Migo Berita - Banjarmasin - DATA Penerima BANSOS dll, koq bisa "GANDA". Yang namanya manusia biasa, bisa aza terjadi (dimaklumi), namun kalau setiap tahun terus berulang dan malah menjadi lahan subur untuk "Kroni Koruptor", lalu bagaimana pemerintah Daerah memberikan tanggung-jawabnya kepemerintah pusat dan ALLAH SWT. Jangan sampai warga masyarakat lalu berpikir yang tidak-tidak, sehingga pemerintah daerah hanya dianggap "Berkuasa" terhadap rakyatnya namun tidak berhasil menjadi Abdi (Pelayan) bagi masyarakat yang dipimpinnya. Nah, kumpulan artikel telah disajikan, silahkan membaca hingga tuntas agar tidak gagal paham.
Penyampaian Hasil Cleansing Bantuan Sosial dan Analisis Data BNBA Bansos Di Wilayah Kalsel
Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan Herman Hermawan menyampaikan tentang “Hasil Cleansing Bantua Sosial dan Analisis Data BNBA Bansos Provinsi Kalimantan Selatan”. Dalam paparannya Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan menyampaikan tujuan dari cleansing dan analisis Data BNBA Bansos yaitu sesuai dengan Instruksi Presiden kepada BPKP, mengawal akuntabilitas keuangan negara untuk percepatan penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) khususnya dalam penyaluran bantuan sosial dan penyaringan data juga dilakukan untuk mengurangi risiko penyaluran bantuan sosial tidak tepat sasaran.
Menurut Instruksi Mendagri No 1 Tahun 2019 tentang Pencegahan Penyebaran dan percepatan COVID-19 di Lingkungan Pemda. Dalam melakukan percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocusing) dan perubahan alokasi anggaran yang digunakan secara memadai untuk meningkatkan kapasitas: 1) Penanganan kesehatan dan hal-hal lain terkait kesehatan, 2) Penanganan dampak ekonomi terutama menjaga agar dunia usaha daerah masing-masing tetap hidup dan 3) Penyediaan jaring pengamanan sosial.
Selain itu Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan memberikan kepada video conference yaitu lakukan verifikasi secara factual terhadap data NIK yang beritisan dengan bansos lainnya dan data yang ganda dalam satu jenis bansos kemudian update data BNBA Bansos sebagai dasar penetapan penerima Bansos. Acara ditutup dengan diskusi dan tanya jawab.
Bantuan Subsidi Upah Telah Disalurkan ke 3,25 Juta Penerima
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyampaikan bahwa realisasi penyaluran program bantuan subsidi gaji/upah bagi pekerja/buruh (BSU) 2021 hingga 3 September telah mencapai 3.251.563 orang.
Jumlah itu merupakan 37,4 persen dari total target penerima BSU sebanyak 8,7 juta orang. Penyaluran BSU 2021 sendiri hingga saat ini sudah melewati tahap ketiga. Tahap I telah tersalurkan kepada 947.436 penerima, tahap II tersalurkan kepada 1.145.598 penerima, dan tahap III tersalurkan kepada 1.158.529 penerima.
Penyaluran BSU 2021 Tahap I dan Tahap II ditransfer langsung kepada pekerja/buruh penerima BSU yang memang telah memiliki rekening di salah satu bank Himbara (Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, atau Bank BTN).
Sedangkan penyaluran Tahap III dilakukan melalui skema pembukaan rekening kolektif (burekol) bagi para pekerja/buruh penerima BSU yang belum memiliki rekening di salah satu bank Himbara.
“Alhamdulillah, penyaluran BSU di tahap ketiga melalui skema burekol sudah berjalan. Kemarin di Semarang, saya sempat meninjau pelaksanaan burekol ini di mana pihak bank Himbara jemput bola ke perusahaan-perusahaan yang memang pekerja/buruh penerima BSU-nya belum memiliki rekening bank Himbara. Upaya ini dilakukan dalam rangka menjaga protokol kesehatan, agar tidak terjadi kerumunan, dan mempermudah proses aktivtasi rekening burekol,” kata Menaker, di Jakarta, Selasa (07/09/2021).
Lebih lanjut, Ida mengingatkan bahwa untuk menghindari terjadinya duplikasi penerima manfaat Program BSU 2021 dengan program bantuan sosial lainnya, maka sesuai dengan Peraturan Menaker Nomor 16 Tahun 2021, penerima BSU diprioritaskan bagi pekerja/buruh yang belum menerima manfaat Program Kartu Prakerja, Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), dan Program Keluarga Harapan (PKH).
“Untuk memitigasi terjadi duplikasi penerima dan sebagai upaya agar program BSU ini tepat sasaran, kami memang melakukan pemadanan data calon penerima BSU dengan database penerima Program Kartu Prakerja, Program BPUM, dan PKH. Hal itu dilakukan semata-mata agar program pemerintah dalam rangka PEN ini mencakup keseluruhan kelompok masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19,” terangnya.
Lebih lanjut, Menaker mengatakan bahwa proses monitoring pelaksanaan program BSU terus dilakukan salah satunya dengan mengunjungi langsung para pekerja/buruh yang menerima manfaat BSU. BSU sendiri dinilai membantu pada pekerja/buruh di masa pandemi ini.
“Sebagian besar BSU digunakan teman-teman pekerja/buruh untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga mereka,” pungkasnya.
Secara rinci, penyaluran BSU hingga 3 September 2021 adalah: untuk Aceh (belum tersalurkan), Bali (71.640 penerima), Banten (208.099), Bengkulu (5.169), DI Yogyakarta (83.215), DKI Jakarta (827.205), Jambi (13.830), Jawa Barat (608.820), Jawa Tengah (653.059), Jawa Timur (447.355), Kalimantan Barat (12.460), Kalimantan Tengah (2.713), Kalimantan Timur (30.389), Kalimantan Utara (626), serta Kepulauan Riau (54.286). Kemudian Lampung (20.816), Maluku (4.923), Nusa Tenggara Barat (6.844), Nusa Tenggara Timur (256), Papua (2.934), Papua Barat (7.585), Riau (34.791), Sulawesi Tengah (7.106), Sulawesi Tenggara (5.216), Sulawesi Utara (20.319), Sumatra Barat (16.525), Sumatra Selatan (26.531), serta Sumatra Utara (78.852). (HUMAS KEMNAKER/UN)
Sumber: Setkab RI
Sumber Utama : http://www.bpkp.go.id/berita/read/31357/0/Bantuan-Subsidi-Upah-Telah-Disalurkan-ke-325-Juta-Penerima
KEPALA BPKP KALSEL TERPILIH SEBAGAI KETUA UMUM DEWAN PENGURUS AAIPI WILAYAH KALSEL PERIODE 2021-2024
Pada hari Selasa (07/09), Konferensi Dewan Pengurus AAIPI di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Periode 2021-2024 diselenggarakan di Ruang Virtual Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting yang dihadiri oleh Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan Rudy M. Harahap, Kepala BKN Regional VIII Banjarmasin, Inspektur dan Sekretaris Inspektorat di Wilayah Provinsi Kalimatan Selatan.
Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka melakukan pemilihan susunan Dewan Pengurus AAIPI, yang terdiri dari Dewan Pembina, Ketua Umum, Direktur Eksekutif, Wakil Direktur Eksekutif, Anggota Eksekutif Tetap Dewan Pengurus Wilayah dan Anggota Eksekutif Tidak Tetap Dewan Pengurus Wilayah.
Pemilihan dilakukan berdasarkan Keputusan Ketua Umum DPN AAIPI Nomor 002/DPN/AAIPI/2013 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengukuhan Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) Wilayah serta Pemilihan dan Pertanggungjawaban Dewan Pengurus AAIPI Wilayah. Berdasarkan hasil pengambilan suara, Ketua Umum terpilih untuk periode 2021-2024 adalah Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan, dan Direktur Eksekutif terpilih adalah Inspektur Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam sambutannya,Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan selaku Ketua Umum AAIPI terpilih Periode 2021-2024, Rudy M. Harahap, PhD, menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan para anggota AAIPI. Selain itu, disampaikan juga bahwa dalam masa jabatannya diharapkan kepengurusan AAIPI yang baru dapat berperan lebih nyata, bukan sekedar formalitas, tapi betul-betul ada bukti dan tindakan bahwa AAIPI dapat memberikan perubahan dan terasa manfaatnya, baik di masyarakat maupun stakeholders, sehingga semua pihak dapat well informed dan tidak salah mengambil keputusan.
(Kominfo BPKP Kalsel/Tim P3A)
Risma Nemuin Ada Daerah Sepuluh Tahun Tanpa Pembaruan Data, Sayang Nggak Disebut Namanya!
Bagi SEWORD-ers yang mungkin masih menantikan penyaluran dana bantuan dari pemerintah bagi para pekerja yang sudah sejak bulan lalu kabarnya akan diberikan tetapi masih juga belum cair … mungkin salah satu penghambatnya adalah sinkronisasi data yang membutuhkan waktu lama sebelum pihak kementerian yang diberi wewenang siap menyalurkan data melalui bank-bank yang sudah ditunjuk oleh pemerintah.
Bicara masalah sinkronisasi data … rasanya bukan lagi rahasia kalau perkara yang satu ini sulitnya luar biasa di negeri kita. Makanya, berita adanya data pemilih ganda setiap kali diadakan Pemilu rasanya bukanlah temuan yang aneh. Kalau temuan aneh, masa’ setiap kali ada momen coblosan kok selalu ada cerita begitu? Jadi nggak aneh lagi jadinya, kan … karena sudah menjadi kebiasaan!
Belum lagi kalau kita berbicara soal penyaluran bansos, yang selalu ada cerita aneh bin ajaib karena data di atas kertas dan fakta di lapangan bisa berbeda. Ada warga yang sebelumnya dapat, eh mendadak tidak dapat. Ada pula warga yang dilaporkan memiliki “cukup kekayaan” tapi selalu mendapat jatah bansos yang seharusnya ditujukan bagi kalangan ekonomi tidak mampu. Cerita semacam ini rasanya bisa kita perpanjang sampai 30 September 2021. Betul?
Kementerian Sosial yang diharapkan bisa mulai mengurai semua ini, eh malah sempat disibukkan sendiri karena ulah bekas Mensos yang kini meringkuk di penjara usai menyalahgunakan dana bansos dengan cara dikorupsi. Kapan rampungnya mengurai benang ruwet di Kemensos kalau Menterinya sendiri malah sibuk memperkaya diri?
Itulah sebabnya ketika Tri Rismaharini diangkat menjadi Menteri Sosial, masalah terkait data ini secara perlahan diharapkan mulai terurai. Meski untuk menuju ke sana tidak gampang, bahkan Bu Risma sering terlihat marah-marah karena menjumpai ada banyak ketidakberesan yang mungkin tak masuk akal baginya.
Salah satunya seperti dilansir dari Kompas.com ini, ketika Risma menyebut adanya empat strategi untuk mengatasi masalah bantuan sosial (bansos), terutama bagi warga yang terdampak pandemi Covid-19, masing-masing:
(1) Memperbaiki sistem meliputi pembaruan data terpadu, membereskan data ganda, hingga memadankan data dengan NIK
(2) Memampang data penerima bantuan di setiap kelurahan sebagai bentuk transparansi
(3) Menghidupkan peran pilar-pilar sosial untuk mendukung kemandirian, seperti misalnya lewat Karang Taruna
(4) Pemberdayaan sosial terhadap keluarga penerima manfaat (KPM) guna mendukung kemandirian ekonomi agar lebih produktif dan sejahtera, termasuk bagi para penyandang disabilitas.
Soal perbaikan sistem pendataan, ada temuan yang rasanya cukup parah karena ada daerah yang sudah 10 tahun terakhir tidak melakukan pembaruan data. Sepuluh tahun lho … setara dengan masa bakti kepala daerah selama dua periode, tuh data nggak diapa-apain? Kebangetan banget kan? Pantesan Bu Risma sering ngamuk karena temuan-temuan yang tidak bermutu seperti ini.
Sepuluh tahun itu waktu yang lebih dari cukup untuk terjadinya pertambahan penduduk karena kelahiran, sekaligus berkurangnya jumlah warga karena kematian. Ada yang menikah dan pindah alamat, status perkawinan sudah berubah karena cerai hidup maupun cerai mati, ada yang awalnya masih pelajar tapi sekarang sudah menikah atau malah sudah punya anak … dan lain sebagainya.
Lha kalau perubahan data semacam ini dicuekin, lalu ada bantuan sosial dikucurkan ke daerah tersebut, bisa diduga larinya akan ke mana, bukan? Sayang sekali Bu Risma tidak menyebut daerah yang dimaksud. Namun, saya yakin pejabat daerah setempat minimal sudah kena omelan khas seorang Risma, seperti yang kerap kita saksikan.
Mengakhiri tulisan kali ini, izinkan saya menitipkan sedikit harapan bahwa dengan adanya Bu Risma, semoga sengkarut atau benang kusut terkait data nasional bisa segera terurai. Minimal 3-4 tahun lagi sudah berkurang drastis tuh masalah-masalah terkait penyaluran bansos yang kerap kita dengar seperti halnya salah sasaran, bansos kedobel, dan kisah-kisah yang mengherankan lainnya.
Harapan yang tetap disertai kekhawatiran … kalau Bu Risma tidak lagi menjabat, apakah “penyakit lama” ini akan kambuh lagi? Siapa tahu kan, sekarang ini data terlihat beres hanya karena cuma takut dimarahi sama Bu Risma yang dikenal galaknya luar biasa. Kalau beliau sudah tidak menjabat lagi … bisa kumat!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/risma-nemuin-ada-daerah-sepuluh-tahun-tanpa-7760X3sCEa
Langkah Catur Cerdik Jokowi Bikin Demokrat Penasaran dan Panik
Pak Jokowi suka diam. Diam bukan tidak mau bicara, tapi karena mempertimbangkan banyak hal sebelum berbicara atau bertindak. Inilah yang membuat Pak Jokowi sulit ditebak, sama seperti film yang memiliki plot twist di bagian akhir yang membuat kita terkejut sakin terpukaunya.
Ahok dulu pernah menyebut strategi merebus kodok yang dilakukan Jokowi. Kodok pelan-pelan digiring ke wadah berisi air dingin. Kodok tidak sadar sedang dijebak. Pelan-pelan air dipanaskan, makin hangat, panas hingga mendidih. Dan kodok tidak bisa berbuat banyak begitu sadar. Sudah terlambat.
Diamnya Jokowi juga membuat banyak orang penasaran sekaligus kesal. Jokowi berulang kali dijebak agar terjungkal. Tapi diamnya Jokowi dan sikap penuh perhitungan, membuatnya dengan mudah lolos. Jokowi ibarat ikan yang terlalu pandai, tidak mudah tertipu kail yang berisi makanan enak.
Ada banyak contoh.
Salah satunya adalah saat AHY melakukan konferensi pers, mengatakan dirinya sedang dikudeta oleh orang di dalam lingkaran istana. AHY minta Jokowi klarifikasi dan menjelaskan kepada publik.
Siapa pun tahu, ini adalah pancingan. Sekali Jokowi buka suara, maka dia akan terus terseret. Jokowi sampai detik ini tidak pernah buka suara terkait isu kudeta tersebut.
Begitu juga saat polemik tes TWK KPK memanas. Jokowi terus didesak, diminta, dituntut, bahkan dipaksa untuk buka suara dan intervensi. Jokowi lagi-lagi tidak mudah terpancing. Jokowi hanya memberikan pernyataan normatif, bukan karena tidak mau, tapi karena bukan wewenangnya untuk mengintervensi. Semua itu sudah diatur BKN dan bisa pula ajukan ke pengadilan jika pihak yang gagal tidak puas.
Yang paling fenomenal adalah saat Ahok tersangkut kasus penistaan agama. Pihak musuh tahu, Ahok dan Jokowi sangat dekat bagai sahabat yang saling melengkapi. Jokowi diancam agar tidak ikut campur masalah hukum yang menjerat Ahok, sekaligus berharap Jokowi melakukan blunder sehingga bisa dibereskan sekaligus. Jokowi ingin sekalian dihabisi melalui kasus Ahok ini.
Tapi sekali lagi, Jokowi selalu penuh perhitungan sebelum mengambil langkah. Di saat lawan memikirkan cara menjerat Jokowi, Jokowi sudah memikirkan puluhan langkah ke depan untuk menghindar.
Kata orang diam itu mengerikan. Saya setuju kalau ini terkait Jokowi. Di saat kita bingung dengan kesan diamnya, di situ hasil dari diamnya kelihatan jelas.
Salah satunya adalah soal pembubaran FPI. Sebelum Rizieq tertangkap, kita semua pasti kesal dan sempat menuduh pemerintah penakut dan memble terhadap Rizieq.
Bayangkan, berkali-kali Rizieq bikin ulah, tidak ada konsekuensi apa pun. Ada masalah, dia kabur saja. Dia bisa pulang seenaknya, kerahkan pendukung bikin semak di bandara. Bahkan bisa seenaknya bikin acara yang bikin kerumunan.
Barulah ketika kesabaran Jokowi habis, FPI pun diambang tepi jurang.
Masih ingat betapa semangatnya kita ketika Pangdam Jaya memerintahkan anggotanya untuk mencopot baliho Jokowi.
Selanjutnya, FPI disikat sampai habis. Pelan-pelan, mereka digilas sampai tak berkutik. Puncaknya adalah ketika pemerintah secara resmi membubarkan FPI. Rizieq yang berusaha melarikan diri, tak punya jalan kabur lain, akhirnya ditangkap, lalu divonis penjara 4 tahun. Munarman pun diciduk karena terindikasi terlibat dalam kasus terorisme. Sisanya, pendukung kelas teri dibiarkan seperti cacing kepanasan. Gerah tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Teriak sampai kerongkongan kering tapi tak bisa mengubah keadaan.
Langkah catur Jokowi sebenarnya luar biasa.
Nah, Demokrat pun sebenarnya penasaran dan panik dengan kekuatan Jokowi. Panik menerka langkah catur apa yang akan diambil Jokowi selanjutnya.
Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan pernah mengkritik Jokowi yang tak transparan soal hasil pertemuan antara Jokowi dengan parpol koalisi pemerintahan beberapa waktu lalu.
Ada dugaan bahwa Demokrat mulai panik. Bisa jadi mereka mendengar skema di Pilpres 2024 yang ramai dibicarakan di media sosial. Dalam skema itu, ada tujuh partai yang mendukung pemerintah. Jika digabungkan, maka kekuatan suara mencapai 82%.
Sedangkan Partai Demokrat yang punya 54 kursi dan PKS 50 kursi di DPR dianggap oposisi. Jika digabungkan, kekuatan mereka hanya sebesar 15%.
Dari penghitungan kekuatan tersebut, dibuat skema tiga kekuatan koalisi di Pilpres 2024 berdasarkan partai yang mendukung pemerintahan Jokowi. Dalam skema tiga koalisi ini, Partai Demokrat dan PKS tak dihitung, karena hanya memiliki 15%, kurang dari ambang presidential threshold sebesar 20%.
PDIP + Gerindra= 31,87%, Golkar + Nasdem= 21,36% dan PKB + PAN + PPP= 21,05%.
Padahal kalau dipikir secara logis, skema di atas sulit terwujud. Tapi bagi yang sudah panik dan parnoan, ini bisa dianggap serius. Pertemuan Jokowi dengan partai koalisi menjadi bumbu pedas bagi Demokrat. Makanya secara tidak langsung mereka mulai panik, terlihat dari kritikan kepada Jokowi yang tidak transparan.
Mereka penasaran, ingin tahu apakah benar Jokowi dan koalisinya sedang merancang konspirasi untuk menyingkirkan Demokrat dan PKS.
Seperti biasa, Jokowi diam tak komentar apa pun. Makin diam, lawan makin penasaran, lama-lama makin gondok, kesal tapi takut. Perasaan ini kayak makan lauk yang dilumuri sambal geprek level 10, bumbu micin super asin, jeruk nipis 5 sendok dan gula 10 sendok. Bikin menderita.
Jokowi yang sulit ditebak dan diam pula, ini sangat membuat lawan terpukul dan mati penasaran. Kita yang mendukung dan merasa sudah paham pola pikir Jokowi saja kadang bisa meleset, apalagi lawan politiknya.
Jokowi kok dilawan.
September Tiba, Imam Jumbo Gol, Sponsor Dikejar Utang, Isu PKI Masih Ada Gak Ya?
September telah tiba. Kalau kata orang, September ceria. Tapi kalau dalam politik, September adalah awal munculnya isu musiman yang diributkan oleh kelompok kadrun. Ada menu gorengan baru tapi lama, tiap kali bulan ini tiba. Kalian benar, isu PKI atau komunis.
Tidak percaya? Coba kalian bergentayangan di media sosial, pasti akan ada video di mana sekelompok orang teriak musnahkan PKI, teriak ganyang PKI, lalu dilanjutkan dengan acara bakar bendera PKI yang entah diambil dari mana.
Ini udah kayak festival tahunan. Tiap tahun ada acara bakar-bakaran bendera PKI. Seolah ini sudah masuk dalam yearly calendar event bagi kadrun stres. Acara kebanggaan mereka yang tidak boleh ditinggalkan apa pun ceritanya.
Ini adalah kelompok bodoh yang membodoh-bodohi publik dengan isu bodoh. Memang bodoh komplit sepaket dengan t*lol.
Isu PKI sudah basi, rakyat sudah tidak percaya, tapi terus diteriakkan. Entah mereka ini mabuk atau masih dalam mimpi sehingga tidak sadar hidup di zaman apa. Sekarang zamannya terorisme dan penggila khilafah yang berniat mengacaukan negeri ini. Ibarat penyakit flu, tapi meriak teriak batuk.
Mereka sepertinya sengaja membalikkan kenyataan yang terjadi saat ini. Karena secara tidak langsung, mereka juga biasanya penggila khilafah dan berniat melihat negara ini berubah sesuai apa yang mereka inginkan selama ini.
Mana mungkin maling menjerumuskan maling, kan? Sesama sampah harus saling membela dan menutupi kebusukan masing-masing.
PKI sampai sekarang tidak pernah ditangkap dan ditemui. Anggotanya pun tidak pernah tertangkap. Bukan karena terlalu hebat bersembunyi. Zaman sekarang serba digital, mau sembunyi ke mana? Alasan sebenarnya adalah mereka tidak ada, tetapi dimunculkan untuk kepentingan politik.
Kadrun sampah ini punya bahan ribut tiap bulan September. Bikin demo lalu videokan dan viralkan. Jahit bendera sendiri atau suruh orang lain cetak benderanya. Lalu saat demo, benderanya dibakar sendiri, puas sendiri, teriak kayak orang gila. Dasar gerombolan gila.
Otak mereka memang sudah aneh.
Padahal yang jadi ancaman bagi negara ini adalah kelompok mereka sendiri. Kelakuan menjijikan, berbuat onar, ributin hal yang tidak penting, mengada-adakan hal yang tidak pernah ada, menjual agama untuk kepentingan politik pihak lain dan diam-diam berniat mengubah negara ini ke dalam jurang kemunduran. Mereka inilah kaum pembawa bencana dan kerusakan bagi negara ini.
Biasanya semakin mendekati akhir bulan, gorengannya makin renyah dan crispy.
Tapi tahun ini sepertinya akan beda. Kemungkinan besar teriakannya tidak akan sekencang tahun-tahun sebelumnya.
Ada dua alasan.
Pertama, kelompok yang teriak PKI sudah kocar-kacir diobrak-abrik pemerintah awal tahun lalu. Dan juga sang imam besar sedang merana dan meratapi nasib karena barusan bandingnya ditolak dan terpaksa harus tinggal di penjara selama sekian tahun.
Kelompok inilah yang paling sibuk soal urusan PKI. Tahun ini dan tahun-tahun mendatang, mereka tidak ada semangat untuk itu. Kalau ada pun, hanya demo kecil-kecilan untuk formalitas saja.
Kedua, bisa jadi ini ada sponsornya. Dan salah satu sponsornya sedang bingung tujuh keliling dikejar utang oleh pemerintah.
Makanya dua kelompok yang terlibat dalam demo 'gado-gado' (maksudnya demo apa pun asalkan ada logistik, yang ujung-ujungnya minta presiden mundur) tidak berkutik dihajar sekaligus.
Memang kalau kelompok tukang demo berikut sponsornya disikat, negara ini lebih damai dan aman. Pemerintah sepertinya paham betul dengan ini. Entah benar atau tidak, pemerintah memainkan langkah catur yang brilian.
Pasukan nasi bungkus disikat dan diobrak-abrik, sponsor elit tidak bisa show off power lewat pengerahan massa karena yang demo kebetulan hanya satu kelompok itu saja. Pemerintah sikat mereka, dan mereka pun tidak bisa berkutik. Tidak bisa mengalihkan isu dengan membuat kericuhan karena massa andalannya sudah dihabisi.
Makanya, kalau prediksi tidak meleset, isu PKI, kalau ada pun, tidak akan segarang tahun lalu. Dan tidak akan ada demo lagi. Yang terlibat semuanya sudah dikandangkan. Tinggal tersisa kelompok kecil yang masih suka rewel karena mulutnya memang gatal kalau tidak bikin keributan.
Bagaimana menurut Anda?
Sumber Utama : https://seword.com/politik/september-tiba-imam-jumbo-gol-sponsor-dikejar-Q6DllFk7Ed
Ketika Tukang Corat-coret Biji Kena Azab
Kebejatan biasanya dibungkus dengan kealiman yang paling munafik, itulah KPI. Lembaga negara yang paling alim dan paling suci itu ternyata dihuni oleh sekumpulan oknum maho predator ganas tukang coret-coret biji peler orang.
Sejak terungkapnya kebejatan para oknum pegawai KPI tukang corat-coret biji itu, mata masyarakat luas akhirnya terbuka.
KPI yang alim dan tukang sensor bagian toket padahal baju tertutup rapat, tapi karena tonjolan toketnya terlalu mancung kedepan, mereka pun sensor, ternyata dihuni oleh sekumpulan oknum predator ganas tukang coret-coret biji peler orang.
Belum lagi ulah mereka sensor paha pemain film wanita yang pakai celana pendek. Padahal di Mall lihat paha cewek yang pakai celana pendek adalah pemandangan yang biasa. Kecuali nggak pakai celana, itu lain cerita.
Akibat ulah para ahli sorga itu, jadinya malas nonton film di TV sekarang. Sudah iklannya lama mati punya, pun asal sensor aja. Mengurangi kenikmatan nonton film saja.
Pantas saja saat si tukang sodomi pantat orsng yang bernama Saipul Jamil itu pamer glorifikasi saat bebas dari penjara, KPI sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia telat bertindak.
Sepertinya mereka menikmati munculnya si tukang sodomi itu di sejumlah stasiun televisi sambil mengkhayal corat-coret biji pelernya Saipul Jamil. Barangkali begitu.
Tunggu kena sikat dari banyak orang dulu baru itu KPI kirim surat kepada 18 lembaga penyiaran terkait siaran pembebasan artis Saipul Jamil dari penjara. Kan keblinger itu namanya. Kalau bukan keblinger, entah istilah apa yang tepat buat mereka itu.
Sebagai lembaga negara yang dibiayai dari setoran pajak rakyat, KPI tak mampu memperhitungkan parameter standard yang baku berupa tataran moral yang disepakati dalam konteks penyiaran.
Tunggu disikat banyak orang dulu baru mereka mengerti. Tapi giliran acara yang ecek-ecek mereka ribut mati punya. Contohnya dulu pernah ada sinetron dengan judul ‘Juragan Tahu Bulat Mati Tergoreng Dadakan Dikubur Anget-anget’. Langsung mereka bredel.
Terus ada lagi sinetron yang ceritanya tentang mandor jahat yang ketika meninggal dunia mendapat azab yaitu jenazahnya terlempar ke dalam mesin pengaduk semen, itu juga mereka ributin sambil mencak-mencak.
Tapi saat si tukang sodomi pantat anak dibasah umur itu disorot stasiun-stasiun TV saat keluar penjara dan disambut bak atlet Asean Ganes yang baru menyabet medali emas, mereka lelet bertindak. Heran.
Percuma saja negara membiayai lembaga yang tak berguna ini yang tak ada gunanya dan manfaatnya bagi rakyat Indonesia. Fungsi dan peran mereka buat masyarakat nol besar alias nihil. Hanya menghambur-hamburkan APBN negara saja buat gaji para maho itu yang kerjaannya corat-coret biji pelernya orang.
Sudah begitu sok-sokkan mau lapor balik korban yang bijinya dicorat-coret sama mereka. Mana bisa? Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban jelas-jelas disebutkan korban tak bisa dilapor balik sampai kasusnya telah diputuskan oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Sudah maho, bego pula.
Sejauh ini sudah terlalu banyak keluhan masyarakat terkait ulah KPI ini. KPI sebagai lembaga negara yang mengawasi siaran TV yang nyeleneh harusnya peka dengan siaran glorifikasi kebebasan si tukamg sodomi pantat orang yang bernama Saipul Jamil itu.
Di belahan dunia manapun perbuatan asusila adalah kejahatan yang sangat serius. Jika tak ditindak tegas dan sangsi sosial yang serius, maka tak akan memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan sodomi yang sangat menjijikkan itu.
Di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya. Dengan tanpa punya empati demi mengejar rating, berbagai stasiun TV laknat berlomba-lomba menyiarkan penyambutan si tukang sodomi pantatnya orang itu layaknya atlet Asean Games yang baru menyabet medali emas.
Sudah begitu pakai acara diarak dengan mobil terbuka segala dan dielu-elukan seperti pahlawan kesiangan. Tapi herannya saat disiarkan, KPI diam saja. Otak, mana otak.
Mungkin barangkali karena KPI ini isinya para oknum predaror kejahatan seksual yang melecehkan martabat kemanusiaan.
KPI harusnya cepat bertindak. Sebab menyiarkan eksplotasi kebebasan si tukang sodomi pantat orang itu setelah menjalani hukuman penjara adalah prilaku yang tak beretika.
Semoga suatu saat nanti ada acara di TV berupa Sinetron dengan judul, 'Akibat Corat-coret Biji, KPI Kena Azab Bijinya Dimakan Doraemon. Biar nyaho.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/saipul-jamil-kpi-dan-corat-coret-biji-769Q6RpcJk
Keren! Filipina Akan Tiru Kebijakan Indonesia Menangani Pandemi, Masih Teriak Lockdown?
Masa pandemi Covid-19 masih membayangi dunia. Beberapa negara masih menghadapi lonjakan kasus penularan dan beberapa negara kini mulai melandai kurva penularannya.
Setiap negara memberlakukan kebijakan sendiri untuk mengatasi masa pandemi. Ada yang melakukan kebijakan pembatasan total (lockdown) maupun semi lockdown. Semua itu tergantung seberapa tinggi kasus penularan yang terjadi di negara tersebut.
Pada negara-negara tetangga, kebijakan lockdown telah berjalan selama masa pandemi. Sebut saja seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei Darusalam, dan Australia.
Namun, dengan kebijakan lockdown yang telah ditetapkan, masih saja tidak efektif menurunkan kasus penularan Covid-19.
Malaysia yang ketika awal pandemi tahun lalu dipuji oleh banyak negara karena penanganan yang baik, kini justru berbalik. Negeri jiran itu masih dilanda gelombang pandemi yang meningkat secara signifikan. Selama sepekan terakhir, Malaysia masih melaporkan jumlah kasus di atas 18 ribu per hari.
Untuk itulah Malaysia ‘iri' dengan keberhasilan Indonesia menekan laju angka penularan virus Corona. Negara terdekat tersebut bertanya-tanya mengenai penanganan Covid-19. Pasalnya, Indonesia mampu menekan kasus positif Covid-19 dengan cepat. Padahal populasi Indonesia lebih banyak dibanding dengan populasi di Malaysia.
Kita tentunya bersyukur bahwa kebijakan yang diberikan pemerintahan Jokowi menjadi perhatian yang positif bagi negara lain. Pemerintah sudah tepat memberlakukan PPKM Darurat terutama untuk Jawa dan Bali. Karena kita tahu, kasus terbanyak dari penularan virus Corona datang dari dua pulau ini.
Meskipun ada penolakan dan protes dari warga masyarakat, PPKM tetap berlanjut. Masih ingat di benak kita ketika dua minggu pertama di bulan Juli diberlakukan PPKM Darurat, banyak masyarakat menjerit karena sulitnya mencari nafkah bagi perekonomian keluarga.
Dimana saat itu, kasus penularan merupakan titik tertinggi Indonesia dihantam gelombang Pandemi. Pemberlakuan PPKM Darurat dirasakan seperti ‘lockdown.’ Masyarakat total dibatasi. Perusahaan non esensial ditutup sementara. Para pekerja informal sulit mendapatkan uang, pun dengan pedagang dan usaha kecil lainnya.
Namun, kebijakan PPKM Darurat bisa mengatasi penyebaran virus Corona. Bagi saya kebijakan tersebut cukup efektif walaupun gelombang penolakan sangat masif digaungkan. Terutama dari para pihak oposisi yang memprovokasi kebijakan tersebut.
Dan ternyata oh ternyata, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia mendapatkan sorotan yang positif. Negara tetangga yakni Filipina ingin ‘meniru’ kebijakan pemerintah ini.
Filipina yang kasus penularan Covid-19 masih tinggi telah menyerah dan kewalahan menangani keadaan pandemi di negara itu. Padahal negara tersebut telah berkali-kali memberlakukan lockdown total, namun tidak efektif menekan penyebaran virus Corona.
Menurut saya kebijakan lockdown tidak memastikan kasus penularan menjadi menurun. Sudah banyak contoh negara yang melakukan lockdown, tetapi cara tersebut tidak efektif. Bahkan kebijakan lockdown bisa menimbulkan masalah baru yakni pada sisi perekonomian negara. Dan ini yang diinginkan pihak oposisi agar Indonesia lockdown.
Mungkin bagi negara maju memberlakukan lockdown tidak akan mengganggu perekonomian rakyat lantaran diberikan bantuan sosial atau stimulus ekonomi. Bagaimana dengan negara berkembang seperti Filipina? Pastinya rakyat akan menjerit karena susah untuk mencari penghasilan dikarenakan pembatasan total.
Untuk itulah kini Filipina mengadopsi kebijakan pemerintah Indonesia. Pemerintah Filipina akan mencabut kebijakan lockdown karena kekhawatiran ekonomi di negara itu kian terpuruk.
Untuk mengganti kebijakan lockdown total, Filipina akan uji coba lockdown lokal/pembatasan beberapa kegiatan masyarakat untuk membangkitkan kembali perekonomian.
Artinya, pembatasan tersebut akan mirip dengan kebijakan yang dilakukan di Indonesia seperti PSBB ataupun PPKM. Menurut saya, langkah ini lebih tepat karena pemerintah bisa menekan angka penularan Covid-19, namun akan berdampak pada peningkatan perekonomian negara.
Apalagi dengan adanya PPKM Level, setiap daerah bisa membuka kegiatan perekonomian maupun pendidikan dengan tetap melakukan protokol kesehatan. Selain itu program vaksinasi terus berjalan sehingga perlahan-lahan Indonesia bebas dari pandemi.
Dan saya baru menyadari bahwa kebijakan Jokowi dalam menghadapi pandemi adalah keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi. Sehingga Indonesia tidak jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam pada perekonomian negara ini.
Ini membuktikan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah sebenarnya tidak ingin membuat negara ini gagal dalam menangani pandemi. Hanya orang sakit hati dari barisan oposisi yang menolak setiap kebijakan pemerintah menanggulangi kasus penyebaran virus Corona.
Negara-negara lain saja mengakui bahwa Indonesia mampu menekan laju angka positif Covid-19. Selain itu Indonesia juga bisa mengatasi krisis ekonomi yang disebabkan karena masa pandemi yang belum berakhir.
Sebab bagi saya, hanya orang yang cemburu (baca: oposisi) melihat kinerja pemerintah yang sudah berupaya membuat Indonesia bangkit dari masalah kesehatan dan ekonomi.
Dan perlu diwaspadai, pandemi belum berakhir. Tetap lakukan protokol kesehatan dan ikuti program vaksinasi.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/keren-filipina-akan-tiru-kebijakan-indonesia-eyAiYatWfM
Dalih Minim Bukti, Korban Pelecehan di KPI DIlapor Balik, Sungguh Nir Adab
Korban pelecehan di KPI butuh waktu bertahun-tahun untuk berani speak up. Minim bukti menjadi dalihnya. Ini adalah sebuah tindakan biadab yang dilakukan terang-terangan oleh mantan pegawai KPI yang sudah dibebastugaskan.
Kalau KPI sudah membebastugaskan 8 tersangka ini, kita langsung tahu kalau memang mereka ada melakukan hal yang diceritakan. Namanya disebut dengan sangat jelas. Namanya disebut dengan lengkap oleh korban pelecehan saat bekerja di KPI.
Pelecehan pun bukan hanya verbal dan dipelonco suruh ambil ini itu untuk rekan kerja tukang sensor film. Tukang sensor film itu, pun melakukan tindakan asusila dengan cara “menyensor” alat kelamin dari korban dengan pen. Biadab betul bukan?
Dicorat-coret pakai alat tulis di kelamin. Artinya itu dibuka celananya atau tidak, saya tidak tahu. Tapi dari sini kita melihat bahwa di KPI ini memang secara internal bobrok. Mereka goblok dan tidak memiliki cukup nurani untuk mengedepankan integritas dalam dunia kerja dan dunia nyata.
Di dunia kerja, bisa saja mereka kepo dan ikut campur urusan Netflix dan konten YouTube dari para YouTuber. Tapi di dunia nyata, mereka ternyata juga melakukan tindakan vulgar, dan merasa itu tidak salah sama sekali. Mencorat-coret alat kelamin sesama jenis. Sakit!
Kejiwaan mereka pun seharusnya bisa diperiksa. Saya yakin mereka ini adalah orang-orang yang waras dan orang yang sehat secara mental. Bahkan saya yakin seyakin-yakinnya mereka adalah orang yang taat beragama dan taat beribadah.
Namanya pun sangat bau-bau surgawi. Keren, nggak ketahuan lah kalau lihat dari nama dan tampangnya. Ternyata dalamnya ya begitu. Korban pun menceritakannya di media sosial. Apalagi bukan hanya sekali dua kali dia lapor pihak terkait sebelum-sebelumnya.
Sudah lapor ke Komnas HAM, di pingpong. Komnas HAM ini memang sibuk urusin orang-orang penting macam Rizieq, 6 teroris yang ditembak mati polisi dan berbagai kaum aneh lainnya. Tapi untuk urusan esensial dari orang-orang korban tak berdaya, malah dilempar pingpong.
Lalu korban pun juga sudah memberikan laporan dan mencoba melapor ke pihak penegak hukum pada saat itu, eh direspons lucu juga. Dingomonginnya malah “Sini kasih nomor teleponnya, biar saya yang panggil dia,” dengan nada bercanda. Sungguh memilukan dan memalukan.
Dibegitukan, semangat pun patah dan tulang pun rasanya kering tidak mendapatkan dukungan dan tidak dibela, oleh komnas HAM. Jangan-jangan Komnas HAM dan KPI memang sama-sama saling cover up each other. Duh. Bikin pusing kepala dan sakit hati ini. Kejadian di era SBY ya.
Terlapor pun akhirnya angkat suara belakangan ini. Mereka ingin melapor balik sang korban yang adalah pelapor, dengan dalih minim bukti. Jadi maksudnya mereka mau bukti ada rekaman corat-coret kelamin? Ya bodoh saja sih kalau begitu. Ini dilakukan di ruangan tertutup.
Kalau pun direkam, saya yakin rekaman itu pasti langsung didelete oleh pelaku. Apalagi sebelumnya pengacara terlapor pun bilang itu hanya becanda. Becandanya hebat banget. Coba sini kalau titied saya toal-toel jangan mere-mere, lalu saya bilang “becanda doang”. Rasanya gimana?
KPI ini memang sepertinya sudah buruk dan bobrok. Bahkan eks oknum KPI ini sudah dengan tanpa malu, memiliki kenekatan untuk melapor balik dengan alasan minim bukti. Sungguh tidak etis. Apalagi pengacara mengatakan bahwa tersangka hanya bercanda. Nah loh. Bercanda yang merebut hak hidup?
Gimana tidak, orang dihina, dilecehkan dan sebagainya, masih merasa tidak bersalah dan berdalih minim bukti. Kalau banyak bukti, kalian justru sudah habis sebelum sekarang. Butuh keberanian besar untuk melapor. Memangnya melapor hal beginian enak?
Rasanya pasti tidak enak. Rasanya pasti menyedihkan. Apalagi ini luka lama. Di dalam kondisi terpuruk, dia memilih untuk menyelesaikan masalahnya. Kalau pun diam sebenarnya sangat sakit. Kenapa? Karena diamnya dia, justru membuat sakit yang berkepanjangan.
Akhirnya dia memilih untuk membuka borok lamanya. Borok lama yang dipendam dan membusuk di dalam. Lebih baik disembuhkan. Kepahitan yang ia rasakan, akhirnya ia tumpahkan dengan menyebut tindakan-tindakan dan siapa-siapa saja yang mengatakan hal tersebut.
Sudah waktunya para predator ini, dipenjara. Kalau sudah dipecat dari KPI, pasti memang sudah bermasalah.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/dalih-minim-bukti-korban-pelecehan-di-kpi-dilapor-2e9iFJNerC
Adakah Potensi Korup, Dzolim Serta Kebodohan di Proyek Aplikasi Peduli Lindungi?
Berkomentar sesuai dengan fungsi, itulah yang sedang coba saya lakukan terkait aplikasi peduli lindungi yang lagi rame karena kebocoran data Presiden. Oleh sebab itu saya dan kita sebagai rakyat jelata yang ditarget sebagai pengguna bisa memberi masukan dari sisi pengguna yang berkaitan dengan User Interface (UI) dan User experience (UX).
UI dan UX adalah kunci kualitas sebuah produk. Sebab produk dibuat untuk memenuhi kebutuhan para pengguna. Selain kemudahan dan fungsi, yang tak kalah penting tentu saja soal keamanannya. Produk apapun itu tanpa terkecuali produk IT.
Meskipun kita bingung, masukan dari sisi pengguna ini akan kita tujukan pada siapa, karena ada kesan saling lempar terkait kebocoran data sertifikat vaksin milik Presiden. Tetapi ya sudahlah, kita anggap memang pimpronya gak jelas, tetapi kita berpatokan pada nama lembaga yang tercantum sebagai pemilik di playstore adalah kominfo, dan ada nama kementerian lain yang juga tertera di website seperti Kemenkes hingga BUMN yang semestinya ikut berperan aktif dalam kesuksesan proyek aplikasi peduli lindungi tersebut.
Seperti yang kita ketahui bersama, peduli lindungi digunakan sebagai tempat menyimpan data orang-orang yang sudah divaksin. Di situ ada nama dan NIK yang mewakili primary key untuk sebuah identitas. Katanya, untuk bisa masuk mall hingga syarat perjalanan di pelabuhan dan bandara harus menggunakan aplikasi ini. Saya sendiri selama pandemi belum pernah pergi-pergi, jadi kurang paham seperti apa mekanismenya.
Langsung saja saya jabarkan dari sisi pengguna dalam uji coba. Setelah vaksin tahap pertama, saya udah mencoba cek data ke peduli lindungi tanpa login. Memasukan nama lengkap serta NIK dan muncul keterangan terkait kita udah divaksin tahap berapa hingga poli tahap selanjutnya dimana.
Dari uji coba yang pertama kita mencoba menerka tujuannya mengapa di laman utama sudah ada kolom pencarian data vaksin dengan memasukan nama lengkap dan NIK. Saya beranggapan hal itu mempermudah untuk orang cek tanpa repot-repot registrasi dan login.
Tujuannya baik, tetapi hal tersebut tidak relevan di tengah maraknya kejahatan di dunia maya. Peduli lindungi itu bukan medsos. Selain itu, kesadaran masyarakat terkait pentingnya data diri memang masih rendah, meskipun begitu, bukan berarti pemerintah tidak berupaya untuk mengajarkan masyarakat kita agar perduli dengan data diri.
Peluang kejahatan ada, dan itu sudah terjadi di Jakarta. Pelakunya adalah staff kelurahan Jakarta Utara. Ia memperjualkan sertifikat palsu. Pelaku menjual sertifikat palsu yang terhubung dengan aplikasi peduli lindungi dengang harga 370 ribu rupiah. Ia sudah menjual sebanyak 93 sertifikat. Hal itu karena ia memiliki akses data nama hinga NIK di kelurahan tersebut. Ingat ya, modalnya data yang ia dapat dari kelurahan tempatnya bekerja. Sumber: Jual Sertifikat Vaksin Palsu, Staf Kelurahan di Jakut Dipecat
Lalu solusi untuk mempermudah seharusnya seperti apa? Terutama untuk mempermudah orang-orang yang tidak punya handphone canggih atau orang-orang desa yang gaptek seperti saya? Seingat saya, saat pertama kali vaksin, ada sms link yang diberikan untuk serifikat vaksin. Selain itu juga kami disuruh mengisi sebuah kartu dan diberikan kembali pada kami untuk modal vaksin ke dua. Menurut saya ini adalah solusi yang sudah diberikan untuk orang-orang gaptek. Oleh sebab itu, pencarian tanpa login di aplikasi atau web peduli lindungi bisa dihilangkan. Tinggal dibuatkan menu khusus untuk verifikasi yang terdaftar untuk pelabuhan, bandara hingga mall yang membutuhkan scraning tersebut.
Setelah vaksin ke dua, saya cek sertifikat vaksin milik istri saya yang ketika vaksin pertama, petugasnya salah input nama, seharusnya huruf e tetapi ditulis huruf u, alhasil nama di KTP tidak sesuai dengan di sertifikat vaksin. Saya search di beranda tanpa login menggunakan nama yang benar dari istri saya di kolom pencarian nama, dan memasukan nomor induk KTP yang benar namun data tidak ditemukan. Setelah saya search menggunakan nama yang salah dan NIK benar, baru muncul datanya.
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa ekosistem data kita kurang baik. Kalau baik, seharusnya terintegrasi dengan data yang ada di KTP, toh sudah E-KTP. Kalau alasannya hal itu butuh legalitas, aturan dan lain sebagainya, justru kita bisa menyimpulkan, kalau aplikasi peduli lindungi tidak melalui proses yang professional dengan kerangka besar yang baik. Sebab,terlepas itu aplikasi dibuat oleh siapa, toh itu akan difungsikan untuk menyimpan data yang harus akurat dan aman.
Selanjutnya, saya login untuk mencoba memperbaiki nama yang salah. Tetapi itu pun tidak bisa. Hal ini tentu saja berpotensi ada data berbeda antara yang di kartu vaksin dan di KTP. Mungkin ini bisa dimaklumi, karena kemungkinan besar yang harus menjadi patokan adalah Primary key dari NIK. Tetapi, seperti yang kita ketahui bersama, di lapangan potensi untuk mempermasalahkan ini besar terjadi. Coba saja, kita ngurus segala sesuatu, kalau nama kita berbeda satu huruf saja akan kerap dipermasalahkan.
Saya sendiri belum cek tujuan besar aplikasi ini digunakan sebagai apa. Apa benar untuk validasi data orang yang sudah divaksin, atau sekedar projek alakadarnya saja seperti mobil internet di era Tifatul Sembiring sang menterinya SBY? Sumber: Mengingat Lagi MPLIK, Mobil Internet Milik Kominfo yang Mangkrak
Meskipun saya bukan orang IT. Meskipun saya tidak memiliki gelar yang berkaitan dengan dunia IT beserta dengan sertifikatnya, tetapi saya meyakini, kalau harga dan kualitas itu saling keterkaitan. Hal itu adalah normal dan wajar.
Sebagai orang awam, saya tidak akan menyalahkan atau menggoblokan perusahaan atau tim yang membuat aplikasi tersebut. Kalau seumpama mereka yang goblok, sudah jelas kementerian kita yang menggunakan jasa mereka lebih goblok dari mereka karena tidak bisa mencari tim yang berkualitas. Jadi yang paling bertanggung jawab adalah pemberi proyek. Sebab pemberi proyek harus memiliki hitungan dan patokan terlebih dahulu.
Kalau kita berasumsi kementerian kita berisi orang hebat, dan bisa memilih tim atau menujuk perusahaan yang hebat untuk membuat aplikasi tersebut, maka akan timbul asumsi lain yaitu potensi korupsi. Kok bisa begitu? Ingat kembali dengan “ ada harga ada kualitas”.
Jika kita melihat budaya markup dan potong yang sudah dianggap biasa semenjak orde baru, saya jadi berfikir, mungkinkah dana untuk pembuatan peduli lindungi tersebut dipotong sana-sini? atau memang dana yang digelontorkan kurang memadai?
Setiap proyek itu sejatinya sama, tak perduli itu berupa bangunan fisik maupun teknologi. Contohnya adalah hambalang, proyek tersebut mangkrak karena dananya dikorupsi. Atau proyek E-KTP yang dulu juga di korupsi sehingga menimbulkan berbagai masalah. Masa iya dulu itu,udah E-KTP tapi masih ada masa berlakunya. Kan aneh. Sumber: Korupsi Hambalang, Siapa Saja Penerima Dana Haram Hambalang?
Jika kita berfikir positif bahwa tidak ada potensi korupsi, maka hal itu membawa kita pada asumsi lain yaitu kementerian kita dzolim. Memperkerjakan orang dengan tidak sesuai standar, hal itu tentu saja akan mempengaruhi kualitas atau hasilnya.
Kita akan ambil contoh untuk proyek real seperti pembangunan infrastruktur. Yang dimaksud dzolim adalah ketika tukang merangkap helper atau kenek, atau arsitek merangkap jadi operator alat berat. Sudah tentu hasilnya tidak maksimal meskipun mereka sudah bekerja dengan maksimal. Begitu pula di dunia IT pun memiliki bagian-bagiannya masing-masing. Bukan satu orang disuruh mengerjakan semuanya.
Di dunia IT pun kalau gak salah ada bagiannya masing-masing. Ada yang ngurusi desain yang berkaitan dengan UI dan UX, ada juga yang ngurusi front end, backend dan lain sebagainya. Di web sendiri, di aplikasi android pun sendiri.
Mengapa saya berfikir tentang kezoliman? Karena saya pernah melihat lowongan kerja IT di BUMN yang menurut saya tidak masuk akal dan zolim. Dimana satu orang harus menguasai banyak hal. Sebenarnya, hal itu terjadi karena ketidak pahaman mereka di dunia IT, sehingga berlaku semena-semena. IT di perusahaan yang bukan bergerak di bidang IT dianggap sebagai Superman yang serba bisa.
Paparan di atas tak ada maksud untuk menghina atau menyudutkan. Paparan di atas hanya sebuah sudut pandangi dari saya yang mungkin bisa mewakili suara rakyat jelata yang tinggal di desa. Desa yang infrastruktur internetnya masih mahal. Mau pasang indihome tapi belum tersentuh. Provider lain pun belum menjangkau. Mau gak mau mengandalkan kuota dari SIM card di HP yang sebenarnya lebih boros, apalagi setelah anak-anak sekolah daring. Itu pun sinyalnya timbul tenggelam. Ah jadi ingat Tifatul Sembiring yang bilang internet cepat buat apa. Itulah imbasnya. Semoga kementerian Jokowi gak mengikuti jejak ketidak pahaman menteri era SBY itu. Udah ah, itu aja..Cak Anton.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/adakah-potensi-korup-dzolim-serta-kebodohan-di-Y6Yhjib6bD
Cobaan di KPI, Pembelajaran Moral Apa Perlu Dipelajari dari Kasus di KPI?
KPI, Komisi Penyiaran Indonesia sedang dalam sorotan besar, terutama oleh para penggiat media sosial. Bagaimana tidak? KPI sejatinya adalah alat sensor Nusantara untuk tontonan-tontonan yang dirasa tidak layak, eh malah viralnya para pegawai di KPI Pusat melakukan praktek amoral antara pegawai senior terhadap pegawai barunya itu, tidak hanya itu saja.
Kisah-kisah yang terjadi pada mereka, atau terkait dengan lembaga ini, atau yang berupa kebijakan oleh KPI Pusat, dinilai sudah sangat mengheborkan dan tumpang tindih alias tidak pada tempatnya. Mereka selama ini demikian keras menertibkan hal-hal yang berkaitan dengan tayangan kesusilaan, sampai-sampai atlet renang di Olimpiade saja diblurkan alias dikaburkan, padahal atletnya pakai baju renang loh, bukannya telanjang, tapi kenapa harus dikaburkan juga? Melihat apa yang terjadi di KPI, pelajaran moral apa yang mengedukasi kita sebagai warga negara yang baik?
Mengenai laporan kepolisian dan ke Komnas HAM mengenai pelecehan seksual dan perundungan yang dialami salah satu pegawai laki-laki di lembaga KPI. Pelaku yang menjadi terlapor juga laki-laki di kantor yang sama. Cukup memilukan karena sudah bertahun-tahun terjadi.
Kali ini adalah laporan kepolisi kali kedua. Tentu saja laporan internal pastinya ada. Susah meyakini jika laporan kepada pimpinan tidak ada. Tindak lanjutnya itu penting, mengapa sampai terulang, dan masih berlangsung bertahun-tahun? Apakah hanya satu, atau itu sebuah kebiasaan bagi para pelaku?
Walau delapan orang pegawai KPI yang diduga sebagai pelaku seperti saya lansir dari Kompas.com, namun tetap saja kasus ini bakal sulit dibuktikan kebenarannya, karena kemungkinan para saksi yang bisa membuktikan kejadian itu susah untuk didatangkan atau minimal ada bukti foto ataupun rekaman, sementara korban MS melakukan pengaduan ke publik melalui siaran tertulis yang diterima oleh sejumlah media nasional di Jakarta. Semoga saja kasus ini terang benderang.
Kedua, perayaan keluarnya eksnapi, artis Saiful Jamil. Kasus yang menjeratnya mengenai kesusilaan. Namun media menyiarkan penyambutan bak kepulangann atlet olimpiade mendapatkan medali emas. Pawai, arak-arakan, dan di tengah pandemi. KPI memang tidak berwenang soal arak-arakan di jalan. Namun penyiaran medianya adalah ranah KPI.
Anak-anak yang menonton, bisa menyimpulkan, enak ya jadi napi, tahanan, pulang disambut dan dielu-elukan. Atlet capek belum tentu mendapatkan medali. Kan cilaka. Ini pemikiran yang sama dengan pemikiran kala berkaitan dengan pornoaksi.
Ketiga, berkaitan dengan kata terakhir di atas. Sering KPI menyoal media karena berkaitan dengan porno-pornoan. Mengenai hoax, intoleransi, kekerasan, dan penistaan pada pejabat negara luput dari amatan mereka.
Beberapa hal yang perlu disegarkan untuk ingatan publik adalah; pemburaman bagian dada dari film animasi Minion. Ini bukan gambaran manusia dengan detail badan yang benar-benar manusia. Hanya sebuah kapsul, dengan mata dan mulut. Itu saja tetap diburamkan.
Teguran film penjaga pantai perempuan. Lha salahnya apa sih bikini bagi penjaga pantai? Berbeda jika mengenakan bikini di area publik yang bukan pantai atau kolam renang. Di pertokoan atau mall misalnya. Ini sih bisa dilakukan. Apa yang terjadi dari kisah-kisah faktual di atas, dapat diperkirakan kemampuan KPI itu seperti apa? Berikut gambaran yang sangat mungkin terjadi di sana;
Satu, konsep dan gambaran idealnya tahu namun semata pada tataran gagasan, ide, dan belum membumi. Bayangkan, apa korelasi film Baywatch dengan membuat anak terpengaruh secara seksual? Atau animasi minion diblur? Benar sebagai upaya membentengi anak-anak dari aksi pornografi?
Eh ternyata, di bagian inti mereka sendiri, terlibat di dalam pengelolaan seksualnya sangat buruk. Perundungan, maaf sampai oret-oretan pada alat kelamin. Lah apakah karena mereka melihat minion telanjang? Jadi kemudian ngerjain temannya?
Mereka menjadi penjaga moral seksual, namun ternyata sekaligus predator. Melakukan pelecehan seksual pada rekan sejenis pula, sudah dobel masalahnya. Nah, apa iya konsep ideal komisi ini bisa dieksekusi dengan baik dengan model pegawainya yang demikian?
Dua. Sama dengan maling alias korupsi. Mereka gembar-gembor soal pornografi dan pornoaksi, namun perilaku mereka seperti itu. Saya jauh lebih yakin apa yang dikeluhkan oleh korban. Tentu bukan dalam artian mengabaikan azas praduga tak bersalah.
Sama dengan para maling anggaran itu. Mereka tahu dan paham namun juga masih melakukan. Kalau ketahuan dianggap sebagai apes semata. Hampir semua lini menghadapi persoalan yang sama. Munafik.
Tiga, membedakan yang esensi dan artifisial saja tidak bisa. Lagi-lagi identik dengan maling alias korupsi. Tidak semata mengenai aturan, jauh lebih dalam adalah tidak mau mengambil yang bukan haknya. Kan selesai, tidak usah banyak aturan apalagi ancaman. Namun kesadaran.
Maling itu bukan soal gaji terlalu kecil. Sama juga kekerasan atau pelecehan seksual tidak hanya karena melihat tayangan yang terbuka. Itu terlalu naif dan mempersempit persoalan. Terlalu heboh ada hal yang artifisial, tidak penting, namun dianggap yang paling penting dan harus demikian, kisah-kisah yang akan terus terjadi. Pemaknaan yang gagal, karena sikap kritis yang lemah.
Kesadaran, ini menyangkut pendidikan dan pengamalan agama. Miris pelaku mau korupsi, predator seksual, sangat mungkin juga beragama. Ada yang taat dengan sangat baik pada ritual dan tuntutan agama, namun di luar aktifitas agama menjadi hal yang tidak sederhana. Maling masih merasa baik-baik saja, jelas soal iri sendiri lebih dulu.
Penegakan hukum yang masih lemah, terkadang tebang pilih, membuat orang tidak perlu taat hukum. Meterai 10.000, minta maaf karena khilap. Ujungnya juga dilepas, hukuman sangat singkat, dan perulangan terjadi dengan sangat masif.
Inti dari permasalahannya mungkin pada perbaikan sektor Pendidikan bukan?
Sumber Utama : https://seword.com/sosbud/cobaan-di-kpi-pembelajaran-moral-apa-perlu-OcXPuUpdME
Kalung Bunga Predator Ancaman Masa Depan Bangsa
Mungkin pandemi efeknya bukan saja soal ekonomi, tapi krisis pujaan dan krisis-krisis lain yang memprihatinkan.
Sangat memprihatinkan, bagaikan sang mantan yang pernah berucap "Prihatin."
Prihatin pada kekuasaan yang sulit lagi diraih, bukan prihatin pada nasib rakyat.
Keprihatinan itu sendiri tidak disadari oleh rakyat, merasa baik-baik saja sehingga berjoget ria dengan kegilaan.
Lihatlah bagaimana tukang suap dan predator bisa berkalung bunga dengan bangganya.
Bagaikan orang yang terzolimi keluar dari keterpurukan dan mendapatkan gelar kehormatan.
Itulah kenapa aksi joget paling digemari di negeri ini, meski dalam aplikasi tiktok.
Sungguh sangat disayangkan, kadar joget lebih besar daripada kualitas literasi yang bisa menguatkan jiwa.
Joget memang menyenangkan, tapi efeknya hanya sesaat. Setelah energi terkuras berjoget ria, otak dan raga pun lemas, dan disaat itulah masalah kembali menyelimuti, kesuraman pun terbayang-bayang.
Sepertinya banyak anak bangsa ini hanya melihat kebenaran itu adalah berjoget ria. Atau solusi masalah adalah dengan berjoget ria, seperti film India yang apapun masalahnya, joget solusinya.
Merasa setelah berjoget-joget ria, semua masalah kelar, meski banyak predator dan maling anggaran senantiasa mengintai dan siap memangsa. Menerkam dengan sadisnya yang bersembunyi di balik topeng kebaikan.
Lihatlah pemberitaan, media massa tak peduli apa dan siapa. Apakah ada unsur pendidikan, itu tak berlaku. Rating adalah tolok ukur, meskipun itu kotoran yang sangat bau dan jorok, jika banyak digemari, itulah jadi fokus utama.
Sudah basi berbicara keadilan sosial di era ini. Bahkan sudah terasa memuakkan. Keadilan dipahami yaitu bagaimana bisa tetap eksis meskipun tak memanusiakan. Bukankah kita ini adalah hewan yang kadang berpikir dan lebih banyak yang suka berjoget ria sambil main sosis? Sehingga pikiran mengalami penyumbatan dan kebuntuan?
Media massa berjuang demi rating, apa yang diinginkan khalayak dan menjadi perhatian, itulah yang diagungkan. Tranding adalah dewa penyelamat bagi media agar bisa tetap survive. Mau bagaimana lagi? Meskipun ini semua jelas adalah kesementaraan.
Sungguh mengherankan, ada perasaan bahwa, bisa menghibur dalam dunia hiburan bisnis, sudah menganggap dirinya paling berjasa pada negara ini. Yang bisa menghibur akan dianggap pahlawan, sedangkan pahlawan sebenarnya jauh dari hingar bingar pemberitaan.
Kemana lagi emphati kemanusiaan? sudahkah sirna? Yang dimusnahkan predator? atau musnah karena keinginan sendiri? Keinginan rakyat sendiri?
Sebagian besar bangsa selalu merasa haus hiburan, sehingga butuh figur joget meskipun predator,
Sebagian besar anak bangsa merasa sudah mati dan tak berharga jika tak memuja tukang joget yang pedofil.
Bangga sebagai mantan napi, bagaikan tahanan politik yang dilakukan oleh rezim penjajahan. Padahal, inilah penjajahan nalar, yang tak mendidik anak bangsa malah dielu-elukan. Yang memangsa anak bangsa malah mendapatkan bunga sosial.
Lakon yang kita saksikan ini apakah petanda tenggelamnya peradaban NKRI? Koruptor di masa pandemi yang telah menyita perhatian dan ternyata masih bisa tersenyum lebar, apakah ini juga petanda bahwa peradaban menuju ambang kehancuran dan tinggal sejarah? Sejarah yang dihempas angin lalu terseret bersama debu-debu?
Jangan sampai! Tidak Saudaraku!
Masih ada yang berprestasi dan menyemangati. Perjuangan itu tak akan pernah usai, sebagaimana mereka para perusak itu juga merasa sedang berjuang, mereka merasa maha penting sehingga harus menguasai pikiran kita.
Tak ada cara lain, protes keras dengan narasi cerdas adalah peluru-peluru tajam yang terus merobek dinding-dinding pikiran mereka yang beku dan yang juga licik.
Cekal, dan kalau memang perlu dikutuk, kutuklah! Demi kehidupan bernegara yang sehat jiwa dan raga.
Sumber Utama : https://seword.com/puisi/kalung-bunga-predator-ancaman-masa-depan-bangsa-kn3m9N56fl
Pembakaran Masjid Ahmadiyah, Mardani Ali Sera dan Hidayat Nur Wahid Kok Diam Saja?
Baru-baru ini, bangsa Indonesia dihebohkan dengan kejadian pembakaran Masjid Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat (3/9). Pelakunya adalah sekelompok orang yang mengatasnamakan diri Aliansi Umat Islam.
Tidak kurang dari 130 orang yang melakukan pembakaran itu. Mereka melakukannya dengan cara langsung membakar serta melempari tempat ibadah tersebut pakai botol plastik yang sudah diisi bensin.
Berarti kalau seperti ini, sudah disiapkan jauh hari. Jadi jelas, hal tersebut merupakan tindakan kejahatan yang terencana.
Sebelum pembakaran terjadi, mereka juga terus-terusan menyudutkan Ahmadiyah dengan menyebarluaskan bergabai fitnah. Seperti mengatakan gerakan keagamaan itu radikal, berbahaya, membuat perceraian, pembangunan masjid Ahmadiyah tersebut dibiayai oleh luar negeri, dll.
Seolah-olah mereka saja yang paling benar di dunia ini sedangkan yang lain salah. Padahal sangat jelas bahwa fitnah itu lebih kejam dari membunuh.
Berdasarkan informasi terbaru yang penulis dapatkan dari media mainstream cnnindonesia.com, sudah ada 10 pelaku yang ditangkap. Dan 9 diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sebenarnya masih jauh dari kata ideal kalau pelakunya 130 orang tapi yang ditetapkan sebagai tersangka cuma 9 orang.
-o0o-
Kejadian pengrusakan dan penyerangan terhadap Masjid Ahmadiyah ini sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi. Pada 2012 lalu Masjid Baitul Rahim yang juga Masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya dihancurkan oleh sekelompok masa Ormas besutan Rizieq Shihab, FPI.
Kala itu Kadrun FPI membabi buta menghancurkan tempat ibadah tersebut. Mulai dari memecahkan jendela kacanya, hingga melempar bom molotov. Dua jamaah Ahmadiyah berusia lanjut pun terluka pasca terjatuh akibat dikejar massa.
Dan menurut Ketua Pemuda Ahmadiyah di sana Budi Badrusallam, itu merupakan penyerangan ke-4 yang dilakukan. Sedangkan jamaah Ahmadiyah hanya bisa bersabar dan bersabar. Karena mereka tidak punya kekuatan untuk melawan.
Beginilah kalau orang sudah mabuk agama seperti para kadrun tersebut. Tidak segan melakukan tindakan keji terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengannya.
Nah tindakan sadis yang dilakukan oleh sekelompok orang di Sintang itu menuai banyak kecaman dari berbagai pihak. Diantaranya yang turut mengecam dengan keras adalah PBNU, yang mengatakan Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum bukan negara bar-bar yang mengedepankan aksi main hakim sendiri.
Begitupun dengan Menteri Agama Gus Yaqut mengungkapkan bahwa aksi main hakim sendiri terhadap Masjid Ahmadiyah di Sintang itu merupakan ancaman nyata bagi kerukunan umat beragama dan merupakan pelanggaran hukum. Untuk itu, ia meminta aparat penegak hukum segera mengambil langkah yang tegas.
Sedangkan MUI menuturkan bahwa tindakan yang dilakukan di Sintang tersebut merupakan tindak pidana.
Padahal Indonesia ini sengaja diciptakan oleh Tuhan beragam lho. Tidak hanya flora dan faunanya saja yang banyak jenis. Tapi suku, agama dan rasnya juga bermacam-macam.
Bahkan dalam 1 agama pun seperti Islam terdapat banyak Ormas. Seperti NU, Muhammadiyah, dulu ada FPI, dll.
Jadi kalau masih tetap mau tinggal di Indonesia mau tidak mau harus bisa menerima perbedaan itu dan bersifat toleran terhadap yang lain.
Karena kalau mau seragam, ya bikin saja negara sendiri di planet Mars.
Hanya saja yang jadi pertanyaan di sini, apa respon kader, PKS Mardani Ali Sera dan Hidayat Nur Wahid terkait pembakaran Masjid Ahmadiyah di Sintang tersebut?
Kok mereka sepertinya adem ayem saja seperti tidak terjadi apa-apa?
Bukankah selama ini kedua orang itu doyan banget berkomentar terkait isu apapun. Mulai dari pengecatan pesawat Kepresidenan hingga soal masa jabatan presiden.
Bahkan mantan peneliti ICW, Emerson Yuntho sudah menawarkan kepada Hidayat Nur Wahid. Jika dibutuhkan, dia siap bantu buatkan draf pernyataan PKS tentang perusakan rumah ibadah (Masjid Ahmadiyah) yang kini lagi viral itu. Gratis.
Tapi ternyata, tidak ada respon sama sekali ferguso. Baik dari Dayat maupun Mardani. Hehehe
Konon katanya sih diam itu berarti mendukung.
Padahal sebelumnya PKS menyatakan mendukung Taliban lho, yang jauh di Afghanistan sana. Eh masyarakat sendiri yang teraniaya mereka malam diam saja.
Gak adil banget. Gak sesuai dengan namanya Partai Keadilan Sejahtera.
Pertanyaannya, apakah ini yang disebut partai dakwah? Yang hanya mementingkan kelompok atau golongan tertentu saja.
Silahkan pembaca Seword nilai sendiri, apakah PKS ini layak atau tidak tumbuh dan berkembang di Indonesia yang terdiri dari beragam suku, bangsa, agama dan aliran kepercayaan.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/pembakaran-masjid-ahmadiyah-mardani-ali-sera-dan-OTirRpadza
AHY Pasti Malu, Filipina Akan Ujicoba Strategi Mirip Indonesia Atasi Pandemi
Begitu pandemi mulai menjalar ke seluruh dunia mulai Februari 2020, semua negara bersiap-siapa dengan strateginya masing-masing. Mereka memiliki kebijakan sendiri dalam menangani lonjakan kasus Covid-19. Salah satunya adalah melakukan lockdown.
Beberapa negara di Asia Tenggara juga memilih cara yang sama yaitu Malaysia, Filipina dan Singapura.
Indonesia tidak pernah sekalipun berpikir ke arah situ, meskipun banyak pihak yang mendesak agar diberlakukan lockdown. Lockdown tidak pernah efektif. Catat itu baik-baik. Yang menyarankan lockdown, apalagi untuk negara berkembang dan sebesar Indonesia, adalah orang yang tidak paham kondisi negara ini atau orang yang punya agenda politik tertentu.
Beberapa waktu lalu seorang politikus asal Malaysia secara tidak langsung memuji penanganan Covid-19 di Indonesia dan membandingkannya dengan di Malaysia. Angka positif harian di Indonesia lebih rendah dari setengah kalinya kasus positif di Malaysia.
Filipina juga melakukan lockdown beberapa kali. Akan tetapi, negara itu tetap kewalahan dan hingga saat ini mulai menunjukkan tanda menyerah.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte baru-baru ini mengatakan, negara itu tidak mampu lagi melakukan lockdown karena menghancurkan ekonomi dan membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan. Situasi diperparah dengan angka vaksinasi yang hanya sekitar 19 persen. Belum lagi fasilitas kesehatan yang terisi cepat dan mulai kewalahan.
Filipina kabarnya akan mencabut lockdown di Manila pekan ini karena khawatir ekonomi akan semakin terpuruk jika terus lanjut lockdown. Filipina akan menguji coba lockdown lokal atau pembatasan dalam beberapa kegiatan masyarakat untuk membangkitkan kembali perekonomian.
Kabarnya pembatasan ini nantinya mirip yang dilakukan di Indonesia seperti PSBB atau PPKM yang pernah dan sedang diberlakukan di Indonesia.
Ingat, tidak ada satu pun negara yang berhasil menekan pandemi melalui lockdown. Yang pernah melakukan lockdown juga pada akhirnya terserang gelombang kedua, dan saat ini banyak negara yang mulai new normal hidup berdampingan dengan corona.
Lihat saja USA. Tak pernah lockdown. Saat ini mereka yang telah divaksin, bebas ke mana saja. Acara-acara juga mulai dipenuhi penonton secara Live.
Tentu kita masih teringat dengan Partai Demokrat yang pernah meminta agar pemerintah segera melakukan lockdown untuk menekan angka kasus positif virus corona Covid-19. Sekitar Maret 2020 lalu ketika awal pandemi.
AHY melakukan konferensi pers. Demokrat mengekuarkan 6 rekomendasi kepada pemerintah terkait hal itu. Salah satunya adalah melakukan lockdown.
Belum lagi, AHY istrinya Anissa Pohan memandu anaknya menuliskan surat terbuka ke Jokowi yang dituliskan dalam bahasa Inggris. Anaknya mendapat tugas dari sekolahnya untuk membuat dan menyampaikan pidato dalam bahasa Inggris, menjelaskan tentang lockdown di masa pandemi covid-19 ini, dan kenapa harus lockdown secara mandiri di rumah. Dan teks pidato tersebut, harus disampaikan langsung ke hadapan Presiden Jokowi.
“Saya merasa kebijalan lockdown untuk menghentikan dan pencegah transmisi Covid-19 serta mengurangi jumlah kematian. Kebijakan lockdown telah dipraktikkan di beberapa negara misalnya Amerika Serikat, China, Singapura dan banyak negara Eropa. Lockdown terbukti membantu mengendalikan dan mengurangi penyebaran virus ini,” begitu inti tulisan tersebut.
Terbukti apaan? Lockdown, berhasil sementara, lalu lockdown lagi, begitu seterusnya ibarat orang berlari di lapangan berputar-putar tanpa ke mana pun. Yang ada hanya habis anggaran. Negara-negara yang suka lockdown saat ini lebih memilih hidup berdampingan dengan Covid-19 (setelah vaksinasi tentunya).
Dan terbukti Malaysia pun tidak berhasil. Filipina pun tak tahan terus-terusan melakukan lockdown. Mereka malah memuji dan mulai menerapkan strategi yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Yang di sini, tukang nyinyir memuja-muji negara lain dalam menangani pandemi. Dan sekarang negara lain yang memuji Indonesia. Pastinya ada yang dipermalukan. Selama ini yang teriak lockdown pasti tidak bisa buka mulut.
Terkadang nyinyir itu gampang. Ibarat pengamat sepak bola. Gampang menilai dan menganalisa permainan Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo tapi kalau disuruh bertanding di lapangan belum tentu bisa.
Intinya, saat ini pandemi mulai terkendali. Jangan lengah karena bisa kembali diterapkan PPKM yang lebih ketat kalau kasus melonjak lagi. Ini lingkaran yang entah sampai kapan baru ketemu ujungnya.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/ahy-pasti-malu-filipina-akan-ujicoba-strategi-JzYw732AS6
KPI, “Karma” Spongebob Dan “Sihir” Saipul Jamil!
Pada tahun 2019 silam, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan teguran pada 14 program siaran. Di antaranya adalah program Obsesi di GTV, film The Spongebob Squarepants Movie di GTV dan promo film “Gundala” di TV One. Ke-14 program itu dinilai melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) KPI tahun 2012. Jenis pelanggaran yang disebutkan oleh Wakil Ketua KPI Pusat waktu itu, Mulyo Hadi Purnomo, antara lain : muatan kekerasan, adegan kesurupan, adegan horor, pemanggilan arwah, konflik pribadi, dialog dan gerakan sensual, ungkapan kasar, penayangan identitas pelaku pelecehan seksual, adegan berbahaya, privasi, dan pelecehan status kelompok tertentu. Banyak ya.
Detail dari terguran itu, misalnya di dalam program Obsesi GTV, ada satu tayangan dialog yang dinilai merupakan pembenaran hubungan seks di luar nikah. Lalu untuk film Spongebob, disebut ada adegan kekerasan seekor kelinci terhadap kelinci lain. Yakni memukul wajah dengan papan, menjatuhkan bola bowling sampai kena kepala, melayangkan palu ke wajah dan memukul pot kaktus menggunakan raket ke arah wajah. Juga ada adegan melempar kue tart ke muka dan memukul menggunakan kayu. Sedangkan promo film Gundala, ditegur karena memakai kata “bangsat” Sumber.
Teguran KPI waktu itu sampai melahirkan tagar #BubarkanKPI oleh para netizen. Karena terasa lebay, berlebihan, di luar konteks. Kalau melihat betapa detail teguran KPI terhadap ke-14 program siaran itu, rasanya aneh kalau sekarang ini KPI nampak adem dan senyap terhadap Saipul Jamil. Saipul Jamil, yang dikenal sebagai artis penyanyi, baru saja bebas dari penjara. Saya melihat sendiri di tayangan televisi, bagaimana kebebasan Saipul Jamil ini dirayakan, diglorifikasi. Seperti orang yang baru bebas dari sekapan teroris. Ok, dia memang sudah menyelesaikan hukumannya. Namun, kejahatannya itu menyangkut kejiwaan dan sifat.
Kita lihat dulu kasusnya ya. Ada dua kasus yang menjerat Saipul Jamil. Pertama kasus asusila dan kedua, kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Fokus tulisan ini adalah pada kasus asusila. Dilansir tempo.co, Saipul Jamil dilaporkan ke polisi atas kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur bernama DS, pelajar kelas III SMA berusia 17 tahun. Saipul disebut meminta DS untuk menginap di rumahnya dan memijatnya. Pada saat DS tidur, Saipul melakukan tindakan tidak senonoh. DS berkenalan dengan Saipul dalam sebuah program musik di televisi swasta. Pada saat itu Saipul adalah juri dalam acara tersebut. Atas perbuatannya, Saipul Jamil divonis hukuman penjara 3 tahun. Kemudian dalam putusan banding, hukuman Saipul Jamil diperberat menjadi 5 tahun penjara Sumber.
Tentunya kelakuan seperti itu berasal dari diri/jiwa Saipul Jamil. Kalaupun sudah menjalani hukuman, siapa yang bisa menjamin bahwa kondisi jiwanya yang di dalam itu sudah “baik”? Oleh sebab itu, di Amerika Serikat, ada aturan dan lembaga pemerintah khusus yang mencatat, memonitor hingga men-tracking sex offender (pelaku kasus asusila). Khususnya yang korbannya adalah anak di bawah umur Sumber. Orang yang merupakan sex offender, akan termonitor di setiap wilayah. Sehingga para tetangganya pun tahu, hingga kesulitan mendapatkan pekerjaan. Karena memang sulit untuk menentukan, apakah mereka itu sudah “sembuh”, walaupun sudah menjalani hukuman sekian tahun di penjara.
Kembali ke Saipul Jamil. Lalu mengapa KPI membiarkan saja glorifikasi terhadap Saipul Jamil ini? Bahkan ketika diundang ke satu acara semacam talk show di salah satu stasiun tv, Saipul Jamil dibuat seakan dia yang jadi korban. Dielus-elus, diceritakan bagaimana dia disayang oleh teman-teman sesama artis. Dibikin seperti boneka beruang yang patut disayang. Bagaimana dengan korbannya Saipul Jamil, yang akan merasakan trauma seumur hidupnya? Aneh ya.
KPI mempermasalahkan tayangan kartun kelinci pukul-pukulan. Padahal anak kecil pun tahu itu sekedar kartun. Ada konteks jenis tayangan, ada konteks cerita. Seperti kata “bangsat” yang ada di trailer film Gundala. Sama saja dengan cerita film, yang ada penjahatnya, pasti mereka ya jahat. Lalu nanti kejahatan itu ditumpas oleh orang baik atau misalnya aparat polisi. Ketika polisi menangkap penjahat, terjadi pukul-memukul, tembak menembak. Kan logis, ada konteksnya. Mengapa kelinci pukul kelinci dimasalahkan, tanpa melihat konteksnya? Sumber
“Saipul Jamil itu bisa tampil asal muatannya mematuhi P3SS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran), “ ujar Komisioner KPI, Nuning Rodiyah Sumber. KPI membolehkannya tapi harus diberikan perspektif. Pemilik program harus menentukan berada di pihak mana saat menayangkan hal tersebut. ”kalau memberikan perspektif, taruhlah begini, apa kemudian salah, kalau Saipul Jamil menyampaikan bahwa dia menyesali perbuatannya. Karena ini akan berakibat, dan berdampak buruk bagi saya, maupun bagi korban. Nah, itu perspektif yang sebenarnya," ungkap Nuning Sumber. Artinya, KPI juga melihat konteks tayangan itu dong. Lah kok plin plan dengan teguran buat film Spongebob?
Sementara yang saya sendiri lihat di televisi, ya itu, Saipul Jamil dibuat seakan jadi korban. Patut untuk diberi belas kasihan. Disayang-sayang, dirangkul. Sementara korbannya? Ini sudah berlawanan dengan perspektif yang dibenarkan oleh KPI. Apakah karena di KPI sekarang lagi ada dugaan kasus pelecehan, jadi KPI terlalu sibuk untuk memperhatikan tayangan yang memuat Saipul Jamil? Entah lah. Yang pasti, ada atau tidak ada KPI, plin atau plannya KPI, rasanya tidak ada bedanya. Masyarakat umum sebagai penonton harus menelan semuanya.
Sumber Utama : https://seword.com/umum/kpi-karma-spongebob-dan-sihir-saipul-jamil-znhOeqb4Ih
Membaca Kelicikan Demokrat Dan PKS Tentang Wacana Presiden 3 Periode
Sampai saat ini wacana jabatan presiden 3 periode beserta amandemen UUD 45 terkait wacana jabatan presiden 3 periode tersebut masih menjadi berita hangat yang terus dibicarakan di negara kita. Padahal Presiden Jokowi sendiri sudah menyampaikan dengan sangat tegas jika dirinya menolak, alias tidak setuju dengan amandemen UUD 45 dan wacana presiden 3 periode tersebut. Jokowi sama sekali tidak punya keinginan untuk memperpanjang jabatan presiden menjadi 3 periode.
Begitu juga dengan PDI-Perjuangan partai tempat Jokowi bernaung. PDIP juga sudah menolak wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode seiring isu amandemen kelima UUD 1945. Junimart Girsang selaku politikus PDIP secara tegas mengatakan jika arahan partai menyatakan tidak ada amandemen dari PDIP tentang presiden tiga periode. “Tidak ada itu!" kata Junimart Girsang dalam rilis survey Fixpoll, Senin, 23 Agustus barusan.
Jadi baik Jokowi maupun PDIP tetap berpegang teguh pada pasat 7 UUD 45 yang mengatakan jika masa jabatan presiden telah diatur secara tegas selama lima tahun. Dan sesudahnya, presiden dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Sampai di sini harusnya sudah clear tak perlu ada lagi yang diributkan tentang wacana presiden 3 periode dan amandeman UUD 45. Lha wong Jokowi dan PDIP sudah sama-sama bilang tidak kok.
Lucunya, topik yang harusnya tak perlu dibahas lagi ini justru terus diangkat menjadi pembicaraan hangat sampai sekarang. Saling ungkap bahkan saling tuduh terus digulirkan lempar sana tolak sini bersahut-sahutan.
Ada yang mengatakan jika wacana jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode (15 tahun) ini diusulkan oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet). Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menyanggah tuduhan itu dengan menyebutkan bahwa bukan MPR yang pertama kali mengusulkan jabatan presiden tiga periode. HNW yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Majlis Syura PKS itu menyebut, orang yang pertama kali mengusulkan jabatan presiden tiga periode adalah Suhendra Hadikuntono, pakar intelijen.
Ada juga Immanuel Ebenezer dari Relawan Jokowi Mania (Joman) yang awalnya mengusulkan durasi jabatan presiden ditambah selama 2-3 tahun agar bisa jadi solusi menghadapi pandemi covid-19 akhirnya jadi ikut menolak perpanjangan durasi masa jabatan dua tahun tersebut karena isunya jadi merembet ke perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode. Padahal di mata Immanuel Ebenezer, penambahan durasi jabatan presiden amat berbeda dengan wacana presiden tiga periode yang harus via pemilu. Immanuel Ebenezer mengaku dirinya juga menolak presiden tiga periode.
Ada juga Muhammad Qodari selaku penasihat Relawan Joko Widodo-Prabowo Subianto (Jokpro) untuk 2024 yang tetap ngotot setuju dengan wacana Jokowi 3 periode. Qodari tak mau ambil pusing terkait penolakan sejumlah partai politik, termasuk PDI-Perjuangan soal wacana presiden tiga periode. Menurut Qodari saat ini relawan ingin terlebih dahulu fokus menggalang dukungan dari masyarakat untuk merealisasikan usulannya terkait wacana Jokowi 3 periode. Qodari meyakini parpol akan mengikuti jika rakyat sudah berkehendak.
Ini jelas aneh. Mau seyakin apapun atau mau lempar-lemparan seheboh apapun, jika Jokowi sendiri sudah menyatakan tegas menolak, harusnya ya sudah tak perlu diperbincangkan lagi wacana presiden 3 periode ini. Sesederhana itu mestinya. Tapi kenapa kasus ini bukannya berhenti, malah jadi tambah memanas digoreng sana sini sampai sekarang oleh pihak-pihak lain di luar Jokowi, PDIP dan relawan Jokowi itu sendiri. Di sinilah tanpa bermaksud menuduh, saya jadi membaca ada kelicikan dari pihak oposisi memanfaatkan isu wacana presiden 3 periode yang harusnya sudah selesai tak perlu dibahas lagi.
Yang harus kita ingat dan kita garisbawahi bersama dengan tinta tebal adalah: jika amandemen UUD 45 tentang wacana presiden 3 periode ini disetujui bahkan disahkan, itu artinya SBY yang sudah pernah menjabat sebagai Presiden RI 2 periode juga berpeluang menjadi Presiden RI 3 periode. Bau tak sedapnya mulai tercium di bagian ini.
Celah inilah yang hendak diambil oleh pihak pendukung SBY yang ingin mengambil keuntungan mengusung SBY 3 periode dengan mendompleng wacana presiden 3 periode yang awalnya seakan-akan ditujukan untuk Jokowi.
Makanya jadi aneh saat isu wacana presiden 3 periode yang harusnya berhenti dengan sendirinya seiring ketegasan Jokowi, PDIP dan relawan Jokowi yang menolak, tapi faktanya sampai sekarang isu tersebut tetap terus bergulir sampai saat ini. Kenapa bisa demikian? Karena dari pihak pendompleng inilah yang memang terus menghembuskan isu ini demi memuluskan kepentingan golongannya yang ingin menjadikan SBY Presiden 3 periode.
Jadi intinya begini. Saat isu wacana presiden 3 periode ini terus digoreng, pihak oposisi justru akan makin senang dan berusaha isu wacana presiden 3 periode ini tetap ada sekalipun Jokowi, PDIP, dan relawan Jokowi sudah tegas menolak. Sebab saat isu ini terus digulirkan, SBY yang selama ini sudah bisa ditebak suka playing victim akan dengan mudah menerapkan jurus playing victimnya kembali.
Saat wacana presiden 3 periode berhasil terus diangkat, pihak pendukung SBY akan berlagak menolak padahal dalam hatinya sangat ingin amandemen itu terjadi demi bisa melihat SBY menjadi Presiden 3 periode. Mereka berlagak menentang di depan kita semua. Padahal di sisi lain mereka juga sangat ingin amandemen itu disahkan.
Arahnya jadi begini. Saat wacana amandemen ini bisa terus diangkat, pihak oposisi akan terus memainkan peran menentang dengan harapan mendapat simpati dari masyarakat yang taat pada UUD 45. Dengan demikian jika wacana amandemen ini tidak jadi disahkan, pihak oposisi akan dapat nama seakan-akan merekalah yang memperjuangkan demokrasi di negeri ini. Padahal di sisi lain, saat wacana amandemen UUD 45 ini disahkan, mereka jugalah yang bersorak paling girang melihat SBY jadi terbuka lagi peluangnya untuk menjadi Presiden RI 3 periode.
Karena itulah dengan segala cara isu wacana presiden 3 periode ini akan terus diangkat dan digulirkan lempar sana sini sekalipun sudah jelas-jelas Jokowi, PDIP, dan relawan Jokowi menolaknya. Di sinilah kita jangan termakan strategi Demokrat dan kroni-kroninya yang pasti akan terus berusaha menaikkan isu wacana presiden 3 periode ini dengan segala cara. Sebab disetujui atau tidak, pihak merekalah yang akan diuntungkan selama isu ini terus diangkat.
Akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan. Ucapan Jokowi yang mengatakan jika wacana presiden 3 periode ini mengandung makna menampar muka Jokowi, cari muka dan ingin menjerumuskan Jokowi memang benar adanya. Bukan hanya nama Jokowi yang dipertaruhkan, tapi juga nasib bangsa dan negara. Sebab di ujung sana ada Pak Mantan dan kroni-kroninya yang sedang sangat berharap wacana presiden 3 periode ini terus didengungkan bagi kepentingan pribadi dan golongannya sendiri.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/membaca-kelicikan-demokrat-dan-pks-tentang-wacana-jlCRkF1ph2
Sssttt! PA 212 & MUI Berisik, Pertanda Ada Yang Panik!
Mungkin hanya terjadi di Indonesia. Ketika negara dan bangsa menghadapi musuh bersama, yakni pandemi Covid dan imbas ekonominya. Pada saat yang sama, ramai pula gerombolan pengacau memanfaatkan suasana. Memancing di air keruh, memanfaatkan kondisi yang lagi sulit. Bergerak di antara celah-celah, untuk membawa kepentingan politis tertentu. Yang ujung-ujungnya adalah meminta presiden yang sah untuk turun. Tanpa bisa memberikan alasan kuat berdasar bukti otentik. Sekedar orasi, yang membawa-bawa nama rakyat. Padahal rakyat sendiri malah sangat percaya pada kemampuan dan kepemimpinan Presiden Jokowi. Membawa negara dan bangsa ini bertahan dan maju untuk melawan pandemi dan segala imbas buruknya.
Berbagai cara pun mereka coba. Dari orasi di dalam demo yang berujung anarkis. Yang didemo apa, yang diorasikan selalu minta presiden turun. Lalu, deklarasi di depan publik, kemudian, membawakan narasi pemakzulan presiden di seminar online, hingga nebeng gerakan mahasiswa. Pokoknya ujung-ujungnya selalu meminta Presiden Jokowi turun. Padahal jelas-jelas bahwa Presiden Jokowi adalah pemenang yang sah dari pemilu yang sah. Makanya, mereka yang kerap teriak-teriak presiden turun mendapatkan julukan sebagai “barisan sakit hati”. Yang kalah dalam pilpres, tapi tidak juga bisa move on.
Dan mereka ini tidak akan pernah berhenti. Pemerintah dan rakyat kerja keras melawan pandemi dan memulihkan ekonomi. Mereka juga kerja keras, membawa agenda pribadi. Memperjuangkan rasa sakit hati yang tak pernah mati. Mengganggu kerjaan pemerintah. Bikin polemik, bikin provokasi. Sebut Jokowi gagal, ketika ekonomi Indonesia masuk kondisi resesi. Padahal negara-negara lain juga sama saja kondisinya. Begitu Indonesia berhasil keluar dari resesi ekonomi, semua sunyi senyap. Lalu narasi pun dialihkan ke topik lain, seperti utang luar negeri dan perpanjangan periode jabatan presiden menjadi 3 periode. Masyarakat awam yang sebenarnya tenang, berusaha dibuat selalu bergolak dengan segala macam polemik. Apa nggak capek?
Saya kira, melihat gelagat para pengacau ini, Presiden Jokowi pun sesekali mengeluarkan jurus. Untuk menggebrak dan menohok gerombolan ini. Jurus yang dipakai oleh Presiden Jokowi kali ini adalah menggelar kekuatan politik. Memperlihatkan seberapa besar kekuatan yang dihadapi, jika ada yang mencoba menggoyahkan kestabilan dan keamanan negara ini. Kekuatan politik ini tentunya akan berimbas pada pemilu 2024 nanti. Juga untuk memastikan bahwa siapa pun nanti yang akan diusung sebagai capres pada 2024, merupakan orang yang punya visi dan misi seperti Jokowi. Agar segala pembangunan yang sudah baik ini, bisa diteruskan, dengan komitmen yang sama, yakni terjaganya uang rakyat untuk sebesar-besarnya manfaat buat rakyat.
Pada akhir bulan Agustus lalu, Presiden Jokowi mengumpulkan para pemimpin koalisi partai politik yang mengusung pemerintah. Yakni PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, NasDem, PPP dan PAN Sumber. Jika ditotal, maka partai koalisi ini menguasai 471 kursi atau 81,9 persen kursi di DPR Sumber. Sebuah kekuatan politik yang bisa dibilang raksasa.
Presiden Jokowi tidak berhenti di sana saja. Kalau menggebrak itu harus total. Tidak tanggung-tanggung! Hari Rabu lalu (1/9), Presiden Jokowi juga mengumpulkan para pimpinan partai politik koalisi yang tidak memiliki kursi di DPR. Yakni PSI, PKPI, Perindo, Hanura dan PBB Sumber. Mereka adalah partai politik yang perolehan suaranya pada pemilu 2019 tidak mencapai ambang batas parlemen 4 persen. Walaupun demikian, secara kolektif, kekuatan politik mereka juga besar. Sekitar 7,11 persen suara nasional atau sekitar 9,9 juta suara rakyat pemilih Sumber.
Gimana nggak keder yang melihat kekuatan politik sebesar ini? Artinya, dukungan politik terhadap Presiden Jokowi sangat besar. Untuk terus merealisasikan segala proyek strategis, maupun langkah-langkah pemerintah dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Kekuatan sebesar ini pasti bikin panik para lawan politik Presiden Jokowi. Dalam kepanikannya, mereka pun berusaha “melawan”. Dalam kebingungannya, mereka mencari celah, yang bisa dipakai untuk menohok balik ke Presiden Jokowi. Saking bingungnya, narasi lama pun dimainkan. Yakni isu “Jokowi 3 periode”. Isu yang sudah tenggelam dan tidak laku. Namanya juga panik hehehe…
Isu “3 periode” ini kan pernah berkembang, lalu layu sendiri. Karena memang sudah dibantah beberapa kali oleh Presiden Jokowi. Sudah tahu tidak laku, mengapa dipakai lagi? Karena yang memakai sudah mentok, sudah panik dan bingung. Sudah tidak tahu lagi mau pakai isu apa lagi. Mau pakai isu PKI? Hahaha… Siapa yang peduli?
Isu pun dinaikkan. Berhembus kabar bahwa yang dibahas oleh Presiden Jokowi dan para pimpinan partai koalisi dalam kedua pertemuan itu, termasuk soal amandemen UUD 1945. Untuk memuluskan realisasi wacana “Jokowi 3 periode”. PKS pun menyebut adanya manuver politik untuk menggalang dukungan amandemen UUD 1945 Sumber. Senada, Demokrat juga mengemukakan dugaan bahwa adanya PAN di dalam pertemuan itu, sebagai partai baru dalam koalisi pemerintah, adalah untuk memuluskan amandemen UUD 1945 Sumber.
Padahal, Ketua MPR, yang juga Waketum Partai Golkar, Bambang Soesatyo sudah menegaskan, bahwa ada upaya memelintir soal amandemen UUD 1945. Yang sebenarnya terbatas, hanya terkait dengan pembahasan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). Namun berusaha dipelintir dan digoreng menjadi upaya perubahan periode masa jabatan presiden menjadi 3 kali Sumber.
Bahkan PA 212 juga ikut bersuara. Mengancam akan mengepung Gedung DPR/MPR, apabila wacana amandemen UUD 1945 diteruskan. Terutama buat amandemen yang memperpanjang masa jabatan presiden Sumber. Refly Harun, dengan bersenjatakan video di kanal Youtube, juga menyatakan menolak amandemen yang memperpanjang masa jabatan presiden sampai 2027 Sumber. Bahkan MUI juga ikutan bersuara, dengan nada jauh lebih keras. Sok menggertak. Wakil Ketua MUI Anwar Abbas, menyebut bahwa Presiden Jokowi cukup 2 periode saja, karena rakyat sudah banyak yang muak dengan situasi Covid, dengan keadaaan ekonomi yang parah dan rendahnya kemampuan pemerintah mengatasi masalah Covid dan ekonomi. Bahkan Anwar menyatakan yakin, kalau rakyat tidak takut jika pemerintah menurunkan polisi dan tentara. Karena rakyat sudah marah Sumber.
Rakyat yang mana? Nah itu Presiden Jokowi ke Cirebon, lalu ke Lampung. Di sana rakyat menyambut beliau dengan suka cita kok. Ahhh, dasar provokator! Selalu teriak mengatasnamakan rakyat. Padahal bukan kepentingan rakyat yang dibela. Melainkan kepentingan kelompok tertentu. Yang panik melihat besarnya kekuatan politik yang mendukung Presiden Jokowi. Tapi bingung mau berbuat apa. Sehingga isu basi pun dinaikkan lagi.
Rakyat sendiri lebih sibuk mencari tempat vaksinasi. Mau tahu, apa yang menarik perhatian rakyat? Itu lho, Pasar Tanah Abang sudah dibuka kembali! Hasil nyata kebijakan PPKM yang diambil oleh Presiden Jokowi. Rakyat pun hepi!
Sumber Utama : https://seword.com/politik/sssttt-pa-212-mui-berisik-pertanda-ada-yang-5VLofczp9E
Gaspol! Jokowi Beberkan Tiga Kunci Sukses Indonesia!
Jokowi dengan gaya khasnya yang kalem dan penuh simbolisasi nyatanya terus memikirkan kemajuan negeri ini ke depan. Pembangunan-pembangunan secara merata dan juga revolusi 4.0 adalah bagian dari salah satu rantai strateginya. Termasuk pemindahan ibukota ke luar pulau untuk menurunkan beban Jakarta. Meski kita tahu kini Jakarta telah mendapat julukan sebagai kota dengan pantaan terburuk sedunia. Jokowi yang berpikir beberapa langkah ke depan selalu tahu apa yang dibutuhkan negeri ini, termasuk menemukan tiga kunci suksesnya.
Awal tahun baru lalau sebelum pandemi melanda Indonesia, Jokowi tahu kalau potensi sumber daya alam Indonesia bisa terus dioptimalkan. Penolakan kelapa sawit oleh pihak Eropa dijadikannya martir agar bisa mengolah sumber daya alam yang lain. Kuncinya terletak di pengolahan berlanjut, Indonesia harus memegang kunci di hilirisasi. Ini makanya kerja sama dengan Cina dilakukan agar bisa mengolah nikel di Sulawesi menjadi besi dan berlanjut ke baterai untuk kendaraan listrik. Dan dari sini pula, kunci lain yakni ekonomi hijau bisa terealisasi. Disamping gencarnya ia membangun infrastruktur internet sebagai percepatan digitalisasi.
Seperti dilansir merdeka.com, Presiden Joko Widodo(Jokowi) membeberkan strategi besar ekonomi di Indonesia. Terdapat tiga strategi bisnis besar, pertama yaitu hilirisasi industri, digitalisasi UMKM, dan ekonomi hijau.
"Hilirisasi sudah kita mulai setop ekspor bahan mentah nikel. Kemudian semuanya harus dihilirisasi dan hasilnya mulai kelihatan. Saya kira ekspor kita, ekspor besi baja kita dalam setengah tahun ini saja sudah berada di angka kurang lebih USD 10,5 miliar," kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara Sarasehan 100 ekonom dalam saluran Youtube INDEF, Kamis (26/8).
Presiden Jokowi pun mengatakan tidak hanya nikel saja. Nantinya hilirisasi akan berkembang ke jenis lain salah satunya emas dan tembaga.
"Hilirisasi mulai sawitnya. Sebanyak mungkin turunan-turunan dari bahan-bahan mentah itu bisa menjadi barang minimal setengah jadi syukur-syukur bisa menjadi barang jadi," bebernya.
Berkaitan dengan UMKM, dia mengatakan hingga saat ini ada 15,5 juta UMKM terdigitalisasi. Transformasi tersebut pun kata Presiden Jokowi akan terus didorong, sebab saat ini Indonesia memiliki 60 juta lebih UMKM.
"Semuanya akan kita dorong agar masuk ke platform digital. Baik yang berada di daerah, nasional agar bisa juga masuk ke platform-platform global," ungkapnya.
Ketiga, kata Presiden Jokowi yaitu berkaitan dengan ekonomi hijau. Dia memprediksi di masa depan produk-produk hijau sangat menjanjikan.
"Oleh sebab itu kita akan memulai mungkin Oktober nanti kita akan bangun yang namanya green industrial park yang produk keluarannya adalah produk hijau. Pemakaian energinya adalah energi hijau, energi baru terbarukan," bebernya.
"Kita harapkan kita memiliki sebuah kekuatan besar ke depan yaitu produk hijau yang dihasilkan dari ekonomi hijau yang akan mulai kita bangun tahun ini," tambahnya.
Gebrakan liar biasa Jokowi mengenai ekonomi hijau, hilirisasi hingga digitalisasi UMKM benar-benar akan menjadi pendongkrak kekuatan negara. Biarlah di dalam negeri banyak yang menyebutnya sebagai presiden plonga plongo. Yang jelas namanya akan terus berkibar dan semakin diakui dunia internasional. Indonesia ternyata dipimpin seorang visioner yang bergerak cepat ke depan agar Indonesia tak ketinggalan dengan perkembangan jaman.
Kabarnya RUU EBT atau Energi Baru Terbarukan juga tengah disahkan yang akan menambah optimisme investor EBT dari dalam maupun luar negeri. Indonesia tak kekurangan orang hebat yang bisa menciptakan kendaraan listrik serupa Tesla. Tentunya dengan adanya aturna yang mempermudah, kepastian investasi dan dukungan pusat serta daerah akan menjadi penggerak teknologi EBT. Kita tunjukkan di dunia bahwa Indonesia tak hanya jago olahraga badminton, tapi juga manu dibidang teknologi ramah lingkungan. Terima kasih pakdhe yang terus mewujudkan hal baik bagi negeri ini.
Kita yakin Indonesia bisa mewakili negara Asia Tenggara sebagai salah satu negara sukses dibidang energi terbarukan di antara negara pemimpin ekonomi dunia (G20). Kalau dulu menghadapi kelompok radikal yang rasanya mustahil dibubarkan saja akhirnya bisa hancur luluh di tangan pakdhe. Termasuk mengakuisisi Freeport dan membubarkan Petral, maka rasanya tak mustahil menjadikan negara kaya di suatu hari nanti. Intinya optimis dan berbaik sangka. Di tengah banyak isi miring pada pemerintahannya, diam-diam ia telah menyiapkan Indonesia emas untuk kita dan generasi penerus.
Sumber Utama : https://seword.com/politik/gaspol-jokowi-beberkan-tiga-kunci-sukses-2jVix8I6dN
Kritik Jokowi tak Punya Cermin, Kader Demokrat Seakan Meludahi Pak Mantan!
Rasanya tak hanya sekali ini Demokrat secara membabi buta menyerang Jokowi saat membagikan bantuan. Ketika pemberian bantuan dilakukan dari rumah ke rumah dan disorot media, kader Demokrat menyebutnya dengan syuting film dan pencitraan. Giliran bagi-bagi sembako dilakukan secara spontan hingga ada yang terpelosok ke selokan, mereka Kembali menyindir soal kemanusiaan. Jadi sebenarnya masalah Demokrat di mana? Soal pencitraan atau kemanusiaan?
Mereka tak sadar kalau olok-olokan ke Jokowi sejatinya semakin membongkar kedok busuk pak mantan. Seperti halnya aksi Jokowi yang sempat menemani tidur para pengungsi gempa Lombok di tenda ala kadarnya. Beda halnya dengan SBY yang dikabarkan menghabiskan belasan milyar untuk membangun tenda elit yang letaknya jauh dari pengungsi Gunung Sinabung. Jangankan mendekat ke rakyat, SBY malah dengan tak tahu malu berfoya-foya dengan membangun tenda mewah di tengah kesusahan yang dirasakan rakyatnya.
Setelah Demokrat geger soal pengecatan pesawat presiden, kini aksi berbagi bantuan juga turut dikecam. Intinya apapun yang dilakukan Jokowi adalah salah besar di mata mereka. Berbeda dengan mantan yang merampok partai demi melanggengkan dinasti keluarga. Di mata kader Demokrat, orang seperti pak mantan justru panen pujian dan dibela habis-habisan. Termasuk membela si anak bawang yang tak kunjung mendapat respon positif meski sudah didapuk sebagai ketum partai. Bagi mereka Jokowi, Gibran dan Bobby adalah musuh besar keluarga mantan, meski nyata bukan kelasnya.
Jangankan membandingkan mantan dengan Jokowi atau Gibran dengan AHY, dibandingkan dengan politisi lain seperti Anies atau Sandiaga saja belum tentu menang. Inilah Namanya buruk muka cermin dibelah. Demokratlah yang selama ini tak memiliki cermin di rumah dan selalau merasa halu dengan setiap kesuksesan Jokowi. Termasuk iri dengan cara Jokowi mengambil hati rakyatnya. Seperti dilansir dari wartaekonomi.com, diketahui, Presiden Jokowi membagikan bingkisan kepada warga hingga terjadi kerumunan sekitar jalan Angkasa Raya. Karena itu, warga pun berdesak-desakan demi mendapatkan bingkisan dari Jokowi yang dilempar dan jatuh di selokan.
Pengurus DPP Partai Demokrat, Taufiqurrahman ikut memberikan kritik keras atas aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membagikan bingkisan hingga memicu kerumunan di tengah pandemi Covid-19.
Hal tersebut terjadi saat Kepala Negara melakukan kunjungan kerja di Kota Cirebon pada Selasa (13/8) lalu.
Menurutnya, aksi melempar bingkisan yang membuat warga rela terjun ke selokan sangat tidak manusiawi.
“Bukan sekali dua pak Jokowi bagi-bagi hadiah kepada rakyat dengan cara yang tidak layak, bahkan di lempar ke got,” cuitnya, dalam akun Twitternya, seperti dilihat, Kamis (2/9/2021).
Terlebih, ia juga menyoroti kerumunan yang diciptakan. Seharusnya, sebagai pemimpin Jokowi memebrikan contoh yang baik.
“Anda ini pemimpin harus memberi contoh baik atau “ing ngarso sung tulodo” melarang orang bikin kerumunan bahkan sampai berujung di penjara, Anda punya cermin gak sih, ngaca dong,” cetus anak buah AHY.
Mungkin Demokrat lupa kalau kerumunanan spontan yang dilakukan Jokowi tidaklah memuat unsur pidana sebagaimana kerumunan yang dilakukan secara berencana. Sama seperti kerumunan di bandara waktu menyambut Rizieq yang dilakukan secara spontan, tak ada unsur pidana di sana. Berbeda dengan keurmunan di Bogor atau Petamburan yang sengaja direnanakan, hingga membentuk panitia dan menyebar undangan. Ini baru kategori pidana.
Lagipula di awal pandemi, kita semua tahu kalau kongres yang mendapuk AHY sebagai petinggi Demokrat juga melabrak aturan prokes. Untung Jokowi masih memaklumi kelakuan mereka yang dilakukan sekali. Karena kalau mau, AHY juga bisa ditindak seperti halnya Rizieq. Apalagi ketahuan ada peserta kongers yang kemudian juga positif Covid 19. Intinya Demokrat memang tak punya cermin untuk melihat kelakuan buruk mereka selama ini. Jangan sampai nanti di 2024 ketika koalisi PKS dan Demokrat mentok tak memenuhi ambang batas, baru memelas ke parpol pendukung pemerintah. Atau melakukan safari politik ke Jokowi, Mega dan ketum parpol lain seperti menjelang 2019 silam. Sudah tak pernah bercermin, munafik, takt ahu malu pula.
Tidak usah mengajari Jokowi soal kesantunan atau adat Jawa. Karena rakyat bisa membedakan mana pemimpin sejati dan mana yang minta diperlakukan bak raja. Selama memimpin Jokowi juga hanya fokus pembangunan infrastruktur, pemerataan dan memajukan bangsa. Beda dengan sang mantan yang fokus keluarga hingga banyak proyek mangkrak dibiarkan begitu saja. Hambalang, proyek PLTU, mobil internet, bendungan dan banyak kegagalan yang ditorehkan jaman pak mantan. Negara ini seperti auto pilot selama kepemimpinan mantan dan partainya. Jangankan memburu koruptor kakap semacam BLBI, mengawasi proyek vital agar tak dikorupsi saja tak bisa. Jaman SBY juga tak sanggup menempatkan orang-orang kompeten dibidangnya. Beda dengan era Jokowi yang mampu mengokohkan posisi Sri Mulyani, Mahfud MD, hingga menempatkan sosok kapolri Listyo Sigit dan panglima TNI yang mumpuni.
Jurus terdzolimi ala SBY sudah tak laku lagi diangkat oleh AHY. Selain anaknya tak pandai bermain sandiwara, isu kudeta oleh Moeldoko juga tak menarik perhatian. Kalau saja Demokrat bukan partai gurem, tapi sudah jadi partai besar semisal Golkar, mungkin publik masih menaruh perhatian. Sayangnya sudah tak ada yang mau memilih Demokrat kecuali kader-kadernya sendiri. Apalagi nanti memasuki tahun 2022 di mana kewenangan pemilihan Gubernur hingga walikota ada di tangan presiden dan Mendagri, bisa dipastikan sebagain besar orang Demokrat akan ditendang.
AHY dan kadernya yang tak punya cermin akan terus kebingungan mencari pijakan di atas perahu tua yang akan tenggelam. Terlambat sudah bagi mereka untuk memperbaiki hubungan baik dengan pemerintah. Alih-alih mencontoh gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat, Demokrat yang halu masih saja menggembor-gemborkan kepemimpinan era mantan yang hanya sukses menelurkan album dan lagu kenangan. Era digital di mana jejak dunia maya bisa langsung disebar, mereka masih mengandalkan politik merasa terdzolimi yang sudah usang.
Termasuk memainkan politik tak bercermin yang memalukan. AHY pernah berkata bahwa anak muda harus kreatif dan tak boleh disiapkan karpet merah. Sungguh ini Namanya menasehati diri sendiri. Semua orang tahu kalau dirinya jadi petinggi partai karena karpet merah sang pepo. Makanya Denny Siregar menyindir habis dengan mengatakan kalau karpet AHY warnanya biru. Benar saja, akhirnya olokan dan hinaan Demokrat ke Jokowi akhirnya Kembali ke muka sendiri. Cermin mana mermin????
Sumber Utama : https://seword.com/politik/kritik-jokowi-tak-punya-cermin-kader-demokrat-EbXabbTlkA
Re-post by MigoBerita /Rabu/08092021/14.46Wita/Bjm