sebagai sandaran perbuatannya. Ironisnya, pembunuhan itu terjadi pada bulan puasa saat seharusnya, pada siang hari, makan dan minum saja tidak dilakukan, apalagi membunuh. Siapakah pembunuh itu? Ia bukan oleh orang kafir, melainkan orang Muslim, namanya Abdurrahman bin Muljam At-Tamimi, dari suku Tamimi. Pembunuh itu ahli tahajud, puasa, dan penghafal Al-Qur’an. Ia adalah orang yang memahami ayat Al-Qur’an dengan cara salah. Sayidina Ali, sahabat dan sekaligus menantu Nabi Muhammad yang termasuk kalangan pertama memeluk Islam, dianggap kafir karena dianggap tidak menggunakan hukum Allah berdasarkan ayat Al-Qur’an. Darah pun terkucur. *** Nuansa politik Indonesia pasca pemilihan umum masih mewarnai meski di bulan Ramadhan. Mungkin benar apa yang dikatakan seorang kawan saya, Ramadhan ya Ramadhan, masalah politik lain lagi. Puasa ya puasa, tensi meraih kekuasaan dengan berbagai cara tak perlu turun sebab keduanya tidak berhubungan. Kita menyaksikan, satu pihak mengklaim menemukan bukti bahwa pihak lain melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Karenanya, menurut pihak yang mengklaim tersebut, pihak yang curang itu harus didiskualifikasi. Di sisi lain, mereka memiliki punya data sendiri tentang jumlah suara yang mereka raih. Lalu, selentingan kabar, jika klaim mereka tak diindahkan, people power pun konon akan dilakukan. Mereka tidak main-main, aski massa di Bawaslu seminggu lalu sudah dimulai. Saya tidak hadir pada aksi massa itu. Namun, tiba-tiba seorang pemuda berusia 25 tahun menjadi terkenal di media sosial. Dia berinisial HS. Isunya sendiri bahkan saya sendiri tidak tahu. HS justru mendapat liputan dari banyak media. Pasalnya, pada aksi massa tersebut, HS mengancam akan memenggal kepala presiden. Mari kita periksa kata tersebut melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia. Karena kamus dalam bentuk cetak saya tidak punya, maka beralihlah ke daring. Begini: Penggal: potong; kerat; tebas: -- saja leher pembunuh itu; 2 n bagian dari buku (kutipan cerita dan sebagainya); Penggal adalah kata benda sementara memenggal kata kerja. Mari kita buka KBBI daring lagi: Memenggal/me•meng•gal/ v 1 memotong; mengerat; 2 menetak (kepala); 3 membagi (kata, kalimat, berita, dan sebagainya);~ leher ki menghilangkan kesempatan orang untuk mendapatkan penghidupan; ~ lidah ki memutus orang berkata-kata; memotong pembicaraan orang; Jadi, jika dia mengatakan hal itu, secara tersurat memang jelas pemuda tersebut ingin memenggal, memisahkan sesuatu dari sesuatu yang lainnya. Kalau yang dipisahkan itu sepotong bambu mungkin tak masalah. Pasalnya yang akan dipenggal itu adalah kepala seseorang. Dan kepala itu tiada lain adalah kepala negara. Bayangkan kepala! Sebagaimana kasus-kasus lain, seseorang yang tidak terkenal itu menghiasi media sosial. Para warganet ingin mengetahui seluk-beluk kehidupannya. Mulai pekerjaannya, pendidikannya, hingga kehidupan pribadi dan ibadahnya. Muncullah dalam suatu media daring ada berita yang menyebutkan bahwa dia adalah seorang yang rajin shalat. Kok bisa? Ya bisa saja. orang yang membunuh Ali bin Abi Thalib juga adalah seorang yang ahli ibadah. Bahkan ada yang bilang dia hafal Al-Qur’an. Kok bisa? Ya, bisa karena bacaan tersebut tidak meresap di dalam dirinya. Dalam ungkapan lain, dia adalah seorang yang hafalannya sampai kepada tenggorokan. Bukankah shalat itu seharusnya mencegah perbuatan keji dan munkar? Penulis adalah Nahdliyin tinggal di Bandung
Sumber Utama: https://nu.or.id/esai/ingat-hs-ingat-abdurrahman-bin-muljam-te4hd
Tangkap Terduga Teroris, Densus 88 sedang "Bersihkan Nama Baik" Ulama di Negeri Ini
Berita ditangkapnya tiga tokoh penting, semuanya "orang pinter" kalau melihat titel dan pengaruh mereka di pemberitaan, mengejutkan banyak pihak. Kecuali yang tidak terkejut, ya biasa saja karena bisa dibilang semua itu hanyalah perkara waktu.
Begitu pula dengan adanya "orang MUI" di antara ketiga tokoh yang ditangkap itu, juga hanya perkara waktu jika kita mengingat komposisi pengurus elit di tubuh LSM tersebut.
Pagi ini saya pun melihat ulasan khas Ade Armando di CokroTV soal dimulainya "serangan balik" yang mulai dilakukan oleh kelompok yang terkait ketiga tokoh tadi. Tuduhannya seperti biasa terkesan ngawur, tak berdasar, dan mudah sekali dipatahkan narasinya ... terkait tuduhan bahwa Densus 88 melanggar HAM dalam aksi penangkapan para terduga kasus terorisme itu.
Dalam tayangan "Polisi Difitnah Melanggar HAM dalam Penangkapan Farid Okbah" juga sudah dijelaskan oleh Bang Ade Armando bahwa penangkapan itu sudah sesuai prosedur hukum dan sama sekali tidak ada HAM yang dilanggar. Polisi bahkan memberi kesempatan bagi para istri dari ketiga terduga aksi terorisme itu buat berpakaian dan menutupi aurat dalam penangkapan yang juga disertai banyak saksi, termasuk mengajak Polwan, dengan rekaman bukti penangkapan yang bisa dipakai sebagai "senjata" pembelaan bagi polisi jika seandainya penangkapan itu berbuntut panjang sampai ke urusan pengadilan.
Selain tuduhan keji bahwa polisi disebut melanggar HAM, tudingan bahwa aparat berwajib di negeri ini melakukan kriminalisasi ulama hampir pasti akan dipakai sebagai alat untuk membangkitkan kemarahan pendukung dari kelompok yang sebarisan dengan ketiga tokoh yang ditangkap itu.
Tuduhan yang mirip seperti yang dilontarkan selama ini setiap kali ada sosok berlabel ulama, berpenampilan seperti ulama, atau yang kebetulan kali ini menjadi pengurus dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Meski soal tudingan itu sudah banyak dilakukan bantahan, klarifikasi, hingga sindiran ... yang salah satunya berkata agar jangan ada yang "mengulamakan kriminal" sebagai kontra opini dari "kriminalisasi ulama" tadi, masih dipakainya tuduhan itu saja menunjukkan bahwa cara itu masih efektif buat memprovokasi umat Islam di negeri ini yang memang seharusnya menjunjung tinggi dan memuliakan ulama.
Padahal kalau dipikir lagi, tentu dengan logika dan akal sehat, tuduhan adanya kriminalisasi ulama itu keliru besar. Justru dengan tindakan penangkapan terduga teroris yang kebetulan dikenal sebagai pemimpin umat itu, Densus 88 justru sedang membantu membersihkan nama dan citra ulama di masyarakat.
Tindakan Densus 88 itu justru sangat baik, seperti menyaring dan memisahkan sesuatu dari hal-hal yang selama ini dapat mengotori atau mencemari yang seharusnya bersih itu. Bagi lembaga MUI sendiri, sebenarnya ada peluang bagus yang bisa mereka ambil untuk "membersihkan diri" sekaligus memulihkan citra MUI yang selama ini mulai banyak kesan negatifnya, karena tak jarang elit MUI "terlalu banyak cakap" bahkan mulai terlibat urusan politik, jauh dari tugas dan wewenang MUI.
Cuma, kalau momen bagus untuk membersihkan diri itu ditolak, dengan misalnya menyangkal peran pengurus MUI yang tertangkap Densus 88 atau membela dengan membabi buta (ups, kok ada kata babi-nya?) ... maka ya sudah, sebaiknya MUI dibubarkan saja atau sekalian dinyatakan sebagai organisasi terlarang di negeri ini.
Jadi akhirnya, semua kembali pada kejernihan berpikir dan logika seperti apa yang dipakai. Tentu akan ada pihak yang tak pandai membuat pilihan dalam perkara penangkapan tiga terduga aksi terorisme ini, lalu tetap menganggap mereka tak bersalah dan hanya dikriminalisasi oleh rezim Jokowi ini.
Namun, bagi yang berlogika sehat, lalu mampu merespons dengan tepat, niscaya kelak mereka akan bersyukur karena Densus 88 telah bekerja dengan sangat baik dengan memisahkan "kekotoran" dalam diri kelompok ahli agama yang disebut "ulama" itu, sehingga yang kelak hadir di masyarakat adalah ulama yang benar-benar ulama, dengan ilmu agama yang tinggi, mampu mengajar dan memberi teladan, dan tentu saja tidak melibatkan diri dalam amsegala bentuk kegiatan yang mengarah pada aksi terorisme.
Ulama yang begini, rasanya saya pun bersedia duduk mendengarkan ceramah atau petuah-petuahnya, karena ilmu yang mereka bagikan pasti berguna bagi siapa saja yang mendengarnya.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/tangkap-terduga-teroris-densus-88-sedang-g37NGAXXU8
Tiga Pelajaran dari Tarikh, Waspadai Generasi Ibnu Muljam
Abdur-Rahman bin Muljam ahli ibadah yang tersesat. Dialah pembunuh Sayidina Ali bin Abi Thalib karamallahu waj-hahu (Kwa)
Merupakan kekeliruan jika ada yang menganggap ‘Abdur-Rahmân bin Muljam dahulu seorang yang jahat. Sebelumnya, ‘Abdur-Rahmân bin Muljam ini dikenal sebagai ahli ibadah, gemar berpuasa saat siang hari dan menjalankan shalat malam. Namun, pemahamannya tentang agama kurang menguasai. Diceritakan oleh Syamsuddin ad-Dzahabi (748 H) dalam kitabnya Tarikhul Islam wa Wafayati Masyahiril A’lam bahwa Ibnu Muljam merupakan sosok ahli Al-Quran dan ahli fikih. Selain itu, ia merupakan orang yang gemar beribadah.
Abdur-Rahmân bin Muljam al-Himyari, al-Burak bin ‘Abdillah at-Tamîmi dan ‘Amr bin Bakr at-Tamîmi – mereka merencanakan pembunuhan terhadap tiga orang yang mereka anggap sebagai orang yang tidak menjalankan agama Allah dengan benar.
Pembunuhan ini mereka anggap sebagai tangga untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka sepakat melakukan pembunuhan terhadap tiga orang itu, yaitu ‘Ali bin Abi Thâlib, Mu’awiyyah dan ‘Amr bin al ‘Âsh Radhiyallahu ‘anhum, dan mereka berani mempertaruhkan nyawa untuk mewujudkan rencana keji itu.
Mereka bertiga kemudian bergerak melancarkan niatnya pada malam 17 Ramadhan 41 H . Hari yang sudah diputuskan oleh Ibnu Muljam, al-Burk dan ‘Amr bin Bakr untuk menyudahi nyawa tiga orang sahabat Rasulullah, yaitu ‘Ali, Mu’awiyyah, dan Amr bin al-‘Âsh Radhiyallahu ‘anhum. Begitu waktu subuh tiba, sebagaimana biasa Amirul-Mu`minin ‘Ali bin Thâlib keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat Subuh dan membangunkan manusia. Saat itulah pedang Khawarij yang beracun menciderai ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Ketika Ibnu Muljam menyabetkan pedangnya pada bagian pelipis ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, ia berseru: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, bukan milikmu atau orang-orangmu (wahai ‘Ali),” lantas ia membaca ayat :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”. [al Baqarah/2:207]
Ketika Amirul-Mu`minin ‘Ali bin Thâlib Radhiyallahu ‘anhu dipastikan meninggal karena serangan Ibnu Muljam, maka diputuskanlah hukuman mati bagi Ibnu Muljam.
Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada Algojo:
“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”
Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya mencabut suami Sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah.
Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentang Ibnu Muljam: “Sebelumnya, ia adalah seorang ahli ibadah, taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, akhir kehidupannya ditutup dengan kejelekan (su`ul khâtimah). Dia membunuh Amirul-Mu’minin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu dengan alasan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui tetesan darahnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi ampunan dan keselamatan bagi kita” Beberapa pelajaran, setidaknya ada Tiga Pelajaran dari Kisah di Atas
1. Pemahaman yang benar dalam mengaplikasikan Islam merupakan keharusan bagi seorang muslim. Dengan cara mengikuti pemahaman para ulama yang bersambung sampai Rasulullah Saw. Ikuti ulama, jangan berfikir dengan barometer akal kita sendiri.
2. Kebodohan itu berbahaya, lantaran menyebabkan ketidakjelasan barometer syar’i bagi seseorang, sehingga membuat kelemahan dalam tashawwur (pendeskripsian) dalam memandang suatu masalah.
3. Ideologi yang salah akan sangat berbahaya, karena akan diyakini sampai akhir hayatnya.
"Semangat membela agama, juga harus disertai dengan semangat mencari Ilmu yang Benar"
Waspadai generasi Ibnu Muljam. Semog kita dapat memetik hikmah dari pelajaran sejarah (Tarikh Islam).
Sumber Utama : https://www.ngopibareng.id/read/tiga-pelajaran-dari-tarikh-waspadai-generasi-ibnu-muljam-14624
Logika Ngawur Mustofa Yang Protes Pengurus MUI Ditangkap Densus 88
Mustofa Nahrawardaya adalah salah satu dari sekian banyak yang protes dengan penangkapan 3 orang oleh Densus 88 yang salah satunya adalah dari MUI.
Orang ini adalah mantan politikus PAN memilih bergabung dengan Partai Ummat. Jadi bisa dikatakan, orang ini memilih gerbongnya Pak Amien Rais. Kalau sudah bergabung dengan Amien Rais, maka bisa dipastikan orang ini akan berperilaku sama, tukang nyinyir untuk cari sensasi. Satu kubu dalam dunia politik selalu memiliki narasi dan niat yang sama.
Orang ini membuat sebuah cuitan yang saya rasa perlu pembaca ketahui.
"Kalau dia niat dirinya mau jadi teroris, pastinya lebih aman bersembunyi. Ngebom tiap hari. Nembaki aparat dari kegelapan. Ngapain teroris rekaman di Youtube tiap hari? Repot-repot jadi pengurus MUI segala. Bantu dana teroris? Emang seberani itu? pakai akal! #dukungMUI," begitu isi cuitannya.
Yang dia maksud kemungkinan besar pengurus fatwa MUI pusat.
Ok, mari kita bahas cuitan dia.
Masuk akal gak logikanya? Yang menjawab masuk akal, mungkin lebih baik belajar lagi logika yang benar. Ini tidak butuh keahlian apa pun kecuali logika yang tidak terlalu sulit dicerna orang awam.
Jaringan terorisme itu pasti memiliki organisasi. Yang artinya ada jenjang jabatan atau tugas masing-masing. Agak mirip dengan sistem pemerintahan lah. Ada yang menjadi pimpinan, ada yang menjadi penasihat. Ada yang tugasnya mengatur strategi. Ada yang mencari sumber pendanaan, salah satunya lewat kotak amal. Ada yang bertugas memberikan pelatihan tempur. Ada yang merekrut calon teroris. Ada pula yang menjadi pengantin bom bunuh diri.
Jadi bisa dikatakan, yang melakukan aksi teror dan melakukan bom bunuh diri, bisa kalian anggap sebagai posisi level terbawah dan paling miskin nalar.
Kenapa? Coba pikir, kalau kita tanyakan kepada orang yang lebih tinggi kedudukannya, apakah mereka mau melakukan aksi teror terbuka atau menjadi pembom? Saya rasa mereka tidak sebodoh itu untuk mati konyol, kan? Lantas kenapa ada yang mau-mau saja disuruh melakukan teror? Secara awam, biasanya karena sudah dicuci otaknya, lewat sentimen agama. Mungkin dijanjikan surga dan bidadari yang banyaknya bikin hepi.
Justru mereka yang mau berbuat konyol itu adalah mereka yang mau-maunya dibodohi. Sedangkan petinggi atau mastermind-nya hanya duduk santai melihat hasilnya sambil tertawa cekikikan. Yang bodoh siapa?
Sama lah kayak imam besar yang tiap hari tanya kepada pendukungnya, apakah siap jihad, siap perang, siap mati, siap lawan rezim busuk. Tapi dia sendiri nyalinya gak ada. Penakut dan pengecut. Pendukungnya aja yang bodoh setengah mati mau-maunya disuruh lompat ke jurang. Coba si imam besar suruh lakukan yang dia suruh, mau gak? Dia tak bodoh, pendukungnya aja yang bodoh makanya bisa dibodoh-bodohi.
Makanya saya katakan, kelompok tukang nyinyir selalu kelihatan konyolnya. Berlagak pintar tapi sebenarnya mempertontonkan kebodohan sendiri.
Kalau teroris mengikuti jalan pikiran Mustofa, bakal lebih banyak teroris yang tertangkap. Bahkan aparat pun tak perlu capek-capek menyelidiki dan menguntit diam-diam.
Terorisme selalu bekerja dalam senyap, dan bahayanya lagi, mereka berbaur. Tujuannya supaya tidak mengundang kecurigaan. Mereka paham, kalau pakai style Rambo, pasti bakal banyak masalah. Makanya mereka meng-infiltrasi atau menyusup. Mereka menyusup ke dunia pendidikan, hingga pemerintahan. Mereka seperti menanam bibit parasit, yang bisa dimanfaatkan jika waktunya tiba.
Melawan pemerintah secara langsung takkan ada gunanya. Pasti kalah dan jadi arang gosong. Lebih mudah menyusup, menempatkan orang-orangnya di pemerintahan dan lini lain, lalu pelan-pelan menguasai negara.
Karena itulah terorisme itu berbahaya, karena mereka berbaur, bahkan bisa saja ada di sekitar kita. Silap mata bisa hilang nyawa kalau sedang sial parah. Puncaknya adalah ketika mereka berhasil menguasai pemerintahan. Jika saat itu tiba, negara ini tak bisa ditinggali lagi. Kita harus pindah ke negara lain. Itu pun kalau sempat melarikan diri seperti yang terjadi di Afghanistan. Kalau tidak? Hidup di dunia serasa di neraka.
Sekarang kita tanya kepada Mustofa, dengan style terorisme yang suka menyusup, di mana tempat paling aman tanpa dicurigai? Pasti yang ada kaitannya dengan agama bukan? Apalagi di sini suka salah kaprah, ulama tetap dibela meski salah. Waras gak?
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/logika-ngawur-mustofa-yang-protes-pengurus-mui-TOqUV8YlTb
KKB Banyak Mati Ditembak TNI, Gimana Kalau Teroris Kadrun Ditembak Mati Juga?
Banyak kadrun protes dengan penangkapan teroris kadrun, penulis sebut teroris kadrun karena ideologi yang mereka anut import dari gurun. Ideologi tersebut dibawa masuk oleh agen-agennya ke sini untuk membuat Indonesia kacau balau. Protes yang paling banyak kita temui adalah dihubungkan dengan KKB.
Para kadrun merasa pemerintah tidak adil terhadap teroris kadrun, kenapa cuma teroris kadrun yang diusik Densus, sedangkan sama KKB takut. Narasi yang dibangun adalah kenapa cuma umat Islam yang terus diusik, begitu kata Felix Siauw. Kweetiau tidak bisa membedakan ajaran Islam yang damai, dengan ideologi kekerasan ala Padang Pasir yang bar-bar.
Sebenarnya penulis malas membahas ini, logika goblok yang hanya pantas untuk ditertawakan. Tapi mengingat rakyat kita mudah dibohongi dengan dalil (jawab sendiri!), maka baiklah kita ikuti logika kadrun dan bongkar kebodohan mereka helai demi helai seperti menguliti bawang bombai. Pertama, KKB sudah diurus oleh TNI. Sedangkan teroris kadrun diurus oleh Densus 88. Kalau bagi kadrun ini tidak adil, bagaimana kalau teroris kadrun diurus oleh TNI juga?
Kedua, narasi yang dibangun kadrun adalah kenapa mengurusi teroris kadrun sedangkan KKB tidak pernah selesai-selesai. Lah memangnya teroris kadrun sekarang sudah selesai? Ya sama teroris kadrun juga belum selesai, jadi kenapa ngamuk ketika pemerintah berusaha menyelesaikan teroris kadrun, bersamaan dengan menyelesaikan KKB?
Pertanyaannya kenapa belum selesai? Ya karena memang tidak semudah membalik telapak tangan. Selain di lapangan, baik teroris kadrun dan KKB juga punya divisi propaganda di medsos, ada bagian cuci otak (pengajar) ideologi mereka, ada juga bagian pemberi logistik dan pemasok senjata.
Masalahnya banyak bagian-bagian tersebut yang ada di luar negeri seperti Veronica Koman, Benny Wenda, yang tentunya terkendala batas Yuridiksi suatu negara. Jangankan sekelas Benny Wenda, sekelas Paul Zhang dan Muhammad Amin yang dilaporkan menista agama Islam saja tidak mudah ditangkap, padahal kalau di dalam negeri dalam hitungan jam.
Jadi pemerintah lebih fokus mengurusi jaringan-jaringan mereka yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan untuk yang di luar negeri, maka pendekatannya harus menggunakan diplomasi dengan negara lain, agar tidak terus mengganggu Indonesia dengan isu terorisme dan separatisme. KKB itu dalangnya ada di Inggris dan Australia, kedua negara tersebut punya kepentingan dengan sumber daya alam di Indonesia. Australia adalah negara yang terkenal dengan bisnis emasnya, dan di Papua itu banyak tambang emas. Sedangkan Inggris adalah negara yang melakukan back up kepada Australia karena merupakan negara persemakmuran Inggris.
Sedangkan teroris kadrun dalangnya adalah Saudi yang backingnya adalah Amerika. Farid Okbah yang ditangkap Densus 88 adalah petinggi Jamaah Islamiyyah, jabatannya Dewan Syuro. Berikut penuturan kepolisian terkait peran Farid Okbah :
"Di tahun-tahun 1992-an ditunjuk sebagai ustaz yang ditunjuk mentraining sejumlah kader ustaz ustaz yang menyebarkan visi dan misi JI dengan pendalaman kitab wahabi, fiqih jihad yang kemudian dikembangkan kepada kader-kader pesantren JI" tuturnya menerangkan.
Perhatikan bagian "menyebarkan visi dan misi JI dengan pendalaman kitab wahabi, fiqih jihad". Kalau sudah berbicara Wahabi, maka hubungannya jelas dengan Arab Saudi. Nah Farid Okbah ini adalah otak aksi terorisme yang sudah senior, dikatakan sejak 1992 sudah mentraining oknum ustad-ustad kadrun lainnya untuk melakukan propaganda dan bagaimana JI akan beroperasi.
Sampai di sini jangan dikira teroris itu cuma bagian bom bunuh diri saja, itu mah cuma pion biar suatu negara tidak stabil. Selanjutnya agen-agen bagian propaganda dan ustad-ustad radikal mereka yang akan turun tangan. Membangun narasi negara Indonesia sudah gagal, tidak aman, saatnya diganti Khilafah, saatnya TNI melakukan kudeta kekuasaan, dll.
Saat aksi mereka digagalkan terlebih dahulu, dan petinggi mereka ada yang kena tangkap. Maka narasinya akan berubah menjadi narasi dizalimi, Islamophobia dan playing victim lainnya. Ya salah satunya adalah narasi dengan membandingkan dengan KKB.
Kalau itu mau mereka, ya sudah gini aja. KKB kan banyak yang mati tuh ditembak TNI, gimana kalau Ustad Farid Okbah dan dua petinggi MUI juga ditembak mati saja seperti KKB biar adil? Termasuk pendukung-pendukungnya seperti Mardani, Felix Siauw, Anwar Abbas, dll.
Kan kadrun maunya pemerintah membereskan KKB, nah ini ada pendukung teroris kadrun mumpung nongol gimana kalau kita beresin juga biar adil?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kkb-banyak-mati-ditembak-tni-gimana-kalau-teroris-24PD0s6duK
Oh, Jakarta, Punya Duit 84 Triliun tapi Anggaran Rehabilitasi Sekolah Cuma 20-an Miliar?
Di tengah berita miris soal robohnya bangunan sekolah SMAN 69 Jakarta yang sedang direnovasi, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah mengeluhkan minimnya perhatian Pemprov DKI Jakarta untuk ketersediaan dana rehabilitasi sekolah di seluruh Jakarta.
Eks staf Gubernur DKI Jakarta era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu menyebut bahwa program rehabilitasi sekolah Pemprov DKI Jakarta tidak berjalan dengan lancar. Sebagai anggota dewan, politikus asal PDI Perjuangan itu mengaku sudah mengusulkan banyak sekolah yang harus direhabilitasi, baik dari daerah pemilihan maupun aspirasi murni dari masyarakat, tetapi seperti diabaikan begitu saja oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Kami pun anggota Dewan marah karena apa yang jadi aspirasi kami, masyarakat minta untuk (sekolah) direhab (tapi) enggak jalan. Saya enggak paham juga kenapa dari eksekutif masih menganggarkan cuma sedikit-sedikit saja (untuk rehabilitasi sekolah)," kata Ima sambil menyoroti keanehan bahwa program rehabilitasi justru difokuskan pada sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Menurut Ima Mahdiah, kisaran anggaran yang diperlukan untuk program rehabilitasi sekolah di Jakarta secara keseluruhan bisa senilai Rp 500 miliar, tetapi faktanya untuk anggaran tahun 2022, Pemprov DKI Jakarta cuma menganggarkan Rp 21,2 miliar untuk dana rehabilitasi sekolah, plus fakta bahwa Pemprov DKI Jakarta mengabaikan banyak sekolah yang harus direhabilitasi.
Kalau mau dihitung dengan kisaran Rp. 500 miiliar itu, berarti anggaran yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta tak sampai 1 persen, tepatnya hanya sekitar 0.0424 persen dari angka yang diperlukan untuk merehabilitasi sekolah-sekolah di seluruh Jakarta.
Inilah yang lantas disayangkan Ima Mahdiah, karena menilai bahwa sosok Gubernur DKI Jakarta punya latar belakang kuat di dunia pendidikan sehingga seharusnya peduli sama program rehabilitasi sekolah di seluruh Jakarta, daerah yang ada di bawah wewenangnya sebagai Gubernur.
Ada benarnya sih, bahkan kalau Ima lantas menganggap Anies Baswedan tak peduli dengan nasib pelajar di Jakarta tak bisa disalahkan juga. Masa’ kalau anggaran yang diperkirakan sebesar Rp. 500 miiliar cuma akan dipenuhi tak sampai 1 persennya saja? Misalnya ada seratus sekolah saja yang seharusnya direhablitasi, berarti anggaran yang ada cuma cukup buat memperbaiki satu sekolah saja, Bung!
Minimnya anggaran ini pun terasa semakin kebangetan kalau kita tahu RAPBD DKI Jakarta untuk 2022 sebesar 84,89 triliun rupiah. Persentase yang sudah kecil tadi akan terlihat semakin mengecil hingga mungkin tak terasa ada perhatian dari eks Mendikbud yang di-PHK di tengah jalan itu.
Semoga saja Anies segera tersadar dari kebebalannya, lalu mulai mengutak-atik prioritas penggunaan anggaran di APBD 2022 dengan menambah rupiah untuk rehabilitasi sekolah yang terbilang mendesak untuk dilakukan.
Cuma, melihat track record selama ini dimana cara berpikir gubernur ini (juga wakilnya) yang terbilang out of the box of healthy mind, kita patut ragu apakah dana perbaikan sekolah itu akan bertambah, misalnya jadi 10 persen saja dari angka yang disebutkan oleh Ima Mahdiah tadi sudah lumayan.
Meski bukan tak mungkin juga yang terjadi justru semakin parah, dengan tetap memaksakan "anggaran seupil" tadi dengan dalih uangnya dipakai buat keperluan lain yang dianggap duo Anies-Riza lebih urgen.
Saking sebelnya, mungkin orang bisa saja beranggapan:
"Apa harus nunggu seratus sekolah pada ambruk dulu plus ada korban jiwa, baru kesadaran Anies-Riza tergugah untuk memberi perhatian lebih dalam rehabilitasi gedung-gedung sekolah di Jakarta?"
Anggapan yang tidak bisa disalahkan, karena yang kerap terjadi di negeri kita begitu, bukan?
Tunggu rusaknya parah ...
Tunggu ambruk beneran ...
Tunggu ada korban luka ...
... daaan masih banyak lagi.
Kalau saya sih pesimis akan ada terobosan dalam urusan program perbaikan gedung-gedung sekolah pada 2022 nanti, karena alasan klasik akan dimunculkan begitu orang bertanya:
"Nggak ada duitnya!"
Apa maksudnya nggak ada duit yang bisa dilebihkan, lalu setelah ketahuan baru dilakukan pengembalian bertahap? Apa maksudnya "gak ada duit" itu mengarah pada kesempatan untuk menilep yang terbilang kecil?
Kasihan benar pelajar Jakarta. Bagaimana bisa fokus sekolah dan bersaing dengan para pelajar lain, kalau setiap diadakan pertemuan tatap muka (PTM) yang terjadi malah was-was kalau sewaktu-waktu gedung sekolahnya rusak atau roboh seketika?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/oh-jakarta-punya-duit-84-triliun-tapi-anggaran-UcxGdIuPZq
Bravo Densus 88 Matikan Dua Sumber Dana Teroris dan Pesan Tersirat FAO ke Anies
Soal terduga teroris memang masih hangat kebul-kebul memenuhi ruang maya dan nyata disekitar kita. Kebanyakan nyaris tak menduga. Tak menduga karena mereka dikenal seorang Ustaz bahkan ulama. Dan yang mencengangkan diantara mereka anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sampai akhirnya perang tagar antara mendukung MUI dan bubarkan MUI bergema di twitter. Bagi yang dukung MUI siapa saja mereka dan yang dukung bubar juga siapa saja kita pasti sudah mendapatkan gambarannya.
Nah, apapun itu sudah semestinya kita apresiasi langkah Densus 88 dalam mengungkap peran dan menangkap terduga teroris.
Karena bagaimanapun Densus 88 tentu tidak sembarangan mengarahkan moncong senjata mereka ke terduga teroris jika tak ada bukti kuat sebelumnya. Kinerja Densus 88 tak ubahnya tindakan pencegahan dini. Sebelum menjadi trigger di kemudian hari.
Secara teknis cara Densus 88 dapat menyergap atau menangkap terduga teroris bisa melihat podcast Deddy Corbuzier yang bintang tamunya AM Hendropriyono mantan Kepala BIN pertama di Indonesia. Dan beliau juga satu-satunya di dunia yang diakui sebagai Professor Filsafat Intelejen.
Nah yang juga menarik dari semua itu pergerakan teroris tentu saja tak lepas dari dana operasional. Pertanyaan kita dari mana dana mereka?
Jika melalui rekening Bank jelas akan mudah dideteksi. Lagi pula spesies jenis Farid Okbah dan kawan-kawannya itu diketahui konon paling jijik dengan bank karena mengandung unsur riba. Karena riba maka haram. Tapi, "Haram-haram ya kolu", kataku.
Dan berikut cara mereka mendapatkan dana alias duitnya. Detasement (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap metode kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) dalam mengumpulkan dana. JI mengumpulkan dana tersebut untuk mempertahankan eksistensi organisasinya.
"Tentunya, JI terus melakukan upaya-upaya bagaimana pendanaan didapat oleh organisasi untuk tetap mempertahankan eksistensi kelompok teroris JI ini," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada wartawan, dikutip Kamis (18/11/2021).
Rusdi memaparkan, terdapat ada dua sumber pendanaan JI di antaranya mengumpulkan infak setiap anggota sebesar 2,5 persen per bulan.
"Ada dua sumber pendanaan. Pertama, pendanaan internal melalui infak yang diberikan setiap bulan dari seluruh anggota kelompok teroris JI ini. Besaran sekitar 2,5 persen dari pendapatan anggota setiap bulannya," paparnya.
Dan yang kedua, JI mengumpulkan dana dengan mendirikan yayasan amal Lembaga Amal Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA). Lewat BM ABA, JI mengumpulkan infak dari masyarakat dengan kedok kegiatan sosial.
"Sumber kedua, melalui eksternal yaitu mendirikan Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf. Ini merupakan satu lembaga yang dibuat kelompok ini untuk mendapatkan pendanaan dengan kamuflase kegiatan-kegiatan dari BM ABA untuk kegiatan pendidikan dan sosial. Tapi ada sebagian dari dana terkumpul untuk menggerakkan kelompok teroris JI tersebut," imbuh Rusdi.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri melakukan penangkapan terhadap tiga orang tersangka terorisme.
Mereka adalah Ustaz Farid Okbah selaku Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), Ahmad Zain An Najah, dan AA. Ketiga orang itu diduga berperan di JI.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan memaparkan Ahmad Zain (AZ) diduga merupakan Dewan Syuro kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI). Ahmad Zain juga merupakan salah satu pengurus MUI.
Dan dari sumber-sumber yang terpercaya dari pengembangan terduga teroris maka akan mengungkap keterlibatan pihak-pihak lainnya.
Secara umum para teroris akan menyaru sebagai Ustaz bahkan Ulama. Mereka menggunakan mimbar dan dakwah sebagai jalur yang paling aman. Intinya yang batil dibungkus agama itu cara yang sudah lazim di era sekarang.
Lantas para pengikut atau simpatisan mereka secara bergelombang akan berteriak, "Kriminalisasi Ulama" atau "Rezim ini rezim itu dan lain sebagainya". Lagu lama nan basi sejak dulu kala.
Mereka sama sekali tak mau belajar pada sejarah. Di dalam isi batok kepala mereka hanya perang perang dan perang. Perang kepada kepada toleransi, kepada keragaman, kepada sesama yang tak sesuai dengan keyakinan mereka bahkan kepada ideologi negara kita yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Akhir kata ada hal yang menarik pesan Farid Okbah kepada Anies Baswedan sebelum ditangkap Densus 88. Diketahui Farid Okbah begitu senang dan bangga ketika Gubernur DKI Jakarta itu membaca karya bukunya yang ia unggah di akun sosial medianya.
Pesan tersirat Farid Okbah ke Anies Baswedan, "Semoga menginspirasi beliau". Inspirasi apa yang dimaksudkan Farid Okbah? Tentu yang tahu hanya Tuhan, mereka berdua dan rumput yang bergoyang.
Tapi yang pasti Anies Baswedan diketahui berambisi dan super ngebet menjadi orang nomor 1 di republik ini.
Demikian, salam
Sumber Utama : https://seword.com/umum/bravo-densus-88-matikan-dua-sumber-dana-teroris-i8zrelsATB
Mengungkap “Hubungan” Anies Baswedan dengan Farid Ahmad Okbah dan Narasi “Jahat” Elit PKS
Kemarin, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap tiga orang terduga teroris yaitu Farid Amad Okbah, Zain An-Najah dan Anung Al-Hamat di wilayah Bekasi, Jawa Barat.
Pihak Kepolisian mengatakan jika mereka sudah memiliki cukup bukti untuk menjerat ketiga orang tersebut.
"Kita sudah kumpulkan bukti yang cukup, kita yakin, kemudian kita lakukan tindakan dan upaya hukum," jelas Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan kepada wartawan. Sumber
Penulis tidak akan membahas detail siapa Anung Al-Hamat atau Ahmad Zain An-Najah yang merupakan salah satu anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, tetapi penulis akan membahas siapa sebenarnya Farid Ahmad Okbah dan hubungannya dengan Anies Baswedan untuk melawan propaganda dan narasi “jahat” elit PKS.
Mari kita bahas lebih dalam tentang sosok Farid Ahmad Okbah ini…
Dalam beberapa postingan situs Voa-Islam, secara tegas menyebutkan jika Farid Ahmad Okbah ini adalah Dewan Penasehat situs tersebut.
Pada tahun 2017 lalu, situs Voa-Islam ini pernah diblokir oleh Kominfo karena melakukan provokasi SARA! Sumber
Ada yang masih ingat dengan kasus meninggalnya Muhammad Al-Zahra Zoya yang dituduh mencuri amplifier Mesjid di Bekasi beberapa tahun yang lalu?
Lalu, lembaga Infaq Dakwah Center (IDC) yang pembinanya adalah Farid Ahmad Okbah membuat penggalangan dana untuk korban.
Lembaga IDC ini berhasil mengumpulkan uang donasi dari masyarakat sebanyak Rp 651.582.000 untuk keluarga korban. Sumber
Tetapi yang disalurkan ke istri korban “hanya” Rp 251.582.000 yang diserahkan langsung oleh pembina IDC Farid Ahmad Okbah kepada Siti Zubaidah dan anaknya Alif. Sumber
Jika uang donasi yang terkumpul sebanyak Rp 651.582.000 tetapi yang diberikan ke istri korban hanya Rp 251.582.000 lalu Rp 400 juta lagi kemana? Pihak IDC memberitatahukan jika uang sejumlah Rp 250 juta bakal dibelikan rumah, sementara sisanya Rp 400 juta diinfaq kepada lembaga tersebut. Sumber
Jadi, silahkan menilai sendiri siapa yang untung besar dengan dalih pengumpulan dana untuk istri korban tersebut…
Banyak yang tidak tahu jika lembaga IDC ini merupakan salah satu lembaga kemanusiaan di Indonesia yang diduga untuk kegiatan berbau terorisme.
Ahli kontra terorisme dari lembaga Certified Counter Terrorism Practioner, Rakyan Adibrata mengatakan bahwa ada beberapa lembaga atau organisasi kemanusiaan baik internasional maupul lokal, yang menggalang dana (fundrising) untuk kegiatan terorisme.
Paling tidak, menurutnya, ada tiga lembaga kemanusiaan di Indonesia yang diduga paling menonjol dalam memberikan bantuan untuk kegiatan berbau terorisme. Ketiga lembaga itu adalah Infaq DakwahCenter (IDC), Gerakan Seribu Sehari (GASIBU), dan Azzam Dakwah Center (ADC). Sumber
Dalam situs internal mereka, Farid Ahmad Okbah ini juga pernah melakukan road show ke-35 kota di Indonesia dengan dalih pengumpulan dana peduli Suriah tetapi malah menggunakan simbol pemberontak Suriah!
Lalu, apa hubungan antara Farid Ahmad Okbah dengan Anies Baswedan?
Ada yang masih ingat dengan Anies bersama dengan beberapa tokoh berikut ini?
Dalam foto tersebut jelas kelihatan ada sosok Farid Ahmad Okbah di barisan paling kanan atas!
Farid Okbah ini pernah mengatakan jika reuni 212 merupakan momen umat bersatu yang dimuat di situs Panjimas yang pernah diblokir oleh Kominfo atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sumber
Farid Ahmad Okbah, pendiri MIUMI ini merupakan salah satu “penggerak” aksi politik berkedok bela agama seperti yang terlihat dalam videonya:
Yang mau kepo-in akun official milik Farid Ahmad Okbah, silahkan klik di https://www.instagram.com/faridokbah_official/
Dalam instagram tersebut, kita bisa melihat foto Farid bersama dengan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta saat ini…
Dalam postingan yang lainya, Farid malah memperlihatkan foto Anies Baswedan yang sedang membaca buku miliknya beberapa hari lalu. Sumber
Bahkan pada tanggal 14 November 2021 lalu, Anies Baswedan hadir di rumah mertua Farid Ahmad Okbah.
Informasi pertemuan Anies Baswedan dan Farid Ahmad Okbah sebelum ditangkap oleh Densus terkait dugaan terorisme juga dimuat dalam media nasional ini. Sumber dan ini Sumber
Jadi sudah paham bukan bagaimana “hubungan” Anies Baswedan dengan Farid yang ditangkap oleh Densus 88 ini?
Setelah mengetahui jika sosok Farid Ahmad Okbah ini merupakan Dewan Penasehat situs radikal sekaligus Pembina lembaga IDC yang memberikan bantuan untuk kegiatan berbau terorisme serta pernah melakuan kegiatan penggalangan dana dengan dalih peduli Suriah tetapi menggunakan simbol bendera pemberontak Suriah, jadi masih pantaskah orang seperti ini dibela?
Jangan mau “diprovokasi” oleh elit partai oposisi PKS seperti Mardani Ali Sera dan Nassir Djamil terkait penangkapan tokoh “radikal” Farid Ahmad Okbah.
Mardani Ali Sera sengaja membuat cuitan untuk memancing emosi umat membuat tagar #saveulama
Elit PKS lainnya, Nassir Djamil juga sengaja nyinyir terhadap Densus 88 yang menangkap ketiga orang tersebut.
“Hal ini penting dilakukan agar jangan terkesan Densus 88 yang pernah ditantang oleh organisasi teroris KKB Papua, malah sepertinya hanya menyasar mubalig muslim, tebang pilih dan cenderung menyudutkan umat Islam,” ujarnya. Sumber
Dari pernyataan kedua elit partai oposisi tersebut sangat jelas mengandung narasi “jahat” seolah Densus 88 anti terhadap umat Islam dan ini sangat berbahaya karena bisa memancing emosi umat yang merupakan mayoritas di Indonesia.
Atau kedua PKS tersebut sengaja ingin menciptakan chaos di tengah masyarakat dengan menggunakan isu sentimen agama?
Jangan lupa sejarah, jika petinggi PKS Hidayat Nur Wahid pernah menyarankan Polisi menggunakan tembakan bius untuk melumpuhkan teroris. Sumber
Dan Nasir Djamil ini juga sempat “sewot” ketika teroris ditembak mati setelah menusuk 2 Polisi di Mesjid tahun 2017 lalu. Sumber
Nasir Djamil bersama dengan beberapa tokoh oposisi lainnya sempat mengunjungi Gatot Saptono yang ditahan terkait kasus makar di Mako Brimob. Sumber
Jangan katakan jika mereka pura-pura tidak tahu jika Gatot Saptono ini merupakan mantan Ketua HTI yang pernah membentuk dewan revolusi (berkedok) Islam untuk mengambil alih kekuasaan yang sah di Indonesia tahun 2011 silam. Sumber
Pada tahun 2013, Gatot ini juga pernah ingin membubarkan Densus 88. Sumber
Apakah sebuah kebetulan, jika Gatot Saptono yang ingin membubarkan Densus 88 pernah foto bersama dengan Farid Ahmad Okbah yang kemarin diciduk oleh Densus 88 saat menghadiri acara pemakaman Abu Jibril yang anaknya tewas di Suriah untuk membela jaringan teroris Al Qaeda melawan pemerintahan yang sah di sana?
Akhir kata, kita sebagai rakyat kecil jangan mudah terprovokasi oleh pihak oposisi yang memang tidak suka dengan situasi kondusif saat ini karena itu membuat nama pemerintahan semakin baik di mata rakyat.
Pihak Kepolisian juga tidak akan sembarangan menangkap orang karena semuanya harus sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Wassalam,
Nafys Seword
Sumber Utama : https://seword.com/politik/mengungkap-hubungan-anies-baswedan-dengan-farid-BSHM3mFHYj
Re-post by MigoBerita / Jum'at/19112021/11.05Wita/Bjm