» » » » » » » » » 28 Oktober : Sumpah Pemuda itu memilih SATU untuk INDONESIA

28 Oktober : Sumpah Pemuda itu memilih SATU untuk INDONESIA

Penulis By on Minggu, 28 Oktober 2018 | No comments

Masa Depan Persatuan

Oleh: MujiburrahmanRektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Antasari
BANJARMASINPOST.CO.ID - DALAM seminggu ini, masyarakat ramai menanggapi kasus pembakaran bendera (HTI) bertuliskan kalimat syahadat. Ada demonstrasi ‘Bela Kalimat Tauhid’ di berbagai tempat. Kemarin, 28 Oktober 2018, selain peringatan Hari Sumpah Pemuda, ada pula istighatsah kubra untuk keselamatan bangsa yang digelar di GOR Delta Sidoarjo, Jawa Timur.
Kalimat Tauhid artinya kata yang mempersatukan, yakni mengesakan Allah dan mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya. Itulah inti syahadat Islam. Kalimat ini pula yang membuat kaum Muslim sedunia ‘satu’. Sumpah Pemuda juga menegaskan tekad tentang persatuan rakyat Indonesia: satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Para santri berdoa di Sidoarjo untuk keselamatan (persatuan) bangsa ini.

Sumber Foto : Google Image 
 
Apakah kalimat tauhid berlawanan dengan Sumpah Pemuda? Apakah keislaman bertentangan dengan keindonesiaan? Para ulama yang dulu turut berjuang mendirikan negara ini dengan bijak mengatakan bahwa keislaman itu sejalan dengan keindonesiaan. Hasil-hasil survei beberapa tahun terakhir juga menyatakan, mayoritas rakyat Indonesia menerima Pancasila sebagai titik temu semua elemen bangsa.
Namun, harus diakui pula, ada orang-orang yang mengimpikan negara ini diubah menjadi negara Islam, atau khilafah Islamiyah. Saat penyusunan UUD 1945 hingga Sidang Konstituante, gagasan negara Islam memang pernah muncul, namun semua pihak akhirnya menerima Pancasila. Setelah Orde Baru jatuh, muncul lagi gerakan Islam trans-nasional yang mengimpikan kekuasaan Islam di tingkat global.
Mengapa ide negara Islam itu menarik bagi sebagian orang? Mungkin karena pandangan keagamaan mereka yang eksklusif. Agama dipahami sebagai satu-satunya identitas yang mengikat antar manusia. Pandangan eksklusif ini semakin tumbuh subur jika orang selalu melihat sisi negatif kondisi sosial di negeri ini. Semakin banyak ketidakpuasan, semakin teballah garis pemisah antara ‘kami’ dan ‘mereka’.
Di sisi lain, kita akan segera mengalami bonus demografis. Karena itu, ketidakpuasan kalangan generasi muda wajib diperhatikan. Sebagai ilustrasi, penerimaan CPNS tahun 2018 ini diserbu ribuan pelamar di masing-masing daerah, sementara formasi yang tersedia sangat sedikit. Para sarjana kita berjuang sekuat tenaga agar masuk PNS. Pihak perguruan tinggi juga berusaha semaksimal mungkin membantu.
Selama masa pendaftaran CPNS ini, kami di kampus turut merasakan kegalauan generasi muda. Saya banyak menerima keluhan tentang berbagai persyaratan administratif. Masalah akreditasi misalnya, kebijakan Kemenristekdikti dan Kemenpanrb tampak tidak selaras. Padahal, 1.444 dari 7.900 pelamar CPNS di BKD Kalsel gugur, di antaranya karena dianggap tidak memenuhi syarat administratif akreditasi.
Yang membuat kita lebih galau bukan karena mereka tidak lulus administrasi saja, melainkan betapa banyaknya generasi muda kita yang bermimpi menjadi PNS sementara peluangnya sangat sedikit. Fakta ini menunjukkan bahwa, lapangan kerja yang layak di negeri ini masih sedikit. Selain itu, boleh jadi pula, generasi muda kita kurang kreatif dan inovatif dalam mengembangkan diri dan karir.
Jika para sarjana saja kurang kreatif, bagaimana pula dengan mayoritas generasi muda kita yang tidak sempat mengenyam pendidikan tinggi? Bukankah rata-rata pendidikan rakyat kita masih setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)? Bagaimanakah masa depan mereka? Apakah kelak mereka tetap ingin bersatu? Tidakkah mereka kesal menyaksikan para elite negeri yang banyak terjerat korupsi?
Alhasil, hiruk pikuk soal ‘kalimat tauhid’ boleh jadi dipicu oleh suasana politik menjelang pilpres. Kasus ini kiranya tidak akan membawa kepada perpecahan yang berbahaya. Namun, dalam jangka panjang, persatuan hanya akan dapat dipertahankan jika kita semua sungguh-sungguh berjuang, apalagi jika berhasil mewujudkan, cita-cita bersama, yaitu keadilan dan kesejahteraan yang merata.
Itulah masa depan Sumpah Pemuda dan Islam di negeri ini! (*)
Masa Depan Persatuan
Mujiburrahman
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/29/masa-depan-persatuan

Rakyat (Tak) Peduli Survei?

BANJARMASINPOST.CO.ID - SUDAH hampir dua bulan kontes politik, resmi bergulir. Ada banyak warna ikut menyemarakkan perhelatan lima tahunan ini. Yang paling akrab dan terbilang dekat adalah survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemeraga jejak pendapat.
Sulit memang untuk mengatakan apakah lembaga-lembaga ini menjadi sebuah bagian dari sebuah tim kerja pasangan calon yang berkompetisi. Atau lembaga pesanan yang sengaja diminta melakukan survei –yang tentunya tidak cuma-cuma alias gratis! Toh, tidak sedikit dana yang memang harus dikeluarkan untuk menghasilkan sebuah data dari sebuah lembaga jejak pendapat.
Yang pasti, keberadaan lembaga survei menjadi sebuah keniscayaan dalam politik modern. Kehadiran lembaga jejak pendapat diperlukan karena memang bisa dijadikan tolak ukur performa setiap elite politik ketika ikut dalam sebuah kompetisi politik.
Beberapa waktu terakhir, banyak lembaga jejak pendapat yang meluncurkan hasil lacakan mereka melalui research yang diklaim telah sesuai dengan keilmuan. Hasilnya, memang sejauh ini, yang kita ketahui lembaga-lembaga jejak pendapat masih ‘berpihak’ pada pasangan Joko Widodo yang mengungguli duet Prabowo-Sandiaga Uno.
Sudah pasti benarkah hasil jejak pendapat itu? Tunggu dulu. Apa yang dihasilkan lembaga-lembaga jejak pendapat itu tentunya masih terlalu prematur bahwa itu nantinya benar-benar terbukti pada hari H (pemilihan). Bagaimanapun ukuran paling disukai atau paling populer dalam masalah kepemimpinan bangsa untuk saat belum memiliki kegunaan apapun bagi para pemilih.
Dengan kata lain, rakyat saat ini tidak begitu peduli dengan hasil survei siapapun yang menjadi presiden nanti, karena publik baru akan memutuskan hal itu di saat akhir atau menjelang pemilu nanti. Dalam bahasa sederhananya, untuk saat ini rakyat tidak peduli apapun kecuali memikirkan kehidupannya. Jadi, apapun konstelasi politik mengenai capres tidak akan berpengaruh pada saat ini.
Jadi, kalau boleh jujur, berbagai hasil survei itu sebagai sesuatu yang terlalu dini dilakukan. Apalagi tidak sedikit yang melihat survei itu tidak lebih dari sebuah pemaksaaan keadaan atau situasi yang belum pasti dengan realitasnya nanti.
Harus diingat kultur budaya masyarakat kita telah terbiasa untuk tidak mengasosiasi atau terhubung secara dekat terkait masalah politik pilpres dalam jangka waktu yang lama. Sebab, jika mereka intens untuk berdekatan dengan masalah ini, mereka sendiri yang nantinya akan merasakan luka.
Rakyat lebih melihat politik hanya urusan elite. Sementara ini para elit hanya membicarakan sesuatu yang sama sekali tidak menyentuh keadaan kongkret mereka saat ini, seperti persoalan pendidikan ataupun kesehatan –yang jujur faktanya masih sangat jauh dari harapan rakyat.
Sejatinya, rakyat sangat sopan untuk tetap membiarkan elite berkicau sedini ini, atau dalam bahasa lainnya sebelum subuh tapi burung sudah berkicau. Padahal, rakyat terganggu tidurnya. Tapi, ya rakyat pun akhirnya hanya bisa berkata...ya sudahlah.
Yang jelas, kita menangkap panggung politik memang sengaja dibuat riuh agar rakyat bisa melihat siapa sebenarnya yang paling pas buat lima tahun ke depan. Di sisi lain, rakyat juga sengaja dipaksa untuk menerima sesuatu yang sebenarnya mereka belum siap untuk menentukan pilihan. Dan, inilah yang kita bisa lihat hasil survei dari lembaga jejak pendapat.
Dengan kata lain, suka dan tidak suka bukanlah menjadi teritorial emosi politik rakyat untuk saat ini. Rakyat kini masih dihadapi realitas dimana begitu banyak persoalan kehidupan yang masih belum dirasakan secara merata. Dan, kepuasan itu adalah kenisbian yang hanya bisa dirasakan dan dinikmati ketika rakyat merasakan secara lahir dan batin. (*)

Rakyat (Tak) Peduli Survei?
tribunwow.com
Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno, Pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2019
Artikel ini telah tayang di banjarmasinpost.co.id dengan judul Rakyat (Tak) Peduli Survei?, http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/29/rakyat-tak-peduli-survei.
Editor: Elpianur Achmad

Pemuda di Zaman Milenial, Manfaatkan Kemajuan Teknologi dengan Arif dan Bijaksana

DALAM rangka merefleksikan Hari Sumpah Pemuda, Ikatan Mahasiswa Banjarmasin dan Forum Anak Kota Banjarmasin (IKMABAN) menggelar dialog mengangkat tema Refleksi Sumpah Pemuda di era milenial.
KEGIATAN ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni Muhammad Kamal, penulis Novel 5 Titik 1 Koma, Kepala Kesbangpol Pemkot Banjarmasin Kasman, Dosen Hukum Tata Negara ULM Ahmad Fikri Hadin serta anggota DPRD Kota Banjarmasin Awan Subarkah.
Ketua Umum IKMABAN, Hafiz Anshari mengatakan, tujuan dari kegiatan ini guna merefleksikan kembali Sumpah Pemuda kepada kawan-kawan khususnya mahasiswa dan pelajar yang ada di Kota Banjarmasin.
“Pemuda zaman ini sudah milenial, lebih dinamis, lebih fleksibel dan lebih instan dibanding dengan pemuda zaman  dahulu. Artinya, kehendak kita apapun lebih mudah, tapi kemudahan itu jangan sampai diremehkan karena bisa berbahaya terhadap dirinya sendiri,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Kesbangpol Banjarmasin, Kasman mengatakan sebagai  generasi muda harus hati-hati dalam mengambil langkah dan bertindak. Khususnya ketika menerima informasi, apakah informasi itu benar atau tidak (hoax).
“Sebagai generasi muda, kalian mempunyaai potensi yang harus dipertahankan sebab sekarang ini banyak berita yang negatif, kalau saja kalian terjerumus dalam berita negatif itu, kalian akan terkena UU ITE,” jelasnya.
Dosen Fakultas Hukum Tata Negara ULM Ahmad Fikri Hadin menambahkan, saat ini tidak terbantahkan semua orang hampir memiliki gawai. Sehingga segala informasi akan sangat mudah didapat dengan waktu yang singkat.
“Kecanggihan zaman saat ini dapat dimanfaakan untuk mencari peluang usaha. Sehingga tidak berharap hanya untuk jadi PNS saja,” jelasnya. Apalagi, beber Fikri,  saban tahunnya Fakultas Hukum ULM menelurkan ribuan alumni. Sedangkan untuk kebutuhan PNS hanya ratusan orang.
“Melalui  zaman milenial ini, manfaatkan  jaringan internet untuk berusaha.  Namun, harus didukung dengan SDM yang mumpuni.  Untuk itu kuasa kemampuan sebanyak mungkin,” jelasnya.
Sementara itu, Muhammad Kamal, pengarang novel kelahiran Kalsel ini mengungkapkan, pemuda-pemudi saat ini jangan sampai diremehkan lagi oleh daerah lain.
“Saya pernah merasakannya, bahwa pemuda kalsel itu cuma jagau kandang, imej ini harus kita hilangkan agar pemuda dari daerah lain tidak lagi memandang kita sebelah mata,” ujarnya.
Ia yakin pemuda saat ini akan lebih maju di zaman milenial sebab kemampuan pemuda itu bukan diukur dari asal daerahnya tapi dari keuletannya dalam meningkatkan prestasi. “Saya yakin pemuda Kalsel mempunyai potensi dan kemampuan untuk bersaing, sebab saya sudah membuktikannya,” papar Kamal.
Hal senada disampaikan anggota DPRD Kota Banjarmasin Awan Subarkah. Ia berharap agar pemuda sekarang bisa memanfaatkan teknologi internet dengan arif dan bijaksana.
Politikus PKS ini menambahkan, pada era milenial sekarang, pemuda harus dibentengi dengan pendidikan keagamaan. Kendati mereka bersaing dengan dunia global, tetapi nilai keagamaanya harus dijaga. “Pertahankan nilai sosial, budaya, gotong royong, kekerabatan agar tidak terpecah di negara kita, tentunya kita harus bisa  menyaring dari hasil teknologi itu,” imbuhnya
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/10/28/pemuda-di-zaman-milenial-manfaatkan-kemajuan-teknologi-dengan-arif-dan-bijaksana/

Kunjungi Kantor Redaksi Jejakrekam, LPM Sukma Dapat Materi Jurnalisme Daring

Didi Gunawan: Jangan Lupakan Validasi Data

CALON anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sukma UIN Antasari melakukan kunjungan keredaksian ke kantor media daring jejakrekam.com, Minggu (28/10/2018) di Kompleks Pondok Metro Indah Kayutangi. Para mahasiswa dikenalkan bagaimana mengelola media massa daring, khususnya dari segi administrasi dan manajemen redaksi.
TOTAL 23 calon anggota mendapatkan materi manajemen media dari Pimpinan Umum Jejakrekam.com, Didi Gunawan.Dalam kunjungan ini, para calon anggota sangat antusias dalam sesi diskusi, apalagi ketika pembahasan cara menyajikan berita ala media daring.
Dari poin penting diskusi, Didi menyebut kerja jurnalisme media online jangan sampai melupakan aspek validasi data. Meski mengutamakan kecepatan, bukan berarti deadline bisa menjadi alasan tidak akuratnya sebuah hasil reportase. “Jurnalis harus jeli melihat peristiwa, dan mewawancarai narasumber yang kompeten agar data yang didapat masuk ke dalam grade (tingkat) pertama,” tegasnya.
Ditambahkannya, ada beberapa tingkatan narasumber yang menentukan validasi data. Lantas, siapa yang paling sahih? Didi menyebut yang paling harus diwawancarai pertama kali adalah pelaku yang langsung berkaitan dengan peristiwa
“Ambil contoh, ketika liputan dalam lingkup kampus soal Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal, wawancara pertama kali harus kepada mahasiswa yang merasakan langsung. Kemudian dapat dikomparasikan perbedaan angka per angkatan. Selanjutnya dapat bertemu dengan pertanyaan why atau mengapa. Dengan begitu, tulisan yang dihasilkan akan lebih tajam dan masuk kategori indepth news,” paparnya.

Ketua AJI Persiapan Banjarmasin ini juga berpesan bahwa peserta selaku calon Jurnalis harus selalu mengasah kepekaan. Sebab, seorang jurnalis dalam membongkar sebuah kasus memerlukan insting atau kepekaan. Simpelnya, wartawan patut curiga, ketika wartawan tidak curiga artinya tidak bisa menggali lebih dalam.
Pimpinan Umum LPM Sukma, Muhammad Rahim mengatakan bahwa kunjungan ini dalam rangkaian tour media pra Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD). “Tour media ini tujuannya untuk mengenalkan jenis-jenis media pers baik media konvensional cetak, televisi, radio dan media online di wilayah lokal kepada calon anggota baru LPM Sukma, salah satunya adalah jejakrekam.com“, ujarnya.
Khususnya, dia berkeinginan agar para calon anggota bisa memahami manajemen media daring. Baik dari segi manajemen pemberitaan maupun manajemen rumah tangga media seperti administrasi, keuangan, dan sebagainya. Agenda tour media ini merupakan inovasi baru dari rangkaian agenda pra PJTD di LPM Sukma. “Baru diterapkan pertama kali tahun 2018 ini, sebelumnya pra PJTD hanya diisi diskusi materi teori per divisi”, tandas aktivis pers mahasiswa ini.
Sumber Berita : http://jejakrekam.com/2018/10/28/kunjungi-kantor-redaksi-jejakrekam-lpm-sukma-dapat-materi-jurnalisme-daring/ 

Respons Prabowo Subianto Soal Pembakaran Bendera di Masa Kampanye Pilpres 2019

BANJARMASINPOST.CO.ID - Polemik pembakaran dan pengibaran bendera di beberapa wilayah Indonesia membuat Calon Presiden di Pilpres 2019 Prabowo Subianto angkat bicara.
Ketua Umum Partai Gerindra itu juga berharap mereka yang terlibat dalam aksi pembakaran maupun pengibaran bendera di beberapa lokasi bisa dengan bijaksana menyelesaikan hal tersebut.
"Tentu menyesalkan. Kita berharap semua yang terlibat akan dengan arif untuk menyelesaikan dengan sebaik baiknya," ungkap Prabowo saat ditemui di Depok, Jawa Barat, Minggu (28/10/2018).
Sebelumnya terjadi pembakaran bendera pada saat peringatan Hari Santri Nasional di Garut, Jawa Barat pada Senin (22/10) lalu.
Menyusul setelahnya, atau selang empat hari kemudian pada Jum'at, 26 Oktober kemarin, beredar di media sosial video yang memperlihatkan sejumlah orang mengibarkan bendera berwarna hitam.
Pengibaran bendera itu terjadi di Kantor DPRD Poso saat pelaksanaan demonstrasi bertajuk 'Aksi Bela Tauhid'.
Selain di titik lokasi itu, massa juga dikabarkan mengibarkan bendera serupa di Lapangan Sintuwu, Maroso. Namun aparat kepolisian segera memerintahkan massa disana untuk menurunkan bendera hitam tersebut.
Respons Prabowo Subianto Soal Pembakaran Bendera di Masa Kampanye Pilpres 2019
Tribunnews/JEPRIMA
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto saat memberikan sambutan saat akan mendeklarasikan Gerakan Emas atau Gerakan Emak-Emak dan Anak Minum Susu di Stadion Klender, Jakarta Timur, Rabu (24/10/2018).
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/28/respons-prabowo-subianto-soal-pembakaran-bendera-di-masa-kampanye-pilpres-2019

Reaksi Prabowo Subianto Ketika Dituding Mendukung ISIS di Masa Kampanye Pilpres 2019

BANJARMASINPOST.CO.ID - Memasuki masa kampanye Pilpres 2019, Calon presiden Prabowo Subianto mengaku dituduh mendukung kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria ( ISIS).
"Saya dari kecil mendukung NKRI, tapi saya malah dituduh mendukung membela khilafah ISIS," curhat Prabowo di kantor Soneta Records ketika deklarasi Relawan Rhoma for PAS, Minggu (28/10/2018).
Prabowo memastikan anggapan itu fitnah. Ia meminta masyarakat khususnya pendukungnya tidak terprovokasi tuduhan itu.
"Tapi ya sudahlah kalau orang sudah fitnah. Kita janganlah terpancing, jangan dibikin marah," kata Prabowo.
Prabowo malah mengajak pendukungnya meneladani kesadaran Nabi Muhammad dalam menghadapi fitnah.
"Rasulullah bukan hanya dihina, tapi juga diludahin. Beliau mau dibunuh, dilempar kotoran tapi Beliau tidak membalas. Maka kita juga tidak boleh membalas," kata Prabowo.
Prabowo mengimbau kontestasi pemilu bakal sarat dengan saling menjegal. Ia meminta pendukungya tetap sabar dan membalas perbuatan jahat dengan kebaikan.
"Kita tahu lah ada niat-niat yang biasa lah. Kita tahu lah jangankan acara sebesar pemilihan, kadang-kadang sepakbola tingkat kecematan aja ada curang-curangnya. Wasit di sogok kek, hakim garis bener enggak? Sedikit-sedikit prittt, loh kita terus yang kena sempritan, yang sana engga kena gitu loh," ujar Prabowo.
Reaksi Prabowo Subianto Ketika Dituding Mendukung ISIS di Masa Kampanye Pilpres 2019
tribunnews.com
Calon Presiden Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara nomor 4 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, (25/9/2018)
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/28/reaksi-prabowo-subianto-ketika-dituding-mendukung-isis-di-masa-kampanye-pilpres-2019

Jokowi Perkenalkan Simbol Kampanye Barunya, Ternyata Ini Maknanya!

BANJARMASINPOST.CO.ID, SURABAYA - Calon presiden nomor urut 1 Joko Widodo memperkenalkan simbol kampanye baru kepada seluruh tim kampanye nasional maupun daerah pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Surabaya, Minggu (28/10/2018).
Simbol kampanye baru pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut adalah ibu jari alias jempol.
Kepada lebih dari 1.000 tim sukses dalam pengarahan tertutup, Jokowi mengatakan, ibu jari adalah simbol keunggulan. Ibu jari juga bermakna kehebatan, tekad, kemauan sekaligus kegigihan.
Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, posisi tangan dengan jempol terangkat dan jari sisanya ditekuk akan menjadi salam seluruh pendukung Jokowi-Ma'ruf.
"Itu salam yang diperkenalkan dalam Rakernas tadi, salam jempol," ujar Hasto kepada para wartawan di Surabaya, Minggu siang.
Hasto menambahkan, posisi tangan jempol terangkat dan keempat jari sisanya ditekuk ke dalam menunjukkan kecepatan dalam mengambil keputusan. Dapat juga dimaknai sebagai angka satu bagi kemajuan Indonesia.
Jokowi, lanjut Hasto, juga memperkenalkan 'tos' baru bagi sesama pendukung Jokowi. Jadi, apabila sesama pendukung Jokowi-Ma'ruf bertemu, salam yang digunakan adalah pertemuan antara tangan dengan posisi salam jempol.
"Ini salam penuh sentuhan persaudaraan, bagaikan elemen utama untuk memenangkan, di mana ada parpol dan relawan yang menyatu, semua berjuang untuk kebaikan," ujar Hasto.
Hadir dalam pengarahan, antara lain Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri,
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Perindo Harry Tanoesoedibyo, Ketua Umum PKPI Diaz Hendropriyono, Ketua PPP Romahurmuziy dan Ketua Umum PSI Grace Natalie.
Jokowi Perkenalkan Simbol Kampanye Barunya, Ternyata Ini Maknanya!
SETPRES/ AGUS SUPARTO
Presiden Joko Widodo saat menghadiri Rakernas Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf di Hotel Empire Palace Surabaya, Jawa Timur, Minggu (28/10/2018).
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/28/jokowi-perkenalkan-simbol-kampanye-barunya-ternyata-ini-maknanya

Ditunjuk Jadi Tuan Rumah Gerakan Revolusi Mental, Ini yang Bakal Dilakukan Kalsel

BANJARMASIN POST.CO.ID, MANADO - Kalimantan Selatan ditunjuk sebagai tuan rumah pekan kerja nyata gerakan revolusi mental pada 2019 mendatang.
Kabar itu, diketahui setelah tuan rumah Manado di tahun 2018 ini yang kemudian melimpahkan ke Pemerintah Provinsi Kalsel untuk tahun selenjutnya.
Kalsel akan menjadi tuan rumah Ditandai dengan penerimaan pataka dari Deputi V Kemenko PMK, Nyoman Shuida kepada Pemerintah Provinsi Kalsel, yang diwakili oleh, Kepala Kesbangpol Kalsel, Taufik Sugiono, Disaksikan Wali Kota Manado Holly Dodon Kamby di Lapangan Koni Manado, Minggu (28/10/2018).
Kepala Kesbangpol Kalsel, Taufik Sugiono, membenarkan bahwa Kalsel pada tahun 2019 nanti menjadi tuan rumah penyelenggara Pekan kerja nyata gerakan nasional revolusi mental ke III di kalimantan selatan tahun 2019.
"Berdasarkan semangat Pak Gubernur yang selalu memanfaatkan momentum nasional, untuk mendorong optimalisasi pencapaian visi Gubernur Kalsel, mewujudkan Kalimantan selatan yang mendiri terdepan lebih sejahtera dan berkeadikan ,berdikari dan berdaya saing, ini perlu energi semangat besar dr semua pihak.
Dijelaskan Taufik Sugino, Pekan Kerja Nyata Gerakan Nasional Revolusi Mental adalah sebagai model pembangunan karakter bangsa, yang mampu membentuk jatidiri bangsa indoenesia tumbuh berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa, perlu akselerasi, mengingat tantangan internal maupun ekternal bangsa kian bertambah.
"Jadi, Pekan Kerja Nyata Gerakan Nasional Revolusi Mental memiliki 5 gugus penting, pertama Indonesia melayani. Kedua, Indonesia bersih. Ketiga Indonesia tertib. Keempat, Indonesia mandiri, dan kelima Indonesia bersatu. Nah ini menjadi energi kita smua bangsa indonesia, untuk bisa melewati lebih cepat hambatan partisipasi masyarakat. Dalam pembangunan,dan jiwa trisula,integritas,semangat dan gotong royong, sehingga dapat memberikan pencapaian hasil yag lebih optimal, " papar Taufik Sugiono.
Katena itulah, kata Taufik Sugiono, Pemprov Kalsel bertekad mengambil momentun penyelenggaraan PKN REVMEN KE III di Kalsel pada 2019 nanti.
"Karena multi effecnya sangan bermanfaat bagi kemajuan Kalsel," lontar pria yang juga pernah kengabdi di tubuh Polri tersebut. (banjarmasinpost.co.id /Nurholis Huda)
Ditunjuk Jadi Tuan Rumah Gerakan Revolusi Mental, Ini yang Bakal Dilakukan Kalsel
Istimewa
Penerimaan pataka dari Deputi V. Kemenko PMK, Nyoman Shuida kepada Pemerintah Prov Kalsel diwakili Kepala Kesbangpol Kalsel, Taufik Sugiono,Disaksikan Gubernur Manado Holly Dodon Kamby di Lapangan Koni Manado, Minggu (28/10/2018)
Sumber Berita : http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/10/28/ditunjuk-jadi-tuan-rumah-gerakan-revolusi-mental-ini-yang-bakal-dilakukan-kalsel

Aparat Gamang, Masa Depan Indonesia Jadi Taruhan

Oleh: Eko Kuntadhi*
Rasanya memang kursi Presiden makin panas. Ketika gerombolan ekstrimis makin berulah, kita tahu, kekuasaan seperti gamang. Bayangkan. Ada organisasi yang secara UU dan hukum sudah dinyatakan terlarang. Tapi mereka seperti berdiri di atas hukum. Mereka bisa bertindak semaunya.
Kita tahu, kelompok perusak itu pandai memainkan jargon agama. Semua hal yang sakral diplintir menjadi poliltis.
Pemberangusan bendera HTI oleh Banser punya logika ganda. Di satu sisi bendera itu adalah lambang sebuah organisasi terlarang. Jadi jika dibakar, tampaknya sebagai tindakan wajar. Tapi karena bendera itu menggunakan kalimat tauhid, usaha pemberangusan diplintir menjadi permusuhan pada kalimat tauhid.
Sekarang masalahnya siapa yang paling kuat mempengaruhi opini publik. Apakah publik menganggap bendera tersebut sebagai bendera HTI. Atau bendera agama? Itu titik persoalan terbesar.
Jika publik bisa diyakinkan bendera tersebut adalah bendera HTI sebagai organisasi terlarang, perbuatan apa pun pada bendera itu akan dimaklumi. Tapi jika opini publik masih meyakini bahwa itu adalah bendera tauhid, repot juga.
Agak lambatnya respon aparat saya rasa karena memasukkan pertimbangan persepsi publik tersebut.
Kesan yang ditangkap, aparat kita serba salah. Jika tidak disikapi dengan keras, isu ini akan menjadi bola salju yang mengecewakan para kaum nasionalis dan minoritas. Bukan apa-apa. Tindakan gerombolan ekstrimis itu sudah di luar batas. Seperti sengaja menantang . Demo di Jakarta kemarin malah sempat mendatangi kantor PBNU.
Di Poso malah lebih gila lagi. Sekelompok orang dari FPI menurunkan bendera merah putih lalu mengerek bendera HTI. Kejadiannya di depan kantor DPRD kota Poso. Tindakan seperti itu jelas mengarah kepada perbuatan makar.
Secara politik lemahnya respon aparat bisa berdampak pada kehilangan kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum. Padahal ini menjadi salah satu titik kritik pemerintahan Jokowi oleh para pendukungnya.
Penanganan yang lemah pada gerombolan HTI, bisa menambah sakit hati kelompok minoritas. Setelah kejadian Ahok dan belakangan Meiliana di Sumatera Utara, sepertinya hukum memang tidak berpihak kepada semua. Bayangkan ada seorang pemimpin sebaik Ahok dihukum hanya karena kepleset omongan. Atau seorang ibu dihukum hanya karena protes pada speaker masjid yang bikin pekak.
Masalahnya jika aparat keamanan menggunakan pendekatan yang lebih keras, risiko justru lebih besar lagi. Karena pendekatan seperti itu akan memberi ruang penggiringan opini pemerintah memusuhi Islam. Sasaran tembaknya adalah Jokowi.
Bukan hanya itu, dengan kondisi yang semakin panas sangat berisiko menimbulkan gesekan horizontal. Banser punya masa militan. Gerombolan HTI dan FPI juga sama. Masyarakat terbelah. Sekali dipantik api mudah membakar. Konflik horizontal membayang.
Jika sampai terjadi kesan yang terbangun adalah pemerintah tidak mampu menjamin keamanan. Sebuah persepsi yang sangat sensitif bagi kelompok minoritas dan para pengusaha. Ujung-ujungnya mereka kehilangan kepercayaan pada Jokowi.
Kelompok oposisi pasti akan mati-matian mempertahankan isu terus beredar. Sebab jika suasana adem, bisa dipastikan mereka akan keok melawan petahana. Satu-satunya cara adalah mengail di air butek.
Suasana ini memungkinkan menggerus dukungan teman-teman minoritas kepada Jokowi. Jikapun gak pindah dukungan kemungkinan terbesar apatis, lalu golput.
Tapi ada satu hal yang lebih besar. Kekerasan membawa konsekuensi masuknya gerombolan dari luar untuk ikut bermain.
Kasus Suriah atau Libya menandakan pola serupa. Ketika konflik awal tercetus, orang-orang dari seluruh dunia berdatangan untuk ikut bermain di sana. Akibatnya konflik berkepanjangan dan jadi multi dimensi.
Apalagi kita tahu di Timur Tengah gerombolan teroris sudah mulai terpojok. Mereka sedang mencari sarang baru untuk tetap eksis. Nah, di Asia selain Mindanao Filipina, Indonesia juga salah satu lokasi yang memungkinkan.
Artinya kita bisa pahami kenapa aparat sangat hati-hati bertindak. Suasananya serba salah. Secara politik pilihan apa pun bisa dimainkan kaum oposisi untuk menggerus suara petahana.
Memang. Jika orang gak punya prestasi, bawaannya mau rusuh melulu. []
*Eko Kuntadhi Pegiat Media Sosial
https://www.tagar.id/Asset/uploads/150076-bendera-hitam.jpeg
Kepolisian RI membenarkan adanya peristiwa pengibaran bendera hitam di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dan Lapangan Sintuwu Maroso dalam aksi bela bendera tauhid. Peristiwa itu terjadi pada 26 Oktober sekitar pukul 13.30 WITA. (Foto: Screenshot video viral)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/aparat-gamang-masa-depan-indonesia-jadi-taruhan

HTI Menginjak-injak Hukum

Oleh: Eko Kuntadhi*
Sepertinya hukum tunduk diinjak-injak kelompok ekstrim. UU dan pengadilan telah secara sah membubarkan HTI sebagai  ormas. Demi hukum, seharusnya apa pun yang menjadi atribut dan aktivitas organisasi terlarang ini adalah pelanggaran.
Begitulah logika formal hukumnya.
Apalagi Hizbut Tahrir (HT) sebagai organisasi induk HTI adalah organisasi yang punya jejak berdarah di berbagai negara dunia. Rakyat Libya jelas merasakan bagaimana jaringan HT mengompori kekacauan yang pada akhirnya menjatuhkan rezim Khadafi.
Negara Afrika yang tadinya terhitung paling makmur, kini menjadi negara paling beringas dan kacau. Pengganti Khadafi adalah boneka. Rakyat sengsara dan sumber daya Libya dikeruk habis oleh korporasi raksasa AS.
Di banyak negara Hizbut Tahrir juga meninggalkan jejak melakukan kudeta. Wajar saja jika keberadaan organisasi sempalan Ikhwanul Muslimin ini diharamkan. Saudi Arabia dan Turki mengkategorikan HT sebagai organisasi teroris. Malaysia dan Singapura juga melarang mereka berdiri.
Baca juga: Insiden Pembakaran Bendera, JK Ajak Seluruh Masyarakat Menahan Diri
Sayangnya selama 10 tahun pemerintahan SBY, organisasi penyuplai teroris ini dibiarkan bebas bergerak. Mereka membesar di berbagai kota. Kota-kota yang sejak dulu akrab dengan ideologi DI/TII adalah basis HTI. Perubahan Barat merupakan salah satu tempat subur kelompok ini.
Kenapa HTI dilarang UU? Karena tujuan mereka mau menghancurkan Indonesia. Mau meluluhlantakan bangsa ini, dan mengubahnya hanya menjadi lingkungan sekelas kelurahan. Sebab tujuan mereka mengangkat seorang pemimpin (Khalifah) dan Indonesia harus tunduk patuh di dalamnya.
Siapa Khalifahnya? Gak jelas. Di mana dia berada? Gak tahu. Apa kreterianya, mbuh!
Jadi negeri yang telah diperjuangkan oleh darah para pahlawan, oleh mereka ingin dirusak begitu saja. Dirobohkan. Dipaksa tunduk pada kekuasaan Khalifah yang belum diketahui siapa.
Orang waras manapun pasti menolak konsep amburadul tersebut.
Mereka berlindung di balik nama agama untuk menyorongkan niat busuknya. Padahal sampai sekarang tidak ada satu negara pun yang bisa menjadi bukti Hizbut Tahrir sukses membangun kesejahteraan masyarakat. Masa' sih, kita mau diajak ke sebuah sistem yang belum pernah ada bukti keberhasilannya sama sekali.
Tidak ada negara yang secara sadar mau mengikuti arah Hizbut Tahrir. Itu sama saja bunuh diri. Mana ada negara yang rela eksistensinya dihilangkan begitu saja dari peta dunia.
Indonesia juga negara rasional. Mana mau mengikuti seruan berbungkus agama padahal cuma mimpi siang bolong. Jadi secara hukum sangat wajar jika Indonesia melarang oraganisasi yang tujuannya mau menghancurkan bangsa ini. Sama seperti Anda yang pasti menghalau perampok yang mau merampok rumah Anda.
Harusnya ketika palu hakim sudah diketuk dan UU sudah disahkan, semua sepak terjang HTI diharamkan. Diberangus. Dihancurkan. Itulah cara menegakkan hukum.
Tapi apa yang terjadi. Di Garut, anggota Banser sedang melaksanakan perayaan hari santri. Seorang simpatisan HTI mengibarkan bendera itu. Tentu ini mengundang kemarahan. Banser merampas bendera itu lalu dibakar.
Kenapa bendera itu diberangus? Sebab semua warga negara tidak ada yang rela perampok mengibarkan bendera kelompok rampok di rumahnya.
Tapi isu soal itu digoreng. Kebetulan bendera HTI mirip dengan bendera ISIS dan Alqaedah, semuanya menggunakan kalimat tauhid sebagai simbol. Nah, dengan itulah kelompok ini membodohi rakyat untuk memprotes Banser.
Tapi Indonesia saat ini menjelang Pilpres. Akhirnya suasana politik itu juga yang menghangatkan suasana.
Kita tahu, jika berpikir sehat, Pemilu semestinya menjadi ajang setiap calon untuk menjajakan ide dan gagasan. Untuk menawarkan track record dan kemampuan. Untuk menampilkan visi misinya. Rakyat yang waras akan memilih pemimpin berdasarkan pertimbangan siapa di antara mereka yang paling mampu dan kapabel.
Tapi sialnya, ada satu Capres yang memang gak punya prestasi untuk ditonjolkan. Gak punya track record yang baik. Lahir dari seorang bapak yang pernah mengkhianati NKRI dengan pemberontakan PRRI/Permesta.
Jika saja dia bertarung dalam suasana normal, pasti rakyat akan malas dipimpin oleh orang yang gak punya prestasi untuk ditawarkan. Karena itu jalan satu-satunya untuk menang adalah dengan menunggangi kekacauan. Semakin besar kekacauan akan semakin bagus. Semakin besar peluangnya untuk menang.
Di sinilah dua kepentingan bertemu. HTI memang berharap Indonesia hancur. Sementara pendukung Capres minim prestasi juga berharap terjadi kekacauan.
Wajar saja jika demo membela bendera HTI juga diselingi oleh teriakan ganti Presiden. Para pengacau bertemu di sini untuk kerusuhan Indonesia.
Ketika organisasi terlarang sekelas PKI terang-terangan menunjukkan kekuatan, sementara aparat hukum diam saja. Ini adalah kecelakaan. Bagaimana mungkin aparat yang di tangannya diserahkan penegakkan hukum tunduk pada HTI. Bagaimana mungkin di depan hidung aparat mereka memamerkan kekuatan dengan mengibarkan bendera ormas terlarang itu.
Kita tahu. Bahwa isu agama memang masih sensitif di Indonesia. Jika salah penanganan akan membahayakan masa depan bangsa ini. Tetapi mendiamkan saja organisasi itu berbuat semau-maunya sama saja dengan membiarkan hukum diinjak-injak.
Polisi, TNI dan seluruh perangkat hukum semestinya adalah lembaga yang paling depan menegakkan hukum. Kalau palu pelarangan sudah diketuk, jangan lagi membiarkan mereka berbuat semaunya.
Tanpa hukum yang tegas, bangsa ini tidak akan beranjak maju. Para pengacau akan terus memanfaatkan kelemahan kita. Apalagi dengan membawa-bawa agama.
Sebagai komponen bangsa yang mencintai tanah airnya tindakan anggota Banser yang memberangus bendera organisasi terlarang rasanya sudah pas. Jika tidak ada yang mencegah kelompok HTI berulah, masa depan negeri ini akan jadi taruhannya.
Jika aparat diam, rakyat akan terus menghalau setiap gerakan yang ingin menghancurkan NKRI.
Tidak ada tempat buat para perusuh. []
https://www.tagar.id/Asset/uploads/861115-hti.jpeg
Atribut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). (Foto: Detik/Mindra Purnomo)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/hti-menginjakinjak-hukum

Empat Tuduhan Palsu yang Terus-menerus Dihantamkan pada Jokowi

Surabaya, (Tagar 29/10/2018) - Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) meminta kader NasDem agar dapat menjelaskan berbagai pertanyaan rakyat jelang Pemilu 2019.
"Saya ingin menyampaikan isu-isu ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di masyarakat. Sering sekali masyarakat banyak yang bingung ada isu-isu, adanya perang isu. Tapi, kalau kita bisa menjelaskan secara baik dan benar dan bisa diterima masyarakat, akan sangat gampang kita masuk dan berkomunikasi dengan rakyat," kata Jokowi di Surabaya, Minggu (28/10) mengutip kantor berita Antara.
Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam acara apel siaga pemenangan Partai NasDem Jatim di JX International Convention and Exhibition Surabaya.
Baca juga: Unggul di Survei, Jokowi Minta Tim Suksesnya Jangan Terlena
Berikut ini empat tuduhan palsu yang terus-menerus dihantamkan pada Jokowi. Tuduhan yang salah yang terus diulang oleh lawan politiknya dalam kampanye hitam.

1. Antek Asing
"Pertama berkaitan dengan antek asing, Presiden Jokowi antek asing, benar ndak? Ada (yang bicara begitu), ndak perlu saya sampaikan. Jadi, ada blok besar namanya blok Mahakam yang dikelola Perancis dan Jepang, sekarang 100 persen di Pertamina. Kedua, blok besar blok Rokan juga diserahkan 100 persen ke Pertamina. Ada Freeport sudah head agreement bahwa kita akan mendapatkan 51,2 persen yang sebelumnya 9,3 persen. Pertanyaannya adalah, antek asingnya di mana? Ini harus bisa dijelaskan oleh bapak ibu saudara sekalian," jelas Presiden.

2. Jutaan Tenaga Kerja Tiongkok
Isu kedua adalah mengenai ada lebih dari 10 juta tenaga kerja Tiongkok di Indonesia. Menurut Jokowi hal itu adalah berita bohong alias hoaks.
"Kita sampaikan bahwa 10 juta itu adalah tanda tangan kita dengan Tiongkok untuk turis. Turis bukan tenaga kerja asing, karena ada 180 juta turis dari Tiongkok yang menjadi rebutan negara di seluruh dunia, kita tanda tangan komitmennya minimal 10 juta turis akan datang ke Indonesia," ungkap Jokowi.
Tenaga kerja dari Tiongkok di Indonesia menurut Jokowi berjumalh 24 ribu orang, justru Tenaga Kerja Indonesia yang di Tiongkok ada 80 ribu.
"Artinya di sana antek Indonesia, jangan dibalik, ini harus dijawab dengan jelas. Jangan bohongi rakyat dengan data yang ngawur, itulah makanya kemarin saya bilang politikus sontoloyo yah yang seperti itu," tambah Jokowi.

3. Anggota PKI
Isu ketiga terkait dengan isu bahwa dirinya adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Jokowi kembali menegaskan bahwa ia lahir pada 1961, dan pada 1965 PKI sudah dibubarkan. Sehingga gambar yang menunjukkan pemimpin PKI pada 1955 yaitu DN Aidit berpidato dan ada juga gambar Jokowi adalah hoaks.
"Saya lahir saja belum, inilah yang saya smpaikan cara seperti ini politik sontoloyo," ungkap Jokowi.

4. Kriminalisasi Ulama
Isu keempat terkait dengan kriminalisasi ulama.
"Ulamanya mana yang dikriminalisasi? Suruh sebutkan yang dikriminalisasi itu yang mana? Tiap hari saya bareng ulama, tiap minggu saya ke pesantren, sekarang cawapres kita topnya ulama Indonesia, Ketua MUI," jelas Jokowi. []
https://www.tagar.id/Asset/uploads/593450-jokowi.jpeg
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir (ketiga kiri) di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018). Menlu Arab Saudi mengunjungi Indonesia untuk melakukan pertemuan empat mata dengan Menlu Retno Marsudi membahas isu terorisme, politik, keamanan, ekonomi, energi, pariwisata dan perhubungan. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)
Sumber Berita : https://www.tagar.id/empat-tuduhan-palsu-yang-terusmenerus-dihantamkan-pada-jokowi

Bagaimana Hizbut Tahrir (HTI) Menipu dan Memecah Belah Umat Islam?
Hizbut Tahrir (HTI) adalah partai politik (hizbun siyasiyyun). Hizbut Tahrir (HTI) adalah gerakan kekuasaan. Mereka punya tujuan, mendirikan Negara Khilafah versi mereka. Membangun Negara Islam yang sesuai selera mereka.

Hizbut Tahrir Tidak Peduli Pengabdian pada Umat Islam
Hizbur Tahrir (HTI) tidak pernah peduli akan dakwah Islam dan tegaknya agama Islam, yang mereka pedulikan hanyalah tegaknya sistem kekuasan mereka.
Hizbut Tahrir (HTI) tidak peduli mengabdi kepada umat Islam, makanya mereka tidak pernah membangun madrasah, pesantren, universitas, masola, masjid, yayasan sosial dan kegiatan amal lainnya.
Islam bagi Hizbut Tahrir (HTI) bukan ladang pengabdian tapi sekadar alat kekuasaan.
Ini fakta yang tidak bisa mereka bantah.

Modus Penipuan Hizbut Tahrir
Lantas bagaimana mungkin tujuan mereka berhasil tanpa mengabdi terlebih dahulu kepada umat Islam?
Mereka menggunakan strategi penipuan. Modus penipuan adalah melakukan kebohongan untuk memperoleh keuntungan pribadi tapi dengan merugikan kelompok lain.
Siapa yang dirugikan di sini oleh Hizbut Tahrir? Islam dan umat Islam.
Islam dirugikan karena Hizbut Tahrir menjalankan strategi penipuan menggunakan ajaran dan simbol Islam sebagai modus penipuan.
Hizbut Tahrir menggunakan istilah: khilafah, negara Islam, syariat Islam, bendera Rasulullah, Kalimat Tauhid namun tujuan mereka yang sesungguhnya adalah meraih keuntungan dengan tegaknya sistem kekuasaan yang mereka inginkan, yakni: sistem khilafah versi mereka yang direncanakan oleh Taqiyuddin An-Nabhani, sejak tahun 1953, bukan sistem khilafah yang dikenal dalam sejarah Islam.
Kita harus membedakan antara Sistem Khilafah yang dikenal dalam sejarah Islam dengan sistem khilafah yang dirancang oleh Taqiyuddin An-Nabhani tahun 1953. Nama bisa disama-samakan, tapi sistem dan isi jelas berbeda. Nah menyamakan sistem khilafah yang dirancang oleh Taqiyuddin tahun 1953 tapi disamakan dengan khilafah dalam sejarah Islam adalah salah satu modus penipuan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir (HTI).
Umat Islam dirugikan oleh Hizbut Tahrir karena ajaran dan simbol Islam dipakai sebagai alat menipu untuk kepentingan kekuasaan mereka.
Hizbut Tahrir juga membuat kekacauan (fitnah), perpecahan dan adu domba antar umat Islam. Saat mereka membajak kalimat tauhid untuk bendera politik mereka, yang tujuan mereka melakukan politik makar, kemudian ada reaksi pelarangan, Hizbut Tahrir pun menyebar kebohongan dan fitnah: Islam telah dilarang, kalimat tauhid telah dilarang.
Padahal yang menolak Hizbut Tahrir justeru mayoritas umat Islam. Mayoritas umat Islam bukan menolak Islam dan Tauhidnya yang dibajak oleh Hizbut Tahrir tapi menolak politik makar mereka.
Tetapi kalangan umat Islam yang awam dan lugu yang terpancing dan menelan fitnah dan kebohongan Hizbut Tahrir (HTI) bereaksi berdasarkan kebohongan dan fitnah Hizbut Tahrir (HTI): Islam dilarang, Tauhid dilarang, padahal sekali lagi, yang dilarang adalah politik makar Hizbut Tahrir (HTI) dan pembajakan mereka atas ajaran dan simbol Islam untuk tujuan politik makar.
Akhirnya, Hizbut Tahrir (HTI) pun berhasil memantik perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, berdasarkan kebohongan dan fitnah yang mereka sebarkan. Persis kelakuan kaum Munafiq di zaman Rasulullah Saw yang mempengaruhi dan membuat perselisihan di kalangan umat Islam. Di zaman Rasulullah Saw saja strategi kaum Munafiq ini bisa berhasil (meskipun selanjutnya terbongkar dan gagal), apalagi di zaman kita ini.
Semestinya kalau kita sadar akan hakikat dan tujuan Hizbut Tahrir ini yang menurut pengakuan mereka sendiri sebagai organisasi/partai politik (hizbun siyasiyyun) yang bertujuan kekuasaan, dan tidak pernah melakukan kerja-kerja pengabdian pada umat Islam (tidak bangun madrasah, pesantren, sekolah dll), harusnya kita sudah mengeluarkan Hizbut Tahrir dari kategori organisasi kemasyarakatan Islam.
Kerja-kerja Hizbut Tahrir pada umat Islam bukan pengabdian, pelayanan dan khidmah (mereka tidak pernah mengajari mengaji, tidak peduli pada pendidikan, pelayanan sosial dll) tapi kerja Hizbut Tahrir adalah memprovokasi umat Islam untuk demo, membentuk opini dan propaganda, indoktrinasi politik dan ideologi mereka.

Bangsa Arab Tidak Bisa Ditipu oleh Hizbut Tahrir
Di tanah Arab dan di bangsa Arab serta di semua negara-negara Arab, Hizbut Tahrir sudah dilarang, karena mereka tidak bisa menipu bangsa Arab, yang mengerti bahasa Arab, mengerti Islam, baik ajaran dan sejarahnya, sehingga tidak termakan kebohongan, fitnah dan penipuan Hizbut Tahrir (HTI).
Hizbut Tahrir gagal mengasong dagangan kekuasan mereka yang dibungkus istilah-istilah Arab dan klaim-klaim keislaman di bangsa Arab. Hizbut Tahrir adalah organisasi politik yang bertujuan politik makar, tapi menggunakan penipuan atasnama Islam sebagai modus operandinya. Bangsa Arab tidak tertipu. Mereka marah atas kebohongan dan penipuan Hizbut Tahrir dan melarang keras.

Kaum Santri Tidak Bisa Ditipu oleh Hizbut Tahrir (HTI)
Di negeri kita yang tercinta ini, Hizbut Tahrir (HTI) tidak bisa menipu kaum santri khususnya yang memiliki pengetahuan keislaman dan bahasa Arab yang mendalam. Ibaratnya mereka buka kursus berenang untuk ikan, atau buka kursus terbang untuk burung.
Para santri tidak terkecoh dan bisa ditipu oleh Hizbut Tahrir (HTI) yang sudah mengaku sebagai partai politik (hizbun siyasiyyun) yang bertujuan kekuasaan meskipun menggunakan ajaran dan simbol sebagai kedok. Justeru kaum santri pula yang membongkar kedok dan kebohongan propaganda Hizbut Tahrir (HTI). Ibaratnya Hizbut Tahrir (HTI) mau menjual sirup gula yang diberi cap “madu asli” kepada petani dan ahli madu. Kebohongan dan penipuan pun terbongkar!
Bagaimana mungkin Hizbut Tahrir (HTI) bisa mengaku paling cinta tauhid hanya dengan menjadikan kalimat tauhid sebagai bendera yang cuma ditenteng-tenteng, dipajang dan diarak waktu demo pada kalangan santri yang menegakkan kalimat tauhid di pesantren, madrasah, masjid, musola, majelis zikir, majelis sholawat, pengajian, tahlilan dan lain-lain sebagainya. Ibarat anak yang mengaku paling mengabdi pada orang tua tapi cuma memegang fotonya saja.
Semoga Allah Swt melindungi negeri kita dan umat Islam dari tipu daya dan kebohongan Hizbut Tahrir (HTI). Amin
Mohamad Guntur Romli

Sumber Opini : http://www.gunromli.com/2018/10/bagaimana-hizbut-tahrir-hti-menipu-dan-memecah-belah-umat-islam/

Bakar Bendera HTI, Banser Punya Dalil, Kalau Kalian Nginjak “Bendera Tauhid”, Masukin Got dan Keleleran di Kaki, Apa Dalil Kalian?
Bendera HTI memang ada kalimat Tauhidnya. Ini tak usah dibantah. Kenapa dibakar oleh Banser? Karena kalimat tauhid itu sudah dirusak oleh kepentingan politik makar, sehingga untuk menyelamatkan dan memuliakan kalimat Tauhidnya dengan dibakar, agar tidak disalahgunakan.
Apa dalilnya?
Banyak.
Diqiyaskan ke Nabi Muhammad Saw yg menghancurkan “masjid Dhirar”. Apakah Nabi tidak mau memuliakan masjid itu? Apakah Nabi tidak sayang2 pada masjid itu? Bukan ini alasannya. Karena masjid itu dibuat untuk tujuan rusak. Maka, dihancurkan.
Dari Sayyidina Utsman juga yg membakar mushhaf2 Quran yg tdk seusai standar & rusak, padahal di situ jelas2 ada ayat-ayat Al-Quran. Apakah Sayyidina Utsman tidak mau memuliakan ayat-ayat Qur’an yg ada di Mushhaf2 itu? Bukan itu alasannya, agar tidak disalahgunakan dan bisa merusak kalau dipakai Mushhaf2 yg tidak sesuai standar.
Dan lain-lain dalilnya.
Sekarang aku mau tanya: lantas kalian yang menginjak bendera yang ada kalimat Tauhidnya, dibiarkan keleleran di tanah dekat dgn kaki dan masuk got, apa dalilnya?
Begitu kah kalian memuliakan kalimat tauhid?
Saya lebih setuju cara Banser yang membakar bendera HTI meski di situ ada kalimat Tauhidnya agar bendera ini tidak lagi disalahgunakan untuk politik makar dan direndahkan seperti itu. Dan Banser punya dalil.
Kalian menginjak-injak kalimat tauhid selain tidak punya dalil jelas-jelas merendahkan!
Mohamad Guntur Romli

Sumber Opini : http://www.gunromli.com/2018/10/banser-bakar-bendera-hti-punya-dalil-kalian-nginjak-bendera-tauhid-apa-dalilnya/

Banser Membakar Bendera HTI bukan Bendera Tauhid!
Pembakaran Banser di Garut terhadap bendera HTI memantik kontroversi. Hari ini sedang didengungkan (buzzing) khususnya di Twitter soal pembubaran Banser. Bagi saya, mereka yang membenci Banser dan ingin membubarkan Banser cuma ada 2 kelompok. Pertama, PKI dan antek-anteknya. Kedua, Teroris dan antek-anteknya. Nah kalau melihat para pendengung (buzzer) di medsos yang kini ramai ingin membiarkan Banser terafiliasi ke jaringan terorisme atau antek-antek terorisme.
Banser membakar bendera HTI sudah cara yang tepat. Benar bendera HTI ada kalimat tauhidnya, tapi bendera yang ada kalimat Tauhidnya tidak bisa disebut bendera tauhid. Bendera Saudi, bendera Afghanistan, juga bendera-bendera jaringan teroris ada kalimat Tauhidnya, seperti Al-Qaidah dan ISIS. Tapi bendera itu tidak bisa disebut bendera Tauhid haruslah disebut dengan afiliasi politiknya. Bendera Saudi, Bendera Afghanistan, Bendera ISIS, Bendera Al-Qaidah, Bendera Hizbut Tahrir. Bagaimana cara membedakan bendera-bendera itu? Ya harus belajar, agar kita tidak dibohongi oleh Hizbut Tahrir pakai kalimat tauhid. Mereka yang menyalahgunakan kalimat tauhid untuk bendera mereka yang ingin menggantikan Merah Putih dan mendirikan negara Khilafah ala Hizbut Tahrir.
Mengapa pembakaran bendera HTI adalah cara yang tepat? Karena ini sesuai dengan tradisi santri. Banser adalah santri, yang menganalogikan pembakaran bendera HTI dengan pembakaran terhadap kitab suci Al-Quran yang rusak dengan membakarnya. Tujuannya untuk memuliakan, agar tidak disalahgunakan dan diinjak-injak. Ini menurut madzhab Syafi’i, yang diikuti oleh Banser dan NU.
Imam As-Suyuthi, tokoh Syafi’iyah dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulumil Quran memberikan opsi dibakar ini, seperti halnya yang dilakukan oleh Sayyidina Utsman terhadap beberapa kitab suci Quran yang rusak dan tidak sesuai dengan standar dengan dibakar.
Ada opsi lain, menguburkannya. Ini pendapat mahzab Hambali, dan tokohnya Ibn Taimiyah. Sementara Lembaga Fatwa Saudi Arabia yang fatwanya diikuti oleh kalangan yang saat ini mendramatisir pembakaran bendera HTI oleh Banser memperbolehkan dua opsi ini, baik dibakar dan dikubur.
Kalau Banser sebelum membakar bendera HTI dengan menginjak-injak ini kita patut marah, saya juga akan marah. Tapi dengan Banser membakarnya seperti tradisi membakar Kitab Suci Al-Quran yang rusak untuk memuliakan kalimat tauhid itu, maka ini sudah sesuai dengan akhlak santri.
Penyalahgunaan simbol agama untuk tujuan kejahatan memang harus dilawan, bahkan dihancurkan. Zaman Nabi Muhammad Saw, ada masjid yang dihancurkan, karena tujuannya untuk merusak dan memecah belah umat. Masjid ini disebut “Masjid Dhirar”. Nah, apa yang dilakukan oleh Hizbur Tahrir dan Jaringan Teroris yang memakai simbol-simbol agama untuk memecah belah dan merusak, persis kelakuan orang-orang munafik zaman Nabi yang membangun “masjid Dhirar” dengan tujuan jahat, memecah belah dan mencelakakan Nabi Muhammad Saw.
Maka jangan sebut bendera HTI, bendera ISIS, bendera Al-Qaidah sebagai bendera tauhid. Sebutlah “bendera Dhirar”, bendera yang merusak dengan menyalahgunakan simbol-simbol agama yang mulia untuk tujuan jahat.
Untuk membendung dan melawan radikalisme yang mengatasnamakan agama memang Banser sebagai benteng terakhir. Kalau ormas-ormas lain, bahkan polisi atau tentara yang merampas bendera HTI, pastilah akan diserang anti Islam, anti Tauhid.
Tuduhan itu tidak akan mempan ke Banser, santri-santri yang sejak tahun 1930 sudah ditanamkan doktrin Hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman), sejak 22 Oktober 1945 sudah ditanamkan doktrin, membela Kemerdekaan Republik Indonesia (meskipun bukan negara Islam, bukan negara Khilafah) adalah kewajiban jihad setiap muslim, dan yang mati membelanya disebut syahid.
Jadi kelompok apapun yang mau membubarkan NKRI dengan memakai simbol apapun, mau palu arit (PKI), mau menyalahgunakan kalimat tauhid yang mulia seperti yang dilakukan DI/TII, kelompok-kelompok teroris dan Hizbut Tahrir, pastilah Banser yang ada terdepan melawannya.
Karena Banser dan NU, tidak menjadikan kalimat tauhid sebagai bendera politik, apalagi politik makar, tapi tauhid yang ditegakkan di pesantren-pesantren, di masjid-masjid, di musola-musola, di pengajian-pengajian, di shalawat-shalawat, di tahlilan-tahlilan dll nya.
Sayup-sayup saya mendengar sahabat-sahabat Banser yang dengan penuh keberanian dan keikhlasannya melantunkan Mars Banser
Izinkan ayah Izinkan ibu
Izinkan kami pergi berjuang
Dibawah kibaran bendera NU
Majulah ayo maju serba serbu (serbu)
Tidak kembali pulang
Sebelum kita yang menang
Walau darah menetes di medan perang
Demi agama ku rela berkorban
Maju ayo maju ayo terus maju
Singkirkanlah dia dia dia
Kikis habislah mereka
Musuh agama dan ulama
Wahai barisan Ansor serbaguna
Dimana engkau berada (disini)
Teruskanlah perjuangan
Demi agama ku rela berkorban
Mohamad Guntur Romli
Sumber Opini : http://www.gunromli.com/2018/10/banser-membakar-bendera-hti-bukan-bendera-tauhid/

Afghanistan Bibi Aisha

SURAT UNTUK ADEKKU YANG CANTIK PENDUKUNG HTI

Adekku yang cantik pendukung HTI..
Dek, apa kabar? Senang melihatmu begitu atraktif mendukung Hizbut Tahrir. Adek pasti sama dengan sekian ratus pendukung Hizbut Tahrir di seluruh dunia, bermimpi tentang indahnya negeri ini ketika berada di bawah naungan khilafah.
Tapi coba abang ingatkan dulu sebuah peristiwa...
Adek kenal wanita yang bernama Bibi Aisha?
Bibi Aisha adalah gadis muda cerdas yang tinggal di Afghanistan. Ia sebelumnya baik-baik saja sebelum ayahnya berhutang pada organisasi Taliban. Taliban ini adalah pendukung khilafah, sama seperti yang Hizbut Tahrir lakukan. Mereka punya keyakinan yang sama.
Akhirnya Bibi Aisha dikawinkan paksa pada usia 14 tahun, justru saat dia sedang menikmati masa remajanya. Dan adek tahu apa yang terjadi pada Bibi Aisha? Dia dihajar habis oleh suaminya, karena konsep khilafah yang mereka yakini tidak mengenal wanita sebagai pendamping, hanya aksesori.
Bibi Aisha kabur dari suaminya tetapi ia tertangkap. Dan tahu apa yang dialami Bibi Aisha, dek? Hidungnya yang mancung dipotong oleh suaminya dan Bibi Aisha ditinggal dalam kondisi koma karena kekurangan darah. Untunglah ia ditemukan oleh orang baik dan dilarikan ke rumah sakit.
Wajah Bibi Aisha dengan hidungnya yang hilang kemudian menjadi cover majalah Time tahun 2010 dan ia bercerita tentang kehidupan di Afghanistan pasca penguasaan kelompok Taliban yang meyakini negara Islam.
Penderitaan Bibi Aisha juga yang diderita para wanita di Nigeria yang diculik oleh kelompok Boko Haram yang meyakini konsep khilafah yang sama. Jangan tanya apa yang dilakukan ISIS kepada wanita dan para gadis yang bahkan belum matang di Irak dan Suriah. Mereka habis-habisan diperkosa..
Adekku yang cantik..
Adek harusnya bersyukur tinggal di negeri tercinta ini. Negeri indah yang memuliakan wanita. Mendorong wanita supaya bisa setara dengan pria. Memberikan pendidikan yang sama tanpa membedakan siapa dia.
Banyak pahlawan wanita disini, yang terkenal salah satunya adalah RA Kartini, yang berjuang untuk mendapatkan sisi yang sama dengan para lelaki.
Adek bisa masih cantik dan bebas bersuara karena konsep dan sistem Pancasila di negeri ini. Jika Indonesia menjadi negeri Islam seperti yang adek dambakan, adek sudah pasti tidak bisa turun ke jalan apalagi bersuara keras seperti sekarang yang adek lakukan. Adek bisa-bisa sudah dikawinkan sejak dini dan harus patuh pada suami untuk tidak boleh kemana-mana, bahkan untuk shopping keluar saja. Belum lagi mengalami kekerasan..
Adekku yang cantik boleh-boleh saja bermimpi tentang negara Islam, tetapi manakah di dunia ini yang sudah menerapkan sistemnya? Belum ada, dek, karena mengerikan.
Bahkan negara sekelas Arab Saudi saja masih monarkhi, dan dari penerapan syariat mereka wanita berada di kelas dua. Mereka baru boleh menyetir mobil sendiri baru-baru saja. Bukan karena Saudi menghormati wanita, tapi karena ekonomi mereka sedang berada pada titik terendah dan penerapan supir untuk wanita membebani kas negara.
Jadi adek seharusnya cukup bersyukur saja bahwa adek ada di tempat yang memuliakan wanita. Negeri Indonesia adalah surganya. Tidak perlu ribut menggantinya dengan sistem yang bahkan adek tidak mengerti dampaknya.
Mungkin Bibi Aisha dan banyak wanita lain di dunia yang ditindas dengan sistem khilafah yang salah akan berseru, "Hai cantik. Nikmat Tuhan manakah yang kau ingkari dengan hidup di negeri seperti Indonesia ini? Lihatlah kami, diri kami ditindas setiap hari karena kearoganan sebuah sistem yang menjadikan wanita sebagai aksesori. Bersyukurlah, apakah tidak cukup bagimu semua ini?".
Adekku yang cantik, belajarlah dengan baik. Jadilah wanita yang bisa mengangkat derajat dan harkat sesamamu nanti. Tidak usah meributkan hal yang tidak kau mengerti. Biar kami yang menjaga negeri ini dan cukuplah dirimu mendukung perjuangan kami menjaga dirimu, kaum wanita sepertimu dan ibu pertiwi.
Salam dari abang Pendukung Secangkir Kopi
Hizbut Tahrir 
Ilustrasi
Re-Post by MigoBerita / Senin/29102018/09.58Wita/Bjm 
Baca Juga Artikel Terkait Lainnya
:)
:(
=(
^_^
:D
=D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p