Migo Berita - Banjarmasin - Tobat Politik atau "Badut Politik". Dulu 2014 dan 2019 Anti Jokowi hingga Anti Pemerintah, sekarang jadi Pendukung Jokowi dan Pemerintah, dulu 2014 dan 2019 Pendukung Jokowi dan Pemerintah, sekarang Anti Jokowi hingga Anti Pemerintah. Lalu siapakah Anda?? Orang yang bertobat dalam berpolitik?? atau hanya sekedar Badut Politik yang bikin orang yang mengerti dan bahkan yang tidak mengerti Politik bisa TERTAWA atau TERSENYUM. Silahkan Anda sendiri yang menyimpulkan, baca berbagai artikel yang telah kita kumpulkan hingga Tuntas agar Tidak Gagal Paham. (Picture from google image)
Ferdinand dan Taubat Politik Kemunafikan
Kasus Ferdinand Hutahean ini menarik. Karena tulisannya di Twitter ternyata berbuntut panjang dan bahkan sampai memasuki babak tersangka dan penahanan.
“Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela" tulis Ferdinand.
Secara bahasa, ini terlalu personal. Karena menggunakan Allah. Andai menggunakan kata Tuhan, mungkin tak akan menimbulkan reaksi dan pelaporan.
Selain itu, Allahmu ini bermaksud Allah yang kamu yakini. Sesuai dengan agama atau keimanan orang lain.
Sehingga muncul kesimpulan membandingkan. Seolah Allah yang kamu yakini itu berbeda dengan Allah yang Ferdinand yakini.
Pertanyaannya, Ferdinand ini agamanya apa? Dulu beragama Kristen. Lalu katanya pada tahun 2017 sudah muallaf. Meskipun kita tidak tahu, tapi banyak saksi yang mau mengakui. Bahwa mereka memang bersama dengan Ferdinand menyaksikan syahadat yang diucapkan.
Kalau sudah begini, lalu Allah yang mana yang dimaksud oleh Ferdinand? Karena dalam Islam, Allahu Ahad, satu. Bukan dua.
Mengingat dalam kristen Allah juga diakui sebagai Tuhan. Ini menjadi rancu kalau mengingat Ferdinand sudah muallaf. Apakah keyakinannya masih sama? Dan hanya ganti label saja. Atau bagaimana?
Tapi yang lebih menarik adalah kenyataan bahwa Ferdinand dulunya mendukung HTI dan melawan pemerintah. Presiden Jokowi dianggap melakukan pembubaran paksa tanpa proses hukum.
“Ini kan sebuah pemikiran, sebuah ideologi. Pemikiran itu tidak boleh dibunuh. Tidak boleh dibungkam. Maka kemarin kita menolak pembubaran HTI. Kita dukung perjuangan HTI di jalur hukum yang benar,” kata Ferdinand Hutahean.
Ferdinand juga sempat ikut aksi reuni 212 bersama Amien Rais dan kawan-kawan.
Tapi ya memang, sikap Ferdinand itu karena menyesuaikan dengan posisinya sebagai kader Demokrat waktu itu. Dan posisi Demokrat adalah oposisi. Makanya selalu berlawanan dengan Jokowi.
Nah, kasus ini menjadi lebih menarik jika Ferdinand masuk Islam pada tahun 2017 lalu. Tahun dimana Ahok harus dihabisi, begitu kira-kira kata orang yang sekarang menjadi Wapres kita, Maruf Amin.
Di sisi lain, 2017 adalah tahun dibubarkannya HTI.
Maka kalau Ferdinand menjadi muallaf pada tahun 2017, apakah itu artinya dia menjadi Islam karena terpengaruh oleh HTI? Dan bersama-sama mendukung Ahok masuk penjara?
Dan jadi membingungkan karena sekarang yang mempolisikan Ferdinand adalah orang-orang yang selama ini suka demo aksi bela agama.
Oh iya, secara sikap politik, Ferdinand ini juga mengalami perubahan. Jika dulu dia suka menyerang Jokowi, sekarang setelah keluar dari Demokrat malah suka memuji Jokowi. Selain itu sekarang jadi sering nyerang Anies Baswedan.
Dengan begitu, karena dia beralih menjadi orang yang pro pemerintah, jadi ikut-ikutan menyerang kelompok Islam garis keras. Sampailah puncaknya muncul kasus Allahmu lemah.
Tulisan Allahmu lemah itu adalah bagian dari sikap Ferdinand yang ditunjukkan cukup bertolak belakang dengan sikap sebelumnya.
Dulu membela HTI, sekarang anti HTI. Dulu anti Jokowi, sekarang membela Jokowi. Kira-kira begitulah cerita Ferdinand.
Dan cerita ini sulit untuk dilupakan. Mungkin juga mustahil. Sehingga wajar kalau sekarang tak banyak orang yang bisa membela Ferdinand. Karena ada luka masa lalu yang masih menganga dan terasa.
Seolah sebagian kita mau bilang, ya syukurin. Suruh siapa dulu dekat sama HTI. Sekarang sok anti HTI.
Dan Ferdinand ini bukan satu-satunya. Ada banyak orang nonmuslim, yang dulu sangat pro terhadap HTI, sangat anti dengan Ahok, ikut demo dan reuni 212. Tapi sekarang malah bersikap pro pemerintah dan kontra dengan geng 211.
Yang lucu adalah, orang-orang seperti Ferdinand yang melakukan tobat politik ini tidak mendapat respon atau penghormatan luar biasa. Dianggap biasa saja dan cenderung tak dianggap.
Cerita ini jelas berbeda dibanding nasib orang yang pro Jokowi dulunya, atau pernah menjadi pejabat, lalu sekarang beroposisi mesra dengan kadrun kadrunista.
Mereka justru sangat dihormati, sangat diidolakan. Sehingga kemunculan Rizal Ramli dan Refly Harun saat ini sudah mampu menggeser posisi Amien Rais.
Jangankan Rizal Ramli yang pernah jadi menteri, bahkan ada orang yang katanya dulu pernah nulis di Seword karena ikut ajang lomba kepenulisan, namun karena ga menang, lalu sekarang mengarang cerita menfitnah saya dan Seword.
Sampai-sampai, cerita fitnahnya ke Seword itu berhasil mendapat perhatian dari Din Syamsudin. Hahaha
Jadi pada akhirnya emang hidup ini ga adil. Ferdinand yang berbalik mendukung Jokowi tak dianggap. Tapi Rizal Ramli dan Refly Harun malah jadi idola baru para pembenci.
Semoga ini menjadi pelajaran buat kita semua. Agar konsisten dan teguh dalam sikap. Jangan asal heboh, atau asal ikut arus dan mencari manfaat. Kecuali kamu tahu bahwa pasar atau komunitas yang ingin kamu masuki adalah komunitas bodoh yang bisa dibodoh-bodohi.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ferdinand-dan-taubat-politik-kemunafikan-Nuc2dTg7aP
Jokowi bisa jadi Sasaran Empuk
Tahun Pemilu makin dekat. Tahun 2024 akan menjadi tahun yang ramai, karena Indonesia sebagai negara demokrasi akan berprestasi. Tahun 2024 Pemilihan Umum termasuk Pemilihan Presiden akan dilaksanakan. Menurut konstitusi Joko Widodo tidak dapat maju lagi jadi Capres karena maksimal 2 periode memimpin.
Tetapi muncul beberapa wacana yang menginginkan Jokowi meneruskan kepemimpinannya. M. Qodari selaku Direktur Eksekutif Indo Barometer mengusulkan Jokowi 3 periode. Lebih ekstrim lagi Qodari mengusulkan Prabowo Subianto jadi Cawapres mendampingi Jokowi.
Alasannya menurut Qodari, jika Jokowi-Prabowo maju sebagai Capres dan Cawapres, tidak akan terjadi polarisasi ekstrim dan pertikaian politik antar kubu. Karena Jokowi-Prabowo dinilai tidak akan ada lawan, jika pun ada dinilai hanya sebagai pelengkap saja.
Terbaru muncul pernyataan yang membuat gerah para elit politik. Menteri Investasi menyatakan bahwa kalangan usaha berharap Pemilu 2024 diundur. Wah asyik nih. Tapi tentu saja pernyataan ini langsung menuai pro dan kontra. Lalu apa sih alasannya Menteri Bahlil mengeluarkan pernyataan panas ini?
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia membeberkan alasan kalangan dunia usaha berharap jadwal Pemilu pada tahun 2024 diundur atau dengan kata lain ingin masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang hingga tahun 2027.
Bahlil menjelaskan, dari diskusi yang dilakukannya dengan para pengusaha sebelumnya, diketahui bahwa dunia usaha ingin Pilpres diundur karena mereka melihat saat ini perekonomian nasional sedang dalam masa pemulihan.
Dunia usaha, rata-rata mereka berpikir bagaimana proses demokrasi dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik.
Pernyataan itu diutarakannya ketika mengomentari temuan survei nasional yang bertajuk 'Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19, Pandemic Fatigue dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024' yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia.
Adapun survei Indikator Politik Indonesia mencatat 31 persen masyarakat setuju jika masa jabatan Presiden Jokowi ditambah hingga 2027. Namun, sebanyak 32,9 persen responden kurang setuju dan 25,1 persen tidak setuju sama sekali dengan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027. Masyarakat yang setuju berharap agar penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dapat diselesaikan secara tuntas.
Hasil survei tersebut senada dengan beberapa diskusi yang dilakukan Bahlil dengan dunia usaha. Dia mengatakan kalangan pengusaha berpikir bahwa akan memberatkan bila dunia usaha harus menghadapi persoalan politik dalam waktu dekat.
Bangsa Indonesia perlu memutuskan persoalan mana yang menjadi prioritasnya. Apakah itu persoalan menyelesaikan pandemi, pemulihan ekonomi atau memilih kepemimpinan baru lewat pemilu.
Saya kira Pilpres diundur jadi tahun 2027 tidak masalah. Yang penting adalah bagaimana kemampuan Presiden dalam memimpin negara ini. Tentu masyarakat sudah mengetahui bagaimana sepak terjang Presiden Jokowi sekarang ini. Saya kira makin lama memimpin, makin banyak pekerjaan Jokowi yang bisa terselesaikan.
Seluruh negara di dunia menghadapi dua persoalan besar yang sama, yaitu pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi usai pandemi. Saya kira pemulihan ekonomi bukan hal mudah, tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menunjukkan hal positif, terlihat dari capaian 3,5 persen pada kuartal III pada tahun 2021.
Diundurnya Pilpres 2024 menjadi 2027 tentu saja cukup sulit dilakukan. Karena sekarang ini partai politik terlanjur berlomba-lomba mempersiapkan diri untuk Pemilu termasuk Pilpres 2024.
Partai politik sudah bergerilya merayu, mendekati rakyat. Selain itu tebar pesona para elit partai sudah terlihat. Berbagai baliho yang memajang foto elit partainya tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan ada bantuan sembako yang tak lepas dari foto elit partai menuju Capres 2024.
Selain itu, jika Pilpres diundur jadi 2027, Jokowi akan menjadi sasaran empuk. Dituduh bahwa hal tersebut merupakan akal-akalan, rekayasa dari Presiden Jokowi yang haus kekuasaan.
Partai politik akan jengkel, apalagi partai oposisi. Mereka seolah tidak diberi kesempatan untuk mendorong kader terbaiknya menjadi Capres atau Cawapres.
Jangankan wacana Jokowi 3 periode atau Pilpres diundur jadi 2027, Presiden Jokowi mengangkat Wakil Menteri baru saja, oposisi langsung menyerang. Apalagi sampai Pilpres diundur oposisi bisa kejang-kejang. Wkwkwk.
Tapi boleh dicoba.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/jokowi-bisa-jadi-sasaran-empuk-N4GlKE1GgJ
Sekian Banyak Cuitan Kasar, Fahmi Alkatiri Cuma Minta Maaf Doang?
Seperti yang sudah bisa ditebak bagai sinetron yang jalan ceritanya itu-itu aja, Fahmi Alkatiri yang juga dikenal dengan akun Fahmi Herbal minta maaf kepada masyarakat Indonesia atas kicauannya yang dinilai telah menyinggung dan menyakiti masyarakat Indonesia.
Lewat video dan pernyataan tertulisnya, dia minta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
“Saya Fahmi Alkatiri pemilik akun Fahmi Herbal dengan ini meminta maaf kepada warga Indonesia dan para netizen berkaitan cuitan saya di media sosial Twitter yang menyinggung dan terkesan menghina warganet dan seluruh saudara-saudara saya di Indonesia,” kata Fahmi.
“Dengan ini saya memohon maaf sebesar-besarnya sehingga menyinggung dan melukai hati saudara-saudara saya di Indonesia,” katanya lagi.
“Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi. Sekali lagi dari hati yang paling dalam saya memohon maaf atas kelalaian dan kekhilafan yang telah saya lakukan. Semoga ini menjadi peringatan dan agar saya bisa menjaga adab dan kata-kata saya yang dapat melukai hati saudara-saudara saya se-Indonesia,” katanya.
Entah berapa banyak cuitan rasis dan kasar yang telah dia tulis. Gaduh. Tapi semua itu mau dia selesaikan hanya lewat sebuah ucapan maaf? Oh, rasanya tidak adil ya. Lagi-lagi khilaf yang dia gunakan. Khilaf itu artinya berbuat salah satu kali dan sadar. Sedangkan orang ini, dalam beberapa cuitan, sangat kasar dan menghina dengan sebutan hewan.
Kalau kita pakai logika kelompok sebelah arogan itu, meminta maaf artinya mengaku salah.
Kalau ada cuitan atau ucapan yang menurut mereka salah, mereka bakal ngamuk dan menuntut yang bersangkutan meminta maaf. Kalau tidak mau minta maaf, mereka makin beringas, mengeluarkan sumpah serapah, bahkan mengancam dan mengintimidasi. Kadang mereka akan persekusi jika lokasinya diketahui.
Dan kalau sudah minta maaf, mereka masih tidak puas, karena mereka bilang minta maaf adalah bukti yang bersangkutan mengaku salah, sehingga harus diproses hukum. Dan kalau sudah diproses hukum, mereka kadang masih belum puas. Maunya yang bersangkutan dihukum selama mungkin. Begitulah kira-kira logika gila mereka. Mereka takkan puas kalau tuntutan gilanya belum dipenuhi.
Kalau kalian tidak percaya ada kelompok stres kayak gitu, silakan pelajari kembali apa yang menimpa Ahok pada tahun 2016-2017. Tidak mau minta maaf, di demo. Sudah minta maaf, demo makin besar. Nuntut Ahok diadili. Sesudah diadili, tetap didemo. Nuntut dipenjara. Mereka ngancam siapa pun yang berani intervensi. Kelompok sampah bikin semak negara.
Jadi, mari kita pakai cara kelompok sebelah. Artinya Fahmi ngaku salah, apakah layak diproses hukum belum? Sejauh ini belum ada yang melaporkannya. Siapa pun bisa melaporkan orang ini. Kalau tak ada yang melaporkan, aman lah dia. Mungkin orang ini sedang berdoa di rumah agar tidak ada panggilan dari polisi.
Seenaknya melecehkan orang lain, dan juga kalau tidak salah dia komentari soal kerusuhan di Kazakhstan. Pokoknya orang ini sangat kasar dan mengerikan. Niat kotornya sangat kentara dan terlihat jelas melalui cuitannya. Tipikal member kelompok sebelah yang memang tak ada adab dalam bertutur kata. Mereka tahu masalah bisa didamaikan dengan selembar materai dan pernyataan maaf di video, makanya sering bertindak kurang ajar.
Dampak yang ditimbulkan sangat besar, dalam waktu yang cukup lama. Dan dia cukup selesaikan ini dengan meminta maaf. Ah, mana seru nih. Terlalu gampang kibarkan bendera putih setelah menjadi orang garang segarang macan lapar.
Seperti yang sering mereka katakan, sudah menjadi kewajiban sebagai manusia yg beradab dan bermartabat untuk memaafkan kekhilafan yang mungkin dilakukan dengan sadar, jika pelaku meminta maaf. Tapi jika ditemukan unsur pidana dalam cuitan yang bersangkutan ya proses hukum harus lanjut.
Kelompok sebelah masih mending pas kena masalah. Tidak perlu didemo berjilid-jilid. Yang waras memakai prosedur hukum, bukan aksi jalanan. Kelompok sebelah suka melangkahi hukum dan bikin semak jalanan. Bagi mereka, hukum tertinggi itu turun ke jalan dan teriak tak jelas. Ujung-ujungnya teriak kriminalisasi ulama, rezim zalim dan turunkan presiden.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/sekian-banyak-cuitan-kasar-fahmi-alkatiri-cuma-NQGDQicvGl
Dasar Buni Yani, Kenapa Baru Sekarang Beberkan Siapa Pemotong Video Ahok?
Berawal dari video yang diupload oleh Buni Yani, Ahok kena masalah yang sebetulnya bukan salahnya. Ini akibat adanya editing berupa penghilangan sebuah kata yang menyebabkan maknanya jadi berbeda.
Ahok terseret kasus penistaan agama karena menyinggung surat Al-Maidah ketika berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu sebelum Pilkada DKI. Video itu menimbulkan kontroversi karena hilangnya kata 'pakai'.
Buni Yani baru-baru ini mengungkap pengakuan tak terduga di kanal YouTube Refly Harun. Dia bilang pada 2016 lalu, video Ahok yang mengatakan jangan mau dibohongi pakai Surat Al-Maidah beredar di Facebook. Dia mengatakan bahwa kata ‘pakai’ dalam video tidak terdengar jika tidak menggunakan earphone.
“Saya mencoba membuat caption video itu, dari kata ‘pakai’. Jadi ‘dibohongi Surah Al-Maidah’. Itulah yang menurut pelapor saya sengaja,” kata Buni Yani.
“Pertanyaannya kalau memang saya tidak terbukti, itu Pasal 27 mestinya saya dilepaskan. Tetapi ini karena memang saya sudah diincar harus kena jadi dicari Pasal 28 ayat 2 yang terbukti Pasal 32 ayat 1 itu yang mengubah dokumen elektronik,” katanya lagi.
Buni Yani kemudian membeberkan bahwa sosok yang memotong video tersebut adalah Tim Cyber Prabowo. “Itu dia yang memotong sebetulnya (Tim Cyber Prabowo) memotong menjadi 30 detik. Dia sempat minta maaf ke saya,” kata Buni Yani.
Apakah pembaca percaya?
Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari pengakuan Buni Yani ini.
Pertama, kenapa dia baru sekarang bicarakan ini? Kenapa dia tidak jelaskan semuanya sedari awal? Ini sama saja dengan menyimpan informasi berharga (kalau memang apa yang dia katakan itu benar) yang mungkin bisa mengubah nasib Ahok saat itu.
Kedua, Buni Yani baru beberkan hal ini karena ingin mengembalikan nama baiknya. Selama ini, kalau bicara soal kasus penistaan agama yang melibatkan Ahok, publik sudah terlanjur percaya kalau Buni Yani adalah penyebabnya. Lagipula Buni Yani menjadi petinggi di Partai Ummat, artinya citra politiknya harus bagus dan bersih agar karirnya bisa naik, tidak terhalang oleh perbuatannya terhadap Ahok.
Kalau ini benar, sama saja dengan egois. Mau menyelamatkan diri sendiri doang. Dia juga ikut andil bikin caption, kan? Kalau tujuan dia sebut nama tim cyber Prabowo adalah untuk membersihkan namanya, sayang, ini tidak akan berhasil.
Ketiga, ada netizen yang menyebut ini adalah upaya adu domba antara Prabowo dengan PDIP. Saat pilkada, Ahok diusung PDIP. Buni Yani menyebut tim cyber Prabowo. Entah benar atau tidak, bukankah itu bisa menciptakan ketegangan antar kedua pihak yang sebelumnya sudah sempat mesra? Apalagi ada rumor Prabowo akan diduetkan dengan Puan Maharani. Untuk isu ini, masih sebatas omongan Buni Yani, belum ada nama yang disebut langsung. Tapi kalau seandainya memang benar, kita sudah tahu kubu Prabowo seperti apa.
Tidak diketahui secara pasti kenapa Buni Yani tiba-tiba bernyanyi seperti ini. Mungkin ada sesuatu yang ingin ditarget olehnya jika tudingannya memang benar. Omongannya ini tidak akan dipedulikan kalau hanya sebatas menyebut tim, bukan nama-nama di balik tim tersebut. Kubu Prabowo bisa dengan mudah mementahkan ini dengan mengatakan Buni Yani cari sensasi belaka. The end.
Tapi terlepas dari itu semua, Buni Yani memang lucu. Sudahlah berbuat, tapi merasa tidak perlu bertanggung jawab dan membuat pengakuan baru, padahal dia bisa melakukan itu saat kasus Ahok memanas.
Tapi bagaimana pun juga, sekelompok orang merasa Ahok tetap salah apa pun isi videonya. Mau ada kata 'pakai' atau tidak, sama saja. Ahok harus dinyatakan bersalah. Harus dipenjara. Seandainya Ahok tidak mencalonkan diri, pasti dia akan aman-aman saja. Paling hanya dikecam sedikit saja. Pemicunya memang dari video yang diupload Buni Yani. Dari situ, elit politik melihat ini sebagai peluang emas untuk menjatuhkan Ahok, bahkan bisa menyingkirkannya selamanya. Terbukti, Ahok mau nyalon apa pun jadi terganjal aturan.
Jadi, apa pun niat Buni Yani dengan menuding ada pihak lain dalam kisruh video tersebut, tidak serta merta membuat publik kembali percaya padanya.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/dasar-buni-yani-kenapa-baru-sekarang-beberkan-nBt10BhCIo
Ganjar Pranowo dan Elektabilitas tanpa Beras
Terbaru, dari KOMPAS.TV, Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research merilis hasil survei terbarunya terkait calon presiden atau Capres 2024 mendatang.
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, masih teratas walau diketahui hanya terpaut tipis dari Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Elektabilitas Prabowo Subianto adalah sebesar 20,3 persen, disusul Ganjar Pranowo dengan 20,0 persen. Sementara Anies Baswedan dan Ridwan Kamil tercecer lumayan jauh dengan masing-masing elektabilitas 10,6 persen dan 10,2 persen.
Dari sedikit jabaran di atas, bila dilihat dari sisi elektabilitas, jelas untuk Ganjar bisa dikatakan tidak ada masalah. Aman. Kalah sementara dari Prabowo juga bukan hal yang aneh. Nama Prabowo, dalam beberapa kali saat menjelang pilpres sebelumnya, sudah biasa berada di atas.
Inilah yang menarik, yaitu terkait potensi ke depannya. Terkait dengan kemungkinan untuk biss lebih dioptimalkan lagi perolehan angka elektabilitas itu. Dan di sini, Ganjar boleh dikatakan lebih diunggulkan. Karena berdasar survei dari Indikator Politik terkait nama yang paling potensial, ternyata menempatkan Gubernur Jawa Tengah itu di posisi paling atas.
Dikutip dari TRIBUNNEWS.COM, dalam simulasi tiga nama tertutup calon presiden 2024, yaitu Ganjar-Anies-Prabowo, kader banteng moncong putih ini adalah nama yang paling potensial untuk menjadi calon presiden di 2024 nanti.
Pada simulasi itu, memang pada tingkat nasional Prabowo Subianto unggul dengan 35,4 persen, disusul Ganjar Pranowo 31,6 persen, dan Anies Baswedan 24,4 persen. Namun pada kelompok yang mengenal Anies, Ganjar dan sekaligus Prabowo, nama Ganjar Pranowo ternyata cukup dominan.
"Artinya banyak orang yang belum memilih Ganjar hari ini karena enggak kenal Ganjar. Tapi kalau misalnya sama-sama kenal ini Ganjar potensial (46,1 persen), Prabowo 23,8 persen, Anies 26,1 persen," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.
**
Masih lebih-kurang dua tahun lagi menuju 2024 saat Indonesia harus memilih presidennya lagi. Layaknya sebuah pemilihan, tentu tingkat elektabilitas yang menjadi penentu utamanya. Nah, jika hanya mendasarkan pada itu saja, tentu nama Ganjar Pranowo boleh ditempatkan di paling depan.
Namun bila ditambah dengan kemungkinan potensi untuk bisa mengoptimalkan elektabilitas, Ganjar masih tetap di posisi terdepan. Artinya, elektabilitasnya oke, tingkat potensialnya juga oke.
Seakan tidak ada masalah.
Tapi ini Indonesia. Suka atau tidak, ungkapan "kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah?" masih banyak penikmatnya, tentu saja dengan berbagai alasan-alasannya. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Waktu juga masih begitu lapang.
Ganjar, dengan elektabilitas dan tingkat potensialnya, seharusnya memang patut diperhitungkan. Sebagai kader partai, dia telah memperlihatkan keteguhannya dalam melaksanakan amanahnya sebagai seorang pemimpin. Hembusan angin capres-capresan tidak membuatnya bergeming. Badai banteng-celeng gagal membuatnya terbawa arus. Ganjar tegak-lurus dan lepas dari jebakan off-side.
Maraknya paham dan ideologi yang mengancam ke-Indonesia-an juga ditangani Ganjar dengan presisi. Jawa Tengah terbukti tenang.
Menghadapi pandemi, Ganjar juga sangat teknis. Bersolusi yang menyentuh langsung pada masalah. Ganjar memastikan mereka yang terdampak dapat diperhatikan dan ditangani secara cukup. Ganjar cukup cemerlang menghadapi Covid-19 yang menyerang.
Kekinian, di saat dunia sedang sangat perhatian pada dampak perubahan iklim yang secara serius menjafi ancaman, Ganjar juga tidak absen. Upaya Pemprov Jawa Tengah untuk meningkatkan kesadaran warga tentang isu perubahan iklim, berbuah manis. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengganjar usaha provinsi yang dipimpin Ganjar itu dengan piagam apresiasi pembina Kampung Proklim 2021.
Tapi tetap saja ada yang menganggap Ganjar kurang, walaupun itu sebuah keniscayaan. Tapi begitulah dunia dijalankan, termasuk politik. Akan selalu ada kelompok orang yang melihat dari sudut pandang kekurangannya saja. Apalagi mereka yang senang bermain dan memainkan sisi persepsi.
Sebagai misal, selalu akan ada kelompok yang menilai Anies gagal. Bahkan Pak Jokowi pun juga mengalami hal yang sama. Namun, dipastikan bahwa tidak akan kekurangan lembaga --baik negara maupun independen-- yang selalu memberi penilaian pada kinerja setiap tokoh-tokoh itu, termasuk Ganjar.
Bagi Ganjar, yang pasti bagaimana saat ini tidak terpengaruh pada elektabilitas sementaranya itu. Tetap bekerja seperti biasa. Biarkan persepsi itu, baik yang negatif maupun positif, berkembang sewajarnya.
Apalagi ikut-ikutan main beras!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ganjar-pranowo-dan-elektabilitas-tanpa-beras-Z5Qi33lTjn
RANS FC Incar Mesut Ozil, Apa Dampaknya Untuk Sepakbola Indonesia
Tak ada angin tak ada hujan, berita bombastis beredar di kalangan sepakbola Indonesia. RANS FC, klub sepakbola milik pesohor tanah air Rafi Ahmad diberitakan mengincar Mesut Ozil. Nama Mesut Ozil bukanlah nama sembarangan di jagat sepakbola dunia. Mesut Ozil adalah pesepakbola Jerman berdarah Turki yang saat ini berusia 33 tahun. Karirnya membentang dari Schalke 04, Werder Bremen, Real Madrid, Arsenal hingga raksasa Turki Fernebache. Di level negara, Ozil merupakan andalan timnas Jerman sejak debutnya di tahun 2009 hingga 2018. Ozil adalah pilar penting Jerman kala menyabet gelar juara Piala Dunia 2014. Di level klub sederet gelar pernah diraihnya, mulai dari Piala Liga Jerman, La Liga, Copa del Rey hingga FA Cup. Bisa dibilang Ozil masih menjadi salah satu pesepakbola top Eropa saat ini.
Berita ketertarikan ini bukan hanya isapan jempol belaka. Bukan cuma berita hoax yang disebarkan media hanya untuk menaikkan oplah media. Berita ini bahkan sudah menjadi headline salah satu media besar di Turki. Rafi Ahmad sendiri sudah mengkonfirmasi kebenarannya. Dikatakannya sudah ada kontak dengan Ozil pribadi. Dan menurut Rafi Ahmad Mesut Ozil menunjukkan ketertarikan atas proposal RANS FC tersebut. Jika hal tersebut menjadi kenyataan, Ozil akan menjadi nama tenar kesekian yang bermain di Indonesia. Saat ini sudah ada nama Marco Motta yang memperkuat Persija. Mundur lebih jauh ada nama Carlton Cole, Michael Essien, Mohammed Sissoko, Pierre Njanka, Mario Kempes serta Roger Milla yang pernah merumput di Indonesia. Semuanya merupakan nama tenar di sepakbola dunia. Prestasinya sudah tidak diragukan lagi, meski mereka datang ketika sudah di penghujung karir.
Pertanyaannya, sepadankah upaya perekrutan Mesut Ozil, dan apa dampak yang akan diberikan Ozil seandainya dia jadi merumput di Indonesia. Dampak positif pertama adalah massifnya pemberitaan media. Saat ini saja pemberitaan tentang potensi transfer yang akan terjadi sudah sangat banyak. Tidak terbayang jika transfer benar-benar terjadi. Liga Indonesia akan mendapat porsi pemberitaan media, tidak hanya dalam dan luar negeri. Belum lagi jika kita bicara soal efek bisnis. Eksposur media yang luar biasa jelas akan berdampak pada finansial. Aliran sponsor akan semakin deras, nilai hak siar liga akan naik drastis. Belum lagi penjualan merchandise dan tiket penonton. Liga Indonesia dan RANS FC khususnya akan menikmati keuntungan finansial yang jelas tidak sedikit. Hal positif terkahir adalah transfer ilmu antara pemain level dunia dengan pemain lokal. Kehadiran pemain sekaliber Ozil jelas akan menaikkan level sepakbola Indonesia. Jika sebelumnya kita hanya bisa menyaksikan permainan indah Ozil dari layar televisi, kedepannya bisa beradu satu lapangan bersama. Prospek bermain bersama maestro sepakbola sekelas Mesut Ozil akan berdampak bagus bagi pemain muda. Bisa terjadi transfer ilmu yang akan banyak menguntungkan pemain muda kita.
Di luar hal positif, tentu juga ada hal negatif yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama lagi-lagi soal finansial. Investasi yang harus dikeluarkan untuk pemain sekaliber Ozil tidaklah murah. Berdasarkan situr Transfermarkt, nilai pasar sang pemain berada pada kisaran 3,7 juta Euro atau sekitar Rp. 60 milyar. Artinya uang sejumlah itu harus dikeluarkan RANS FC untuk menebus kontrak Ozil dari Fenerbache. Jumlah itu belum termasuk gaji dan bonus serta komisi agen yang harus disiapkan. Untuk kontrak satu tahun saja setidaknya harus tersedia dana Rp. 100 milyar, hanya untuk satu orang pemain. Jumlah itu jelas besar untuk level klub sepakbola Indonesia. Biasanya bujet sebuah tim papan atas di Indonesia hanya menyentuh angka Rp. 50 milyar semusim. Angka Rp. 100 milyar bisa dipakai untuk membangun fasilitas seperti training ground atau bahkan stadion kecil dengan kapasitas 5 atau 6 ribu penonton. Angka sebesar itu juga akan sangat berarti jika dialihkan untuk pembinaan pemain muda. Singkatnya, klub sepakbola Indonesia belum berada pada level finansial untuk pemain seperti Mesut Ozil.
Hal negatif kedua yaitu mindset atau pola pikir para stake holder sepakbola Indonesia. Ini menurut saya jauh lebih berbahaya dibandingkan hal yang lain. Sudah bukan rahasia jika para pengelola klub sepakbola di Indonesia memiliki mindset atau pola pikir yang sempit. Prestasi diraih dengan instan, bukan melalui proses yang benar. Membangun klub sepakbola dengan mendatangkan pemain bintang berharga mahal sering dilakukan oleh klub bola tanah air. Kedatangan pemain bintang ini menggambarkan bahwa sepakbola Indonesia sudah maju. Atau setidaknya menarik bagi para pemain top tersebut. Pola ini sebenarnya bukanlah hal yang baru. Jepang, Australia dan AS pernah melakukannya. Dan memang faktanya mereka sukses membangun sepakbola, hingga saat ini menjadi negara dengan prestasi sepakbola top. Namun jangan dilupakan bahwa mereka juga membangun fondasi yang benar. Pembinaan dan infrastruktur dibangun. Pemain tidak hanya dibekali skill, tetapi juga dibangun mentalnya. Namun Indonesia belum melakukan hal yang sama.
Kesimpulannya, kedatangan pemain bintang seperti Mesut Ozil memang bisa memberikan dampak positif untuk sepakbola Indonesia. Namun itu tidak menjawab inti permasalahan mengapa sepakbola kita tidak pernah maju. Perbaikan iklim kompetisi, pembinaan pemain muda serta pembangunan infrastruktur adalah hal yang esensial untuk mendukung prestasi. Jika ketiga hal tersebut tidak dibangun dengan baik, kedatangan pemain top seperti Mesut Ozil tidak akan berdampak besar bagi sepakbola Indonesia. Lagipula klub sepakbola Indonesia belum pada level keuangan untuk mendatangkan pemain bintang selevel Mesut Ozil. Bahkan jika itu klub sultan macam RANS FC, Persis Solo, Arema FC, Persib Bandung ataupun Bali United. Daripada menghabiskan uang 50 atau 100 milyar untuk satu orang pemain, bukankan lebih baik dana itu dialokasikan untuk membangun training ground, akademi dan fasilitas pendukungnya atau mengontrak pelatih internasional untuk tim muda. Atau bisa juga membangun sebuah stadion. Toh stadion seperti Thunder Castle milik Buriram United hanya membutuhkan anggaran 300 milyar rupiah. Bukannya saya tidak mau Ozil bermain di Indonesia. Hanya saja kita harus realistis. Level sepakbola kita memang belum mencapai arah sana.
Sumber Utama : https://seword.com/sport/rans-fc-incar-mesut-ozil-apa-dampaknya-untuk-Yzhv0gn0lu
ASABRI Hanya Salah Satu Korban Sistem Pemerintahan Demokrasi Tak Jelas yang Kita Anut
Episode kasus ASABRI sudah memasuki tahap pembacaan vonis. Adam Damiri, dkk satu per satu sudah mendapat vonis penjara atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukannya pada belitan kasus ASABRI ini.
Namun, melihat pola penuntutan hukum terhadap kasus ASABRI ini, rasanya tidak terlalu jauh bedanya dengan Jiwasraya. Hal itu bukan saja karena keduanya merupakan perusahaan plat merah atau juga karena tersangka pelaku keduanya yang nyaris sama, melainkan juga tentang kualitas tuntutan jaksa.
Pada ASABRI misalnya, jaksa bisa menuntut hukuman mati terhadap terdakwa tanpa menyertakan pasal hukuman mati itu sendiri sebagai dasar dakwaan. Belum lagi tatkala ditengok, kasus ASABRI pun pula Jiwasraya rupa-rupanya bergulir di atas pelanggaran hukum yang masih berupa POTENTIAL LOSS, sebuah potensi kerugian. Jadi, belum jadi fakta ril telah terjadi kerugian.
Fakta-fakta yang terkuak di persidangan atas kedua kasus tersebut terang saja memantik kecurigaan bahwa kasus korupsi yang dituduhkan di baliknya adalah sesuatu yang dipaksakan. Sebuah kecurigaan yang masuk di akal namun belum diketahui secara pasti untuk tujuan apa dan siapa aktor utama di balik bergulirnya kasus ini.
Siapapun yang bermain di balik bergulirnya kasus ASABRI, satu hal yang tak bisa ditampik bahwa hukum bisa sebegitu mudah dikendalikan untuk maksud dan tujuan tertentu di negeri ini. Mudahnya hukum dikendalikan selanjutnya memunculkan keyakinan bahwa pihak kejaksaan ternyata mudah untuk dijadikan alat kepentingan.
Buah dari Sistem Demokrasi yang Inkonsisten
Pihak kejaksaan bisa menjadi alat kepentingan di negeri kita merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, independensi mereka dalam melakukan penegakan hukum tak terjamin secara pasti akibat jabatan Jaksa Agung yang merupakan hasil kompromi antara lembaga eksekutif yakni presiden dan lembaga legislatif atau DPR.
Padahal idealnya, antara kekuasaan Yudikatif, Legislatif dan Eksekutif berkedudukan setara. Artinya, terhadap ketiga kekuasaan ini jangan saling mengangkat dan memberhentikan. Ketiga-tiganya mesti didapat dari proses demokrasi berupa pemilihan umum. Itulah yang dimaksudkan dengan trias politica dalam sistem demokrasi yang sejati, ketiganya setara.
Seandainya Jaksa Agung dipilih oleh rakyat, selain prinsip kesetaraan dalam trias politica terpenuhi, jadinya juga dapat menjamin independensi Jaksa Agung dalam menegakkan keadilan hukum pada negeri ini. Dia tak perlu bersandiwara menyenangkan para tuan di lembaga DPR dan lembaga kepresidenan. Dia hanya perlu ambil hati rakyat lewat kinerja positif sebagai pimpinan tertinggi lembaga peradilan.
Pecahnya kasus Djoko Tjandra dalam hubungannya dengan kasus suap yang melibatkan Pinangki, bisa kita jadikan sebagai bahan untuk mengevaluasi. Pada seputar kasus Pinangki - Djoko Tjandra itu, nama Jaksa Agung Burhanudin sempat ikut diseret-seret. Meski tak sampai merenggutnya masuk dalam pusaran kasus itu karena kekurangan bukti, setidaknya karena kasus itu dirinya kesorot. Bukan tak mungkin karenanya presiden mengevaluasi.
Hasil evaluasi presiden, bila terbukti rapor Burhannudin masuk katagori merah, jabatan Jaksa Agung pun bisa lepas darinya. Untuk itu, kekuatiran tentang akan lepasnya jabatan tersebutlah yang diduga kuat menjadi alasan bagi Burhanudin bisa mengondisikan korps di jajarannya untuk membangun citra, tak peduli bila caranya justru menabrak aturan main hukum yang ada.
Tak disertakannya pasal hukuman mati pada dakwaan tuntutan yang diajukan JPU dalam kasus ASABRI adalah buktinya. Terlihat memenuhi ekspektasi publik di hadapan kasus korupsi ASABRI, nyatanya tuntutan hukuman mati tersebut tidak dilakukan sesuai syarat yang diminta UU.
Seharusnya tuntutan hukuman mati dibuat JPU didasarkan pada kondisi-kondisi yang diminta UU Tipikor yakni adanya bencana alam nasional saat korupsi itu dilakukan; sedang terjadi krisis moneter; atau pelaku melakukan korupsi secara berulang setelah sebelumnya pelaku telah dipenjara untuk kasus yang sama. Dari semua syarat ini, tidak ditemukan dalam diri terdakwa yang dituntut hukuman mati (Heru Hidayat) pada kasus ASABRI ini. Maka, memaksakan hukuman mati jelas pihak kejaksaan melanggar ketentuan hukum di sini.
Akhirnya, apa yang dipertontonkan kejaksaan dalam kasus ini tak bisa mengelak dugaan bahwa kejaksaan telah menjadi alat kepentingan. Bila bukan kepentingan politik elit-elit oligarki, tentu kepentingan Jaksa Agung sendiri. Sebab, di jajaran kejaksaan hanya Jaksa Agung yang merupakan hasil pengangkatan oleh Presiden (eksekutif), bukan hasil mekanisme jenjang karir. Ironisnya, eksekutif dan yudikatif ini kedudukannya setara tapi yudikatif dikondisikan di negeri ini untuk diangkat oleh eksekutif.
Jika sistem pemerintahan kita masih seperti ini yakni Jaksa Agung diangkat oleh presiden (yudikatif diangkat oleh eksekutif), maka kasus-kasus seperti ASABRI akan selalu terulang. Yudikatif akan jadi kekuatan kompromistis para elit, bukan lagi jadi kekuasaan yang bisa diharapkan rakyat untuk mendamba keadilan sejati. Akibatnya,seorang Jaksa Agung bisa melakukan apa saja demi menyenangkan presiden, bukan lagi demi penegakan hukum yang bermartabat.
ASABRI kini jadi salah satu korbannya. Beruntung bahwa dalam kasus ini, atas vonis yang dibuat hakim, mendapat dissenting opinion dari salah satu hakim yang mengadili kasus ini, sebuah dasar yang bisa dipakai terdakwa untuk melakukan banding dan berpotensi untuk dimenangkannya apabila di kasus ini dugaan bahwa pihak kejaksaan hanya hendak melakukan pencitraan demi selamatnya jabatan Jaksa Agung ketimbang keadilan hukum itu sendiri adalah benar.(*)
Sumber Utama : https://seword.com/umum/asabri-hanya-salah-satu-korban-sistem-pemerintahan-PeT8su8jQJ
Bravo Hakim! Agenda Jahat JPU Patah di Tangan Hakim-hakim ASABRI. Sok Pahlawan Sih...
Kasus ASABRI, sebagaimana yang sudah saya tulis sebelumnya, adalah contoh di mana JPU bisa ngawur membuat tuntutan. Saya pun telah coba mengulas kemungkinan bahwa ASABRI dan Jiwasraya adalah dua buah perusahaan plat merah yang dipaksakan untuk bangkrut lalu demi itu ada pihak yang diposisikan sebagai biang keladi. Ya, namanya juga perusahaan, kalau sampai bangkrut tentu ada sebab. Karena dipaksa bangkrut maka mesti ada kambing hitam.
Lalu dagelan hukum pun tertayang seolah asli menghadirkan keadilan yang didamba, nyatanya tak lebih dari praktek kuda memperkuda Sampai kapan publik mesti puas diberi tontonan basi: seolah menghibur namun nyatanya menyayat nurani?
Bangsa ini SAKIT! Sakitnya karena pada bungkam saat nyata-nyata ada kasus hukum sengaja dipaksakan. Pelaku berlagak pilon bak pahlawan. Lalu publik riuh bertepuk tangan untuknya.
Pada melupa bahwa kebenaran sesewaktu akan pulang rumah. Pada membutakan nurani, tak peduli kalau doa orang teraniaya itu ampuh mendatangkan azab.
Ke mana syair-syair suci agama yang kerap dikoar-koarkan untuk mempersekusi yang beda keyakinan?
Sungguh! Kita tengah bermunafik ria, berhipokrisi berjamaah. Tapi, itu semua demi apa jika keadilan yang didamba, dzolim yang disaji?
Jiwasraya dan ASABRI adalah 2 contoh dagelan itu sukses membungkam nurani. Wajah yang dikemas di sana terlihat seolah memihak kepentingan publik, sejatinya tak lebih dari cara mengamankan posisi.
Bagaimana tidak, pada Jiwasraya dan ASABRI, kebangkrutannya terkesan dipaksakan. Disebut demikian karena jaksa menjadikan potential loss sebagai bahan penuntutan. Padahal yang namanya masih potensi, belum tentu akan benar-benar merugi. Faktanya baik ASABRI pun Jiwasraya ternyata masih bisa mengalami kenaikan harga saham di pasar saham.
Kesan pemaksaan untuk bangkrut pada dua perusahaan plat merah ini semakin menjadi-jadi tatkala menyimak tuntutan JPU yang ngasal alias tak berbasis kekuatan hukum. Selain itu, pada Jiwasraya misalnya, yang dituduh sebagai biang perusak justru merupakan orang-orang yang berjasa besar menyelamatkan Jiwasraya dari ancaman bangkrut pada 2008.
Jiwasraya akhirnya benar-benar almarhum kini. Kasusnya juga sudah selesai disidang tahun lalu dengan masing-masing pelaku telah diganjari vonis hukuman masing-masing.
Kini, menyusul ASABRI. Uniknya baik Jiwasraya pun ASABRI ini, terdapat sejumlah terdakwa yang sama. Sebagai contoh Heru Hidayat dan Beny Tjokro. Keduanya terlibat dalam 2 kasus ini.
Pada Jiwasraya mereka telah mendapat vonis. Tertinggal kini vonis atas kasus ASABRI. Sebagaimana diketahui di ASABRI ada 9 orang yang diseret ke pengadilan. Dari 9 orang ini, 6 orang telah mendapat vonis. Sedang dua yang lain yakni Heru Hidayat dan Beny Tjokro dijadwalkan akan divonis pada 18 Januari mendatang.
Sebelumnya pada Selasa, 4 Januari 2022, vonis masing-masing telah dijatuhkan kepada empat terdakwa kasus Asabri yakni Adam R. Damiri; Sony Widjadja; Bachtiar Effendi dan Hari Setianto. Eks Direktur Utama Asabri periode 2008-2016, Mayor Jenderal Adam Rachmat Damiri dan Direktur Utama Asabri periode 2016-2020, Sonny Widjaja divonis 20 tahun penjara. Masing-masing keduanya juga didenda 800 juta dan 750 juta, serta mengganti uang negara masing-masing 17,92 miliar dan 64,5 miliar.
Ketiga, terdakwa Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2013-2019, Hari Setianto di vonis majelis hakim 15 tahun penjara, dengan denda Rp 750 juta, subsider enam bulan kurungan penjara. Terdakwa Hari dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti mencapai Rp 378.883.500 subsider empat tahun penjara.
Keempat, Direktur Investasi PT. Asabri periode 2012-2015, Bachtiar Effendi divonis 15 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider enam bulan penjara. Terdakwa Bachtiar turut membayar uang pengganti sebesar Rp 453.783.950, subsider empat tahun penjara.
Sementara pada Rabu, 5 Januari 2022, giliran 2 terdakwa yang divonis. Mereka adalah Direktur PT. Jakarta Emiten Investor Relations, Jimmy Sutopo dan Direktur Utama PT Eureka Prima Jakarta Tbk sekaligus Direktur Utama PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi.
Untuk Jimmy divonis 13 tahun penjara denda sebesar Rp 750 juta subsider enam bulan penjara. Sedangkan, Lukman divonis 10 tahun penjara, denda sebesar Rp 750 juta, subsider enam bulan kurungan.
Hakim juga memberikan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada terdakwa Jimmy mencapai Rp 314,868 miliar. Sedangkan, terdakwa Lukman harus membayar uang pengganti mencapai Rp 715 miliar.
Putusan Hakim Bertolak Belakang dengan Tuntutan Jaksa, Perkuat Dugaan bahwa Kejaksaan Hanya Jadikan Kasus Ini sebagai Branding Diri, Tak Benar-benar demi Keadilan Hukum
Nah, dari masing-masing vonis yang diperoleh para terdakwa di atas ditemukan sebuah fakta menarik bahwa vonis hakim berkebalikan dengan tuntutan pihak kejaksaan. Adam dan Sony sebelumnya oleh JPU dituntut hukuman penjara 10 tahun. Hakim memutuskan 20 tahun penjara.
Hari dan Bachtiar dituntut JPU 12 tahun penjara, namun oleh hakim divonis 15 tahun penjara. Sedangkan Lukman dituntut JPU dengan hukuman 13 tahun penjara, oleh hakim divonis 10 tahun. Lalu, untuk Jimmy dituntut JPU 15 tahun penjara namun oleh hakim diberi vonis 13 tahun.
Vonis terhadap ke-6 terdakwa ini semuanya memperlihatkan antara tuntutan JPU dengan hakim bertolak belakang. Hebatnya lagi, di antara hakim ini ada yang melontarkan Dissenting opinion alias pendapat berbeda. Hakim itu adalah Mulyono. Menurut Mulyono, kerugian 22,788 berdasarkan audit BPK masih potensi, bukan kerugian yang pasti.
Pada 18 Januari nanti, terdakwa yang dituntut JPU dihukum mati akan terima vonis. Akankah hakim kembali membuat putsan yang terbalik dengan tuntutan jaksa atau mengabulkan tuntutan jaksa, layak untuk ditunggu.
Namun, fakta persidangan atas 6 terdakwa sebelumnya telah nyata menunjukkan kejaksaan terkesan ngasal dalam buat tuntutan. Kesan itu terang saja semakin menegaskan bahwa jaksa yang menuntut para terdakwa hanya hendak membuat pencitraan diri. Kasus korupsi adalah kasus yang sangat sexy bagi masyarakat luas. Mengganjari koruptor dengan tuntutan hukum yang maksimal diharapkan oleh kejaksaan akan mendatangkan simpati publik. ASABRI pun ditunggangi untuk branding diri, memperbaiki citra diri setelah disorot habis akibat kasus Pinangki - Djoko Tjandra.
Beruntung bahwa para hakim yang mengadili kasus ASABRI ini idak mudah terpedaya oleh isu korupsi. Ini yang membuat mereka tetap mengikuti kaidah hukum yang berlaku dalam memutus perkara korupsi. Dan di antara mereka ada pula Mulyono yang menilai kasus ASABRI ini tak bisa diproseskan di pengadilan akibat dasarnya yang menggunakan potential loss, bukan kerugian riil.
Melihat vonis atas 6 orang terdakwa di atas, saya rasa vonis untuk Heru Hidayat dan Beny Tjokro nantinya juga akan terbalik dengan tuntutan jaksa. Bila itu terjadi, sempurna sudah keyakinan bahwa JPU rela menjadi goblok demi agenda jahat di kasus ASABRI.(*)
Sumber Utama : https://seword.com/umum/bravo-hakim-agenda-jahat-jpu-patah-di-tangan-ctmz9hg5ea
MUI Keras Soal Kasus Ferdinand, Tapi Giliran Kasus Abdul Somad Mereka Bela
Jujur saja saya muak dengan ketidakadilan yang tercermin dengan sangat nyata dan sangat jelas dalam kasus Ferdinand dan Somad. Kasus Abdul Somad yang nyata-nyata menghina Tuhan Yesus di atas kayu salib, MUI membela membabi buta dan kasusnya Abdul Somad pun kelar tidak diganggu-ganggu lagi hingga hari ini.
Sikap MUI terhadap kasus Abdul Somad sangat terbalik dengan sikap mereka terhadap kasus yang dialami Ferdinand. Padahal penghinaan Abdul Somad terhadap Allah orang Kristen itu sangat luar biasa sadis. Tapi hebatnya tidak tersandung hukum hingga detik ini.
Kalau mau adil, proses lagi dong kasus Somad, kenakan Pasal Penistaan Agama, diproses di Kepolisam dan bergulir hingga Pengadilan. Yang menetukan salah atau benanrnya Abdul Somad itu Pengadiilan, bukan pembelaan MUI.
Kasus ceramah Abdul Somad yang menghina Allah orang Kristen di dibela mati-matian oleh MUI agar tidak dimasalahkan ke ranah hukum. MUI pun menghimbau agar persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan, kultural, dengan pertemuan dengan beberapa umat agama yang merasa tersinggung. MUI meminta pihak-pihak terkait untuk menahan diri agar bisa selesai secara kekeluargaan.
Pembelaan MUI itu karena menurut mereka ceramah Abdul Somad soal salib hanya menjelaskan akidah sebagai keyakinan seorang muslim. Sikap MUI ini berkebalikan 1000 derajat dibandingkan sikap mereka terhadap cuitan (bukan ceramah ya) Ferdinand Hutahaean.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Pusat KH Muhammad Cholil Nafis menilai bahwa apa yang dilakukan Ferdinand Hutahaean sudah dianggap menghina dan melecehkan Tuhan yang disembah. Selama Ferdinand Hutahaen membandingkan Allah, maka hal tersebut merupakan penodaan agama karena sudah menghina dan melecehkan Allah yang disembah.
Selain itu, Ferdinand Hutahaean juga bukan anggota MUI seperti Somad, jadi tak ada jiwa korsa antara MUI dan Ferdinand. Posisi Ferdinand Hutahaean bukan Ustad seperti Abdul Somad, melainkan politisi ceriwis yang kerap mengkritik Anies Baswedan.
Abdul Somad tak boleh dikenakan pasal penodaan agama karena dia itu Ustad, jadi boleh ngemeng semau-maunya seenak udelnya, termasuk ketika mengomentari Allah umat agama lain. Terlebih kalau yang dinyinyirinya itu tentang agama minoritas di Indonesia.
Suka-suka Abdul Somad mau mendramatisir cara penyampaiannya soal salib dengan menggunakan simbol agama lain secara spesifik dengan simbol salibnya, dan bukannya bicara secara general mengenai persoalan patung berhala. Namanya juga Ahli Sorga, suka-suka dia yang punya gelar itu.
Padahal jelas-jelas ceramah Abdul Somad yang menghina salib dan Yesus yang disalib memenuhi delik penodaan atau penistaan agama. Sekalipun alasannya pernyataan itu disampaikan untuk menjawab pertanyaan jamaah yang hadir dalam pengajian. "Bukan saya membuat-buat untuk merusak hubungan," katanya. "Ini perlu dipahami dengan baik."
Padahal kalau menjawab pertanyaan Jemaah, cara menjawab kan bisa dengan cara yang elegan tanpa bersikap melecehkan dengan memiringkan kepalanya ke kiri dan ke kanan meniru kepala Yesus yang tekulai di atas kayu salib.
Jawab dengan cara yang biasa sesuai akidah Jemaah juga pasti mengerti. Bukan dengan cara yang lebay dengan tujuan untuk menimbulkan kebencian di alam bawah sadar Jemaah untuk membenci keimanan umat agama lain.
Lalu dalih si Somad yang mengatakan bahwa ceramahnya dalam pengajian itu dilakukan di masjid tertutup. Dengan kata lain, ceramah itu tidak disampaikan di stadion, lapangan sepak bola, maupun televisi. Padahal, pernyataan itu disampaikan dalam kondisi orang memungkinkan mendengarkan apa yang disampaikan.
Aksi ngeles Somad dengan alasan dakwah internal tetao tidak bisa dibenarkan. Karena makna menyampaikan di muka umum sebagai batasan larangan menghina dan merendahkan adalah kondisi di mana pernyataan itu disampaikan pada situasi yang memungkinkan orang lain dapat mendengar. Jadi jelas apa yang disampaikan UAS memenuh unsur di muka umum, sama seperti apa yang menimpa Ferdinand Hutahaean.
Setiap orang, apalagi seperti Abdul Somad, tidak bisa seenak jidatnya berbicara menghina dan menjelek-jelekan Allah umat lain. Tapi yang hebatnya MUI keras dalam persoalan kasus Ferdinand, sedangkan kasus Abdul Somad MUI anteng-anteng saja. Kura-kura pun sampai geleng-geleng kepala saking takjubnya.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/mui-keras-soal-kasus-ferdinand-tapi-giliran-kasus-jq6pi4u54J
Profil dan Rekam Jejak Bupati Lumajang yang Keras pada Pelaku Intoleran di Semeru!
Pada saat terjadinya erupsi Semeru, kebetulan saya melewat daerah Lumajang meski jauh dari erupsi. Saya memperhatikan banyak terjadi perubahan semenjak pergantian bupati. Pelebaran jalan dilakukan di sepanjang jalan utama yang membuat jalur Lumajang kini jauh dari mecet meski dilintasi truk-truk besar.
Artinya bupati baru Lumajang bukan orang sembarangan. Beliau adalah pejabat yang amanah dan berani melakukan perubahan. Di sisi lain, kita dikejutkan kalau banyak pihak memanfaatkan bencana erupsi Semeru untuk mencari panggung mengatasnamakan agama. Dulu pernah ada pemasangan bendera Rizieq yang langsung diturunkan. Kini lagi-lagi apra begundal intoleran memancing keributan dengan menendang sesajen dan sengaja divideokan serta diviralkan.
Bersamaan dengan itu, viral juga ss whatsapp bupati Lumajang yang dengan tegas memerintahkan untuk memburu pelaku. Padahal sejatinya sosok bupati ini juga orang islam. Tapi, masih mau menghormati tradisi leluhur masyarakat Lumajang. Sangat jauh berbeda dengan begundal intoleran yang merasa jumawa padahal ilmu agamanya masih sangat cethek.
Sekilas profil bupati Luamjang yang saya baca memang begitu menarik. Pasalnya bupati Lumajang, Thoriq termasuk dalam deretan bupati muda di Jawa Timur. Dirinya lahir tanggal 14 Desember 1977. Melansir TribunWiki, sejak kecil Thoriqul Haq sudah menimba ilmu di Ponpes Anak-anak Darul Falah Denok.
Thoriq menempuh pendidikan sekolah dasar di MI Nurul Islam Denok, pada 1990, lalu melanjutkan di MTs Negeri Denanyar Jombang, sembari mondok di Ponpes Mambaul Maarif Denanyar. Ia lantas menempuh pendidikan menengah di MA Negeri Malang I, sambil belajar di Ponpes Darul Ulum Al-Fadloli dan akhirnya memperoleh gelar sarjana dari IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 2000.
Thoriq melanjutkan jenjang S2 dan mendapat gelar master dari University of Malaya pada 2004. Sebelum menjadi Bupati Lumajang, Thoriq menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Jatim selama dua periode (2009 - 2014 dan 2014 - 2019).
Thoriq sempat muncul dalam berita saat dirinya adu argumen dengan Bupati Bolang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar pada Mei 2020 lalu. Saat itu, Thoriq menyayangkan sikap Sehan Salim yang menyebut menteri bodoh yang dinilai kurang pantas.
“Saya Cak Thoriq, Bupati Lumajang, saya tentu kecewa bila ada seorang bupati mengatakan menteri bodoh. Kalau tidak salah Bupati Bolang Mongondow Timur,” kata Thoriq dikutip dari Kompas.com.
"Kalau ada bupati menyatakan menteri bodoh, jangan-jangan dia enggak bisa mengurus daerahnya. Jangan-jangan enggak bisa mengurus wilayahnya,” ujar Thoriq.
Sehan Salim akhirnya menjelaskan duduk perkaranya. Ia merasa tidak boleh memberikan beras ke rakyatnya yang mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT), meskipun BLTnya belum tiba.
"Perlu diingat Bupati Lumajang, anda cuma kasih lima kilo, saya minimal 15 kilo dan beras premium,” tutur Sehan Salim.
Selain itu, Sehan menilai Thoriq tidak tahu kondisi warga yang ada di Boltim. Ia mengaku tidak memotong gaji PNS untuk bantuan tersebut.
Terlepas dari rekam jejaknya yang sempat menuai kontroversi, sikap bupati Thoriq mencerminkan kalau ia berpihak pada keutuhan NKRI. Dirinya mengecam pelemparan sesajen untuk menjaga keharmonisan rakyat Lumajang yang memiliki keragaman adat istiadat dan budaya. Dirinya membela pemerintah pusat dari olokan pemerintah daerah lain juga untuk menjaga persatuan agar rakyat tak terprovokasi dan terbelah.
Semoga saja banyak bupati yang memiliki jiwa serta kepemimpinan seperti Thoriq. Masyarakat akan tenang jika pimpinanannya ada dan membela yang lemah dari perbuatan dzolim orang-orang yang bodoh itu. Mungkin mereka mau meniru cara Taliban menyembeleh patung-patung di toko busana. Padahal siapa juga yang menyembah patung, fungsinya saja jelas sebagai etalase produk pakaian. Hanya manusia berpikiran sempit yang menyamakan kondisi saat ini seperti jaman jahiliyah.
Akhirnya kita tahu betapa tidak enaknya memiliki pemimpin intoleran seperti Pilkada DKI lalu yang memenangkan pemimpin bermodal ayat dan mayat. Jangankan melakukan pelebaran jalan seperti di Lumajang, jalan yang masih bagus malah dilubangi tak karuan. Inilah pelajaran yang harus dipetik masyarakat. Karena suburnya inteloransi bisa jadi karena kesalahan memilihnya pemimpin yang berujung pada terciptanya masyarakat barbar.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/profil-dan-rekam-jejak-bupati-lumajang-yang-keras-metAj7m2uC
Apes! Buni Yani Muluskan Anies Jadi Gubernur tapi Tidak Dapat Apa-apa, Kini Berkicau Lagi
Perlahan tapi pasti skenario agar Ahok dipenjarakan pada 2016 silam tabirnya terbuka satu-persatu.
Kali ini informasi penting yang mencuat ke publik adalah bahwa yang mengedit video pidato Ahok di Pulau Seribu kala itu adalah tim cybernya Prabowo.
Untung bukan tim cybernya Anies. Kalau itu MUI doang. Hehehe
Yang mana hal ini terungkap dari pernyataan Buni Yani sendiri.
Melalui kanal YouTube Refly Harun, ia mengatakan itu semua.
Awalnya Buni Yani mengaku kalau dia memang salah, yakni bikin caption pidato Ahok itu tidak menggunakan kata 'pakai '. Lantaran saat menontonnya ia tidak mengenakan earphone, sehingga kata 'pakai' yang diucapkan Ahok tidak didengarnya.
Kura-kura begini aslinya pernyataan Ahok tersebut, 'dibohongi pakai surat Al Maidah'. Yang artinya ada oknum-oknum tertentu yang coba memanfaatkan ayat Al Qur'an demi untuk mendapatkan kekuasaan. Oleh Buni Yani dibuatlah 'dibohongi surat Al-Maidah' pada keterangan potongan video yang dia unggah.
Hingga orang-orang yang hanya membaca caption doang tanpa memperhatikan pidato itu secara utuh langsung panas dan mendidih hatinya. Karena merasa agamanya telah dinistakan. Sementara, lawan Ahok dan orang-orang yang tidak suka dengan mantan gubernur DKI tersebut memanfaatkan orang-orang seperti ini untuk mendesak agar Ahok dipenjarakan.
Jadi massa pendemo Ahok dulu ada tiga kelompok sebenarnya.
Kelompok pertama, orang-orang yang meyakini bahwa Ahok telah benar-benar melakukan penistaan agama lantaran terporvokasi oleh pernyataan Buni Yani.
Kelompok kedua, orang-orang tidak percaya bahwa Ahok itu telah menista agama tapi mereka coba memanfaatkan unggahan Buni Yani tersebut untuk memobilisasi massa agar citra Ahok rusak dan mantan Bupati Belitung Timur itu dipenjarakan.
Karena waktu kejadian tersebut bertepatan dengan Ahok hendak nyalon gubernur DKI.
Dan terbukti, para pendemo 212 banyak yang merupakan pendukung Anies.
Ketiga, kelompok yang ingin menjatuhkan Jokowi lewat kasus Ahok itu.
Hal ini dibuktikan dengan mereka menyeret-nyeret nama Jokowi di pusaran kasus tersebut. Padahal tidak ada hubungannya sama sekali dengan Presiden.
Di samping itu, Presiden Jokowi juga menyerahkan sepenuhnya kasus yang menjerat BPT itu ke apara penegak hukum.
-o0o-
Tapi itu sudah berlalu. Mereka yang turut serta menzalimi Ahok juga satu-persatu sudah menerima karmanya.
Mulai dari Rizieq yang tersandung kasus chat asusila bersama Firza Husein. Ia sampai kabur ke Arab Saudi segala karena gak kuat menanggung malu.
Pasca tiba di tanah air dijebloskan ke penjara lagi karena melanggar PSBB dengan bikin kerumunan.
Hingga Amien Rais yang didepak dari partai yang dia dirikan sendiri yakni PAN.
Dan yang lebih menyakitkan lagi, yang mengusir Wan Amien dari PAN tersebut adalah besannya sendiri, Zulkifli Hasan.
Sementara, partai baru yang dia dirikan yakni Partai Ummat satu-persatu ditinggalkan kader.
Penulis yakin banget kalau partai ini akan jadi gurem pasca Pemilu nanti. Karena kadernya sendiri saja tidak betah berlama-lama di partai itu, bagaimana mungkin orang mau memilihnya?
Begitupun dengan Buni Yani sendiri sudah menerima karma karena telah menzalimi Ahok tersebut.
Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali ia mendapatkan kemalangan.
Pertama, tentu ia mendapat hujatan dari para pendukung Ahok lantaran bikin caption yang tidak sesuai fakta.
Kedua, ia terpaksa harus kehilangan pekerjaan sebagai dosen di London School of Public Relations (LSPR). Pasca ditetapkan sebagai tersangka, LSPR meminta Buni Yani segera mengundurkan diri sebagai tenaga pengajar.
Karena jelas, kalau Buni Yani masih menjadi dosen di sana secara tidak langsung merusak citra LSPR.
Ketiga, lantaran tidak ada penghasilan lagi pasca jadi pengangguran, Buni Yani terpaksa berjualan cangkir atau mug. Dan apesnya lagi sekarang bisnis mug itu gak ada kabar.
Artinya apa? Bisa jadi sudah gulung tikar atau gak ada kemajuan.
Bagaimana orang mau beli kok, di mug-nya saja ada gambar muka Buni Yani?
Gak menarik banget. Hehehe
Kalau mug itu diisi kopi, meskipun sudah diberi gula rasanya tetap pahit itu-lah.
Terakhir, ia tidak mendapat apa-apa dari usahanya memuluskan Anies jadi Gubernur DKI tersebut.
Kita perhatikan saja, sebenarnya ada banyak banget jabatan yang bisa diberikan oleh Anies kepada Buni Yani. Seperti anggota TGUPP, Dirut atau Komisaris BUMD DKI, dll. Tapi itu satupun tidak ada yang diberikan.
Justru yang terlihat menikmati balas jasa adalah Geisz Chalifah yang ditunjuk sebagai Komisaris Ancol.
Padahal kalau melihat ke belakang jasa Buni Yani menjadikan Anies sebagai Gubernur DKI jauh lebih besar dibandingkan Geisz.
Hanya saja dia kalah nasib.
Sementara Ahok kini sudah jadi Komisaris Utama (Komut) Pertamina. Yang gajinya sebulan bisa untuk beli mug jualan buni yani 1 truk karena begitu besarnya.
Terakhir, karena Buni Yani telah menyeret-nyeret tim siber Prabowo, siap-siap saja dia kena sleding tekel Fadli Zon, Kamrussamad dan kader Gerindra lainnya.
Karena jelas Prabowo ingin Nyapres lagi. Jadi butuh dukungan dari siapapun. Termasuk dari pendukung Ahok.
Kalau Buni Yani ngomong begitu, jelas Ahokers gak akan mau mendukung Prabowo.
Sebagai penutup, ini sekedar saran gratis. Lebih baik Buni Minta maaf ke Ahok. Pasti hidupnya akan lebih enteng dari sekarang.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/apes-buni-yani-muluskan-anies-jadi-gubernur-tapi-mdddRocg0Q
Jokowi Kembali Disalahkan
Pemimpin mempunyai peranan sangat besar untuk memajukan suatu organisasi, perusahaan bahkan suatu negara. Karena pemimpin diberi kekuasaan, kewenangan untuk bisa memakai segala sarana yang ada di negeri ini demi kesejahteraan rakyat.
Presiden Jokowi dinilai sebagai pemimpin yang mampu membawa negara ini perlahan-lahan makin maju dan mandiri. Pembangunan di segala bidang mampu mempermudah urusan baik itu transportasi maupun birokrasi.
Kebijakan Jokowi yang benar-benar di luar dugaan rupanya menarik perhatian masyarakat. Seperti penanganan COVID-19, walaupun negara lain termasuk negara di Eropa dan Amerika Serikat sedang berjibaku melawan virus Corona, Indonesia alhamdulillah termasuk negara yang lebih tenang.
Perekonomian pun masih bisa berjalan dengan normal. Bahkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di banyak daerah sudah dilaksanakan 100%. Hal ini indikasi bahwa penyebaran COVID-19 bisa dikendalikan. Semoga saja kondisi ini bisa dipertahankan bahkan lebih baik lagi.
Berbagai lembaga survei sudah rajin membuat survei tentang kandidat Calon Presiden yang paling mentereng. Hasilnya di tiga besar bertengger nama-nama Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Nama Jokowi tentu saja tidak ada dalam survey, karena tidak bisa lagi maju sebagai Capres. Memang sempat terdengar ada wacana Jokowi 3 periode dengan mengamandemen UUD 1945 kembali. Tetapi wacana tersebut memudar seiring penegasan Jokowi bahwa dirinya tidak akan maju lagi di Pilpres yang akan datang.
Walaupun demikian, ternyata ada lembaga survei yang melakukan survei tentang tokoh yang paling diharapkan menjadi Presiden mendatang. Cukup mengejutkan hasilnya ternyata selera masyarakat diluar dugaan.
Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia kembali mengeluarkan hasil survei yang bertajuk Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19, Pandemi Fatigue dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024. Dalam hasil survei kali ini, menunjukkan kalau dominan responden atau masyarakat memilih Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi Presiden RI mendatang.
Adapun dalam hasilnya, Jokowi mendapati 20,8 persen; kemudian disusul Menteri Pertahanan Prabowo Subianto 13,1 persen; Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo 8,9 persen dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 8,7 persen.
Ternyata masyarakat masih menyukai Presiden Jokowi sebagai pemimpin mereka. Tapi namanya orang ada suka dan tidak suka. Dengan berbagai kebijakan Presiden Jokowi yang disukai masyarakat, ternyata ada perilaku Presiden yang dikritik atau disalahkan. Apakah itu?
Belum lama ini Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, membagikan video yang mana dirinya berada dalam satu mobil bersama orang nomor satu di Indonesia yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam video tersebut Ganjar yang bersampingan dengan Jokowi di kursi belakang mobil merekam momen di mana Jokowi menyapa masyarakat dari dalam mobil. Yang unik adalah Jokowi bukan hanya melambaikan tangan ke masyarakat, dirinya juga membagikan kaos atau baju yang mana dengan cara melempar dari dalam mobil.
Ganjar pun dalam caption yang dia tulis menarasikan bahwa dirinya ingin kaos atau baju tersebut. “Duh, udah ngarep malah nggak kebagian kaos,” cuit Ganjar dalam akun Twitter pribadi sebagaimana dikutip di Jakarta, Minggu (9/1/22).
Momen Jokowi yang melempar baju dari dalam mobil berjalan ini mendapat perhatian atau respons dari publik khususnya di media sosial. Tak sedikit pihak yang mempertanyakan perbuatan Jokowi yang melempar baju atau kaos dari dalam mobil yang berjalan ke masyarakat. Nicho Silalahi adalah salah satu pihak yang mengkritisi hal ini.
Nicho yang juga seorang aktivis dan pegiat media sosial, lewat akun Twitternya mengkritisi dengan memberikan sindiran “ucapan terima kasih” kepada video yang Ganjar bagikan. Terima kasih yang Nicho maksudkan adalah merujuk pada perbuatan Jokowi yang menurutnya menunjukkan rendahnya etika pejabat.
Setiap orang memang akan berbeda-beda dalam menilai suatu hal. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi saya kira masih baik. Karena jika kaos tersebut diberikan tanpa dilempar, Presiden harus menghentikan kendaraannya, turun dan menghampiri masyarakat satu-satu. Hal ini akan memakan waktu lebih banyak.
Jika kaos tersebut diberikan melalui ajudan ataupun Paspamres, mungkin masyarakat akan merasa kurang greget. Mereka ingin memperoleh kain tersebut langsung dari Presiden Jokowi, walaupun melalui lemparan. Akan berbeda dong antara lemparan dari Presiden dengan lemparan dari kita. Terasanya berbeda. wkwkwk.
Di daerah saya ada kebiasaan saweran di pernikahan. Biasanya jika ada yang menikah, kita siap-siap untuk berebut uang saweran yang tidak seberapa biasanya koin 500, 1000 paling besar 2.000. Nah koin saweran tersebut dilempar dan kita berebut untuk mendapatkannya.
Walaupun di lempar, tidak ada yang protes, tidak ada yang menganggap tidak sopan. Justru itu serunya kita bisa berebut dengan suka cita alias bergembira ria. Coba kalau saweran tersebut diberikan satu-satu. Mana ada serunya. Wkwkwk.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/jokowi-kembali-disalahkan-Btxu0C2I0u
Pria Tendang Sesajen, Ibarat Benci Nasgor Tapi Paksa Orang Ikut Benci Nasgor
Indonesia memiliki beragam suku, agama, budaya dan adat istiadat. Selain itu ada banyak ritual-ritual kepercayaan yang beragam. Salah satunya pemberian sesajen.
Kalau kalian pernah ke Bali, kalian pasti sering menjumpai sesajen yang ditaruh di pinggir jalan. Sesajen tersebut memiliki makna. Warga Bali percaya dengan mempersembahkan sesajen, mereka akan mendapatkan keberuntungan dan menolak kesialan. Pemberian sesajen juga merupakan cara mereka untuk bersyukur kepada para Dewa yang telah memberikan kesejahteraan bagi kehidupan mereka.
Bukan hanya di Bali. Dalam beberapa tradisi Budaya Jawa juga dikenal sesajen (ralat kalau saya salah).
Nah, bicara soal sesajen, seorang pria menendang sesajen di lokasi erupsi Semeru, dan videonya viral.
Video berdurasi 30 detik itu memperlihatkan seorang pria mengenakan tutup kepala dan rompi berdiri lalu mendekat ke sebuah sesajen yang diletakkan di atas tanah. Ada dua sesajen yang terlihat yakni buah dan nasi yang masing-masing berada di wadahnya.
Sambil menunjuk ke sesajen dia berkata, "Ini yang membuat murka Allah. Jarang sekali disadari bahwa inilah yang justru mengundang murka Allah, hingga Allah menurunkan azabnya. Allahu Akbar," kata pria tersebut. Selanjutnya dia membuang sesajen buah dan menendang sesajen nasi.
Beginilah kalau terlalu fanatik tanpa memakai logika. Sebenarnya pengusikan tradisi lokal oleh sekelompok orang yang merasa suci kerap terjadi. Mereka dengan gampangnya mengatakan azab dan bencana gara-gara tradisi tersebut yang dianggap bertentangan dengan agama.
Jadi bagaimana dengan tempat lain yang tak ada tradisi sesajen tapi ada bencana seperti tsunami?
Bagaimana pula dengan kota di negara tetangga yang terkenal dengan wisata sensor tapi tidak pernah ada gempa bumi?
Bagaimana dengan kota yang terkenal sebagai pusat judi di Asia tapi tak ada gempa dan tsunami?
Bagaimana pula dengan letusan Letusan gunung berapi La Cumbre Vieja di pulau La Palma, Spanyol baru-baru ini? Apakah gara-gara warga lokal di sana persembahkan sesajen juga?
Mikir dong. Bencana itu bisa terjadi di mana saja. Namanya aja gunung berapi, ya pasti cepat atau lambat akan meletus. Memangnya gunung mana yang tak meletus? Wilayah tepat di kawasan ring of fire, pasti bakal banyak gempa bumi. Namanya negara kepulauan dan banyak daerah di pesisir pantai, pasti banyak bencana tsunami.
Tindakan menendang sesajen ini membuat banyak orang marah. Bupati Lumajang pun geram. Pelaku diduga bukan berasal dari Lumajang, diduga adalah relawan yang turun ke lokasi bencana.
Dia juga memastikan polisi dibantu relawan di lokasi terdampak erupsi Semeru sedang mencari pria yang menendang sesajen.
"Saya minta semua teman-teman, baik aparat maupun relawan di sana untuk mencari, dari mana orang itu, atau identitasnya siapa itu, dari kelompok mana itu. Saya minta segera untuk dicari, dan saya minta harus untuk pelaku mengklarifikasi supaya ini tidak menganggu kami yang ada di Lumajang, yang saat ini damai," katanya.
Kenapa susah sekali menghargai kepercayaan orang lain? Ini bukan negara agama. Ini negara dengan ribuan budaya dan suku. Masing-masing punya kepercayaan dan ritual tersendiri.
Yang dilakukan penendang sesajen ini sama seperti ibarat saya benci nasi goreng, tapi saya mau agar semua orang tidak boleh makan nasi goreng. Ini namanya pemaksaan. Dan dalam hal sesajen ini, sama saja dengan melecehkan kepercayaan orang lain.
Kita semua tahu, berbagai budaya nusantara yang sudah ada sejak lama, berusaha dikikis dan dimusnahkan oleh kelompok sok suci. Inilah salah satunya. Mereka arogan. Maunya orang lain yang ikuti jalan dia.
Geram juga sih. Bagusnya ditangkap aja lah. Palingan nanti minta maaf dan menangis. Kalau tak senang, tak usah datang ke sana. Tak usah jadi relawan. Warga lokal juga tak butuh orang seperti dia. Tak ada adab sama sekali.
Silakan yakini apa yang kita yakini, tapi jangan paksakan apa yang kita yakini apalagi dengan cara membenci dan melecehkan apa yang diyakini orang lain. Nanti disikat dan dibalas balik, bisanya cuma nangis di pojokan mengaku dizalimi.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/pria-tendang-sesajen-ibarat-benci-nasgor-tapi-P2WugkXYp9
Surat Terbuka Kepada Rabithah Alawiyah Terkait Bahar Smith dan Rizieq Syihab
Sebelumnya, penulis minta maaf jika terpaksa menulis surat terbuka kepada lembaga Rabithah Alawiyah di media ini.
Penulis tidak bermaksud lancang dengan membuat surat terbuka kepada lembaga Rabithah Alawiyah untuk ikut campur dalam urusan politik praktis karena penulis paham jika lembaga pencatat keturunan Nabi ini lebih fokus dalam gerakan sosial yang memberikan bantuan langsung kepada masyarakat.
Penulis mengajak lembaga ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat awam agar kami sebagai orang awam tidak mudah dimanfaatkan oleh politikus busuk yang menghalalkan segala cara demi kepentingan politik pribadi dan kelompok tertentu dengan mempolitisasi gelar Habib.
Sejarah Rabithah Alawiyah
Ada yang tahu jika di Indonesia ada lembaga/organisasi khusus yang mencatat keturunan Nabi?
Ya, Anda benar!
Lembaga tersebut bernama Rabithah Alawiyah.
Lembaga ini adalah salah satu organisasi massa Islam yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan yang umumnya menghimpun WNI keturunan Arab khususnya yang memiliki keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Organisasi ini berdiri pada tanggal 27 Desember 1928.
Menurut catatan lembaga ini, ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang menyandang gelar Habib. Mereka juga disebut Alawiyin atau marga sedangkan di Indonesia, tercatat ada 1,2 juta orang yang berhak meyandang sebutan habib. Sumber
Menurut Sejarawan Islam bernama Tiar Anwar Bachtiar (Pengajar di Unpad, Bandung) mengatakan bahwa asal mula keturunan Nabi Muhammad SAW di Indonesia diawali oleh migrasi keturunan cucu Husein dari kawasan Hadramaut di Yaman, bernama Alawi.
“Jadi Nabi itu kan punya cucu dua ya. (Nabi) punya anak Fatimah, Fatimah punya anak Hasan dan Husein. Dari Hasan dan Husein ini kan ada banyak keturunan Nabi,” papar Tiar Anwar Bachtiar. Sumber
Dari informasi di atas, kita mendapatkan 2 informasi penting yang harus dipahami oleh rakyat Indonesia:
- Cucu Nabi bernama Hasan dan Husein
- Keturunan Nabi di Indonesia berasal dari keturunan Husein yang merupakan salah satu cucu Nabi
Jadi sudah sangat jelas bukan jika Rizieq dan bahar Smith bukan cucu Nabi!
Kita harus akui jika mereka berdua juga segelintir oknum keturunan Nabi, tapi tunggu dulu…
Apakah semua keturunan Nabi memiliki akhlak yang mulia sepert Nabi?
Belum tentu!
Habib Luthfi Yahya secara tegas pernah mengatakan bahwa meskipun seseorang mempunyai keturunan langsung ke Nabi, belum tentu akhlak orang itu baik karena ini persoalan ma’shum (dilindungi Tuhan dari dosa).
“Jangan heran jika (keturunan Nabi) ada yang berakhlak tidak baik, lah wong mereka tidak di-ma’shum kok,” kata Habib Luhtfi. Sumber
Dari 1,2 juta orang Habib di Indonesia, apakah mereka semuanya kelakuannya seperti Rizieq Syihab dan Bahar Smith yang mulutnya “fasih” mencaci maki?
Apakah mereka semua pernah dipenjara karena melakukan perbuatan kriminal lagi dan lagi seperti Rizieq Syihab dan Bahar Smith?
Tentu saja tidak!
Rizieq Syihab dan Bahar Smith adalah contoh nyata oknum keturunan Nabi yang perilakunya malah “merusak” nama Nabi itu sendiri.
Seperti kata pepatah, gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga!
Atas perbuatan kriminal yang dilakukan oleh Rizieq Syihab dan Bahar Smith yang menyebabkan mereka dipenjara lagi dan lagi maka nama Habib secara keseluruhan jadi rusak karena kesan yang timbul di masyarakat seolah-olah semua Habib kelakuannya seperti itu padahal tidak!
Masih banyak Habib di luar sana seperti Habib Luthfi Yahya, Prof Quraish Shihab yang akhlaknya sangat mulia dan sangat dihormati dibandingkan Rizieq Syihab dan Bahar Smith yang sudah berulang kali masuk bui karena ulahnya sendiri.
Penulis salut dengan pernyataan lembaga ini terkait kasus hukum Bahar Smith yang menganiaya anak di bawah umur tahun 2019 lalu.
Pada dasarnya kami Rabithah Alawiyah tidak mencampuri urusan personal. Namun, Rabithah Alawiyah menyatakan bahwa tindakan main hakim sendiri tak bisa ditolerir apapun bentuknya," ujar Rabithah Alawiyah dalam keterangan resminya. Sumber
Memang seharusnya lembaga ini bersuara tegas agar pelaku “kriminal” seperti Rizieq Syihab dan Bahar Smith tidak merusak nama Habib lainnya apalagi sampai merusak nama Nabi itu sendiri.
Penulis yang Muslim saja malu melihat kelakuan Rizieq Syihab dan Bahar Smith yang mulutnya “fasih” mencaci maki, apakah lembaga ini diam saja melihat perilaku Rizieq Syihab dan Bahar Smith yang melakukan perbuatan kriminal lagi dan lagi?
Sudah saatnya para Habib lainnya bersuara lantang demi menjaga nama baik lembaga mereka sendiri, khususnya nama baik Nabi sekaligus untuk mengedukasi masyarakat awam agar tidak mudah dipolitisasi oleh politikus busuk dengan narasi jahat kriminalisasi Ulama/Habib.
Rizieq Syihab dan Bahar Smith adalah pelaku kriminal yang kebetulan oknum Habib karena jutaan Habib lainnya tidak seperti mereka, itu yang harus dijelaskan ke publik.
Alhamdulillah, sekarang sudah muncul Habib Zein Assegaf (di youtube terkenal dengan Habib Kribo ) yang mewakili suara kami yang gerah sekaligus melihat perilaku Rizieq Syihab dan Bahar Smith selama ini.
Bukan maksud untuk mengadu domba antar sesama Habib tetapi sebagai pelajaran politik bagi masyarakat awam sadar bahwa ada Habib yang baik dan ada oknum Habib yang tidak baik. Sederhana bukan?
Wassalam dan Terima Kasih,
Nafys Seword
Sumber Utama : https://seword.com/umum/surat-terbuka-kepada-rabithah-alawiyah-terkait-HTdQndYEec
Bagaimana Caranya Membela Tuhan? Mungkinkah?
Ferdinand Hutahaean (FH) kini tersangkut kasus penistaan agama dengan tagline: “Allahmu lemah”. Banyak pihak kemudian mengatakan FH telah menista agama karena menyatakan Allah lemah sehingga dianggap menyerang sembahan agama tertentu, sekalipun dia tidak menyebut satu agama apa pun.
Mari kita baca dan pahami baik-baik cuitan FH: "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela." (Detik)
Yang dipermasalahkan itu adalah premis ‘kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela’. Dianggap bahwa pernyataan itu menghina atau menista iman atau kepercayaan agama tertentu. Karena dianggap menista, maka cuitan itu dianggap menimbulkan keonaran yang meresahkan masyarakat. Saya kira logikanya begitukan yah.
Agama atau iman siapa sih yang dinistakan? FH sendiri tidak menyebutkan. Saya sebagai seorang Kristiani tidak merasa tersinggung dengan pernyataan FH. Justru saya mendukung pernyataan itu bahwa Tuhan memang tidak perlu dibela dan kalau ternyata perlu dibela, maka Tuhan yang seperti itu adalah Tuhan yang lemah. Nanti akan Kembali ke pembahasan ini.
Yang merasa sakit hati dengan pernyataan FH tampaknya dari sebagian umat Islam. Bahkan ada demo menuntut FH ditangkap, diproses hukum dan lain sebagainya. Dan dari teman yang beragama Islam, ternyata memang ada ajaran yang menyiratkan bahwa manusia perlu membela Allah – untuk hal ini masih perlu dijelaskan lebih jauh agar tidak salah kaprah.
Tetapi apa pun yang mereka tuduhkan kepada FH, itu urusan mereka. Karena yang punya hati, ya mereka. Jadi yang tahu hatinya sakit atas pernyataan FH, ya mereka juga. Saya di sini mau sedikit membantu pemahaman saja.
Apakah Tuhan Perlu Dibela
Benar kata FH, Tuhan atau Allah itu sempurna dan maha segalanya. Tuhan itu tidak kurang apa pun dan tidak butuh apa pun. Tuhan dihinakan, Dia tidak merasa terhina. Tuhan disakiti, Dia tidak merasa tersakiti. Katakanlah kamu hina-hina Tuhan sampai bibirmu dower pun, Tuhan tidak akan sakit hati, tidak akan marah, dan tidak akan murka. Tuhan tidak punya kelemahan.
Sebaliknya, jika yang disebut Tuhan itu butuh pertolongan dari manusia, maka dia bukan Tuhan. Karena hanya sesuatu – entah apa pun itu – yang kekuranganlah yang membutuhkan sesuatu. Kalau mau kita aplikasikan ke Tuhan, jika Tuhan itu butuh pertolonganmu, maka dia Tuhan lemah. Seperti yang disampaikan FH. Tidak ada yang salah dengan logika seperti itu.
Justru jika kamu marah pada pernyataan FH, itu berarti kamu mengafirmasi bahwa Tuhanmu lemah sehingga membutuhkan pertolongan atau pembelaanmu. Nah justru kamulah yang sebenarnya menistakan Tuhan dengan menganggap dia punya kelemahan sehingga butuh pembelaan darimu. Tobat bro.
Ada yang menganalogikan membela Tuhan itu seperti kita membela ibu kita yang dihinakan orang. Meskipun kita tidak lebih kuat dari ibu kita, atau ibu kita lebih mampu membela dirinya sendiri, tetapi sebagai anak kita tetap membela ibu kita. Demikian juga dengan membela Allah.
Saya harus bilang: Goblok! Kamu sedang menyamakan ibumu dengan Tuhan. Membela ibu itu harus karena memang ibu butuh pembelaan dari kita sekalipun pembelaan kita mungkin tidak akan mengubah keadaan. Ibu itu butuh pembelaan, sekecil apa pun, sekalipun dia mampu membela dirinya sendiri. Karena ibumu itu tidak maha segalanya. Ibumu bisa sakit hati, merasa tersakiti. Dia butuh sesuatu. Semua manusia, bukan hanya ibumu, butuh sesuatu, untuk itulah manusia butuh dibela, dibantu dan ditolong. Sementara Tuhan tidak butuh apa-apa darimu. Gak usah sok dibutuhkan.
Maaf yah, jika ada yang tidak setuju, atau merasa sakit hati. Saya bukan sedang ingin menghina Tuhanmu, tetapi memang begitulah logikanya memahami prinsip ketuhanan. Kalau Anda mau membela dengan logika apa pun, logika Anda tidak akan mampu menjelaskan kenapa Tuhan harus dibela. Untuk apa Tuhan itu diimani atau dipercaya sebagai Tuhan, kalau Dia masih butuh pertolongan manusia?
Tapi saya paham kalau ada dari agama tertentu yang marah terhadap pernyataan FH. Saya paham karena mereka masih manusia lemah sehingga tidak mampu menerima sesuatu yang dianggap menghinakan mereka. Karena ketika agama atau Tuhan Anda serasa dihinakan, sebenarnya bukan agama atau Tuhan Anda yang merasa terhina, melainkan Anda yang merasa memiliki agama itu atau mengimani Tuhan itulah yang merasa terhina. Jadi masalahnya bukan Tuhan yang terhina, tetapi Andalah yang merasa terhina.
Makanya jangan sedikit-sedikit ‘bela Allah’. Sebab semakin Anda membela Allahmu, semakin Anda merendahkan Allahmu sendiri.
Coba renungkan baik-baik. Dulu Ahok didemo jutaan orang dengan dalih membela Allah. Setelah Ahok dipenjara, apakah Allah yang dibela itu kelihatan lebih hebat? Apakah Ahok yang dituduh menghina Quran dan Allah itu sudah dilaknat Allah atau malah Ahok makin dekat dengan Allah?
Sumber Utama : https://seword.com/umum/bagaimana-caranya-membela-tuhan-mungkinkah-JZN82QrTvz
Re-post by Migo Berita / Selasa/11012022/10.44Wita/Bjm