PSI Tolak Perda Syariah dan Injil, Pengamat Politik: Jangan Memantik Kegaduhan
PENOLAKAN aturan berbau diskriminatif, khususnya perda syariah dan Injil oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tak luput dari kritik. Pengamat politik dari Uniska Muhammad Arsyad Al Banjary, Muhammad Uhaib As’ad menyebut pernyataan dari petinggi partai yang didominasi anak-anak muda ini harusnya jangan sampai memantik kegaduhan.MENURUT Uhaib, kalau PSI memang bersungguh-sungguh menolak perda diskriminatif, maka dia menyarankan untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). “Ini lebih ideal tanpa harus berkoar-koar memantik kegaduhan,” ujarnya yang sehari-hari menjadi pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Uniska.
Secara subjektif dirinya menyayangkan sikap PSI yang menyinggung perda syariah. Sebab, ini bakal menimbulkan polemik di tengah masyarakat. “Jika memasuki wilayah privasi agama seseorang, jangan sampai seenaknya menyampaikan statement yang menyinggung kehidupan beragama masyarakat,” tegas Uhaib.
Ditambahkan Uhaib, istilah syariah kini terdistorsi menjadi sesuatu yang menakutkan. “Bagi saya kalau memang masyarakat membutuhkan perda syariah maka negara harus mengakomodir keberadaan Perda Syariah,” tandas mantan aktivis mahasiswa era orde baru ini.
Sementara itu, akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Mohammad Effendy berpendapat keberadaan perda syariah merupakan bagian dari ekpresi masyarakat yang menginginkan nilai-nilai agama tercermin dalam regulasi. “Tugas kita bagian dari masyarakat adalah bagaimana penggodokkan Perda dengan baik, sehingga tidak berbenturan dengan hukum-hukum positif lain,” ucap mantan dekan Fakultas Hukum ULM.
Pakar hukum tata negara ini menilai keberadaan perda syariah masih diperlukkan oleh pemerintah. Effendy menolak kalau ada yang beranggapan perda syariah diskriminatif. Sebab serda syariah diperuntukkan bagi masyarakat luas.
“Memang ada beberapa poin dalam perda syariah yang masih mempunyai kelemahan, oleh karena itu Kelemahan sepatutnya kita perbaiki bersama sehingga tidak menimbulkan perasaan diskriminatif bagi sebagian orang,” pungkas alumnus Doktor Universitas Padjadjaran Bandung ini.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/11/25/psi-tolak-perda-syariah-dan-injil-pengamat-politik-jangan-memantik-kegaduhan/
Tolak Perda Syariah dan Injil, PSI Kalsel Yakin Agama Bukan untuk Alat Politisasi
MANUVER politik Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tengah hangat jadi perbincangan. Baru-baru ini, jajaran petinggi partai yang rata-rata diinisiasi oleh anak muda ini menyatakan penolakan terhadap semua peraturan daerah (perda) yang berbau diskriminatif, terutama untuk perda syariah dan Injil.SIKAP politik ini diperkuat oleh pernyataan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Grace Natalie. Grace menegaskan partainya memperjuangkan produk hukum yang universal dan inklusif terhadap semua pihak di Indonesia.
“PSI tidak akan pernah mendukung perda-perda Injil atau perda-perda syariah. Tidak boleh lagi ada penutupan rumah ibadah secara paksa,” demikian Grace dalam dalam pidato menyambut ulang tahun ke-4 PSI yang diselenggarakan di Tangerang, Minggu (11/11/2018) seperti dikutip dari tirto.id
Lantas, bagaimana dengan sikap PSI Kalimantan Selatan? Ternyata, jawabannya juga serupa. Ketua Umum PSI Kalsel, Yogi Adhiatma menegaskan dukungan terhadap pernyataan ketua umum PSI Grace Natalie atas penolakan perda syariah dan perda Injil.
“Bagi kami PSI adalah partai yang menghormati keyakinan agama dan akan berjuang agar setiap warga bisa menjalankan keyakinannya di manapun di negeri ini, sebagaimana dijamin konstitusi,” ucap Yogi dalam keterangan tertulisnya yang diterima jejakrekam.com.
Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini berpendapat sila pertama Pancasila sendiri sudah mempunyai pesan gamblang bahwa bahwa Indonesia mengakui nilai-nilai ketuhanan. Artinya, bukan monopoli terhadap agama tertentu.
“Hukum yang mengatur kehidupan bersama harus didasarkan pada prinsip universal, bukan parsial. Ini mengingat keragaman agama dan keyakinan di Indonesia,” tegas Yogi.
Meski menolak perda diskriminatif, Yogi tak mau partainya dibilang partainya anti-agama. Sebab, jika ditilik dalam porsi kepengurusan, kader-kader partai ini banyak diisi oleh mereka yang memiliki latar belakang santri, aktivis NU dan Muhammadiyah, serta gereja.
“Tidak mungkin PSI membenci agama. Justru PSI adalah partai yang tidak mau agama dijadikan komoditas politik. Agama terlalu mulia untuk digunakan sebagai alat politisasi,” ucapnya.
Ketika disinggung mengenai berapa banyak perda syariah yang sudah berlaku untuk di Kalimantan Selatan, Yogi mengaku sampai saat ini pihaknya masih melakukan kajian.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/11/25/tolak-perda-syariah-dan-injil-psi-kalsel-yakin-agama-bukan-untuk-alat-politisasi/
Daftarkan 16 Bacaleg, PSI Kalsel Optimis Raih Lima Kursi DPRD Kalsel
KENDATI hanya mengusung 16 orang sebagai bacaleg ke KPU Kalsel, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kalsel optimis pihaknya akan mampu menempatkan lima kadernya di DPRD Kalsel.KETUA DPD PSI Kalsel, Yogi Adhiatma menegaskan ke-16 bacaleg yang mereka daftarkan tersebut adalah kader yang sudah di godok sehingga akan mampu mendulang suara yang berujung pada perolehan kursi.
“Dari 16 orang bacaleg tersebut, tujuh orang adalah perempuan. Artinya keterwakilan kaum hawa yang diisyaratkan undang-undang sudah terpenuhi, bahkan melebihi,” jelasnya.
Ia pun mengapresiasi seluruh jajaran PSI yang bekerja tanpa henti untuk mempersiapkan syarat untuk pendaftaran bacaleg ke KPU Kalsel.
“Tidak ada kendala berarti bagi kami dalam menyiapkan segala syarat yang telah ditentukan. Apalagi kami sudah pernah melakukan verifikasi ke Kemenkumham sebagai satu satunya partai yang lolos,” jelasnya.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/07/17/daftarkan-16-bacaleg-psi-kalsel-optimis-raih-lima-kursi-dprd-kalsel/
Perbedaan Syariah, Fiqih dan Perda Syariah
Tidak mendukung Perda Syariah tidak berarti menolak
Syariah. Karena ada perbedaan antara Syariah dan Perda Syariah. Secara
sederhana, Syariah langsung dari Ilahi, sedangkan Perda Syariah buatan
politisi.
Jarak antara Syariah dan Perda Syariah juga sangat jauh, di antara keduanya juga ada fiqih.
Saya ingin mengajak anda untuk membedakan Syariah, Fiqih
dan Perda Syariah, agar tidak mudah menyamakan antara ketiganya, apalagi
menyamakan Syariah dan Perda Syariah.
Syariah
Syariah adalah kumpulan hukum yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhamamd Saw dalam Al-Quran dan Sunnah.
مجموعة الأحكام التي نزل بها الوحي على محمد بن عبد الله صلى الله عليه وسلم
Syariat bersifat suci, abadi, kekal dan ilahi. Syariah
tidak bersifat salah, cela dan lupa. Syariah meliputi hukum yang
mengatur seluruh kehidupan seorang hamba Allah, mulai dari keyakinan
(aqidah), tindakan (amaliyah) dan perasaan (wujdaniyah).
Sedangkan fiqih adalah ikhtiar luar biasa (ijtihad) dari
pemahaman ulama-ulama ahli terhadap Syariah tadi yang terkait dengan
tindakan manusia. Fiqih merupakan usaha manusiawi untuk memahami hukum
Ilahi (Syariah) dan bersifat lebih khusus karena terkait tindakan saja
(amaliyah), bukan aspek keyakinan (aqidah yang merupakan bahasan Ilmu
Kalam/Aqidah) dan bukan aspek rasa (wujdaniyah yang menjadi bahasan Ilmu
Tasawuf/Akhlaq).
Fiqih
Definisi fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang
terkait tindakan (amaliyah) yang digali dari dalil-dalil yang
terperinci.
هو العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة أي المُستخرجة من أدلّتها التفصيلية
Fiqih mengenalkan banyak versi karena merupakan usaha manusiawi, berbeda dari Syariah yang Ilahi yang hanya satu versi.
Perbedaan dalam fiqih dikenal dengan istilah madzahib
(madzhab-madzhab fiqih yang sering dikaitkan dengan Imam
Utamanya/Mujtahid), ada Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i,
Madzhab Hambali, dll).
Berbeda dari Syariah yang suci, fiqih yang merupakan usaha
pemahaman manusiawi bisa salah, maka di antara keragaman pendapat dalam
fiqih dikenal istilah toleransi. Hal ini termaktub dalam kaidah:
رأيي صَوابٌ يَحتَمِلُ الخَطأ، و رأيُ غَيري خَطأ يَحتَمِلُ الصَّوابَ
Pendapatku bisa benar, namun bisa salah. Pendapat orang lain salah tapi bisa benar.
Kaidah tadi bukan mau menisbikan pemahaman fiqih seorang
ulama, tapi agar kita tidak memutlakkan pendapat fiqih semutlak Syariah.
Tidak Bisa Bersyariah tanpa Fiqih
Meskipun fiqih tidak semutlak Syariah bukan berarti fiqih
tidak penting. Bahkan sebaliknya, kita tidak bisa memahami dan
melaksanakan Syariah tanpa fiqih! Sekali lagi kita tidak bisa memahami
dan melaksanakan Syariah tanpa fiqih!
Misalnya, shalat adalah Syariah Allah, tapi kita tidak bisa menunaikan shalat tanpa fiqih. Mengapa?
Karena pembahasan jenis, aturan dan tata cara shalat, mulai
syarat wajib dan sah, rukun-rukun, hal ihwal yang membatalkan hingga
sunnah-sunnah (keutamaan) dalam shalat pembahasannya hanya ada dalam
fiqih. Intinya kita tidak bisa menghindar dari fiqih dalam bersyariah.
Kita tahu yang wajib shalat hanyalah orang Islam, sudah
aqil-baligh, shalat hanya sah kalau yang mau shalat suci dari hadats,
menutupi aurat, hadap kiblat dst, kemudian tata cara shalat mulai dari
niat, takbiratul ihram hingga salam, terbukanya aurat bisa membatalkan
shalat dst, ini semua kita tahu dari pembahasan fiqih.
Namun meskipun fiqih adalah hasil ijtihad ulama ahli tapi
semuanya berdasarkan dalil-dalil dari Al-Quran, Hadits, Ijma’
(Kesepakatan Ulama) dan metode penalaran hukum Islam lainnya seperti
qiyas (analogi) dll.
Fiqih juga disusun oleh ulama ahli, bukan sembarangan
orang. Ulama fiqih bukan seperti yang kita kenal dari model ustadz
produk TV, dai, penceramah, ustadz seleb, atau gelar ulama yang baru ada
kalau ada momen politik. Ulama adalah ahli yang menguasai ilmu Al-Quran
dan tafsirnya, ilmu hadits dan musthalahnya, ilmu Ushul dan Qawaid
Fiqih dan metode penggalian hukum (istinbathul ahkam), menguasai ilmu
bahasa dan sastra Arab, ilmu sejarah dan ilmu-ilmu modern sebagai
perbandingan serta mengikuti isu-isu kontemporer.
Perda Syariah
Perda adalah singkatan dari Peraturan Daerah. Peraturan
Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah
(gubernur atau bupati/wali kota). Peraturan Daerah terdiri atas:
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Perda Syariah menurut definisi dari Dani Muhtada, Ph.D,
Staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang
meraih gelar S3 dari Northern Illinois University, Amerika Serikat,
dengan judul disertasi “The Mechanisms of Policy Diffusion: A
Comparative Study of Shari’a Regulations in Indonesia” (Mekanisme
Penyebaran Kebijakan: Studi Perbandingan Perda-Perda Syariah di
Indonesia), Perda Syariah adalah “setiap peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah yang secara langsung maupun tidak langsung terkait,
atau setidak-tidaknya dianggap terkait, dengan hukum atau norma-norma
ke-Islaman”.
Dari data yang dikumpulkan oleh Dani Muhtada, Ph.D “hingga
pertengahan 2013 menunjukkan bahwa jumlah perda syariah di Indonesia
mencapai 422 buah. Dari jumlah termasuk, sebanyak 358 peraturan lahir
dalam bentuk “Peraturan Daerah” (yaitu peraturan lokal dikeluarkan atas
persetujuan bersama antara eksekutif dan legislative daerah) dan 64
peraturan lahir dalam bentuk non-Perda, yang meliputi: Peraturan Kepala
Daerah” (Perbup/Perwali), Instruksi Kepala Daerah, atau Surat Edaran
Kepala Daerah.”
Menurut Dani Muhtada, Ph.D pula “bila ditinjau dari
kategorisasi perda syariah, dari 422 perda tersebut, sebanyak 170 (40%)
perda berisi tentang moralitas, 62 (15%) perda mengatur soal zakat, 59
(14%) perda
terkait dengan keimanan Islam, 39 (9%) perda terkait dengan keuangan Islam, 27 (6%) perda terkait dengan pendidikan Islam, 25 (6%) perda terkait dengan busana Muslim, serta 40 (10%) perda terkait dengan aturan-aturan di luar keenam hal di atas”.
terkait dengan keimanan Islam, 39 (9%) perda terkait dengan keuangan Islam, 27 (6%) perda terkait dengan pendidikan Islam, 25 (6%) perda terkait dengan busana Muslim, serta 40 (10%) perda terkait dengan aturan-aturan di luar keenam hal di atas”.
Perbedaan Syariah, Fiqih dan Perda Syariah
Kesimpulannya ada perbedaan antara Syariah, Fiqih dan Perda
Syariah. Syariah adalah hukum suci dan abadi langsung dari Allah Swt.
Fiqih adalah ikhtiar intelektual luar biasa dari ulama ahli dalam
menggali hukum-hukum Islam dari Syariah. Sedangkan apa yang disebut
Perda Syariah adalah Peraturan Daerah yang dibuat dan ditetapkan oleh
kumpulan politisi dan birokrasi daerah.
Syariah sifatnya suci, mutlak, tidak ada diskusi dan abadi.
Fiqih meskipun usaha pemahaman luar biasa dari ulama ahli tetap ada
sisi manusiawi yang tidak semutlak Syariah, karenanya ada perbedaan
pendapat dan terus menerus dipahami melihat konteks dan isu yang
berkembang.
Sedangkan Perda yang dibuat oleh para politisi dan
birokrasi (bukan ulama ahli) yang di sana ada motif kekuasaan dan
elektoral (ingin dipilih) ada dalam ranah “politik kekuasaan”, Perda
bisa tidak didukung, bisa direvisi, bisa ditolak, bisa dibatalkan.
Oleh karena itu, kita tidak boleh menyamakan apa yang
disebut dengan “Perda Syariah” dengan “Syariah” itu sendiri. Karena
keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. “Syariah” dalam Perda
lebih banyak terkait dengan label, branding dan marketing politik
daripada ikhtiar luar biasa untuk menggali hukum Islam seperti yang
ditunjukkan dalam tradisi fiqih dan kemampuan/kelayakan (kompetensi) dan
keutuhan moral dan etika (integritas) ulama ahli.
Maka, tidak mendukung Perda Syariah tidak berarti menolak
Syariah. Perda sifatnya memang bisa didukung, diterima, direvisi, bahkan
dibatalkan. Sedangkan Syariah bersifat mutlak, suci, tidak bisa
direvisi dan abadi.
Mohamad Guntur Romli
Saat Ketua Umum PSI, Grace Natalie menyatakan tidak akan mendukung Perda Injil atau Perda Syariah (Perda Agama), ada beberapa pihak yang salah paham, bahwa PSI menolak masuknya nilai-nilai agama ke suatu peraturan dan perundangan.
PSI tidak menolak nilai-nilai universal agama menjadi inspirasi dan sumber suatu peraturan dan perundangan. Namun, Perda-perda Agama sebagaimana ditunjukkan oleh banyak penelitian, bukan perwujudan dari nilai-nilai agama yang universal tapi doktrin-doktrin subyektif yang diyakini secara khas dan khusus oleh pemeluk agama terhadap agamanya.
Doktrin subyektif agama terkait keyakinan (akidah/teologi), ritual (ibadah/kebaktian), simbol-simbol agama dan rumah ibadah yang tiap agama berbeda-beda. Nah, Perda Agama justeru melakukan formalisasi simbolisme agama, bukan nilai universal dan substansialnya.
Contoh, gambaran Kota Injil dengan Kota Islam, serupa tapi dengan simbol yang berbeda. Salib dan gambar Yesus Kristus di Kota Injil yang memenuhi jalan-jalan dan ruang publik, sebaliknya Kota Islam menampilkan kutipan ayat Qur’an, Hadits dan simbol-simbol Islam lainnya di ruang publik.
Banyak Perda yang mewajibkan orang yang mau nikah harus bisa baca dan tulis Al-Quran, kalau belum bisa pernikahannya bisa ditunda. Perda ini selain memuat doktrin yang diklem dari internal agama Islam, yang disahkan untuk semua warga di suatu daerah yang pastinya warganya berbeda-beda agamanya, bisa disebut mengada-ada bila ditinjau dari hukum Islam (fiqih). Karena tidak ada klausul bisa baca dan tulis Al-Quran sebagai syarat atau rukun nikah. Sebaliknya hukum Islam malah mengajurkan pernikahan itu disegerakan apabila merasa mampu, bukan ditunda!
Demikian pula Sekolah Minggu dan Katekisasi di Kota Injil, tidak lagi sebagai panggilan ilahi dan suara jiwa bagi para pendeta dan penginjil tapi sudah jadi aturan yang dipaksakan dari pemerintah daerah.
PSI percaya nilai-nilai universal dan substansial agama menjadi inspirasi dan sumber legislasi bahkan jiwa dari seluruh kehidupan ini. Gus Dur sering mengatakan kita perlu mengerti perbedaan agama antara pokok-pokok ajaran dan substansial dengan cabang-cabangnya. Bagi Gus Dur, pokok ajaran Islam dalam kemasyarakatan adalah keadilan, kemakmuran, kesetaraan, kemajemukan, keadilan sosial. Inilah nilai-nilai universal agama.
Dalam ranah yang sama, Pdt Joas Adiprasetya mantan Ketua Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta senantiasa menyuarakan pentingnya Global Ethic (Etika Global) yang bersumber dari ajaran Kristiani.
Demikian pula Romo Magnis Suseno, SJ menilai agama-agama tetap penting di ruang publik karena memiliki nilai-nilai universal atau nilai-nilai bersama. Seperti “nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, kebaikan, persaudaraan, belas kasih, tanggung jawab, perihal kemanusiaan yang adil dan beradab.”
Prof Amin Abdullah, tokoh Muhammadiyah juga mengajak kita mengetahui sisi normatif agama dan historis agama. Hal-hal yang bersifat normatif ini universal, namun yang terkait dengan praktik apalagi dalam konteks politik, di mana Perda Agama ini diletakkan maka bersifat historis dan temporal.
Hampir semua pemuka agama sepakat nilai-nilai agama yang universal menjadi inspirasi bagi kehidupan ini. Tidak hanya itu saja, peran ormas-ormas agama sebagai gerakan kultural (civil society) sebagai kekuatan moral yang menjadi kekuatan dahsyat yang berperan sebagai koreksi terhadap lembaga-lembaga kekuasan dan politik apabila menyimpang.
Namun sayangnya yang disebut Perda Agama bukanlah kekuatan nilai-nilai universal agama, dan bukan pula peran moral ormas agama kultural, Perda Agama lebih banyak soal komoditas politik untuk alasan elektoral dan kemenangan politik belaka.
Karena agama dalam ranah Perda Agama dijadikan sebagai alat kemenangan politik, maka, yang ditampilkan hanyalah simbol-simbol keagamaannya saja sebagai ikon politik identitas.
Maka tantangan ke depan, bisakah Perda-perda ini lebih memuat nilai-nilai dan etika-etika agama yang universal?
Doktrin agama yang subyektif biarlah dijalankan oleh tiap-tiap pemeluk agama dan ormas-ormas keagamaan yang sudah dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi kita, sementara untuk pengaturan publik kita perlu bekerja lebih keras lagi menggali nilai-nilai dan etika-etika universal agama agar yang terwujud adalah kemaslahatan orang banyak bukan hanya kemaslahatan golongan pemeluk agama tertentu saja.
Mohamad Guntur Romli
Juru Bicara PSI
Sumber Opini : http://www.gunromli.com/2018/11/perda-syariah-dan-perda-injil-dominasi-doktrin-subyektif-agama-bukan-nilai-universalnya/
Soal Yerusalem, Prabowo Antek Zionis?
Jagad maya dikejutkan sebuah tagar yang trending
#PrabowoAntekZionis Kamis (22/11). Tagar ini merupakan respon atas
pernyataan Prabowo soal pemindahan Kedubes Australia ke Yerusalem yang
ia sebut “tidak ada masalah”.
Ungkapan Prabowo tersebut dinilai menyakiti perjuangan
rakyat Palestina. Lebih parah lagi, Prabowo membawa-bawa Indonesia dalam
penyataanya itu.
Yerusalem dikenal oleh umat Islam dengan sebutan
Al-Quds as-Syarif (Kota Kudus yang Mulia). Disebut sebagai kiblat
(shalat) pertama dan kota suci ketiga setelah Makkah dan Madinah (ula
qiblatain wa tsalitsu haramain)
“Saya tidak melihat (pemindahan kedutaan Australia) menjadi
masalah untuk Indonesia.” Kata Prabowo saat berbicara dalam Indonesia
Economic Forum di Jakarta, pada Rabu (21/11). https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46299203
Saya sebut penyataan Prabowo parah karena dua alasan.
Pertama, Prabowo tidak punya hak untuk berbicara atas nama Indonesia,
karena dia bukan bagian dari Pemerintah Indonesia. Apalagi Pemerintah
Indonesia secara resmi telah mengecam Australia yang mempertimbangkan
memindahkan kedubesnya ke Yerusalem https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45872741
Kedua, Prabowo seperti buta dan budeg akan fakta dan
kebenaran rakyat Indonesia selalu berada di pihak perjuangan rakyat
Palestina. Pemindahan kedubes-kedubes ke Yerusalem sama artinya mengakui
klaim sepihak Israel atas Yerusalem sebagai ibu kotanya.
PBB: Yerusalem di Bawah Kewenangan Internasional
Harusnya sebelum membuat penyataan Prabowo mempelajari
hukum-hukum internasional terkait status Yerusalem. Penyataan Prabowo
itu bertentangan dengan Resolusi PBB soal status Yerusalem.
Sejak tahun 1947, Majelis Umum PBB sudah menetapkan
Yerusalem di bawah kewenangan internasional. Sikap PBB ini dipatenkan
dalam Resolusi Majelis Umum PBB No 181 tahun 1947.
Namun klaim Israel atas Yerusalem tidak pernah berhenti. Mulai dari penggunaan senjata hingga klaim sepihak.
Pada bulan Juli 1980, Israel mengesahkan sebuah
undang-undang yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Tapi
Dewan Keamanan PBB menentang klaim Israel itu dengan mengeluarkan
Resolusi 478 pada tanggal 20 Agustus 1980, yang menegaskan klaim Israel
itu sebagai “suatu pelanggaran hukum internasional” yang “batal dan
tidak berlaku serta harus segera dicabut”.
DK PBB juga meminta negara-negara anggota PBB agar menarik perwakilan diplomatik mereka dari Yerusalem.
Merespon Resolusi 478 tersebut, 22 dari 24 negara yang
sebelumnya memiliki kedutaan di Yerusalem memindahkan kedutaan mereka ke
Tel Aviv.
Klaim sepihak Israel atas Yerusalem sebagai ibu kota
menguat kembali setelah Netanyahu terpilih sebagai perdana menteri.
Kemudian didukung oleh Trump, Presiden AS yang dikunjungi Fadli Zon,
Wakil Ketua Umum Gerindra waktu kampanye Pilpresnya.
Padahal 128 anggota Majelis Umum PBB menolak keputusan
Trump untuk memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Kamis
(21/12/2017), namun Trump tetap keras kepala.
Saat pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem baik PKS dan FPI
menolak. Kelompok ini pun dengan mudah menuduh siapa pun yang berbeda
dengan mereka soal isu Palestina sebagai “antek Israel”.
Kini setelah Prabowo mengatakan pemindahan Kedubes
Australia ke Yerusalem “bukan masalah” sementara PKS dan FPI dari
koalisi dengan Prabowo, pertanyaannya adalah: apalah PKS dan FPI akan
berani menyebut Prabowo sebagai “antek zinonis”?
Kita tunggu saja.
Mohamad Guntur Romli
Kami rumuskan dalam bentuk Q&A (“questions and answers”) persis rumusan tabayun dalam tradisi Islam: ada yang bertanya tentang suatu persolan dan kami menjawabnya.
————-
Q&A PERDA AGAMA
PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA (PSI)
Q: Bagaimana posisi dasar PSI terkait perda agama?
A: PSI adalah partai yang menghormati keyakinan agama dan akan berjuang agar setiap warga bisa menjalankan keyakinannya di manapun di negeri ini, sebagaimana dijamin konstitusi. Perda Agama bertentangan dengan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, hasil kesepakatan para pendiri-pendiri bangsa. Sila pertama Pancasila adalah bentuk pengakuan terhadap Ketuhanan, bukan dukungan terhadap agama tertentu. Hukum yang mengatur kehidupan bersama harus didasarkan pada prinsip universal, bukan parsial, mengingat keragaman agama yang ada di Indonesia. Perda Agama tidak sesuai dengan semangat persatuan, membuat masyarakat terpecah, dan berpotensi mengancam persatuan nasional.
Q: Dalam konteks apa pernyataan Ketum PSI mengenai penolakan PSI terhadap Perda Syariah dan Perda Injil?
A: Ini adalah bentuk konsistensi terhadap DNA PSI yang menolak praktek Intoleransi di Indonesia. Dalam pengamatan PSI, Perda-perda tersebut berpotensi menciptakan praktek perlakuan tidak sama di hadapan hukum. Dalam konteks negara hukum harus ada sinkronisasi antara Konstitusi UUD 1945, Perundang-undangan dan Peraturan Daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan di atasnya. Selain itu juga Perda-perda agama memicu meningkatnya politik identitas dan intoleransi karena memaksakan peraturan yang berdasarkan satu agama pada semua warga yang jelas-jelas berbeda agama.
Q: Jadi bagaiman PSI memandang peran agama dan negara?
A: Harus diakui agama di Indonesia memegang peran penting dalam hampir semua babakan sejarah Indonesia. Muhammadiyah dan NU serta organisasi keagamaan lainnya telah lahir sebelum Indonesia lahir. Jadi PSI tetap mendorong pembelajaran agama yang baik untuk menjadi nilai dan sikap hidup etis (akhlak) anak muda Indonesia. PSI juga mendorong peran-peran organisasi keagamaan di sektor publik untuk mencerdaskan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Q: Bagaimana pernyataan tersebut jika diletakkan pada konteks Qanun Syariah di Aceh?
A: Dalam kasus Aceh, Qanun Syariat Islam tidak menabrak Perundang-undangan di atasnya, karena ada UU Pemerintahan Aceh yang menjadi rujukan terbitnya Qanun. Dalam hal ini unsur Lex Specialis (aturan hukum khusus) berlaku untuk Qanun Syariah di Aceh. Jadi pernyataan Ketum PSI tidak mencakup Perda yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku, Qanun Syariat Islam di Aceh contohnya. Tentu PSI mendorong pembuatan Qonun yang inklusif, yang tekait langsung dengan kepentingan publik seperti qonun pemberantasan korupsi, qonun layanan publik yang akuntabel dan transparan.
Q: Jika bukan Qanun, perda syariah seperti apa yang ditolak oleh PSI?
Perda-perda yang mereduksi hak warga negara. Misalnya mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) di jajaran pemerintah daerah untuk mengenakan pakaian yang dianggap Islami, membaca Al-Quran pada hari Jumat, melarang perempuan berada di luar rumah tanpa muhrim, dan lain-lain.
Perda-perda ini sarat akan warna dan ajaran-ajaran Islam menurut penafsiran tertentu. Tumbuh suburnya perda-perda ini tidak hanya memberikan dampak diskriminasi pada kelompok yang berbeda agama saja, akan tetapi juga terhadap kelompok agama yang sama, namun memiliki penafsiran yang berbeda. Kebijakan tersebut berpotensi membatasi kebebasan individu yang cenderung bersifat privat, seperti agama, ideologi, serta kebebasan berekspresi.
Q: Apakah pernyataan tersebut menunjukkan bahwa PSI adalah Partai Anti Agama bahkan PKI?
A: Pengurus PSI banyak yang berlatar belakang santri, aktivis NU, Muhammadiyah dan gereja. Tidak mungkin PSI membenci agama. Justeru PSI adalah partai yang tidak mau agama dijadikan komoditas politik. Agama terlalu mulia untuk digunakan sebagai alat politisasi. Lagipula isu agama dan SARA sangat berpotensi menyulut konflik di masyarakat karena menyangkut identitas azasi yang tidak boleh dieksploitasi untuk keperluan politik. PSI sangat melarang Caleg dan struktur Partainya untuk berkampanya dengann menggunakan isu Agama dan SARA, apalagi berkampanye di rumah ibadah. Ini pernghormatan PSI terhadap hak asasi setiap manusia untuk memeluk keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.
PKI dibubarkan jauh hari sebelum PSI didirikan. Ideologi komunis adalah ideologi politik yang bangkrut yang kini tidak memiliki daya pikat politik sama sekali.
Q: Ada tuntutan untuk membubarkan dan memboikot PSI dalam Pemilu 2019 yang akan datang. Bagaimana?
A: PSI tidak akan mundur setapak pun dari perjuangan PSI untuk melawan setiap bentuk intoleransi di Indonesia. Masa depan Indonesia yang merdeka dan melindungi setiap warga negaranya untuk berkeyakinan, dan menjaga Indonesia sebagai rumah bersama yang damai dalam harmoni jauh lebih penting untuk diperjuangkan.
Q: Apakah PSI tidak khawatir pernyataan tersebut akan memengaruhi elektabilitas PSI dalam Pemilu 2019 yang akan datang?
A: PSI adalah partai yang dibangun dengan membawa DNA kebajikan dan keragaman. Sehingga pemilih PSI adalah mereka yang juga merupakan individu yang sepakat dengan perjuangan PSI tersebut. Dengan demikian PSI tidak pernah khawatir tudingan atas pernyataan Ketum PSI tersebut akan menggerus elektabilitas PSI, justru sebaliknya pendukung PSI semakin yakin dan percaya bahwa PSI benar adalah partai yang konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilainya.
Q: Sebagai Parpol peserta pemilu harusnya PSI tidak perlu membuat pernyataan seperti itu. Apalagi di depan Presiden Jokowi dan diliput media massa?
A: Justru PSI harus menyatakan hal tersebut sebagai bentuk konsistensi PSI di dalam barisan koalisi pendukung Pak Jokowi. Di Negara ini hak untuk berkumpul dan bersyarikat dijamin oleh Konstitusi dan UU. Banyak perda yang lahir justru mereduksi hak warga negara khususnya perempuan dan minoritas. Aturan berpakaian, aturan jam keluar malam, aturan berkumpul laki-laki dan perempuan, semua hal itu malah mempersempit ruang hak warga negara yang secara konstitusional sudah dijamin UU. PSI memberanikan diri menjadi pelopor untuk melawan praktek intoleransi seperti itu.
Q: Apakah menurut PSI keberadaan Perda tersebut begitu mengganggu kehidupan berbangsa?
A: Tentu, Pertama proses lahirnya Perda tidak melalui proses terlibatan publik secara mendalam, banyak Perda lahir minus legitimasi sosial, biasanya lahir karena kepentingan elit yang malas berpikir mengenai isu-isu dan persoalan rakyat yang sebenarnya. Karena malas mencari akar persoalan dan solusi persoalan masyarakat yang sebenarnya, akhirnya menggunakan isu Perda berbasis agama untuk menutupi ketidakmampuan mereka melaksanakan tanggungjawab mereka yang sebenarnya. Ketidakmampuan mereka mengatasi persoalan kemiskinan, kesehatan, sosial, pendidikan, berupaya mereka sembunyikan dengan mengangkat persoalan moral publik sebagai akar persoalan masyarakat. Misalnya mereka menganggap kasus kemisikinan karena maraknya kasus perzinaan, persoalan pengangguran dianggap sebagai akibat cara berpakaian masyarakat yang tidak sesuai kaidah agama, dst. Pendek kata semua persoalan sosial lahir dianggap karena moral masyarakat sudah rusak. Padahal persoalan-persoalan sosial itu muncul karena ketidakmampuan mereka mengemban amanah kekuasaan.
Q: Apakah PSI justru menjadi intoleran dengan menolak perda syariah dan perda injil?
Tentu tidak. Justru langkah ini dilakukan untuk menjaga toleransi di Indonesia. Agar toleransi tetap hidup, kita tidak boleh bersikap toleran pada kaum intoleran (paradox of tolerance). Dalam hal ini, perda-perda berbasis agama yang diskriminatif tidak boleh ditoleransi.
Q: Beberapa perda berbasis syariah memiliki tujuan baik, misalnya melarang miras dan melarang prostitusi. Apakah PSI juga anti terhadap perda-perda seperti ini?
A: PSI percaya bahwa minuman keras membahayakan kesehatan. Karena itu penjualannya harus dikendalikan dan diawasi agar anak-anak tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Jadi, tempat penjualan (distribusi) dengan kadar alkohol tertentu mesti diregulasi untuk menghindari mudharat terutama bagi anak-anak.
Sementara untuk prostitusi, PSI berpendapat praktik trafficking atau jual beli manusia adalah sebuah kejahatan kemanusian. Perempuan adalah korban utama kejahatan ini. PSI terdepan memberantas kebiadaban ini.
KUHP telah mengatur larangan bagi orang untuk mengambil keuntungan dari praktik prostitusi.
Sejatinya, kedua hal tadi bisa diatur berdasarkan prinsip umum seperti keselamatan, kesehatan, dan martabat manusia. Aturan hukum haruslah berdasarkan alasan objektif dan penamaannya juga harus netral agar tidak dilihat sebagai peraturan yang datang dari kelompok tertentu saja.
#PSINomor11 #PartaiSolidaritasIndonesia #HMGunturRomli
Keterangan infografis:
Data Perda-perda Diskriminatif. Dari hanya sekitar 79 aturan di tahun 2003 menjadi 365 aturan di akhir tahun 2014
Sumber Opini : http://www.gunromli.com/2018/11/tabayun-qa-perda-agama-oleh-psi-partai-solidaritas-indonesia/
Jokowi: Jangan Korbankan Kerukunan Karena Beda Pilihan
Lampung Timur, (Tagar 23/11/2018) - Presiden Joko Widodo mengingatkan
jangan sampai pesta demokrasi dan perbedaan pilihan membuat masyarakat
menjadi saling bermusuhan.
Presiden Jokowi dalam kunjungan ke Pondok Pesantren Darussalamah, di Desa Braja Dewa, Kabupaten Lampung Timur, Jumat (23/11) sore, berpesan jangan sampai pesta demokrasi membuat masyarakat saling bermusuhan karena beda pilihan.
"Saya titip, hati-hati, konflik biasanya dimulai dari mana. Pertama, dari pilihan bupati, yang kedua, dari pilihan gubernur, bener nggak? Yang ketiga dari pilihan presiden, hati-hati," kata Presiden Jokowi di hadapan sejumlah kiai, ribuan santri, dan warga se-Provinsi Lampung di Ponpes Darussalamah.
"Pilihan bupati yang lima tahun ada terus, pilihan gubernur yang lima tahun ada terus, pilihan presiden ada terus, jangan korbankan kerukunan kita, jangan korbankan persatuan kita gara-gara pesta demokrasi ini," ujar Presiden Jokowi, mengutip Kantor Berita Antara.
Menurut Jokowi, pesta demokrasi digelar setiap lima tahun sekali, dan saat pesta demokrasi itu berlangsung, masyarakat juga tetap harus cermat melihat rekam jejak kandidat, program kerja, dan ide serta gagasannya dalam membangun daerah.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Ponpes Darussalamah untuk bersilaturahmi dengan kiai dan santri serta warga di Provinsi Lampung.
Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Lampung mulai Jumat, dijadwalkan hingga Sabtu (24/11), antara lain menyerahkan ribuan sertifikat lahan kepada warga di Kabupaten Lampung Tengah dan melihat perkembangan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di Lampung Tengah, serta berlanjut mengunjungi Kabupaten Lampung Timur.
Pada Sabtu (24/11), Jokowi diagendakan melaksanakan jalan sehat di Kota Bandarlampung, kemudian dalam kapasitas sebagai calon presiden menghadiri dan membuka Raker Tim Kampanye Daerah Pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Bandarlampung. []
Presiden Jokowi dalam kunjungan ke Pondok Pesantren Darussalamah, di Desa Braja Dewa, Kabupaten Lampung Timur, Jumat (23/11) sore, berpesan jangan sampai pesta demokrasi membuat masyarakat saling bermusuhan karena beda pilihan.
"Saya titip, hati-hati, konflik biasanya dimulai dari mana. Pertama, dari pilihan bupati, yang kedua, dari pilihan gubernur, bener nggak? Yang ketiga dari pilihan presiden, hati-hati," kata Presiden Jokowi di hadapan sejumlah kiai, ribuan santri, dan warga se-Provinsi Lampung di Ponpes Darussalamah.
"Pilihan bupati yang lima tahun ada terus, pilihan gubernur yang lima tahun ada terus, pilihan presiden ada terus, jangan korbankan kerukunan kita, jangan korbankan persatuan kita gara-gara pesta demokrasi ini," ujar Presiden Jokowi, mengutip Kantor Berita Antara.
Menurut Jokowi, pesta demokrasi digelar setiap lima tahun sekali, dan saat pesta demokrasi itu berlangsung, masyarakat juga tetap harus cermat melihat rekam jejak kandidat, program kerja, dan ide serta gagasannya dalam membangun daerah.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Ponpes Darussalamah untuk bersilaturahmi dengan kiai dan santri serta warga di Provinsi Lampung.
Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Lampung mulai Jumat, dijadwalkan hingga Sabtu (24/11), antara lain menyerahkan ribuan sertifikat lahan kepada warga di Kabupaten Lampung Tengah dan melihat perkembangan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di Lampung Tengah, serta berlanjut mengunjungi Kabupaten Lampung Timur.
Pada Sabtu (24/11), Jokowi diagendakan melaksanakan jalan sehat di Kota Bandarlampung, kemudian dalam kapasitas sebagai calon presiden menghadiri dan membuka Raker Tim Kampanye Daerah Pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Bandarlampung. []
Pemilih Milenial Diminta Tak Pilih Caleg dari Parpol Pengusung Perda Agama
Jakarta, (Tagar 25/11/2018) - Koordinator Jaringan Milenial Anti Intoleransi dan Anti Korupsi, Alan Singkali, mengatakan pemilih milenial sebaiknya tak memilih calon legislatif yang partainya mendukung peraturan daerah berbasis agama.Menurutnya peraturan daerah berbasis agama tertentu yang menjadi polemik belakangan ini telah menggugah rasa nasionalisme kita sebagai sebuah bangsa yang utuh.
"Sebagai produk hukum, perda berbasis agama, baik perda berdasarkan Injil, Syariah, dan lainnya justru bertentangan dengan prinsip ekualitas (kesamaan di depan hukum) karena aturan agama tertentu seharusnya tidak berlaku bagi pemeluk agama lain," ujar Alan Singkali dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar News, Minggu (25/11).
Alan menambahkan Perda berbasis agama rentan terhadap terjadinya diskriminasi, sebab yurisdiksi hukum mengatur warga dalam sebuah kawasan tertentu, konteks perda, berarti di kawasan suatu daerah.
Dia mengatakan menjelang pemilu serentak tahun 2019, kita akan memiliki pemilih pemula baru sekitar 14 juta orang, dan ada sekitar 40% pemilih milenial dari total keseluruhan Daftar Pemilih Tetap.
"Mereka yang disebut milenial ini harus diselamatkan pemahamannya tentang kehidupan berkebangsaan. Politik identitas tidak boleh menjadi konsumsi politik mereka. Oleh karena itu perlu untuk segera menghentikan kriminalisasi terhadap sikap politik atas perda berdasarkan agama tersebut," tegas alumni Universitas Hasanuddin Makassar ini.
Adapun seperti diketahui bahwa, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie, dilaporkan karena pidato politiknya yang konsisten menolak Perda Injil dan Perda Syariah pada rangkaian acara ulang tahun partai.
"Pasca pidato tersebut, ada banyak partai yang menyatakan mendukung perda-perda berbasis agama. Kami menghimbau pemilih milenial untuk tidak memilih partai yang mendukung perda berdasarkan agama, karena itu tidak sesuai dengan komitmen kebangsaan kita", pungkas Alan. []
Agus Maftuh: Begini Jadinya Jika Agama “Berselingkuh” dengan Politik
ISLAMNUSANTARA.COM, Jakarta – Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi Agus Maftuh Abegabriel mengingatkan bahwa perselingkuhan politik dan agama hanya akan berujung pada mengalirnya darah.“Perselingkuhan politik dan agama ujungnya hanya satu Mas, darah,” katanya saat menjelaskan isi buku karyanya yang berjudul Negara Tuhan kepada wartawan detik.com yang tersiar melalui vidio dalam 20 Detik Com pada Sabtu (10/11),
Para pengamat Timur Tengah, kata Agus, menyebut gerakan itu sebagai al-harokah al-damawiyah, yakni gerakan bau anyir darah. Sebuah gerakan yang hanya paham satu bahasa yaitu bahasa darah. Darah itu, lanjutnya, adalah bahasa kekerasan.
Hal ini bermula dari pembajakan teks-teks suci keagamaan. Jamaah Islamiyah di Mesir, misalnya, yang dimotori oleh Umar Abdurrahman. Selain itu, bendera al-Ikhwan al-Muslimun juga menggunakan ayat Al-Qur’an.
“Sering dibakar karena ayat di situ sering dipolitisasi,” terangnya.
Terkait dengan bendera bertuliskan lafal kalimat tayyibah, Agus mengingatkan agar jangan sampai ada pembajakan terhadap kalimah tersebut. Sebab, hal itu merupakan sesuatu yang sakral dalam Islam.
“Jangan mengulang krisis kemanusiaan yang beraroma darah ketika Ali harus dibunuh ketika itu,” tegasnya.
Sayyidina Ali karrammallahu wajhah pernah didemo oleh sekelompok orang menggunakan ayat al-Qur’an, inil hukmu illa lillah, tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Orang-orang demikian, menurutnya, termasuk ke dalam golongan God Sovereignty, kedaulatan Tuhan.
Saat itu, Sayyidina Ali menjawab, kata-katamu indah tapi agendamu busuk, kalimatu haqqin yuradu biha bathilun, sebuah jargon indah untuk kepentingan yang busuk.
“Saya tidak ingin ada politisasi, tasyis, kalimah tayibah,” ujar pria yang 27 tahun menjadi akademisi di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu.
Politisasi kalimat tayibah, katanya, juga dilakukan oleh al-Daulah fi al-Iraq wa al-Syam (Daisy/ISIS) dengan bentuk font yang berbeda. Al-Qaeda juga, lanjutnya, melakukan hal serupa. Sebab, dulu, ia sering masuk ke Afganistan yang akhirnya melahirkan buku Negara Tuhan.
Oleh karena itu, alumnus Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak ini, menyampaikan agar Indonesia tidak seperti negara-negara konflik di Timur Tengah. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa agama Islam harus dijadikan sebagai agama perdamaian, agama keadilan, dan agama yang penuh cinta.
“Ini yang kita akan lakukan bersama Saudi, spreading peace for all, menyebarkan damai untuk semua bangsa,” pungkasnya. (ISNU)
Sumber Berita : http://www.islamnusantara.com/agus-maftuh-begini-jadinya-jika-agama-berselingkuh-dengan-politik/
Ketua LTMNU Minta Takmir Masjid Lebih Selektif Pilih Khotib
ISLAMNUSANTARA.COM, Jombang – Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Jombang, Jawa Timur Moh Makmun mengatakan, takmir masjid mempunyai peran yang signifikan dalam memilih khotib. Seorang khotib yang dipilih takmir harus benar-benar bisa membuat para jamaah kian bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT.“Takmir punya peran penting dalam memilih penceramah atau khotib,” ucapnya kepada NU Online, Ahad (11/11).
Dosen di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Rejoso, Peterongan Jombang ini lebih jauh mengatakan, khotib juga harus bisa membuat pikiran dan hati para jamaah semakin tenang dengan cara memilih materi khutbah yang tepat.
“Jangan sampai jamaah setelah ikut pengajian di masjid atau habis mendengarkan khutbah, pulang malah hati dan pikirannya jadi panas,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, khotib hendaknya bisa memilih bahasa atau kalimat yang tepat pula, tidak memuat kalimat-kalimat provokasi, atau bahkan ujaran kebencian.
“Khotib atau penceramah yang isi ceramahnya memuat ujaran kebencian, provokasi cenderung memunculkan sentimen di masyarakat, harus dihindari,” tuturnya.
Seorang khotib telah dianggap memiliki peranan yang begitu penting, salah satunya adalah dalam dunia pendidikan, terutama di era modern yang kebanyakan masyarakatnya berada dalam kondisi moral yang memprihatinkan serta terjadinya pengikisan nilai-nilai luhur budaya yang terdapat dalam masyarakat.
Khotib merupakan teladan dalam hal moralitas, di mana ia harus mampu menafsirkan semua pesan-pesan dakwahnya kepada masyarakat. Jadi selain berfokus pada pengetahuan keagamaan, seorang khotib juga harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada saat ini, agar nantinya ia bisa menjawab tuntutan realita yang dihadapi oleh masyarakat. (ISNU)
Sumber Berita : http://www.islamnusantara.com/ketua-ltmnu-minta-takmir-masjid-lebih-selektif-pilih-khotib/
Alsyami: Jangan Suriahkan Indonesia
JAKARTA – Ikatan Alumni
Syam Indonesia (Alsyami) telah menggelar seminar kebangsaan bertajuk,
“Jangan Suriahkan Indonesia…!” kemarin (01/11). Dengan mendatangkan
Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah, Syaikh
Adnan al-Afyouni, Dubes RI di Damaskus, Dubes Suriah di Indonesia, dan
Pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Suriah, serta Dr. Ainur
Rofiq, mantan petinggi HTI.
Seminar tersebut merupakan bagian dari kampanye dakwah Alsyami menolak
segala upaya yang bisa menjadikan Indonesia luluhlantak seperti Suriah.
Yang disambut antusias oleh masyarakat Indonesia, baik yang datang
langsung ke lokasi seminar, maupun menyimak secara live streaming.
Sampai dengan dini hari tadi, hashtag #JanganSuriahkanIndonesia menjadi
top trending topic di Twitter.
Sekjen Alsyami, M. Najih Arromadloni, menyatakan, hal yang paling
fundamental agar Indonesia tidak jatuh ke dalam kondisi seperti Suriah
adalah dengan tidak mempolitisasi agama. Ia menyatakan demikian, melihat
adanya beberapa kelompok yang gemar menggunakan mimbar masjid untuk
hujatan politik . Menurutnya segala usaha ‘melacurkan’ agama untuk
kepentingan politik harus ditolak.
Ia tidak menampik, bahasa dan simbol
agama memang efektif untuk mengelabui masyarakat, seperti akhir-akhir
ini ramai klaim ‘bendera tauhid’ atau ‘bendera Rasul’. Padahal menurut
Najih yang juga dosen ilmu hadis ini, tidak ada teks Alquran maupun
hadis yang mendukung klaim tersebut. Dengan kata lain klaim tersebut
adalah propaganda palsu. Karena tauhid adalah untuk diinternalisasi
dalam hati dan diejawantahkan dalam perilaku akhlak yang luhur, bukan
untuk ‘mainan bendera’.
Hal kedua menurutnya adalah dengan senantiasa menjaga kedamaian dan
ketertiban umum, termasuk tidak membuat kegaduhan dengan langganan
melakukan aksi massa yang bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.
Pengalaman di Suriah tuturnnya, membuktikan bahwa kondisi instabilitas
akan mengundang pihak luar untuk masuk menginfiltrasi, menyusup dan
menunggangi. Ketika ‘api’ kekacauan sudah membesar, maka akan sulit
dipadamkan, sebagaimana Suriah yang delapan tahun hidup dalam kepahitan,
tak kuasa lagi mengembalikan kondisi semula.
Pesan lain yang ia sampaikan, agar
berpegang kekeuh pada ulama-ulama yang perilakunya adalah cerminan
akhlak Nabi. Ia mencontohkan seperti KH. Maimun Zubair, KH. Mustofa
Bisri, Buya Syaffi Maarif, Prof Quraish Shihab, dst. Mereka adalah
pelita-pelita umat yang mampu menuntun perjalanan bangsa ini ke arah
yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.
Mengenai fenomena munculnya pemeran
agamawan, yang mendadak ustadz, ia menyatakan perlu diuji dulu, apakah
perilakunya sesuai dengan tuntunan Nabi atau tidak. Ustadz tukang caci
dan mengaku paling benar, tentu bukan panutan. Cari tahu, dimana dia
belajar? Kepada siapa? Belajar apa?
Terakhir, ia menyampaikan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah ‘sajadah’ kita, yang merupakan
warisan para ulama, karena itu sudah penuh nilai-nilai keislaman.
Merupakan kewajiban kita untuk menjaga, melestarikan, dan mewujudkan
kemakmurannya. Tanpa negara tidak mungkin kita beragama. Karena itu,
menjaga negara adalah bagian pokok dari menjaga agama. (SFA)
Wiranto: Awasi dan Bersihkan 50 Penceramah Berpaham Radikal
JAKARTA – Menko
Polhukam Wiranto mengaku sudah mengetahui adanya 50 penceramah yang
terpapar paham radikal. Wiranto menegaskan segala seuatu yang menyangkut
paham radikal harus dibersihkan.
“Ya bersihkan, awasi, diwaspadai.
Kita ajak semua bersihkan itu. Radikalisme, terorisme sampai kapan pun
kita bersihkan,” kata Wiranto usai menghadiri HUT Paguyuban Jawa Tengah,
di TMII, Jakarta Timur, Selasa (20/11/2018).
Pemerintah menurut Wiranto sudah melakukan koordinasi untuk mengatasi dan membersihkan paham radikal tersebut.
Menurutnya, ada sejumlah langkah-langkah khusus yang dilakukan pemerintah agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Sudah, kita sudah tahu Menteri
Agama (Lukman Haikim Saifuddin) sudah tahu itu, tapi kan perlu satu
langkah-langkah yang sistematis, terorganisir jangan sampai kita lakukan
langkah keras justru bisa membuat kegaduhan,” jelasnya.
“Kita di tahun politik ini pengen tenang, pengen damai, pengen aman, tentram makanya kita hindari kegaduhan,” tambah Wiranto.
BIN sebelumnya meluruskan pernyataan
bahwa 41 dari 100 masjid kementerian dan lembaga terpapar paham
radikal. BIN mengatakan yang terpapar paham radikal bukanlah masjid,
melainkan penceramah.
“Kalau masjidnya sih nggak ada yang
radikal, jadi penceramahnya. Kita tidak ingin ada intoleransi kemudian
ujaran kebencian, takfiri, mengkafirkan orang lain, kemudian membawa
semangat radikal dan juga terkait dengan masalah yang berhubungan dengan
ideologi Pancasila,” kata juru bicara Kepala BIN Wawan Hari Purwanto di
Restoran Sate Pancoran, Jalan Pancoran Indah I, Jakarta Selatan, Selasa
(20/11). [Sfa]
Sumber Berita : https://www.salafynews.com/2018/11/21/wiranto-awasi-dan-bersihkan-50-penceramah-berpaham-radikal/
Komentar Pedas Ketum PBNU: Jika Tak Mengerti Agama Jangan Jadi Khotib
JAKARTA – Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU) KH Said Aqil Siradj melarang
penceramah atau khatib yang tidak mengerti agama Islam untuk memberikan
khotbah shalat Jumat.
“Sebaiknya khatib itu harus mengerti
agama, tidak, jangan sembarang. Kalau yang tidak (mengerti agama),
jangan coba-coba jadi khatib Jumat,” ujar Kyai Said usai Acara
Pengukuhan Pimpinan Ikatan Sarjana NU (ISNU), di Hotel Sultan, Jakarta
Pusat, Minggu (25/11).
Baca: Ketum PBNU: Gerakan #2019GantiPresiden Berpotensi Makar Jika Dibiarkan
Bagi Ketum PBNU, khatib dengan ilmu
agama yang ‘cetek’ sering kali kekurangan bahan untuk khotbah.
Khotbahnya pun, lanjut dia, hanya tentang radikalisme. “Karena mereka
khotbah, khotib-khotibnya tidak berilmu. Tidak mumpuni, jadi apa yang
akan disampaikan adalah yang paling gampang, radikalisme,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum
PP ISNU Ali Masykur Musa mengatakan terdapat dua solusi untuk mencegah
peredaran radikalisme di masjid.
Baca: Ustad Maheer At-Thuwailibi Tuding Ketum PBNU dan Prof Dr. Quraish Shihab Sebagai Ahli Bid’ah
Pertama, ia mengatakan Kementerian Agama
(Kemenag) bisa melakukan dialog dengan para dai dam khatib terkait
konten khotbah yang akan dibawakan di masjid.
“Pembicaraan antara dai-dai yang cukup
punya nama tapi pengetahuan nya belum mendalam, maka konteks itu Kemenag
bisa ajak dialog sehingga ketika dakwah itu kontennya bisa sangat
dalam,” ujar Ali.
Kedua, Ali mengatakan masyarakat juga
harus aktif dalam penangkalan konten radikalisme di masjid ini. Ia
mengatakan masyarakat bisa menyaring konten-konten atau ajakan apa yang
bisa berdampak positif bagi kehidupannya.
Baca: Banyak Ustad Online Tak Faham Agama
“Yang kedua masyrakat sendiri
menginginkan ada siraman rohani, dengan demikian kami berharap
masyraakat luas juga bisa memilah-memilah mana ajaraan ajakan dari dai
yang betul-betul bisa menenangkan jiwa,” kata Ali.
Sebelumnya, Juru Bicara Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto sebelumnya mengatakan
pihaknya mendapat laporan dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan
Masyarakat (P3M) NU bahwa ada 50 penceramah di 41 masjid lingkungan
pemerintah terpapar radikal. Baca: Netizen Bongkar Siapa Sugi Nur Rahardja ‘Ustadz Karbitan’
Dari 41 masjid tersebut, 17 di antaranya
masuk dalam kategori radikal tinggi, 17 lainnya radikal sedang dan
tujuh masjid berkategori radikal rendah. (ARN/CnnIndonesia)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/11/26/komentar-pedas-ketum-pbnu-jika-tak-mengerti-agama-jangan-jadi-khotib/
Polisi: Negara Merugi, Diduga Dana Kemah Pemuda Islam di Mark-Up
JAKARTA – Polisi
menduga bahwa penggunaan anggaran acara kemah dan apel Pemuda Islam
Indonesia tidak sesuai fakta. Ada dugaan mark-up pada laporan
pertanggungjawaban (LPJ) dana kegiatan tersebut.
“Kami menemukan penggunaan anggaran
tidak sesuai fakta. Kemudian LPJ itu dimark-up,” ucap Direktur Reserse
Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Adi Deriyan saat dikonfirmasi
wartawan, Minggu (24/11/2018).
Baca: Polisi Periksa GP Ansor dan Kemenpora, Bukan Hanya Dahnil
Hingga kini, pihaknya bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari tahu berapa jumlah kerugian yang timbul.
“Potensi kerugian negaranya ada, hanya
saat ini kita ingin menghitung berapa riilnya. Yang menghitung siapa?
Nanti BPK. Kami hanya menyampaikan bukti-buktinya saja,” kata Adi.
Lebih lanjut, ia juga menegaskan
pihaknya mempunyai bukti kuat dalam kasus ini sehingga akhirnya kasus
sudah naik ke tahap penyidikan meski belum merinci buktinya.
Baca: Polisi Panggil Dahnil dalam Kasus Dugaan Penyimpangan Dana Apel Pemuda Islam
“Ada (bukti) ya. Saat ini kami hanya mendapatkan dokumen-dokumen, bukti-bukti, dan keterangan para saksi,” kata Adi.
Rencananya, pihak kepolisian akan memanggil kembali pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga serta GP Ansor.
Penyelewengan Dana Kemah Pemuda Islam, Pemuda Muhammadiyah: Imam Nahrawi harus Tanggung Jawab!
Sebelumnya kedua pihak itu telah
dipanggil dan memenuhi panggilan saat kasus masih tahap penyelidikan.
Kini, ketika kasus sudah naik ke tahap penyidikan, kedua belah pihak
akan dipanggil lagi guna dimintai keterangan sebagai saksi.
Baca: Cuitan Hanum Rais Hina Nabi, Pengurus NU AS: Nabi Tak Pernah Sebar Hoax
“Nanti akan jelas ketika kami menggali keterangan-keterangan saksi yang lain,” paparnya.
Saat ini, pihak kepolisian baru
memanggil Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak
dan perwakilan PP Pemuda Muhammadiyah, Ahmad Fanani yang merupakan ketua
pelaksana kegiatan tersebut ketika kasus sudah naik ke tahap
penyidikan. Keduanya diperiksa sebagai saksi pada Jumat 23 November 2018
kemarin.
Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana
Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Bhakti
Suhendarwan menjelaskan dalam waktu dekat akan meminta keterangan
Kemenpora. Hal itu akan dilakukan sekitar pekan depan.
“Besok, minggu depan kita mau periksa Pejabat Pembuat Komitmen Kemenpora,” jelas Bhakti (ARN/Kricom)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/11/25/polisi-negara-merugi-diduga-dana-kemah-pemuda-islam-di-mark-up/
Polisi Periksa GP Ansor dan Kemenpora, Bukan Hanya Dahnil
JAKARTA – Kepolisian
Polda Metro Jaya menegaskan penanganan dana kemah dan apel pemuda Islam
sesuai dengan prosedur. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap sejumlah
pihak, bukan hanya Dahnil Anzar Simanjuntak saja.
“Dahnil kita periksa sebagai saksi
penyimpangan dana Kemenpora tahun anggaran 2017. (Dimulai dari) adanya
laporan, kita lakukan penyelidikan. Setelah selidiki, kita klarifikasi,
mencari informasi dari Kemenpora sendiri. GP Ansor juga kita mintai
keterangan,” kata Argo usai mengikuti rekonstruksi kasus mayat dalam
lemari di Mampang, Jaksel, Jumat (23/11/2018).
Baca: Polisi Panggil Dahnil dalam Kasus Dugaan Penyimpangan Dana Apel Pemuda Islam
Setelahnya, penyelidik saat itu meminta
keterangan saksi dan ahli hingga dilakukan gelar perkara. Hasilnya
ditemukan unsur tindak pidana.
“Ini murni kasus tindak pidana dan polisi melakukan pemeriksaan. Kita tidak mengada-ada, ini sesuai audit,” tegas Argo.
Dahnil Anzar Simanjuntak sebelumnya
mengaku heran dipanggil polisi untuk bersaksi berkaitan dengan dugaan
penyimpangan dana kemah dan apel pemuda Islam tahun 2017. Kegiatan itu
diinisiasi Kemenpora.Baca: Dahnil Dicecar 43 Pertanyaan dalam 8 Jam Pemeriksaan Kasus Hoax RS
“Yang jelas ini kegiatan yang diinisiasi
oleh Kemenpora yang melibatkan Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor. Tapi
anehnya cuma kami yang diperiksa dan dicari-cari,” ujar Dahnil di
Mapolda Metro Jaya, Jakarta.
Dahnil kemudian mengaitkan
pemanggilannya itu dengan sikapnya yang kritis terhadap pemerintah.
Menurutnya, pemanggilan dan pemeriksaannya terkait dugaan kasus itu pun
sebagai konsekuensi atas sikapnya. (ARN/policeline)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/11/25/polisi-periksa-gp-ansor-dan-kemenpora-bukan-hanya-dahnil/
Dubes Indonesia untuk Suriah Ungkap Fakta Perang Suriah dan Bashar Assad
JAKARTA, ARRAHMAHNEWS.COM
– Ada alasan yang cukup kuat, mengapa Pemerintah Republik Indonesia,
hingga saat ini masih menempatkan duta besarnya di Suriah. Padahal,
separuh dari 63 kedutaan besar di negara yang dirundung konflik itu,
sudah tidak beroperasi.
Menurut Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Dubes LBBP) Republik Indonesia untuk Suriah, Djoko Harjanto, Suriah, adalah memiliki jasa tak sedikit untuk Indonesia. Ketika Suriah bergabung dengan Mesir dalam Republik Persatuan Arab (RPA), Suriah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. (Baca juga: 22 Pertanyaan Untuk Musuh-Musuh Bashar Assad)
Selain itu, saat muncul persoalan
Timor-Timor, dukungan Suriah ke RI, sangat kuat. “Disuruh apa saja untuk
mendukung kita, mereka mau,” katanya kepada wartawan Republika, Nashih
Nashrullah.
Dalam perbincangan singkat saat
kunjungannya ke Tanah Air saat menghadiri seminar internasional ihwal
Konflik Suriah dan gejolak Timur Tengah yang dihelat Ikatan Alumni Syam
Indonesia (Alsyami) beberapa waktu lalu, pria asal Jawa Tengah ini pun,
mengingkatkan umat Islam Indonesia, agar tak terseret dalam pusaran
konflik dan mengimpornya ke Indonesia. Berikut petikan perbincangannya:
Bagaimana Anda melihat Pemerintah Suriah saat ini?
Pertama, orang
sudah terlanjur menganggap pemerintah Suriah Syiah. Itu yang harus saya
luruskan. Bashar Assad itu Alawie (Sayyid), yang terdiri antara lain
dari Druze. Ia seorang bermadzhab Sunni.
Saya lihat langsung. Mufti Syekh Adnan
al-Fayouni, yang diundang beberapa kali ke Indonesia oleh ICIS, dan
belum lama ini ke Indonesia, memimpin mengimami shalat pada acara Maulid
Nabi, di belakangnya Assad, shalatnya sendakep berarti bukan Syiah. Itu
kita luruskan dulu. (Baca juga: 10 Fakta Suriah Yang Tak Terbantahkan)
Kedua,
informasi yang menyatakan pemerintah Assad membunuhi rakyatnya. Itu
tidak benar. Bagaimana mungkin, wong pemerintah solid didukung
rakyatnya. Jadi jika memang ada yang meninggal, itu karena perang dua
kubu, namanya perang.
Kalau dulu perang itu antar prajurit, tak
boleh menyerang rumah sakit dan lain-lain, rumah ibadah, sekolah. Nah
sekarang jihadis di Suriah yang fanatis dengan ISIS, Al-Qaeda, saling
berperang. Bukan hanya pemerintah. Itu yang harus diketahui. Saya
langsung disana, melihat dengan mata saya, mengamati detik demi detik
dan melaporkan ke pemerintah RI. (Baca juga: Denny Siregar: Kelompok Khilafah Ingin Suriahkan Indonesia)
Menurut Anda, mengapa muncul kesimpangsiuran informasi terkait Suriah?
Media dikuasai Barat milik Yahudi,
dikuasai oleh miliader Yahudi George Soros, berarti agendanya harus
sesuai kepentingan mereka. Aljazeera milik Qatar, yang memusuhi Suriah,
tak mungkin dia berpihak ke Assad. Ini saya sampaikan apa adanya secara
pribadi dan tidak memihak.
Dan itu memang tugas pemerintah, tidak boleh macam-macam, fokus perlindungan dan bantuan kemanusiaan. (Baca juga: Syekh Taufiq Ramadhan al-Buthi; TV Al-Jazeera dan Al Arabiyyah Berperan Aktif Ciptakan Arab Spring
)
Apakah bantuan kemanusiaan RI sudah mengalir untuk Suriah?
Alhamdulillah sudah mengalir, setelah
sekian lama, lewat Lembaga Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB (OCHA)
yang tidak memihak. Tapi soal sampai tidaknya wallahua’lam, sudah 500
juta USD mengalir, belum ada satu bulan ini.
Kalau memang mau aman memang lewat
pemerintah. Anda sudah dengar, dari Palang Merah Internasional (ICRC)
enam orang hilang, sampai sekarang tidak ketemu. Conflict is conflict,
bantuan kemanusiaan perlu, tetapi persoalannya yang lama sejak 2012,
bantuan biasanya tidak sampai, di tengah perjalanan sudah diserobot oleh
pemberontak. Itu yang jadi persoalan. Jadi sensitif di luar negeri.
Begitu bantuan pertama masuk melalui
OCHA, saya sudah punya impian untuk mendorong bantuan kemanusiaan ke
Suriah. Kita sudah menghubungi Palang Merah mereka, tidak minta
macam-macam. Obat tidak terlalu diperlukan karena disana murah, saya cek
up sebagai dubes hanya 100 dolar tidak habis, meliputi semua. Kalau
membantu yang diperlukan ambulans, kita sudah sampaikan.
Indonesia Serukan Solusi Damai
Bagaimana dengan upaya diplomasi damai di Suriah?
Sejak konflik mulai 2012, kita serukan
damai karena konflik apapun akan selesai dengan perindungan, praktiknya
di lapangan sulit, memang realitanya begitu. Politik juga begitu kan,
lihat sendiri di Indonesia, Anda tahu sendiri. Yang kita khawatirkan,
menurut Gajah Mada dan UMS, adalah perseteruan Sunni-Syiah, bahkan di
Indonesia.
Di Suriah tidak ada benturan Sunni-Syiah, kalaupun ada itu adalah agenda perseteruan antara Arab Saudi dan Iran. Suriah-nya sendiri tidak ada, mereka saling menghormati, Kristen Ortodoks pun sendiri aman di sana. Orangnya ramah-ramah, sopan-sopan, tidak seperti negara lain, tentara sekalipun tidak ada yang berangasan. (Baca juga: Kesaksian Putra Ulama Al-Buthi, Tidak Ada Perang Sektarian (Sunnah-Syiah) di Suriah)
Apa fokus Pemerintah RI saat ini?
Tugas kita masih terkonsentrasi untuk
pemulangan warga, karena Warga kita disana banyak, tadinya sebanyak 15
ribuan, waktu belum perang, begitu perang 2012, kita nyatakan darurat
satu, sudah kelewat darurat, tidak boleh oleh sembarangan, termasuk staf
kedutaan, anak istrinya dipulangkan.
Duta besar manapun yang masih buka tidak
ada. Begitu posisinya. Tetapi bantuan kemanusiaan tetap kita
kampanyekan, kasihan, orang kelaparan apalagi di tempat pengungsian,
listrik nihil, pemanas tidak ada.
Bagaimana dengan upaya lain, seperti politik, ekonomi, atau bahkan militer dari RI?
Itu yang sabatas bisa kita lakukan, kalau
politik dan ekonomi waduh jangan ditanya. Anda sudah tahu sendiri,
minyak habis dikuasai ISIS, yang ada hanya aspal, kapas, kita tidak
butuh itu.
Yang pandai memanfaatkan peluang itu
adalah Cina. Cina mendukung Suriah, Suriah didukung Rusia, Iran yang
sangat militan. Hizbullah itu adalah orang Iran yang tinggal di Libanon
perbatasan Suriah, dukungan Cina tidak mencakup militer hanya ekonomi.
Yang lain sudah tahu AS, Arab, Qatar, Turki memusuhi. (Baca juga: Putra Ulama Al Buthi Beberkan Fakta Perang Suriah)
Apakah keberadaaan perwakilan RI di Suriah berarti keberpihakan ke Assad?
Kita tidak memihak, ya karena memang
pemerintah Indonesia mengakreditasikan saya ke Assad, jika saya tidak
bekerjasama dengan Assad, ya tidak bisa lindungi TKI dan kemana-kemana,
malah bisa ditangkap. Lalu bagaimana ke depan? Kita bersikap praktis.
Siapapun yang berkuasa, maka akan kita dukung. Jangan dianggap kita
disana saat ini, langsug Pak Jokowi dituding Syiah lah, orangnya Assad
lah. Jangan begitu.
Dalam pandangan Anda, mengapa negara-negara tersebut agresif melawan Assad?
Tujuannya apa? Menjatuhkan Assad, kalau
presidennya jatuh dibunuh, kayak Libya, ditinggal biar berantakan. Kalau
sudah berantakan benteng terakhir perlawanan ke Israel sudah tidak ada.
Pertanyaannya, kalau memang ISIS kuat, mengapa tidak menyerang Israel?
Malah faktanya Israel tenang-tenang saja. Itu yang diharapkan. Padahal fanatisme anti-Israel yang dimiliki Suriah lebih dari Indonesia. Salah satu buktinya, Suriah melarang warganya yang beragama Kristen berziarah ke Yerussalem, sementara negara kita masih memperbolehkan. (Baca juga: INILAH 3 Fakta Konflik Suriah)
Jadi, konflik Suriah akibat konspirasi internasional atau gejolak politik dalam negeri?
Dua-duanya betul. Faktor politik karena
ada agenda Arab Spring. Tapi Arab Spring juga tidak bisa terlepas juga
dari konspirasi internasional. Kita tahulah, siapa di balik Israel, AS
mendukung sekutunya itu. Tapi kalau anti-Assad ada nalarnya. (Baca juga:
Perang Suriah Bongkar Strategi Zionis-Amerika Hancurkan Islam dan Musuhnya)
Semua Islam betulan, Presiden Bashar
Assad, pemerintahannya sejak bapaknya berkuasa lama karena partainya
kuat, kita seperti Golkar disana Baath, kecenderungannya minta bantuan
ke negara komunis, Rusia ketika itu.
Sedangkan Rusia punya kepentingan, modal
mereka di Suriah sebesar 20 miliar dolar AS, investasi minyaknya, lewat
Tartus, dekat Lattakia, tempat Assad berasal, nah jika itu investasi itu
tidak dibentengi, ya habis. Investasi eknomi dan sudah lama bersahabat.
Dukungan nyata seperti apa dari Pemerintah RI untuk Suriah? Mengapa?
Dukungannya yang nyata ya saya
diakreditasikan kesana, saya tidak hanya mewakili Presiden Jokowi saja,
tapi mewakli 250 juta penduduk Indonesia, ada 63 kedutaan di Suriah,
separuhnya tutup, kita termasuk yang tidak tutup. Mengapa? Karena ketika
Suriah ketika bergabung dengan Mesir dalam Republik Persatuan Arab
(RPA), adalah negara pertama yang mengakui mengakui kemerdekaan
Indonesia.
Yang kedua, ketika persoalan Timor-Timor, Suriah disuruh apa saja untuk mendukung kita, mereka mau. Ketiga, tentunya sama-sama Muslim sama negara non-Blok, kita menolak misalnya ketika Arab Saudi yang mengajak koalisi militer, jika kita menerima ajakan itu, maka kita telah mencederai persahabatan dengan Iran dan negara lain, padahal di PBB, OKI dan organiasi apapun itu kan tempat duduknya diterapkan sistem alfabetik, Irak, Indonesia, Iran. (Baca juga: Fakta Bisnis Minyak Gelap Terungkap, Rakyat Turki Inginkan Erdogan Tepati Janjinya Untuk Mundur)
Lha jika sudah memusuhi Iran duduk
bersama kayak apa? Lucu. Itu persoalan. Posisi Indonesia sudah sangat
tepat, politik luar negerinya, membantu penyelesaiaan dengan cara
politis cara damai bukan perang. Kalau perang tentu kita sudah
mengirimkan senjata dan tentara, tetapi hal itu tidak kita lakukan.
Seperti apa prospek demokrasi saat ini dan ke depan di Suriah
Demokrasi yang diterapkan disana kan
masih demokrasi dalam pertumbuhan, HAM tahu sendiri lah kayak apa juga
disana, tapi kita harus hormati, apa yang saya sampaikan Indonesia
dukung solusi politik, Indonesia mengehendaki mengalirnya bantuan
kemanusiaan, secara damai, diplomatis dan juga keterlibatan negara
besar, kalau hanya mengandalkan konstelasi dalam negeri mereka,
sementara negara-negara besar masih mengacau, ya tidak selesai juga.
Bagaimana upaya internasional untuk membantu penyelesaian damai konflik Suriah?
Nah, sekarang ini masa genjatan senjata,
akan dilanjutkan perundingan damai, karena perundingan itu melibatkan
banyak negara, AS, Turki, negara Arab Qatar, dibantu oleh jihadis dari
80 negara, bagaimana bisa menyelesaikan.
Ini krisis terburuk di dunia sejak kita
lahir. Mudah-mudahan bisa selesai. Dan satu lagi, penyelesaian politik
dan perdamaian itu, pemerintahannya harus ditentukan oleh rakyat Suriah
itu sendiri. Itu yang harus kita hormati. Bukan Indonesia atau AS yang
menghendaki.
Lalu di manakah posisi Indonesia untuk mendorong perundingan damai itu?
Kalau kita sebagai negara damai, ketika
diminta kita akan ikut selama kita diundang. Kita tidak ada kepentingan,
kita tidak mendukung salah satu faksi, tidak mendukung A dan B, kita
hanya ingin diplomasi itu harus diawali dengan saling membangun
kepercayaan, confidence building measures, kemudian conflict resolution
kalau ada konflik yang diselesaikan secara damai, perkara susah yang
kita coba selesaikan, itu adalah selangkah lebih maju.
Daripada rententan bom, kita selama
disana ya takut dan khawatir, kantor kita pernah ditarget, tak sedikit
kantor kedubes juga yang kena sasaran, tapi karena pemerintah Suriah
memproteksi dan rakyatnya ramah, dan ketiga negeri Syam ditegaskan dalam
Al-Qur’an sebagai negeri yang diberkahi, itu faktanya sampai sekarang.
Ada gejala menyeret konflik Suriah ke Indonesia, apa imbauan Anda?
Misi saya ingin didengar, apa yang saya
lihat di sana, agar rakyat kita melihat jernih. Bagi saya, yang
terpenting Indonesia harus bersatu, jangan ikut-ikutan lakukan
pertumpahan darah, jangan suka mandi dengan darah bangsanya sendiri.
Silakan berdebat sampai berbusa, tapi
jangan sampai membunuh. Jangan mudah dihasut, Jangan gampang menerima
siaran yang tidak benar, atau memanfaatkan situasi di Suriah untuk
kisruh di sini. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2016/03/21/dubes-indonesia-untuk-suriah-ungkap-fakta-perang-suriah-dan-bashar-assad/
Wabup Aceh Tolak Islam Nusantara, Ini Jawaban Pedas PBNU
JAKARTA – Kelompok-kelompok
radikal, Wahabi, tidak mengakui dan bahkan menolak tradisi, budaya dan
kearifan lokal di suatu daerah, padahal Islam tidak menolak hal
tersebut, hal itu bisa dilihat dari cara dakwah Walisongo yang
menyebarkan Islam dengan cara merangkul budaya-budaya lokal.
Baru-baru ini wakil bupati (Wabup) Aceh
Barat, Provinsi Aceh, Banta Puteh Syam mengatakan secara tegas bahwa
dirinya menolak paham Islam Nusantara karena Islam Nusantara
bertentangan dengan aqidah Islam.
Baca: Ciri Teroris: Ngaku ASWAJA Tapi Anti Maulid, Anti Kuburan dan Benci Kepada Wali
“Kalau memang Islam Nusantara
bertentangan dengan aqidah, maka suarakan. Kalau saya sendiri jelas
menolak karena paham Islam Nusantara itu berdiri sendiri,” kata Banta
Puteh Syam dalam acara Hari Santri 2018, sebagaimana dilansir dari
kantor berita Antara, Jumat (19/10).
Lebih jauh ia mengemukakan bahwa paham
Islam Nusantara tidak benar apabila mengubah lafadz (bacaan) huruf
Al-Qur’an atau bahasa arab, seperti takbir untuk ibadah sholat dan
sebagainya, karena semua itu sudah ketentuan Al-Qur’an dan hadist.
Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Dakwah
PBNU KH Maman Imanulhaq Faqih membantah pemahaman bupati tersebut.
Menurut dia, Islam Nusantara yang dipopulerkan NU tidak seperti itu.
Islam Nusantara yang dimaksud NU adalah Ahlussunah wal Jamaah.
Baca: Pilpres 2019, Pertarungan antara Khilafah dan Islam Nusantara
“Kami tegaskan berkali-kali bahwa Islam
Nusantara itu bukan mazhab baru, bukan aliran baru, tapi adalah
karakteristik yang khas penganut agama Islam di wilayah Nusantara,”
tegasnya kepada NU Online, Sabtu (20/10).
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren
Al-Mizan Majalengka ini, penggunaan kata Islam dalam istilah Islam
Nusantara di depan merupakan bukti bahwa Islam Nusantara berpegang teguh
kepada Islam dengan seluruh perangkat teologis, akidah, ubudiyah, dan
ajarannya.
Baca: NU Merawat Agama dengan Tradisi
“Tak ada yang diganti sama sekali,” tegasnya.
Islam Nusantara melaksanakan ibadah
seperti yang diajarkan Rasulullah SAW, menjalankan seluruh syariat
sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW, sahabat, tabiin, atbait
tabiin dan ulama.
Baca: Karakter Islam Nusantara
Sementara Nusantara adalah istilah yang
mengacu kepada sebuah kawasan. Di Nusantara, dalam sejarahnya, para
kiai, para ulama menyebarkan Islam dengan cara moderat, damai, serta
menghargai tradisi. Islam yang menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan yang
sangat kuat itulah yang menjadi karakter.
“Maka sekali lagi, Islam Nusantara
bersyahadat, melakukan shalat, puasa, haji, zakat sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah SAW. Islam Nusantara juga menunjukkan akhlakul
karimah. Nilai ihsan kepada sesama manusia, kepada sesama anak bangsa,”
jelasnya. (ARN/Islampers)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/10/22/wabup-aceh-tolak-islam-nusantara-ini-jawaban-pedas-pbnu/
Netizen Bongkar Siapa Sugi Nur Rahardja ‘Ustadz Karbitan’
JAKARTA – Akun Facebook Winston Zippi Johannes
memuat sebuah tulisan tentang profil Sugi Nur Rahardja yang telah
ditetapkan menjadi tersangka oleh polisi terkait penghinaan kepada NU
dan Banser. Dalam ulasannya Winston menyebutkan bahwa Sugi Nur ustadz
karbitan yang tidak layak disebut pendakwah
Sugi Nur Rahardja alias Gus Nur akhirnya
ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pencemaran nama baik PBNU.
Sugi terancam hukuman penjara 4 tahun dan polisi telah melakukan
pencekalan terhadap Sugi, dengan tujuan agar tersangka tidak kabur.
Baca: Sugi Nur Diperiksa Polda Jatim Terkait Kasus Pencemaran Nama Baik
Sangat lucu dan menggelitik mencermati
kebohongan demi kebohongan yang terus dipupuk oleh lelaki yang pernah
mencap rezim Presiden Jokowi sebagai kafir ini, dan juga kebodohan
orang-orang yang mengamini omongan mantan tukang obat jalanan ini.
Awalnya, nama pendakwah muda karbitan
ini mulai mencuat sejak kemunculannya pertama kali lewat media sosial
Youtube, dimana ia kerap memposting video menyerang dan mencaci maki
pemerintah.
Ia juga sering meyebut-nyebut dirinya sebagai seorang “Gus” (sebuah sebutan bagi anak-anak kyai yang berilmu tinggi).
Menurut informasi yang beredar, makhluk
primata ini mendapat gelar Gus setelah sering membawa jamaah Ziarah
Wisata ke makam orang-orang shaleh di sepanjang pantura.
Baca: Abu Janda Ungkap Sugi Nur Rahardja Hina Polisi
Meski ia terang-terangan mengaku tidak
bisa membaca Alquran, namun anehnya, mantan Tukang obat keliling ini
justru kerap mendapat panggilan ceramah. Bahkan ia sempat menggarap
pasar TKW yang haus agama hingga ke Hongkong.
Sugi Nur Rahardja lahir di Bantul. Ia
mengaku bapaknya bernama Tomi Susanto, seorang pemain debus berilmu
hitam yang juga (katanya) preman Malioboro.
Lelaki yang tidak selesai sekolah dan hanya sampai kelas 5 SD ini kerap mengaku bersekolah di jalanan hingga besar.
Tidak ditemukan sama sekali jejak kesantrian atau rekam jejak dimana Sugi Nur Rahardja pernah memperdalam ilmu agamanya.
Ditambah sifat serta ucapannya yang
mudah sekali melaknat orang lain dan kerap mencaci-maki orang lain. Ini
adalah indikasi bahwa orang ini tak pernah mengenyam pendidikan agama,
terutama adab dalam beragama.
Padahal Agama Islam sangat mengedepankan
adab, Seseorang bahkan akan dianggap percuma hafal Al Qur’an bila tidak
memiliki adab yang baik kepada orang lain.
Adab merupakan bentuk budi pekerti paling tinggi yang seharusnya dimiliki oleh orang-orang yang mengaku paham agama. Baca: HEBOH! Video Sugi Nur Raharja Hina Menag dengan Kata-kata Sarkas
Kenapa? Karena jika seseorang semakin tinggi ilmu agamanya, maka ia akan semakin rendah hati.
Bukti lain bahwa dia tidak mengenyam
pendidikan agama adalah kemarahannya meledak-ledak. Hanya karena ada
yang berkomentar dirinya “tidak pantas disebut Gus”.
Namun, yang lebih jahat lagi adalah sekelompok orang yang mengorbitkan Sugik.
Mantan tukang jual obat keliling ini
dipaksa untuk terus mengulang kebohongannya hingga ia sendiri kehilangan
titik dimana tidak tahu lagi mana ucapannya yang benar dan mana
ucapannya yang Bohong.
Uniknya, kebohongan-kebohongan Sugik ternyata disukai oleh media-media tukang pelintir dan para produsen kebencian.
Para pendorong utama dibelakang Sugi Nur
paham betul memanfaatkan sentimen anti pemerintah yang saat ini melanda
banyak orang. Sosok Sugi Nur dijual sebagai sosok anti pemerintah serta
“agamawan” yang vokal.
Yang lebih memuakkan lagi, Sugik kini
kerap diposisikan sebagai seorang Alim Ulama Islami. Ini adalah
pembohongan publik yang sulit dimaafkan.
Sugik ini bentuk contoh representasi
dari sebagian masyarakat Indonesia yang saat ini Haus akan belaian agama
hingga menelannya mentah-mentah.
Orasi-orasinya hanyalah sesuai isi
hatinya dan emosi pribadinya. Karenanya dapat dipastikan ia bukanlah
ulama, sebab seorang ulama pasti akan menjaga ucapannya.
Rasul SAW pernah mengingatkan umatnya
dengan sabdanya: “Ketika amanah (agama) dipasrahkan kepada orang yang
bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya.”
Kini semakin banyak masyarakat awam yang mengundangnya untuk mengisi ceramah, khususnya para TKI Taiwan dan Hongkong.
Maka bisa dibayangkan, betapa hancurnya
syariat Islam ketika dipasrahkan kepada orang-orang semacam Sugik ini.
Sugik kini telah menjadi tersangka setelah menyerang PBNU dengan
mengatakan sebagai pelacur agama.
Padahal justru dialah sesungguhnya yang
telah menjadi pelacur Agama selama ini. Orang yang membaca Alquran saja
masih belepotan kok nekat bikin pesantren. Semoga kita semua dapat
mengambil hikmah dari kasus ini. Dan semakin banyak yang sadar bahwa
Sugi Nur Rahardja bukanlah ulama, dan amat tidak pantas dijadikan
panutan. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/11/23/netizen-bongkar-siapa-sugi-nur-rahardja-ustadz-karbitan/
Polda Jatim Buru Akun Pengikut Sugik yang Sebar Berita Bohong
SURABAYA – Polda Jawa
Timur (Jatim) mengusut sejumlah akun media sosial (Medsos) milik
pengikut Sugi Nur Raharja yang dinilai mengganggu karena menyebarkan
berita bohong.
“Terus terang Polda Jatim terganggu
dengan ‘postingan’ atau unggahan pengikut Sugi Nur Raharja yang kemarin
menyatakan tidak diperbolehkan beribadah di Masjid Polda Jatim,” ujar
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung
Mangera kepada wartawan di Surabaya, Jumat (23/11/2018).
Baca: Polri: Pelaku Penyerangan Pos Polisi di Lamongan Terpapar Radikalisme
Para pengikut Sugi Nur Raharja itu,
sepanjang Kamis (22/11), turut mendampingi pemeriksaan perkara
pencemaran nama baik melalui unggahan video di media sosial “Youtube”
yang dilaporkan oleh sebuah organisasi massa di Polda Jatim, Jalan Ahmad
Yani Surabaya.
Dalam perkara itu, usai melakukan
pemeriksaan, Polda Jatim langsung menetapkan Sugi Nur Raharja sebagai
tersangka, dengan dijerat Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang (UU) Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11 Tahun 2008.
Baca: Netizen Bongkar Siapa Sugi Nur Rahardja ‘Ustadz Karbitan’
Namun, menurut Barung, Sugi tidak ditahan mengingat ancaman hukumannya kurang dari lima tahun.
“Di luar perkara itu, kami akan memintai
pertanggungjawaban terhadap para pengikutnya yang melalui media sosial
menyatakan tidak diperbolehkan beribadah di Masjid Polda Jatim,” katanya
seperti dilansir Antara.Baca: Abu Janda Ungkap Sugi Nur Rahardja Hina Polisi
Barung mengungkapkan, pernyataan para
pengikut Sugi di media sosial tersebut sangat bertolak belakang dengan
kejadian yang sebenarnya.
“Saya tegaskan masjid di Polda Jatim ini
milik masyarakat umum, bukan milik Polda Jatim. Semua orang boleh
beribadah di masjid ini,” katanya. (ARN)
Sumber Berita : https://arrahmahnews.com/2018/11/24/polda-jatim-buru-akun-pengikut-sugik-yang-sebar-berita-bohong/
Re-Post by MigoBerita / Senin/26112018/10.58Wita/Bjm